• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN

BUDIDAYA RUMPUT LAUT

5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut

Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang optimal dari kegiatan tersebut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan aspek ekobiologinya (persyaratan tumbuhnya), seperti pemilihan bibit yang bagus, perairan yang cukup tenang dan terlindung dari pengaruh angin, gelombang dan arus yang kuat serta tingkat kecerahan perairan yang tinggi. Kondisi ini biasanya ditemukan pada teluk-teluk yang agak tertutup atau di sekitar gugus pulau-pulau kecil (Puslitbangkan 1991).

Kondisi yang ideal ini tidak ditemukan di wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng. Wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng merupakan laut terbuka yang berhadapan langsung dengan Laut Flores tanpa adanya pelindung. Pada musim Barat sangat dipengaruhi oleh angin, gelombang dan arus yang kuat. Untuk menyiasati kondisi ini maka nelayan rumput laut umumnya hanya menanam pada musim Timur dan musim transisi. Karena itu wilayah pesisir Kabupaten Bantaeng jika dilihat dari aspek keterlindungan maka dikategorikan ke dalam sesuai bersyarat dimana persyaratannya adalah waktu penanaman harus pada musim Timur atau musim transisi.

Bengen (2005) menyatakan bahwa proses penentuan kesesuaian lahan harus dilakukan dengan membandingkan kriteria faktor-faktor penentu kesesuaian lahan dengan kondisi eksisting, melalui teknik tumpang susun (overlay) dan analisis tubular dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Selanjutnya hasil analisis kesesuaian lahan menjadi bahan bagi analisis daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut.

Analisis kesesuian lahan yang dilakukan tidak mencakup seluruh Kecamatan yang mempunyai garis pantai dan areal budidaya rumput laut. Diantara tiga Kecamatan yang mempunyai areal budidaya rumput laut, hanya dilakukan pada dua Kecamatan yakni Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu. Panjang garis pantai kedua Kecamatan tersebut masing-masing Kecamatan Bissapu 5.9 km dan Kecamatan Bantaeng 4.2 km.

(2)

Penilaian kesesuaian lahan sebagai faktor penentu dalam pengembangan kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu didasarkan atas beberapa parameter kesesuaian sebagai berikut: kecepatan arus, kedalaman, kecerahan, gelombang, pH, salinitas, substrat, keterlindungan dan suhu perairan (Lampiran 10). Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut dengan masing-masing kategori kesesuaian diperoleh hasil sebagai berikut: lahan yang sesuai sebanyak 2 313.29 ha yang terdiri dari S1 (sangat sesuai) seluas 415.31 ha dan S2 (sesuai bersyarat) seluas 1 897.99 ha. Gambar 29, memperlihatkan hasil analisis kesesuaian lahan pada dua Kecamatan lokasi studi penelitian, yakni Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu.

Kawasan perairan pada lokasi kajian telah dikelola seluas 1 214.7 ha atau sekitar 52.5 % dari 2 313.29 ha. Walaupun kawasan yang sesuai untuk budidaya rumput laut masih cukup luas belum dikelola akan tetapi untuk pengembangan budidaya rumput laut ke depan yang perlu diperhitungkan adalah daya dukung perairan. Sebab apabila daya dukung kawasan budidaya terlampaui maka kegiatan budidaya rumput laut yang kini menjadi andalan masyarakat pesisir untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan mereka tidak akan berkelanjutan.

Luas kawasan yang sesuai secara ekologis untuk budidaya rumput laut tidak digunakan semua untuk budidaya akan tetapi tetap disiapkan peruntukan bagi kebutuhan stakeholders lainnya. Karena untuk keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut bukan hanya dimensi ekologi saja yang berperan namun dimensi-dimensi yang lainpun berperan tidak kalah pentingnya. Kalau dari aspek ekologi sudah sesuai akan tetapi terjadi konflik diantara sesama stakeholders karena tidak jelasnya zonasi dan aturan main dalam budidaya rumput laut maka pada akhirnya kegiatan budidaya rumput laut tersebut akan mengalami kegagalan. Oleh sebab itu semua dimensi perlu disinergikan untuk pengelolaan budidaya rumput laut.

(3)

LETTA LAMALAKA LEMBANG BONTO MANAI BONTO SUNGGU TAPPANJENG PALLANTIKANG MALLILINGI BONTO LEBANG Kec. Bantaeng Kec. Bissapu # Y # Y 5 °3 6' 0 0 " 5 °3 4' 3 0 " 5 °3 3' 0 0 " 5 °3 6 '0 0 " 5 °3 4 '3 0 " 5 °3 3 '0 0 " 119°55'30" 119°57'00" 119°58'30" 119°55'30" 119°57'00" 119°58'30" Peta Kesesuaian

Budidaya Rumput Laut Di Pesisir Kab. Bantaeng

N E W S 1 0 1 km Keterangan :

Kesesuaian Budidaya Rumput Laut: Sangat Sesuai Sesuai Tidak Sesuai Batas Desa/Kelurahan Garis Pantai Batas Kecamatan

Hasni Yulianti Azis NRP. C261050101

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Sumber Peta :

1. Peta Digital Baseline Sulawesi Selatan 2. Survei Lapangan

Bantaeng

#

YMakassar

Peta Tunjuk :Sulawesi Selatan

Gambar 29 Peta kesesuaian lahan budidaya rumput laut di wilayah pesisir Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu, Kabupaten Bantaeng.

5.2 Daya Dukung Kawasan Budidaya Rumput Laut

Melihat perkembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng begitu pesat maka untuk pengembangan kawasan ke depan perlu dibuat model-model estimasi daya dukung yang disesuaikan dengan kondisi wilayah. Pengukuran daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa perairan pesisir memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Konsep daya dukung yang dikembangkan dalam budidaya rumput laut adalah konsep daya dukung ekologis dengan tetap memperhatikan dimensi-dimensi yang lain.

Penentuan daya dukung perairan secara ekologis ini tetap mempertimbangkan status pemanfaatan, dimana dalam analisa spasial dapat menghitung luasan dan jumlah unit budidaya maksimum dengan memperhatikan dimensi teknologi dengan menyesuaikan antara metode budidaya yang digunakan dengan kondisi kawasan budidaya, memperhatikan dimensi sosial-budaya dan ekonomi seperti alur pelayaran, areal penangkapan/pemancingan ikan, arena olah raga laut dan kawasan pelabuhan. Dengan maksud agar budidaya rumput laut tidak mengganggu alur pelayaran dan akses nelayan pergi dan pulang melaut serta

(4)

pengguna lain sehingga menghindari terjadinya konflik kepentingan diantara sesama stakeholders.

Daya dukung perairan sangat menentukan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut tersebut. Apabila kegiatan budidaya tersebut melampaui daya dukung kawasan maka akan terjadi degradasi terhadap kualitas perairan kawasan tersebut yang pada akhirnya tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan rumput laut untuk bertumbuh.

Analisis Daya dukung perairan pada daerah kajian menggunakan dua pendekatan, yakni (1) pendekatan kapasitas perairan dan (2) pendekatan kapasitas asimilasi N. Para peneliti sebelumnya, umumnya menggunakan pendekatan kapasitas perairan dalam menghitung daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut. Pendekatan kapasitas perairan dipengaruhi oleh luas areal budidaya yang sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai bersyarat) dan metode budidaya yang diterapkan. Namun kondisi lokasi penelitian yang unik yakni merupakan perairan yang terbuka tanpa terlindung, berbeda dengan lokasi budidaya yang dikenal selama ini yakni, terlindung atau berada di daerah teluk, menimbulkan ide untuk menggunakan pendekatan asimilasi dalam menghitung daya dukungnya. Analisis daya dukung dengan pendekatan asimilasi N memperhitungkan flushing

time. Dan perairan terbuka memiliki flushing time yang lebih singkat

dibandingkan dengan perairan yang terlindung sehingga akan menghasilkan daya dukung yang lebih besar.

Daya dukung perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut di kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu dengan menggunakan pendekatan kapasitas perairan adalah 1 203.23 ha (Lampiran 10). Jumlah unit kegiatan budidaya rumput laut yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut sebanyak 5 942 unit. Sedangkan dengan pendekatan kapasitas asimilasi N, diperoleh daya dukung kawasan sebesar 1 650.64 ha atau 6 603 unit untuk K.alvarezii (doty) coklat dan 2

073.72 ha atau 8 295 unit budidaya untuk K.alvarezii (doty) hijau. Jika luas lahan

yang sudah dikelola dikonversi ke dalam unit budidaya maka jumlah unit budidaya yang operasional di wilayah kajian saat ini adalah sekitar 4 856. Penggunaan dua varietas rumput laut yakni rumput laut berwarna coklat dan berwarna hijau karena nelayan rumput laut membudidayakan kedua jenis rumput laut tersebut.

(5)

Daya dukung perairan juga dapat diestimasi dengan mengkonversinya ke dalam produksi rumput laut yang dihasilkan per unit budidaya. Estimasi produksi rumput laut di Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu dapat dihitung dari jumlah produksi rumput laut per unit budidaya. Setiap unit budidaya berisi 75-90 bentangan dan setiap bentangan umumnya menghasilkan 5 kg berat kering rumput laut. Beberapa nelayan rumput laut bahkan bisa menghasilkan 7 kg berat kering per bentangan, dengan catatan mereka menggunakan bibit yang baik dengan berat 100-125 gram/ikatan serta dipanen pada saat cukup umur (45 hari). Jumlah unit budidaya rumput laut yang dapat didukung tanpa menurunkan kualitas kawasan budidaya adalah 5 942 unit budidaya atau dengan produksi 375-450 kg berat kering perunit maka total produksi kawasan budidaya adalah 2 228 193.75-2 673 900 kg/panen. Frekuensi panen dalam setahun rata-rata empat kali panen. Sehingga daya dukung perairan untuk budidaya rumput laut dengan pendekatan kapasitas perairan jika dikonversi ke dalam jumlah produksi tanpa menurunkan kualitas perairan adalah 8 912 775-10 695 600 kg berat kering rumput laut pertahun atau 8 912.78-10 695.6 ton/tahun. Sedangkan jika menggunakan analisis daya dukung perairan dengan pendekatan kapasitas asimilasi N diperoleh 9 903.84 ton berat kering/tahun untuk K.alvarezii (doty) coklat dan 12 442.35 ton berat

kering/tahun untuk K.alvarezii (doty) hijau.

5.2.1 Kelayakan Kegiatan Budidaya Rumput Laut

Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya Rumah Tangga Perikanan (RTP) rumput laut, yakni sebanyak 2 458 dan bukan berarti yang terlibat hanya 2 458 orang itu sebab dari hasil wawancara pada responden, hampir semua anggota keluarga terlibat. Kemudian tenaga lepas yang bukan termasuk RTP nelayan rumput laut akan tetapi terlibat dalam proses budidaya sebagai pengikat bibit rumput laut. Juga yang terlibat secara tidak langsung,yakni pedagang pengumpul, penjual alat dan bahan konstruksi bentangan, pembuat konstruksi unit budidaya dan sebagainya.

Kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng mulai dilakukan sejak tahun 1998 dan pada tahun 2001 mulai berkembang. Jenis rumput laut yang diusahakan hanya satu jenis yaitu K.alvarezii dengan metode budidaya juga hanya

(6)

rumput laut berdasarkan hasil dari pengalaman mereka selama ini. Produksi terbaik dan menguntungkan diantara jenis rumput laut yang pernah mereka budidayakan adalah jenis K.alvarezii. Demikian juga dengan pemilihan metode budidaya. Mereka memilih metode long line, karena menurut mereka metode ini lebih murah biaya investasinya, lebih mudah mendapatkan bahan konstruksi dan pembuatan konstruksi unit budidayanya, serta lebih mudah pemeliharaannya. Sementara itu harga rumput laut di tingkat nelayan rumput laut saat ini mencapai Rp12 000/kg berat kering (komunikasi pribadi, 23 Mei 2010).

Saat ini kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat hal ini dapat dilihat dari pertambahan luasan areal budidaya dan semakin banyaknya RTP nelayan rumput laut (Tabel 4 dan Tabel 19).

Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan budidaya rumput laut yang dilakukan oleh masyarakat ini menguntungkan sehingga layak dikegiatankan atau merugi secara ekonomi, dilakukan dengan menggunakan analisis kelayakan kegiatan budidaya rumput laut. Untuk analisis kelayakan kegiatan budidaya rumput laut harus didukung oleh data-data yang memadai seperti data pengeluaran untuk berbagai sarana produksi, upah, biaya pemeliharaan dan ongkos yang lainnya dan data-data pemasukan. Analisis yang digunakan meliputi analisis Net

Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BC Ratio). (1) Net Present Value (NPV)

Perhitungan analisis NPV menggunakan asumsi discount rate 7.75% memberikan nilai yang sangat signifikan keuntungannya. Nilai NPV yang diperoleh adalah Rp18 040 887.11 (Tabel 21).

Tabel 21 Hasil analisis kegiatan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng 2009

(2) Benefit Cost Ratio (BCR)

No. Aspek Biaya

1. a. biaya investasi Rp19 135 457

b. Biaya operasional Rp3 324 764

c. Biaya pemeliharaan Rp382 052

Total biaya (a+b+c) Rp22 842 273

2. Pendapatan Rp33 659 130

3. discount rate 7.75%

4. present value Rp22 842 273.74

5. Net present value (10 tahun) Rp18 040 887.11

(7)

BCR menunjukkan ukuran berapa kali lipat keuntungan (benefit) yang akan diperoleh dari biaya (cost) yang dikeluarkan. Hasil perhitungan BCR kegiatan budidaya rumput laut di Bantaeng memberikan nilai BCR 9.58 (Tabel 21). Jadi kegiatan budidaya rumput laut memberikan keuntungan yang berlipat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.. Sebab itu hal yang sangat wajar apabila nelayan tangkap maupun nelayan pembudidaya ikan dan udang di Kabupaten Bantaeng beralih menjadi nelayan rumput laut. Adapun perhitungan biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, analisa biaya kegiatan dan analisa B/C Ratio masing-masing di Lampiran 9, 10, 11, 12 dab 13.

Gambar

Gambar  29  Peta  kesesuaian lahan budidaya rumput laut di wilayah pesisir  Kecamatan Bantaeng dan Kecamatan Bissapu,  Kabupaten  Bantaeng

Referensi

Dokumen terkait

Filtrat hasil destruksi dari sampel udang windu yang telah ditambahkan logam tembaga memberikan perubahan warna yang sesuai dengan larutan analit Cu 2+ pada

Untuk dapat mengembangkan eksibisi yang interaktif, museum dapat menggunakan alternatif membuat ruang penemuan ( discovery room ) atau paviliun untuk anak, tanpa harus

Pada penelitian ini kehadiran peneliti sebagai pelaku utama dilakukan secara terbuka, artinya status sebagai peneliti, tujuan maupun kegiatan peneliti dalam

Untuk menganalisis pengaruh sanitasi lingkungan (lingkungan rumah, lingkungan sekolah), personal hygiene (kebersihan kuku, pemakaian alas kaki dan kebiasaan cuci tangan)

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan seorang pegawai pada kenyataannya akan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerjanya, (2) kapasitas (capacity),

Deng-Neng Chen et al (2010) menekankan bahwa knowledge management adalah proses aktivitas manusia yang berhubungan dengan pengetahuan, namun tidak berurusan dengan sifat istimewa

Tahapan tersebut dilakukan untuk mewujudkan model buku kerja siswa dalam pembelajaran menulis narasi yang efektif.. Hal ini dilakukan sesuai dengan

Selanjutnya adalah penelitian ini tentang persepsi mahasiswa mengenai tayangan sinetron Anak Langit di stasiun televisi SCTV yang menggunakan metode