• Tidak ada hasil yang ditemukan

HARKAT LAHAN SEBAGAI KRITERIUM TATA RUANG NASIONAL BERWAWASAN LINGKUNGAN 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HARKAT LAHAN SEBAGAI KRITERIUM TATA RUANG NASIONAL BERWAWASAN LINGKUNGAN 1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

HARKAT LAHAN SEBAGAI KRITERIUM TATA RUANG

NASIONAL BERWAWASAN LINGKUNGAN

1

Tejoyuwono Notohadiprawiro

Lahan

Lahan adalah suatu mintakat darat (terrestrial zone) yang merupakan kesatuan gejala atmosfer, pedosfer, biosfer, hidrologi, geologi, dan antroposfer, yang membentuk suatu keadaan yang berpengaruh penting atas penggunaan suatu wilayah oleh manusia pada waktu kini dan pada masa mendatang.

Lahan bermakna banyak bagi manusia, tergantung pada kepentingan yang diutamakan. Bagi seorang petani, lahan adalah kehidupan. Bagi penduduk kota, lahan adalah ruang atau tempat untuk membangun rumahnya. Bagi penambang atau pendulang, lahan adalah sumber bahan mentah. Bagi pengusaha, lahan adalah barang ekonomi atau kimah (asset). Bagi seorang anak, lahan adalah lapangan bermain. Bagi penyair, lahan adalah suatu tema. Bagi patriot, lahan adalah suatu lambang (Chryst & Pendleton, Jr., 1958).

Lahan adalah keseluruhan lingkungan yang menyediakan kesempatan bagi manusia menjalani kehidupannya. Lahan berangkut paut erat dengan kebutuhan kita dan dengan cara kita memenuhi kebutuhan itu. Maka lahan bermakna sumberdaya, yaitu benda atau barang berupa cadangan yang dapat diperoleh dengan suatu cara tertentu untuk digunakan memenuhi suatu kebutuhan tertentu manusia. Karena selalu dikaitkan dengan kebutuhan atau kepentingan manusia, lahan sebagai sumberdaya merupakan fakta nisbi, bergatra sosial, budaya, dan ekonomi, serta bermatra tempat (ruang) dan waktu. Dengan demikian lahan merupakan konsep dinamik (Vink, 1975).

Dilihat dari segi strukturnya, lahan adalah pembawa berbagai ekosistem, dan sekaligus merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem itu. Mengingat hal ini maka lahan dipakai sebagai jabaran operasional lingkungan hidup. Dengan jabaran ini komponen-komponen lingkungan hidup menjadi sesuatu yang nyata, dan dapat diamati secara kuantitatif. Pengelolaan lingkungan hidup menjadi suatu kegiatan yang terancangkan secara tajam.

1

Sajian dalam Seminar Menyongsong Dies Natalis XXXVIII Universitas Gadjah Mada. 14-15 Desember 1987.

(2)

Sebagai suatu sistem, lahan bersifat dan berperilaku menurut saling nasabah (interrelation) antar komponennya. Lahan tidak dapat diperlakukan dengan jalan memperlakukan komponennya secara satu demi satu, atau sendiri-sendiri, melainkan harus diperlakukan secara serentak sebagai suatu kebulatan. Maka lahan merupakan konsep holistik pula.

Memakai harkat lahan sebagai kriterium berarti tata ruang berwawasan lingkungan. Mengatur peruntukan lahan berdasarkan harkatnya berarti menyesuaikan beban dengan daya dukung. Penyesuaian ini merupakan pernyataan bahwa produktivitas atau kemanfaatan sumberdaya dikembangkan menurut petunjuk pelestarian fungsinya.

Tata Ruang Nasional

Istilah tata ruang dalam kaitannya dengan pengaturan pendagunaan lahan, tidak benar. Ruang hanyalah salah satu matra lahan, dan masih ada matra waktu. Dalam perencanaan jangka panjang, dan boleh jadi juga yang jangka menengah untuk kawasan yang berkembang pesat, apalagi dalam perencanaan yang menjangkau masa depan, matra waktu lebih penting daripada matra ruang. Pertumbuhan dan perkembangan adalah gejala waktu. Membangun sesuatu yang hidup dan bergerak (manusia, masyarakat, bangsa, negara) memerlukan kemampuan bersiap menghadapi keadaan yang akan datang. Tugas ilmu pengetahuan ialah menjelaskan, meramal, dan mengendalikan keadaan. Dengan menyelesaikan tugas ini ilmu pengetahuan dapat mengantisipasi persoalan sedini-dininya. Ini sangat menentukan kekuatan perencanaan. Daya antisipasi yang baik berarti mampu mengajukan berbagai alternatif bagi kehidupan masa depan. Memperluas peluang memilih bagi kehidupan yang lebih baik pada masa depan adalah ciri pembangunan yang mantap dan terarah.

Tata ruang memberikan konotasi pekerjaan memetak-petak lapangan. Di dalam istilah ini tidak tersirat jawaban bagaimana mengatur penggunaan lahan untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya berdasarkan penilaian semua gatranya selaku suatu sumberdaya. Menurut Fenner (1976) tidak mungkin dibantah bahwa berbicara tentang masa depan merupakan suatu growth industry. Tata ruang secara tersirat memesankan kegiatan kontemporer, sedang pendayagunaan lahan harus mengajukan perspektif kedalam waktu. Apalagi kita berbicara pada tataran nasional. Suatu bangsa tidak hanya hidup selama waktu sekarang, tetapi harus dapat hidup dari generasi ke generasi. Maka dalam kaitannya dengan pendayagunaan lahan, yang sebagai suatu sumberdaya harus dapat

(3)

memberikan manfaat kepada generasi demi generasi, perlu dipilih suatu istilah yang tidak terpancang pada satu matra. Istilah yang jauh lebih baik ialah tataguna lahan. Yang ditata ialah penggunaan lahan, bukan ruang saja. Penggunaan sumberdaya berperspektif ruang dan sekaligus berperspektif waktu. Tata ruang menjadi salah satu segi tataguna lahan.

Lahan yang merupakan konsep dinamik tidak mungkin diatur penggunaannya dengan asas tata ruang yang statik. Lahan sebagai suatu ekosistem menjalani evolusi, demikian pula nilai-nilai kehidupan yang dianut manusia. Dengan sendirinya nasabah – lahan manusia merupakan fungsi waktu. Maka dalam pembicaraan matra ruang dan waktu selalu terpisah. Dalam diri manusia persepsi tentang ruang datang lebih dulu daripada persepsi waktu. Maka persepsi tentang waktu dipakai untuk membedakan masyarakat primitif dengan mayarakat modern.

Tataguna Lahan

Dengan menerapkan asas tataguna lahan, pengharkatan lahan dan wawasan lingkungan bukan lagi menjadi buah pembicaraan yang penting. Kedua hal ini dengan sendirinya telah berjalan, karena keduanya merupakan bagian hakiki tataguna lahan. Pengharkatan lahan selalu mengawali kegiatan tataguna lahan, dan wawasan lingkungan selalu memadu tataguna lahan.

Tataguna lahan ialah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara sinambung dari kemampuan total lahan yang tersediakan. Tata ruang dalam tataguna lahan bukan sekadar mengalokasikan tempat untuk suatu kegiatan tertentu, melainkan menempatkan tiap-tiap kegiatan penggunaan lahan pada bagian lahan yang berkemampuan serasi untuk kegiatan masing-masing. Maka tataguna lahan ialah manfaat

total sebaik-baiknya dari kemampuan total lahan secara sinambung.

Tujuan tataguna lahan menyiratkan:

1. Tidak mengarah kepada memaksimumkan hasil interaksi dalam setiap pasangan kegiatan dengan lahan, akan tetapi mengoptimalkan jumlah manfaat yang dapat diperoleh dengan sumbangan dari semua pasangan kegiatan dengan lahan.

2. Tidak diperuntukkan mata bagi individu pengguna lahan, juga tidak semata-mata bagi masyarakat sebagai kumpulan individu, melainkan bagi keduanya secara berimbang.

(4)

4. Pelaksanaan hanya boleh bergeser dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh suatu program pemanfaatan sumberdaya lahan berjangka panjang.

Untuk membuat tataguna lahan diperlukan pengertian tentang: 1. Kemampuan lahan dan agihannya di setiap kawasan pembangunan.

2. Ketercapaian (accessibility) dan keterlintasan (trafficability) setiap satuan wilayah kemampuan.

3. Teknologi pengelolaan lahan dan teknologi produksi yang tersediakan dalam masyarakat.

4. Kelembagaan masyarakat yang berpengaruh atau penggunaan lahan.

5. Tujuan pembangunan nasional, dan peranan yang diberikan kepada kawasan pembangunan masing-masing.

Uraian ini menekankan bahasannya pada butir 1. Butir-butir lain dibahas secara tidak langsung dalam kaitannya dengan butir 1.

Kemampuan Lahan

Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai secara menyeluruh. Menurut pengertian ini, kemampuan lahan merupakan suatu penenal majemuk (complex attribute) lahan, yang dalam mempengaruhi kesesuaian lahan untuk suatu macam penggunaan tertentu bertindak berbeda secara nyata dengan tindakannya dalam mempengaruhi kesesuaian lahan untuk macam penggunaan yang lain. Dengan kata lain, nilai kemampuan lahan berbeda untuk penggunaan yang berbeda.

Karena merupakan mutu, kemampuan lahan tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Kemampuan lahan hanya dapat ditaksir (assessed) dari akibatnya atas kinerja (performance) suatu macam penggunaan lahan menurut bandingannya dengan kinerja terbaik dari macam penggunaan lahan yang sama. Secara empirik, dengan percobaan, atau dengan teknik simulasi, dapat ditetapkan nasabah kinerja suatu macam penggunaan lahan dengan sejumlah variabel lahan, atau dengan interaksi antar variabel lahan. Dengan pengetahuan tentang nasabah ini, penaksiran kemampuan lahan dapat dikerjakan atas dasar harga sejumlah variabel lahan atau hasil interaksinya. Sifat atau ciri lahan yang terandalkan untuk menaksir kemampuan lahan disebut kriteria diagnostik.

Ada dua macam pengertian kemampuan lahan. Yang satu ialah kemampuan bawaan, yang merupakan pernyataan watak dan perilaku hakiki lahan. Kemampuan ini juga dinamakan kemampuan aktual. Yang lain ialah kemampuan tahsil (acquired), yang

(5)

timbul dari tanggapan kemampuan bawaan terhadap masukan teknologi terbaik yang dikenal pada masa kini. Kemampuan ini dinamakan juga kemampuan potensial. Diantara kedua atas (level) kemampuan ini terdapat berbagai aras sub-potensial menurut tingkat teknologi yang diterapkan.

Seberapa tinggi tingkat teknologi yang dapat dipertimbangkan atau dianjurkan untuk diterapkan guna meningkatkan kemampuan lahan, bergantung pada berbagai faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Ketercapaian wilayah dan keterlintasan medan termasuk faktor ekonomi. Hukum adat mengenai pemilikan dan penggunaan lahan adalah faktor sosial. Keterampilan menerapkan teknologi yang lebih tinggi, dan kemahiran merawat peralatan yang terlibat dalam teknologi itu, merupakan faktor budaya. Kemungkinan meningkatkan kemampuan lahan menjadi bahan pertimbangan penting dalam tataguna lahan.

Dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan manusia, kemampuan lahan terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan. Konsep daya dukung melibatkan spesifikasi tentang:

1. Aras penggunaan lahan, yang akan mengijinkan

2. Pemeliharaan mutu lingkungan secara sinambung pada tingkatan tertentu, di dalam suatu

3. Sitem pengelolaan, yang ruang lingkup dan arasnya ditetapkan dengan mempertimbangakan

4. Biaya pemeliharaan mutu sumberdaya sampai pada suatu aras tertentu, yang masih 5. Mendapatkan kepuasan kepada pengguna sumberdaya.

(disadur bebas dari Georges Payot, cit. Schwarz, dkk., 1976)

Dengan konsep daya dukung, wawasan lingkungan bertambah tajam. Spesifikasi yang terlibat dalam konsep ini mencerminkan secara jelas tujuan tataguna lahan.

Kesesuaian Lahan

Dengan menghadapkan konsep daya dukung lahan sebagai suatu ungkapan penawaran, pada keperluan, kepentingan, dan keinginan manusia sebagai suatu ungkapan permintaan, diperoleh nilai kesesuaian lahan dengan konsep kecukupan (suffiency concept; Melitz, 1986). Kesesuaian menunjuk kepada suatu mutu lahan yang berkenan dengan imbangan permintaan dengan penawaran dalam suatu lingkup kepentingan khusus.

(6)

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu jenis lahan tertentu untuk suatu macam penggunaan tertentu.

Kesesuaian lahan merupakan spesifikasi kemampuan lahan. Kemampuan lahan menyiratkan daya dukung, sedang kesesuaian lahan menyiratkan kemanfaatan.

Imbangan tingkat pemanfaatan lahan dengan daya dukung menjadi ukuran kelayakan penggunaan lahan. Lahan dipakai secara layak apabila daya dukung dimanfaatkan sepenuhnya. Dalam hal daya dukung yang tersediakan tidak termanfaatkan secara penuh, lahan terpakai secara tidak efektif. Kalau tingkat pemanfaatan melampaui daya dukung yang tersediakan, sehingga terpaksa disubsidi dengan bahan dan energi banyak berupa teknologi mahal, lahan telah dipakai secara tidak efisien. Tambahan pula, lahan sebagai sistem menjadi goyah. Eksistensinya semata-mata bergantung pada dukungan teknologi.

Gb. 1. Hakekat kemampuan, daya dukung, kesesuaian, kemanfaatan, dan kelayakan dalam tataguna lahan Kelayakan Sumberdaya Kemampuan Teknologi Keperluan Kepentingan Keinginan Daya Dukung Kesesuaian Kemanfaatan Lewat Daya Dukung Sepadan Daya Dukung Di Bawah Daya Dukung tidak efisien tidak efektif Manusia

(7)

Lahan yang dipakai secara layak memenuhi kriterium kesesuaian lahan, dan wawasan lingkungan serta ekonomi diterapkan secara bersama-sama. Pemakaian di bawah kelayakan memang memenuhi kriterium kesesuaian, berarti wawasan lingkungan diikuti, akan tetapi wawasan ekonomi diabaikan. Potensi ekonomilahan tidak dimanfaatkan sepenuhnya. Pemanfaatan melampaui ukuran kelayakan berarti melanggar kedua kriteria tataguna lahan. Gb. 1 menjelaskan hubungan antara kemampuan, kesesuaian, dan kelayakan. Bagan ini merupakan acuan analisis wilayah untuk dasar perancangan tataguna lahan.

Pengharkatan Lahan

Mengharkatkan lahan ialah menaksir mutu lahan. Pekerjaan ini bermaksud menginventarisasi sumberdaya lahan. Pengharkatan lahan terdiri atas dua bagian kegiatan, yaitu pengharkatan fisik dan analisis ekonomi dan sosial. Pengharkatan fisik dikerjakan dengan survei dasar yang penemuannya ditafsirkan untuk mengklasifikasikan lahan secara kualitatif. Melalui analisis ekonomi dan sosial, hasil klasifikasi lahan kualitatif ditransformasikan menjadi klasifikasi lahan kuantitatif. Dua bagian kegiatan itu dapat dikerjakan secara berurutan, atau dikerjakan secara serentak. Klasifikasi lahan kuantitatif dipakai untuk membuat putusan perencanaan yang terinci. Dalam hal perencanaan umum, putusan perencanaan dibuat berdasarkan klasifikasi lahan kualitatif, berarti berdasarkan pertimbangan keadaan fisik lahan saja (FAO, 1977).

Konsep pengharkatan lahan yang diajukan oleh Van Wambeke & Rossiter (1987) mirip sekali dengan konsep kecukupan Melitz yang telah disebutkan sebelumnya. Pada dasarnya pengharkatan lahan adalah pembandingan mutu lahan dengan persyaratan yang diminta oleh kegiatan penggunaan lahan, dan menaksir berapa banyak dari permintaan itu yang secara teori dapat dipenuhi, harkat lahan makin tinggi. Dengan konsep ini kedua penulis tersebut membuat takrif (definition) pengharkatan lahan sebagai berikut: menetapkan peringkat seperangkat satuan lahan berdasarkan kemampuan masing-masing di dalam keadaan tertentu, termasuk aras pengelolaan dan keadaan sosioekonomi, memberikan manfaat tertinggi dari setiap satuan luas wilayah, tenaga kerja, atau modal yang digunakan menurut asas pelestarian sumberdaya alam.

Pengharkatan lahan tidak selesai pada penaksiran kesesuaian lahan untuk satu macam tindakan. Pengharkatan harus memperhitungkan kesesuaian lahan untuk berbagai macam tindakan yang membentuk suatu sistem kegiatan, dan akibat keseluruhan kegiatan

(8)

itu atas keadaan lahan. Maka pengharkatan lahan menilai kemampuan lahan untuk mendukung pengembangan kegiatan secara lestari.

Suatu kegiatan dicirikan oleh latar belakang dan gatra (aspect) pemanfaatan lahan. Latar belakang dan/atau gatra yang berbeda menyebabkan tuntutan persyaratan lahan yang berbeda pula. Latar belakang pemanfaatan lahan ialah ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan serta kepastian hidup. Gatra pemanfaatan lahan ialah pertanian (mencakup peternakan dan perikanan), kehutanan, permukiman, pertambangan, industri, pelayanan jasa, dan perhubungan. Kegiatan yang berlatar belakang ekonomi memerlukan pengharkatan lahan yang sangat cermat, karena tujuannya ialah keuntungan (profit). Pertanian memerlukan pengharkatan lahan yang serbacakup (comprehensive), karena semua komponen lahan menentukan atau berpengaruh atas kinerja pertanian. Pertambangan berkedudukan khas dalam penggunaan lahan karena dua hal. Pertama, kesesuaian lahannya khusus ditentukan oleh keterusahaan (workability) cadangan bahan tambang. Maka pertambangan adalah satu-satunya kegiatan yang dalam perencanaan peruntukan lahan tidak dapat diberi lahan silih (alternative land). Kedua, pertambangan bersifat tidak tergabungkan (incompatible), bahkan bersifat saling meniadakan (mutually

exclusive), dengan bentuk penggunaan lain.

Pengharkatan lahan yang serbacakup bagi pertanian membutuhkan pengumpulan informasi banyak. Kumpulan informasi ini dapat dipakai pula untuk mengharkatkan lahan bagi kegiatan lain yang kebutuhan informasinya lebih terbatas. Jadi, sekali kerja dapat berguna untuk berbagai keperluan. Pertanian juga paling berkepentingan dengan lahan karena sifatnya yang biologis. Hal ini pula yang menyebabkan bahwa proses produksinya banyak bergantung pada faktor alam, sehingga tidak terkelolakan sepenuhnya. Konsekuensinya ialah efisiensi ekonomi pertanian secara nisbi rendah. Maka pertanian pada dasarnya tidak memiliki kesanggupan ekonomi untuk melibatkan reklamasi atau meliorasi lahan yang mahal dalam usahanya. Ciri-ciri pertanian itu menimbulkan konsekuensi kebijakan untuk memperhatikan lebih dulu permintaan pertanian akan lahan daripada permintaan kegiatan lain, kecuali pertambangan.

Pengharkatan lahan untuk pertambangan memilahkan daerah potensial untuk mengusahankan pertambangan. Daerah ini disisihkan dalam tahap perencanaan selanjutnya, dan dinyatakan sebagai daerah tertutup bagi kegiatan lain. Keistimewaan kedudukan pertambangan dalam penggunaan lahan yang telah disebutkan terdahulu menyarankan suatu kebijakan yang mendahulukan pengharkatan lahan untuk

(9)

pertambangan. Apabila pembukaan tambang di suatu daerah berada dalam rencana jangka panjang, daerah cadangan pertambangan sementara itu boleh dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang bersifat tidak tetap, konversi penggunaan nanti tidak mendatangkan kesulitan teknis, ekonomi, dan/atau sosial, dan dapat memulangkan modal serta mendatangkan keuntungan secara cepat. Ini misalnya hutan kayu bakar, kayu bangunan murah, atau bambu untuk penggunaan setempat. Penutupan dengan hutan juga sekaligus berguna melindungi tanah daerah cadangan pertambangan terhadap erosi, yang kalau dibiarkan berlangsung akan mengekspor dampak yang merugikan lahan usaha yang berada di sebelah hilirnya.

Inventarisasi kapasitas dan mutu sumber air menghasilkan informasi penting sekali untuk pengharkatan lahan. Air dibutuhkan mutlak untuk pertanian, rumah tangga, dan industri. Maka pekerjaan ini perlu pula didahulukan. Ini mencakup pencatatan curah hujan efektif (curah hujan dikurangi dengan evaporasi), ketersediaan lengas tanah dan pola perubahannya sepanjang tahun, aliran permukaan (sungai), tambatan permukaan (surface

retention) berupa rawa dan danau, serta air tanah. Keadaan lengas tanah langsung terlibat

dalam pengharkatan lahan untuk pertanian. Pada waktu sekarang, yang udara banyak terkena pengotoran (contamination) atau pencemaran, sifat kimia air hujan perlu diperhatikan dalam inventarisasi. Sifat kimia air hujan semakin penting sebagai kriterium kesesuaian lahan untuk berbagai keperluan.

Keistimewaan kedudukan pertambangan, pertanian, dan sumber air dalam tataguna lahan mengharuskan prioritas tertinggi pada pengharkatan lahan untuk ketiga gatra lahan itu. Kesudahaan pengharkatan lahan dirupakan dalam bentuk peta. Untuk informasi umum beraras nasional atau subnasional, dibuat peta kemampuan lahan yang biasanya berskala 1: 100.000 atau lebih kecil. Untuk informasi khusus bagi pelaksanaan suatu program, dibuat peta kesesuaian lahan yang biasanya berskala 1 : 50.000 atau lebih besar. Satuan peta menunjukkan kelas harkat lahan. Kelas lahan makin tinggi, berarti mutu lahan makin baik, apabila:

1. Makin sedikit kekurangan penawaran lahan untuk memenuhi permintaan penggunaan lahan, dan

2. Lahan makin kurang rentan (less susceptible) terhadap dampak yang secara hakiki tercipta oleh kegiatan penggunaan lahan.

(10)

Dapat dibuat seruntut peta harkat lahan yang masing-masing menggunakan suatu skenario tertentu tentang tingkat pembenahan mutu lahan. Satu peta menunjukkan taksiran harkat aktual lahan, satu peta menunjukkan taksiran harkat potensial lahan, dan beberapa peta yang masing-masing menunjukkan suatu harkat subpotensial lahan. Dengan seruntut peta ini dapat diketahui berapa besar peluang yang ada untuk menerapkan teknologi perbaikan mutu lahan, dan berapa silih tataguna lahan yang dapat disusun. Gb. 2 melukiskan asas penyusunan silih tataguna lahan dengan tetap memegang konsep kelestarian fungsi sumberdaya lahan. Harkat potensial lahan menjadi pembatas pengubahan progresif tataguna lahan. Garis keseimbangan antara harkat aktual lahan dan harkat potensial lahan menggambarkan ruang yang diijinkan untuk memutuskan kebijakan berkenaan dengan tataguna lahan.

1 - 6 peningkatan harkat lahan dengan masukan teknologi tertentu a - f perubahan progresif penggunaan lahan

A - G silih tataguna lahan

Gb. 2. Gambaran penyusunan silih tataguna lahan menurut berbagai tingkat perbaikan mutu lahan

Tataguna Lahan Dan Pembangunan Nasional

Menurut Resler (1981) perencanaan pengembangan sumberdaya lahan dan air bertujuan memperbaiki dan mempertahankan landasan ekonomi yang sehat bagi kesejahteraan umum penduduk, atau bagi mutu kehidupan secara menyeluruh. Pada masa

1 A B C D E F G 2 3 4 5 6 b c d e f a

garis keseimbangan daya dukung dengan beban penggunaan Harkat lahan meningkat harkat aktual harkat potensial Permintaan penggunaan lahan bertambah

(11)

sekarang tujuan ini termasuk yang paling penting dan menghasilkan imbalan yang paling berharga. Dalam merumuskan rencana yang bersasaran ganda pada segala aras, terdapat tiga tujuan nasional utama, yaitu:

1. Mengembangkan ekonomi nasional dengan maksud meningkatkan keluaran komoditi dan layanan jasa, serta memperbaiki efisiensi ekonomi secara nasional.

2. Meningkatkan mutu lingkungan dengan jalan perlindungan, pengelolaan, pengawetan, pelestarian (preservation), penciptaan, pemugaran, atau perbaikan mutu sumberdaya alamiah atau budaya tertentu, dan ekosistem.

3. Mengembangkan wilayah dengan tujuan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja, pengagihan penduduk, memperbaiki landasan ekonomi dan kesempatan memperoleh pendidikan, berolah budaya serta rekreasi, dan meningkatkan lingkungan. Resler selanjutnya mengatakan bahwa para perencana mengemban suatu kewajiban moral dan tanggung jawab teknis untuk menerapkan teknik perencanaan yang tangkas berdasarkan konsep penggunaan lahan dan air yang benar.

Dalam uraiannya mengenai The Comprehensive Resource Inventory and

Evaluation System (CRIES), Putman (1981) mengatakan bahwa sebagaimana dalam setiap

penaksiran sumberdaya, sistem ini juga berintikan suatu kerangka untuk menyidik dan menjenjangkan (stratify) sumberdaya lahan menjadi satuan-satuan perencanaan fungsional. Di dalam bagian CRIES yang khusus untuk pertanian, yang bernama Agricultural

Resource Inventory System (ARIS), terdapat dua satuan konseptual, yaitu satuan

perencanaan sumberdaya (RPU = resource planning unit) dan daerah potensial produksi (PPA = production potential area). Suatu RPU ialah suatu satuan lahan yang dibatasi secara geografi, yang secara nisbi bersifat seragam dalam hal bentuk lahan, macam dan pola agihan tubuh tanah, iklim, sumberdaya air, vegetasi potensial, dan ragam umum pertanian. PPA adalah suatu agregat tubuh tanah individual beserta iklim mikro yang berserikat, yang berada dalam suatu RPU, yang bersifat cukup serbasama dalam hal ketersesuaian (adaptability), potensi, produktivitas dan persyaratan pengelolaan tanaman, sehingga dapat digambarkan secara terandalkan dengan taksiran agronomi dan ekonomi yang khas bagi perencanaan dan analisis nasional serta regional.

Kutipan uraian kedua penulis tadi sudah jelas menunjukkan bahwa tataguna lahan merupakan landasan pokok pembangunan nasional. Unsur-unsur pengharkatan lahan dan hakekat tataguna lahan dapat ditemukan dalam uraian tersebut. Masih banyak sekali tulisan para ahli yang dapat dikutip. Namun untuk keperluan kali ini kedua kutipan tadi kiranya

(12)

sudah cukup untuk meyakinkan semua pihak yang berkepentingan dan bertanggung jawab bahwa tataguna lahan diperlukan secara mutlak sebagai landasan pembangunan nasional yang mantap dan terarah.

Rujukan

Chryst, W.E., & W.C. Pendleton, Jr. 1958. Land and the growth of the Nation. Dalam: Land, the yearbook of agriculture. h 2-9. USDA. Washington, D.C.

FAO. 1977. A framework for land evaluation. ILRI Publication No. 22. viii + 87 h.

Fenner, F.J. 1976. Options for man's future. A biologist's view. Dalam: R.F. Scagel (ed.), Mankind's future in the Pacific. h 140-160. University of British Columbia Press. Vancouver.

Melitz, P.J. 1986. The sufficiency concept in land evaluation. Soil Survey and Land Evalution 6 (1): 9-19.

Putman, J.W. 1981. The Comprehensive Resource Inventory and Evaluation System. A Carribean Experience. Dalam: Soil resource inventories and development planning. SMSS Technical Monograph No. 1: 135-142. USDA. Wshington, D.C. Resler, L.L. 1981. Utilization and presentation of soil resource inventory information for

land and water resource planning. Dalam: Soil resource inventories and development planning. SMSS Technical Monograph No. 1: 251-262. USDA. Washington, D.C.

Schwarz, C.F., E.C. Thor, & G.H. Elsner. 1976. Wildland planning glossary. USDA Forest Service. General Technical Report PSW-13. 252 h.

Van Wambeke, A., & D. Rossiter. 1987. Automated land evaluation systems as a focus for soil research. News and Views, IBSRAM Newsletter 6:3.

Vink, A.P.A. 1975. Land use in advancing agriculture. Springer-Verlag. Berlin. x + 394 h.

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan dilakukan oleh guru. Pelaksanaan pengamatan dilakukan oleh guru pamong selama pembelajaran berlangsung dengan mengisi lembar pengamatan serta memantau apakah peneliti

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut : 1) Apakah ada perbedaan penerapan pembelajaran berbasis masalah

Pada penelitian ini profil yang digunakan yaitu profil I kompak simetris ganda terhadap sumbu kuat, baja profil I menggunakan produk dari PT Krakatau Wajatama dibawah

Menurut Azwar (1999) daya deskriminasi yang digunakan dalam menganalisis aitem yaitu > 0,30. Aitem yang memiliki skor daya diskriminasi aitem kurang dari 0,30

Sebagai contoh, kalau massa pelajar sebuah sekolah, misalnya sekolah X, sedang saling lempar batu dan mengayun kelewang dengan massa sekolah yang lain, misalnya sekolah Y, dan

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak berpengaruh oleh musim dan.. kualitasnya sama dengan

Terdapat pengaruh positif dan sginifikan motivasi intrinsik terhadap kinerja karyawan hal ini ditunjukan dengan p value (sig 0,000) < 0,005 dengan pengaruh sebesar 0,630

Pembahasan teori-teori komunikasi organisasi antara lain menyangkut struktur dan fungsi organisasi, hubungan antar manusia, komunikasi dan proses pengorganisasian,