• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FINANSIAL, RESIKO DAN SENSITIVITAS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR (Survei pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FINANSIAL, RESIKO DAN SENSITIVITAS USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR (Survei pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan)"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FINANSIAL, RESIKO DAN SENSITIVITAS

USAHA PETERNAKAN AYAM PETELUR

(Survei pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan) Sunaryo Hadi Warsito¹ , Zaenal Fanani² , Budi Hartono³

¹ Mahasiswa Program Studi Ilmu Ternak Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang

² dan ³ Staf Pengajar Program Studi Ilmu Ternak Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang

ABSTRACT

This research aims to investigate : 1. The feasibility of the layer poultry business evaluated from facet of financial; 2. Risk of financial of the layer poultry enterprise 3. Influence of price change of chicken's egg and feed to earnings of farmer. Analysis the used is production cost structure analysis, revenue, advantage, financial, risk of financial and sensitivity. The method used is the method of survey undertaken in groups of layer poultry farming "Gunungrejo Makmur", which consists of 24 members. To simplify the calculation, so the sample was stratified or grouped into three based on the business scale. The result of research show that average of result in one year at scale of I used production cost equal to Rp 119,061,052 and obtained revenue equal to Rp 147,464,147 and also clean advantage which obtained equal to Rp 28,403,094; at scale of II used production cost equal to Rp 240,795,738 and obtained revenue equal to Rp 318,949,828 and also clean advantage which obtained equal to Rp 78,154,037; at scale of III used production cost equal to Rp 761,154,395 and obtained revenue equal to Rp 966,528,077 and also clean advantage which obtained equal to Rp 205,373,681. The result of analysis of financial show that at scale of I obtained by result of ARR equal to 69.86%; NPV equal to Rp 108,840,066; B/C Ratio 2.5890; PP equal to 16 days 7 months 1 year and of IRR equal to 54.5139%. At scale of II obtained by result of ARR equal to 91.55%; NPV equal to Rp 303,559,110; B/C Ratio 3.1106; PP equal to 7 days 4 months 1 year and of IRR equal to 68.4660%. At scale of III obtained by result of ARR equal to 72.45%; NPV equal to Rp 648,408,885; B/C Ratio 2.3576; PP equal to 13 days 9 months 1 year and of IRR equal to 48,2183%. Pursuant to analysis of financial as a whole that at all of group member scale farmer of the layer poultry of Gunungrejo Makmur still feasible to be developed by its enterprise. The result of risk analysis of financial show that at scale of I obtained by result of OER equal to 71.45%; CR equal to 3.25; DAR equal to 11.97%; ROA equal to 43.92%; ROE equal to 47.10%; DCR equal to 476.99%; Coefficient Variation of equal to 27.57% and Down of Limit equal to Rp 12,743,020. At scale of II obtained by result of OER equal to 66.70%; CR equal to 3.22; DAR equal to 11.81%; ROA equal to 56.73%; ROE equal to 61.62%; DCR equal to 576.28%; Coefficient Variation of equal to 37.36% and Down of Limit equal to Rp 19,765,221. At scale of III obtained by result of OER equal to 72.34%; CR equal to 3.07; DAR equal to 11.46%; ROA equal to 44.59%; ROE equal to 48.57%; DCR equal to 448.40%;

(2)

Coefficient Variation of equal to 47.57% and Down of Limit equal to Rp 9,970,779. Pursuant to risk analysis as a whole that at all of scale show generated risk level still is peaceful, because result of obtained advantage admit of to close over risk which possible happened. The result of analysis of sensitivity show that at scale of I will experience of loss at condition happened increase of price of feed start 10% and when at the same time happened degradation of egg price start 15% or will happened at condition of price of feed go up to start 15% and followed by egg price go down to start 10%. At scale of II not yet experienced of loss although happened increase of price of feed until 15% and when at the same time happened degradation of egg price until 15%. At scale of III will experience of loss at condition happened increase of price of feed start 10% and during at the same time happened degradation of egg price start 15%. Level of sensitivity to changes in feed prices are rising as well as egg prices decreased once advanced financial analysis the overall results obtained in all strata indicate that changes in the rate of decline in egg prices have higher sensitivity than a change in feed price increases.

Key words : analysis, financial, risk of financial, sensitivity

---

PENDAHULUAN

Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan terbukti paling tahan menghadapi krisis yang telah terjadi di Indonesia. Demikian juga subsektor peternakan merupakan subsektor yang sangat penting peranannya dalam menjaga ketahanan pangan yang tidak tergantikan oleh subsektor lainnya. Peranan tersebut menjadi begitu penting karena pangan asal hewan merupakan penyedia protein hewani sebagai kebutuhan pokok utama dalam pemenuhan gizi masyarakat. Hal ini ditunjang oleh peningkatan

jumlah penduduk, pendapatan perkapita, perubahan selera konsumen / gaya hidup, serta

meningkatnya kesadaran masyarakat, maka akan menyebabkan meningkatnya tuntutan pada pemenuhan kebutuhan pangan baik kualitas dan kuantitasnya. Salah satu kebutuhan pangan tersebut adalah protein hewani yang sangat menunjang program pemerintah untuk mencerdaskan bangsa, sehingga diharapkan rakyat Indonesia tidak semakin tertinggal jauh oleh bangsa lain.

(3)

Salah satu komoditi ternak yang menyediakan protein hewani adalah ayam petelur. Ayam petelur selain menghasilkan produk protein hewani yang berupa telur utamanya, namun juga dagingnya yang berupa ayam afkir. Usaha ayam petelur dapat menghasilkan perputaran modal yang cepat dan harga telurnya yang relatif murah yang mudah terjangkau oleh lapisan masyarakat Indonesia. Sehingga usaha peternakan ayam petelur masih memberikan prospek pasar yang semakin tahun semakin meningkat seiring faktor – faktor penunjang di atas, yang sangat memungkinkan peluang tersebut untuk dimanfaatkan.

Berdasarkan kondisi tersebut maka sudah selayaknya usaha peternakan ayam tersebut perlu dilindungi dan didukung oleh kebijakan pemerintah agar usaha ini lebih berkembang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Anonimus (2003) bahwa pemerintah telah bertekad menjadikan sektor agribisnis sebagai sektor unggulan. Untuk jangka panjangnya, diharapkan sektor agribisnis dapat menjadi lokomotif bagi stimulasi pembangunan nasional. Indonesia

mempunyai potensi besar di sektor agribisnis. Kekayaan sumber daya agribisnis sangat besar, agribisnis berperan sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk, serta agribisnis mempunyai potensi menghasilkan pemasukan devisa bagi negara. Ironisnya, potensi sektor agribisnis belum tergarap secara optimal. Pertumbuhan kapasitas produksi dan utilisasi agribisnis dirasakan masih lambat. Akibatnya, keinginan untuk mengandalkan sektor agribisnis sebagai salah satu faktor pendukung stimulasi pemulihan ekonomi dirasakan masih akan menghadapi kendala.

Sementara itu menurut Inounu dkk. (2006) bahwa subsektor peternakan berperan nyata dalam ketahanan pangan nasional melalui penyediaan protein hewani dan penyedia lapangan kerja baik di pedesaan maupun perkotaan. Secara nasional industri perunggasan merupakan pemicu utama pertumbuhan pembangunan di subsektor peternakan.

Pada kenyataannya usaha peternakan ayam petelur merupakan usaha yang secara cepat dapat menghasilkan protein hewani dan

(4)

dengan harga yang relatif lebih murah bila dibandingkan usaha ternak lainnya, maka siklus perputaran usaha ini sangat besar dan cepat. Namun demikian usaha peternakan ayam petelur tersebut masih sangat fluktuatif harganya karena komponen yang mendukung proses produksinya sangat bergantung pada keadaan ekonomi gobal dunia. Sehingga usaha peternakan ayam petelur sangat rentan dalam perkembangannya, karena itu peluang untuk mendapat keuntungan ataupun kerugian juga sangat besar kemungkinannya.

Upaya memperoleh keuntungan yang besar dan

berkelanjutan merupakan sasaran utama bagi semua kegiatan usaha termasuk di dalamnya usaha peternakan ayam petelur, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan bagi pelaku usaha peternakan ayam petelur tersebut. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu adanya langkah upaya, salah satu diantaranya dengan mengetahui kelayakan suatu usaha peternakan ayam petelur.

Berpijak dari keadaan di atas maka diperlukan suatu analisis untuk mengetahui seberapa besar tingkat

keberhasilan dari suatu usaha peternakan ayam petelur, sehingga perlu dilakukan suatu penelitian tentang Analisis Finansial, Resiko Finansial dan Sensitivitas Usaha Peternakan Ayam Petelur.

Oleh karena itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana kelayakan finansial suatu usaha peternakan ayam petelur ? 2. Bagaimana resiko finansial suatu usaha peternakan ayam petelur ? 3. Bagaimana apabila terjadi perubahan harga pakan dan hasil produksi (telur ayam) terhadap pendapatan peternak ?

Penelitian bertujuan untuk melakukan analisis : a. Kelayakan suatu usaha peternakan ayam petelur ditinjau dari segi finansial. b. Resiko finansial suatu usaha peternakan ayam petelur. c. Pengaruh perubahan harga pakan dan hasi produksi (telur ayam) terhadap pendapatan peternak.

Hasil penelitian diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai 1. bahan pertimbangan bagi peternak yang bersangkutan dalam memutuskan menerapkan manajemen usaha peternakan

(5)

ayam petelurnya di masa mendatang. 2. bahan informasi bagi peternak lainnya untuk diketahui dan dapat diterapkan pada usaha peternakan ayam petelurnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada kelompok usaha peternakan ayam petelur “Gunungrejo Makmur”, yang beranggotakan peternak - peternak di kecamatan Kedungpring, Sekaran, Sugio, Babat, Widang, Modo, Karang Geneng serta Maduran dalam wilayah Kabupaten Lamongan (kecuali Widang, masuk kabupaten Tuban). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa kelompok usaha peternakan ayam petelur tersebut mempunyai catatan (recording) yang relatif lengkap mengenai usaha peternakannya dan belum pernah diteliti sebelumnya serta mengalami perkembangan usaha yang cukup baik. Penelitian di lapangan dilaksanakan mulai tanggal 16 Pebruari 2009 sampai dengan 30 Agustus 2009.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Singarimbun dan Effendi (1995)

menyatakan bahwa metode survei merupakan metode penelitian yang mengambil sampel dari beberapa populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (primer). Selain itu pengumpulan data primer juga dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara yang mendalam (Sumardjono, 1996). Sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan ilmiah, literatur atau referensi yang relevan dengan penelitian ini.

Total sampel yang digunakan adalah 24 orang anggota kelompok, yang merupakan jumlah keseluruhan anggota kelompok usaha peternakan ayam petelur “Gunungrejo Makmur”. Sampel tersebut kemudian dilakukan stratifikasi atau pengelompokan menjadi tiga berdasarkan skala usahanya. Pengelompokan tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam perhitungan analisis finansial maupun resiko finansial serta sensitivitas. Penentuan skala usaha dibagi atas skala kecil (strata I), skala menengah (strata II) dan skala besar (strata III) dengan menggunakan rumus Teken dan Asnawi (1997) sebagai berikut :

(6)

a. skala kecil : < X – 0,5sd b. skala menengah : antara X – 0,5sd sampai dengan X + 0,5sd c. skala besar : > X + 0,5sd Di mana “X” merupakan rata – rata kepemilikan ayam petelur dan “sd” merupakan simpangan deviasi.

Berdasarkan rumus tersebut diperoleh hasil dengan jumlah sampel sebanyak 24 peternak dengan rata – rata kepemilikan ternak 2281 ekor, standar deviasi jumlah pemeliharaan sebesar 1856 ekor, maka yang termasuk kategori peternak skala kecil (strata I) adalah peternak dengan populasi ayam petelur kurang dari 1353 ekor. Pada skala menengah (strata II) dengan populasi antara 1353 ekor sampai dengan 3209 ekor, sedangkan pada skala besar (strata III) dengan populasi lebih dari 3209 ekor.

Analisis Data

Data kualitatif yang nanti diperoleh akan digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan keadaan obyek penelitian atau responden, dalam hal ini adalah anggota kelompok usaha peternakan ayam petelur “Gunungrejo Makmur”. Sedangkan data kuantitatif digunakan untuk

menggambarkan analisis input – ouput usaha yang meliputi analisis biaya produksi, penerimaan dan keuntungan, yang selanjutnya dipergunakan untuk perhitungan analisis finansial, resiko dan sensitivitas.

Analisis Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Biaya dibedakan menjadi dua, yakni :

a. Biaya tetap

Merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan dan dirumuskan sebagai berikut :

TFC = FC x n (Himawati, 2006) Keterangan :

TFC = Total Fixed Cost (Total Biaya Tetap)

FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)

N = banyaknya input Biaya tetap ini meliputi biaya

penyusutan peralatan, kandang, gudang, pajak dan bunga. Biaya penyusutan dihitung sebagai berikut (Himawati, 2006)

Pb - Ps D =

T Keterangan :

(7)

D = Depresiasi (penyusutan) Pb = Harga beli (Rp)

Ps = Harga jual (Rp)

T = lama pemakaian (tahun) b. Biaya variabel

Merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dihasilkan (biaya operasi) dan dirumuskan sebagai berikut (Himawati, 2006) :

TVC = VC x n Keterangan :

TVC = Total Variable Cost VC = Variable Cost

n = banyaknya unit

Akhirnya biaya produksi secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

TC = TFC + TVC Keterangan :

TC = Total Cost TFC = Total Fixed Cost TVC = Total Variable Cost

Analisis Penerimaan

Penerimaan merupakan hasil kali antara harga dengan total produksi dan dituliskan sebagai berikut (Himawati, 2006) :

TR = Pq x Q Keterangan : TR = Total Revenue Pq = Harga per satuan unit

Q = Total Produksi Analisis Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya produksi dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut (Himawati, 2006) :

Π = TR – TC Keterangan : Π = Keuntungan TR = Total Revenue TC = Total Cost Analisis Finansial :

1. Average Rate of Return (ARR) ANI TI ARR = ---  AI = ---

AI 2 Keterangan :

ANI = Average Net Income AI = Average Investment TI = Total Investment

(Sjahrial, 2008) Kriteria :

Suatu proyek dapat diterima apabila ARR-nya melebihi suatu target ARR.

2. Net Present Value (NPV)

n

NCFt

NPV

= ∑ A0 t=1 (1+r)

(8)

Keterangan :

NCFt = aliran kas masuk bersih yang diharapkan dari proyek tersebut pada periode t

r = tingkat diskonto (biaya modal rata – rata tertimbang) A0 = investasi yang diasumsikan

dikeluarkan pada awal tahun pertama atau tahun ke nol

(Sjahrial, 2008)

Kriteria :

NPV > 0 berarti investasi tersebut layak, NPV < 0 berarti investasi tersebut tidak layak dan

NPV = 0 berarti investasi tersebut berada dalam keadaan impas (BEP) 3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Merupakan perbandingan

antara nilai sekarang aliran kas masuk bersih dengan nilai sekarang investasi (Sjahrial, 2008)

Kriteria :

B/C Ratio > 1 berarti usaha tersebut layak

B/C Ratio < 1 berarti usaha tersebut tidak layak

B/C Ratio = 1 berarti usaha tersebut impas (BEP).

4. Payback Period (PP) Nilai Investasi

PP = --- x 1 tahun Aliran Kas Bersih

(Sjahrial, 2008) Kriteria :

Apabila investasi lebih pendek dari PP maksimum maka usul investasi diterima.

5. Internal Rate of Return (IRR) NPV1

IRR = i1 + --- (i2 – i1) NPV1 - NPV2

Keterangan :

i1 = nilai coba – coba discount factor pertama (NPV positif) i2 = nilai coba – coba discount factor kedua (NPV negatif) NPV1 = NPV dengan nilai discount factor pertama (NPV positif) NPV2 = NPV dengan nilai discount factor kedua (NPV negatif)

(Prawirokusumo, 1990) Kriteria :

Apabila IRR lebih besar atau sama dengan sosial discount factor berarti usaha tersebut layak.

Analisis Resiko Finansial

1. Rasio Biaya Operasi / Operating Expense Ratio

TFOE – TFC OER = x 100%

(9)

Keterangan :

OER = Operating Expense Ratio TFOE = Total Farm Operating Expense

TFC = Total Fixed Cost GPFR = Gross Profit Farm Revenue

(Syamsuddin, 2004) Kriteria pengujian :

 OER < 65%  menunjukkan kondisi aman, artinya usaha tersebut menguntungkan.  OER antara 65% sampai

80%  menunjukkan kondisi hati – hati, artinya usaha tersebut berada dalam batasan minimum untuk mendapatkan keuntungan.  OER > 80%  menunjukkan

kondisi tidak aman, artinya usaha tersebut tidak menguntungkan.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008) 2. Rasio Likuiditas Current Assets Current Ratio = --- Current Liabilities Keterangan :

Current Assets = aktiva lancar Current Liabilities = hutang lancar

(Syamsuddin, 2004)

Kriteria pengujian :

 CR > 1,5  menunjukkan aman, artinya usaha tersebut berada pada kondisi yang aman atau mampu untuk membayar semua kewajiban lancarnya menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya.

 CR antara 1,1 sampai 1,5  menunjukkan hati – hati, artinya usaha tersebut harus berjaga – jaga karena berada pada kondisi batas keamanan minimal untuk dapat membayar hutang

lancarnya dengan menggunakan aktiva lancar

yang dimilikinya.

 CR < 1,1  menunjukkan tidak aman, artinya usaha tersebut berada pada kondisi yang tidak aman atau

berbahaya karena kemampuan untuk membayar hutang lancarnya

dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya sangat kecil.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008)

(10)

3. Rasio Solvabilitas

Total Debt DAR = --- x 100%

Total Assets Keterangan :

Total Debt = total hutang Total Assets = total aktiva

(Syamsuddin, 2004) Kriteria pengujian :

 DAR < 30%  menunjukkan aman, artinya keadaan usaha tersebut termasuk kategori aman karena prosentase hutangnya termasuk kecil.

 DAR antara 30% sampai 75%  menunjukkan hati – hati, artinya keadaan usaha tersebut termasuk kategori dalam peringatan atau batas minimal keadaan aman dalam hal penggunaan hutang.

 DAR > 75%  menunjukkan tidak aman, artinya keadaan usaha tersebut termasuk dalam kategori keadaan bahaya karena sebagian besar atau hampir seluruh aktiva yang dimiliki berasal dari hutang.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008)

4. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas yang digunakan pada perhitungan dalam penelitian ini adalah Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE).

NFI + IOD ROA = x 100%

ATA Keterangan :

NFI (Net Farm Income) = pendapat-an bersih ; IOD (Interest On Debt) = bunga hutang ; dan

ATA (Average Total Assets) = rata – rata total modal (modal sendiri dan hutang) (Syamsuddin, 2004)

Kriteria pengujian :

 ROA > 5%  menunjukkan aman, artinya usaha tersebut dalam keadaan aman atau menguntungkan.

 ROA antara 0 sampai 5%  menunjukkan hati – hati, artinya usaha tersebut dalam keadaan batas keamanan atau keuntungan minimal (peringatan).

 ROA < 0%  menunjukkan tidak aman, artinya usaha tersebut dalam keadaan tidak aman atau tidak menguntungkan.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008 )

(11)

NFI ROE = x 100%

ASE Keterangan :

NFI (Net Farm Income) = pendapatan bersih

ASE (Average Stockholders Equity) = rata – rata modal peternak sendiri

(Syamsuddin, 2004) Kriteria pengujian :

 ROE > 15%  menunjukkan aman, artinya usaha tersebut dalam keadaan aman atau menguntungkan.

 ROE antara 5 sampai 15%  menunjukkan hati – hati, artinya usaha tersebut dalam keadaan batas keamanan atau keuntungan minimal.  ROE < 5%  menunjukkan

tidak aman, artinya usaha tersebut dalam keadaan tidak aman atau tidak menguntungkan.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008)

5. Rasio Kemampuan Membayar Hutang / Debt Coverage Ratio

EBIT + TFC DCR = x 100% I + PR (1 – t) Keterangan :

EBIT = Earning Before Interest and Tax (laba sebelum bunga dan pajak) TFC = Total Fixed Cost

I = Interest (bunga pinjaman) PR = Principal Repayment (pinjaman pokok) t = tax (pajak) (Syamsuddin, 2004) Kriteria pengujian :  DCR > 150%  menunjukkan aman, artinya keuntungan yang diperoleh usaha tersebut cukup untuk membayar hutang.

 DCR antara 110 sampai 150%  menunjukkan hati – hati, artinya keuntungan yang diperoleh usaha tersebut berada pada batas minimal kecukupan untuk membayar hutang.

 DCR < 110%  menunjukkan tidak aman, artinya keuntungan yang diperoleh usaha tersebut berada pada tingkat bahaya atau ketidakcukupan dalam membayar hutang.

(Anonimus, 2006 yang dikutip oleh Chumairoh, 2008)

(12)

6. Analisis Resiko Finansial Seca- ra Statistik

Parameter yang dipakai sebagai ukuran untuk keuntungan yang diharapkan selama satu tahun adalah hasil rata – rata (mean) keuntungan tiap bulan. Rumusnya adalah : n

Ei i=1 E = --- n Keterangan :

E = nilai rata – rata keuntungan yag diharapkan

Ei = hasil bersih pada bulan pertama n = jumlah bulan dalam satu tahun Untuk mengukur resiko finansial secara statistik dipergunakan ukuran ragam dan simpangan baku dengan rumus : n

(Ei – E)² i=1 V² = --- (n – 1)

Simpangan baku merupakan akar dari ragam dan menunjukkan besarnya resiko yang harus ditanggung oleh peternak, dengan rumus :

V =

V² Keterangan : V² = Ragam V = Simpangan baku

Semakin besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa resiko yang harus ditanggung oleh peternak semakin besar

dibandingkan dengan keuntungannya. Rumus koefisien

variasi :

V CV =

E

Keterangan : CV = Koefisien variasi V = Simpangan baku

E = Hasil rata – rata

Batas bawah menunjukkan nilai rata – rata terendah yang mungkin diterima oleh peternak dan dirumuskan seperti berikut :

L = E – 2V Keterangan : L = Batas bawah E = Rata – rata hasil V = Simpangan baku

Berdasarkan rumus – rumus di atas dapat diperoleh hubungan antara batas nilai bawah dengan koefisien variasi (Hernanto,1991) :

 Apabila nilai CV < 0,5 atau L > 0  maka peternak terhindar dari kerugian.

 Apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0  maka peternak

mempunyai peluang mengalami kerugian.

(13)

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas

dipergunakan untuk melihat mengenai perubahan harga pakan dan hasil produksinya (telur ayam) terhadap pendapatan peternak. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kedua faktor tersebut merupakan bagian terbesar dari arus biaya dan manfaat usaha peternakan ayam petelur. Untuk perubahan harga pakan dan hasil produksinya dihitung sebesar 5%, 10% dan 15%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Biaya, Peneri -maan dan Keuntungan

Analisis usaha peternakan pada umumnya dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh. Keuntungan yang diperoleh dalam sebuah usaha peternakan merupakan selisih antara penerimaan dengan pengeluaran atau biaya. Untuk menghasilkan suatu produk diperlukan beberapa item biaya yang harus dikeluarkan. Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan semua biaya yang dikeluarkan yang besarnya tidak bergantung pada

jumlah produksi yang dihasilkan, yang antara lain berupa biaya sewa tanah dan penyusutan. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang besarnya selalu berubah tergantung jumlah produksi yang akan dihasilkan atau dengan kata lain biaya yang digunakan untuk sesuatu barang, yang barang tersebut habis terpakai dalam satu kali proses produksi. Pada pemeliharaan ayam petelur dengan cara pemeliharaan awal berupa pullet, biaya variabelnya berupa biaya pembelian pakan, obat – obatan dan vaksin, tenaga kerja dan lain – lain. Biaya tetap pada usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan meliputi : sewa tanah, penyusutan ayam, penyusutan kandang, penyusutan peralatan dan bunga modal. Penyusutan ayam memerlukan biaya paling besar pada penggunaan biaya tetap, yakni pada strata I rata – rata mencapai 72,26% atau Rp 9.898.413 ; strata II 72,49% atau Rp 20.342.460 ; dan strata III 69,31% atau Rp 42.945.111 dari total biaya tetap. Sedangkan total biaya tetap menghabiskan pengeluaran pada strata I rata – rata

(14)

sebesar 11,51% atau Rp 13.699.129 ; strata II 11,65% atau Rp 28.062.619 ; dan strata III 8,14% atau Rp 61.959.760 dari keseluruhan total biaya.

Biaya variabel merupakan komponen yang memerlukan biaya yang cukup besar yakni pada strata I total biaya variabel mencapai 88,49% atau Rp 105.361.923 ; strata II 88,35% atau Rp 212.733.120 ; dan strata III 91,86% atau Rp 699.194.636 dari keseluruhan total biaya. Biaya variabel pada usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan meliputi : pakan, obat dan vaksin, listrik dan air, tenaga kerja, dan lain – lain. Pengadaan pakan memerlukan biaya yang cukup besar yang nilainya pada strata I rata – rata mencapai 92,01% atau Rp 96.945.664 ; strata II 92,36% atau Rp 196.489.173 ; strata III 92,09% atau Rp 643.860.250 dari seluruh biaya variabel. Dengan melihat kondisi demikian maka pakan merupakan salah satu komponen yang harus diperhatikan guna mencapai keberhasilan usaha peternakan ayam petelur.

Telur merupakan produk utama peternakan ayam petelur sebagai sumber penerimaan peternak. Pada strata I hasil penerimaan dari telur rata – rata sebesar 98,30% atau Rp 144.957.004 ; strata II 99,13% atau Rp 316.173.042 ; dan strata III 99,80% atau Rp 964.581.410 dari total penerimaan. Berdasarkan kenyataan di atas maka jumlah produksi telur dan harga telur juga merupakan komponen yang harus juga mendapatkan perhatian yang serius guna mencapai keberhasilan usaha peternakan ayam petelur.

Keuntungan yang merupakan target utama dalam usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan pada strata I rata – rata setiap tahun mencapai laba kotor dan bersih sebesar Rp 42.102.224 dan Rp 28.403.094 ; strata II Rp 106.216.708 dan Rp 78.154.037 ; strata III Rp 267.333.441 dan Rp 205.373.681.

Analisis Finansial

Tujuan dilakukannya analisis finansial adalah untuk mengetahui apakah usaha

(15)

peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan layak untuk dikembangkan atau tidak. Seluruh modal yang digunakan dalam usaha peternakan ayam petelur secara umum berasal dari modal sendiri. Asumsi – asumsi yang digunakan antara lain : 1) Anggota kelompok peternak mengeluarkan biaya sewa tanah ; 2) Anggota kelompok peternak memulai usaha dengan memasukkan ayam berupa pullet ; 3) Pajak tidak diperhitungkan ; 4) Biaya pemasaran, mendatangkan bahan peternakan ataupun biaya tak terduga dimasukkan ke dalam biaya lain – lain ; 5) Anggota kelompok peternak hanya mempunyai hutang kepada ketua kelompok berupa pakan beserta obat dan vaksin ; 5) Bunga bank yang berlaku 12% per tahun dan bunga deposito sebesar 6% per tahun serta jangka pinjaman dalam kurun waktu 5 tahun.

Struktur permodalan usaha peternakan pada kelompok Gunungrejo Makmur terdiri dari modal tetap yang meliputi tanah, ayam, kandang beserta peralatannya. Sedangkan modal tidak tetap meliputi pakan, obat dan

vaksin, listrik dan air, tenaga kerja serta lain – lain. Beberapa indikator yang digunakan untuk analisis finansial berupa Average Rate of Return (ARR), Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Payback Period (PP) dan Internal Rate of Return (IRR).

1. Average Rate of Return (ARR) Hasil perhitungan ARR selama satu tahun periode produksi seperti disajikan pada tabel 5 adalah strata I sebesar 69,86% yang memberikan pengertian bahwa untuk setiap nilai Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan pada usaha peternakan ayam petelur strata I pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur akan memberikan tingkat rata – rata keuntungan sebesar Rp 698.600,- setiap tahunnya. Pada strata II sebesar 91,55% yang memberikan pengertian bahwa untuk setiap nilai Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan pada usaha peternakan ayam petelur strata II pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur akan memberikan tingkat rata – rata keuntungan sebesar Rp 915.500,- setiap tahunnya. Sedangkan strata III sebesar 72,45% yang

(16)

memberikan pengertian bahwa untuk setiap nilai Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan pada usaha peternakan ayam petelur strata III pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur akan memberikan tingkat rata – rata keuntungan sebesar Rp 724.500,- setiap tahunnya. Bila dibandingkan dari strata yang ada maka strata III menghasilkan nilai ARR dibawah strata II. Hal ini terjadi dikarenakan pada strata III harga jual telur yang diproduksinya dijual secara harga partai dibandingkan strata lain yang dapat menjual secara retail (eceran). Selain itu penerimaan strata III dari penjualan kotoran dan karung bekas pakan masih rendah yakni hanya 0,20% dari total penerimaan apabila dibandingkan dengan strata II sebesar 0,87% dan strata I sebesar 1,70%. Namun secara keseluruhan hasil ARR yang diperoleh anggota peternak Gunungrejo Makmur pada semua strata masih lebih besar daripada suku bunga deposito maupun pinjaman bank yang berlaku yakni sebesar 6% dan 12%, sehingga ketiga strata tersebut masuk kategori layak.

2. Net Present Value (NPV)

Hasil NPV usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur yang dihitung dengan menggunakan social discount rate sebesar 6% (setara bunga deposito 6% per tahun) seperti terlihat pada tabel 5 pada strata I adalah sebesar Rp 108.840.066; strata II sebesar Rp 303.559.110 dan pada strata III sebesar Rp 648.408.885. Usaha peternakan tersebut pada semua strata berdasarkan nilai NPV layak untuk dikembangkan, karena NPV yang dihasilkan lebih besar dari nol.

3. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) Berdasarkan hasil analisis B/C Ratio seperti terlihat pada tabel 5, dapat dilihat bahwa pada strata I diperoleh hasil B/C Ratio sebesar 2,5890 ; strata II sebsar 3,1106 ; dan strata III sebesar 2,3576. Artinya dari setiap modal yang ditanamkan sebesar Rp 1,- maka akan menghasilkan pada strata I sebesar Rp 2,5890 yang berarti peternak masih memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,5890 ; pada strata II sebesar Rp 3,1106 yang berarti peternak masih memperoleh keuntungan sebesar Rp 2,1106 ;

(17)

dan pada strata III sebesar Rp 2,3576 yang berarti peternak masih memperoleh keuntungan sebesar Rp 1,3576. Jadi dari hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa semua strata pada usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur masih mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pada strata III tidak lebih tinggi daripada strata II, hal ini disebabkan karena marjin keuntungan yang diperoleh strata III lebih kecil sebagai akibat menjual harga telur tidak secara retail atau eceran. Selain itu penerimaan strata III dari penjualan kotoran dan karung bekas pakan masih rendah yakni hanya 0,20% dari total penerimaan apabila dibandingkan dengan strata II sebesar 0,87% dan strata I sebesar 1,70%.

4. Payback Period (PP)

Berdasarkan hasil PP seperti terlihat pada tabel 5, bahwa PP strata I dalam kurun waktu 1 tahun 7 bulan 16 hari, strata II dalam kurun waktu 1 tahun 4 bulan 7 hari dan strata III dalam kurun waktu 1 tahun 9 bulan 13 hari. Hal ini berarti bahwa usaha peternakan ayam

petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur pada strata I akan menutup modal yang tertanam selama 1 tahun 7 bulan 16 hari, pada strata II selama 1 tahun 4 bulan 7 hari dan pada strata III selama 1 tahun 9 bulan 13 hari. Sehubungan dengan jangka pinjaman di bank selama 5 tahun, sedangkan hasil PP pada semua strata masih di bawah 5 tahun maka usaha peternakan tersebut pada semua strata masih layak untuk dikembangkan.

6. Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan jumlah antara penerimaan dan pengeluaran yang telah dihitung dengan present value sama dengan nol. Perhitungan IRR dilakukan dengan beberapa kali ujicoba dengan social discount rate sampai menghasilkan nilai NPV yang negatif. Seperti tersaji pada tabel 5 bahwa nilai IRR strata I sebesar 54,5139% ; strata II sebesar 68,4660% dan strata III sebesar 48,2183%. Berdasarkan nilai IRR tersebut maka usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur pada strata I masih dapat menguntungkan sampai pada suku bunga pinjaman

(18)

maksimum 54,5139% dan pada strata II masih dapat menguntungkan sampai pada suku bunga pinjaman maksimum 68,4660% serta pada strata III masih dapat menguntungkan sampai pada suku bunga pinjaman maksimum 48,2183%. Berarti secara keseluruhan usaha peternakan tersebut masih layak untuk dikembangkan karena nilai IRR yang dihasilkan lebih besar dari social discount rate sebesar 6% ataupun suku bunga pinjaman yang berlaku sebesar 12%.

Analisis Resiko Finansial

Pengukuran suatu proyek adalah sangat penting dalam mengadakan penilaian atas anggaran modal (capital budgeting) secara menyeluruh. Dengan adanya kemampuan untuk mengukur resiko yang terkandung dalam masing – masing proyek maka akan memungkinkan seseorang untuk dapat memandang proyek – proyek yang mempunyai tingkat pengembalian (return) yang sama secara berbeda karena adanya perbedaan tingkat resiko. Untuk dapat mengukur suatu proyek maka haruslah dibedakan variabilitas

return dari masing – masing proyek (Syamsuddin, 2004). Beberapa indikator yang digunakan dalam analisis resiko untuk menghitung tingkat resiko meliputi : rasio biaya (Operating Expenses Ratio / OER), rasio likuiditas (Current Ratio / CR), rasio solvabilitas (Debt to Assets Ratio / DAR), rasio profitabilitas (Return on Assets / ROA dan Return on Equity / ROE), rasio kemampuan mengembalikan hutang (Debt Coverage Ratio / DCR) dan penghitungan resiko finansial secara statistik.

1. Rasio Biaya Operasi (Operating Expenses Ratio / OER)

Perhitungan rasio biaya operasi atau OER pada tabel 6 menunjukkan pada masing – masing strata adalah strata I sebesar 71,45%, strata II sebesar 66,70% dan strata III sebesar 72,34%. Rasio biaya operasi pada strata I selama satu tahun sebesar 71,45% artinya setiap penerimaan sebesar Rp 1.000.000,- selama satu tahun akan memerlukan biaya sebesar Rp 714.500,-. Sedangkan rasio biaya operasi pada strata II selama satu tahun sebesar 66,70% artinya setiap penerimaan sebesar Rp 1.000.000,- selama satu

(19)

Tabel 1. Hasil Average Rate of Return (ARR), Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Payback Period (PP) dan Internal Rate of Return (IRR) pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur

Strata ARR NPV B/C Ratio PP IRR

I 69,86% Rp 108.840.066 2,5890 1,6269 (1 tahun 7 bulan 16 hari) 54,5139 % II 91,55% Rp 303.559.110 3,1106 1,3541 (1 tahun 4 bulan 7 hari) 68,4660 % III 72,45% Rp 648.408.885 2,3576 1,7865 (1 tahun 9 bulan 13 hari) 48,2183 %

tahun akan memerlukan biaya sebesar Rp 667.000,-. Sementara itu rasio biaya operasi pada strata III selama satu tahun sebesar 72,34% artinya setiap penerimaan sebesar Rp 1.000.000,- selama satu tahun akan memerlukan biaya sebesar Rp 723.400,-. Nilai rasio biaya operasi pada ketiga strata berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006) seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori hati - hati karena berada dalam rentang antara 65% sampai 80%. Sedangkan yang termasuk kategori aman adalah dengan nilai rasio biaya operasi kurang dari 65%. Artinya usaha yang dilakukan oleh ketiga strata tersebut kurang efisien

dalam proses produksinya. Lebih lanjut Anonimus (2006) yang dikutip Chumairoh (2008) menyatakan bahwa semakin rendah nilai OER, maka semakin efisien usaha peternakan tersebut dalam menghasilkan keuntungan. Namun bila dibandingkan diantara ketiga strata tersebut, maka strata II merupakan yang paling efisien dalam memanfaatkan sumber biaya untuk menghasilkan penerimaan yang besarnya sama dengan strata I dan III. Sedangkan paling kurang efisien adalah strata III, karena nilai rasio biaya operasinya merupakan yang tertinggi.

Besarnya nilai rasio biaya operasi sangat dipengaruhi oleh

(20)

harga sapronak (pullet, pakan, obat dan vaksin) serta harga jual output yang berupa telur dan kotoran ayam beserta karung bekas pakan. Pada strata III paling rendah penerimaan yang diperoleh dari penjualan kotoran dan karung bekas pakan apabila dibandingkan dengan strata I maupun II yakni hanya sebesar 0,20% dari total penerimaan, sedangkan pada strata I sebesar 1,70 dan strata II sebsar 0,87. Selain itu pada strata III menjual harga telurnya yang lebih rendah karena dijual dengan harga partai disebabkan produksinya yang lebih banyak. Sedangkan pada strata I dan II dapat menjual telurnya dengan harga eceran karena produksinya yang relatif lebih sedikit. 2. Rasio Likuiditas (Current Ratio / CR)

Perhitungan rasio likuiditas yang dipergunakan adalah Current Ratio (CR) yaitu perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Berdasar hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 6 menunjukkan CR pada strata I sebesar 3,25 ; strata II sebesar 3,22 dan strata III sebesar 3,07. Nilai CR 3,25 pada strata I

mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- hutang lancar yang dimiliki oleh peternak strata I dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 3.250.000,-. Nilai CR 3,22 pada strata II berarti bahwa setiap Rp 1.000.000,- hutang lancar yang dimiliki oleh peternak strata II dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 3.220.000,-. Sedangkan nilai CR 3,07 pada strata III mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- hutang lancar yang dimiliki oleh peternak strata III dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 3.070.000,-. Nilai CR pada ketiga strata berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006) seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori aman karena nilai CR lebih dari 1,5 yang berarti ketiga strata kelompok peternak Gunungrejo Makmur berada pada kondisi yang aman atau mampu untuk membayar semua kewajiban lancarnya menggunakan aktiva lancar yang dimilikinya. Sedangkan menurut Syamsuddin (2004) menyatakan tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat CR yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat

(21)

CR ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing – masing perusahaan.

3. Rasio Solvabilitas (Debt to Assets Ratio / DAR)

Rasio solvabilitas yang dipergunakan adalah Debt to Assets Ratio (DAR) yang mengukur jumlah aktiva usaha peternakan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur. Berdasar hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 6 menunjukkan DAR pada strata I sebesar 11,97% ; strata II sebesar 11,81% dan strata III sebesar 11, 46%. Nilai DAR 11,97% pada strata I berarti bahwa nilai hutang yang ada besarnya senilai 11,97% dari jumlah harta yang dimiliki oleh peternak strata I. Nilai DAR 11,81% pada strata II berarti bahwa nilai hutang yang ada besarnya senilai 11,81% dari jumlah harta yang dimiliki oleh peternak strata II. Selanjutnya Nilai DAR 11,46% pada strata III berarti bahwa nilai hutang yang ada besarnya senilai 11,46% dari jumlah harta yang dimiliki oleh peternak strata III. Nilai DAR pada ketiga strata berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006)

seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori aman karena nilai DAR lebih kecil 30% yang berarti keadaan usaha semua strata kelompok peternak Gunungrejo Makmur dalam keadaan aman sebab prosentase hutangnya termasuk kecil.

4. Rasio Profitabilitas (Return on Assets / ROA dan Return on Equity / ROE)

Rasio profitabilitas yang dipergunakan adalah Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Nilai ROA satu tahun pada strata I sebesar 43,92% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- harta yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 439.200,- dalam satu tahun. Nilai ROA satu tahun pada strata II sebesar 56,73% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- harta yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 567.300,- dalam satu tahun. Sedangkan nilai ROA satu tahun pada strata III sebesar 44,59% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- harta yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp

(22)

445.900,- dalam satu tahun. Nilai

ROA pada ketiga strata

berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006) seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori aman karena nilai ROA lebih dari 5% yang berarti usaha kelompok peternak Gunungrejo Makmur semua strata dalam keadaan menguntungkan. Berdasarkan nilai ROA maka strata II yang paling menguntungkan sebab mempunyai tingkat pengembalian atau keuntungan dalam hal ini adalah keuntungan kotor terhadap harta atau assets yang paling tinggi, sedangkan strata I yang paling sedikit memberikan keuntungan sebab tingkat pengembalian atau keuntungan kotor yang diperoleh jumlahnya paling rendah.

Nilai ROE satu tahun pada strata I sebesar 47,10% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- modal sendiri yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 471.000,- dalam satu tahun. Nilai ROE satu tahun pada strata II sebesar 61,62% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- modal sendiri yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp

616.200,- dalam satu tahun. Sedangkan nilai ROE satu tahun pada strata III sebesar 48,57% mempunyai arti bahwa setiap Rp 1.000.000,- modal sendiri yang diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan bersih sebesar Rp 485.700,- dalam satu tahun. Nilai

ROE pada ketiga strata

berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006) seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori aman karena nilai ROE lebih dari 15% yang berarti usaha kelompok peternak Gunungrejo Makmur semua strata dalam keadaan menguntungkan. Berdasarkan nilai ROA maka strata II yang paling menguntungkan sebab keuntungan yang diperoleh dalam hal ini keuntungan bersih yang jumlahnya paling tinggi diantara kedua strata yang lain, sedangkan strata I yang paling sedikit memberikan keuntungan sebab keuntungan yang diperoleh paling rendah diantara kedua strata yang lainnya.

(23)

5. Rasio Kemampuan Mengem -balikan Hutang (Debt Coverage Ratio / DCR)

Rasio kemampuan

mengembalikan hutang atau Debt Coverage Ratio (DCR) sering dipergunakan sebagai pembanding mengenai kemampuan pendapatan atau keuntungan yang dihasilkan suatu usaha untuk menutup angsuran pinjaman. Berdasar hasil penelitian seperti yang terlihat pada tabel 6 menunjukkan DCR pada

strata I sebesar 476,99% ; strata II sebesar 576,28% dan strata III sebesar 448,40%. Nilai DCR pada ketiga strata berdasarkan kriteria yang disampaikan oleh Anonimus (2006) seperti dikutip oleh Chumairoh (2008) termasuk kategori aman karena nilai DCR lebih dari 150%. Hal ini berarti bahwa keuntungan yang diperoleh pada usaha peternakan ayam petelur tersebut masih cukup untuk membayar hutang.

Tabel 2. Hasil Rasio Biaya Operasi (Operating Expenses Ratio / OER), Rasio Liquiditas (Current Ratio / CR), Rasio Solvabilitas (Debt to Assets Ratio / DAR), Rasio Profitabilitas (Return on Assets / ROA dan Return on Equity / ROE) dan Rasio Kemampuan Mengembalikan Hutang (Debt Coverage Ratio / DCR) pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur

Strata OER CR DAR ROA ROE DCR

I 71,45 % 3,25 11,97 % 43,92 % 47,10 % 476,99 % II 66,70 % 3,22 11,81 % 56,73 % 61,62 % 576,28% III 72,34 % 3,07 11,46 % 44,59 % 48,57 % 448,40 %

(24)

6. Resiko Finansial Secara Statistik Varian atau standar deviasi pada perhitungan analisis resiko merupakan varian dari hasil yang diharapkan (E). Varian menunjukkan besarnya tingkat resiko dari masing – masing proyek atau usaha, apabila semakin tinggi nilai varian maka semakin tinggi pula tingkat resiko suatu usaha tersebut (Syamsuddin, 2004). Lebih lanjut Syamsuddin (2004) mengatakan bahwa dengan menggunakan varian maka perbandingan antara usaha yang satu dengan yang lain harus hati – hati karena hal tersebut merupakan pengukuran absolut dari penyebaran, dan tidaklah mempertimbangkan penyebaran hasil yang diperoleh dalam hubungannya dengan nilai hasil yang dharapkan.

Hasil perhitungan pada tabel 3 menunjukkan varian selama satu tahun pada masing – masing strata kelompok peternak Gunungrejo Makmur. Pada strata I diperoleh hasil sebesar Rp 7.830.036 artinya besarnya fluktuasi keuntungan bersih atau dengan kata lain besarnya resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata I selama satu tahun adalah Rp 7.830.036. Nilai standar deviasi pada strata II diperoleh hasil sebesar Rp 29.194.407 artinya besarnya fluktuasi

keuntungan bersih atau dengan kata lain besarnya resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata II selama satu tahun adalah Rp 29.194.407. Sedangkan nilai standar deviasi pada strata III diperoleh hasil sebesar Rp 97.701.451 artinya besarnya fluktuasi keuntungan bersih atau dengan kata lain besarnya resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata III selama satu tahun adalah Rp 97.701.451. Jika nilai standar deviasi atau varian yang diperoleh dari hasil perhitungan pada masing – masing strata dibandingkan maka tingkat resiko pada strata III merupakan yang paling tinggi diantara ketiga strata tersebut. Namun besarnya nilai varian yang diperoleh pada perhitungan analisis resiko dalam penelitian belum tentu mencerminkan tingkat resiko, sebab menurut Syamsuddin (2004) menyatakan bahwa varian merupakan pengukuran variabilitas yang bersifat absolut, maka akan kurang tepat apabila digunakan untuk mengukur proyek atau usaha yang berbeda besarnya.

Hasil perhitungan koefisien variasi selama satu tahun menunjukkan bahwa pada strata I sebesar 27,57% yang berarti bahwa jumlah resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata I nilainya 27,57% dari jumlah keuntungan

(25)

bersih yang diterima peternak strata I selama satu tahun. Nilai koefisien variasi pada strata II sebesar 37,36% yang berarti bahwa jumlah resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata II nilainya 37,36% dari jumlah keuntungan bersih yang diterima peternak strata II selama satu tahun. Sedangkan nilai koefisien variasi pada strata III sebesar 47,57% yang berarti bahwa jumlah resiko yang harus ditanggung oleh peternak strata III nilainya 47,57% dari jumlah keuntungan bersih yang diterima peternak strata III selama satu tahun. Besarnya angka yang diperoleh pada ketiga strata tersebut menunjukkan perbandingan besarnya tingkat resiko yang sesungguhnya atau dapat dikatakan sebagai indikator tingkat resiko yang mungkin terjadi pada masing – masing strata. Hal ini sejalan dengan Syamsuddin (2004) yang menyatakan bahwa pengukuran dengan koefisien variasi memepertimbangkan variabilitas yang relatif antara masing – masing proyek sehingga akan sangat tepat untuk digunakan dalam pengukuran proyek – proyek atau usaha – usaha yang berbeda besarnya. Dengan demikian berdasarkan nilai koefisien variasi yang diperoleh maka strata III mempunyai tingkat resiko yang lebih tinggi dari kedua strata yang

lainnya, sedangkan strata I mempunyai tingkat resiko yang paling rendah.

Hasil perhitungan nilai batas bawah selama satu tahun menunjukkan bahwa pada strata I sebesar Rp 12.743.020 yang artinya bahwa besarnya keuntungan bersih terendah yang mungkin diterima oleh peternak strata I selama satu tahun sebesar Rp 12.743.020. Nilai batas bawah pada strata II sebesar Rp 19.765.221 yang artinya bahwa besarnya keuntungan bersih terendah yang mungkin diterima oleh peternak strata II selama satu tahun sebesar Rp 19.765.221. Sedangkan Nilai batas bawah pada strata III sebesar Rp 9.970.779 yang artinya bahwa besarnya keuntungan bersih terendah yang mungkin diterima oleh peternak strata III selama satu tahun sebesar Rp 9.970.779. Menurut Hernanto (1991) batas bawah (L) menunjukkan nilai rata – rata terendah yang mungkin diterima oleh peternak. Jika nilai L > 0 maka peternak yang mengusahakan peternakan ayam petelur akan terhindar dari kerugian. Sebaliknya apabila nilai L < 0 maka peternak akan mengalami kerugian. Dengan demikian berdasarkan nilai batas bawah yang diperoleh pada ketiga strata menunjukkan anggota peternak ayam petelur Gunungrejo Makmur

(26)

Kabupaten terhindar dari kerugian yang mungkin terjadi.

Berdasarkan tabel 3 secara keseluruhan maka usaha peternakan ayam petelur yang dilakukan pada

strata I memiliki tingkat resiko keuangan yang paling rendah, sedangkan strata III memiliki resiko keuangan yang paling tinggi.

Tabel 3. Analisis Resiko Finansial Secara Statistik pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur

Strata Keuntungan Bersih Rata – Rata (Rp) Varian (Rp) Koefisien Variasi (%) Batas Bawah (Rp) I 28.403.094 7.830.037 27,57 12.743.020 II 78.154.037 29.194.408 37,36 19.765.221 III 205.373.681 97.701.451 47,57 9.970.779 5.6. Analisis Sensitivitas

Kelayakan suatu usaha dapat berubah karena disebabkan adanya suatu perubahan pada faktor – faktor biaya dan penerimaan, sebagai akibatnya dapat saja suatu proyek yang semula layak diusahakan menjadi tidak layak untuk diusahakan. Pada usaha peternakan ayam petelur, perubahan harga pakan dan telur sangat besar peranannya karena merupakan komponen yang memberikan kontribusi terbesar pada arus output input usaha peternakan.

Pada tabel 4 menunjukkan bahwa pada strata I masih layak untuk diusahakan atau dikembangkan apabila

dalam kondisi seperti berikut : harga pakan tetap dan telur tetap atau turun sampai 15%; pakan naik sampai 5% dan telur tetap atau turun sampai 15%; pakan naik sampai 10% dan telur tetap atau turun sampai 10%; pakan naik sampai 15% dan telur tetap atau turun sampai 5%. Selanjutnya pada strata I akan menjadi tidak layak karena akan mengalami kerugian apabila terjadi kenaikan harga pakan mulai 10% dan dalam waktu bersamaan terjadi penurunan harga telur mulai 15% atau akan terjadi pada kondisi harga pakan naik mulai 15% dan diikuti harga telur turun mulai 10%.

(27)

Tabel 4. Analisis Keuntungan Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur dengan Harga Telur dan Pakan Berubah pada Strata I

Harga Pakan (Rp)

Harga Telur (Rp)

Tetap Turun 5% Turun 10% Turun 15%

Tetap 28.403.094 21.155.244 13.907.394 6.659.544

Naik 5% 23.555.811 16.307.961 9.060.111 1.812.260

Naik 10% 18.708.528 11.460.678 4.212.827 -3.035.023

Naik 15% 13.861.245 6.613.394 -634.456 -7.882.306 Pada tabel 5 menunjukkan

bahwa pada strata II masih layak untuk diusahakan atau dikembangkan, karena dalam kondisi harga pakan naik sampai 15% dan dalam waktu bersamaan harga telur turun sampai 15% masih belum terjadi kerugian pada usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur.

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa pada strata III masih layak untuk diusahakan atau dikembangkan apabila dalam kondisi seperti berikut : harga pakan tetap dan telur tetap atau turun sampai 15%; pakan naik sampai 5% dan telur tetap atau turun sampai 15%; pakan naik sampai 10% dan telur tetap atau turun sampai 10%; pakan naik

sampai 15% dan telur tetap atau turun sampai 10%. Selanjutnya pada strata III akan menjadi tidak layak karena akan mengalami kerugian apabila terjadi kenaikan harga pakan mulai 10% dan dalam waktu bersamaan terjadi penurunan harga telur mulai 15%.

Berdasarkan hasil keuntungan seperti tersaji pada tabel 4, 5 dan 6 secara keseluruhan maka strata I merupakan kelompok peternak yang memiliki tingkat sensitivitas yang paling tinggi untuk berpeluang mengalami kerugian apabila terjadi gejolak perubahan harga pakan dan telur. Sedangkan yang paling rendah tingkat sensitivitasnya terhadap perubahan harga pakan dan telur adalah strata II.

(28)

Tabel 5. Analisis Keuntungan Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur dengan Harga Telur dan Pakan Berubah pada Strata II

Harga Pakan (Rp)

Harga Telur (Rp)

Tetap Turun 5% Turun 10% Turun 15%

Tetap 78.154.089 62.345.437 46.536.785 30.728.133

Naik 5% 68.329.630 52.520.978 36.712.326 20.903.674

Naik 10% 58.505.172 42.696.520 26.887.868 11.079.216

Naik 15% 48.680.713 32.872.061 17.063.409 1.254.761

Tabel 6. Analisis Keuntungan Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur dengan Harga Telur dan Pakan Berubah pada Strata III

Perubahan Harga

Strata III

Tetap Turun 5% Turun 10% Turun 15%

Tetap 205.373.681 157.144.611 108.915.540 60.686.470

Naik 5% 173.180.669 124.951.598 76.722.528 28.493.457

Naik 10% 140.987.656 92.758.586 44.529.515 -3.699.555

Naik 15% 108.794.644 60.565.573 12.336.503 -35.892.568

(29)

Lebih lanjut bila dilakukan analisis finansial (ARR, NPV, B/C Ratio, PP, IRR) terhadap perubahan harga pakan maupun telur akan diperoleh hasil pada strata I seperti tersaji pada tabel 11 dan pada strata II (tabel 12) serta pada strata III (tabel 13) diperoleh hasil tingkat sensitivitas bahwa pada strata I : setiap kenaikan harga pakan 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 11,92%, 23,84% dan 35,76% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 20.416.756, Rp 40.833.510 dan Rp 61.250.266 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,2980 , 0,5961 dan 0,8942 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 2 bulan 16 hari, 5 bulan 25 hari dan 10 bulan 9 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan sebesar 8,1662% , 16,6518% dan 25,7912%. Sedangkan bila terjadi penurunan harga telur 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 17,82%, 35,65% dan 53,48% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 30.527.943, Rp 61.055.888 dan Rp 91.583.831 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,4457 , 0,8914 dan 1,3371 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 4 bulan 1 hari, 10 bulan 7 hari dan 1 tahun 8 bulan 25 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan

sebesar 12,3355% , 25,7157% dan 38,7491%. Jadi pada strata I perubahan dalam penurunan harga telur mempunyai tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada perubahan dalam kenaikan harga pakan.

Tingkat sensitivitas pada strata II diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan harga pakan 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 11,51%, 23,02% dan 34,52% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 41.380.403, Rp 82.761.020 dan Rp 124.141.641 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,2887 , 0,5754 dan 0,8631 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 1 bulan 20 hari, 3 bulan 21 hari dan 6 bulan 8 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan sebesar 7,6285% , 15,3685% dan 23,3981%. Sedangkan bila terjadi penurunan harga telur 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 18,52%, 37,04% dan 55,55% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 66.585.823, Rp 133.171.866 dan Rp 199.757.908 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,4630 , 0,9259 dan 1,3889 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 2 bulan 26 hari, 6 bulan 27 hari dan 1 tahun 1 bulan 4 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan sebesar 12,3375% , 25,1107% dan

(30)

39,0368%. Jadi pada strata II perubahan dalam penurunan harga telur mempunyai tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada perubahan dalam kenaikan harga pakan.

Tingkat sensitivitas pada strata III diperoleh hasil bahwa setiap kenaikan harga pakan 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 11,35%, 22,71% dan 34,07% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 135.596.965, Rp 271.193.937 dan Rp 406.790.902 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,2839 , 0,5678 dan 0,8517 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 2 bulan 28 hari, 6 bulan 24 hari dan 1 tahun 0 bulan 4 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan sebesar 8,1273% , 16,6367% dan 25,0016%. Sedangkan bila terjadi penurunan harga telur 5%, 10% dan 15% akan terjadi penurunan nilai ARR sebesar 17,02%, 34,03% dan 51,04% ; untuk nilai NPV diperoleh hasil penurunan sebesar Rp 203.140.841, Rp 406.281.688 dan Rp 609.422.531 ; untuk nilai B/C Ratio terjadi penurunan sebesar 0,4253 , 0,8506 dan 1,2760 ; untuk nilai PP terjadi penambahan waktu sebesar 4 bulan 22 hari, 1 tahun 0 bulan 3 hari dan 2 tahun 1 bulan 9 hari ; untuk nilai IRR terjadi penurunan sebesar 12,1374% , 24,9686% dan

39,1824%. Jadi pada strata III perubahan dalam penurunan harga telur juga mempunyai tingkat sensitivitas lebih tinggi daripada perubahan dalam kenaikan harga pakan.

Secara keseluruhan pada semua strata pada kelompok peternak ayam petelur Gunungrejo Makmur akan mengalami tingkat sensitivitas yang tinggi dengan adanya perubahan harga pakan yang naik maupun harga telur yang turun. Hal itu terjadi karena kedua komponen tersebut merupakan faktor yang utama dalam mempengaruhi arus kas masuk maupun keluar usaha peternakan ayam petelur.

(31)

Tabel 7. Analisis Perubahan Harga Pakan dan Telur Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Terhadap Hasil ARR, NPV, B/C Ratio, PP dan IRR pada Strata I

Perubahan Harga

ARR NPV B/C Ratio PP IRR

Pakan naik 5% 57,94% 88.423.310 2,2910 1 tahun 10 bulan 2 hari 46,3477% Pakan naik 10% 46,02% 68.006.556 1,9929 2 tahun 1 bulan 11 hari 37,8621% Pakan naik 15% 34,10% 47.589.800 1,6948 2 tahun 5 bulan 25 hari 28,7227%

Normal / tetap 69,86% 108.840.066 2,5890 1 tahun 7 bulan 16 hari 54,5139%

Telur turun 5% 52,04% 78.312.123 2,1433 1 tahun 11 bulan 17 hari 42,1784% Telur turun 10% 34,21% 47.784.178 1,6976 2 tahun 5 bulan 23 hari 28,7982% Telur turun 15% 16,38% 17.256.235 1,2519 3 tahun 4 bulan 11 hari 15,7648%

Tabel 8. Analisis Perubahan Harga Pakan dan Telur Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Terhadap Hasil ARR, NPV, B/C Ratio, PP dan IRR pada Strata II

Perubahan Harga

ARR NPV B/C Ratio PP IRR

Pakan naik 5% 80,04% 262.178.707 2,8229 1 tahun 5 bulan 27 hari 60,8375% Pakan naik 10% 68,53% 220.798.090 2,5352 1 tahun 7 bulan 28 hari 53,0975% Pakan naik 15% 57,03% 179.417.469 2,2475 1 tahun 10 bulan 15 hari 45,0679%

Normal / tetap 91,55% 303.559.110 3,1106 1 tahun 4 bulan 7 hari 68,4660%

Telur turun 5% 73,03% 236.973.287 2,6476 1 tahun 7 bulan 3 hari 56,1285% Telur turun 10% 54,51% 170.387.244 2,1847 1 tahun 11 bulan 4 hari 43,3553% Telur turun 15% 36,00% 103.801.202 1,7217 2 tahun 5 bulan 11 hari 29,4292%

(32)

Tabel 9. Analisis Perubahan Harga Pakan dan Telur Selama Satu Tahun Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur Terhadap Hasil ARR, NPV, B/C Ratio, PP dan IRR pada Strata III

Perubahan Harga

ARR NPV B/C Ratio PP IRR

Pakan naik 5% 61,10% 512.811.920 2,0737 2 tahun 0 bulan 11 hari 40,0910% Pakan naik 10% 49,74% 377.214.948 1,7898 2 tahun 4 bulan 7 hari 31,5816% Pakan naik 15% 38,38% 241.617.983 1,5059 2 tahun 9 bulan 17 hari 23,2167%

Normal / tetap 72,45% 648.408.885 2,3576 1 tahun 9 bulan 13 hari 48,2183%

Telur turun 5% 55,43% 445.268.044 1,9323 2 tahun 2 bulan 5 hari 36,0809% Telur turun 10% 38,42% 242.127.197 1,5070 2 tahun 9 bulan 16 hari 23,2497% Telur turun 15% 21,41% 38.986.354 1,0816 3 tahun 10 bulan 22 hari 9,0359%

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan :

1. Berdasarkan analisis finansial secara keseluruhan bahwa pada semua strata anggota kelompok peternak ayam petelur Gunungrejo Makmur masih layak untuk dikembangkan usahanya.

2. Berdasarkan analisis resiko secara keseluruhan bahwa pada semua strata menunjukkan tingkat resiko yang ditimbulkan masih aman, karena hasil keuntungan yang diperoleh masih dapat menutupi resiko yang mungkin terjadi. Sehingga anggota kelompok peternak ayam petelur Gunungrejo Makmur pada semua

strata masih layak untuk dikembangkan usahanya.

3. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa pada strata I akan mengalami kerugian pada kondisi terjadi kenaikan harga pakan mulai 10% dan pada waktu bersamaan terjadi penurunan harga telur mulai 15% atau akan terjadi pada kondisi harga pakan naik mulai 15% dan diikuti harga telur turun mulai 10%. Pada strata II belum mengalami kerugian walaupun terjadi kenaikan harga pakan sampai 15% dan pada waktu bersamaan terjadi penurunan harga telur sampai 15%. Pada strata III akan

(33)

terjadi kenaikan harga pakan mulai 10% dan dalam waktu bersamaan terjadi penurunan harga telur mulai 15%. Tingkat sensitivitas setelah dilakukan analisis finansial lanjutan diperoleh hasil pada semua strata menunjukkan bahwa perubahan dalam penurunan harga telur mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi daripada perubahan dalam kenaikan harga pakan dan secara keseluruhan tingkat sensitivitas termasuk tinggi bila terjadi perubahan harga pada kedua komponen tersebut.

Saran :

1. Secara umum usaha peternakan ayam petelur pada kelompok peternak Gunungrejo Makmur Kabupaten Lamongan layak untuk dikembangkan. Sehingga diperlukan suatu dukungan dari berbagai pihak termasuk pemerintah guna untuk lebih mengembangkan sentra usaha peternakan khususnya peternakan ayam petelur di daerah Lamongan yang masih belum begitu

besar populasinya bila dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur.

2. Pada strata I anggota kelompok peternak Gunungrejo Makmur harus lebih dikembangkan usahanya ke

arah strata II sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal. Sedangkan pada strata III harus lebih mengoptimalkan penerimaan dari hasil penjualan kotoran ayam dan karung bekas pakan ternak serta perlu adanya upaya untuk meningkatkan nilai jual telurnya menjadi lebih baik yakni setara harga eceran seperti pada strata atau skala usaha yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Pola Kemitraan Alter - natif Andalan Sektor Agribisnis.

http://www.situshijau_co.id.htm. Diakses 22 Juni 2008.

Chumairoh, I.N. 2008. Analisis Resiko Finansial. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Hernanto, F. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. Himawati, D. 2006 . Analisa Resiko

Finansial Usaha Peternakan Ayam Pedaging pada Peternak-an Plasma KemitraPeternak-an KUD “Sari Bumi” di Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Inounu, I. , A. Priyanti, E. Martindah, I.S. Nurhayati dan R. A. Saptati . 2006 . Restrukturisasi Sistem Produksi Perunggasan di Indonesia . Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Badan Penelitian dan Pengem- bangan Pertanian. Bogor.

(34)

Prawirokusumo, S. 1990 . Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta.

Singarimbun, M. dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

Sumardjono, M.1996 .Pedoman Pem- buatan Usulan Penelitian . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Syamsuddin, L . 2004 . Manajemen Keuangan Perusahaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sjahrial, D. 2008. Manajemen Keuang-

an . Edisi 2 . Penerbit Mitra Wacana Media. Jakarta.

Teken dan Asnawi . 1997 . Teori Ekonomi Mikro . Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian IPB Bogor.

Gambar

Tabel 1.  Hasil Average  Rate  of  Return  (ARR),   Net  Present  Value  (NPV),                  Benefit  Cost  Ratio  (B/C Ratio),  Payback Period (PP) dan Internal                Rate of Return (IRR) pada Kelompok Peternak Gunungrejo Makmur
Tabel 2.  Hasil   Rasio   Biaya   Operasi  (Operating   Expenses Ratio / OER),     Rasio    Liquiditas  (Current  Ratio / CR),  Rasio  Solvabilitas  (Debt       to  Assets Ratio / DAR),    Rasio  Profitabilitas  (Return  on  Assets  /  ROA   dan   Return o
Tabel  3.     Analisis  Resiko   Finansial  Secara   Statistik   pada  Kelompok                          Peternak  Gunungrejo  Makmur
Tabel  4.    Analisis  Keuntungan  Selama  Satu  Tahun  Kelompok  Peternak           Gunungrejo   Makmur dengan  Harga Telur dan  Pakan  Berubah          pada  Strata I
+4

Referensi

Dokumen terkait

Arus kas bebas berbeda dengan laba bersih, diantaranya yaitu : (1) semua biaya (expense) non kas ditambahkan kembali ke laba bersih untuk mendapatkan aliran kas dari operasi,

Data subjektif pada tinjuan kasus cidera otak sedang dengan masalah keperawatan nyeri akut dilihat dari pengkajian 2 klien didapatkan, baik klien 1 dan klien 2

The result of the study shows that by doing peer assessment on the speaking and writing skills, the students are able to express their ideas by analyzing their friends' mistakes

pada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar

Kalau pihak Islam selalu mempresentasikan Isa adalah sosok yang sama dengan Yesus dalam Kristen; pada kenyataannya hanya KLAIM SEPIHAK dari Islam, sementara Kristen

Upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di provinsi Sulawesi Utara, yaitu penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat, sedangkan untuk

Berdasarkan pada hasil analisis keragaman terdapat pengaruh konsentrasi pupuk organik cair dan media tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman selada merah

Dengan metode desain faktorial dapat diketahui faktor yang dominan mempengaruhi sifat fisik gel sunscreen dan interaksi antara dua faktor yang diteliti.Area komposisi sorbitol