• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENAFSIRAN AL-TAHLUKAH DALAM AL-QUR AN MENURUT MUFASIR KLASIK DAN MODERN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III PENAFSIRAN AL-TAHLUKAH DALAM AL-QUR AN MENURUT MUFASIR KLASIK DAN MODERN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

49 BAB III

PENAFSIRAN AL-TAHLUKAH DALAM AL-QUR’AN MENURUT MUFASIR KLASIK DAN MODERN

Dalam al-Qur‟an kata halaka terulang sebanyak 68 kali dalam 50 surat yang berbeda seperti dalam Q.S An-Nisa ayat 176, Q.S Al-Anfal ayat 42, Q.S Ghafir ayat 34, Q.S Al-Haqqah ayat 29, Q.S Al-Anfal ayat 42, Q.S Al-Qasas ayat 78, Q.S Al-Nujm ayat 50, Q.S Al-Balad ayat 6, Q.S Ali-Imran ayat 117, Q.S Al-‟Araf ayat155, Q.S Al-An‟am ayat 6, Q.S Yunus ayat 13, Q.S Al-Hijr ayat 4, Q.S Al-Isra‟ ayat 17, Q.S Maryam ayat 74, Q.S Maryam ayat 98, Q.S Taha ayat 128, Q.S Al-Anbiya ayat 9,Q.S Al-Syu‟ara ayat 208, Q.S Al-Kasas ayat 43, Q.S Al-Kasas ayat 58, Q.S Al-Sajadah ayat 26, Q.S Yasin ayat 31, Q.S Shad ayat 3, Q.S Al-Dzuhruf ayat 8, Q.S Al-Ihkaf ayat 27, Q.S Qaf ayat 36, Q.S Al-Qomar ayat 51, Q.S Al-„A‟raf ayat 4, Q.S Al-Anbiya ayat 6, Q.S Al-Anbiya ayat 95, Q.S Al-Haj ayat 45, Q.S Al-An‟am ayat 6, Q.S Al-Anfal ayat 54, Q.S Al-Kahfi ayat 59, Q.S Taha ayat 134, Q.S Al-Syu‟ara ayat 139, Q.S Ad-Dukhan ayat 37, Q.S Muhammad ayat 13, Q.S Malik ayat 28, Q.S Al-A‟raf ayat 155,Q.S Al-Al-A‟raf ayat 173, Q.S Al-Isra‟ ayat 16, Q.S Al-Mursalat ayat 16, Q.S Ibrahim ayat 13, Q.S Al-Baqarah ayat 205, Q.S Al-Ma‟idah ayat 17, Q.S Al-A‟raf ayat 129, Q.S Hud ayat 117, Q.S Al-Jatsiyah ayat 24, Q.S An‟am ayat 26, Q.S Taubah ayat 42, Q.S Haqqah ayat 5, Q.S Al-Haqqah ayat 6, Q.S Al-An‟am ayat 47, Q.S Al-Ahkaf ayat 35, Q.S Al-Kasas ayat 88, Q.S Yusuf ayat 85, Q.S Al-An‟am ayat 131, Q.S Al-Kasas ayat 59,

(2)

Q.S A‟raf ayat 104, Q.S Ankabut ayat 31, Q.S Isra‟ ayat 58, Q.S Al-Kasas ayat 59, Q.S Al-Mu‟minun ayat 48, Q.S Al-Naml ayat 49, Q.S Al-Kahfi ayat 59, Q.S Al-Baqarah ayat 195 1

Sedangkan kata halaka dalam bentuk al-tahlukah terdapat dalam satu surah saja, yaitu dalam surat al-Baqarah/2:195.2 Pada bab ini akan dipaparkan penafsiran kata al-tahlukah dalam surat al-Baqarah/2:195 tersebut menurut mufasir klasik dan modern. Mufasir klasik yang penulis rujuk dalam pembahasan ini adalah al-Thabari dan al-Qurthubi. Sedangkan penafsiran dari mufasir modern penulis merujuk pada penafsiran M.Quraish Shihab dan al-Sa‟di.

Merujuk dari beberapa Asbabun Nuzul yang dikemukakan perawi hadis di atas bahwa surat al-Baqarah ayat 195 sebab turunnya, berbeda-beda ada yang mengatakan Pertama, ayat ini turun berkenaan dengan kaum Anshar yang yang hartanya telah habis kemudian mereka ingin memperbaiki pembangunan ekonomi dalam riwayat al-Bukhari yang bersumber dari Hudzaifah. Kedua, ayat ini turun berkaitan dengan kaum Anshar juga. Ketika kaya raya mereka rajin bersedekah sedangkan pada musim paceklik mereka malas untuk bersedekah. Diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Hibban, al-Hakim, yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari Ketiga, ayat ini turun tentang seseorang yang melakukan dosa. Dia menganggap bahwa Allah SWT, tidak mau menerima taubatnya diriwayatkan

1 Muhammad Faud Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Quran al-Karim, (Bairut:

al-fikr,1992), h. 828-829

2

(3)

oleh al-Thabrani dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari Abu Jubairah bin ad-Dhahak.

Berdasarkan Asbabun Nuzul mengenai surat al-Baqarah ayat 195, di atas maka penulis memilih Asbabun Nuzul yang diriwayatkan oleh al-Bukhari karena hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari sudah jelas kehujjahannya dalam hadis ini disebutkan bahwa surat al-Baqarah ayat 195 ini turun tentang anjuran untuk bersedekah yang ditujukan pada kaum Anshar. Walaupun hadis ini secara langsung khusus untuk kaum Anshar akan tetapi ini berlaku juga untuk seluruh umat Islam.

A. Penafsiran Kata al-Tahlukah Menurut Mufasir Klasik.

1. Penafsiran al-tahlukah menurut Ibnu Jarir al-Thabari

               

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS, al-Baqarah ayat 195)”

Imam al-Thabari menafsirkan kata al-tahlukah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 195 dengan mengemukakan beberapa riwayat yang terkait dengan hal tersebut.

(4)

Makna kata al-tahlukah menurut Abu Saib Salam bin Junadah dan Hasan bin Arafah bahwa seseorang dianggap membinasakan diri ketika seseorang enggan untuk bersedekah.3

Dalam satu riwayat di jelaskan bahwa:

“Muhammad bin Ubaid al-Muharibi menceritakan bahwa: Abu Ahwash menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq dari Al Barra‟ bin Azib tentang

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت لاو

ia berkata yaitu melakukan perbuatan dosa lalu menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan, dengan mengatakan tiada taubat bagiku.”4 Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa:

“Al-Hasan bin Arafah dan Ibnu Waki‟ menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki‟ bin al Jarah menceritakan kepada kami dari Sufyan Tsauri dari Abu Ishak al-Suba‟i dari al Barra‟ bin Azib tentang firman Allah SWT ةكلهتلا ىلإ مكديأب اىقلتلاو ia berkata: yaitu seseorang melakukan perbuatan dosa lalu mengatakan: Allah SWT, tidak akan mengampuni dosaku.”

Dalam riwayat di atas dapat diketahui bahwa yang dimaksud dengan membinasakan diri yaitu dengan melakukan perbuatan dosa, karena ketika seseorang telah berbuat dosa maka berarti dia telah membinasakan dirinya sendiri sehingga dia memperoleh azab atau siksa dari Allah SWT karena perbuatan dosa yang diperbuatnya.

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa:

“Ahmad bin Ishak al-Ahwazi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Ahmad menceritakan kepada kami, ia berkata:

3 Abu Ja‟far Muhammad Bin Jarir Al-Thabari, Jami’ Al-Bayan An Ta’wi Ayi Al-Qur’an,

Penterjemah: Ahsan Askan dkk, dengan judul Tafsir Al-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), Cet. 1, h. 234

4

(5)

Israil menceritakan kepada kami dari Abu Ishak, ia berkata: aku mendengar al-Barra‟ ditanya oleh seseorang tentang ayat

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت لاو

apakah maksudnya, seseorang maju berperang mati terbunuh. Ia menjawab: bukan, tapi yang dimaksud adalah melakukan suatu dosa lalu putus asa dan tidak mau bertaubat.”5

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa:

“Ya‟qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Aliyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayyub memberitahukan kepada kami dari Muhammad dari Ubaidah, tentang firman Allah SWT:

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت لاو

yaitu seseorang melakukan dosa lalu putus asa.”6

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa:

“Muhammad bin Amr menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa menceritakan kepada kami, dan al-Mutsanna menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, ia berkata: Syibi menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid tentang ةكلهتلا ىلإ مكديأب اىقلت لاو ia berkata: yaitu enggan bersedekah karena merasa khawatir terhadap keluarganya. Makna kata al-tahlukah dalam riwayat yang diungkapkan oleh Muhammad bin Amr adalah enggan untuk bersedekah karena merasa khawatir terhadap kebutuhan keluarga.”

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa:

“Ibnu Waki‟ menceritakan kepada kami, ia berkata: bapakku menceritakan kepada kami dari Ibnu Aun dari Ibnu Sirin dari Ubaidah:

ةكلهتلا لىإ مكديبأاوقلت لاو

yaitu putus asa.7 Abu Ja‟far berkata: yang paling tepat adalah yang mengatakan bahwa Allah SWT, melarang mereka dari menjerumuskan diri kepada kebinasaan, seraya berfirman:

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت لاو

dan ini

5 Ibid., h. 241

6 Ibid., h. 242

7

(6)

adalah perumpamaan, dimana orang Arab jika menyebut orang yang pasrah atas sesuatu ia mengatakan: (si fulan menyerahkan tangannya: pasrah) demikian juga orang yang menyerahkan dirinya dari apa yang diinginkan dengannya disebut (menyerahkan tangannya). Jadi maknanya; janganlah kalian menyerahkan diri kepada kebinasaan, dan orang yang enggan bersedekah di jalan Allah SWT ketika hal itu wajib atasnya adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada kebinasaan. Karena Allah SWT telah menjadikan sebagai salah satu pihak yang berhak memperoleh bagian zakat dan sedekah, sebagaimana firman-Nya surat al-Taubah ayat 60.”8

                        

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang-orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang yang

berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Maka al-Thabari menyimpulkan bahwa barangsiapa yang enggan mengeluarkan sedekah yang diwajibkan Allah SWT, maka ia dianggap telah menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan. Demikian juga orang yang putus asa dari rahmat Allah SWT atas dosa yang diperbuatnya

8

(7)

(berputus asa dari ampunan Allah) maka hal tersebut juga dianggap telah menjerumuskan dirinya kepada kebinasaan.9

Al-Thabari juga menyebutkan bahwa, Allah SWT melarang kita bersikap pasrah dan melepaskan diri yang berakibat kepada kebinasaan yaitu siksa. Namun demikian, penakwilan yang paling mendekati adalah: bersedekahlah wahai orang-orang beriman di jalan Allah SWT dan janganlah enggan melakukannya karena hal itu dapat menyebabkan celaka dan ditimpa siksa.10

Berdasarkan penjelasan dan riwayat-riwayat yang disebutkan oleh al-thabari di atas dapat diketahui bahwa kata al-tahlukah dalam ayat ini berarti: pertama al-tahlukah berarti membinasakan diri terkait dengan enggannya seseorang bersedekah. Karena ketika seseorang enggan membayar sedekah, maka berarti dia telah melangar perintah Allah. Dalam hal ini, seseorang yang melanggar perintah Allah maka ia akan memperoleh dosa dan akan mendapat azab dari Allah. kedua al-tahlukah juga berarti bersikap pasrah terhadap suatu hal yang yang menimpa diri dan putus asa dari rahmat Allah SWT atas dosa yang diperbuatnya (berputus asa dari ampunan Allah).

9 Ibid. 10

(8)

Dewasa ini masih banyak orang yang enggan untuk menafkahkan sebahagian rezekinya di jalan Allah SWT. Seperti dikampung, penulis lihat sedikit sekali masyarakatnya yang mau untuk manafkahkan harta di jalan Allah SWT samapai-sampai masyarakat tersebut mengatakan kepada penulis bagaimana untuk bersedekah kepada orang lain sedangkan untuk keluarga saja tidak cukup.

Memberi kepada orang lain itu tidak hanya dengan materi saja seperti uang, makanan yang enak dan sebagainya. Akan tetapi dengan memberikan sedikit perhatian, senyuman dngan ikhlas, dan bisa juga membuat hati orang lain bahagia itu sudah dinamakan sedekah. Apabila orang tersebut enggan untuk melakukanya berarti orang tersebut telah masuk kepada golongan membinasakan diri.

Penulis lihat dewasa ini banyak juga orang yang putus asa. Hal itu disebabkan karena kegagalan seseorang untuk meraih sesuatu yang diimpikan seperti gagal dalam pendidikan, putus cinta, ekonomi, dan lain sebagainya. Dan akahirnya mereka menyiksa dirinya dengan melakukan hal-hal yang menimbulkan efek negatif terhadap dirinya, dan bahkan ada yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Tindakan seperti inilah yang dilarang oleh Allah SWT karena orang tersebut sudah mencampakkan dirinya kepada kebinasaan.

(9)

2. Penafsiran al-tahlukah menurut Al-Qurthubi                

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS, al-Baqarah ayat 195)”

Dalam menafsirkan kata tahlukah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 195, al- Qurthubi tidak jauh beda dengan al-Thabari, yaitu dengan cara mengemukakan beberapa riwayat terlebih dahulu yang berkaitan dengan penjelasan tersebut seperti: riwayat Hudzaifah bin Al-Yaman, Ibnu Abbas, Ikrimah, Atha, Mujahid, yang menjelaskan makna

لاو

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت

yaitu tidak menginfakan harta di jalan Allah SWT dan takut miskin, sehingga seseorang akan berkata,” aku tidak memiliki sesuatu yang dapat aku infakkan.” Pengertian inilah yang dianut oleh al-Bukhari, sebab ia tidak menyebutkan pengertian lainnya.11

Adapun pendapat lain, yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas. hal itu terjadi ketika Rasulullah SAW memerintahkan orang-orang agar pergi berjihad, maka sekelompok orang Arab Badui yang hadir di Madinah

11 Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Penterjemah: Fathurrahman dkk, dengan Judul

(10)

berdiri, lalu berkata, “dengan apa kami harus bersiap demi Allah SWT, kami tidak memiliki bekal dan tidak ada seorang pun yang memberikan bekal kepada kami.” Maka turunlah firman Allah SWT “dan belanjakanlah harta bendamu dijalan Allah” yakni bersedekahlah kalian wahai orang-orang yang miskin di jalan Allah SWT, maksudnya dalam ketaatan kepada Allah SWT,

ةكلهتلا لىإ مكديبأ اوقلت لاو

maksudnya janganlah kalian tidak bersedekah, sehingga kalian akan binasa. Inilah yang dikatakan oleh al-Muqtil.12

Menurut pendapat lainnya, dikatakan kepada al-Barra bin Azib tentang ayat ini:” apakah yang dimaksud dengan (orang yang binasa itu) adalah orang yang menyerang pasukan Romawi?” Al-Barra menjawab, “bukan, akan tetapi yang dimaksud adalah orang yang melakukan perbuatan dosa sehingga dia menjatuhkan dirinya (ke dalam kebinasaan), lalu berkata, “sesungguhnya aku telah berlebihan dalam melakukan kemaksiatan,” sementara taubat tidak lagi berguna (baginya), sehingga dia pun putus pengharapan terhadap Allah SWT dan menceburkan dirinya ke dalam kemaksiatan.”13

Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebinasaan yang dimaksud disini adalah kebinasaan yang terjadi akibat enggan membayar sedekah dan menginfakan rizki di jalan Allah, sedangkan Allah telah

12 Ibid., h. 821-822

13

(11)

memerintahkan agar umat islam menggunakan hartanya di jalan Allah, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, diantaranya yaitu Arif Asnawi yang meneliti tentang “tuntunan al-Qur‟an mengenai pendaya gunaan harta” salah satu pendayagunaan harta di jalan Allah adalah dengan bersedekah atau meberikannya kepada asnaf yang delapan. Selain itu kebinasaan juga berarti melakukan perbuatan dosa lalu putus asa atau putus pengharapan terhadap ampunan Allah sehingga dia kembali berbuat maksiat

.

B. Penafsiran al-Tahlukah Menurut Mufasir Modern

1. Penafsiran al-tahlukah menurut M.Quraish Shihab

               

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS, al-Baqarah ayat 195)”

M. Quraish Shihab dalam menafsirkan kata al-tahlukah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 195. Yakni hilangnya nilai positif yang melekat pada sesuatu, tanpa diketahui kemana perginya. Ayat ini seakan-akan berkata jika seseorang yang enggan menafkahkan harta dalam berperang atau berjuang di jalan Allah SWT, maka musuh yang memiliki perlengkapan lebih kuat dari kalian akan dapat mengalahkan kalian, dan

(12)

bila itu terjadi, kalian menjerumuskan diri sendiri ke dalam kebinasaan, akan hilanglah nilai-nilai positif yang melekat pada diri seseorang.

Seperti keyakinan akan keesaan Allah SWT, kemerdekaan dan kebebasan, bahkan hidup dan ketenangan lahir dan batin. Itu semua dapat hilang, tetapi tidak diketahui kemana perginya, yakni dia tidak berada disisi Allah SWT, sehingga ia tidak berkembang tidak juga berlipat ganda.14

Merujuk penjelasan M. Quraish Shihab tentang makna kata al-tahlukah dalam surat al-Baqarah ayat 195 di atas maka dapat diketahui bahwa M. Quraish Shihab menafsirkan kata al-tahlukah yaitu Pertama, hilangnya nilai-nilai positif yang melekat pada sesuatu tanpa diketahui kemana perginya. Seperti seseorang yang enggan menafkahkan harta untuk berperang atau berjuang di jalan Allah SWT maka ia akan memperoleh kebinasaan dari sikapnya tersebut. Karena harta merupakan titipan Allah SWT kepada seseorang maka apabila Allah SWT memerintahkan kita untuk menafkahkan harta tersebut kepada orang yang sangat membutuhkan maka harta itu bisa menyelamatkan kita dari hal-hal yang negatif, akan tetapi apabila seseorang malas untuk menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT maka itu akan menumbuhkan nilai-nilai negatif pada dirinya. Disebabkan harta yang ditumpuk tumpuk itu tidak

14 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, (Jakarta:

(13)

memberikan berkah bagi kehidupan seseorang dan malahan itu bisa membuat pemilik harta merasa tidak puas terhadap apa yang dimilikinya. Kedua, tidak mempersiapkan diri terlebih dahulu ketika hendak melakukan suatu perbuatan, karena jika seseorang melangkah tanpa ada persiapan terlebih dahulu atau perhitungan yang teliti. Berarti sama saja menjerumuskan dirinya ke dalam kebinasaan.

2. Penafsiran al-tahlukah menurut al-Sa‟di

               

Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS, al-Baqarah ayat 195)”

Al-Sa‟di menafsirkan kata al-tahlukah dalam surat al-Baqarah ayat 195 yaitu tindakan menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan itu terpulang pada dua perkara; meninggalakan perkara pertama, yang diperintahkan kepada hamba apabila tindakan meninggalkannya itu mengharuskan atau mendekatkan kepada rusaknya tubuh atau jiwa, Kedua, melakukan perbuatan yang menyebabkan hilangnya jiwa atau ruh, maka perkara ini meliputi banyak sekali hal-hal lainnya. Di antaranya adalah meninggalkan jihad di jalan Allah SWT atau berinfak padanya, yang menyebabkan penguasaan musuh, termasuk juga seorang yang menjatuhkan dirinya dalam peperanggan atau perjalanan yang menakutkan

(14)

atau ditempat binatang buas atau ular, atau yang memanjat pohon atau bangunan.15

Dilihat dari penjelasan al-Sa‟di tentang penafsiran kata al-tahlukah dalam surat Baqarah ayat 195 di atas maka dapat diketahui bahwa al-tahlukah dapat diartikan pertama kebinasaan tersebut terjadi ketika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT sehingga mengakibatkan hilangnya jiwa dan ruh, seperti meninggalkan jihad. Ketika seseorang meninggalkan jihad pada waktu yang dibutuhkannya jihad maka itu akan membuat hilangnya ruh atau jiwa dalam artian hilangnya kebebasan atau kemerdekaan dalam diri seseorang atau hal-lainnya yang merugikan. Kedua yang dimaksud disini adalah melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan hilangnya jiwa seseorang seperti berjalan di tempat yang terdapat padanya ada kejahatan.

Dewasa ini berbagai macam cara yang dilakukan oleh seseorang utuk menghilangkan jiwa atau mengakhiri hidupnya dengan hal-hal yang menggerikan seperti bunuh diri terjun dari gedung yang tinggi. Maka perbuatan seperti inilah yang dilarang Allah SWT. Karena ia mencampakan pelakunya ke dalam kebinasaan.

15 Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Sa‟di, Tafsir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir

Kalamal-Manan, Penterjemah: Muhammad Iqbal dkk, dengan Judul Tafsir as-Sa’di ( Jakarta: Darul Haq, 2016),

(15)

C. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran klasik dan modern tentang al-tahlukah

Berdasarkan paparan di atas dapat penulis simpulkan bahwa perbedan mufasir klasik dan modern dalam menafsirkan ayat ini adalah:

1. Al-Thabari dan al- Qurthubi menafsirkan ayat ini bahwa al-tahlukah yang dimaksud adalah pertama al-tahlukah berarti membinasakan diri terkait dengan enggannya seseorang bersedekah. kedua al-tahlukah juga berarti bersikap pasrah terhadap suatu hal yang yang menimpa diri dan putus asa dari rahmat Allah SWT atas dosa yang diperbuatnya (berputus asa dari ampunan Allah) yang membuat seseorang kembali berbuat kemaksiatan.

2. M. Quraish Shihab dan al-Sa‟di mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-tahlukah disini yaitu melakukan perbuatan yang berkaitan dengan hal-hal yang menghilangkan jiwa (fungsi jiwa tersebut yang hilang) itu sendiri dan juga termasuk di dalamnya melakukan hal-hal yang berkaitan dengan sesuatu yang memang menghilangkan nyawa itu sendiri (mengakhiri hidup).

3. Mufasir klasik dalam menafsirkannya mengaitkan al-tahlukah ini kepada orang yang enggan menginfakan harta secara umum, sementara mufasir modern menafsirkannya dengan mengaitkan ayat ini kepada menginfakan harta untuk suatu kepentingan perperangan.

(16)

4. Mufasir Klasik (Thabari dan Qurthubi) dalam menafsirkan kata al-tahlukah beliau lebih condong pada penafsiran tekstual, dan kebanyakan hanya mengutif riwayat-riwayat yang tidak shahih dibandingkan dengan yang shahihnya.

5. Sedangkan Mufasir Modern (M. Quraish Shihab dan al-Sa‟di) tentang persaman dan perbedaan kata al-tahlukah dalam surat al-Baqarah ayat 195. Itu lebih condong pada penafsiran Teks dan Kontekstual, di samping itu beliau juga mengutif penafsiran Mufasir Klasik sebagi rujukan pertama dalam kitab tafsirnya. Yang penafsiran tidak hanya terfokus pada teks saja akan tetapi beliau sudah menafsirkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada masa sekarang.

Persamaan pendapat mufasir klasik dan modern terhadap penafsiran ini yaitu sama-sama berkaitan dengan anjuran kepada umat Islam untuk bersikap tidak engan bersedekah baik pada waktu kaya/lapang maupun pada waktu miskin/sempit, karena Allah SWT akan menggantinya dengan pahala dan memberikan rezeki dengan segera, terhadap apa yang kalian berikan. Apabila tidak mengerjakan perbuatan tersebut maka telah menjerumuskan diri dalam kebinasaan.

Referensi

Dokumen terkait

Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda pada Sub Bagian Perencanaan, Akutansi dan Keuangan Bagian Tata Usaha Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai Aktiva

---Pada waktu dan tempat sebagai tersebut diatas, pada awalnya terdakwa bersama dengan saksi FEBRIANSYAH ALIAS APET, saksi BASTIAR ALIAS TIAR (dilakukan penuntutan

Menghilangkan semua sumber penyulut. Pisahkan dari bahan-bahan yang mengoksidasi. Jaga agar wadah tertutup rapat dan tersegel sampai siap untuk digunakan. Wadah yang sudah

Perlakuan media tanam dan interaksinya dengan tingkat naungan belum memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap persentase pecah mata tunas sampai umur 8 MST dan terhadap

Tanaman penutup tanah dari jenis tanaman kacang-kacangan mempunyai residu hara (C organik dan P total tanah) dan populasi mikroba tanah serta pertumbuhan dan hasil kubis yang

Setiap Pihak wajib mengambil tindakan legislatif, administratif dan kebijakan yang tepat, efektif dan proporsional, yang sesuai, untuk mengatur pengetahuan tradisional