• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "View of Problematika Pembiayaan Mudharabah di Perbankan Syariah Indonesia"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

1 Pendahuluan

Dalam literat ur ekonom i Islam dan perbankan syariah yang dipublika-sikan dalam rentang w akt u ant ara 1960-an hingga 1970-an, dijelaskan bank-bank syariah dikonsep sebagai lembaga keuangan, di m ana kese-luruhan pinjam an bisnis yang diber-lakukan kepada pengusaha (nasabah) berdasarkan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing).1 Hal ini juga yang t erjadi di t anah air. Kondisi ini sebenarnya menurut Adhiw arm an Karim lebih dari pada unt uk m em -bedakan ant ara bank syariah dan bank konvensional yang beroprasi

dengan sist em bunga. M eskipun de-m ikian, bank-bank Islade-m sejauh ini t idak bisa dipungkiri lagi m urni m enggunakan sist em bagi hasil, nam un m em perluas penggunaannya kepada met ode pem biayaan lainnya sepert i jual beli, leasing, dan lain sebaginya.2

Bank syariah adalah bank yang m ekanism e kerjanya menggunakan m ekanism e bagi hasil, t idak m eng-gunakan bunga. Dengan dem ikian bagi hasil seharusnya m erupakan m ekanism e yang dominan di bank syariah. Nam un kenyat aannya, m eka-nism e produk bagi hasil t idak

Problematika Pembiayaan M udharabah

di Perbankan Syariah Indonesia

A.

Chairul Hadi

(2)

m enunjukan prosent ase yang cukup t inggi. Pert anyaan yang m uncul kem udian adalah m engapa pem bia-yaan bagi hasil khususnya m udha-rabah belum m enjadi unggulan di perbankan syariah? Dan upaya-upanya apakah yang m ungkin dila-kukan unt uk m endorong pem biayaan bagi hasil m enjadi core bisnis perbankan syariah?.

M udharabah sebagai Produk

Pembiayaan Bank Syariah

Penyert aan m odal (pem biayaan) dengan sist em bagi hasil meliput i penyert aan m elalui akad-akad m udh-arabahdanm usyarakah. Karakt erist ik dari akad m udharabah ialah adanya dua pihak, yait u yang sat u sebagai pemilik dana (shahibu al-mal) dan yang lain sebagai pengelola usaha

(mudharib).

Pada akad m udharabah di perbankan syariah dikenal apa yang disebut “ dua t ahap” atau “ t wo-tier”

m udharabah. Hal ini karena perbankan syariah merupakan lem -baga “ perant ara” at au “ int erme-diaries” sebagai dasar penghim punan dana m asyarakat unt uk disalurkan kem bali kepada m asyarakat dalam berbagai bent uk pem biayaan dan penyert aan m odal3.

Dengan dem ikian m aka pada perbankan syariah dikenal adanya dua sisi peranan bank, yait u pada sisi penghim punan dana m asyarakat , bank berperan sebagai pengelola

usaha (mudharib) m elalui akad m udharabah dengan pem ilik t abungan m udharabah dan deposit o m udharabah (shahibu al-mal), sert a pada sisi penyaluran dana kepada m asyarakat , bank dapat pula berperan sebagai pem ilik dana

(shahibu al-mal) melalui akad

m udharabah dan m usyarakah, de-ngan nasabah pemakai dana

(mudharib).

Akad mudharabah yang dilakukan ant ara bank dengan pemilik t abungan m udharabah dan deposit o m udha-rabah mem baw a konsekuensi resiko bagi pem ilik dana akan kem ungkinan ruginya usaha bank. Nam un resiko ini relatif lebih ringan karena ket at nya pengaw asan Bank Sentral kepada sekt or perbankan. Selain it u sekt or perbankan diw ajibkan mengikut i berbagai ket ent uan Pem erint ah dan Bank Sent ral dalam rangka m elindungi pem ilik dana.4

Disisi lain pada w akt u bank bert indak sebagai pem ilik dana

(3)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

3 Dengan dem ikian dibandingkan

dengan usaha bank dalam bent uk pem biayaan perdagangan (jual-beli) m elalui akad murabaha, bai bit haman ajil, salam, ijarah, ist ishna’, dan derivat ifnya, usaha pem biayaan dalam bent uk penyert aan m odal dianggap lebih besar risikonya t erut am a pada akad mudharabah. Karena pada akad m udharabah ini, pihak bank m enyediakan 100% kebut uhan m odal usaha sedang pihak pengusaha m enyediakan jasa pengelolaan usaha. Sebagai shahibu al-mal, bank t idak dibolehkan t urut cam pur dalam kegiat an sehari-hari pihak pengelola usaha. Hasil yang diperoleh dari usaha yang dikelola dibagihasilkan ant ara bank dengan pengelola usaha sesuai dengan porsi yang disepakat i bersam a. Dalam hal t erjadi kerugian, m aka rugi uang dit anggung seluruhnya at au sebagian oleh bank, sedang pengelola tidak m em peroleh bayaran dari usahanya.

Tingginya resiko (high risk) inilah yang m enjadikan m engapa kom posisi penyaluran dana kepada m asyarakat yang lebih banyak dalam bent uk pem biayaan perdagangan (muraba-hah), dibandingkan dengan bent uk penyert aan m odal (mudharabah dan

musyarakah), padahal yang m em pu-nyai dampak langsung kepada pert um buhan ekonom i berupa t um buhnya peluang usaha baru, kesem pat an kerja baru, dan pening-kat an pendapat an penduduk adalah

pem biayaan dalam bent uk kerjasam a ini baik mudharabah m aupun

musyarakah.6

Lebih m enarik lagi, kom posisi penyaluran dana kepada m asyarakat yang didominasi pem biayaan per-dagangan ini t idak hanya t erjadi pada perbankan syariah di Indonesia, tet api juga t erjadi pada perbankan syariah di negara lainnya diseluruh dunia.Di perbankan syariah nasional saat ini, pem biayaan yang m asih m endominasi adalah pembiayaan non-bagi hasil.

M enurut Dat a Bank Indonesia, pem biayaan yang paling dominan adalah pem biayaan m urabahah yang m erupakan salah sat u jenis dari pem biayaan non-bagi hasil.

Tidak dapat dipungkiri bahw a pada kenyat aanya pem biayaan bank syariah lebih dit itik berat kan melalui skem a m urabahah, bahkan kalau kit a bandingkan t ernyat a bank-bank Islam papan at as dunia, juga memiliki kecenderungan m enjadikan skem a m urabahah sebagai pem biayaan yang ut am a. Sebagai cont oh adalah Bahrain Islamic Bank, Faysal Islamic Bank, Bank Islam M alaysia, Kuw ait Finance House dan lain-lain dim ana kalau dirat a-rat akan, skem a m uraba-hahnya m encapai 70% persen.7

(4)

disbanding-kan dengan pem biayaan non-bagi hasil. Sem ent ara sebagian pakar yang lain m em andang w ajar kecende-rungan pem biayaan non-bagi hasil bank syariah, khusunya pada t ahap aw al pengem bangan mengingat berbagai kendala yang dihadapi.

Pembiayaan bagi hasil adalah pola pem biayaan yang m encerminkan

spirit perbankan syariah. dengan alasan adalah sebagai berikut ;

pert ama, pem biayaan bagi hasil dapat m engurangi peluang terjadinya resesi ekonomi dan krisis keuangan. Hal ini dikarenakan bank syariah adalah inst it usi keuangan yang berbasis asset (asset -based). Art inya, bank syariah bert ransaksi berdasarkan assert riil dan bukan m engandalkan pada kert as kerja sem at a. Sement ara disisi lain, bank konvensional hanya bert ransaksi berdasarkan paper work dan dokum en sem at a, kem udian m em -bebankan bunga dengan prosent ase t ert ent u kepada calon invest or.

Kedua, invest asi akan m eningkat yang disert ai dengan pem bukaan lapangan kerja baru. Akibat nya t ingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapat an m asyarakat akan bert am bah. Ketiga, pem biayaan bagi hasil akan m endorong t um buhnya pengusaha at au invest or yang berani m engam bil keput usan bisnis yang beresiko. Hal ini akan m enyebabkan berkem bangnya berbagai inovasi baru, yang pada akhirnya dapat m eningkat kan daya saing bangsa ini.

Bila dit injau dari sisi nasabah, nasabah akan m em bandingkan secara cerm at ant ara expect ed rat e of return

yang dit awarkan oleh bank syariah dengan t ingkat suku bunga yang dit aw arkan oleh bank konvensional8.

Dari uraian diat as t erlihat bahw a skim pem biayaan yang t epat sebagai m esin akselerasi pem bangunan kese-jaht eraan ekonom i m asyarakat adalah pem biayaan mudharabah (bagi hasil), yang t ent uya harus dilaksanakan secara profesional.

Dominasi pem biayaan non-bagi hasil jelas bukanlah kondisi ideal yang diinginkan, indust ri perbankan syariah bersam a-sam a dengan pem erint ah m aupun Bank Indonesia harus t et ap m em persiapkan sist em m aupun infra-st rukt ur dengan m encari solusi yang t epat unt uk m eningkat kan pem bia-yaan bagi hasil.9 Terlebih lagi, sesuai dengan visi dan misi pengem bangan perbankan syariah nasional yang dian-t aranya adalah m encapai m asyarakadian-t yang sejaht era secara m aterial dan spirit ual (falah) yang m am pu m en-dukung sekt or riil m elalui kegiat an berbasis bagi hasil dan t ransaksi riil dalam rangka m endorong part um -buhan ekonomi nasional.10

(5)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

5 w akt u 2008-2011. persiapan itu jelas

t idak dapat dilakukan secara menda-dak, m elainkan m au tidak m au harus m ulai dipersiapkan dari sekarang, karena perkem bangan pesat yang sedang berlangsung perlu diarahkan agar t idak t erlanjur berkembang kearah yang tidak diinginkan.11Dari paparan diat as kiranya dapat disim -pulkan bahwa m asalah pokok kecilnya jum lah pem biayaan dengan sist em bagi hasil adalah, adanya kendala-kendala t eknis baik int ernal (bank) m aupun ekst ernal (calon nasabah). Tingginya resiko menjadi pert im -bangan ut am a m engapa bank syariah kurang tert arik unt uk m em berikan pem biayaan mudharabah, karena di jam an sekarang m asih sangat sulit m encari pengusaha yang jujur dan am anah (perilaku m oral hazard nasabah). Padahal kunci keberhasilan pem biayaan bagi hasil sangat t er-gant ung pada karakt er nasabah. Jika pendapat an besar harus dilaporkan besar pula, jangan sebaliknya unt ung besar dilaporkan ke bank bernilai kecil, bahkan m ungkin dilaporkan rugi.

M asalah m oral hazard nasabah ini m enurut Chapra lam bat laun akan t erat asi apabila m ekanism e kekuat an pasar berjalan, karena m enurut nya, t idak hanya sat u dua orang pengusaha yang akan m em injam dari bank. Akan ada ribuan pengusaha dan m ereka yang bert indak curang akan t ercerm in dari hasil yang m ereka

um um kan, dibandingkan dengan m ereka yang jujur. Jadi mereka akan m erusak sendiri kepentingan jangka panjang mereka akibat peringkat kredit yang buruk. Ini akan m enyulit kan mereka m endapat kan pem biayaan dim asa dat ang, karena peringkat ini bukan hanya akan beredar dikalangan bank t api juga t erbuka bagi um um .12

Pengendalian Resiko Pembiayaan Bagi Hasil (M udharabah) di Perbank-an Syariah

Unt uk m engurangi kem ungkinan t erjadinya resiko-resiko diat as, m aka bank syariah m enurut Adiw arm an Karim dapat menerapkaan sejum lah bat asan-bat asan t ert entu ket ika m enyalurkan pem biayaan kepada

mudharib,13 yang t ujuannya agar

mudharib secara sist emat is “ dipaksa” unt uk berperilaku memaksim alkan keunt ungan bagi kedua belah pihak baik mudharib it u sendiri m aupun bagi shahibu al-mal. Bat asan-bat asan it u ant ara lain:

1.

Penetapan Anggunan

beru-pa Fixed Asset dan (atau) Adanya Lembaga Penjamin

Pengenaan jam inan juga akan m encegah mudharib melakukan pe-nyelewengan karena jaminannya yang sudah diberikannya, itu m enjadi harga dari penyelewengan perilakunya.

(6)

perlu adanya a loan guarant ee scheme underw rit t en part ly by t he ghoverment and partly by t he commercial banks. Dem ikian pula pendapat Chudhory. Bahw a unt uk m enghubungkan sekt or riil dengan sekt or keuangan melalui pem biayaan

mudharabah perlu adanya lem baga penjamin.14

Keberadaan lem baga ini sangat m enent ukan kem am puan bank syariah dalam m enggerakan sekt or riil m elalui alokasi pem biayaan kedaerah pedesaan, UKM dan dengan skim

mudharabah, lem baga ini yang akan m elakukan investigasi mengenai pe-rilaku mit era sehingga dapat dipercaya akan am anah dalam m engelola dana, dan m emiliki kem am puan dalam berusaha. Bila perilaku am anahnya diragukan dan kem am puannya rendah tidak akan dijamin dalam mem peroleh pem bia-yaan dari bank syariah. Unt uk nasabah yang m asih rendah kem am puannya lem baga dapat m em berikan peletihan sehingga nasabah yang m em enuhi syarat (eligible) unt uk memperoleh pem -biayaan dari bank syariah dan dijam in oleh lem baga t ersebut . Bank syariah akan mem peroleh kem bali dananya bila t erjadi kegagalan nasabah karena

negligence at aupun moral failure,

nam un bila kegagalan karena normal business loss, m aka bank turut m enanggung kerugian t ersebut .15

Sist em jam inan ini sebenarnya t elah dipraktekan pada bank-bank syariah di beberapa negara. Int er-nat ional Islam aic Bank for Invesm ent and Developm ent (IIBID) dalam m enjalankan pem biayaan kont rak

mudharabah menerapakan

persya-rat an adanya jaminan dari pihak

mudharib unt uk diberilan kepada bank. Salah sat u persyarat an kont ak

mudharabah di Faisal Islamic Bank of M esir (FIBE) adalah jika t erbukt i

mudharabah t idak m em am paat kan dana at au t idak m enjaga barang dagangannya sebagaim ana mest inya berdasarkan ket ent uana persyarat an dari invest or, dim ana mudharib

m engalam ai kerugian, m aka jaminan (garansi) yang diberikan dijadikan sebagai gant i at as kerugian yang dialam inya. Dalam kasus t ersebut ,

mudharib bert anggung jaw ab at as kerugian yang t erjadi, oleh karenanya jam inan yang disyaratkan dalam kont rak menjadi konfensasi pihak bank. Jika jam inan t idak cukup, m aka

mudharib harus m em berikan

t am bahan jaminan dalam jangka w akt u yang di t ent ukan.16

Dalam kacam at a fiqh, pada prinsipnya, mudharabah berlangsung berdasarkan am anah dan w akalah, m aka si m udarib m enjadi seorang am in (t erpercaya) bagi shahibu al-mal

(7)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

7 seijin shaibu al- mal. Dengan

demikian mudharib tidak m enang-gung resiko yang m enimpa hart a t ersebut kecuali pada kasus penyelew engan, ket eledoran dan un-sur kesengajaan yang dilakukan

mudharib.17

Demikian pula mudharib menjadi w akil dari shahibu al-mal ket ika m engelolanya dengan mengem bang-kannnya dalam perniagaan, karena pengelolaannya dengan shahibu al-mal maka hal it u m erupakan realisasi dari art i w akalah dan am anah. Oleh karena it u jika shahibua al-mal

m enunt ut adanya persyarat an jam inan (garansi) besert a ket ent uan-ket ent uannnya kepada pengelola

(mudharib), m enurut pendapat Im am M alik dan Im am Syafi’i kont rak t ersebut tidak sah. Dengan dem ikian dalam mudharabah prinsipnya tidak perlu m ensyarat kan agunan sebagai jam inan, karena m enurut ulam a Hanifah dan Hanabilah w alaupun m udharabahnya dibenarkan t api syarat nya bat il.18

Nam un, pada kondisi zam an t ert ent u karena sem akin tipisnya kekuat an im an dan am anah, banyak kasus penyelew engan dan penipuan (baik secara kw alit as m aupun Rasulullah berkata: “ Tidak boleh membahayakan orang lain dan tidak boleh membalas t indakan orang lain

yang membahanyakan dengan

bahaya pula” . (HR. Ahm ad dan Ibn M ajah)19

Oleh karenanya dalam kasus

mudharabah dew asa ini kadang

dibut uhkan sesuat u sebagai jaminan bagi shahibu al-mal yang diam bil dari am il unt uk keam anan m odal shahibu al-mal. Dengan pertimbangan hal ini m aka dibolehkan bagi shahibu al-mal

unt uk m emint a agunan dari mudharib

sebagai jam inan yang t elah m enjadi suat u kebut uhan (haajah) bagi kont rak syarikat mudharabah.

Tet api jaminan it upun sebenarnya harus fleksible, mudah dan tidak

(8)

dapat berpijak pada kaedah usul fiqh yait u “ al-maslahah al-mursalah”20

yang m engacu kepada kebut uhan, kepent ingan, kebaikan dan m aslahah um um selam a t idak bert ent angan dengan prinsip dan dalil t egas syari’ dan benar-benar m em baw a kepada kebaikan bersam a yang tidak berdam pak m enyulit kan sert a m erugikan orang at au pihak lain secara um um.

2.

M enetapkan Rasio M

aksi-mal Biaya Operasi terhadap

Pendapatan Operasi.

Hal ini dim aksudkan agar

mudharib menjalankan oprasi

bisnisnya secara efisien. Bila rasio ini m encapai 100%, berart i bisnis

mudharib t idak menghasilkan keun-t ungan oprasional Keadaan ini t ent unya tidak m enarik pem ilik m odal unt uk invest asi, karena t idak ada yang dibagi hasilkan. Bila rasio ini m encapai 80%, berarti ada m arjin keunt ungan oprasional sebesar 20%, keunt ungan inilah yang dapat dibagikan kepada pemilik m odal. Unt uk m em ast ikan agat mudharib

m enjalankan bisnis m udarabahnya dengan efisien, m aka dapat dit et apkan syarat agar mudharib

harus selalu menjaga rasio ini m aksim al, misalnya 80%.

Dengan tet ap berpegang pada kom itm en unt uk m enerapkan prinsip

profit and loss sharing pada akad

mudharabah, m aka perbankan

syariah sebenarnya sudah bisa m em ulainya sekarang pada w akt u berperan sebagai shahibu al-mal. M oral hazard yang dikhaw at irkan m elekat pada nasabah penerim a pem biayaan mudharabah sebenarnya bisa dikurangi dengan m enyepakat i t erlebih dahulu biaya-biaya apa saja yang lazim nya ada pada suat u usaha t ert ent u yang dikelola mudharib. Pada akad pert am a kem ungkinan ada biaya pent ing yang luput dicant um kan dalam kesepakat an, nam un pada akad-akad berikut nya biaya-biaya yang luput akan sem akin berkurang. M em ang disini diperlukan proses belajar yang m ungkin saja tidak t erlalu lam a sehingga akhirnya diket em ukan st andar biaya yang berlaku unt uk suat u usaha t ert ent u dan dem ikian juga unt uk usaha-usaha t ert ent u lainnya

Para ulam a t elah sepakat m em bolehkan dan m engakui syarat -syarat at au ket ent uan yang dit et apkan shaibu al-mal dalam m enggunakan m odal mudharabah

dan m ew ajibkan kepada am il unt uk m enepat inya selam a berm anfaat bagi kepentingan syarikat dan tidak bert ent angan dengan kaidah dan hukum syariat. Dalam sebuah hadis riw ayat Thabrani menyat akan:

لﺎﻗ ﮫﻧا ﺎﻤﮭﻨﻋ ﷲا ﻲﺿر س ﺎّﺒﻋ ﻦﺑإ ىور

:

(9)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

9

jika menyerahkan harta sebagi

mudharabah, ia mensyarat kan

(mudharib) harus menanggung

resikonya. Ketika persyarat an yang dit etapkan Abbas itu didengar Rasulullah, beliau membenarkannya.

(HR. Thabrani dan Ibnu Abbas)21

Dan hadis Nabi: bersabda: “ …….orang-orang muslim t erikat dengan syarat -syarat antara

mereka kecuali syarat yang

menghalalkan yang haram atau

mengharamkan yang halal.”

mudharabah baik usaha mudharabah

it u m enet ap at aupun berpergian

mudharib berhak nafaqah baik

m enet ap m aupun berpergian dalam

mudharabah yang berpergian dan t idak bagi yang m enet ap. M enurut golongan Ham bali dibolehkan

mudharib m enyarat kan adanya biaya oprasional (nafaqah) baginya baik dalam keadan m enet ap at aupun m engadakan perjalanan dalam usahanya.24

(10)

oprasional m enurut Abu Hanifah adalah st andar biaya yang lazim t elah diket ahui oleh pelaku bisnis dan tidak berlebih-lebihan. Apabila mudharib

m elanggar dengan menggunakan biaya oprasional lebih dari kelazim an usaha m aka ia harus m enanggung.25 Dengan dem ikian usaha bisnis dengan sist em bagi hasil ini secara langsung m em bangun etika bisnis yang t ransparan, jujur, am anah dan ber-keadilan. Unt uk m endukung agar sekem a bagi hasil ini lebih m enarik di perbankan syariah, m aka lem baga yang berwenang seyogyanya m enet apkan st andar baku biaya oprasional pada t iap jenis usaha.

3.

Kembali kepada Asas Profit

Loss Sharing (PLS) pada Akad Penyertaan M odal.

Perm asalahan pilihan profit and loss sharing at au revenue sharing

sebenarnya perm asalahan yang khas pada akad penyert aan m odal di perbankan syariah. M asalah ini t imbul ket ika bank sebagai shahibu al-mal

harus m engahadapi risiko ket ika penyaluran dananya kepada m asya-rakat pada akad mudharabah dim ana bank t idak diperkenankan turut cam pur dalam kegiat an sehari-hari usaha pengelola (mudharib). Pen-jelasan yang paling banyak diket e-m ukan adalah adanya e-m oral hazard dipihak penerim a dana yang sekaligus bert indak sebagai mudharib. Sem en-t ara ien-t u disisi lain keen-t ika bank

bert indak sebagai mudharib, bank diw ajibkan oleh ketent uan yang berlaku unt uk bersifat t ransparan dan selalu diaw asi oleh Bank Sentral.

Pilihan m ana yang akan diam bil ant ara profit and loss sharing at au revenue sharing m em punyai kon-sekuensi yang berbeda. Apabila profit and loss sharing yang dipilih, m aka konsekuensinya jum lah yang harus dibagihasilkan t elah dikurangi t erlebih dahulu dengan sem ua biaya-biaya yang diperlukan sehingga jumlahnya m enjadi lebih sedikit . Sedang apabila revenue sharing yang dipilih m aka konsekuensinya jum lah yang harus dibaghasilkan lebih banyak, t et api bagi mudharib jum lah bagihasil yang m erupakan bagiannya itu m enjadi berkurang karena sem ua ongkos-ongkos yang t elah dipergunakan m enjadi t anggungannya. Dengan demikian pada pilihan revenue sha-ring pihak yang selalu diunt ungkan adalah shahibu al-mal., sedangkan pada profit and loss sharing dapat m engunt ungkan mudharib at au m erugikan shahibu al- mal apabila biaya-biaya usaha t idak dikendalikan.

Dari pandangan syariah sebenarnya yang dikehendaki adalah

profit and loss sharing (PLS) karena m odel inilah yang dicont ohkan oleh Rasulullah SAW ket ika beliau m enjadi

(11)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

11 yang kualit as pribadinya m endekat i

Rasulullah SAW. Jadi ada m asalah m oral hazard di pihak mudharib.

Dalam perspekt if fiqih yang harus dibagi-hasilkan adalah keunt ungan bersih set elah dikurangi biaya-biaya

(profit loss sharing) unt uk kegiat an

mudharabah dan t idak bolek

keunt ungan kot or sebelum dikurangi biaya-biaya. Sebab, pem bagian keun-t ungan keun-t erkeun-tenkeun-t u yang keun-t erjadi pada akad mudharabah hanya boleh dilakukan setelah benar-bena jelas keunt ungannya, set elah dikurangi biaya-biaya. Hal ini adalah sesuai dengan pendapat para fuqaha dari m adzhab Hanafi, M aliki dan sebagian Ham bali berpendapat bahw a ‘amil t idak berhak m endapat kan bagiannya dalam keunt ungan kecuali set elah pem bagian dan shahibu al-mal

m endapatkan kem bali m odalnya secara ut uh.26

Sem ua analisa akademikpun m engam bil asum si bahw a yang dilakukan lem baga keuangan syariah it u adalah profit and loss sharing

karena secara nyat a profit and loss sharing m em ang mempunyai dam pak post if bagi pem bangunan. Nam un demikian fakt a dilapangan pada sisi penyaluran dana kepada sekt or usaha m enunjukkan adanya berbagai m acam usaha yang m em punyai karakt erist ik biaya yang berbeda. Bank sebagai pem ilik m odal (shahibu al-mal) t ahap kedua at au pem egang am anah dari shahibu al-mal t ahap

pert am a menghadapi kesulit an unt uk m engakui biaya-biaya usaha yang dikeluarkan para nasabah pengusaha sebagai mudharib. Padahal biaya-biaya yang sulit diverifikasi inilah yang kem udian m enjadi pengurang seluruh pendapat an yang akan dibagihasilkan. Dalam bisnis yang biaya t idak t erduga besarnya, t ent u hal ini akan m enjadi sum ber perselisihan ant ara pemilik dana dengan mudharib

t ent ang siapa yang harus m enanggung biaya-biaya t ersebut . Dalam proposal yang diajukan oleh

mudharib, biaya t ersebut t erlihat kecil sehingga pem ilik dana mengharapkan keunt ungan yang besar dari bisnis

mudharib t ersebut , yang juga berart i bagi hasil yang besar bagi pem ilik dana. Nam un t imbulnya biaya yang t ak t erduga yang sebelum nya t idak dikom unikasikan oleh mudharib

(12)

biaya-biaya yang t idak t erduga t ersebut sepenuhnya m enjadi t anggung jaw ab

mudharib at au dengan kat a lain yang dibagihasilkan adalah revenue.

Terkait dengan kesulit an bank sebagai pem ilik modal (shahibu al- mal) t ahap kedua at au pem egang am anah dari pemilik m odal (shahibu al -mal) t ahap pert am a unt uk m engakui biaya-biaya usaha yang diajukan mudharib, m aka pada t ahapan aw al, t elah disepakat i pada rapat Dew an Syariah Nasional (DSN) dan Dew a27n St andar Akunt asi Keuangan Ikat an Akunt an Indonesia t anggal 10 Juni 2000 bahw a revenue

sharing dapat dilakukan pada

perbankan.28 Karena bank m em pu-nyai dua peran ganda yait u sebagai

mudharib dan juga sebagai shahibu al-mal m aka pada w akt u bank bert indak sebagai mudharib, yang akan diunt ungkan adalah shahibu al-mal yang dalam hal ini adalah para pemilik t abungan mudharabah dan deposit o mudharabah, sedangkan pada giliran bank bert indak sebagai

shahibu al-mal pada akad

mudharabah, m aka bank ada di pihak yang diunt ungkan.

Dalam rangka pem urnian pela-yanan perbankan syariah, t elah direkom endasikan oleh pesert a sem inar “ Problem of Islamic Banks” yang diselenggarakan bersam a ant ara Islamic Research and Traning Instit ut e (IRTI) IDB dengan Fiqh Academ y (Lem baga Fat w a) dari Organisasi

Konferensi Islam (OKI) bulan April 1993 di Jeddah, Saudi Arabia, bahw a perbankan syariah harus m engurangi ket ergant ungannya kepada pem bia-yaan berbasis mark-up, dan m engerahkan segala upaya unt uk berpart isipasi dalam kegiat an pem biayaan dengan mempergunakan prinsip profit and loss sharing.

Lalu bagaim ana kit a menanggapi seruan agar bank syariah di Indonesia juga dapat mem ulai pem biayaan penyert aan m odal dengan prinsip

profit and loss sharing t ersebut ?. Pembiayaan penyert aan m odal di Indonesia m asih menggunakan prinsip renenue sharing khususnya pada posisi bank sebagai mudharib

pert am a. Bisa dibayangkan dengan t ingginya biaya operasional per-bankan syariah di Indonesia bagaim ana kalau bank-bank syariah t ersebut m enganut profit and loss sharing? Tent u bagihasil yang dibagikan kepada nasabah penyim pan dana (t abungan mudharabah dan deposit o mudharabah) akan lebih kecil dari bagi hasil yang t elah dicapai sekarang. Apakah akan bisa bersaing dengan t ingkat bunga sim panan perbankan konvensional?

(13)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

13 ajaran Islam yang m engharuskan kit a

berperilaku efektif dan efisien dan m eningkat kan pelayanan dengan baik.

Penutup

Sist em bagi hasil (m udharabah) m erupakan landasan invest asi dan karakt erist ik um um oprasional bank syariah dalam upanya m enghindari prakt ek ribaw ai. Tingginya risiko (high risk) dari calon pengelola (m udharib) karena moral hazard dan kurangnya kesiapan sum berdaya m anusia di perbankan syariah inilah diant ara fakt or yang m enjadikan kom posisi peenyaluran dana kepada m asyarakat lebih banyak dalam bent uk pem biayaan jual beli (m urabahah) dibandingkan penyert aan m odal (m udhrabah). Adanya bat asn-bat asan yang bisa dilakukan unt uk m eng-opt im alkan pem biayaan m udharabah ini anatara lain; keharusan adanya garansi (jaminan) at au anggunan berupa fixed asset dan m enet apkan rasio m aksim al bianya oprasional sert a pem bagian keunt ungan berdasarkan profit and loss sharing.

Daftar Rujukan

Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Bank, Studi Krit is dan Int erpret asi Kont emporer t entang Riba dan Bunga, Yogyakart a: Pust aka Pelajar, 2003.

Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakart a: Rajaw ali Pers, 1993

Adiw arm an Karim , Bank Islam Analisia Fiqh dan Keuangan,

Jakart a: IIIT, 2003

Ascarya dkk, Working Paper: Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil di Perbankan Syariah: M asalah danSolusi, Jakart a 2004 al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubr Beirut :

Dar al-Fikr, t t h.

Bank Indonesia,”Peranan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Perbankan Syariah” .

Sem inar Shariah Economic Gat he-ring_4 us, Jakart a: Kajian Ekonom i Syariah Persada, UKM Ishlah LPT UPI YAI, 2006.

DSN-M UI dan Bank Indonesia

Himpunan Fat wa Dewan Syariah Nasional untuk Lembaga Keuang-an Syariah, Jakart a:, 2001. Biro Perbankan Syariah Bank

Indonesia, Kajian Awal Cetak Biru

Pengembangan Perbankan

Syariahh Di Indonesia, Jakart a. Karnaen A. Perw at aat m adja, “Upaya

M emurnikan Pelayanan Bank

Syariah, Khusus Pembiayaan

M urabahah Dan M udharabah Di Indonesia” , M akalah Pada Komisi Ahli Perbankan Syariah Bank Indonesia, Jakart a.

Ibn Rusyd, Bidayah al-M ujtahid,

Beirut : Dar al-Fikr, t th

(14)

M anzoor Ali, Islamic Banking and

Wahbah al-Zuhayli, al-Fiqh al-Islami w a-Adillatuh, Dam ascus: Dar

Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga Bank, St udi Krit is dan Int erpret asi Kont emporer t entang Riba dan Bunga, (Yogyakart a: Pust aka Pelajar, 2003), h. 124-125

2 Syariah, Khusus Pem biayaan M urabahah Dan M udharabah Di Indonesia” , M akalah Pada Komisi Ahli Perbankan Syariah Bank Indonesia, Dominasi Pembiayaan Non-Bagi Hasil di Perbankan Syariah:M asalah dan Solusi, (Jakart a: Pusat Pendidikan dan St udi Kebanksentralan Bank Indonesia. 2004), h. 3.

10.Ibid.

11Bank Indonesia,”Peranan Bank

Indonesia Dalam Pengembangan

Perbankan Syariah” . Sem inar Shariah Econom ic Gathering_4 us, (Jakart a: Kajian Ekonomi Syariah Persada, UKM Ishlah LPT UPI YAI, 2006), h. 6-7. Pengembangan Perbankan Syariahh Di Indonesia, (Jakart a), h. 11

15 Ibid,. h.29

16

Abdullah Saeed, Op. cit., h. 103

1

7 Wahbah al-Zuhayli, Nazhariyah al-Dhaman aw Ahkam al-M asuliyyah M adaniyyyah w a Jinaiyyah f_ al-Fiqh al-Islami, (Suriya: Dar al-Fikr, 1998), h. 159, dan Abdurrazak Rahim Jiddi al-Hayt am i, mashariif al-Islamiyyah baina al-Nadzhariayah w a al-Tat biq , (Am an: Dar Usam ah lin-Nasr, 1998), h. 492-493

(15)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

15 II, h. 179 dan Wahbah al-Zuhayli,

al-Fiqh al-Islami w a Adillatuh, (Beirut : Dar al-Fikr, 1997), h. 3945.

19

al-Shan’ani, Subul al-Salam, (Dar al-Kut ub al-Araby, 1990), cet ke-v, juz III, h. 178

20. Jum hur Ulam a berpendapat , bahw a m aslahah mursalah adalah hujjah syariat yang dijadikan dasar pem bent ukan hukum unt uk m erelaisasikan kesejaht raan m anusia. Lihat Abdul Wahab Khallaf,

Kaidah-kaidah Hukum Islam, (Jakart a:

Rajaw ali Pers, 1993), h. 126-133 21. al-Baihaqi, al-Sunan al-Kubr_,

(Beirut : Dar al-Fikr, t t h), vol. VI, h. 111

22. al-Shan’ani, Subul al-Salam,

(Dar al-Kut ub al-Araby, t t h), cet ke-v, juz III, h. 119

23. Wahbah al-Zuhayli, Fiqh al-Islami w a-Adillat uh, (Dam ascus: Dar al-Fikr), h. 3957

24 Ibid,. 25. Ibid.,

26. Lihat Ibn Qudam ah, al-M ughni, (Beirut : Dar Kut ub al-Ilm iyah), vol. V, h. 36

27. Himpunan Fatw a Dewan

(16)
(17)

M aslahah, Vol.2, No. 1, M aret 2011

17

27

Referensi

Dokumen terkait

Antara Waktu Yang Tertutupi :

I Did It Again” dan Anggun Cipta Sasmi yang berjudul “Chrysalis (2) untuk menemukan tingkat modality yang digunakan dalam lirik lagu pada album Brithney Spears yang

[r]

Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam tentang sistem pengadaan barang yang dilaksanakan di PDAM Tirta Satria mulai dari permintaan dan

proses pengasinan sehingga kerusakan telur dapat dihambat(Lesmayati dan Rohaeni, 2014). Pengawetan telur bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang

Sampel digunakan sekaligus, merupakan keseluruhan dari jumlah peternak, hal tersebut dikarenakan peternak ayam broiler pola kemitraan di Kecamatan Sumberrejo

Atas dasar itu, baik sekolah formal maupun non-formal memiliki kepentingan untuk mengembangkan pembelajaran berorientasi kecakapan hidup (life skill) yang bisa

Dari pengujian yang dilakukan menghasilkan Sistem Pakar Berbasis Web untuk mendiagnosa Penyakit Kelinci yang dapat bekerja seperti layaknya seorang dokter