Pengaruh Temperatur pada Korosi Baja (Steel) dalam Larutan
Elektrolit Mengandung Karbon Dioksida (CO
2)
Simon Sembiring
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145
Abstract
Studies of temperature influences of steel corrosion were performed in a carbon dioxide (CO2) containing aqueous solution. The corrosion products (scales) forming on the steel surface were identified by x-ray diffraction (XRD) analysis as FeCO3 and Fe3C. These compound were found to increase with increasing temperature. The weight loss increases with increasing exposure time, while the higher temperature of corrosion process was higher corrosion product on the steel surface.
Keywords: Corrosion, x-ray Diffraction Pendahuluan
Berbagai faktor dapat mempengaruhi terjadinya korosi, diantaranya ling-kungan, campuran logam dll. Khususnya korosi pada besi di dalam larutan elektrolit yang mengandung karbon dioksida sudah banyak diteliti secara komprehensif. De Waard and Milliams (1975) menyimpulkan bahwa mekanisme korosi oleh karbon dioxida terjadi dengan cara katalis melalui reduksi asam karbonat (H2CO3) dan reaksi-transfer muatan sebagai berikut1.
Anoda : 2CO2 + 2H2O → 2H2CO3 (1) Katoda: HCO3- + 2e → H2 +CO3 (2) Fe+2 + CO3- → FeCO3 (3) Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa laju korosi meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi ion bikarbonat2,3. Beberapa persamaan sudah dikembangkan secara empiris hubungan antara laju korosi dengan tekanan partial CO2, temperatur, dan pH larutan4,5 yang dapat dituliskan dalam bentuk persamaan: Laju Korosi:
(R) = C pH1.33 PCO20.67 e-Q/kT (4) dengan, C = Konsentrasi, Q = energi aktivasi, T = suhu absolut, k = Konstanta
Boltzman dan PCO2 = Tekanan parsial
CO2.
Persamaan 4 memungkinkan keterlibatan variabel-variabel lain seperti laju aliran larutan, inhibitor, mikrostruktur baja. Untuk mengamati pengaruh salah satu variabel terhadap laju korosi, semua variabel lain dianggap konstan. Persamaan 4 hanya berlaku bila korosi dikontrol oleh produk korosi yang terjadi pada permukaan baja dalam keadaan stabil. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa temperatur korosi yang berbeda menghasilkan reaksi anoda dan katoda berbeda5. Hal ini sudah diamati bahwa Fe3C (iron carbide) bukan hasil dari proses korosi namun merupakan produk (scale) yang berasal dari baja sebagai katoda. Produk korosi yang dihasilkan oleh karbon dioksida adalah FeCO3, yang kelarutannya menurun dengan turunnya temperatur dan meningkat dengan kenaikan tekanan CO26.
Tujuan penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran pengaruh temperatur tehadap korosi yang dapat dimodifikasi untuk meningkatkan ketahanan baja terhadap korosi dan pengaruhnya terhadap pembentukan produk korosi (scales) pada permukaan
baja yang terkorosi oleh karbon dioksida (CO2).
Metode Penelitian
Proses Korosi
Bahan baja (steel) yang digunakan pada penelitian ini adalah baja dengan spesifikasi API X-52 (American
Petroleum Institute) dengan kadar besi
99,99 % berat. Perlakuan panas dengan temperatur yang berbeda pada baja yang akan mengalami proses korosi dapat dilihat pada Tabel 1. Ukuran dimensi baja yang dipotong dengan electric discharge
wire (EDW) adalah 20 mm panjang, 20
mm lebar dan 5 mm tebal. Sebelum proses korosi dilakukan maka terlebih dahulu permukaan baja digosok (polish) dengan kertas pasir ukuran 500 grit, kemudian dicuci dengan etanol dan dikeringkan. Baja siap untuk dipanaskan
dalam furnace selama 2 jam. Baja yang telah mengalami pemanasan siap untuk dimasukkan ke dalam reaktor yang berisi larutan elektrolit dan karbon dioksida dengan volume total 500 ml dengan waktu korosi 10 jam, 20 jam, 30 jam dan 40 jam. Larutan elektrolit yang digunakan campuran 3% NaCl dan 100 mg/L H2CO3. Penimbangan berat yang hilang dilakukan dengan menggunakan micro-balance yang memiliki ketelitian ± 10-4
g.
Karakterisasi
Sampel baja yang telah mengalami proses korosi dikeluarkan dari wadah dan siap untuk dikarakterisasi untuk mengetahui struktur deposit yang terbentuk pada permukaan sampel. Karakterisasi korosi dilakukan dengan metode x-ray diffraction (XRD), a Siemens D500
diffraktometer dengan kondisi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Perlakuan Panas terhadap Baja
Sampel Suhu Pemanasan (°°°°C) Suhu Proses korosi (°°°°C)
1 350 30
2 400 50
3 500 60
4 - 70
Table 2. Kondisi Karakterisasi Pola Diffraksi dengan XRD
Kategori Kondisi
Instrumen Siemens D-500
Radiasi Cu-anode tube [type Fk60-04 CU] pada 40 kV and 30 mA, dengan panjang gelombang CuKα = 1.5418 Å,
Optik Incident beam divergence = 1°, Scatter slits divergence = 1° Soller slits divergence = 1°
Detektor NaI detektor
Waktu 2θ = 20-70°
Step size, 0.04°
Hasil dan Pembahasan
Kehilangan berat (weight loss) baja untuk kondisi perlakuan panas meningkat dengan naiknya suhu pemanasan (Gambar 1a, 1b dan 2), mengindikasikan bahwa besi yang terlarut merupakan proses utama khususnya pada awal periode waktu proses korosi selama 10 jam. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pemanasan baja semakin menurun berat yang hilang. Pada periode waktu 20 jam berat yang hilang semakin meningkat akibat pengaruh dari
mikrostruktur dengan terdeteksinya pro-duk korosi FeCO3 (Gambar 3). Penga-matan ini menyimpulkan secara tidak langsung bahwa FeCO3 mengendap pada permukaan baja dalam keadaan belum jenuh sehingga tidak mampu sebagai pelindung terhadap korosi selanjutnya. Perbedaan kehilangan berat semakin berbeda nyata dimulai pada awal priode waktu 20 hingga 40 jam proses korosi, dan kehilangan berat semakin meningkat dengan naiknya temperatur proses korosi.
(a)
(b)
Gambar 1. Kehilangan berat baja sebagai fungsi waktu pada temperatur proses korosi (a)30 °C dan (b) 50°C.
Gambar 2. Kehilangan berat baja sebagai fungsi waktu pada temperatur proses korosi 60 °C
Gambar 3. XRD untuk baja yang terkorosi, CuKαααα = 1.542 Å dengan temperatur proses korosi, 30 °C, 50 °C, 60 °C dan 70 °C. Dengan symbol F = Fe (besi), S = FeCO3 (siderite), C =
Fe3C (cementite) dan Ca = CaCO3 (calcite)
Gambar 3 menunjukkan hasil pola struktur diffraksi sinar-x yang terbentuk pada permukaan baja yang terkorosi dengan variasi temperatur proses korosi 30 0C, 50 0C, 60 0C dan 70 0C. Struktur dari produk korosi yang terdeteksi adalah besi (Fe), cementite (Fe3C), siderite (FeCO3) dan calcite (CaCO3). Struktur CaCO3 terbentuk berasal dari larutan yang digunakan. FeCO3 adalah produk korosi utama yang terjadi akibat interaksi ion Fe dengan ion CO3-, sementara Fe3C akibat terlarutnya Fe dan berinteraksi dengan carbon (C) yang merupakan
FeCO3 dan Fe3C meningkat dengan naiknya temperatur. Pengendapan FeCO3 terjadi akibat konsentrasi ion Fe dan ion CO3- melebihi batas kejenuhan secara termodinamika. Hasil ekperimen ini menunjukkan bahwa pada temperatur yang lebih rendah, pengendapan memerlukan waktu yang lebih lama. Pengamatan ini didukung oleh hasil XRD, bahwa produk korosi FeCO3 pada temperatur 30 °C semakin rendah dan pada temperatur 70 ° C FeCO3 semakin tinggi (Gambar 3).
Kesimpulan
• Produk korosi yang terbentuk pada permukaan baja adalah FeCO3 dan Fe3C.
• Produk korosi yang terbentuk pada permukaan baja meningkat dengan naiknya temperatur.
• Kehilangan berat meningkat dengan naiknya suhu pemanasan baja.
Daftar Pustaka
1. De Waard, C. and Milliams, D.E. 1975. Carbonic Acid Corrosion of Steel, Corrosion, 31, p177-181. 2. Jasinski, R. 1987. Corrosion of
N80-Type Steel by CO2/Water Mixtures,
Corrosion, 43, p214-218.
3. Palacios, C.A. and Shadley, J.R. 1991. Characteristics of Corrosion
Scales on Steels in a CO2-Saturated NaCl Brine, Corrosion, 47, 122-127. 4. Ogundele, G.I. and White, W.E. 1986.
Some Observations on Corrosion of Carbon Steel in Aqueous Envi-ronments Containing Carbon Dioxide,
Corrosion, 42, 71-78.
5. Ikeda, A., Ueda, M., Mukai, S., 1985. CO2 Behavior of Carbon and Cr Steels, in Advances in CO2
Corrosion, Vol 1, Houston, TX:
NACE p.39.
6. Hausler, R.H. 1985. Laboratory In-vesti-gations of the CO2 Corrosion Mechanism as Applied to Hot Deep Gas Wells, Corrosion-85, Annual Conference and Corrosion Show - National Association of Corrosion Engineers. Paper 47 (17 pages).