commit to user
TEKNIK PUTARAN MIRING
DAN PERKEMBANGAN KERAMIK
BAYAT KLATEN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Seni Rupa Murni
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh:
DINI CARAKA PAKARTI
C0608016
JURUSAN SENI RUPA MURNI
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul:
TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN
KERAMIK BAYAT KLATEN
Disusun oleh:
DINI CARAKA PAKARTI
C0608016
Disetujui oleh Pembimbing
Untuk Diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa
(Tanggal 9 Agustus 2012)
Pembimbing I
Pembimbing II
NIP. 195107121982031001
NIP.196706041994031006
commit to user
PENGESAHAN
TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN
KERAMIK BAYAT KLATEN
Disusun oleh:
DINI CARAKA PAKARTI
C0608016
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada Tanggal Ujian: 6 November 2012
Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn.
NIP. 195103221985031001
Sekretaris
Sigit Purnomo Adi, S.Sn., M.Sn.
NIP. 198203162005011003
Penguji I
Drs. Edy Wahyono H., M.Sn.
NIP. 195107121982031001
Penguji II
Drs. Setyo Budi, M.Sn.
NIP. 196706041994031006
commit to user
PERNYATAAN
Nama
: Dini Caraka Pakarti
NIM
: C0608016
Jurusan
: Seni Rupa Murni FSSR UNS
Minat Utama
: Seni Keramik
Menyatakan dengan sesungguhnya:
Bahwa Skripsi dengan Judul “Teknik Putaran Miring dan
Perkembangan Keramik Bayat Klaten” adalah bentul-betul karya
sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal
yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda
citasi (kutipan)
dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka dan Daftar Sumber Gambar.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan skripsi dan gelar
yang diperoleh dari skripsi ini.
Surakarta, 21 Juli 2012
commit to user
MOTTO
...
dengan sering merendahkan orang lain, maka akan sulit menghargai orang lain
dengan sering direndahkan orang lain,
maka justru akan tahu bagaimana menghargai orang lain
...
commit to user
PERSEMBAHAN
... tidak aku “persembahkan” pada siapa-siapa,
kecuali kepada yang pantas aku “sembah”...
tetapi
aku dedikasikan untuk:
Papa Suramto
Sensei
Chitaru Kawasaki
Bapak Edy Wahyono Hardjanto
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas selesainya tulisan ini.
Berangkat dari rasa penasaran dalam diri penulis akan sebuah perangkat
sederhana yang mampu menjadi sumber penghidupan pada sebuah daerah. Sebuah
peralatan yang dinamakan Teknik Putaran Miring keramik Pegerjurang Bayat
inilah yang pada akhirnya dikaji, dibahas, dianalisis, dan dipaparkan dalam bentuk
Skripsi Strata 1 Jurusan Seni Rupa Murni (Minat Utama Seni Keramik) FSSR
UNS.
Dengan selesainya tulisan ini maka tidak lupa penulis haturkan ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan
Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Jurusan Seni
Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Drs. Edy Wahyono Hardjanto, M.Sn., selaku Ketua Studio Keramik
Seni Rupa Murni sekaligus sebagai Pembimbing Utama yang selalu memberi
banyak masukan, arahan, dorongan untuk survive, dan semangat untuk maju.
commit to user
memberi motivasi, dorongan semangat, bimbingan, dan arahan pada saat
penulis melaksanakan penelitian dan proses berkarya di Laboratoriumnya.
5. Bapak Drs. Setyo Budi, M.Sn. selaku Pembimbing Pendamping yang banyak
memberi arahan dalam teknik penelitian dan penulisan.
6. Mbak Sajiyem, Ibu Harini, Ibu Juliana, Ibu Yuliani, Ibu Padmi, Bapak
Triyono, Bapak Barwi, Bapak Sukanta, Bapak Sihana, serta Perajin Keramik
Pagerjurang dan Bayat pada umumnya selaku informan sekaligus sebagai
Kakak, Ibu, serta Bapak ketika penulis jungkir-balik di lapangan penelitian.
7. Mbak Wiwien dan Mas Topan selaku penterjemah Bahasa Jepang, serta
seluruh pihak yang turut menentukan keberhasilan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
commit to user
BAB IV
TEKNIK PUTARAN MIRING
DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT
...
26
A. Latar Belakang & Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring
26
1. Latar Belakang Kemunculan Teknik Putaran Miring ...
27
2. Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring
...
29
2. Peran Profesor Kawasaki dalam Perkembangan Keramik Bayat 47
3. Perkembangan dan Kemajuan yang Dicapai Keramik Bayat ... 54
4. Perkembangan Sistem Kerja Perajin Keramik Bayat ... 58
commit to user
E. Bentuk-bentuk Gerabah Bayat
...
91
F. Karya-karya Kreasi Perajin Bayat
...
99
1. Celengan Bentuk Ikan ...
99
2. Anglo Mini (untuk proses membatik) ... 100
3. Wadah Permen ... 101
4. Kendi Gepeng ... 102
5. Kendi Gelang ... 104
6. Piring Saji ... 106
7. Tempat (wadah) Payung ... 107
BAB V
PENUTUP
... 109
A. Simpulan
...
109
B.
Saran
... 110
Kepustakaan
... 111
Sumber Gambar
... 113
commit to user
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Foto di Lapangan Penelitian
2. Daftar Kisi-kisi Pertanyaan Peneliti untuk Penggalian Data
3. Daftar Perajin Ahli
4. Daftar Bahan Baku yang Digunakan di Bayat
5. Daftar Ragam Benda dan Teknik yang Digunakan
6. Daftar Proses Pembuatan Keramik Bayat
7. Daftar Kategori Keramik Bayat
commit to user
Gambar 13
: Contoh Karya Keramik (Mbak Sajiyem)
yang bersumber ide dari gambar unduhan Internet ... 55
Gambar 14
: Kreasi karya Perajin (Mbak Sajiyem) yang bersumber ide
dari gambar unduhan internet ... 57
Gambar
15
: Perajin Utama – Bu Padmi (yang menguasai berbagai teknik) 59
Gambar 16
: Perajin Pembantu teknik ... 59
Gambar 17
: Lahan perladangan tempat mengambil tanah liat ... 64
Gambar 18
: Mesin Penggiling Tanah untuk bahan dasar Keramik ... 66
Gambar 19
: Tanah Plastis (cara perajin mempertahankan kelembaban) ... 69
commit to user
ABSTRAK
Dini Caraka Pakarti,
C0608016, 2012, Teknik Putaran Miring dan Perkembangan
Keramik Bayat. Skripsi. Jurusan Seni Rupa Murni (Studio Keramik) Fakultas
Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pemasalahan yang dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah (1).
Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring di
Bayat Klaten. (2). Bagaimana spesifikasi proses dan karakteristik hasil keramik
dari teknik putaran miring di Bayat Klaten. (3). Bagaimana perkembangan
kerajinan keramik Bayat Klaten yang terkait dengan teknik putaran miring.
Tujuan dalam Penelitian ini meliputi (1). Mengungkap latar belakang
kemunculan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten. (2). Mengungkap
konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik Bayat Klaten sehingga masih
berkembang hingga sekarang. (3). Memaparkan spesifikasi proses dan
karakteristik hasil dari teknik putaran miring Bayat. (4). Memaparkan
perkembangan gerabah dan keramik Bayat sekarang ini.
Berdasar permasalahan yang dikaji adalah teknologi tradisional dan benda
seni produk seni-budaya suatu masyarakat, maka menggunakan jenis
penelitian
kualitatif
. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya pemaparan
(deskripsi), maka menggunakan
metodologi penelitian kualitatif deskriptif.
Tujuan utama adalah menangkap proses untuk menemukan makna pada perilaku
berkesenian suatu masyarakat, maka batasan ruang bergeraknya bernuansa
sosio-kultural.
Teknik Putaran Miring adalah teknik khusus yang banyak dipakai oleh para
perajin keramik dan gerabah Bayat. Teknik ini telah diwariskan secara-turun
temurun selama tradisi gerabah ada di Bayat. Kekhususan teknik ini lebih sesuai
digunakan oleh kaum perempuan, hal ini dapat dirunut dari tradisi berpakain
kaum perempuan lama juga cara dan posisi duduk pada saat menggunakan teknik
ini. Gerabah dan keramik yang dihasilkan dengan teknik Putaran Miring memiliki
tingkat ketipisan yang luar biasa, akurasi silindris yang tinggi, serta mampu
menghasilkan jumlah keramik yang banyak dalam waktu singkat.
commit to user
commit to user
1BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki banyak kebudayaan lokal, salah satu hasil
kebudayaannya adalah “gerabah”. Gerabah di kawasan Indonesia (Nusantara)
sudah ada sejak jaman prasejarah, jaman dimana manusia belum mengenal
tulisan. Gerabah adalah benda yang dibuat dari tanah liat yang melalui proses
pembakaran (
earthenware
) (Santoso, 1995: xii). Mulai dari zaman prasejarah
hingga kini perkembangan gerabah di Indonesia tersebar di banyak wilayah.
Setiap wilayah tersebut memiliki bentuk yang spesifik serta teknik khusus untuk
membuatnya. Semuanya adalah sebagai penanda keberadaan “muatan lokal”
(
local
containt
) yang selanjutnya sampai sekarang masih dijaga kelestariannya
menjadi “kearifan lokal” (
local wisdom
).
Banyak sekali artefak gerabah yang ditemukan dari penggalian situs-situs
bersejarah dari peninggalan masyarakat lampau. Hal ini menunjukkan bahwa
gerabah merupakan barang yang sudah diciptakan bahkan memiliki fungsi
penting dalam kehidupan masyarakat lama. Gerabah dalam kehidupan
masyarakat lampau lebih dikenal dengan sebutan “bejana”. Pengertian umum
tentang bejana adalah wadah (tempat menampung) air yang berukuran besar,
terbuat dari tanah liat yang dibuat dengan teknik khusus dan dikuatkan dengan
commit to user
Salah satu masyarakat pemilik budaya pembuatan gerabah yang masih
bertahan hingga sekarang adalah penduduk Kampung Pagerjurang Desa
Melikan Kecamatan Bayat Klaten Jawa Tengah. Sebuah wilayah sentra industri
gerabah (keramik tradisional) yang masih aktif berproduksi hingga sekarang.
Keunikan dan karakteristik dari wilayah ini adalah sebagian besar perajinnya
menggunakan “teknik putaran miring” untuk proses pembuatan dari sebongkah
tanah liat basah menjadi bentuk gerabah (mentah).
Tidak menutup kemungkinan bahwa teknik putaran miring ini merupakan
teknik telah digunakan untuk membuat gerabah tradisonal sejak lama di
beberapa kawasan Nusantara; bahkan mungkin merupakan salah satu “teknik
khas” yang dimiliki masyarakat di Indonesia lama. Berdasar spesifikasi proses
dan karakteristik hasil teknik putaran miring serta keunikan karya gerabah/
keramik yang dihasilkan oleh perajin keramik Pagerjurang khususnya dan
perajin Bayat pada umumnya inilah yang menjadi motivasi utama untuk
diangkat dan diungkap dalam penelitian ini.
B.
Batasan Masalah
Penelitian ini tidak melakukan kajian pada semua teknik dan produk
gerabah dan keramik Bayat dalam kacamata estetika dan artistika seni Modern,
tetapi terbatas pada spesifikasi proses pembuatan keramik dengan teknik putaran
commit to user
Bayat Klaten serta perkembangannya. Dengan demikian diharapkan akan dapat
menjadikan penelitian ini makin terpusat pada pokok persoalan.
C.
Rumusan Masalah
Berdasar pada Latar Belakang dan Batasan Masalah di atas, maka
Rumusan Masalah utama dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring
di Bayat Klaten?
2.
Bagaimana spesifikasi bentuk, proses, dan karakteristik hasil keramik dari
teknik putaran miring di Bayat Klaten?
3.
Bagaimana perkembangan kerajinan gerabah dan keramik Bayat Klaten
yang terkait dengan teknik putaran miring?
D. Tujuan Penelitian
Berdasar pada Rumusan Masalah di atas, maka penelitian ini memiliki
tujuan:
1.
Mengungkap tentang latar belakang kemunculan teknik putaran miring
keramik Bayat Klaten
2.
Mengungkap tentang konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik
Bayat Klaten sehingga masih bertahan bahkan berkembang hingga
commit to user
3.
Memaparkan tentang spesifikasi proses dan karakteristik hasil dari teknik
putaran miring Bayat Klaten
4.
Memaparkan tentang perkembangan teknik putaran miring Bayat Klaten
sekarang ini.
E. Manfaat Penelitian
Berangkat dari Tujuan Penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini meliputi:
1.
Terpaparnya data konsepsional tentang latar belakang dan konteks
kemunculan teknik putaran miring di Bayat Klaten.
2.
Terpaparnya kekhususan bentuk dan proses pembuatan keramik serta
karakterisasi bentuk karya keramik yang dihasilkan melalui penggunaan
teknik putaran miring oleh para perajin Bayat Klaten; yang dapat dijadikan
masukan atau gambaran umum bagi praktisi dan akademisi seni keramik.
3.
Terpaparnya perkembangan teknik putaran miring di Bayat Klaten,
termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang berperan penting dalam
pengembangan teknik putaran miring tersebut khususnya, serta
bentuk-bentuk kerjasama dalam perkembangan kerajinan keramik pada wilayah
tersebut pada umumnya. Paparan ini dapat menjadi “data dasar” yang dapat
commit to user
F.
Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan Skripsi ini mengacu pada etika akademik pada
umumnya dan standart Sistematika Penulisan Ilmiah untuk Skripsi yang berlaku
di lingkungan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Surakarta, meliputi:
Bab I
Pendahuluan
; berisi tentang Latar Belakang Masalah yang
menjadi alasan dasar untuk melaksanakan penelitian. Dan untuk membatasi
permasalahan yang diteliti maka ditetapkan pada Batasan Masalah. Sedangkan
Rumusan Masalah adalah persoalan pokok yang harus dijawab dalam penelitian.
Sebagai target keberhasilan penelitian terangkum dalam Tujuan Penelitian,
dengan hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan dalam Manfaat Penelitian.
Bab II Kajian Pustaka
, berisi tentang uraian analitis dari berbagai
sumber pustaka, meliputi pengertian dan perkembangan keramik, berbagai
teknik pembuatan keramik, serta bermacam bahan baku (tanah liat) dengan jenis
dan karakterisasinya.
Bab III Metodologi Penelitian,
memaparkan tentang metode yang
digunakan dalam penelitian ini; yaitu menggunakan Metodologi Penelitian
Kualitatif yang bernuansa Deskriptif dengan pendekatan ilmu dalam ranah
sosio-kultural. Selain itu memaparkan urutan teknis yang digunakan dalam
penelitian, mulai dari menentukan Lokasi Penelitian, Sumber data, Teknik
commit to user
Bab IV Hasil analisis dan Pembahasan
. Pada bab ini merupakan Bab
yang memaparkan tentang temuan di lapangan penelitian, termasuk juga
hasil-hasil analisis dan pembahasannya. Dalam Bab ini menguraikan tentang
Spesifikasi dan Karakteristik Teknik Putaran Miring, Bentuk dan Jenis Keramik
Bayat, berbagai pembinaan, serta Perkembangannya hingga sekarang.
Bab V Penutup
, berisi tentang Kesimpulan yang menguraikan
tentang ringkasan dari seluruh bahasan, sekaligus merupakan jawaban dari
Rumusan Masalah. Selain itu juga berisi tentang harapan penulis dengan apa
commit to user
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Keramik
Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani
keramikos
yang artinya
suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan
ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan
teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti
gerabah, genteng, porselen, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik
berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua
bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. Umumnya senyawa
keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya.
Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah
feldspat
,
ball clay
, kwarsa,
kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi
kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada
lingkungan geologi dimana bahan itu diperoleh. Secara umum strukturnya sangat
rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas
(http://id.wikipedia.org.wiki.
Keramik).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), keramik adalah tanah liat
yang dibakar, dan dicampur dengan mineral lain; atau berarti pula barang-barang
(alat-commit to user
alat untuk memasak dan sejenisnya) yang dibuat dari tanah liat yang kemudian
dibakar (misal: kendi dan belanga)
(Tim Penyusun, 1990: 271 & 423).
B. Perkembangan Gerabah
1. Tradisi Gerabah
Gerabah merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan
kebudayaan manusia. Bersadarkan beberapa kajian sebelumnya ditetapkan
bahwa manusia mulai mengenal gerabah sejak dikenalnya tradisi bercocok
tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai.
Gerabah muncul sebagai wadah yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar
untuk menguatkannya juga menjadikannya permanen. Bahan baku untuk
membuat gerabah adalah salah satu bahan yang tidak menarik yang banyak
ditemukan di alam, tetapi menawarkan kreasi yang lebih banyak. Tanah liat
adalah salah satu bahan yang universal, dapat ditemukan dimana-mana, mudah
dibentuk dan bila dibakar akan menjadi gerabah. Gerabah adalah berasal dari
bahan
mouldable
(mudah ditambah)
,
pengurangan bahan tidak begitu
dipentingkan, sebaliknya penambahan bila perlu dapat dilaksanakan. Sebab itu
gerabah sering digolongkan ke dalam barang yang menggunakan cara (proses)
penambahan. Prinsip dasar tentang pembuatan gerabah masih sama hampir tidak
berubah sejak pertama manusia membuatnya, proses dasarnya adalah tanah liat
dibentuk menjadi benda yang diinginkan, lalu dikeringkan dan dibakar untuk
commit to user
Gerabah menjadi tradisi karena dilakukan secara turun-temurun oleh suatu
masyarakat. Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa
kemudian menjadi sebuah wadah dan disempurnakan dengan membakarnya
guna menjadikan pori-pori tanahnya menjadi merapat dan kedap air. Dengan
kelebihan kedap air inilah banyak warga yang menggunakannya sebagai wadah
juga alat-alat rumah tangga, seperti alat memasak, alat-alat makan dan minum.
Kelebihan lain adalah berat masanya yang ringan menjadikan gerabah sebagai
wadah yang mudah dibawa kemana-mana. Kendi adalah salah satu wadah
gerabah yang mudah dibawa kemana-mana. Sifat kedap air ini juga sering
digunakan beberapa masyarakat sebagai wadah fermentasi makanan. Saat
membuat gerabah juga bisa ditambahkan ornamen untuk menghias permukaan
tanah liat. Saat basah sangat mudah dibentuk permukaannya, jika memiliki pola
maka akan lebih mudah untuk mencetak dipermukaannya. Gerabah yang
memiliki pola khusus biasanya digunakan untuk upacara keagamaan. Gerabah
sering menjadi perlengkapan berbagai macam upacara yang berhubungan
dengan kepercayaan masyarakat. Dalam upacara penguburan pada masyarakat
prasejarah sebagai misal, gerabah sering dipakai sebagai bekal-kubur (
burial
-gift
) atau sebagai wadah kubur yang sering disebut kubur-tempayan (
jar burial
)
yang ditemukan di berbagai belahan dunia (Santoso, 1995: 1).
Gerabah pada masa lampau juga dapat menjadi simbol tingkat religius
seseorang, tingkat kekayaan, juga status sosialnya. Makin tinggi tingkatan
sosialnya maka gerabah yang digunakan juga semakin indah. Keindahan
commit to user
menunjukkan bahwa pemiliknya adalah seorang nelayan yang cukup banyak
hasil melautnya. Gerabah dengan pola atau ornamen tertentu juga dapat
menunjukkan status tingkat ekonominya. Gerabah yang polos atau tidak
memiliki ornamen biasanya hanya digunakan untuk masyarakat umum, dan
sekedar digunakan sebagai peralatan sehari-hari (Santoso, 1995: 1).
Di Jepang pada saat kekaisaran Edo sekitar 1500 tahun yang lalu, muncul
teknik membuat keramik tertua, bernama
momoyama
. Teknik ini dilakukan oleh
dua orang, yaitu laki–laki dan perempuan. Seringnya dilakukan oleh pasangan
suami-istri. Ini merupakan keramik yang diproduksi untuk memenuhi peralatan
rumah tangga yang sisanya nanti akan dijual ke pasar. Selain itu juga ada yang
dibuat khusus untuk memenuhi peralatan istana. Teknik ini menggunakan
putaran datar yang disambung dengan kain dan digerakkan oleh wanita secara
bergantian ke depan dan belakang. Kemudian yang membentuk tanah liat
menjadi gerabah atau keramik adalah laki–laki yang ada di depan putaran datar
tersebut. Teknik ini dilakukan dengan duduk berhadapan (Kawasaki, 1999).
2. Beberapa Gerabah Di Nusantara
Kegiatan membuat gerabah adalah tradisi tua dalam perkembangan
kebudayaan manusia, hal ini juga muncul di berbagai wilayah Nusantara.
Gerabah mulai dikenal saat masa bercocok tanam di daerah pedalaman dan
tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa pra-sejarah; lebih dari
10.000 tahun yang lalu. Pada konteks kehidupan masyarakat saat itu sudah
commit to user
untuk keperluan sehari-hari. Karena persoalan makanan merupakan kebutuhan
primer, maka mereka merasa perlu untuk membuat alat atau perangkat yang bisa
digunakan untuk menyimpan, mengawetkan, dan juga sebagai tempat
menampung (mewadahi) makanan. Pada akhirnya mereka mampu menciptakan
peralatan dari tanah liat yang di kemudian hari disebut gerabah (Santoso, 1995:
1).
Gerabah inilah yang menjadi akar tradisi keramik modern. Keramik
modern tidak berkembang semata-mata dari gerabah rakyat, namun lebih
disebabkan dengan ditemukannya sistem pembakaran tungku dengan suhu
tinggi. Penggunaan keramik dari hasil bakaran tinggi khususnya di nusantara
untuk ungkapan estetik dipengarui oleh industri keramik yang didirikan Belanda
tahun 1920-an. Dan untuk mendukung perkembangan industri porselen Belanda
pada masa itu, bahan-bahan dasarnya didatangkan dari Pulau Bangka dan
Belitung Sumatra Selatan. Belanda mendirikan pusat penelitian keramik dan
pabrik di Bandung, Pleret, dan Malang (Siddhartha dalam Mocthar
Kusumaatmadja, 1991).
Pada masyarakat Gilimanuk kuno, ditemukan tempat perkuburan kuno
zaman prasejarah. Dalam beberapa situs Gilimanuk terdapat banyak gerabah
untuk bekal kubur yang biasanya berisikan alat–alat rumah tangga dari yang
meninggal serta perhiasan yang biasa digunakan semasa hidupnya. Gerabah
yang digunakan juga bukan gerabah polos tetapi jenis gerabah yang
berornamen. Makin besar gerabahnya juga makin indah ornamen yang
commit to user
hidupnya. Gerabah berbentuk cawan berkaki juga ditemukan di situs tersebut,
yang diperkirakan digunakan untuk upacara keagamaan, yaitu untuk meletakkan
sesaji dan pedupaan dalam suatu ritual. Gerabah ini digunakan untuk tempat
sesaji untuk mendoakan orang yang meninggal (Santoso, 1995: 7).
Seni keramik lahir di Indonesia pada saat masuknya tungku untuk teknik
pembakaran. Gerabah memang menggunakan proses pembakaran tetapi
seringnya menggunakan teknik
openfire
(pembakaran terbuka), menggunakan
bahan bakar batang padi (jerami) tanpa memasukkannya ke dalam tungku. Cara
ini menghemat biaya produksi, oleh karena itu teknik ini banyak dilakukan di
daerah-daerah pertanian. Hanya dengan pembakaran terbuka, gerabah tanah liat
yang dibakarnya sudah menjadi benda yang berbeda dan bisa digunakan untuk
keperluan sehari-hari. Keramik yang dihasilkan dari teknik pembakaran tungku
bersuhu tinggi ini dipengaruhi dari kebudayaan China, yang pembakarannya
menggunakan tungku dan bergelasir. Gelasir inilah yang membedakan keramik
dengan gerabah (Ambar, 2008: 77). Keramik juga sering digunakan untuk
dekorasi (elemen estetik dari interior), sedangkan gerabah biasanya hanya untuk
peralatan keperluan sehari-hari (Santoso, 1995: 2).
Tanah liat di tangan seorang seniman dapat dijadikan sebagai media yang
untuk dikuasai dan dibentuk dalam bentuk-bentuk yang menyenangkan sesuai
dengan ekspresi seninya. Karya-karya cipta yang dihasilkan menunjukkan
penguasaan bentuk yang baik, tetapi pada saat yang sama dibatasi dalam
penjelajahan kualitas yang ada di dalam bahan yang dipakai. Di Yogyakarta
commit to user
bahan untuk membuat patung. Karena para seniman tidak dalam cangkupan
kemudahan industri keramik yang maju secara teknis, maka biasanya
memanfaatkan tanah liat dengan cara terbatas: pembakaran rendah dan sering
tanpa gelasir. (Ambar, 2008: 2).
C. Jenis-Jenis Keramik
1.
Earthenware
Earthenware
biasanya terbuat dari tanah liat yang terbentuk secara
alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir. Termasuk dalam jenis
tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna merah, coklat, kehijauan,
kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam. Kebanyakan jenisnya
periuk belanga, cawan, dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang
menggunakan dan tidak menggunakan gelasir, tetapi menggunakan
engobe
terlebih dahulu untuk melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya
(Kenny, 1946: 8). Pembakarannya menggunakan suhu antara kurang dari 1.000
sampai 1.100
0C. (Ambar, 2008: 8).
2.
Stoneware
Stoneware
terbuat dari tanah tunggal atau kadang juga terbuat dari tanah
campuran. Untuk campuran biasanya menggunakan
ball clay
dan
fire clay
.
commit to user
mudah dikerjakan dengan baik. Sebelum dibakar berwarna abu-abu cenderung
kuning kotor, setelah dibakar akan berwarna abu-abu, krem, sampai coklat
karena kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar
1.205
sampai 1.260
0C (Ambar, 2008: 8).
Stoneware
juga tidak menggunakan
gelasir, kadang beberapa menggunakan pembakaran
terra cotta
(Kenny, 1946:
8)
.
3.
China Clay
China
Clay
sama dengan kaolin. Kaolin termasuk tanah primer, berwana
putih, berbutir kasar, rapuh, tidak plastis, maka menyebabkan tanah ini sulit
dibentuk. Selain itu taraf susutnya rendah, juga sulit dalam proses pengeringnya,
dan sangat tahan api. Agar mudah dibentuk, bahan ini harus dicampur dengan
bahan lain yaitu
ball clay
juga
flux
(bahan pelebur) yang sering ditambahkan
untuk mengurangi “ketahanan api”. Titik leburnya dapat mencapai 1.800
0C
(Ambar, 2008: 8). Untuk kaolin seringnya menggunakan gelasir untuk
dekorasinya, dapat dibuat secara langsung dan bisa juga menggunakan cetakan.
Ciri khusus kaolin adalah bentuk dasarnya putih (Kenny, 1946: 9).
4.
Porcelain
Porcelain
adalah tanah yang paling tahan api dari semua jenis keramik
lainnya. Bukan tanah primer, tetapi terbuat dari campuran kaolin,
ball clay,
commit to user
dengan perbandingan khusus, maka terciptalah porselen yang primer. Ini
menjadikan porselen menjadi tanah yang paling kuat juga paling tahan api.
Banyak orang China menggunakan campuran ini untuk membuat keramik di
kerajaan. Bahkan menurut cerita dari Pere d’Entrecolles seorang
missionary
yang pernah mendatangi China. Mengatakan dalam surat-surat yang ditulisnya,
bahwa masyarakat China kuno, untuk membuat porselen menggunakan
campuran kaolin dan tulang yang sudah dihancurkan. Untuk penyelesaian akhir
dengan menggunakan glasir, dan sering dilengkapi dengan dekorasi
majolica
(Kenny, 1946: 9). Dapat dibakar dengan suhu antara 1.280 sampai 1.320
0C
(Ambar, 2008: 20)
D. Teknik Pembuatan Keramik
Teknik membuat keramik ada dua macam yang secara umum biasa
digunakan; yaitu teknik tradisional dan teknik modern yang biasanya
bersentuhan mesin.
1. Teknik Tradisional
Teknik tradisional terdiri atas putaran miring, teknik
tatap-tandas
,
pinch
,
kich-wheel
,
hand-wheel, slow-wheel, fast-wheel,
dan masih banyak lagi lainnya.
Tujuan teknik ini adalah membuat peralatan yang digunakan untuk keperluan
sehari–hari. Selain itu teknik ini juga biasanya digunakan di wilayah pedesaan.
commit to user
kecil (
home industry
), atau hanya sebatas jumlah pemesanan; jadi pada
umumnya tidak diproduksi massal.
2. Teknik Modern
Teknik modern terdiri atas
kick-wheel, slab, casting, plaster of paris,
dan
sebagainya. Semuanya menggunakan mesin dan cetakan dari gips untuk
reproduksinya. Khusus untuk
slab
dan
casting
menggunakan bahan tambahan
untuk membuatnya. Ciri Teknik modern sering memproduksi dalam jumlah
besar dan teknik pembakarannya juga menggunakan tungku modern, terutama
dalam pengendalian suhu dalam tungku.
Sebenarnya semuanya sama, dalam rangka menghasilkan keramik, tetapi
yang membedakan hanyalah bahan dasarnya yaitu tanah liat jenis apa yang
digunakan. Dari jenis tanah liat sangat mempengaruhi proses pembakaran
setelah pengeringan. Jika menggunakan tanah putih maka akan memerlukan
pembakaran dengan tungku berbahan bakar gas dan suhu tinggi yang nantinya
juga akan menggunakan gelasir untuk tahap penyelesaiannya. Inilah yang
membedakan gerabah dan keramik.
E. Jenis-Jenis Tanah untuk Membuat Keramik
Tanah liat adalah salah satu bahan baku untuk membuat gerabah. Tanah liat
commit to user
permukaan bumi. Tanah liat adalah suatu mineral yang digali dari bumi, yang
dalam keadaan murni mempuyai rumus kimia sebagai berikut AL
2O
3- 2 Si O
2- 2
H
2O dengan berat unsur-unsurnya :
§
AL
2O
3(Oksida Alumunium) sebanyak 39%
§
Si O
2(Oksida Silika)
sebanyak 47%
§
H
2O (Air)
sebanyak 14%
Ketiga unsur di atas jika dijumlahkan menjadi 100%. Untuk itu jumlah ini
akan selalu sama jika kita mencampur tanah liat dengan bahan-bahan lain. Semua
tanah liat ada yang berdiri sendiri tanpa dicampur dengan bahan lain. Tanah liat
juga memiliki pengertian lain di antaranya ada yang menyebutkan tanah liat
adalah butir-butir karang yang sangat halus, yang apabila dihancurkan kemudian
ditumbuk halus akan menjadi plastis bila basah, menjadi keras jika kering, dan
pada pembakaran berubah menjadi massa seperti karang yang teguh (Ambar,
2008: 2).
Clay
adalah material bumi yang dihasilkan dari suatu proses yang
disebut
decomposition,
yaitu proses penguraian atau proses pelapukan alamiah
dari material mineral
feldspat
.
Tanah liat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
primary
clay, secondary clay
(stoneware)
dan tanah merah (
earthenware).
Semuanya memiliki perbedaan yang
secara langsung terbentuk oleh alam. Dinamakan seperti itu karena berdasarkan
proses terbentuknya juga tempat pengambilannya. Semakin dalam tempat
pengambilan tanahnya maka makin baik kualitasnya, semakin dekat dengan larva
commit to user
dengan larva gunung berapi maka akan makin murni kandungan tanah liat
tersebut.
1.
Primary clay
Primary clay
adalah tanah murni atau larva gunung berapi. Sebagian besar
terdiri dari
feldspad
.
Feldspad
adalah salah satu jenis bahan mineral bumi yang
keberadaannya atau jumlahnya sangat besar, dalam bentuk batuan granit atau
batuan gneiss. Menurut catatan geologi bahwa 2/3 bagian dari kerak bumi adalah
meterial yang di dalamnya mengandung 60% - 90% bagian bahan mineral yang di
sebut
feldspad
.
Primary clay
terbentuk dari larva gunung berapi yang masih murni
tanpa tercampur oleh material dari luar gunung berapi, tetapi saat keluar dari perut
bumi mulai mengalami pelapukan oleh jasad renik maupun jamur.
Primary clay
sering juga disebut kaolin. Kaolin terdiri dari kata
Kao
Liang
yang berarti tanah
tinggi (bukit dan pegunungan). Disebut demikian karena untuk mendapatkan
tanah ini harus naik ke pegunungan atau tanah ini memang banyak ditemukan di
daerah pegunungan (dataran tinggi). Kaolin berwarna putih, berbutir kasar, rapuh,
dan tidak plastis, karena itu sulit dibentuk. Selain itu taraf susut dan kuat
keringnya pun rendah, tetapi sangat tahan api. Tanah ini memiliki titik lebur
sampai 1.800
0C (Ambar, 2008: 8).
2.
Secondary clay
Secondary clay
adalah larva yang sudah keluar dari perut bumi dan sedikit
commit to user
yang sudah mengalami pelapukan lanjut, juga penguraian lanjut, bahkan sudah
tercampur air dan ikut tergelincir ke lereng-lereng gunung.
Secondary clay
sering
juga disebut
stoneware
.
Stoneware
terbuat dari tanah tunggal atau kadang juga
terbuat dari tanah campuran. Untuk campuran biasanya menggunakan
ball clay
dan
fire clay
. Termasuk lempung sedimenter, berbulir sedang, dan plastis. Bahan
ini mudah dikerjakan dengan baik, dapat dibakar rapat, warna mentahnya abu-abu,
kuning kotor. Setelah dibakar akan berwarna abu-abu, krem, sampai coklat karena
kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar 1.205
0C
sampai 1.260
0C (Ambar, 2008: 8).
Stoneware
juga tidak menggunakan gelasir,
kadang beberapa menggunakan pembakaran
terra cotta
(Kenny, 1946: 8)
.
Dinamakan
Stoneware
karena memiliki warna keabu-abuan yang disebabkan
karena sudah tercampur oleh organisme yang sudah menjadi arang.
Tanah merah atau
Earthenware
biasanya terbuat dari tanah liat yang
terbentuk secara alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir.
Termasuk dalam jenis tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna
merah, coklat, kehijauan, kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam.
Kebanyakan jenis yang dihasilkan dari tanah ini adalah periuk, belanga, cawan,
dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang menggunakan dan tidak
menggunakan gelasir, tetapi menggunakan
engobe
terlebih dahulu untuk
melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya (Kenny, 1946: 8).
Pembakaran menggunakan suhu antara kurang dari 1.000 sampai 1.100
0C
(Ambar, 2008: 8). Biasanya tanah jenis ini berupa tanah ladang, sawah, dan
commit to user
Tanah ini sudah melalui pelapukan ketiga, yaitu pelapukan yang sudah banyak
tercemar oleh batu, pasir, jasad renik, jamur, udara, bahkan air. Hal ini yang
menjadikannya memiliki titik lebur rendah. Tanah yang semakin tercemar maka
akan semakin rendah derajat kepanasan saat dibakar. Tanah merah ini mudah
didapatkan di berbagai daerah, menyebabkan banyak munculnya kebudayaan
tanah. Kebudayaan tanah merah adalah kebudayaan membuat gerabah yang
berasal dari tanah merah (tanah pertanian) dan mudah juga untuk proses
pembakarannya. Tanah merah banyak terdapat di dataran rendah. Selain
dimanfaatkan untuk tanah pertanian juga banyak yang digunakan untuk membuat
gerabah; jenis tanah inilah yang banyak terdapat di daerah Bayat, Klaten, Jawa
commit to user
21BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatannya
Berdasar permasalahan yang dikaji dan dijabarkan adalah sebuah
fenomena artefak (peralatan pendukung pembuatan benda seni) yang tidak lepas
dari persoalan seni budaya suatu masyarakat, maka lebih condong pada jenis
penelitian kualitatif
. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya
pemaparan (deskripsi) perilaku kekaryaan suatu masyarakat; maka bentuk
penelitiannya menggunakan
metodologi penelitian kualitatif deskriptif.
Tujuan utama menggunakan metodologi kualitatif adalah “menangkap
proses” untuk “menemukan makna”. Apa yang dicari peneliti kualitatif adalah
bagaimana melakukan proses penelitian dan bagaimana memaknai hasil
penelitiannya; dengan tetap bertumpu pada batasan masalah dan dukungan
kajian pustaka yang digunakan. Sebagai batasan ruang bergeraknya, penelitian
ini bernuansa
sosio-kultural;
sesuai dengan karakteristik permasalahan yang
diteliti yaitu teknik putaran miring yang digunakan untuk pembuatan kerajinan
commit to user
B. Metode Penelitian
Berdasarkan jenis masalah dan objek
penelitian yang dikaji, maka
metodologi yang digunakan merujuk pada tulisan H.B. Sutopo (2006) meliputi:
1.
Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan objek utama penelitian ini terpusat pada Kampung
Pagerjurang Desa Melikan khususnya, dan seputar wilayah Kecamatan
Bayat Klaten Jawa Tengah pada umumnya.
2.
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Informan:
Para perajin di seputar Desa Pagerjurang desa Melikan dan desa-desa
lain seputar Bayat, dan tokoh-tokoh masyarakat yang terkait dengan
keberadaan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten, termasuk
Tokoh
avant-guard
Keramik Bayat yang berkebangsaan Jepang.
b. Tempat dan Peristiwa:
Pusat-pusat produksi kerajinan keramik di Bayat Klaten,
c. Dokumen:
Berbagai sumber pustaka berupa tulisan, data, dokumen, dan foto-foto
tentang Teknik Putaran Miring keramik pada khususnya dan yang
commit to user
3.
Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber datanya, maka teknik
pengumpulan data terdiri dari:
a. Wawancara Mendalam (
in-depth interviewing
), dilakukan terhadap
“semua informan” yang bersifat
flexible
(lentur), terbuka, dan tidak
terstruktur ketat (Bogdan & Taylor, 1993: 34); bukan dalam suasana
formal, pertanyaan semakin memfokus, dan dapat diulangi menurut
keperluan. Hal ini memungkinkan pertanyaan-pertanyaan dapat
berkembang melampaui kisi-kisi pertanyaan yang dipersiapkan ketika
hendak memasuki lapangan penelitian. Dalam wawancara ini
menggunakan langkah-langkah, yaitu: menentukan siapa yang akan
diwawancarai, persiapan sebelum wawancara, strategi pendekatan awal
terhadap yang diwawancarai, menjaga agar wawancara tetap bersifat
produktif, dan bermakna (Fontana & Frey dalam Denzim & Lincoln,
1994: 363-364).
b.
Observasi Langsung, peneliti terjun ke kancah penelitian, dan
berhadapan langsung dengan tempat–tempat produksi keramik Bayat
Klaten.
c.
Analisis Dokumen, teknik pengumpulan data yang bersumber dari
dokumen-dokumen, jurnal, artikel, naskah, buku-buku,
commit to user
4.
Teknik Cuplikan (
sampling
)
Teknik ini tidak bersifat acak (
random
sampling
), melainkan bersifat
selektif dengan pertimbangan berdasar pada konsep (pendekatan
sosio-kultural) yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik
empiris, dan lain-lain; oleh karena itu teknik cuplikan ini lebih bersifat
purposive sampling
(Noeng, 1996: 27 dan Chadwick, 1991: 78-79), yaitu
memilih informan (bukan responden) yang dianggap paling berguna dan
bermanfaat. Didukung juga dengan teknik cuplikan
criterion
based
selection,
dalam hal ini memilih informan yang
dipandang paling
mengetahui permasalahannya. Selain itu informan yang dipilih juga lebih
mewakili informasinya (
internal
sampling
) bukan mewakili jumlah
populasinya.
Harapan
lain
dari
informan
tersebut
juga
dapat
mengembangkan informasinya tentang pilihan informan lain/ berikutnya
yang harus ditemui oleh peneliti, sehingga pilihan informan akan
berkembang sesuai kebutuhan (
snow ball sampling
) (Sutopo, 2006: 65).
5.
Validitas Data
Guna menjamin dan meningkatkan validitas data yang diperoleh, dilakukan
dengan Triangulasi Data (
Data Triangulation
): yaitu mengumpulkan data
sejenis dari sumber data yang berbeda, yaitu data dari informan, tempat,
dan peristiwa, serta dokumen diklarifikasi dan di-
cross check
.
6.
Teknik Analisis
Dalam proses analisis ada tiga komponen utama, yaitu: (1). Reduksi Data,
commit to user
komponen tersebut diterapkan dalam Model Analisis Interaktif (Huberman
& Miles dalam Denzim & Lincoln, 1994: 429) dengan skema sebagai
berikut:
Pengumpulan
Sajian Data
Data (2)
Reduksi
Data (1) Penarikan Kesimpulan/
Verifikasi (3)
Analisis Interaktif ini pada dasarnya adalah proses pasca-pengumpulan
data. Karena analisis sebagai suatu proses siklus, maka bukan berarti
tertutup kemungkinan untuk kembali ke kancah pengumpulan data; jika
dirasa perlu. Dalam proses ini peneliti bergerak di antara komponen analisis
(termasuk pengumpulan data selama proses analisis data berlangsung).
Analisis di antara ketiga komponen tersebut bersifat “interaktif”, dan jika
data atau hasil interaksi dirasa kurang, maka dimungkinkan kembali ke
komponen analisis sebelumnya, setelah itu kembali lagi ke komponen
semula, dan berlanjut ke komponen berikutnya. Begitu seterusnya dan
bersiklus sampai pada tahap Verifikasi atau disederhanakan ke arah makna
yang diinginkan. Jika dipandang sudah memungkinkan munculnya makna
temuan, maka dilakukan Penarikan Kesimpulan sebagai kegiatan terakhir
commit to user
¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ô ¼·³¿²¿ ¬®¿¼·-· µ»®¿¶·²¿² ¹»®¿¾¿¸ ³»³·´·µ· ¿µ¿®
¾«¼¿§¿ §¿²¹ ¬»®©¿®·-· -»½¿®¿ ¬«®«²ó¬»³«®«²ô ³»®»µ¿ ³¿³°« ³»²½·°¬¿µ¿²
¬»µ²±´±¹· ¿-´· ¼¿®· ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ -»¾¿¹¿· ¿´¿¬ ¾¿²¬« «¬¿³¿²§¿ §¿·¬« °«¬¿®¿²
³·®·²¹ô -»®¬¿ ¬»®¾«µ¿²§¿ °»®¿¶·² Þ¿§¿¬ ¬»®¸¿¼¿° ¾»®¾¿¹¿· °»³¾·²¿¿²ò
Í»°»®¿²¹µ¿¬ ¬»µ²±´±¹· -»¼»®¸¿²¿ §¿²¹ ¼·²¿³¿µ¿² •°«¬¿®¿² ³·®·²¹Œ ¼¿®·
п¹»®¶«®¿²¹ Þ¿§¿¬ ³»®«°¿µ¿² ·²¼·»¹»²«±- ¬»½¸²±´±¹§ ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò Ì»µ²·µ ·²·
¼·¾«¿¬ ±´»¸ ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ «²¬«µ ³»³°»®½»°¿¬ ¼¿² ³»³°»®³«¼¿¸
°»®¿¶·² ¼¿´¿³ °®±-»- ³»³¾«¿¬ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µò л®¿²¹µ¿¬ ¬»µ²±´±¹· °«¬¿®¿²
³·®·²¹ ¬¿³°¿µ «²·µ ¼¿² ³»²¶¿¼· •°»²½·®·Œ µ¿®»²¿ -»´¿·² -»´«®«¸ ¾¿¸¿² ¼¿-¿®²§¿
¬»®¾«¿¬ ¿¬¿« ¾»®¿-¿´ ¼¿®· µ»µ¿§¿¿² ¿´¿³ ¿-´· ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò Í»´¿·² ·¬« ½¿®¿
°»²¹¹«²¿¿²²§¿ ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² ¬¿¬¿ µ»-±°¿²¿² ¼¿² ¬®¿¼·-· ¾»®°¿µ¿·¿² ø»¬·µ¿
-±-·¿´÷ô -»®¬¿ °»²¹¸¿®¹¿¿²ñ °»²¹¸±®³¿¬¿² °¿¼¿ µ¿«³ °»®»³°«¿² ø¹»²¼»®÷ô
¬»®³¿-«µ ¶«¹¿ ¼·®¿²½¿²¹ ¼¿² ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² ¾¿¬¿-¿² ¬»²¿¹¿ º·-·µ µ¿«³
°»®»³°«¿² ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò
îò Õ±²¬»µ- Õ»¾»®¿¼¿¿² Ì»µ²·µ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò
Ó»²«®«¬ °»²¹¿µ«¿² ¾»¾»®¿°¿ °»®¿¶·² -»²·±® øµ¿«³ ¬«¿÷ô ¬»µ²·µ ·²· -«¼¿¸
¿¼¿ -»¶¿µ ¼¿¸«´« µ¿´¿ò Þ»´«³ ¿¼¿ ´·¬»®¿¬«® ¿¬¿« ¼¿¬¿ ¬»®¬«´·- §¿²¹ ³»²§»¾«¬µ¿²
-»½¿®¿ °¿-¬· µ¿°¿² ¬»µ²·µ ·²· ³«´¿· ¼·¹«²¿µ¿² ±´»¸ °»³¾«¿¬ ¹»®¿¾¿¸ ¼· ¼¿»®¿¸
Þ¿§¿¬å §¿²¹ °¿-¬· ¾¿¸©¿ Þ¿§¿¬ ¬»®³¿-«µ -¿´¿¸ -¿¬« ¼¿»®¿¸ °»®¿¶·² ¹»®¿¾¿¸ ¬«¿ ¼·
Ò«-¿²¬¿®¿ò Ü»²¹¿² ¼»³·µ·¿² ¼¿°¿¬ ¼·¿³¾·´ ¼«¹¿¿² -»³»²¬¿®¿ ¾¿¸©¿ ¬»µ²·µ
commit to user
°®·²-·° §¿²¹ -¿³¿ §¿·¬« «²¬«µ ³»³¾«¿¬ -»¾«¿¸ ¾»²¬«µ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ
³»´¿´«· °«¬¿®¿² ¿¹¿® ¼¿°¿¬ ³»²½·°¬¿µ¿² ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ §¿²¹ -·´·²¼®·- ¼¿²
-·³»¬®·-ò
Ó¿-·²¹ó³¿-·²¹ ¼¿»®¿¸ °»²¹¸¿-·´ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ ½»²¼»®«²¹ ³»³·´·µ·
¬»µ²·µó¬»µ²·µ µ¸«-«-²§¿ §¿²¹ ¼·¿²¹¹¿° °¿´·²¹ »º»µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¼¿°¿¬ ³»²¶¿¼·
•°»²½·®·Œ ¼¿®· -«¿¬« ¼¿»®¿¸ ¬»®¬»²¬«ò Ü· ¼¿»®¿¸ Þ¿§¿¬ Õ´¿¬»² Ö¿©¿ Ì»²¹¿¸ô
¼·¶«³°¿· º»²±³»²¿ ·²·ô §¿·¬« ¬»µ²·µ °»³¾«¿¬¿² ¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ®»´¿¬·º ¾»®¾»¼¿
¼»²¹¿² ¼¿»®¿¸ ´¿·²ò п®¿ °»®¿¶·² ¬®¿¼·-·±²¿´ ø´¿³¿÷ ¸·²¹¹¿ -»µ¿®¿²¹ ¼· ¼¿»®¿¸
¬»®-»¾«¬ ³»²¹¹«²¿µ¿² °¿°¿²ó°«¬¿®ñ°»®¾±¬ ¼»²¹¿² °«¬¿®¿² §¿²¹ ½«µ«° ½»°¿¬
øº¿-¬ó©¸»»´÷ò ß´¿¬ °«¬¿® ¼»²¹¿² µ»½»°¿¬¿² ¬·²¹¹· -»³¿½¿³ ·²· ¼¿°¿¬ ³»³°»®½»°¿¬
µ»®¶¿ ¼¿² ³»²¹¸¿-·´µ¿² ¹»®¿¾¿¸ ¼¿´¿³ ¾»²¬«µ -·´·²¼»® -·³»¬®·- §¿²¹ ¿µ«®¿¬ò
Þ¿¸µ¿² ¼»²¹¿² ¾¿²¬«¿² ¿´¿¬ ·²· ¿µ¿² ´»¾·¸ ³«¼¿¸ ³»³¾«¿¬ ¾»®³¿½¿³ ¾»²¬«µ
¼¿² «µ«®¿² ¹»®¿¾¿¸ ¼¿´¿³ ©¿µ¬« ®»´¿¬·º -·²¹µ¿¬ò
Ù¿³¾¿® ïæ Í»°»®¿²¹µ¿¬ ¿´¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ò
commit to user
¬¿³°¿µ «²·µ ¾¿¸µ¿² ³»²¼¿°¿¬ -»¾«¬¿² §¿²¹ -°»-·º·µ µ¿®»²¿ ³»³·´·µ· µ»µ¸«-«-¿²
¼¿´¿³ ¾»²¬«µ ¼¿² ¬»µ²·µ °»²¹¹«²¿¿²²§¿ò Ü·-»¾«¬ •°«¬¿®¿² ³·®·²¹Œ -»¾»²¿®²§¿
¸¿²§¿ -»¾«¬¿² µ¿®»²¿ °±-·-· °»²¿³°¿²¹ °¿°¿²ó°«¬¿®ñ°»®¾±¬ §¿²¹ ³»³¾¿²¬«
³»³¾»²¬«µ ¹»®¿¾¿¸ -·´·²¼®·- ¼·´»¬¿µµ¿² ¼¿´¿³ °±-·-· ³·®·²¹ -»µ·¬¿® ìððó ìëðò
б-·-· ·²· ¶»´¿- ¾»®¾»¼¿ ¶·µ¿ ¼·¾¿²¼·²¹µ¿² ¼»²¹¿² °¿°¿² °«¬¿® ¹»®¿¾¿¸ ¼¿®· ¼¿»®¿¸
´¿·² §¿²¹ -»¼¿°¿¬ ³«²¹µ·² ¶«-¬®« ¼·°±-·-·µ¿² ¼¿¬¿® -»³°«®²¿ò Í»°»®¬· ¿´¿¬ °«¬¿®
§¿²¹ ¼·¹«²¿µ¿² ±´»¸ °»®¿¶·² ¹»®¿¾¿¸ ø´¿³¿÷ ¼¿®· ¼¿»®¿¸ Ó¿§±²¹ Ö»°¿®¿ô ³»³¿²¹
³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ô ¬»¬¿°· ¬·²¹µ¿¬ µ»³·®·²¹¿²²§¿ ¬·¼¿µ -»¼®¿-¬·-
§¿²¹ ¾»®¿¼¿ ¼· Þ¿§¿¬å ¾¿¸µ¿² ¼·²¹µ´·µ §¿²¹ ¼·¹«²¿µ¿² ´»¾·¸ ¬·²¹¹· -»¸·²¹¹¿
¬¿³°¿µ ´»¾·¸ ²§¿³¿² «²¬«µ ¼«¼«µ °»®¿¶·² ´¿µ·ó´¿µ·ò
Ù¿³¾¿® îæ ß´¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ °»®¿¶·² Ó¿§±²¹ Ö»°¿®¿ò
commit to user
Ù¿³¾¿® íæ Õ»°»µ¿¿² ¿²¬¿® «¶«²¹ ¶¿®· ¼¿´¿³ ³»²»²¬«µ¿² µ»¬·°·-¿² µ»®¿³·µò
Í«³¾»®æ ¸¬¬°æññ©·-¿¬¿òµ±³°¿-·¿²¿ò½±³ñ¶¿´¿²ó¶¿´¿²ñîðïîñðîñïìñ¾¿§¿¬ó-¿²¹ó
°»´»-¬¿®·ó¬®¿¼·-·ó°«¬¿®¿²ó³·®·²¹ñ
ïò Þ»²¬«µ Ü¿-¿® л®¿²¹µ¿¬ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò
Þ¿¹·¿² °±µ±µ ¼¿®· °»®¿²¹µ¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ ·²· ¿¼¿´¿¸ °¿°¿²ó°«¬¿® ¿¬¿«
°»®¾±¬å -»¾¿¹·¿² ¾»-¿® °¿°¿² ¾«²¼¿® ·²· ¬»®¾«¿¬ ¼¿®· µ¿§« ¶¿¬· ¿¬¿« ³¿¸±²· §¿²¹
¼·°»®µ·®¿µ¿² ¾»®«³«® ¿²¬¿®¿ ïð ¸·²¹¹¿ ïî ¬¿¸«²ò Ü·¿³»¬»® °¿°¿² °«¬¿® ·²· -»µ·¬¿®
íë ¸·²¹¹¿ ìð½³ô ¼¿² ´»¾¿® °»²¿³°¿²¹ ·²· ¾·¿-¿²§¿ ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² «µ«®¿²
¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ¸»²¼¿µ ¼·¾»²¬«µ ¼· ¿¬¿-²§¿ò Í»¼¿²¹µ¿² µ»¬»¾¿´¿² °¿°¿²ó°«¬¿® ·²·
¾»®µ·-¿® ¿²¬¿®¿ ë ¸·²¹¹¿ ê½³ò Þ¿¹·¿² ´¿·² ¼¿®· ¿´¿¬ ·²· ¿¼¿´¿¸ ¬¿²¹µ¿· ¿- ¿¬¿« °±®±-
commit to user
³»²¹¸¿-·´µ¿² ¬»²¿¹¿ °«¬¿® øº®»» ©¸»»´÷ô -»¼¿²¹µ¿² ¶·µ¿ °¿²½¿´¿² ¼·¸»²¬·µ¿²
³¿µ¿ ±¬±³¿¬·- °¿°¿² °«¬¿® ¿µ¿² ³»´¿³¾¿¬ µ¿®»²¿ -·-¬»³ µ»®¶¿ º·¨ó©¸»»´ °¿¼¿
¬¿®·µ¿² ¾·´¿¸ ¾¿³¾« °»¹¿-ò
Ó»³¿²¹ ¿¼¿ -»¼·µ·¬ °»®-±¿´¿² ¼¿´¿³ »º»µ °«¬¿®¿² ·²·ô ¼·³¿²¿ ¬¿´· §¿²¹
¼·¬¿®·µ ±´»¸ ¾¿³¾« °»¼¿´ ±¬±³¿¬·- ¿µ¿² -»¹»®¿ ¼·¬¿®·µ µ»³¾¿´· ±´»¸ °¿²¬«´¿²
¾¿³¾« °»¹¿- ¼¿² ¹»®¿µ¿² ¬¿´· -»´¿´« ¾»®´¿©¿²¿² ¿®¿¸ ¼»²¹¿² ¿®¿¸ °«¬¿®¿² ¬¿²¹µ¿·
¿- °»®¾±¬ò Ì»¬¿°· ¸¿´ ·²· ¬·¼¿µ ³»²·³¾«´µ¿² ¾¿²§¿µ °»®-±¿´¿² µ¿®»²¿ ¼¿§¿ ¬¿®·µ
°¿²¬«´¿² °»¹¿- ¾¿³¾« ¬·¼¿µ ¿µ¿² -»µ«¿¬ ¼±®±²¹¿² µ¿µ· °»®¿¶·²ô -»¸·²¹¹¿ ¬·¼¿µ
¾¿²§¿µ ³»²¹¸¿³¾¿¬ °«¬¿®¿² ¬¿²¹µ¿· ¿- °»®¾±¬ò Þ»®¼¿-¿® ®»-·µ± ·¬« °«´¿ §¿²¹
³»²¹·²-°·®¿-· °¿®¿ °»®¿¶·² Þ¿§¿¬ «²¬«µ ³»³¾«¿¬ ¶»²·- ¬¿´· §¿²¹ °¿´·²¹ ´·¿¬ô ¬¿¸¿²
¬»®¸¿¼¿° ¹»-»µ¿²ô ¬·¼¿µ ³«¼¿¸ ¿«-ô ¼¿² ®»-·-¬»² ø¬¿¸¿²÷ ¬»®¸¿¼¿° ¿·® µ¿®»²¿ °®±-»-
°»³¾«¿¬¿² µ»®¿³·µ ¼· ¿¬¿- °»®¾±¬ ¾¿²§¿µ ¾»®µ¿·¬¿² ¼»²¹¿² ¿·®ò Ç¿·¬« -»«¬¿- ¬¿´·
§¿²¹ ¬»®¾«¿¬ ¿¬¿« ¼·°·´·² ¼¿®· -»®¿¬ µ«´·¬ µ¿§« °±¸±² ©¿®«ô ¼¿² °±¸±² ¬»®-»¾«¬
¼·°·´·¸ ¾»®¼¿-¿®µ¿² «³«® °±¸±²ô ¬·²¹µ¿¬ µ»´«®«-¿² °¿²¶¿²¹ ¾¿¬¿²¹ô ¼¿² ¬·²¹µ¿¬
µ»³«´«-¿² µ«´·¬ µ¿§«å -»´¿²¶«¬²§¿ ³¿-·¸ ¼·°®±-»- ¼»²¹¿² ¬»µ²·µ ¼¿² °»®´¿µ«¿²
µ¸«-«- «²¬«µ ³»²¼¿°¿¬µ¿² -»«¬¿- ¬¿´· §¿²¹ ¾»®µ«¿´·¬¿- ¬·²¹¹·ò
íò Õ»«²¹¹«´¿² Ì»µ²·µ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò
Õ»«²¹¹«´¿² ´¿·² ¼¿®· ¬»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ ·²· -»´¿·² ¼¿°¿¬ ³»³¾¿²¬«
³»²½·°¬¿µ¿² µ»®¿³·µ ¼¿´¿³ ¶«³´¿¸ ¾¿²§¿µ ¼»²¹¿² ©¿µ¬« ®»´¿¬·º -·²¹µ¿¬ô ¶«¹¿
³¿³°« ³»²¹¸¿-·´µ¿² ¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ´»¾·¸ ¸¿´«-ò п®¿ °»®¿¶·² ¬·²¹µ¿¬ ³¿¸·® ®¿¬¿ó
commit to user
¼¿² «µ«®¿² §¿²¹ ®»´¿¬·º -¿³¿ò Ö·µ¿ ³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ ½»¬¿µ ¬»µ¿² ³¿µ¿ °»®¿¶·²
¿µ¿² ³»³·´·µ· ¾¿²§¿µ µ®»¿-· «²¬«µ ³»³¾«¿¬ µ»®¿³·µ §¿²¹ ¾»®¾»¼¿ ¼»²¹¿²
¾»²¬«µ §¿²¹ ®«³·¬ -»-«¿· ½»¬¿µ¿² §¿²¹ ¼·¾«¿¬²§¿ò
Ù¿³¾¿® ìæ Ì»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ øÓ¾¿µ Ç«´·¿²¿ Š п¹»®¶«®¿²¹÷ò
Í«³¾»®æ Õ±´»µ-· °®·¾¿¼· ø¸¿-·´ °»³±¬®»¬¿² °»²«´·- Š îë Ó»· îðïî÷ò
Ýò л®¿¶·² Ù»®¿¾¿¸ Þ¿§¿¬
Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ -¿´¿¸ -¿¬« µ»½¿³¿¬¿² ¼· Õ¿¾«°¿¬»² Õ´¿¬»² Ö¿©¿ Ì»²¹¿¸ò
Õ»½¿³¿¬¿² ·²· ¼· ¾¿¹·¿² -»´¿¬¿² ¾»®¾¿¬¿-¿² ¼»²¹¿² Õ¿¾«°¿¬»² Ù«²«²¹ Õ·¼«´
Ü¿»®¿¸ ×-¬·³»©¿ DZ¹§¿µ¿®¬¿ò Ô»¬¿µ ¹»±¹®¿º·- Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ ¾¿¹·¿²
¼¿®· µ¿¾«°¿¬»² Õ´¿¬»² §¿²¹ ¬»®´»¬¿µ õ ïî µ³ µ» ¿®¿¸ ¬»²¹¹¿®¿ò Ô«¿- ©·´¿§¿¸
Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ íçòìí µ³îò Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¬»®¼·®· ¼¿®· ïè ¼»-¿ò
É·´¿§¿¸ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¼·¾¿¬¿-· ±´»¸æ
i Í»¾»´¿¸ Í»´¿¬¿² æ Õ»½¿³¿¬¿² Ù»¼¿²¹-¿®· Õ¿¾òÙ«²«²¹ Õ·¼«´ Ü×Ç
commit to user
i Í»¾»´¿¸ Þ¿®¿¬ æ Õ»½¿³¿¬¿² É»¼·ò
ᬻ²-· ¼¿»®¿¸ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ ³»³·´·µ· ¾»®¾¿¹¿· ±¾§»µ ¼¿²
¬»³°¿¬ ©·-¿¬¿ §¿²¹ ¾»®º«²¹-· ³»²¼«µ«²¹ ·²¼«-¬®· °¿®·©·-¿¬¿ô ¿²¬¿®¿ ´¿·²æ
i É·-¿¬¿ Õ«´·²»®ô §¿·¬« ©¿®«²¹ ¿°«²¹ ©¿¼«µ α©± Ö±³¾±® ¼· ¼»-¿
Õ®¿µ·¬¿²ò
i É·-¿¬¿ ß´¿³ô §¿·¬« °»¹«²«²¹¿² ̱®·- ¼· ¼»-¿ Õ®¿µ·¬¿²ò
i É·-¿¬¿ λ´·¹·ô §¿·¬« ¦·¿®¿¸ µ» ³¿µ¿³ Í«²¿² п²¼¿²¿®¿² ¼· ¼»-¿
п-»¾¿²ò
i Í»²¬®¿ Õ»®¿¶·²¿² Þ¿¬·µ Ì«´·- ¼· Ü»-¿ Ö¿®«³ô Ü»-¿ Õ»¾±²ô Ü»-¿ Þ»´«µô
Ü»-¿ Ó¾¿´±²¹
i Í»²¬®¿ Ù»®¿¾¿¸ ¼· Õ»´«®¿¸¿² Õ®¿µ·¬¿² ¼¿² Ó»´·µ¿²ò
Ù¿³¾¿® ëæ л¬¿ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ò
commit to user
·²·òïò Ì·°±´±¹· л®¿¶·² Ù»®¿¾¿¸ñÕ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ò
Í»¾¿¹·¿² ¾»-¿® ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¼· Þ¿§¿¬ ³»³·´·µ· °»µ»®¶¿¿² -¿³°·²¹¿² -»¾¿¹¿·
°»®¿¶·² ¿¬¿« ³»²¹¹«²¿µ¿² ©¿µ¬« -»²¹¹¿²¹²§¿ ¼»²¹¿² µ»¹·¿¬¿² §¿²¹ ¾»®µ¿·¬¿²
¼»²¹¿² µ»®¿³·µô ³«´¿· ¼¿®· °»²§»¼·¿ ¾¿¸¿²ô °®±-»- °®±¼«µ-·ô °»²§»¼·¿ ¶¿-¿ô
¸·²¹¹¿ ¬»²¿¹¿ °»³¿-¿®¿²²§¿ò ß°¿´¿¹· ¼»²¹¿² µ±²¼·-· ¼¿»®¿¸ ¿¹®¿®·- ¿¬¿«
°»®¬¿²·¿²ô ³»³«²¹µ·²µ¿² ³¿-§¿®¿µ¿¬²§¿ ³»³·´·µ· ¾¿²§¿µ ©¿µ¬« ´«¿²¹ ¼· -»´¿
³«-·³ ¾»®½±½±µ ¬¿²¿³ ¼¿² ³¿-¿ °¿²»² ¬·¾¿ò Ú»²±³»²¿ ·²·´¿¸ §¿²¹ ³»²¶¿¼· -¿´¿¸
-¿¬« º¿µ¬±® °»²§»¾¿¾ µ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ ³¿-·¸ °®±¼«µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¾»®µ»³¾¿²¹ -¿³°¿·
-»µ¿®¿²¹ò Ì·¼¿µ ¼·µ»¬¿¸«· ³«´¿· µ¿°¿² ¼»-¿ó¼»-¿ ¼· -»°«¬¿® Þ¿§¿¬ ·²·
³»³°®±¼«µ-· ¹»®¿¾¿¸ô §¿²¹ °¿-¬· -¿³°¿· -»µ¿®¿²¹ ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¬»®-»¾«¬ ³¿-·¸
°®±¼«µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¶¿²¹µ¿«¿² °»³¿-¿®¿² °®±¼«µ²§¿ ¬»´¿¸ ³»²½¿°¿· µ±¬¿óµ±¬¿ ¾»-¿®
¼· ײ¼±²»-·¿ ¾¿¸µ¿² ¼·»µ-°±®¬ µ» ´«¿® ²»¹»®·ò
Í»½¿®¿ -±-·±ó¼»³±¹®¿º·-ô °»®¿¶·² µ»®¿³·µ ¼· Þ¿§¿¬ ¼·¾¿¹· ³»²¶¿¼· ¼«¿
µ»¬»¹±®·ô §¿·¬« •°»®¿¶·² -»²·±®Œ ¿¬¿« ¹»²»®¿-· °»®¿¶·² ¬«¿ §¿²¹ ¾»®«-·¿ ¿²¬¿®¿ ëðóèë
¬¿¸«² ¼¿² •°»®¿¶·² ³«¼¿Œ ¿¬¿« °»®¿¶·² °®±¼«µ¬·º ø«-·¿ °®±¼«µ¬·º÷ ¾»®«-·¿ ¿²¬¿®¿
îðóì𠬿¸«²ò ο¬¿ó®¿¬¿ «-·¿ °»®¿¶·² §¿²¹ ³¿³°« ³»³¾«¿¬ ¿¬¿« ³»²¹¸¿-·´µ¿²
¹»®¿¾¿¸ ¿¼¿´¿¸ ¿²¬¿®¿ îðóé𠬿¸«²ò Ì»³«¿² ¼· ´¿°¿²¹¿² ³»²«²¶«µµ¿² ¾¿¸©¿
«-·¿ °»®¿¶·² ¬»®³«¼¿ ¿¼¿´¿¸ îî ¬¿¸«²ô -»¼¿²¹µ¿² «-·¿ ¬»®¬«¿ ¿¼¿´¿¸ èë ¬¿¸«²ò Þ¿¹·
°»®¿¶·² -»²·±® ³¿«°«² °»®¿¶·² ³«¼¿ô µ»¼«¿²§¿ µ»¾¿²§¿µ¿² ³»²¹¹«²¿µ¿² °«¬¿®¿²