• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN

JAUH UNTUK MODEL HIDROLOGI ANSWERS DALAM

MEMPREDIKSI PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

TERHADAP EROSI DAN SEDIMEN DI DTA CIPOPOKOL, SUB DAS

CISADANE HULU, KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

JAUH UNTUK MODEL HIDROLOGI ANSWERS DALAM

MEMPREDIKSI PENGARUH PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN

TERHADAP EROSI DAN SEDIMEN DI DTA CIPOPOKOL, SUB DAS

CISADANE HULU, KABUPATEN BOGOR

JAMALUDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN

EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan

Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam

Memprediksi Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan

terhadap Sedimentasi di Sub DAS Cisadane Hulu DTA

Cipopokol, Kab. Bogor

Nama mahasiswa : Jamaludin

Nomor Pokok

: E34102064

Departemen

: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas

: Kehutanan

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Lilik B Prasetyo, MSc

Ir. Omo Rusdiana, MSc

NIP :

NIP :

Mengetahui

Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS

NIP

Tanggal Lulus :

(4)

karunianya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aplikasi Sistem

Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS

dalam Memprediksi Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Erosi dan

Sedimen Di DTA Cipopokol, Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor”

dengan selamat.

Penulis menyadari bahwa terlaksananya penelitian ini tidak lepas dari

dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa tulus

dan hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada ::

1. Bapak, Mamah, Teteh Iis, Furqon, Ade Santy atas segala curahan kasih

sayang beserta dukungan moril dan materiil yang senantiasa menguatkan

langkah perjalanan ini.

2. Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, MSc dan Bapak Ir. Omo Rusdiana, MSc

selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu dan

kesempatan yang tiada terhingga untuk memberikan arahan, nasehat, dan

bimbingannya selama ini.

3. Pihak Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung Bogor.

4. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor.

5. Mba Arin yang telah memberikan masukan dan bimbingan

6. Mba Fitri yang telah tulus ikhlas mengajarkan ANSWERS.

7. Teman teman dari Tatar Galuh yang senantiasa berbagi dalam suka dan

duka.

8. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9. Teman-teman KSH 39 semoga tali silaturahim yang telah terjalin indah

dapat terus dipertahankan.

Bogor, Januari 2007

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis, Jawa Barat pada tanggal 17

Februari 1984. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara yang merupakan putra dari pasangan Bapak Sutrisno

dan Ibu Kusmanah. Pendidikan formal penulis dimulai pada

tahun 1990 di SD Banjar XII lulus pada tahun 1996, kemudian

penulis melanjutkan ke SLTPN 3 Banjar, lulus pada tahun 1999, kemudian

melanjutkan pendidikan ke SMU Negeri 1 Ciamis dan lulus pada tahun 2002.

Pendidikan perguruan tinggi ditempuh penulis di Institut Pertanian Bogor melalui

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun 2002, dengan mengambil

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan, penulis pernah

melakukan praktek lapang yaitu Praktek Umum Kehutanan di Getas, Jawa Timur,

Praktek Umum Pengenalan Hutan di BKPH Banyumas Barat, Jawa Tengah pada

tahun 2005, dan terakhir penulis menyelesaikan Praktek Kerja Lapang (PKLP) di

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada tahun 2006

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa organisasi

kemahasiswaan baik di tingkat departemen, fakultas. Organisasi kemahasiswaan

yang pernah diikuti penulis di tingkat departemen antaralain Himpunan

Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) (2002-2003). AFSA

Fakultas Kehutanan IPB

Sebagai salah satau syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di

Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dengan judul ” Aplikasi

Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh untuk Model Hidrologi

ANSWERS dalam Memprediksi Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap

Erosi dan Sedimen Di DTA Cipopokol, Sub DAS Cisadane Hulu, Kabupaten

Bogor. dibawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo MSc dan Ir. Omo Rusdiana,

MSc.

(6)

Jauh untuk Model Hidrologi ANSWERS dalam Memprediksi pengaruh perubahan

penutupan lahan terhadap Erosi dan Sedimen di DTA Cipopokol, Sub DAS

Cisadane Hulu, Kab.Bogor. Dibimbing oleh Bapak LILIK BUDI PRASETYO

dan Bapak OMO RUSDIANA.

Daerah Tangkapan Air (DTA), sempadan sungai dan sungai merupakan

salah satu kawasan lindung yang melindungi aspek hidrologis dan dilarang

melakukan penebangan pada daerah sempadan sungai (Keppres No. 32 Tahun

1990). Perubahan vegetasi pada daerah aliran sungai akan menyebabkan

terjadinya perubahan kualitas sungai. Kerusakan yang terjadi pada sungai bisa

dilihat dari tingkat erosi, sedimentasi dan debit. ANSWERS (Areal Nonpoint

Source Wathersed Environment Response Simulation) merupakan salah satu

model hidrologi yang disebut model terdistribusi, yang didefinisikan sebagai

model dimana setiap parameternya mampu mewakili variabel keruangan dan

waktu. Kelebihan ANSWERS dibandingkan dengan model hidrologi lainnya

adalah ANSWERS mampu mengevaluasi dan merumuskan letak tata guna lahan

sesuai dengan aspek konservasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui perubahan penutupan lahan di daerah resapan air (DTA) dan

mengetahui erosi dan sedimen yang dihasilkan akibat perubahan penutupan lahan

yang terjadi di DTA Cipopokol. Penelitian dilaksanakan di DTA Cipopokol Sub

DAS Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Analisis Lingkungan

dan Permodelan Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata IPB, pada Bulan Juli sampai dengan Bulan November 2006.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat tahun

2004 dan tahun 1995, peta batas DTA, peta topografi, peta sungai, peta jenis

tanah, data curah hujan dan tinggi muka air Cipopokol. Data masukan atau input

yang dibutuhkan di dalam model ANSWERS terdiri dari lima bagian yaitu data

intensitas hutan, jenis dan parameter tanah, jenis dan parameter penutupan lahan,

jumlah dan karakteristik saluran, serta data individu elemen. Data individu elemen

(yang terdiri dari baris dan kolom, jenis tanah, jenis penutupan lahan, arah aliran,

kemiringan lereng, ketinggian tempat dan nomor stasiun penakar hujan) diperoleh

dari hasil pengolahan peta dengan menggunakan bantuan SIG dan Inderaja (dalam

bentuk raster) untuk dirubah menjadi bentuk text file sehingga dapat terbaca dalam

model ANSWERS.

Perubahan penutupan lahan terjadi di DTA Cipopokol dalam kurun

waktu 9 tahun. Perubahan yang paling dominan yaitu terjadi pada kelas

penutupan berupa pemukiman dengan penambahan luas sebesar 10.8 Ha atau

6.07% luas total DTA Cipopokol

Hasil output dari model ANSWERS berupa nilai erosi dan sedimen yang

menunjukan adanya perubahan yaitu menghasilkan runoff sebesar 2.501 mm pada

tahun 1995 dan tahun 2004 menghasilkan runoff sebesar 2.517 mm. Kehilangan

tanah rata-rata yang terjadi pada model dengan penutupan lahan 1995 adalah

sebesar 324 kg/ha sedangkan untuk model dengan penutupan lahan tahun 2004

kehilangan tanah menurun menjadi 280 kg/Ha. Laju erosi maksimum penutupan

lahan tahun 1995 sebesar 11461 kg/ha sedangkan untuk model dengan penutupan

(7)

lahan tahun 2004 menurun menjadi 8149 kg/ha. Laju pengendapan maksimum

model dengan penutupan lahan tahun 1995 sebesar 3099 kg/ha, sedangkan laju

pengendapan maksimum model dengan tahun penutupan lahan 2004 menurun

menjadi 1322 kg/ha.

Kesimpulan yang diperoleh adalah Perubahan penutupan lahan di DTA

Cipopokol yang paling dominan terjadi dalam kurun waktu 9 tahun dari tahun

1995 sampai 2004 yaitu pemukiman dengan luas pada tahun 1995 sebesar 8.18 Ha

dan pada tahun 2004 bertambah menjadi 18.24 Ha, Perubahan penutupan lahan di

DTA Cipopokol berpengaruh terhadap nilai erosi dan sedimen yang dihasilkan.

Berdasarkan model Hidrology ANSWERS nilai runoff tahun 1995 sebesar 2.501

mm, sedangkan tahun 2004 meningkat menjadi 2.517 mm. Nilai rata-rata

kehilangan tanah tahun 1995 sebesar 324 kg/ha, sedangkan nilai rata-rata

kehilangan tanah tahun 2004 menurun menjadi 280 kg/ha. Nilai laju erosi

maksimum tahun 1995 sebesar 11461 kg/ha menurun menjadi 8149 kg/ha pada

tahun 2004. Nilai laju pengendapan maksimum tahun 1995 sebesar 3099 kg/ha

menurun menjadi 1322 kg/ha pada tahun 2004.

(8)

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... iii

Daftar Tabel ... iv

Daftar Lampiran ... v

Pendahuluan

Latar belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Manfaat penelitian ... 3

Tinjauan Pustaka

Daerah aliran sungai ... 4

Erosi dan sedimentasi ... 5

Erosi ... 5

Sedimentasi ... 6

Penggunaan lahan dan penutupan lahan ... 7

Penginderaan jauh dan satelit sumberdaya landsat ... 9

Penginderaan jauh ... 9

Satelit sumberdaya landsat ... 10

Sistem informasi geografis ... 11

Pengertian ... 11

Komponen SIG dan aplikasinya ... 12

SIG dan penginderaan jauh ... 12

Konsep Dasar Model Hidrologi ANSWERS ... 13

Aplikasi SIG, Penginderaah jauh dan Model Hidrologi ANSWERS ... 14

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Letak dan posisi geografis ... 15

Topografi ... 15

Tanah ... 15

Iklim ... 16

(9)

ii

Metode Penelitian

Lokasi dan waktu ... 17

Alat dan bahan ... 17

Metode penelitian ... 18

Pengumpulan data ... 18

Pengolahan data ... 18

Analisis data ... 21

Pengolahan data menggunakan model ANSWERS ... 21

Tahap analisa sensitivitas model ... 24

Tahap simulasi penggunaan lahan ... 25

Pembahasan

Klasifikasi penutupan Lahan ... 26

Penutupan lahan DTA Cipopokol ... 26

Penutupan lahan tahun 1995 ... 28

Penutupan lahan tahun 2004 ... 31

Perubahan penutupan lahan tahun 1995-2004 ... 35

Analisis parameter masukan model ... 39

Analisa keluaran data model ANSWERS ... 44

Analisa sensitivitas model ... 48

Simulasi tata guna lahan tahun 2004 ... 48

Kesimpulan dan Saran ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

(10)

DAFTAR GAMBAR

No

teks

Hal

Gambar 1. Peta lokasi penelitian ... 17

Gambar 2. Diagram alir pembuatan peta digital ... 19

Gambar 3. Diagram alir pengolahan citra ... 20

Gambar 4. Diagram alir masukan data untuk model ANSWERS ... 22

Gambar 5. Penutupan lahan berupa semak dan Hutan Pinus ... 29

Gambar 6. Peta penutupan lahan tahun 1995 ... 30

Gambar 7. Perkebunan pepaya ... 32

Gambar 8. Penutupan lahan berupa sawah ... 33

Gambar 9. Peta penutupan lahan tahun 2004 ... 34

Gambar 10. Peta perubahan penutupan lahan tahun 1995-2004 ... 38

Gambar 11. Peta kelas ketinggian ... 41

Gambar 12. Peta kemiringan lereng ... 42

Gambar 13. Peta arah ... 43

Gambar 14. Output ANSWERS berdasarkan peta penutupan lahan

tahun 1995 ... 44

Gambar 15. Keluaran model ANSWERS penutupan lahan tahun 2004 ... 44

Gambar 16. Peta perubahan kelas penutupan ladang, semak dan

perkebunan ... 46

(11)

iv

DAFTAR TABEL

No

teks

Hal

Tabel 1. Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan dengan

menggunakan data penginderaan jauh (Anderson et al., 1976

dalam Lo, 1995) ... 8

Tabel 2. Spesifikasi kanal landsat TM ... 11

Tabel 3. Penutupan lahan tahun 1995 ... 28

Tabel 4. Penutupan lahan tahun 2004 ... 31

Tabel 5. Perubahan penutupan lahan tahun 1995-2004 berdasarkan

luas kelas ... 35

Tabel 6. Perubahan lahan tahun 1995-2004 berdasarkan perubahan kelas ... 35

Tabel 7. Jumlah penduduk kedua desa disekitar DTA Cipopokol ... 36

Tabel 8. Parameter tata guna lahan DTA Cipopokol ... 39

Tabel 9. Penyebaran ketinggian DTA Cipopokol ... 40

Tabel 10. Kelas kemiringan DTA Cipopokol ... 41

Tabel 11. Jumlah elemen arah aliran ... 42

Tabel 12. Hasil overlay perubahan penutupan lahan kelas ladang, semak,

perkebunan dengan peta kemiringan ... 46

Tabel 13. Analisis sensitivitas model ... 48

Tabel 14. Skenario penggunaan lahan tahun 2004 ... 49

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No

teks

Lampiran 1. Parameter masukan model ANSWERS

Lampiran 2. Parameter masukan model ANSWERS

Lampiran 3. Input model ANSWERS

Lampiran 4. Output model ANSWERS

Lampiran 5 Accuracy assessment report

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan tempat dan wadah air termasuk sumberdaya alam non

hayati yang terkandung di dalamnya serta jaringan pengaliran air mulai dari mata

air sampai muara yang kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya dibatasi

oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991). Menurut

Keppres No. 32 Tahun 1990 mengenai pengelolaan kawasan lindung menjelaskan

bahwa daerah tangkapan air, sempadan sungai dan sungai merupakan kawasan

lindung yang melindungi aspek hidrologis dan dilarang melakukan penebangan

pada daerah sempadan sungai. Perubahan vegetasi pada daerah aliran sungai akan

menyebabkan terjadinya perubahan kualitas sungai.

Sejalan dengan peningkatan pembangunan dan pertambahan penduduk,

kebutuhan lahan juga meningkat dengan pesat sehingga terjadi perubahan

penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan juga terjadi pada kawasan lindung

seperti pada kawasan daerah aliran sungai yang berdampak pada terganggunya

fungsi hidrologis dan timbulnya bencana alam serta ketersediaan air menurun

(Utomo, 1992). Prihartanto (2003) menjelaskan bahwa salah satu penyebab

kerusakan utama DAS yaitu berkurangnya areal hutan sebagai kawasan

konservasi air di daerah hulu. Meningkatnya laju kerusakan hutan di Indonesia

mengakibatkan berkurangnya ketersediaan air di beberapa wilayah di Indonesia.

Daerah Tangkapan Air (DTA) Cipopokol merupakan bagian dari daerah

aliran sungai Cisadane Hulu yang berada di bawah kaki gunung Gede Pangrango.

Secara administratif lokasinya berada di desa Tangkil dan dan Lemah Duhur serta

berada di bawah pengelolaan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Citarum-Ciliwung (BPDAS Citarum-Cliwung). Sub DAS Cisadane Hulu sendiri secara

administratif terletak di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi meliputi 10 desa,

Kecamatan Caringin meliputi 12 desa, Kecamatan Cijeruk meliputi 18 desa dan

Kecamatan Bogor Selatan maliputi 11 desa dengan ketinggian 200 – 3019 m dpl.

Saat ini, kondisi DAS tersebut dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Potensi

lahan kritis yang berhasil dipetakan oleh BPDAS Citarum-Ciliwung pada tahun

2003 menunjukan areal yang cukup luas, yaitu sebesar 12.732,2 Ha atau hampir

(14)

mencapai 8% dari luas keseluruhan DAS Cisadane (156.043 Ha). Keberadaan

lahan kritis ini lebih banyak disebabkan oleh adanya kegiatan pemanfaatan lahan

yang tidak sesuai dengan fungsinya. Kondisi yang cukup memprihatinkan juga

ditunjukkan oleh adanya fluktuasi debit, yang menunjukan perbedaan angka yang

cukup signifikan.

Hasil pengukuran yang dilakukan oleh BPDAS Citarum-Ciliwung tahun

1995/1996 menunjukan total sedimen yang terangkut di Stasiun Pengukuran Arus

Sungai (SPAS) Cipopokol menunjukan angka yang tinggi yaitu sebesar 184.618

ton atau rata-rata bulanan sebesar 15.3848 ton dengan sedimen terangkut bulanan

terendah sebesar 0.5993 ton dengan koefisien limpasan sebesar lebih dari 50 %.

Menurut BPDAS sendiri salah satu penyebab tingginya tingkat erosi di sekitar

daerah tangkapan air dipengaruhi oleh pengelolaan lahan pertanian yang kurang

memperhatikan kaidah-kaidah konservasi. Menurut Prabowo (2003) aktivitas

yang dilakukan di daerah hulu akan berdampak secara langsung maupun tidak

langsung terhadap daerah hilir.

Perubahan penutupan lahan di suatu daerah aliran sungai khususnya lahan

hutan dapat menimbulkan berbagai macam dampak diantaranya yaitu tingginya

nilai erosi dan fluktuasi debit, sehingga dalam hal ini pendugaan nilai erosi dan

sedimen sangat diperlukan. Salah satu metode yang digunakan untuk menduga

besarnya nilai erosi dan sedimen yaitu melalui pendekatan model hidrologi. Harto

(1993) menyatakan bahwa model hidrologi merupakan sajian sederhana (simple

representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Model hidrologi

Areal Nonpoint Source Watershed Environment Response Simulation

(ANSWERS) yang diperkenalkan oleh Beasley dan Huggins pada tahun 1991,

merupakan salah satu model hidrologi yang disebut model terdistribusi artinya

memiliki parameter yang dapat mewakili variabilitas keruangan dan waktu (space

and time).

Keunggulan model hidrologi ANSWERS dibandingkan dengan model

hidrologi lainnya adalah mampu melakukan evaluasi dan merumuskan letak tata

guna lahan sesuai dengan aspek konservasi. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS masih

menggunakan cara yang masih sangat sederhana terutama dalam kegiatan

(15)

3

perolehan data, sehingga diperlukan suatu metode yang dapat diaplikasikan ke

dalam model hidrologi ANSWERS, metode yang dimaksud adalah Sistem

Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh.

Data dan informasi mengenai kondisi daerah aliran sungai, baik fisik

maupun keadaan vegetasi terutama perubahan penutupan lahan merupakan hal

yang penting dan diperlukan ketersediaanya dalam pertimbangan pengambilan

keputusan untuk pengelolaan DAS. Seiring dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi proses pengambilan data dan informasi menjadi lebih

cepat dan akurat. Penginderaan jauh merupakan salah satu alat yang digunakan

untuk mengetahui peruntukan lahan dan perubahannya dari tahun ke tahun.

Teknologi Penginderaan Jauh yang digunakan berupa citra satelit maupun citra

udara dengan menggunakan fasilitas Sistem Informasi Geografis. Kombinasi

antara teknologi Penginderaan Jauh, Sistem Informasi Geografis dengan

pemodelan hidrologi ANSWERS dapat digunakan untuk mengetahui perubahan

lahan dan pengaruhnya terhadap sedimentasi (Arini, 2005).

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perubahan penutupan lahan di DTA Cipopokol.

2. Mengetahui erosi dan sedimen di DTA Cipopokol akibat perubahan

penutupan lahan dengan menggunakan model hidrology ANSWERS.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat digunakan untuk memperkaya data dan informasi

mengenai kondisi Sub DAS Cisadane Hulu terutama perubahan penutupan

lahannya, dan bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan DAS.

(16)

Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bagian dari muka bumi yang airnya

mengalir kedalam sungai yang bersangkutan apabila hujan jatuh. Istilah asing

untuk daerah aliran sungai adalah drainage area atau river basin. Sebagai suatu

sistem hidrologi DAS adalah suatu bentang alam yang dibatasi oleh pemisah

alami berupa puncak-puncak gunung dan punggung-punggung bukit. Bentang

alam tersebut menerima dan menyimpan curah hujan yang jatuh di atasnya dan

kemudian mengatur dan mengalirkannya secara langsung maupun tidak langsung

beserta muatan sedimen dan bahan-bahan lainnya ke sungai utama yang akhirnya

bermuara ke danau atau ke laut. Dibawah permukaan tanah juga terdapat

batas-batas alami berupa lapisan kedap air yang berkaitan dengan sistem geologi

(Taqyudin, 2005).

DAS merupakan wilayah daratan yang secara topografis dibatasi oleh

punggung-punggung gunung, menampung dan menyimpan air hujan untuk

kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan

tersebut dinamakan daerah tangkapan air atau cathment area yang merupakan

suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri dari siklus hidrologi yang terdiri

atas sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya

alam (Asdak, 2002).

Manan (1976) menyatakan bahwa sebuah DAS atau Sub DAS

merupakan unit alam berupa kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografi yang

menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke

sungai utama yang bermuara ke danau atau lautan. Pemisah topografis tersebut

adalah punggung-punggung bukit, selanjutnya Manan juga menyatakaan bahwa

sebuah DAS merupakan kumpulan dari banyak Sub DAS yang lebih kecil

sehingga sebuah sistem sungai dengan anak-anak sungainya dapat dianggap

sebagai suatu kesatuan ekosistem yaitu DAS.

Peta yang diperlukan dalam suatu perencanaan pembangunan daerah

aliran sungai (Eren, 1977) yaitu:

(17)

5

2. Peta kemiringan

3. Peta tanah dan kemampuan lahan

4. Peta erosi dan

5. Peta penutupan lahan

6. Penggunaan lahan dan kepemilikan lahan

Erosi dan Sedimentasi

Erosi

Erosi adalah proses pelepasan dan pengangkutan partikel tanah oleh energi

penyebab proses tersebut (Manan, 1976), sedangkan menurut Arsyad (2000) erosi

adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian tanah dari suatu

tempat ke tempat lain oleh media alami. Energi atau media yang bertindak sebagai

bidang erosi umumnya adalah air, angin atau gaya berat (Manan, 1976).

Berdasarkan terjadinya Arsyad (2000) mengelompokkan erosi menjadi

dua yaitu erosi geologis dan erosi dipercepat. Erosi geologis merupakan erosi

yang terjadi secara alam biasanya bersifat membangun sedangkan erosi dipercepat

bersifat merugikan. Erosi ini terjadi akibat adanya kegiatan manusia.

Menurut bentukannya erosi dikelompokan menjadi enam macam yaitu

erosi permukaan, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi

dalam, sedangkan Forbes (1961) mengelompokan menjadi erosi parit dan erosi

permukaan.

Erosi permukaan adalah pengangkutan lapisan tanah yang seragam

tebalnya dari suatu permukaan tanah, karena seragam itu maka erosi ini tidak

selalu tampak dan baru disadari setelah tanaman ditanam diatas lapisan tanah

bawah. Erosi alur terjadi karena terkonsentrasi dan mengalir pada tempat tertentu

di permukaan tanah sehingga pemindahan lebih banyak terjadi pada tempat

tersebut, bila alurnya masih dangkal dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah.

Erosi parit mirip dengan erosi alur tetapi saluran yang terbentuk sudah sedemikian

dalam sehingga tidak dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Longsor

merupakan bentuk erosi tanah bervolume besar dan terjadi sekaligus pada suatu

saat. Erosi internal adalah terangkutnya butir-butir primer ke dalam celah-celah

atau pori-pori tanah sehingga tanah menjadi kedap air atau udara. Erosi ini tidak

(18)

menyebabkan kerusakan yang berarti karena sebenarnya tanah tidak hilang ke

tempat lain dan tanah akan baik kembali jika strukturnya diperbaiki (Arsyad,

1982).

Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi erosi merupakan interaksi

antara iklim, topografi, vegetasi, tanah dan manusia (Arsyad, 2000), sehingga

dapat dinyatakan dengan persamaan deskriptif : s = F (I, r, v, t, s). Persamaan ini

mengandung 2 jenis peubah yaitu peubah yang dapat diubah oleh manusia dan

yang tidak dapat diubah oleh manusia. Peubah yang dapat diubah oleh manusia

yaitu vegetasi yang tumbuh di atas tanah, kemantapan agregat dan kapasitas

infiltrasi serta topografi sedangkan yang tidak dapat diubah yaitu iklim,

kecuraman lereng dan tipe tanah.

Di daerah tropika basah, air merupakan penyebab erosi yang utama

sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Ada dua subproses

dalam erosi air yaitu penghancuran struktur tanah dan pengangkutan butiran

primer tanah. Penghancuran struktur tanah menjadi butiran primer dilakukan oleh

air hujan yang jatuh menimpa tanah dan perendaman oleh genangan air,

sedangkan pengangkutan tanah dilakukan oleh aliran air dipermukaan tanah

(Arsyad, 2000).

Air hujan yang jatuh ke tanah terbuka akan menyebabkan tanah

terdispersi. Air hujan ini ada yang mengalir di permukaan tanah dan banyaknya

tergantung dari kapasitas infiltrasi tanah. Daya rusak air akan semakin besar

dengan semakin curam dan panjangnya lereng permukaan tanah. Vegetasi yang

tumbuh di atas tanah akan dapat memperbaiki kemampuan tanah untuk menyerap

air sehingga memperkecil kekuatan perusakan oleh butiran air hujan yang jatuh

dan aliran air yang mengalir di permukan tanah (Colman, 1953).

Sedimentasi

Setelah terjadi peristiwa erosi maka dapat terjadi pengendapan

(sedimentasi) dari hasil erosi (sediment). Pengendapan akan mengakibatkan

pendangkalan pada lembah sungai, waduk, danau, tendon air, saluran (kanal), dan

pelabuhan. Pendangkalan ini mengakibatkan kerusakan dan kerugian lebih lanjut

(Manan, 1976).

(19)

7

Menurut (Avery, 1975) sedimen bisa terdiri dari batuan dan partikel

mineral yang diangkut oleh air, dengan kata lain bisa berupa muatan suspensi dan

muatan padat. Biasanya muatan suspensi berukuran kecil terangkat dari dasar

saluran karena adanya turbulensi air, disamping itu bisa terangkat karena adanya

kecepatan aliran air yang meningkat. Konsentrasi sedimen biasanya sangat kurang

di dekat permukaan air dan makin besar menurut kedalaman air. Semakin dalam

semakin besar konsentrasinya. Bila dilihat menurut lebar sungai sangat

beranekaragam.

Penggunaan Lahan dan Penutupan lahan

Lahan merupakan materi dasar dari suatu lingkungan, yang diartikan

dengan sejumlah karakteristik alami, yaitu iklim, geologi tanah, topografi,

hidrologi dan biologi (Aldrich, 1981 dalam Lo, 1995), sedangkan menurut

Manuwoto (1992) lahan sebagai bagian dari lingkungan merupakan salah satu

wadah bagi manusia dan mahluk hidup lainnya untuk melakukan kegiatannya.

Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan

tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan

menggunakan penginderaan jauh yang tepat, sedangkan informasi tentang

kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara

langsung dari penutupan lahannya (Lillesand and Kiefer, 1993). Penutup lahan

menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan

(Burley, 1961 dalam Lo, 1995) konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara

langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup

dalam penutup lahan yaitu :

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia.

2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan

kehidupan binatang.

3. Tipe pembangunan.

Pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan sangat berhubungan

dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Data tersebut

penting untuk perencana dalam membuat keputusan berhubungan dengan

pengelolaan sumberdaya lahan. Kesuksesan pemetaan penggunaan lahan dan

(20)

penutup lahan dipengaruhi oleh faktor pemilihan skema yang tepat dirancang

untuk tujuan tertentu. Skema yang baik harus sederhana dalam menjelaskan setiap

kategori penggunaan dan penutupan lahan (Lo, 1995).

Sistem klasifikasi lahan dan penutupan lahan USGS (United States and

Geological Survey) merupakan sistem klasifikasi yang dirancang dengan memakai

penginderaan jauh orbital atau ketinggian tinggi dan diarahkan untuk memenuhi :

1. Level kecermatan interpretasi minimum paling tidak 85 %.

2. Kecermatan sama untuk kategori berbeda.

3. Hasil dapat diulangi.

4. Dapat diaplikasikan pada areal yang luas.

5. Pengkategorian memperbolehkan penutupan lahan digunakan sebagai

pengganti aktivitas.

6. Kemungkinan menggunakan data penginderaan jauh yang disadap pada

waktu berbeda.

7. Integrasi dengan data survei lapangan atau data penginderaan jauh skala

besar memungkinkan sampai menggunakan subkategori.

8. Memungkinkan pencampuran dari kategori-kategori.

9. Memungkinkan pembandingan dengan data berikutnya.

10. Penggunaan ganda dari lahan yang mudah dikenali (Lo, 1995).

Hasil sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutup lahan USGS untuk

digunakan dengan data penginderaan jauh. Sistem klasifikasi ini dirancang untuk

digunakan dengan empat tingkat informasi sesuai dengan Tabel 1.

Tabel.1 Sistem klasifikasi penggunaan lahan dan penutupan lahan dengan

menggunakan data penginderaan jauh (Anderson et al , 1976 dalam Lo, 1995

dimodifikasi)

Level 1

Level 2

1. Perkotaan atau lahan sedang

dibangun 1.

Hunian

2.

Komersial

dan

jasa

3.

Industri

4. Transportasi,

komunikasi

dan

penggunaan

umum

5. Kompleks industri dan komersial

6. Perkotaan atau lahan sedang dibangun

campur

(21)

9

Tabel.1 (Lanjutan)

Level

1

Level

2

2. Lahan pertanian

1. Lahan pertanian dan peternakan

2. Lahan kebun buah, kebun anggur, persemaian

dan lahan hortikultura hias

3. Operasi makanan ternak terbatas

4. Lahan pertanian lainnya

3. Lahan peternakan

1. Lahan peternakan rumput

2. Lahan peternakan semak dan belukar

3. Lahan peternakan campur

4. Lahan hutan

1. Lahan hutan menggugurkan daun

2. Lahan hutan selalu hijau

3.

Lahan

hutan

campur

5. Perairan

1. Sungai

dan

saluran

2.

Danau

3.

Reservoir

4.

Tanggul

dan

muara

6. Lahan basah

1. Lahan basah berhutan

2. Lahan basah tidak berhutan

7. Lahan kosong

1. Dataran laut kering

2.

Pantai

3. Areal berpasir lain selain pantai

4.

Batuan dibiarkan kosong

5.

Bidang tambang, parit berbatu dan lubang

gravel

6.

Areal-areal

transisi

7. Lahan gundul campuran

Penginderaan Jauh dan Satelit Sumberdaya Landsat

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi

mengenai objek dan lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Teknik

ini menghasilkan beberapa bentuk citra yang selanjutnya diproses dan

diinterpretasi guna membuahkan data yang bermanfaat untuk aplikasi di bidang

pertanian, arkeologi, kehutanan, geografi, geologi, perencanaan dan

bidang-bidang lainnya (Lo, 1995).

Lillesand and Kiefer (1993) menyatakan bahwa penginderaan jauh

adalah ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek daerah

atau fenomena yang dikaji. Pengumpulan data dari jarak jauh dapat dilakukan

dalam berbagai bentuk, termasuk variasi agihan daya, agihan gelombang bunyi,

atau agihan energi elektromagnetik.

(22)

Komponen dasar suatu sistem penginderaan jauh ditunjukan dengan

adanya hal suatu sumber tenaga yang seragam, atmosfer yang tidak menganggu,

sensor yang sempurna, serangkaian interaksi yang unik antara tenaga dengan

benda di muka bumi, sistem pengolahan data tepat waktu dan berbagai

penggunaan data (Lillesand and Kiefer, 1990).

Satelit Sumberdaya Landsat

Landsat merupakan suatu hasil program sumberdaya bumi yang

dikembangkan oleh NASA (The National Aeronautical And Space

Administration) Amerika Serikat. Pertama kalinya satelit sumberdaya landsat

diluncurkan tanggal 22 juli 1972 dengan nama ERTS-1 yang kemudian namanya

diganti menjadi Landsat 1. Sejak itu tiga landsat berikutnya diluncurkan (Lo,

1995).

Sistem pencitraan pada landsat 1, 2, 3 adalah kamera Return Beam

Vidicon (RBV) dan Multispectral Scanner (MSS). RBV pada landsat 1 dan 2

merupakan sistem kamera tiga televisi tipe elektro optik dengan panjang fokus

126 mm yang merekam pantulan medan pada tiga saluran panjang gelombang

tampak. Apabila dikombinasikan bersama-sama ketiga saluran tersebut

menghasilkan paduan warna semu. Sistem RBV jarang digunakan karena adanya

masalah dalam penanganan data dan masalah elektronik

MSS pertama mampu mencitra permukaan bumi dengan empat saluran

spektral secara simultan melalui sistem optik tunggal. Pada landsat 3, MSS

memiliki tambahan saluran 8 atau saluran inframerah thermal (10.4-12.6 µm).

Pada landsat 4 dipasang satu generasi sistem sensor baru, yang bertujuan untuk

perbaikan resolusi spasial, pemisahan spektral, kecermatan data radiometrik dan

ketelitian geometrik maka ditambah Thematic Mapper pada empat saluran

Multispectral Mapper sesuai dengan tabel 2 (Solomonson dan Park, 1979 dalam

Lo, 1995). Thematic Mapper merupakan suatu sensor optik penyiaman yang

beroperasi pada saluran tampak dan inframerah bahkan saluran spektral. Sensor

ini bekerja dengan prinsip dasar yang sama dengan MSS, namun menghasilkan

resolusi radiometrik dan spasial yang lebih bagus (Lo, 1995).

(23)

11

Tabel 2. Spesifikasi kanal landsat TM

No Nama

Band

Panjang

Gelombang

(µm)

Nama

Delombang

Elektromagnet

ik

Fungsi Aplikasi

1 Band

1

0.45-0.52 a

Biru

Penetrasi tubuh air dan juga untuk

mendukung analisis sifat khas penggunaan

lahan, tanah dan vegetasi

2 Band

2

0.52-0.60 a

Hijau

Mangindera puncak pantulan vegetasi pada

spektrum hijau yang terletak diantara saluran

spektral serapan klorofil yang gunanya

mendeteksi bentuk pertumbuhan tanaman

3 Band

3

0.63-0.69 a

Merah

Peka terhadap absorsp klorofil sehingga

memperkuat kontras antara vegetasi dengan

bukan vegetasi

4 Band

4

0.76-0.90 a

Inframerah

dekat

Membedakan tipe vegetasi, pertumbuhan

dan jumlah biomassa, juga untuk

memudahkan delianiasi tubuh air dan

memperkuat kontras antara tanaman, tanah

dan lahan air

5 Band

5

1.55-1.75 a

Inframerah

tengah

Penunjuk kandungan kelembaban vegetasi

dan kelembaban tanah

6 Band

6

10.4-12.5 a

Inframerah

termal

Mendeteksi gejala alam yang berhubungan

dengan panas

7 Band

7

2.08-2.35 a

Inframerah

tengah

Membedakan tipe mineral dan formasi

batuan dan juga sensitif untuk kandungan

kelembaban vegetasi

(Lillesand and Kiefer, 1990)

Sistem Informasi Geografis

Pengertian

Sistem Informasi Geografis merupakan suatu sistem berdasarkan

komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi

geografi (georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi

dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 1989).

Sedangkan menurut Bern (1992) dalam Prahasta (2001) mengemukakan bahwa

Sistem Informasi Geografis merupakan sistem komputer yang digunakan untuk

memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat

keras dan perangkat lunak komputer untuk :

1. Akusisi dan verifikasi data.

2. Kompilasi data.

3. Penyimpanan data.

(24)

6. Manajemen dan pertukaran data.

7. Manipulasi data.

8. Pemanggilan dan presentasi data.

9. Analisa data.

Rind (1992) dalam Prabowo et al., (2005) menyatakan Bahwa Sistem

Informasi Geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer

(hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya

manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan,

meng-update, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk data

yang bereferensi geografis.

Komponen SIG dan Aplikasinya

SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan

lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan.

Sistem SIG terdiri dari beberapa komponen berikut (Gistut, 1994 dalam Prahasta,

2001) :

1. Perangkat keras

2. Perangkat lunak

3. Data dan informasi geografi

4. Manajemen

Sistem Informasi Geografis telah mengalami perkembangan yang cukup

pesat sehingga teknologi dan informasinya dapat diaplikasikan pada berbagai

bidang kehidupan. Contoh aplikasi SIG pada berbagai bidang diantaranya bidang

sumberdaya alam, perencanaan, kependudukan, lingkungan, utility, pariwisata,

ekonomi, bisnis dan marketing, biologi, telekomunikasi, kesehatan dan militer.

SIG dan Penginderaan Jauh

Sistem Informasi Geografis dan penginderaan jauh memiliki keterkaitan

yang dinyatakan oleh Howard (1996) bahwa informasi yang diturunkan dari

analisis citra penginderaan jauh dilakukan untuk diintegrasikan dengan data yang

disimpan dalam bank data SIG. Masukan dari data penginderaan jauh biasanya

harus dilengkapi dengan intervensi manusia pada analisisnya.

(25)

13

Perkembangan integrasi penginderaan jauh dan sistem informasi

geografis adalah estimasi bahwa aliran data memiliki arah yang sama. Aliran yang

sebaliknya tidak diinginkan tetapi juga realistis diperlukan dalam analisis

penginderaan jauh. Hambatan utama dalam pembiayaan ini adalah biaya untuk

membuat basis data digital SIG, namun hal tersebut dapat ditekan dengan cara

peningkatan dan perbaikan tersedianya perangkat keras dan perangkat lunak serta

peta-peta digital yang telah tersedia dalam bentuk digital.

Konsep Dasar Model Hidrologi ANSWERS

(Areal Nonpoint Sources Watershed Environtment Renponse Simulation)

Model ANSWERS merupakan sebuah model hidrologi dengan

parameter terdistribusi yang mensimulasikan hubungan-hubungan hujan-limpasan

dan memberikan dugaan hasil sedimen. Model ini pertama kali dikembangkan

oleh Beasley dan Huggins (1991) untuk mensimulasikan pengaruh tata guna lahan

dan pengelolaan lahan terhadap kualitas air limpasan. Perkembangan selanjutnya

didukung oleh US EPA (Environment Protection Agency) dan departemen

penelitian pertanian Purdue University.

Model ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada

hipotesis bahwa setiap titik dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara

laju dari aliran permukaan dan beberapa parameter hidrologi yang memperngaruhi

aliran seperti intensitas hujan, infiltrasi, topografi, jenis tanah, dan beberapa faktor

lainnya. Laju aliran yang terjadi dapat digunakan untuk memodelkan fenomena

pindah masa seperti erosi dan polusi dalam wilayah DAS.

DAS dimodelkan dengan membangun strukturnya secara konseptual

oleh kumpulan elemen bujur sangkar, sehingga derajat variabilitas spasial dalam

DAS dapat terakomodasi, dimana variasi tersebut diberikan oleh nilai parameter

setiap elemen DAS. Elemen diartikan sebagai suatu areal yang memiliki

parameter hidrologi yang sama. Setiap elemen akan memberikan kontribusi sesuai

dengan karakteristik yang dimiliki, dengan demikian model ANSWERS ini

melakukan analisis pada setiap satuan elemen. Keluaran model hasil prediksi

ASNWERS meliputi : ketebalan aliran permukaan, rata-rata kehilangan tanah, laju

erosi maksimum tiap elemen, laju deposisi maksimum tiap elemen dan perubahan

(26)

jumlah sediment akibat perubahan konservasi tanah dan air yang dilakukan. Data

keluaran tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk gambar atau daftar tabel.

Model ANSWERS dapat digunakan untuk DAS dengan luas kurang dari

10000 Ha. Kelebihan dari model ini adalah :

1. Menganalisa parameter terdistribusi yang dipergunakan dan dapat

memberikan hasil simulasi akurat terhadap sifat daerah tangkapan.

2. Dapat mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam DAS .

3. Memberikan keluaran berupa limpasan, sedimen dari suatu DAS yang

akan dianalisis.

Masukan data untuk model ANSWERS yaitu :

1. Data hujan berupa lama dan intensitas hujan.

2. Data tanah.

3. Penggunaan lahan dan kondisi permukaan.

4. Data saluran dan sungai.

5. Data individu elemen meliputi kemiringan, dan arah lereng, tipe sungai,

jenis tanah dan penggunaannya, liputan penakar hujan, kemiringan sungai

pengelolaan lahan dan elevasi rata-rata.

Aplikasi SIG, Penginderaah jauh dan Model Hidrologi ANSWERS

Penelitian mengenai aplikasi SIG, penginderaan jauh dan model

hidrologi telah banyak dilakukan, terutama model hidrologi ANSWERS. Salah

satu penlitian mengenai kombinasi ketiga metode tersebut dilakukan oleh Arini

(2005) yaitu penggabungan ketiga metode tersebut. dengan cara

mengkombinasikan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh

untuk aplikasi model hidrologi ANSWERS dalam memprediksi besarnya erosi

dan sedimentasi di daerah tangkapan air Cipopokol.

(27)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak dan Posisi Geografis

Daerah tangkapan air Cipopokol memiliki luas 166.8 Ha terletak pada

106

o

51’25” - 106

o

52’40” Bujur Timur dan 6

o

43’55” - 6

o

44’42” LIntang Selatan

dan secara admnistratif secara administratif masuk ke dalam dua desa, yaitu Desa

Tangkil dan Desa Lemah Duhur, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor

sedangkan Wilayah Sub DAS Cisadane hulu luasnya 22 267.007 Ha dan

merupakan bagian dari daerah aliran sungai Cisadane yang secara geografis

terletak pada 106

o

54’29” - 107

o

00’04” Bujur Timur dan 6

o

36’11” - 6

o

47’11”

Lintang Selatan.

Topografi

Keadaan topografi wilayah DTA Cipopokol pada umumnya berat,

terhampar pada ketingggian 500-800 mdpl. Pembagian wilayah menurut kelas

lereng adalah 5.76 Ha datar, 43.84 Ha landai, 63.84 Ha agak curam, 40.96 Ha

curam dan 11.68 curam.

Tanah

Secara umum, Sub DAS Cisadane Hulu didominasi oleh dua jenis tanah

yaitu Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan. Daerah Tangkapan Air

Cipopokol hanya terdiri dari satu jenis tanah yaitu Latosol Coklat.

Iklim

Daerah Tangkapan Air Cipopokol termasuk ke dalam iklim tropis yang

dipengaruhi oleh angin muson sehingga menimbulkan dua musim yang jelas

antara musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober

sampai April, sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Mei sampai dengan

Oktober. Berdasarkan peta curah hujan dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor,

Daerah Tangkapan Air Cipopokol termasuk ke dalam wilayah intensitas hujan

yaitu intensitas tinggi dan cukup tinggi.

Data curah hujan yang diperoleh oleh Badan Meteorologi dan Geofisika

selama lima tahun terakhir menunjukan bahwa curah hujan tahunan di DTA

Cipopokol berkisar pada 1731-5098 mm per tahun dengan jumlah hujan dalam

satu tahun berkisar antara 155-175 hari. Rata-rata bulan basah antara 4 sampai 6

(28)

bulan dan tergolong beriklim sejuk atau pegunungan, yang berarti bahwa daerah

tersebut lebih dingin dibandingkan dengan daerah dataran. Suhu berkisar pada 21

– 34

o

C, sedangkan suhu rata-rata harian berkisar 21,8 – 29,3

o

C dan kelembaban

udara mencapai 58 – 59% (Setiyanto, 2005).

Penggunaan Lahan

Luas lahan keseluruhan sekitar 166.5 Ha. Menurut pencatatan BPDAS

Citarum-Ciliwung, DTA Cipopokol terdiri dari Sawah 22.0 %, tegalan 26.8 %,

perkebunan 28.9 %, hutan 9.9 % pemukiman 6.6 % dan sisanya lain-lain 5.8 %.

(29)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di dua tempat berbeda, untuk pengambilan data

lapangan dilakukan di Sub DAS Cisadane (DTA Cipopokol) seperti terlihat pada

Gambar 1, sedangkan untuk kegiatan pengolahan data meliputi data lapang dan

analisis citra dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan

Spasial, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas

Kehutanan IPB.

Waktu pelaksanaan penelitian yaitu mulai dari penyusunan proposal,

pengambilan data lapangan hingga pengolahan dilaksanakan selama 5 bulan.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian adalah Peta Sub

DAS Cisadane, Peta Jenis Tanah, Peta Topografi, citra satelit yang diambil pada

tahun yang berbeda yaitu tahun pengambilan 1995 dan 2004, data penggunaan

lahan serta data kependudukan wilayah di sekitar Sub DAS Cisadane Hulu (DTA

D. Lemah Duhur

D. Tangkil

S. Cipopokol

K. Caringin

(30)

Cipopokol), serta debit sungai dan sedimen yang terjadi dalam kurun waktu

1995-2004 yang diperoleh dari BPDAS serta data fisik sungai lainnya.

Peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian yaitu GPS (Global

Positioning System), kamera, seperangkat PC beserta software Arcinfo, Arcview

serta Erdas Imagine 8.5, kemudian software untuk menduga sedimen yaitu model

hidrologi ANSWERS.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan untuk menganalisa evaluasi perubahan

penutupan lahan serta untuk menghitung nilai sedimen pada penelitian ini

meliputi :

Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data yaitu

data spasial dan data atribut. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan

diantaranya Citra satelit, peta topografi, peta jenis tanah dan peta Sub DAS

Cisadane Hulu (DTA Cipopokol). Kemudian data yang diambil di lapangan yaitu

data Ground Control Point (GCP) yang menyatakan posisi keberadaan suatu

objek di permukaan bumi dalam bentuk titik koordinat

Data atribut merupakan data yang memberikan penjelasan mengenai

suatu objek atau wilayah dalam bentuk tulisan maupun angka. Data atribut yang

diperlukan dalam penelitian ini diantaranya data fisik sungai, data penggunaan

lahan.

Pengolahan Data

1. Pembuatan Peta Digital

Data keruangan berupa peta topografi, peta Sub DAS Cisadane Hulu

(DTA Cipopokol), peta jenis tanah dibuat menjadi peta digital dengan cara

melakukan digitasi dengan bantuan digitizer serta software Arcinfo dan Arcview

sehingga menghasilkan data digital. Setelah peta digital berhasil dibuat maka

selanjutnya dilakukan koreksi geometri dan pengisian koordinat UTM (Universal

Transverse Mercator) pada peta tersebut. Alur pengolahannya seperti terlihat pada

Gambar 2.

(31)

19

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Peta Digital

2. Pengolahan Citra

a. Pemulihan Citra (image restoration)

Pemulihan citra bertujuan untuk memperbaiki data citra yang mengalami

distorsi, kearah gambaran yang lebih sesuai dengan tampilan aslinya. Langkahnya

meliputi koreksi geometri yang bertujuan untuk memperbaiki distorsi geometrik

dan koreksi radiometrik yang bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital

piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer maupun kesalahan sensor

PETA ANALOG

(batas DTA, tanah, kontur)

Scan

Screen

digitizing

Editing

Atributing

Transform

Koordinat

Peta digital

(32)

Tahap awal dalam koreksi geometrik yaitu penentuan tipe proyeksi dan

sistem koordinat yang digunakan. Sistem koordinat yang digunakan yaitu sistem

koordinat geografik dan proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator )

b. Pemotongan Citra (Subset Image)

Pemotongan citra bertujuan untuk membatasi wilayah penelitian yaitu

dengan memotong batas wilayah menggunakan peta batas DAS yang telah dibuat

c. Klasifikasi Citra (Image Classification)

Pada proses ini tiap pengamatan piksel dievaluasi dan ditetapkan pada

suatu kelompok informasi. Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan

kondisi penutupan lahan dlapangan dan dibatasi menurut kebutuhan

pengklasifikasian. Klasifiksi merupakan tahap dimana citra satelit diklasifikasi

dengan teknik supervised classification dengan metode maximum likelyhood

sehingga diperoleh peta penutupan lahan. Diagram alir pengolahannya terlihat

pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir pengolahan Citra

Peta batas DTA Cipopokol Koreksi Geometri

Citra Landsat 1995 dan tahun 2004

Citra terkoreksi Peta digital (kontur, jalan dan

sungai)

Subset image

Klasifikasi citra terbimbing (Supervised Classification) overlay Citra lokasi penelitian Cek lapangan (Ground check) Citra

hasil klasifikasi Akurasi

diterima

?

Tidak

Ya

Penggunaan/penutupan lahan

(33)

21

3. Pengolahan Data Atribut

Pengolahan data atribut berupa data penggunaan lahan, data fisik sungai

serta data penunjang lainnya. Data atribut diperlukan untuk menganalisa

sedimentasi yang terjadi sebagai akibat perubahan penutupan lahan

Analisis Data

1 Analisa Perubahan Penutupan Lahan

Analisa perubahan penutupan lahan dilakukan dengan cara

membandingkan peta digital penutupan lahan tahun 1995 dan 2004. Kegiatan ini

dilakukan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang terjadi selama

kurun waktu dari tahun 1995 sampai tahun 2004. Pembandingan ini dilakukan

dengan cara melakukan overlay terhadap peta digital penutupan lahan hasil

pencitraan satelit yang telah diolah. Hasil overlay akan manunjukan penutupan

lahan yang berubah selama kurun waktu tersebut. Untuk lebih memudahkan

dalam menganalisa maka data perubahan penutupan lahan tersebut disajikan ke

dalam bentuk tabel.

Untuk menganalisa pengaruh faktor yang berkaitan dengan penyebab

terjadinya erosi maupun sedimentasi maka dilakukan overlay terhadap peta digital

topografi, peta jenis tanah, peta Sub DAS Cisadane Hulu (DTA Cipopokol)

dengan citra yang telah diolah sehingga memberikan gambaran mengenai daerah

yang memiliki potensi besar terjadinya erosi maupun sedimen sesuai dengan

kondisi fisik sungai. Hasil analisa kemudian di sajikan dalam bentuk tabel.

Pengolahan Data menggunakan Model ANSWERS

Pengolahan data dengan model ANSWERS yaitu dengan

mempersiapkan input berupa peta serta data parameter lainnya sesuai dengan

Gambar 4.

(34)

ELM file

CRO file

CHA file

SOI file

RAI file

ANSWERS

Gambar 4. Diagram alir masukan data untuk model ANWERS

Peta tematik digital

Peta penutupan/

penggunaan lahan

Peta

kemiringan lereng

Peta

arah aliran

Peta

ketinggian

Peta

jenis tanah dan

l

/

i

Nomor stasiun

penakar hujan

Excel file (microsoft excel)

Perubahan penyusunan row dan column (microsoft excel)

Data

Elemen

Data

Parameter

penggunaan lahan

Data

Parameter

saluran/sungai

Data

Parameter tanah

Data

Intensitas hujan

Notepad (txt.file)

(35)

23

Model ANSWERS temasuk ke dalam model deterministik dengan

menggunakan pendekatan distribusi parameter. Model ANSWERS merupakan

program simulasi yang dapat digunakan untuk menganalisa erosi dan sedimentasi.

Penggunaan model ANSWERS dalam penelitian ini bertujuan untuk

menghitung jumlah erosi dan sedimen yang terjadi akibat adanya perubahan

penutupan lahan. Masukan yang diperlukan untuk menjalankan program

ANSWERS adalah sebagai berikut :

1. Curah Hujan, Debit dan Sedimen

Data curah hujan diperlukan untuk masukan model adalah data

intensitas curah hujan pada setiap durasi tertentu (mm/jam atau inch/jam),.

Penentuan durasi tergantung dari kemampuan penakar hujan dan tujuan

pemakai model. Data intensitas hujan ini diperoleh dengan membaca pias

penakar hujan otomatis. Pada penelitian ini data curah hujan diambil dari

hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan Automatic Rainfall

Recorder (ARR) milik Balai Pengelolaan DAS (BPDAS) dengan durasi 30

menit.

2. Parameter Tanah

Parameter tanah untuk masukan model merupakan gambaran dari

sifat fisik tanah. Parameter tanah yang digunakan sebagai masukan model

yaitu :

a. Porositas tanah total

b. Nilai eksponen dalam persamaan infiltrasi.

c. Kapasitas lapang dari berbagai tekstur tanah

d. Nilai erodibilitas tanah

Data parameter tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu data

sekunder.

a. Arah Aliran

Arah aliran merupakan suatu perkiraan aliran air yang mengalir

dari elemen ke elemen berikutnya. Arah aliran ini ditentukan berdasarkan

topografi dan adanya sungai, yang harus diperhatikan dalam menentukan

arah aliran adalah aliran air tersebut tidak boleh terputus arahnya dari satu

elemen ke elemen lainnya.

(36)

b. Data Karakteristik Saluran

Data karakteristik saluran meliputi lebar saluran dan nilai

kekasaran dasar saluran serta jumlah saluran yang ada di lokasi penelitian.

Lebar saluran diukur langsung di lapangan.

c. Kelas lereng

Peta kelas lereng diperoleh dari peta topografi yang dikategorikan

menjadi beberapa kelas lereng yaitu 0-8 %, 8-15 %, 15-25 %, 25-40 %, dan

>40%. Dalam memasukan data model kelas lereng dikalikan 10.

d. Data Penggunaan Lahan

Parameter crop menunjukan jenis penggunaan lahan atau jenis

tanaman yang ada. Parameter crop harus dinilai sesuai dengan kondisi

lapangan yang ada.

a. Volume intersepsi potensial

b. Presentase penutupan permukaan oleh penggunaan lahan (PER)

c. Tinggi kekasaran maksimum

d. Faktor tanaman dan pengelolaannya terhadap relatif kemudahan tererosi

Tahap Analisa Sensitivitas Model

Analisa sensitivitas digunakan untuk mengetahui pengaruh masukan

model dan nilai parameter karakteristik model dan keluarannya. Analisa data yang

digunakan adalah analisa sensitivitas deterministik terhadap varibel DAS dalam

model ANSWERS. Prosedur yang digunakan adalah dengan menjalankan

simulasi dengan mengganti nilai setiap parameter sebesar 10 % lebih kecil dan 10

% lebih besar. Pengaruh perubahan keluaran model disebabkan oleh adanya

penambahan atau pengurangan sebanyak 10 % dari setiap parameternya. Indeks

yang menggambarkan sensitivitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut (Arini, 2005).

Ket :

S :

Indeks

sensitivitas

P10

: Hasil simulasi dengan nilai parameter <10%

M10

: Hasil simulasi dengan nilai parameter >10%

Base line

: Hasil simulasi awal

Baseline

M

P

(37)

25

Tahap Simulasi Penggunaan Lahan

Simulasi penggunaan lahan merupakan bentuk aplikasi dari model

hidrologi ASWERS. Simulasi dilakukan dengan merubah luas penutupan lahan

pada lokasi penelitian menjadi beberapa skenario penggunaan lahan. Perubahan

jenis dan luas penggunaan lahan dilakukan berdasarkan pertimbangan Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dan sesuai dengan Keppres No. 32 Tahun

1990 mengenai kawasan lindung. Pada penelitian ini, simulasi penggunaan lahan

bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai erosi dan sedimentasi yang dihasilkan

oleh berbagai macam jenis penutupan lahan.

(38)

Klasifikasi Penutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis

kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & kiefer, 1993).

Berdasarkan survey pendahuluan di wilayah DTA Cipopokol, secara umum DTA

Cipopokol dibagi kedalam 6 kelas penutupan lahan yaitu pemukiman, ladang,

semak, sawah, perkebunan dan hutan. Keterbatasan pembagian kelas penutupan

lahan disebabkan oleh kecilnya wilayah yang akan diklasifikasi sedangkan citra

yang digunakan memiliki resolusi yang kurang begitu tinggi sehingga

penampakan kelas lahan yang lain seperti badan sungai tidak dapat dijadikan

suatu kelas tersendiri.

Proses klasifikasi dilakukan berdasarkan data citra Landsat TM (Thematic

Mapper) dan data pendukung berupa Ground Check di lapangan, peta

penggunaan lahan tahun 1995 yang dibuat oleh BPDAS dan peta rupa bumi yang

dikeluarkan oleh Bakosurtanal. Klasifikasi menggunakan metode klasifikasi

terbimbing dengan pendekatan Maximum Likelyhood.

Penutupan Lahan DTA Cipopokol

Sebagian besar penutupan lahan di Cipopokol didominasi oleh ladang,

kemudian perkebunan, semak, hutan, pemukiman dan sawah. Ladang merupakan

tipe penutupan lahan berupa lahan pertanian kering yang penggunaannya terutama

untuk menghasilkan pangan. Kenampakan pertanian lahan kering atau ladang di

DTA Cipopokol berdasarkan citra Landsat TM dengan kombinasi band 5 untuk

Red, 4 untuk Green dan 3 untuk Blue yaitu berwarna hijau muda sampai merah.

Kondisi ini disebabkan oleh vegetasi yang menutupi tanah jarang sampai hampir

tidak ada, kondisi ini terjadi pada saat akhir musim penanaman atau pergiliran

tanaman.

Sawah merupakan tipe penutupan lahan berupa lahan pertanian basah,

berbeda dengan pertanian lahan kering, sawah yang berada di DTA Cipopokol

memerlukan air sehingga disebut dengan pertanian dengan sistem pengairan

secara tetap dan terus-menerus sepanjang musim penanaman.

(39)

27

Lahan perkebunan dapat diartikan sebagai lahan yang penggunaaannya

terutama untuk tanaman perkebunan, seperti kebun pepaya, kebun pisang, kebun

coklat, kebun alpuket. Selain itu banyak warga yang sengaja menanam beberapa

jenis tanaman perkebunan pada satu areal yang sama. Kenampakan perkebunan

pada citra Landsat TM berwarna hijau tua sampai hijau muda, hal ini dipengaruhi

oleh kerapatan tajuk yang cukup rapat. Keberadaan lahan atau tanaman

perkebunan tergantung kepada pemilik lahan sehingga dapat ditemukan lahan

perkebunan berselingan maupun berdampingan dengan lahan pertanian kering.

Semak belukar merupakan jenis penutupan lahan yang biasanya

didominasi oleh tanaman perdu dan keberadaannya tidak terkelola oleh manusia.

Semak belukar dapat ditemukan hampir di sepanjang saluran pada kemiringan

lebih dari 50% sehingga banyak yang belum bisa memanfaatkannya. Semak

belukar dapat juga terjadi akibat sisa lahan pertanian yang masih belum ditanami

sehingga banyak ditumbuhi semak dan belukar.

Hutan didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang didominasi oleh

pepohonan. Jenis pohon yang ditemukan di DTA Cipopokol sebagian besar di

dominasi oleh pohon pinus dan lainnya merupakan jenis campuran seperti kayu

manis, durian, menurut petugas setempat, keberadaan pohon atau hutan di DTA

Cipopokol dipertahankan sebagai kawasan lindung yang melindungi tanah dari

erosi maupun menyerap air yang turun sehingga fluktuasi debit air sungai bisa

tetap namun demikian hutan yang ada di sekitar sungai hanya beberapa persen

saja dari luas total DTA dan keberadaanya tidak merata.

Pemukiman merupakan daerah yang digunakan secara intensif dan banyak

lahan yang tertutup struktur bangunan. Disamping pemukiman penduduk, untuk

memudahkan dalam klasifikasi seperti bangunan mesjid maupun peternakan ayam

diklasifikasikan sebagai permukiman. Kenampakan pemukiman pada citra

Landsat TM dan dipandu berdasarkan survey lapangan berwarna merah muda

hingga pink sampai berwarna perak. Pemukiman yang ada di DTA Cipopokol

bersifat permanen maupun sementara. Pemukiman yang bersifat sementara

biasanya hanya digunakan sebagai tempat tunggu atau peristirahatan dan dihuni

pada saat-saat tertentu saja.

(40)

Penutupan Lahan Tahun 1995

Data-data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di

Daerah Tangkapan Air (DTA) Cipopokol pada tahun 1995 dihasilkan dari proses

klasifikasi citra Landsat TM (Thematic Mapper) tahun penyiaman 1995. Pada

Tabel 3. disajikan data mengenai luas wilayah berbagai tipe penutupan lahan di

DTA Cipopokol.

Tabel 3. Penutupan Lahan tahun 1995

No Penutupan lahan

Luas (Ha)

Persentase (%)

1 Pemukiman

8.16

4.91

%

2 Pertanian lahan kering

78.08

47.01 %

3 Sawah

3.52

2.119

%

4 Semak

27.04

16.28

%

5 Perkebunan

40.32

24.27

%

6 Hutan

8.96

5.394

%

Jumlah

166.08 100

%

Berdasarkan data citra Landsat TM tahun 1995, tipe penutupan lahan

yang memiliki wilayah yang paling luas pada tahun 1995 adalah ladang atau

pertanian lahan kering dengan luas sebesar 78.08 ha atau 47.01 % dari seluruh

wilayah daerah tangkapan air Cipopokol, yaitu seluas 166.08 ha. Hal ini sangat

dipengaruhi oleh tingkat harga bahan makanan maupun tanaman palawija di

pasaran. Menurut pendapat beberapa masyarakat yang mengelola lahan di wilayah

DTA Cipopokol sebagian besar masyarakat menanam tanaman dengan nilai jual

dipasaran tinggi. Berdasarkan peta ketinggian dan kemiringan penutupan lahan

berupa ladang atau pertanian lahan kering tersebar secara merata pada tiap kelas

ketinggian maupun kemiringan sesuai dengan Gambar 6.

Penutupan lahan terluas kedua setelah pertanian lahan kering yaitu tipe

penggunaan lahan perkebunan dengan luas 40.32 ha atau 24.27 % dari total luas

daerah tangkapan air Cipopokol. Sama halnya dengan pertanian lahan kering

maka pemilihan jenis tanaman juga di tentukan berdasarkan harganya di pasaran.

Beberapa jenis tanaman perkebunan yang ada di DTA Cipopokol diantaranya.

kopi, pisang, pepaya, palem, alpuket, jambu dan mengkudu.

Tipe penutupan yang menempati urutan paling sedikit yaitu sawah.

Sawah ditemukan di dekat Automatic Water Level Recoreder (AWLR) serta di

dekat pemukiman penduduk pada daerah yang relatif lebih datar dan ketinggian

(41)

29

400-600 mdpl. Kondisi daerah serta ketersediaan air menjadi penyebab sedikitnya

lahan pertanian sawah di DTA Cipopokol.

Semak menempati urutan ke tiga terluas setelah perkebunan dengan

27.04 ha atau sebesar 16.28 % dari total wilayah DTA. Vegetasi pada tipe

penutupan lahan ini yaitu semak dan bambu serta berbagai jenis

rumput-rumputan. Keberadaan semak di daerah pertanian maupun di pinggir-pinggir

sungai sangat berguna dalam mencegah erosi maupun penyerapan air serta

menghindari tumbukan air hujan yang akan menyebabkan erosi. Sebagian besar

semak dan belukar berada pada kelas kemiringan diatas 45 %.

Luas kawasan pemukiman di daerah tangkapan air Cipopokol mencapai

8.16 ha atau 4.91 % dari total DTA. Lokasi pemukiman terbesar berada di daerah

Lemah Duhur dengan ketinggian antara 600-700 mdpl, yaitu tepat pada

punggungan yang menjadi batas Daerah tangkapan air Cipopokol ke sebelah

utara. Sementara sebagian kecil berada di desa tangkil, tepatnya berada dekat

stasiun penakar hujan dan berada dekat stasiun AWLR dengan kondisi topografi

yang relatif datar.

Hutan pinus seperti terlihat pada Gambar 5. dan hutan campuran yang

berada di daerah tangkapan air Cipopokol luas totalnya mencapai 8.96 ha atau

5.394 % dari total wilayah DTA. Secara umum hutan berada pada kemiringan

diatas 40 % atau berada di sekitar saluran . Keberadaan hutan di DTA Cipopokol

merupakan sisa yang pada awalnya merupakan hutan produksi di bawah

pengelolaan perhutani unit III Jawa Barat.

(42)

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian  Alat dan Bahan
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Peta Digital
Gambar 3. Diagram Alir pengolahan Citra
Gambar 4. Diagram alir masukan data untuk model ANWERS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh Implementasi Peraturan Daerah Kota Banjar Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan oleh Satuan Polisi

Pengaruh Tingkat Bagi Hasil Mudharabah dan Margin Murabahah Secara Simultan Terhadap Profitabilitas pada Baitul Maal wat Tamwil Al-Idrisiyyah Cisayong

ditingkatkan dalam pembelajaran seperti: 1) sebagian besar siswa masih tidak mampu mengaplikasikan konsep-konsep Bahasa Indonesia dalam kehidupan nyata, 2) masih rendahnya

Bagi masyarakat Desa Simpang Jaya perlu memperluas lagi lahan karet karena karet dapat menambah kontribusi banyak di Desa Simpang Jaya, serta perlu adanya kegiatan

Conscientiousness didapat korelasi sebesar 0.215 dengan signifikansi 0,000, yang berarti hubungan antara perilaku seks pranikah terhadap Conscientiousness rendah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana esensi penggunaan jenis perjanjian kerjasama pada usaha waralaba dengan melihat ciri-ciri dari perjanjian waralaba

Jika yang diminta adalah sebuah halaman PHP maka prinsipnya serupa dengan kode HTML, hanya saja ketika berkas PHP yang diminta di dapatkan oleh web server, isinya segera

54 1-DA Universitas Gadjah Mada KRCI Berkaki 3 55 ICON UNISI 09 Universitas Islam Indonesia KRCI Berkaki 3 56 Ra The Det Universitas Islam Sultan Agung KRCI Berkaki 3 57