• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia yang mengglobal telah menciptakan kondisi saling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia yang mengglobal telah menciptakan kondisi saling"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perekonomian dunia yang mengglobal telah menciptakan kondisi saling ketergantungan ekonomi antar negara, dan cenderung menimbulkan proses penyatuan aktivitas ekonomi baik di sektor riel maupun di sektor keuangan, sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik kegiatan ekonomi tersebut seakan-akan tidak berlaku lagi.1 Para ahli ekonomi dan keuangan sependapat bahwa arus globalisasi ekonomi yang menimbulkan hubungan interdependensi dan integrasi dalam bidang finansial, produksi dan perdagangan telah membawa dampak pada pengelolaan ekonomi Indonesia.2

Selama dekade 80-an hampir semua negara di Asia, termasuk juga Indonesia melakukan liberalisasi sistem keuangannya sebagai tuntutan dari globalisasi ekonomi.3 Implikasi dari liberalisasi keuangan ini adalah tersedianya banyak pilihan bagi masyarakat akan jasa-jasa keuangan dan tuntutan akan kualitas sumber daya

1

Sebagai motor penggerak globalisasi ekonomi ini adalah “sistem persaingan”, yang oleh sebagian pihak dianggap akan dapat menghasilkan perbaikan kualitas pemenuhan kebutuhan dan pelayanan bagi para pelaku ekonomi di negara-negara yang terlibat. Marsuki, Analisis Perekonomian Nasional &Internasional, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2005), hal. 207.

2

Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi, (Bandung: BooksTerrace & Library:2007), hal.2.

3

Liberalisasi ini merupakan gabungan dari proses deregulasi dan proses privatisasi . dimana proses deregulasi meliputi pengurangan peranan perencanan pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan intervensinya, dan sebagai akibatnya terjadilah peningkatan peranan pasar. Sedangkan proses privatisasi , yaitu proses peralihan kepemilikan dari tangan pemerintah ke tangan private, baik sebagai perusahaan maupun perorangan. Yanto Bashri, Mau Ke Mana Pembangunan Ekonomi Indonesia: Prisma Pemikiran Prof. Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, (Jakarta: Prenada, 2003), hal.22.

(2)

manusia serta persaingan yang semakin ketat. Secara umum liberalisasi keuangan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan efisiensi melalui pemberian peran yang lebih besar pada kekuatan pasar dan direfleksikan dengan pelonggaran aturan seperti kemudahan bagi masuknya modal asing dan penetapan nilai tukar yang lebih luwes.4

Titik awal liberalisasi ekonomi Indonesia adalah saat dikeluarkannya Deregulasi Juni 1983. Saat itulah diluncurkan deregulasi perbankan yang pertama kali bersamaan dengan restrukturisasi ekonomi secara keseluruhan, terutama untuk memperbaiki sektor keuangan dan sektor produktif riil yang berorientasi ekspor.5 Dalam deregulasi ini terdapat penekanan peningkatan peran swasta untuk menggantikan sebagian besar peran pemerintah. Sejalan dengan strategi ini maka kebijakan-kebijakan dibidang perekonomian difokuskan pada upaya mendorong tumbuhnya industri-indusrti baru, yang sepenuhnya dibangun oleh pihak swasta.

Kemudian dalam rangka mendorong, mempertahankan, dan memelihara kelangsungan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi serta perluasan kesempatan kerja, maka pada Oktober 1988 pemerintah kembali mengambil langkah kebijakan lanjutan yang dikenal dengan Pakto 88.6 Kebijakan ini membuka jalan bagi perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dengan memberi kemudahan

4

HLB Hadori & Rekan, BI dan BLBI: Suatu Tinjauan dan Penilaian Aspek Ekonomi, Keuangan dan Hukum, (Jakarta: Bank Indonesia, 2002), hal. 9.

5 Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Bank Indonesia Menuju Independensi Bank Sentral, (Jakarta: Mardi Mulyo, 2000), hal. 43.

6

Aulia Pohan, Potret Kebijakan Moneter Indonesia: Seberapa Jauh Kebijakan Moneter Mewarnai Perekonomian Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal.123.

(3)

mendirikan bank, membuka kantor cabang dan memperluas instrumen pengerahan dana masyarakat. Kewajiban likuiditas minimum setiap bank diturunkan dari 15% menjadi hanya 3% saja, dimana hal ini berhasil mengundang para pemilik modal untuk mendirikan sejumlah besar bank baru. Akibatnya pertumbuhan bank baik dari sisi jumlah bank, volume usaha, kredit yang diberikan dan dana masyarakat yang dihimpun mengalami perkembangan pesat.7

Deregulasi ini bertujuan meningkatkan kemampuan dunia perbankan dan sektor keuangan pada umumnya dalam menunjang perkembangan dunia usaha. Hal ini menunjukkan bahwa perbankan merupakan lembaga yang amat penting baik ditinjau dari segi peranannya sebagai sarana pelaksanaan kebijakan moneter maupun sebagai lembaga pembiayaan dalam keseluruhan mata rantai proses pembangunan nasional.8 Peran perbankan sangat menentukan bagi pertumbuhan perekonomian negara, karena dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi melalui liabilitas dan aset.9

Kenyataan yang kemudian dihadapi bahwa keleluasaan yang diberikan melalui deregulasi tidak dibarengi dengan peningkatan profesionalisme dan integritas dari pemilik dan pengurus bank yang sebagian besar merupakan kelompok-kelompok bisnis besar. Liberalisasi telah memfasilitasi pertumbuhan perbankan yang cepat,

7

Pertumbuhan pesat dialami oleh bank umum swasta nasional, bank asing, dan campuran serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Secara nasional jumlah bank sebelum Pakto 88 diluncurkan baru mencapai 111 bank, tetapi pada akhir 1997 jumlahnya menjadi dua kalinya atau sebanyak 222 bank, bahkan pada akhir 1995 jumlah bank pernah mencapai 240 bank. Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Op.Cit, hal .45.

8

Aulia Pohan,Op.Cit, hal. 180.

9

Ade Arthesa, Edia Handiman, Bank &Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta: Indeks, 2006), hal. 4.

(4)

sehingga juga memberikan peluang untuk masuknya individu yang tidak bermutu ke dalam bisnis perbankan.10 Telah menjadi fakta bahwa bank-bank hanya dijadikan kendaraan untuk menggelembungkan konglomerasi usaha. Sejumlah bank yang tumbuh dan berkembang tidak lepas dari kepentingan bisnis pemiliknya, sehingga tidak ada ruang yang memadai untuk meningkatkan kinerja dan efisiensi perbankan.

Kondisi perbankan nasional akhirnya malah semakin buruk karena besarnya kredit macet ( non performing loans) akibat kurang hati-hati dalam menyalurkan dana. Meningkatnya kredit macet itu antara lain juga disebabkan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit) yang dilakukan oleh pengelola bank.11 Perbankan yang dikuasi oleh kelompok usaha memungkinkan terjadinya praktik penyaluran kredit kepada perusahaan yang merupakan anggota kelompok usaha bank tersebut. Pemberian kredit kepada kelompok usahanya sendiri tersebut sering kali tidak diiringi dengan penyediaan jaminan yang memadai.12 Dalam kondisi seperti ini bank telah kehilangan fungsi utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediary)13, yang seharusnya bertindak netral.

Kemudahan untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan lainnya telah membuat jumlah bank berkembang sangat pesat sehingga jumlahnya melebihi kapasitas bank sentral untuk dapat melakukan pengawasan secara intensif dan

10

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 55.

11

Didik J. Rachbini, Suwidi Tono, Op.Cit, hal. 8.

12

Ibid, hal. 6.

13

Peran bank sebagai perantara keuangan (financial intermediaries) maksudnya adalah sebagai lembaga yang menghimpun dana dari investor, mengumpulkannya dan menginvestasikan dana tersebut pada perusahaan lain. Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal. 23.

(5)

mendetail sehingga terjadi kerawanan dalam struktur perbankan Indonesia.14 Walaupun pada satu sisi kebijakan deregulasi perbankan digunakan sebagai instrumen untuk membuka partisipasi swasta setelah daya dorong pertumbuhan sektor pemerintah melemah, namun pada sisi lainnya ketika fondasi institusi pendukungnya lemah dan pengawasan tidak memadai, maka liberalisme perbankan tersebut menjadi bumerang dan ikut berperan besar menyumbang terjadinya krisis moneter di Indonesia.15

Cepatnya proses integrasi perekonomian Indonesia ke dalam perekonomian global ternyata tidak mampu diikuti oleh infrastruktur perekonomiannya. Perangkat kelembagaan bagi bekerjanya ekonomi pasar yang efisien ternyata belum tertata dengan baik.16 Dinamisme perekonomian yang tinggi tersebut tidak sepenuhnya disertai dengan upaya untuk menata pengalaman dunia usaha dan menciptakan penyelenggaraaan pemerintahan yang baik, sebagaimana tercermin pada kurangnya transparansi dan konsistensi pelaksanaan kebijakan.

Soedrajad Djiwandono, mantan Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa para ahli telah membagi krisis 1997 menjadi dua kelompok. Pertama, pendapat yang menyebutkan bahwa krisis sebagai suatu kepanikan finansial yang melanda banyak

14

Situasi ini berdampak langsung kepada besaran ketidakseimbangan dalam perkembangan kredit, dimana kredit menumpuk pada sektor tertentu khususnya property yang memiliki risiko sangat tinggi. Demikian pula dengan pelanggaran batas minimum pemberian kredit kepada pemilik dan kelompok usaha milik bank baik yang nyata maupun yang terselubung. Selain itu juga konsentrasi pinjaman luar negeri menjadi meningkat sangat tajam yang sangat berisiko terhadap gejolak nilai tukar. HLB Hadori &Rekan, Op.Cit, hal. 10.

15

H. As. Mahmoedin, Etika Bisnis Perbankan, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994) hal. 88.

16

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan: Kebijakan Moneter dan Perbankan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hal.78.

(6)

negara di dunia melalui proses penularan. Kedua, pendapat yang menyebutkan bahwa krisis sebagai akibat dari kelemahan fundamental ekonomi nasional karena pelaksanaan kapitalisme kroni yang mengandung banyak kelemahan struktural. Selanjutnya Soedrajad mengatakan bahwa timbulnya krisis merupakan kombinasi dua unsur yang bekerja secara bersamaan, yakni unsur eksternal berupa kepanikan keuangan dan lemahnya ekonomi nasional, baik sektor perbankan maupun sektor riil.17

Krisis perbankan yang terjadi pada tahun 1997 tersebut telah memberikan pelajaran akan pentingnya menciptakan industri perbankan nasional yang memiliki ketahanan dan kemampuan yang memadai untuk menghadapi berbagai macam gejolak eksternal. Dalam rangka menghadapi segala perubahan dan tantangan tersebut, perbankan nasional perlu mempersiapkan segala sesuatunya agar memiliki ketahanan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam perubahan serta memiliki daya saing yang sehat dan wajar baik di pasar nasional maupun internasional.18

Industri perbankan nasional memerlukan adanya suatu kerangka acuan bagaimana perbankan nasional mampu mengatasi segala perubahan dan tantangan serta arah yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kerangka acuan tersebut diwujudkan oleh Bank Indonesia pada awal tahun 2004 dengan mengeluarkan cetak biru (blue print) perbankan nasional yang bersifat menyeluruh dan dapat dipakai

17

Gunarto Suhardi, Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi,(Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2002), hal. 58.

18

(7)

sebagai acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri perbankan dan dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Nasional (API) .19

Bank Indonesia menyatakan bahwa API dirancang sebagai rekomendasi kebijakan (policy recommendation) bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi di masa mendatang, sekaligus menjadi arah kebijakan (policy direction) yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun waktu yang cukup panjang.20 Dapatlah dikatakan bahwa API merupakan suatu

blueprint mengenai tatanan industri perbankan ke depan, dimana isi dokumennya

menyangkut hampir semua aspek yang berhubungan dengan perbankan, seperti kelembagaan, struktur, pengawasan, pengaturan dan lembaga penunjang lainnya.

Penegakan API di Indonesia sesungguhnya juga berjalan seiring dengan wacana arsitektur keuangan global yang diprakarsai oleh Bank For Settlement (BIS). BIS adalah organisasi internasional yang memprakarsai dan memfasilitasi kerjasama antar bank sentral berbagai negara ditambah dengan beberapa organisasi internasional.21 BIS memiliki komite khusus yaitu suatu komite pengawas perbankan yang disebut The Basle Committee on Banking Supervision. Komite tersebut mempunyai tugas untuk merumuskan dan mensosialisasikan Prinsip-prinsip

19

Istilah “Arsitektur Perbankan” digunakan oleh Bank Indonesia karena dianggap memberikan nuansa yang bersifat komprehensif dan luas mengenai tatanan perbankan yang diinginkan sampai waktu yang akan datang. Ada banyak istilah lain yang memiliki pengertian serupa dengan arsitekur perbankan, serta kerap kali dipergunakan dalam analisis oleh para ahli atau pengamat perbankan. Istilah tersebut anatara lain: blueprint perbankan, landscape perbankan, stratifikasi perbankan, dan pemetaan perbankan. Awawil Rizky, Nasyith Majidi, Bank Bersubsidi Yang Membebani, (Jakarta: E Publishing, 2008) hal. 17.

20

Ibid, hal. 152.

21

(8)

Pengawasan Bank Yang Efektif yang semuanya berjumlah 25 Butir (25 Core

Principles For Effective Banking Supervision). Prinsip-prinsip ini pada dasarnya

merupakan standar minimum yang digunakan sebagai referensi atau acuan dasar dalam melaksanakan pengawasan bank bagi otoritas pengawas perbankan secara internasional.22

Sebagai sebuah rancangan bentuk industri perbankan yang ingin dicapai di masa depan, API memuat berbagai program yang terfokus pada upaya pembentukan industri perbankan melalui langkah-langkah penguatan pada semua sendi-sendi fundamental. Penguatan aspek kelembagaan, penyiapan infrastruktur pendukung, peningkatan pelaksanaan fungsi perbankan dalam melayani masyarakat, peningkatan kemampuan institusi dan sumber daya, peningkatan kualitas pengawasan dan pengaturan perbankan, sampai dengan menarik peran serta masyarakat dalam menjaga ketahanan dan daya saing perbankan.23

Visi API adalah untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam rangka mewujudkan visinya, API menetapkan 6 pilar sasaran yang ingin dicapai dan diimplementasikan dalam program-program, sebagai berikut:24

22

Dahlan Siamat, Op.Cit., hal. 197

23

Burhanuddin Abdullah, “Arah Kebijakan Perbankan”, dalam:

http://www.bexi.co.id/images/_res/perbankan-Arah%20Kebijakan%20Perbankan.pdf. Diakses pada tanggal 20 November 2008.

24

Bank Indonesia, “Arsitektur Perbankan Indonesia (API)”, 2004, dalam:

http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Arsitektur+Perbankan+Indonesia/. Diakses pada tanggal 5 Maret 2009.

(9)

1. Program penguatan struktur perbankan nasional 2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan 3. Program peningkatan fungsi pengawasan

4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional 5. Program pengembangan infrastruktur perbankan

6. Program peningkatan perlindungan nasabah

Berkaitan dengan implementasi program API tersebut, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah konsolidasi perbankan. Konsolidasi perbankan merupakan salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat. Dilaksanakannya konsolidasi diharapkan terjadi peningkatan skala ekonomi sehingga dapat meningkatkan efektivitas pengawasan bank. Dalam rangka konsolidasi dilakukan penataan kembali srtuktur kepemilikan bank yang dimaksudkan untuk menciptakan struktur perbankan yang sehat sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.25

Langkah penguatan struktur perbankan yang ditempuh melalui kebijakan konsolidasi antara lain dengan peningkatan modal bank. Kondisi permodalan yang kuat membuat bank dapat mengemban risiko yang tinggi. Itulah sebabnya kecukupan modal tetap merupakan fokus utama regulator dalam menciptakan bank yang sehat

25

Miranda. S. Gultom, Indonesia’s Banking Industry: Progress to Date, dalam Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi dan Konsolidasi Perbankan, Relevansinya dengan Kebijakan Single Presence Policy”, dalam http://zulsitompul.wordpress.com/2008/07/09/merger-akuisisi-dan-konsolidasi-perbankan/. Diakses tanggal 15 Februari 2009.

(10)

dan aman. Untuk meningkatkan permodalan bank, Bank Indonesia menetapkan ketentuan agar bank umum meningkatkan modal inti menjadi minimal Rp 80 Milyar pada Desember 2007 dan minimal Rp 100 Milyar pada Desember 2010.26

Selain memperhatikan peningkatan aspek permodalan, untuk mendorong konsolidasi dan mendukung efektivitas pengawasan, khususnya consolidated bank

supervision,27 juga dilakukan dengan penataan struktur kepemilikan perbankan.

Berkaitan dengan hal ini, Bank Indonesia pada tanggal 5 Okteber 2006 mengumumkan Paket Kebijakan Perbankan Otober 2006, dimana salah satu isi kebijakannya adalah penerapan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single

Presence Policy (SPP) yang dituangkan dalam Peraturan Bank Inonesia

No.8/16/PBI/2006. 28

Pokok kebijakan SPP ini adalah bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali (PSP) pada 1 (satu) bank umum di Indonesia.29 Bank-bank diberi waktu untuk menyesuaikan struktur kepemilikan sampai dengan akhir

26

Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 Tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum jo Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum

27

Consolidated Bank Supervision adalah pengawasan bank secara konsolidasi, baik downstream dengan anak perusahaan maupun upstream hingga ke perusahaan induk. Metode pengawasan bank secara consolidated supervision merupakan tambahan dari metode pengawasan bank secara solo (solo-basis) yang umumnya dilakukan oleh otoritas pengawas. Melalui metode tersebut, otoritas pengawas turut memperhitungkan potensi risiko yang ada di anak perusahaan dan perusahaan induk dari bank. Bank Indonesia, ”Glosari Laporan Pengawasan Perbankan 2007”, dalam

http://www.scribd.com/doc/6455650/Bank-Indonesia-Laporan-Pengawasan-Perbankan-2007. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

28

Bank Indonesia, “Kebijakan Baru Mendorong Intermediasi dan Konsolidasi Perbankan”, Direktorat Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat, 2006, dalam

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/A185B4F2-C181-4F03-A93C-46731FBE841B/10536/Boks2.pdf. Diakses tanggal 5 Maret 2009.

29

(11)

Desember 2010. Pada prinsipnya SPP pada perbankan Indonesia diberlakukan untuk kepemilikan saham bank oleh PSP yang diperolehnya setelah berlakunya ketentuan ini. Namun demikian untuk mendukung tercapainya tujuan dari kebijakan tersebut , maka PSP bank yang telah mengendalikan lebih dari 1 (satu) bank umum pada saat berlakunya ketentuan ini wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya pada bank-bank yang dikendalikannya.30

Kewajiban penyesuaian struktur kepemilikan saham bank memberikan beberapa alternatif yang dapat dipilih oleh pihak-pihak yang telah menjadi PSP pada lebih dari satu bank, antara lain:31

a. Mengalihkan sebagian sahamnya atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) bank; atau

b. Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya, atau

c. Membentuk perusahaan induk di bidang perbankan (Bank Holding Company) dengan cara:

1) Mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company, atau

30

Penjelasan Atas Peraturan Bank Indonesia No.8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia

31

Pasal 3 ayat (1) PBI No. 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia

(12)

2) Menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai Bank Holding

Company

Saat ini pelaksanaan dari kebijakan kepemilikan tunggal ini dapat dilihat dari disahkannya merger antara PT Bank Niaga Tbk dan PT Bank Lippo Tbk pada bulan oktober 2008, dimana sebelumnya Bank Niaga dan Bank Lippo telah sepakat untuk melakukan konsolidasi terhadap bisnis mereka pada bulan Juni 2008. Konsolidasi ini memungkinkan Khazanah Berhad selaku pemegang saham pengendali kedua bank untuk melakukan langkah penyesuaian struktur kepemilikan dalam memenuhi tenggat waktu yang telah ditentukan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Tunggal Perbankan Indonesia, yakni pada tahun 2010.32

Konsentrasi kepemilikan bank selama ini telah memungkinkan timbulnya campur tangan pemilik secara berlebihan dalam kepengurusan bank. Situasi yang sama telah mengakibatkan fungsi pengawasan internal menjadi kurang efektif.33 Keberadaan Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau SPP yang merestrukturisasi kepemilikan bank di Indonesia berupaya mewujudkan tujuan konsolidasi perbankan dan peningkatan efektifitas pengawasan bank dengan tetap memperhatikan kepentingan para PSP yang sudah menanamkan modalnya di perbankan Indonesia, sehingga tercapailah sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien sesuai dengan visi

32KOMPAS,dalam

http://properti.kompas.com/read/xml/2008/10/17/08341378/bi.setujui.m erger.cimb.niaga-lippo, Diakses tanggal 17 oktober 2008.

33

(13)

API guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengapa kedudukan Pemegang Saham Pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia menjadi penting?

2. Bagaimanakah keberadaan Single Presence Policy atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal dalam memperkuat perbankan di Indonesia?

3. Bagaimanakah kedudukan Pemegang Saham Pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia setelah keluarnya Single Presence Policy atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian tesis ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pentingnya kedudukan Pemegang Saham Pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia.

2. Untuk mengetahui keberadaan Single Presence Policy atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal dalam memperkuat perbankan di Indonesia.

(14)

3. Untuk mengetahui kedudukan dari Pemegang Saham Pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia setelah keluarnya Single Presence

Policy atau Kebijakan Kepemilikan Tunggal.

D. Manfaat Penulisan

Selain tujuan-tujuan diatas, penelitian ini juga memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam khasanah ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum perbankan berkaitan dengan struktur kepemilikan bank setelah dikeluarkannya kebijakan Kepemilikan Tunggal, dan diharapkan juga dapat menjadi landasan untuk melakukan penelitian lebih mendalam.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan atau referensi bagi pihak bank khususnya para Pemegang Saham Pengendali maupun terkait dengan penyesuaian struktur kepemilikan bank setelah diberlakukannya kebijakan Kepemilikan Tunggal. Disamping itu juga dapat memberikan masukan kepada pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengatasi kendala-kendala yang ditemui dilapangan sehubungan dengan pelaksanan kebijakan ini. serta menambah informasi kepada masyarakat sebagai nasabah bank.

(15)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Hukum, diketahui bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang kedudukan pemegang saham pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama. Penelitian ini membahas tentang struktur kepemilikan bank di Indonesia setelah diberlakukannya single presence policy dalam rangka konsolidasi perbankan dan peningkatan efektivitas pengawasan bank oleh Bank Indonesia yang berdampak terhadap kedudukan para pemegang saham pengendalinya. Sedangkan yang menyangkut masalah single presence policy, setelah dilakukan pemeriksaan terdapat penelitian oleh Gilang Medina dari Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum USU. Tesis tersebut berjudul: Merger Bank Umum Dalam Rangka Implementasi Single Presence Policy Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 Tentang Kapemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Gilang Medina menitikberatkan pada masalah merger bank umum dengan pendekatan dan perumusan masalah yang berbeda.

Jadi penelitian dengan judul “Kedudukan Pemegang Saham Pengendali dalam Struktur Kepemilikan Bank di Indonesia” ini adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, objektif dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

(16)

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tetentu terjadi, sedangkan kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis.34 Teori hukum yang berkenaan dengan pembangunan ekonomi sangat erat kaitannya dengan ajaran yang melihat adanya hubungan yang erat antara hukum dengan masyarakat.

Di dalam pembangunan ekonomi suatu negara keberadaan industri perbankan dalam sistem keuangan mempunyai fungsi yang sangat krusial. Industri perbankan merupakan salah satu cabang industri yang paling banyak diatur oleh pemerintah karena stabilitas sistem perbankan dan keuangan merupakan prasyarat mutlak bagi pertumbuhan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan.35 Dapat disimpulkan ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank, yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana masyarakat atau dunia usaha.36

Pada tahun 1997 perbankan nasional mengalami keterpurukan akibat keleluasaan yang diberikan melalui deregulasi tidak dibarengi dengan peningkatan profesionalisme dan integritas dari pemilik dan pengurus bank. Jumlah bank yang

34

JJJ. M. Wuisman, Pebelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-asas, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal.203.

35

Zulkarnain Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Op.Cit.,hal. 68.

36

Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, (Bandung: BooksTerrace & Library, 2005), hal. 217.

(17)

banyak telah menyebabkan kesulitan bank sentral untuk melakukan pengawasan. Konsentrasi kepemilikan bank oleh individu-individu sekaligus sebagai pengurus bank telah berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan moral hazard dalam pengelolaan bank. Dampak dari krisis perbankan tersebut tentu saja mempengaruhi stabilitas perekonomian negara secara umum.

Krisis tersebut telah memberikan pelajaran akan pentingnya menciptakan industri perbankan nasional yang memiliki ketahanan dan kemampuan yang memadai untuk mengahadapi berbagai macam gejolak eksternal. Berkaitan dengan ini keberadaan sarana dan pranata hukum sangat besar dalam pembangunan ekonomi khususnya perbankan nasional agar dapat mencapai tujuannya sesuai dengan yang direncanakan.37 Peranan hukum sangat besar dalam mengorganisir industri perbankan secara efektif dan efisien, dimana hukum selain berfungsi mengatur juga berfungsi sebagai pemberi kepastian, pengamanan, pelindung dan penyimbang, yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan atisivatif. Potensi hukum ini terletak pada dua dimensi utama dari fungsi hukum yaitu fungsi preventif dan fungsi represif.38

Sesuai dengan ajaran Roscoe Pound bahwa hukum adalah alat untuk memperbaharui masyarakat (law is a tool of social engineering), disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya tersebut kepentingan yang harus dilindungi oleh

37

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1982), hal. 6.

38

Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 118.

(18)

hukum salah satunya adalah kepentingan umum (public interest)39 dan yang menjadi tujuannya adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare)40. Pemikiran ini

kemudian dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang menyebutkan bahwa hukum sebegai sarana pembaharuan masyarakat, yang didasarkan pada anggapan bahwa adanya keteraturan dan ketertiban dalam proses pembangunan merupakan suatu hal yang diinginkan dan dianggap perlu.41

Bank Indonesia sebagai bank sentral yaitu lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumusakan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan serta menjalankan fungsi sebagai lender of last resort.42 Bank Indonesia kemudian mengeluarkan suatu kerangka acuan bagaimana perbankan nasional mampu mengatasi segala perubahan dan tantangan serta arah yang hendak dicapai di masa yang akan datang. Kerangka acuan tersebut dikenal dengan nama Arsitektur Perbankan Nasional (API) yang kemudian menjadi cetak biru perbankan (blue print).

API dirancang sebagai suatu rekomendasi kebijakan (policy recomendation) sekaligus sebagai arah kebijakan (policy direction) yang harus ditempuh oleh perbankan nasional. API mempunyai visi untuk mencapai suatu sistem perbankan

39

Mr. Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hal. 75.

40

Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 25.

41

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan Kumpulan Karya Tulis, (Bandung: Alumni, 2002), hal. 14.

42

(19)

yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. API juga mempunyai program-program yang diimplementasikan dalam 6 Pilar sasaran yang hendak dicapai.

Untuk mencapai tujuan program API, Bank Indonesia mengambil langkah-langkah konsolidasi perbankan, yaitu salah satu prasyarat untuk mewujudkan struktur perbankan yang sehat dan kuat. Konsolidasi perbankan dilakukan dengan cara peningkatan modal bank dan penataan kembali struktur kepemilikan bank. Dilaksankannya konsolidasi perbankan diharapkan dapat menciptakan peningkatan skala ekonomi dan efektivitas pengawasan bank, sehingga tercapailah struktur perbankan yang sehat dan akhirnya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat serta mendorong pembangunan ekonomi yang berkesinambungan.

Dikeluarkannya API sebagai cetak biru perbankan nasional, yang diimplementasikan dengan pelaksanaan konsolidasi perbankan merupakan cerminan dari Teori Utilitarianisme atau Teori Kemanfaatan. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832)43 dengan tulisannya yang amat penting adalah Introduction to the Principles of Morals and Legislation. Teori utilitarianisme menyatakan suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara

43

A. Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hal. 93.

(20)

moral kalau tidak hanya mendatangkan manfaat terbesar, melainkan kalau mendatangkan manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang.44

Teori utilitarianisme ini juga mendapatkan dukungan dari Thomas Hobbes (1588-1679).45 Filsafat hukum Hobbes nyaris sepenuhnya ditinjau berdasarkan prinsip utilitas.46 Ia menyatakan bahwa manusia siap untuk menerima hukum dan mematuhi undang-undang hanya karena mereka telah mengakui perdamaian dan ketentraman sebagai hal yang bermanfaat.47 Teori ini diimplementasikan dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia atau Single Presence Policy (SPP) oleh Bank Indonesia dalam rangka konsolidasi perbankan dan efektivitas pengawasan bank. Berdasarkan PBI No. 8/16/PBI/2006, Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa:

”Kepemilikan Tunggal adalah suatu kondisi dimana suatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada 1 (satu) bank.”

Pasal 3 ayat (1) PBI ini juga menyatakan bahwa:

“Sejak mulai berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, pihak-pihak yang telah menjadi Pemegang Saham Pengendali pada lebih dari 1(satu) bank wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sebagai berikut:

a. Mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan sahamnya pada salah satu atau lebih bank yang dikendalikannya kepada pihak lain sehingga yang bersangkutan hanya menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) bank; atau

44

Phillippe Nonet & Philip Selzenick, Law and Society in Transtion: Toward Responsive Law, (NewYork: Harper & Row), yang diterjemahkan oleh Rafael Edy Bosco, Hukum Responsif Pilihan di Masa Kini, (Jakarta: Perkumpulan Untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (Hu Ma), hal. 4.

45

Theo Hujibers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 63.

a46 Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, (Bandung: PNM, 2004), hal. 109.

47

(21)

b. Melakukan merger atau konsolidasi atas bank-bank yang dikendalikannya; atau c. Membentuk Perusahaan Induk di Bidang Perbankan (Bank Holding Company)

dengan cara:

1) Mendirikan badan hukum baru sebagai Bank Holding Company atau

2) Menunjuk salah satu bank yang dikendalikannya sebagai Bank Holding

Company”.

Pada prinsipnya SPP ini diberlakukan untuk kepemilikan saham bank oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP) yang diperoleh setelah berlakunya ketentuan ini. Namun demikian untuk mendukung tercapainya tujuan kebijakan tersebut, maka PSP yang telah mengendalikan lebih dari 1 (satu) bank umum pada saat mulai berlakunya ketentuan ini juga wajib melakukan penyesuaian struktur kepemilikan sahamnya pada bank-bank yang dikendalikannya.48

Ketentuan tersebut dikeluarkan untuk mewujudkan struktur perbankan Indonesia yang sehat dan kuat, melalui langkah-langkah konsolidasi perbankan dengan cara penataan kembali struktur kepemilikan perbankan dan juga untuk mendukung efektivitas pengawasan bank di Indonesia. Salah satu teori pengawasan bank mengemukakan bahwa sistem pengawasan bank yang semata-mata untuk mewujudkan dan menjaga sistem perbankan yang sehat akan tercapai apabila otoritas pengawas dapat dengan mudah melakukan pengawasan secara efektif serta semua bank yang diawasi dalam kondisi terkendali sepenuhnya. Hal ini dimungkinkan apabila bank yang diawasi sedikit atau diupayakan menjadi sangat minimal, dan semua kegiatan bank sampai pada hal yang paling teknis diatur melalui seperangkat

48

Penjelasan PBI No. 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilkan Tunggal Pada Perbankan Indonesia

(22)

aturan yang ketat dan ruang gerak usaha bank dibatasi melalui berbagai aturan yang bersifat larangan.49

Struktur kepemilikan bank dapat menjadi insentif bagi pemilik untuk melakukan kegiatan yang tidak sehat dan tidak aman. Bank dapat digunakan menjadi sumber dana bagi pemilik. Bilamana motivasi memiliki bank adalah untuk merampoknya maka internal governance semata tidak akan dapat mencegah hal tersebut.50 Dalam menetapkan pemillik bank, Bank Indonesia menerapkan konsep

Ultimate Owner, dimana berdasarkan konsep ini pemilik adalah pihak yang

menerima manfaat kepemilikan tersebut (beneficial owner).51 Pihak yang menerima

manfaat ini dapat berbeda dari legal owner. Oleh sebab itu pihak yang menerima manfaat dari kepemilikan bank wajib diungkapkan.

Pada prinsipnya kepemilikan perusahaan terbagi ke dalam dua sistem.

Pertama, sistem kepemilikan terkonsentrasi. Kedua, sistem kepemilikan tersebar (dispersed) dengan karakteristik struktur pengelolaannya masing-masing. Ahli

pengelolaan perusahaan berpendapat bahwa konsentrasi kepemilikan perusahaan merupakan konsekuensi lemahnya perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Sedangkan kepemilikan yang tersebar luas di masyarakat dapat mendorong perusahaan untuk mampu memiliki fungsi kontrol terhadap perusahaan.52

49

Hasanuddin Rahman, Pendekatan Teknis dan Filosofis Legal Audit Operasional Perbankan (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 221-222.

50

Carl-Johan Lindgren, et.al, Bank Soundness and Macroeconomic Policy, dalam Zulkarnain Sitompul, “Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi Perbankan...”, Loc.Cit.

51

Ibid.

52

(23)

Suatu masyarakat yang sehat cenderung memilih atau menciptakan hukum-hukum yang dapat mempromosikan efisiensi ekonomi. Berkaitan dengan uraian di atas, Posner dengan teorinya Analisis Ekonomi Atas Hukum (economic analysis of

law) berpendapat bahwa ilmu ekonomi merupakan suatu alat yang tepat (a powerfull tool) untuk menganalisa permasalahan-permasalahan hukum yang terdapat di sekitar

kita.53 Secara garis besar Analisis Ekonomi Atas Hukum menerapkan pendekatannya untuk memberikan sumbangan pikiran atas dua permasalahan dasar mengenai aturan-aturan hukum. Yakni analisis yang bersifat positive atau descriptive, berkenaan dengan pertanyaan apa pengaruh aturan-aturan hukum terhadap tingkah laku orang yang bersangkutan (the identification of the effects of a legal rule), dan analisis yang bersifat normative, berkenaan dengan pertanyaan apakah pengaruh dari aturan-aturan hukum sesuai dengan keinginan masyarakat (the social desirability of a legal rule).

2. Landasan Konsepsi

Untuk menghindari kesalahpahaman atas berbagai istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka berikut akan dijelaskan maksud dari istilah-istilah tersebut, sebagai berikut:

53

Peri Umar Farouk, ”Analisis Ekonomi Atas Perkembangan Hukum Bisnis Indonesia”, Magister Hukum UGM, http://mhugm.wikidot.com/articel:004 diakses tanggal 25 September 2009.

(24)

a. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.54

b. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.55

c. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayarannya.56

d. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) adalah kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun kedepan.57

e. Kebijakan Kepemilikan Tunggal atau Single Presence Policy (SPP) adalah suatu kondisi dimana siatu pihak hanya menjadi pemegang saham pengendali pada 1 (satu) bank.58

f. Pemegang saham pengendali adalah badan hukum dan atau perorangan dan atau kelompok usaha yang:59

54

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 ayat (1)

55

Ibid, Pasal 1 ayat (2)

56

Ibid, Pasal 1 ayat (3)

57

Bank Indonesia, Blue Print Arsitektur Perbankan Indonesia (API), 2004, Op.Cit.

58

Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, Pasal 1 ayat (2)

(25)

1. Memiliki saham bank sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara.

2. Memiliki saham bank kurang dari 25 % (dua puluh lima perseratus) dari jumlah saham yang dikeluarkan bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan telah melakukan pengendalian bank baik secara langsung maupun tidak langsung. g. Pengendalian adalah kemampuan untuk menentukan, baik secara langsung

maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan dan atau kebijaksanaan bank.60

h. Saham Bank adalah bukti penyetoran modal atas naam pemegangnya bagi bank yang berbentuk Perseroan Terbatas atau bentuk lain yang disamakan dengan saham bagi bank yang berbentuk badan hukum lainnya.61

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini mempergunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan bersifat deskriptif analitis. Metode yuridis normatif dilakukan dengan melakukan analisis terhadap permasalahan dan penelitian melalui pendekatan

59

Ibid, Pasal 1 ayat (3)

60

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi, Dan Akuisisi Bank, Pasal 1 ayat (5)

61

(26)

terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang ada dan ini menggunakan data sekunder yang berasal dari penelitian kepustakaan (library

research).

Metode yuridis normatif tersebut didukung dengan pendekatan yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan tentang situasi atau keadaan yang terjadi terhadap permasalahan yang telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.62

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data yang berasal dari:

(1) Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan, antara lain:

1) undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2) Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

3) undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

4) Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia;

62

Alvi Syahrin, Pengantar Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003) hal. 17.

(27)

5) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

6) Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia;

7) Peraturan Bank Indonesia No. 9/16/PBI/2007 tentang Perubahan Atas PBI No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum; 8) Peraturan Bank Indonesia No. 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti

Minimum Bank Umum;

9) Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/23/PBI/2000 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and

Proper Test);

10) Peraturan Bank Indonesia No. 2/23/PBI/2000 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

(2) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan hasil-hasil penelitian.

(3) Bahan hukum tersier adalah bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan di luar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.63

63

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998) hal. 195.

(28)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam pada penelitian tesis ini menggunakan penelusuran kepustakaan (library research) dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam penelitian tesis ini seperti: buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel hukum, jurnal hukum, pendapat para sarjana dan bahan-bahan lainnya.

4. Analisis Data

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis secara kualitatif. Analisis untuk data kualitatif tersebut dilakukan dengan cara pemilihan pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang kedudukan pemegang saham pengendali dalam struktur kepemilikan bank di Indonesia dikaitkan dengan Peraturan Bank Indonesia No.8/16/PBI/2006 Tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, yang selanjutnya dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang mengatur tentang pemegang saham pengendali. Kemudian membuat sistematika dari pasal-pasal tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan Pasal 184 angka 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), di atas telah jelas hanya mengatur 5 (lima) alat bukti dan diluar dari alat bukti tersebut

Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni menjelaskan dan menguraikan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan kaidah-kaidah yang terkandung dalam

Dividend Per Share merupakan pembagian laba yang dibagikan kepada semua pemegang saham secara proporsional sesuai dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya, jadi

Mengingat sering terjadi akibat tindakan-tindakan atau keputusan- keputusan bisnis para pemegang saham pengendali perusahaan yang berpotensi merugikan para investor, perlindungan

terkait perlindungan hukum bagi baik ahli waris dan juga para pemegang saham minoritas yang kedudukannya berada disebuah perusahaan kelurga, dimana perusahaan keluarga

Bagi perusahaan yang terdaftar di bursa atau pasr modal, kemakmuran para pemegang saham diperlihatkan dalam wujud semakin tingginya harga saham, yang merupakan

Secara praktis, manfaat dari skripsi ini adalah supaya pemegang saham dan calon pemegang saham, Direksi, dan Manajer Investasi, dapat mengetahui hak- hak (perlindungan

penulisan hukum lebih pada mengenai tentang asas-asas yang harus dipenuhi peraturan perundang-undangan untuk melindungi pemegang saham minoritas Perseroan Terbatas Terbuka dan