• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES (OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION THANNOTOBESECHILDREN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES (OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION THANNOTOBESECHILDREN)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK OBES MEMPUNYAI DURASI TIDUR LEBIH PENDEK

DIBANDINGKAN ANAK TIDAK OBES

(OBESECHILDRENHAVESHORTERSLEEP DURATION

THANNOTOBESECHILDREN)

Dewi Marfuah

Prodi S1 Ilmu Gizi STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta Email: dewi_marfuah@ymail.com

Abstrak

Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Prevalensi obesitas di Negara berkembang seperti Indonesia diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya. Banyak faktor yang menyebabkan obesitas, salah satunya adalah durasi tidur. Tujuan: mengetahui perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Metode: penelitian kasus kontrol pada anak SD obes dan tidak obes. Sejumlah 244 anak obes dipilih secara acak dan 244 anak tidak obes yang di machingkan, diperoleh dari penelitian cross sextional sebelumnya di SD Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Durasi tidur dikumpulkan menggunakan recall aktivitas fisik selama seminggu terakhir. Analisis data dilakukan dengan uji Independent Paired T-test. Hasil: ada perbedaan bermakna durasi tidur anak obes dengan anak tidak obes, dengan nilai p value (p=0,001). Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Kesimpulan: anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak tidak obes.

Kata Kunci:Durasi Tidur, Obesitas, Anak-Anak Sekolah Dasar.

Abstract

Overweight or obesity has becomea globalhealthprobleminthe world. The prevalence of obesity in developingcountriessuch asIndonesia is expected to continue to increase each year. Many factors contribute to obesity, one of which is the duration of sleep. Objective: to examine differences ofsleep durationon obese childrenandnotobesechildrenin elementary school in Yogyakarta City and Bantul Regency. Methods: A case control study at obese and non obese elementary school students. A random sample of 244 obese and 244 grade-matched non obese elementary school students were selected form a cross-sectional survey previously done in the city of Yogyakarta and Bantul regency. Sleep duration was collected using recall of physical activity during the last week. Analysis used Independent Paired T-test. Results: there are significant differencesin sleep duration between obese childrenwithchildrenare notobese, with p value (p=0,001). The averageduration ofobese childrenslept16.1minutes / dayis shorterthanthe child is notobese. That differencescan be foundbothin the Yogyakarta City and Bantul Regency.Conclusion: obesechildrenhaveshortersleep durationthanchildrennotobese.

Keywords: Sleep Duration, Obesity, Elementary School Children.

PENDAHULUAN

Kegemukan atau obesitas telah menjadi masalah kesehatan global di dunia. Kegemukan pada anak didefinisikan dengan indeks massa

(2)

negara berkembang. Sepuluh persen dari anak usia sekolah di dunia diperkirakan memiliki kelebihan lemak tubuh, dengan peningkatan risiko mengalami penyakit kronis (Lobstein, et al, 2004).

Prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika Serikat dalam tiga dekade terakhir meningkat dari 7,6-10,8% menjadi 13-14%. Prevalensi overweight dan obesitas pada anak usia 6-18 tahun di Rusia adalah 6% dan 10%, di Cina adalah 3,6% dan 3,4%, dan di Inggris adalah 22-31% dan 10-17%. Pada anak-anak usia sekolah di Singapura meningkat dari 9% menjadi 19% (Sjarif, 2002). Prevalensi kegemukan (overweight dan obesitas) pada anak Indonesia juga mengalami kenaikan dari waktu kewaktu. Pada tahun 2007, prevalensi kegemukan pada anak Indonesia umur 6-14 tahun adalah 9,5% untuk laki-laki dan 6,4% untuk perempuan dan angka ini naik menjadi 10,7% untuk anak laki – laki dan 7,7% untuk anak perempuan pada tahun 2010. Riskesdas tahun 2007, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan prevalensi berat badan lebih berdasarkan kategori IMT/U pada anak usia 6-14 tahun yaitu 7,6% pada anak laki-laki dan 4,8% pada anak perempuan. (Depkes, 2008; Kemenkes 2010).

Prevalensi obesitas di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat terutama di daerah perkotaan berkaitan dengan adanya perubahan pola hidup dan kebiasaan makan masyarakat Indonesia. Selain itu, masyarakat Indonesia cenderung mempunyai aktivitas yang kurang gerak (sedentary activities) oleh karena adanya perubahan pola kerja dan kemajuan di bidang transportasi(Hadi, 2004).Tidur, aktifitas fisik, dan pola makan merupakan bagian penting untuk pertumbuhan, maturasi, dan kesehatan pada anak–anak dan remaja.

Berdasarkan data dari National Sleep Foundation (2002), kurangnya durasi tidur akan berdampak pada kurangnya aktivitas yang diikuti dengan peningkatan pemasukan kalori yang merupakan salah satu penunjang masalah kegemukan. Makanan dan minuman tinggi kafein menyebabkan anak-anak dan orang dewasa sulit tidur. Orangtua seringkali tidak menyadari jumlah kafein yang terkandung dalam es teh, minuman bersoda, coklat, dan berbagai makanan lain yang sering dikonsumsi anak-anak, sehingga tidak mengejutkan jika

banyak anak-anak yang mengalami kesulitan tidur pada malam hari.

Menurut analisis epidemiologis yang dilakukan Johnny Hopkinson dari Fakultas Kesehatan Bloomberg, tidur atau istirahat ekstra dapat mengurangi risiko kelebihan berat badan pada anak-anak sebanyak 9%. Saat ini anak lebih dari 5 tahun harus memiliki waktu tidur 10 jam perharinya.

Sampai dengan saat ini belum banyak penelitian yang menjelaskan perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di Indonesia. Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk meneliti perbedaan durasi tidur anak obes dan anak tidak obes di sekolah dasar Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observa-sional dengan rancangan kasus kontrol. Pene-litian ini dilaksanakan di SD Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Kasus dipilih secara random dari daftar anak obes yang ditemukan melalui survei yang dilakukan sebelumnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sebanyak 224 kasus anak dengan IMT≥ persentil ke 95 kurva WHO 2007 dipilih secara acak dari 580 anak obes yang berasal dari survei tersebut. Setiap kasus terpilih dicarikan kontrolnya yaitu teman sekelas yang tidak mengalami obes. Tinggi badan anak sekolah diukur oleh peneliti dibantu enumerator menggunakan mikrotoa yang mempunyai ketelitian 0,1 cm, sedangkan berat badan anak sekolah diukur oleh peneliti dibantu enumerator menggunakan timbangan injak digital yang mempunyai ketelitian 0,1 kg.

(3)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Antara Kelompok Kasus dan Kontrol

Karakteristik Sumber: data primer diolah, 2013

Secara keseluruhan karakteristik kasus hampir sama dengan kontrol, kecuali anak laki-laki (±13%) lebih besar pada kasus disbanding-kan pada kontrol (p<0.05) pada table 1 diatas.

Dalam analisis lebih lanjut ditemukan bahwa anak laki-laki mempunyai durasi tidur

(4)

Tabel 2. Perbedaan Rata-rata Durasi Tidur pada Siswa Laki-laki dan Perempuan Variabel Laki-laki (n=276)

mean±SD

Perempuan (n=212) mean±SD

Mean diff.

(95%CI) p* Durasi tidur

(menit/hari) 556,1±57,1 557,5±60,1

-1,4

(- 11,8-9,1) 0,39 2. Perbedaan Durasi Tidur Anak Obes dan Tidak Obes

Tabel 3. Perbedaan Rata-rata Durasi Tidur Variabel Obes (n=244)

mean±SD

Tdk obes (n=244) mean±SD

Mean diff.

(95%CI) p* Total

Durasi tidur (menit/hari) 548,6±56,7 564,7±59,0 - 16,1 - 26,4(-)-5,8

0,001 Yogyakarta

Durasi tidur (menit/hari) 544,8±54,0 555,8±58,4 - 11,1 (-23,2-1,1)

0,03 Bantul

Durasi tidur (menit/hari) 556,8±61,8 583,7±56,1 -26,9 -45,5(-)–8,2

0,002

Tabel 3 menunjukkan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibanding-kan anak yang tidak obes. Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek diban-dingkan anak tidak obes. Perbedaan tersebut

dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak- anak SD di Kota Yogyakarta mempunyai rata – rata durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak-anak SD di Kabupaten Bantul.

3. Perbedaan Durasi Tidur Anak Obes dan Tidak Obes padaWeekdaydanWeekend Tabel 4. Perbedaan Rata-Rata Durasi TidurWeekdaydanWeekend

Variabel Obes (n=244) mean±SD

Tdk obes (n=244) mean±SD

Mean diff.

(95%CI) p* Durasi tidur (menit/hari)

Weekday

Weekend

540,0±62,2 570,1±65,1

553,5±61,5 592,9±81,5

- 13,4 - 24,4(-)-2,4

-22,8 (- 35,9- 9,7)

0,008 0,000

Tabel 4 menunjukkan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibanding-kan anak yang tidak obes baikweekdaymaupun weekend.

Pada weekday rata-rata durasi tidur anak obes 13,4 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Pada weekend rata-rata durasi tidur anak obes 22,8 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Selain itu, anak SD pada weekday mempunyaidurasi tidur lebih pendek dibandingkanweekend.

Pembahasan

1. Karakteristik subyek penelitian

Berdasarkan hasil analisis variabel karak-teristik, yang berbeda secara signifikan antara

siswa obes dan tidak obes adalah variabel jenis kelamin. Anak laki-laki lebih banyak yang obesitas dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian pada anak umur 5 – 12 tahun di Australia, yang menun-jukkan bahwa pada kelompok obes lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 8,9% dibandingkan anak perempuan yaitu 6,6% (Shi et al, 2010). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan, durasi tidur pendek berisiko menyebabkan obesitas (Shiet al, 2010).

(5)

Riskesdas Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2007. Riset tersebut menunjukkan preva-lensi berat badan lebih berdasarkan kategori IMT/U pada anak usia 6-14 tahun yaitu 7,6% pada anak laki-laki dan 4,8% pada anak perem-puan.

Dalam penelitian ini menunjukkan anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian di Australia yang menun-jukkan anak laki-laki lebih banyak menghabis-kan waktunya untuk melakumenghabis-kan aktivitas seden-tari seperti menonton televisi dan internet, main game, atau playstation. Hal ini yang dapat menyebabkan anak laki-laki mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perem-puan (Shiet al, 2010).

2. Durasi Tidur Anak Obes dan Anak Tidak Obes.

Kurangnya tidur (2-4 jam sehari) dapat mengakibatkan kehilangan 18% leptin dan me-ningkatkan 28% ghrelin yang dapat menye-babkan bertambahnya nafsu makan kira - kira 23–24%. Leptin adalah protein hormon yang diproduksi jaringan lemak yang berfungsi me-ngendalikan cadangan lemak dan mempenga-ruhi nafsu makan, sedangkan ghrelin adalah hormon yang dapat mempengaruhi rasa lapar dan kenyang. Apabila leptin menurun dan ghrelin meningkat, dapat meningkatkan rasa lapar dan membuat metabolisme melambat serta berkurangnya kemampuan membakar lemak dalam tubuh(Patelet al, 2004).

Anak obes mempunyai durasi tidur pen-dek (82,38%) lebih banyak dibandingkan de-ngan anak tidak obes (72,95%). Hasil ini sesuai dengan penelitian pada anak 5 – 12 tahun di Australia yang dilakukan Shiet al., (2010) bah-wa pada anak obes yang mempunyai durasi tidur pendek sebesar 22,3% lebih besar dibandingkan dengan anak obes yang durasi tidurnya panjang yaitu 11,5%.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes. Rata-rata durasi tidur anak obes 16,1 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Perbe-daan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak- anak SD di Kota Yogyakarta mempunyai rata-rata durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak-anak SD di Kabupaten Bantul.

Penelitian ini menunjukkan bahwa anak sekolah dasar di Kota Yogyakarta dan Kabu-paten Bantul mempunyai rata-rata durasi tidur lebih pendek dari anjuran National Sleep Foundation, padahal tidak semua anak sekolah dasar yang dijadikan sampel penelitian meng-alami obesitas. Hal ini bisa disebabkan karena faktor lain misalnya adanya ketersediaan ma-kanan dirumah serta kurangnya aktivitas fisik yang sedang dan berat. Durasi tidur pendek tidak selalu diikuti dengan asupan energi yang tinggi, karena ketersediaan pangan setiap rumah berbeda-beda. Meskipun kesempatan untuk makan tersedia dan nafsu makan meningkat, jika tidak ada ketersediaan pangan dirumah maka anak tidak akan mempunyai asupan energi yang tinggi. Durasi tidur pendek dapat menyebabkan obesitas dapat disebabkan karena kurangnya aktivitas fisik yang sedang dan berat serta adanya peningkatan perilaku sedentari seperti menonton televisi dan bermain komputer, lap-top, atau tablet.

Salah satumekanisme durasi tidur pendekyang dapat mempengaruhikenaikan berat badanadalahdengan meningkatnyaasupan energi. Berdasarkan penelitian pada hewan menunjuk-kan bahwa durasi tidur pendek dapat menye-babkan hyperphagia (peningkatan rasa lapar), dimanapada manusia juga menunjukkan efek yang sama. Penelitian ini membandingkan 4 jam dengan 10jam tidur untuk setiap malam selama 2 hari, menunjukkan bahwa subyek yang tidurnya 4 jam setiap malam mempunyai rasa lapar dannafsu makan yang lebih tinggi daripada yang tidurnya 10 jam dalam semalam. Pening-katan asupan makan tersebut terutama makanan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat. Perubahan ini berhubungan dengan peningkatan ghrelin dalam serum dan penurunan leptin dalam serum, ini membuktikan bahwa kurang tidur dapat mempengaruhi regulator periferrasa lapar (Patel & Hu, 2008).

(6)

lifestyle)seperti menonton televiseyang biasa-nya diikuti dengan ngemil atau makan snack. Kurang tidur yang lama juga jelas mengarah pada perasaan kelelahan. Kelelahan ini dapat menyebabkan penurunan aktivitas fisik. Bahkan, penelitian pada anak-anak telah menemukan durasi tidur pendek berhubungan dengan pe-ningkatan menonton televisi dan berkurangnya partisipasi dalam olahraga yang terorganisir (Patel & Hu, 2008). Menurut Huriyati, terdapat dua mekanisme utama pada kegiatan menonton televisi yang menjadi penyumbang terjadinya obesitas, diantaranya adalah terjadinya penu-runan energy expenditure akibat kurangnya aktivitas fisik sedang dan berat. Kedua adalah selama menonton televisi anak – anak akan terpapar iklan– iklan makanan yang tidak sehat (junk food) yang akan mempengaruhi pemilihan makanan(Huriyati, 2007).

Anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes baik weekday maupun weekend. Pada weekday rata-rata durasi tidur anak obes 13,4 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Pada weekend rata-rata durasi tidur anak obes 22,8 menit/hari lebih pendek dibandingkan anak tidak obes. Selain itu, anak SD pada weekday mem-punyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan weekend. Anak SD padaweekday siang harinya melakukan aktivitas fisik di sekolah dari pagi sampai sore hari, sedangkan pada malam hari belajar sehingga durasi tidurnya lebih pendek. Pada weekenddurasi tidurnya lebih panjang, hal ini dikarenakan anak SD tidak masuk sekolah sehingga bangun siang dan pada weekend anak SD banyak yang mempunyai tidur siang.

SIMPULAN

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes. Perbedaan tersebut dapat ditemukan baik di Kota Yogyakarta maupun di Kabupaten Bantul. Anak obes mempunyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak yang tidak obes baik weekdaymaupunweekend.Anak laki-laki mem-punyai durasi tidur lebih pendek dibandingkan anak perempuan.

REFERENSI

Depkes. (2008). Riset kesehatan dasar 2007. Jakarta.

Faizah, Z. (2004). Faktor Risiko Obesitas Pada Murid Sekolah Dasar Usia 6-7 Tahun Di Semarang. Tesis. Progam Pendidikan Dok-ter Spesialis 1 Fakultas KedokDok-teran Univer-sitas Diponegoro. Semarang.

Hadi, H. (2004). Handout Seminar Nasional Obesitas. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada

Huriyati, E. (2007). Aktivitas Fisik pada Remaja SLTP Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul serta Hubungannya dengan Kejadian Obesitas. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Kemenkes. (2010). Riset kesehatan dasar 2010. Jakarta.

Lobstein, T., Baur, L., Uauy, R. Obesity in children and young people: a crisis in public health. Obesity Reviews. 2004; 5 (Suppl.1):4–85

National Sleep Foundation. (2002). Sleep in America Poll. National Sleep Foundation, Woshington. Available from: URL: http:/www. sleepfoundation. org/site/ .huIXKj MOIxF/b.2417355/k.143E/2002 Sleep in America Poll.htm.

Patel, S.R., & Hu, F.R. (2008). Short Sleep Duration and Weight Gain: A Systematic Review.Obesity Journal. 16: 643-653. Patel, S.R., Malhotra, A., White, D.P.,

Got-tlieb, D.J., & Hu, F.B. (2004). A Prospec-tive Study of Sleep Duration and Morta-lity Risk in Women.Pubmed. 27:440-444. Sjarif D.R. (2003). Childhood Obesity:

Eva-luation and Management, Dalam Naskah Lengkap National Obesity Symposium II 2003, Surabaya Editor: Adi S et al., Surabaya, hal 123-139.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Antara Kelompok Kasus dan Kontrol
Tabel 4. Perbedaan Rata-Rata Durasi Tidur Weekday dan Weekend

Referensi

Dokumen terkait

dari setiap 5 menit perlakuan yang berarti, pemberian dosis kelompok aspirin dan sampel uji menunjukkan pengaruh analgetika yang menyebabkan penurunan jumlah

Dan berikut ini kesimpulan yang penulis ambil, yaitu: dengan diterapkannya penggunaan teknologi informasi pada Madrasah Aliyah Al-Mansyuriyah Kanza seperti sistem

Muncul kode barang baru pada textbox Tombol simpan menjadi enable Tombol Cari Menampilkan nama barang yang dicari, pada datagridview Tombol Pilih Menampilkan Merek Form Merek

Dana yang substansial biasanya dibutuhkan untuk memulai bisnis di pasar ini, dengan modal yang dibutuhkan untuk investasi pada produksi, distribusi, dan juga periklanan (yang

Retry hanya boleh diajukan ke Jury bila robot gagal berfungsi misalnya: robot tidak dapat di-start (Sound Activation gagal), robot tertahan oleh dinding, robot terguling, robot

Data hasil pengamatan pengelolaan kelas untuk pembelajaran yang menerapkan metode pembelajaran cooperative script dianalisis dengan menggunakan pendekatan kuantitatif

Biarpun Nabi Ibrahim mengungkapkan panggilan ًِت ً يً ب (wahai ayahku) kepada ayahnya, ia seolah-olah menggambarkan baginda sebenarnya bercakap dengan dua jiwa atau dua