Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
SIMULASI KERJA PENGUAT AWAL SISTEM
SPEKTROSKOPI NUKLIR DENGAN ISIS PROTEUS
Widya Arrum Gammayani
1,2, Zaki Su’ud
2, Mitra Djamal
2, Nanda Nagara
11Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Jl. Tamansari 71, Bandung, 40132
2JurusanFisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung, 40132, widya.a9@gmail.com
ABSTRAK
SIMULASI KERJA PENGUAT AWAL SISTEM SPEKTROSKOPI NUKLIR DENGAN ISIS PROTEUS. Telah dilakukan simulasi ISIS Proteus untuk kerja penguat awal peka muatan yang
menggunakan photodioda Si PIN dan sintilator CsI(Tl). Pengubahan parameter komponen elektronika yang disimulasikan menunjukkan kesamaan perilaku dengan rangkaian sebenarnya, seperti pengubahan kapasitor umpan balik, coil, dan JFET. Penguat awal peka muatan yang dibuat pun menunjukkan performa yang baik, mampu memunculkan spektrum Gamma Co-60 dan kestabilan sistem alat yang baik dengan nilai chi square test 7,86. Pengujian derau FWHM dengan metode perhitungan Vrms menunjukkan hasil 1,5 keV dan
perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV.
Kata kunci : ISIS Proteus, Penguat Awal Peka Muatan, Spektroskopi Nuklir, Fotodioda Si PIN, CsI(Tl).
ABSTRACT
SIMULATION OF CHARGE SENSITIVE PRE-AMPLIFIER NUCLEAR SPECTROSCOPY USING ISIS PROTEUS. ISIS Proteus simulation for charge sensitive pre-amplifier using Si PIN photodiode and CsI(Tl) scintillator has been done. Changing the parameters of simulated electronic components resulted similar behavior with the actual circuit, such as feedback capacitor, coil, and JFET. The charge sensitive pre amplifier which is made showed good performance and was able to show Gamma spectrum of Co-60 and good system stability of device with chi squared test of 7,86. The FWHM noise measurement using Vrms parameter is 1,5 keV and the FWHM noise measurement using MCA is 5 keV.
Keywords : ISIS Proteus, Charge Sensitive Pre-Amplifier, Nuclear Spectroscopy, Si PIN Photodiode, CsI(Tl).
1. PENDAHULUAN
Pada proses pembuatan alat dengan rangkaian elektronika, simulasi virtual berperan dalam membantu perancangan alat yang akan dibuat. Banyak simulator yang bisa digunakan salah satunya adalah ISIS Proteus. ISIS (Intelligent Schematic Input System) merupakan sebuah program keluaran Labcenter Electronics yang memudahkan pengguna untuk menggambar rangkaian elektronika, mengujinya dengan simulasi dan bahkan bisa digunakan untuk membuat PCB sehingga kesalahan dalam membuat PCB (Printed Circuit Board) dapat diminimalisir. Alat yang akan disimulasikan disini adalah penguat awal dari sistem spektroskopi nuklir.
Spektroskopi Gamma sangat besar peranannya dalam aplikasi nuklir sehari-hari. Kombinasi
fotodioda Si PIN (Si PIN Photodiode) dengan sintilator banyak digunakan pada deteksi dan pengukuran sinar gamma dan elektron energi tinggi. Kecilnya ukuran fisik keduanya memiliki kelebihan memudahkan untuk dibawa keluar saat pengukuran di lapangan. Kristal CsI(Tl) dengan karakterisasi intensitas sintilasi yang besar (maksimum di 550 nm) sesuai untuk ditempel pada permukaan fotodioda. Kristal CsI(Tl) yang relatif lembut dan plastis mudah dibuat menjadi berbagai variasi geometri detektor. Radiasi yang menimpa sintilator membangkitkan sintilan-sintilan cahaya yang kemudian ditangkap oleh fotodioda. Cahaya lalu berinteraksi dengan atom Si fotodioda yang menghasilkan sejumlah pembawa muatan bebas elektron-lubang yang lalu diperkuat oleh rangkaian penguat awal peka muatan (charge sensitive
2. TATAKERJA (BAHAN DAN METODE) Prosedur penelitian meliputi pembuatan penguat awal peka muatan menggunakan fotodioda Si PIN dan sintilator CsI(Tl). Pembuatan alat dikombinasikan perancangannya secara virtual dengan ISIS Proteus sehingga dapat diamati terlebih dahulu pengaruh besaran komponen yang akan digunakan pada alat dengan cara mengubah-ubah parameternya untuk mendapatkan keluaran yang baik. Alat yang dibuat lalu diuji tampilan pulsa keluarannnya di osiloskop. Kestabilan alat pun diuji dengan metode chi squared test dan dihitung derau-nya dengan metode equivalent
noise charge. Metode uji yang digunakan adalah
metode eksperimenal.
2.1 Penguat Awal Peka Muatan (Charge
Sensitive Pre-amplifier)
Detektor Si dirancang untuk pengukuran radiasi dengan dua metode: yang pertama adalah pengukuran tidak langsung dimana masukan radiasi diubah menjadi cahaya oleh sintilator lalu dideteksi oleh fotodioda Si; yang kedua adalah pengukuran langsung dimana detektor Si langsung mendeteksi muatan yang dibangkitkan melalui proses ionisasi karena energi radiasi. Metode deteksi tidak langsung yang merupakan kombinasi fotodioda dengan sintilator banyak digunakan pada deteksi dan pengukuran sinar gamma dan elektron energi tinggi. Radiasi yang menimpa sintilator membangkitkan sintilan-sintilan cahaya yang kemudian ditangkap oleh fotodioda. Kelebihan metode langsung adalah resolusi energi yang tinggi karena muatan sinyal dibangkitkan dengan efisiensi yang tinggi. Bentuk fisik fotodioda pada kedua metode pengukuran adalah sama, mereka memiliki karakteristik dasar yang sama. Fotodioda terdiri dari kristal silicon tipe-N sebagai substrat pada bagian dasar dan lapisan silicon tipe-P sebagai daerah permukaan aktif. Kedua material tersebut membentuk sambungan P-N yang berfungsi sebagai pengubah fotolistrik. Pada metode langsung, efisiensi intrinsik untuk mendeteksi energi yang lebih besar adalah rendah mengingat keterbatasan tebal dari daerah aktif fotodioda. Efisiensi intrinsik adalah rasio jumlah pulsa yang dihasilkan detektor dengan jumlah radiasi Gamma yang mengenai detektor. Oleh karena itu deteksi dan pengukuran elektron dan radiasi Gamma energi tinggi menggunakan metode tidak langsung yang merupakan kombinasi fotodioda dengan material sintilasi lebih tepat untuk digunakan.
Gambar 1. Fotodioda silicon PIN
Cesium Iodida (CsI) adalah material senyawa dengan kemampuan menahan radiasi Gamma tinggi karena memiliki nilai Z (nomor atom) dan densitas yang relatif tinggi. Untuk pencacahan sintilasi, ia bisa digunakan dalam bentuk seutuhnya ataupun dengan dikotori oleh Thalium. Dibandingkan dengan NaI(Tl), CsI relatif lembut dan plastis. Ia mudah dibuat menjadi berbagai variasi geometri detektor. Karena karakteristiknya, CsI sendiri dapat larut dalam air tetapi tidak higroskopik.
Gambar 2. Kristal CsI(Tl)
Ketika detektor semikonduktor seperti Si digunakan untuk pengukuran sinar X dan radiasi Gamma energi rendah sampai tinggi, sinyal keluaran adalah pulsa muatan lemah dengan lebar beberapa puluh nanosekon. Detektor itu sendiri merupakan komponen kapasitif dengan impedansi keluaran yang tinggi. Kondisi ini membutuhkan impedansi masukan yang tinggi dari penguat sebagai pengondisi sinyal untuk mendapatkan sinyal yang siap diproses lebih lanjut. Penguat harus memiliki impedansi masukan yang tinggi untuk mengintegrasi pulsa muatan yang lemah lalu mengubahnya ke pulsa tegangan yang sebanding dengan energi partikel yang didepositkan dalam detektor untuk selanjutnya dibentuk pulsanya dan diperkuat, dimana penguat juga harus memiliki impedansi keluaran yang rendah untuk
menjalankan tahap selanjutnya. Karena fungsinya inilah dinamakan penguat awal peka muatan (charge sensitive pre-amplifier).
Diagram kerja dasar penguat awal peka muatan ditunjukkan pada gambar 3. Karena muatan Q dibangkitkan, tegangan masukan penguat meningkat dan pada saat bersamaan tegangan dengan polaritas terbalik muncul pada keluaran. Tetapi karena faktor penguatan lup terbuka cukup besar, kerja potensial keluaran adalah melalui lup umpan balik sehingga tegangan masukan akan menjadi nol dengan segera. Akibatnya pulsa muatan Q terintegrasi melalui kapasitansi umpan balik Cf untuk membentuk
pulsa tegangan keluaran eout(t).
Gambar 3. Diagram penguat awal peka muatan
Karena resistor umpan balik Rf paralel dengan Cf
maka pulsa tegangan keluaran akan mengalami pengosongan (discharge) perlahan dengan konstanta waktu =Rf.Cf yang disederhanakan
sebagai:
(1)
Persamaan ini menunjukkan bahwa pulsa muatan Qs diubah ke pulsa tegangan dengan besar
yang diredam dengan konstanta waktu =Rf.Cf.
Penguatan muatan pada penguat awal peka muatan dihitung sebagai A=Vout/Q sehingga:
A = Vout/Qs = 1/Cf (Volt/Coulomb) (2)
Tetapi prakteknya, faktor penguat dari penguat awal peka muatan dengan detektor sebagai suatu kombinasi lebih diperhatikan, sehingga istilah sensitivitas biasa digunakan daripada faktor penguat. Sensitivitas (S) adalah tegangan keluaran (mV) untuk setiap 1 MeV energi partikel yang menumbuk detektor. Amplitudo muatan sinyal yang diperoleh ditentukan oleh energi partikel masukan (sinar Gamma atau sinar X) dan juga oleh material semikonduktor.
(Coulomb atau pico Coulomb) (3) Dimana:
E : energi partikel (MeV)
e- muatan elektron 1,6 x 10-19 (Coulomb)
Ԑ energi yang dibutuhkan untuk membentuk satu pasang elektron-lubang. Sebagai contoh untuk Si, rentang Q dari 3,62 eV (300 K) sampai 3,71 eV (77 K).
Sehingga, (mV/MeV)
(mV/MeV) (4) Detektor yang digunakan pada penelitian ini adalah fotodioda Si PIN tipe S-3590 dengan CsI(Tl) sebagai sintilatornya.
Karena penguat awal peka muatan yang dirancang haruslah memiliki impedansi masukan yang tinggi dan impedansi keluaran yang rendah maka digunakanlah FET yang memiliki impedansi masukan yang tinggi dan OP-AMP dengan derau rendah. FET dan OP-AMP yang digunakan pada rancangan ini adalah 2N4416A dan AD847.
Gambar 4. Rangkaian penguat awal peka muatan dengan FET dan OPAMP
Faktor penguat dari penguat awal peka muatan hanya ditentukan dari Cf (kapasitor umpan balik).
Rf (resistor umpan balik) sendiri tidak berpengaruh
pada faktor penguatan tetapi untuk men-discharge, mengosongkan keluaran loop integrasi ke dasar. Digunakan dua buah OP-AMP AD847 untuk penguat dan untuk penyangga (buffer).
Fotodioda diberi catu daya -24 V. Karena ada arus bocor dan sebagainya, tegangan di fotodioda menjadi sekitar -5 V. Saat radiasi masuk, fotodioda konduk dan tegangan menjadi hampir nol. Oleh karena itu pulsa masukan ke gate FET adalah positif (-5 V 0 V).
Gambar 5. Penguat awal peka muatan
Gambar 6. Karakteristik keluaran kurva V-I FET
Karena Id membesar, tegangan beban drain
membesar juga sehingga jatuh tegangan di Vd
mengecil. Sehingga saat gate positif, maka keluaran drain adalah negatif. Pulsa negatif tersebut lalu masuk ke op-amp non-inverting sehingga keluarannya tetap negatif. Keluaran negatif ini lalu masuk ke gate yang positif tadi melalui rangkaian pembalik (feedback) Rf//Cf.
Keseluruhan rangkaian ini menjadi rangkaian integrator. Blok terakhir adalah buffer. Impedansi keluaran buffer kecil sehingga cocok dengan kabel
coax yg rendah ohm (50 ohm). Pulsa keluaran yg
diinginkan adalah pulsa dengan rise time yang cepat dan ini ditentukan oleh RC time. FET yang digunakan harus memiliki Cgs dan Igs rendah tetapi
memiliki Gm yang besar. Cgs rendah bisa dilihat
pada datasheet produk. Igs rendah menunjukkan
bahwa impedansi masukan FET tinggi sekali. Gm
besar berarti perubahan kecil pada Vgs
menyebabkan perubahan besar pada Ids.
2.2 Pembuatan Skematik Simulasi Penguat Awal Peka Muatan dengan Program ISIS Proteus
Penguat awal peka muatan dibuat simulasinya pada program ISIS Proteus. Pertama yang harus dilakukan adalah membuat skematik rangkaian pada program ISIS Proteus. Semua komponen yang digunakan pada skema disamakan dengan jenis komponen yang digunakan pada rangkaian asli, jika ada komponen yang tidak tersedia pada
library ISIS Proteus digunakanlah komponen lain
yang sejenis. Pada rangkaian asli digunakan OP-AMP AD847, pada library ISIS Proteus tidak ditemukan AD847 yang memuat karakteristik sebenarnya sehingga pada simulasi ini OPAMP AD847 yang digunakan diganti dengan D826AP yang memiliki karakteristik mirip dengan AD847 (high speed operational amplifier).
Fotodioda merupakan komponen yang sudah komplek dan tidak tersedia di library ISIS sehingga masukan sinyal pada FET berasal dari
signal generator. Dengan mengubah
parameter-parameter penting pada skema, baik itu komponen maupun besar/ nilai komponennya akan terlihat keluaran OP-AMP yang berbeda dan terlihat di osiloskop virtual. Sehingga bisa disimulasikan perubahan parameternya untuk mendapatkan keluaran pulsa yang baik.
Untuk memudahkan simulasi, rangkaian terlebih dahulu dibagi menjadi dua bagian, rangkaian FET dan rangkaian OP-AMP. Gambar 7 di bawah adalah rangkaian FET.
Gambar 7. Skematik rangkaian FET
Pulsa masukan berasal dari pulser yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai pulsa nuklir pada rangkaian sebenarnya. Pulsa
pulser dibuat negatif (-100 mV) dengan rise time 2
ns dan fall time 4 us. FET harus di reverse biased sehingga Vg dibuat lebih kecil dari Vs. Vg pada
gambar bernilai +1,6 V yang terukur karena pembagi tegangan R1 (650k) dan R2 (100k). Vd
bernilai +6,37 V (12-5,63 = 6,37) karena beban tegangan pada rangkaian drain adalah +5,63 V. Id =
Is = 5,12 mA, maka beban di drain : V=I.R=5,12
mA . 1,1k=5,632. Sedangkan Vs = +2,4 V (5,12 mA x 470).
Gambar 8.Skematik penguat awal peka muatan pada ISIS Proteus (gabungan FET dan OPAMP)
Setelah simulasi rangkaian FET berjalan dengan baik, maka rangkaian FET tersebut digabungkan dengan rangkaian OP-AMP untuk membentuk rangkaian penguat awal peka muatan secara keseluruhan (Gambar 8). Osiloskop virtual digunakan dengan menggunakan tiga saluran. Saluran A (kuning) untuk keluaran pulser, saluran B (biru) untuk pulsa drain dan saluran C (merah) untuk keluaran OP-AMP.
Gambar 9. Osiloskop dengan tiga saluran
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Perubahan Parameter pada Simulasi Virtual ISIS Proteus
Beberapa parameter penting pada rangkaian diubah-ubah nilainya untuk dilihat tampilan hasil spektrum terbaik-nya, baik itu pada rangkaian sebenarnya maupun pada rangkaian simulasi. Parameter yang dimaksud tersebut adalah: Kapasitor umpan balik (Cf)
Kapasitor berpengaruh pada besar sensitifitas detektor karena (mV/MeV). Semakin kecil Cf maka sensitifitas semakin besar. Berikut
tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk nilai Cf
yang berbeda.
(a) (b)
Gambar 10. Tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk (a) Cf = 3 pF (b) Cf = 2 pF
Sama seperti pada rangkaian sebenarnya, terlihat juga bahwa semakin kecil Cf maka
sensitivitas akan semakin besar yang terlihat dari tinggi pulsa yang semakin besar.
(a)
(b)
Gambar 11. Tampilan pulsa pada rangkaian sebenarnya untuk (a) Cf = 3 pF (b) Cf = 1 pF
Coil
Coil dipasang di drain, coil berpengaruh pada frekuensi tinggi. Pada simulasi terlihat jika besar coil tidak begitu berpengaruh pada hasil pulsa keluaran.
(a) (b)
Gambar 12. Tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk (a) L = 100 mH (b) L = 100 uH
JFET
JFET yang digunakan pada penelitian ini adalah JFET saluran N. Digunakan tiga buah JFET saluran N pada simulasi untuk dilihat perbedaan pulsa keluaran.
(a) (b)
(c)
Gambar 13. Tampilan pulsa pada rangkaian virtual untuk JFET (a) 2N4416 (b) 2N3967 (c) 2N5434
Secara keseluruhan bentuk pulsa sama hanya pada OP-AMP 2N3967 pulsa bergetar dan tidak stabil sedangkan pada 2N5434 bentuk pulsa akhir-nya
overshoot. Ini karena besar parameter yang
digunakan pada masing-masing JFET tidak persis sama, sehingga pada prakteknya dalam penggunaan dilakukan copot pasang JFET untuk mendapatkan JFET yang sesuai.
3.2 Pengujian Alat
3.2.1 Tampilan Pulsa Keluaran Penguat Alat dibuat pada rangkaian PCB dengan
mempertimbangkan besaran dan komponen elektronika yang disimulasikan. Derau yang kecil berpengaruh pada resolusi energi, sehingga derau diupayakan sekecil mungkin agar tidak mengurangi pembacaan sinyal dari detektor yang mengganggu keakuratan informasi. Penguat yang digunakan pada penelitian ini Ortec Model 485. Besar derau yang tampak pada osiloskop cukup kecil, untuk penguat awal peka muatan, tinggi derau adalah 0,1 Volt. Sumber yang digunakan adalah Co-60 yang memiliki dua puncak, 1173,2 keV dan 1332,5 keV.
Gambar 14. Pulsa keluaran penguat dengan penguat awal peka muatan
3.2.2 Chi Squared Test ( )
Untuk menguji kestabilan dari sistem pencacah dilakukan dengan tes .
(5) Dimana : Ci = cacahan ke-i
= rata-rata cacahan
Pengujian dilakukan melalui pengukuran radiasi menggunakan keseluruhan sistem dengan sumber Gamma Co-60. Hasil pengukuran menunjukkan kinerja peralatan cukup baik. Pengujian memberikan nilai sebesar 7,86. Mengacu pada IAEA-TECDOC 317, “Quality Control of Nuclear
Medicine Instruments” nilai yang baik untuk 10 kali pencacahan adalah pada rentang 3,32 – 16,92.
3.2.3 Equivalent Noise Charge (ENC)
Derau penguat awal peka muatan biasanya ditentukan sebagai full width at half maximum (FWHM). Parameter Vrms (tegangan derau) harus
dikali 2,35 untuk mengubahnya ke spesifikasi FWHM.
Dimana :
E : pulsa masukan dalam keV Vp : pulsa keluaran penguat (mV)
Vrms : tegangan derau (mV) Vrms (mV) Vin (keV) Vout (mV) FWHM (keV, Si) 2.3 1000 3600 1.50
Pengujian lainnya untuk mengukur derau ialah dengan menggunakan MCA dan spektrum yang terbentuk nanti dilihat besar FWHM-nya.
Gambar 15. FWHM pada spektrum menggunakan MCA untuk penguat awal peka muatan
Pengujian derau dengan kedua metode menunjukkan hasil yang berbeda, untuk perhitungan dengan Vrms, derau FWHM adalah
1,5 keV sedangkan perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan penguat yang digunakan. Untuk MCA, penguat berada dalam satu modul MCA yang sama sedangkan saat menghitung FWHM dengan Vrms
menggunakan modul penguat terpisah yang dipasang pada BIN. ENC/ FWHM dengan menggunakan MCA pun lebih besar hasilnya karena menggunakan detektor yang masih terpasang dengan penguat awal peka muatan sehingga derau dari pemasangan detektor berpengaruh.
4. KESIMPULAN
ISIS Proteus sebagai simulator mampu mensimulasikan kerja alat penguat awal peka muatan dengan baik. Parameter-parameter yang disimulasikan menunjukkan kesamaan perilaku dengan rangkaian sebenarnya, seperti perubahan kapasitor umpan balik, coil, dan JFET. Alat yang dibuat pun dapat berfungsi dengan baik dilihat dari hasil pengujian alat yang mampu membentuk spektrum radiasi Gamma Co-60. Kestabilan sistem pencacah menunjukkan hasil yang baik terlihat dari besar nilai Chi Squared Test ( ) 7,86. Nilai ini masih berada dalam rentang 3,32 – 16,92 yang diharapkan. Pengujian derau FWHM dengan metode perhitungan Vrms dan MCA menunjukkan
hasil yang berbeda, untuk perhitungan dengan Vrms, derau FWHM adalah 1,5 keV sedangkan
perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan penguat yang digunakan. Simulator ISIS Proteus membantu memprediksikan hasil pada rangkaian sebenarnya, pada kenyataannya di lapangan besar komponen yang digunakan pada rangkaian bisa berbeda karena banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan alat seperti kerapihan PCB, peletakan komponen, derau, dan lain sebagainya.
5. DAFTAR PUSTAKA
1. IAEA, “Distant Learning Module of The Regional Training Course On Radiation Interactions : Nuclear Electronics CD 1 Vers. 2.0.
2. IAEA-TECDOC 317, “Quality Control of Nuclear Medicine Instruments”, Vienna,(1984) 111 – 112.
3. KNOLL, GLENN F. :“Radiation Detection and Measurement”, John Wiley & Sons, Michigan (1988).
4. LIUSMAN, T.R.:“X-ray and Gamma Spectroscopy Development by Using Silicon PIN Photo diode Detector”, Final Report on Research Activity at JAERI, Tokyo (2000). 5. ORTEC : Preamplifier Introduction.
Ametek.
6. Technical Information: Characteristics and Use of Charge Amplifier. Hamamatsu