• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

TEKNIK PUTARAN MIRING

DAN PERKEMBANGAN KERAMIK

BAYAT KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Seni Rupa Murni

Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

DINI CARAKA PAKARTI

C0608016

JURUSAN SENI RUPA MURNI

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul:

TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN

KERAMIK BAYAT KLATEN

Disusun oleh:

DINI CARAKA PAKARTI

C0608016

Disetujui oleh Pembimbing

Untuk Diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa

(Tanggal 9 Agustus 2012)

Pembimbing I

Pembimbing II

NIP. 195107121982031001

NIP.196706041994031006

(3)

commit to user

PENGESAHAN

TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN

KERAMIK BAYAT KLATEN

Disusun oleh:

DINI CARAKA PAKARTI

C0608016

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal Ujian: 6 November 2012

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua

Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn.

NIP. 195103221985031001

Sekretaris

Sigit Purnomo Adi, S.Sn., M.Sn.

NIP. 198203162005011003

Penguji I

Drs. Edy Wahyono H., M.Sn.

NIP. 195107121982031001

Penguji II

Drs. Setyo Budi, M.Sn.

NIP. 196706041994031006

(4)

commit to user

PERNYATAAN

Nama

: Dini Caraka Pakarti

NIM

: C0608016

Jurusan

: Seni Rupa Murni FSSR UNS

Minat Utama

: Seni Keramik

Menyatakan dengan sesungguhnya:

Bahwa Skripsi dengan Judul “Teknik Putaran Miring dan

Perkembangan Keramik Bayat Klaten” adalah bentul-betul karya

sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal

yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda

citasi (kutipan)

dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka dan Daftar Sumber Gambar.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka

saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan skripsi dan gelar

yang diperoleh dari skripsi ini.

Surakarta, 21 Juli 2012

(5)

commit to user

MOTTO

...

dengan sering merendahkan orang lain, maka akan sulit menghargai orang lain

dengan sering direndahkan orang lain,

maka justru akan tahu bagaimana menghargai orang lain

...

(6)

commit to user

PERSEMBAHAN

... tidak aku “persembahkan” pada siapa-siapa,

kecuali kepada yang pantas aku “sembah”...

tetapi

aku dedikasikan untuk:

Papa Suramto

Sensei

Chitaru Kawasaki

Bapak Edy Wahyono Hardjanto

(7)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas selesainya tulisan ini.

Berangkat dari rasa penasaran dalam diri penulis akan sebuah perangkat

sederhana yang mampu menjadi sumber penghidupan pada sebuah daerah. Sebuah

peralatan yang dinamakan Teknik Putaran Miring keramik Pegerjurang Bayat

inilah yang pada akhirnya dikaji, dibahas, dianalisis, dan dipaparkan dalam bentuk

Skripsi Strata 1 Jurusan Seni Rupa Murni (Minat Utama Seni Keramik) FSSR

UNS.

Dengan selesainya tulisan ini maka tidak lupa penulis haturkan ucapan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan

Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Jurusan Seni

Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Bapak Drs. Edy Wahyono Hardjanto, M.Sn., selaku Ketua Studio Keramik

Seni Rupa Murni sekaligus sebagai Pembimbing Utama yang selalu memberi

banyak masukan, arahan, dorongan untuk survive, dan semangat untuk maju.

(8)

commit to user

memberi motivasi, dorongan semangat, bimbingan, dan arahan pada saat

penulis melaksanakan penelitian dan proses berkarya di Laboratoriumnya.

5. Bapak Drs. Setyo Budi, M.Sn. selaku Pembimbing Pendamping yang banyak

memberi arahan dalam teknik penelitian dan penulisan.

6. Mbak Sajiyem, Ibu Harini, Ibu Juliana, Ibu Yuliani, Ibu Padmi, Bapak

Triyono, Bapak Barwi, Bapak Sukanta, Bapak Sihana, serta Perajin Keramik

Pagerjurang dan Bayat pada umumnya selaku informan sekaligus sebagai

Kakak, Ibu, serta Bapak ketika penulis jungkir-balik di lapangan penelitian.

7. Mbak Wiwien dan Mas Topan selaku penterjemah Bahasa Jepang, serta

seluruh pihak yang turut menentukan keberhasilan penelitian dan penulisan

skripsi ini.

(9)
(10)
(11)

commit to user

BAB IV

TEKNIK PUTARAN MIRING

DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT

...

26

A. Latar Belakang & Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring

26

1. Latar Belakang Kemunculan Teknik Putaran Miring ...

27

2. Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring

...

29

2. Peran Profesor Kawasaki dalam Perkembangan Keramik Bayat 47

3. Perkembangan dan Kemajuan yang Dicapai Keramik Bayat ... 54

4. Perkembangan Sistem Kerja Perajin Keramik Bayat ... 58

(12)

commit to user

E. Bentuk-bentuk Gerabah Bayat

...

91

F. Karya-karya Kreasi Perajin Bayat

...

99

1. Celengan Bentuk Ikan ...

99

2. Anglo Mini (untuk proses membatik) ... 100

3. Wadah Permen ... 101

4. Kendi Gepeng ... 102

5. Kendi Gelang ... 104

6. Piring Saji ... 106

7. Tempat (wadah) Payung ... 107

BAB V

PENUTUP

... 109

A. Simpulan

...

109

B.

Saran

... 110

Kepustakaan

... 111

Sumber Gambar

... 113

(13)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Foto di Lapangan Penelitian

2. Daftar Kisi-kisi Pertanyaan Peneliti untuk Penggalian Data

3. Daftar Perajin Ahli

4. Daftar Bahan Baku yang Digunakan di Bayat

5. Daftar Ragam Benda dan Teknik yang Digunakan

6. Daftar Proses Pembuatan Keramik Bayat

7. Daftar Kategori Keramik Bayat

(14)

commit to user

Gambar 13

: Contoh Karya Keramik (Mbak Sajiyem)

yang bersumber ide dari gambar unduhan Internet ... 55

Gambar 14

: Kreasi karya Perajin (Mbak Sajiyem) yang bersumber ide

dari gambar unduhan internet ... 57

Gambar

15

: Perajin Utama – Bu Padmi (yang menguasai berbagai teknik) 59

Gambar 16

: Perajin Pembantu teknik ... 59

Gambar 17

: Lahan perladangan tempat mengambil tanah liat ... 64

Gambar 18

: Mesin Penggiling Tanah untuk bahan dasar Keramik ... 66

Gambar 19

: Tanah Plastis (cara perajin mempertahankan kelembaban) ... 69

(15)
(16)

commit to user

ABSTRAK

Dini Caraka Pakarti,

C0608016, 2012, Teknik Putaran Miring dan Perkembangan

Keramik Bayat. Skripsi. Jurusan Seni Rupa Murni (Studio Keramik) Fakultas

Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pemasalahan yang dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah (1).

Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring di

Bayat Klaten. (2). Bagaimana spesifikasi proses dan karakteristik hasil keramik

dari teknik putaran miring di Bayat Klaten. (3). Bagaimana perkembangan

kerajinan keramik Bayat Klaten yang terkait dengan teknik putaran miring.

Tujuan dalam Penelitian ini meliputi (1). Mengungkap latar belakang

kemunculan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten. (2). Mengungkap

konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik Bayat Klaten sehingga masih

berkembang hingga sekarang. (3). Memaparkan spesifikasi proses dan

karakteristik hasil dari teknik putaran miring Bayat. (4). Memaparkan

perkembangan gerabah dan keramik Bayat sekarang ini.

Berdasar permasalahan yang dikaji adalah teknologi tradisional dan benda

seni produk seni-budaya suatu masyarakat, maka menggunakan jenis

penelitian

kualitatif

. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya pemaparan

(deskripsi), maka menggunakan

metodologi penelitian kualitatif deskriptif.

Tujuan utama adalah menangkap proses untuk menemukan makna pada perilaku

berkesenian suatu masyarakat, maka batasan ruang bergeraknya bernuansa

sosio-kultural.

Teknik Putaran Miring adalah teknik khusus yang banyak dipakai oleh para

perajin keramik dan gerabah Bayat. Teknik ini telah diwariskan secara-turun

temurun selama tradisi gerabah ada di Bayat. Kekhususan teknik ini lebih sesuai

digunakan oleh kaum perempuan, hal ini dapat dirunut dari tradisi berpakain

kaum perempuan lama juga cara dan posisi duduk pada saat menggunakan teknik

ini. Gerabah dan keramik yang dihasilkan dengan teknik Putaran Miring memiliki

tingkat ketipisan yang luar biasa, akurasi silindris yang tinggi, serta mampu

menghasilkan jumlah keramik yang banyak dalam waktu singkat.

(17)

commit to user

(18)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak kebudayaan lokal, salah satu hasil

kebudayaannya adalah “gerabah”. Gerabah di kawasan Indonesia (Nusantara)

sudah ada sejak jaman prasejarah, jaman dimana manusia belum mengenal

tulisan. Gerabah adalah benda yang dibuat dari tanah liat yang melalui proses

pembakaran (

earthenware

) (Santoso, 1995: xii). Mulai dari zaman prasejarah

hingga kini perkembangan gerabah di Indonesia tersebar di banyak wilayah.

Setiap wilayah tersebut memiliki bentuk yang spesifik serta teknik khusus untuk

membuatnya. Semuanya adalah sebagai penanda keberadaan “muatan lokal”

(

local

containt

) yang selanjutnya sampai sekarang masih dijaga kelestariannya

menjadi “kearifan lokal” (

local wisdom

).

Banyak sekali artefak gerabah yang ditemukan dari penggalian situs-situs

bersejarah dari peninggalan masyarakat lampau. Hal ini menunjukkan bahwa

gerabah merupakan barang yang sudah diciptakan bahkan memiliki fungsi

penting dalam kehidupan masyarakat lama. Gerabah dalam kehidupan

masyarakat lampau lebih dikenal dengan sebutan “bejana”. Pengertian umum

tentang bejana adalah wadah (tempat menampung) air yang berukuran besar,

terbuat dari tanah liat yang dibuat dengan teknik khusus dan dikuatkan dengan

(19)

commit to user

Salah satu masyarakat pemilik budaya pembuatan gerabah yang masih

bertahan hingga sekarang adalah penduduk Kampung Pagerjurang Desa

Melikan Kecamatan Bayat Klaten Jawa Tengah. Sebuah wilayah sentra industri

gerabah (keramik tradisional) yang masih aktif berproduksi hingga sekarang.

Keunikan dan karakteristik dari wilayah ini adalah sebagian besar perajinnya

menggunakan “teknik putaran miring” untuk proses pembuatan dari sebongkah

tanah liat basah menjadi bentuk gerabah (mentah).

Tidak menutup kemungkinan bahwa teknik putaran miring ini merupakan

teknik telah digunakan untuk membuat gerabah tradisonal sejak lama di

beberapa kawasan Nusantara; bahkan mungkin merupakan salah satu “teknik

khas” yang dimiliki masyarakat di Indonesia lama. Berdasar spesifikasi proses

dan karakteristik hasil teknik putaran miring serta keunikan karya gerabah/

keramik yang dihasilkan oleh perajin keramik Pagerjurang khususnya dan

perajin Bayat pada umumnya inilah yang menjadi motivasi utama untuk

diangkat dan diungkap dalam penelitian ini.

B.

Batasan Masalah

Penelitian ini tidak melakukan kajian pada semua teknik dan produk

gerabah dan keramik Bayat dalam kacamata estetika dan artistika seni Modern,

tetapi terbatas pada spesifikasi proses pembuatan keramik dengan teknik putaran

(20)

commit to user

Bayat Klaten serta perkembangannya. Dengan demikian diharapkan akan dapat

menjadikan penelitian ini makin terpusat pada pokok persoalan.

C.

Rumusan Masalah

Berdasar pada Latar Belakang dan Batasan Masalah di atas, maka

Rumusan Masalah utama dalam penelitian ini adalah:

1.

Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring

di Bayat Klaten?

2.

Bagaimana spesifikasi bentuk, proses, dan karakteristik hasil keramik dari

teknik putaran miring di Bayat Klaten?

3.

Bagaimana perkembangan kerajinan gerabah dan keramik Bayat Klaten

yang terkait dengan teknik putaran miring?

D. Tujuan Penelitian

Berdasar pada Rumusan Masalah di atas, maka penelitian ini memiliki

tujuan:

1.

Mengungkap tentang latar belakang kemunculan teknik putaran miring

keramik Bayat Klaten

2.

Mengungkap tentang konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik

Bayat Klaten sehingga masih bertahan bahkan berkembang hingga

(21)

commit to user

3.

Memaparkan tentang spesifikasi proses dan karakteristik hasil dari teknik

putaran miring Bayat Klaten

4.

Memaparkan tentang perkembangan teknik putaran miring Bayat Klaten

sekarang ini.

E. Manfaat Penelitian

Berangkat dari Tujuan Penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan

dari penelitian ini meliputi:

1.

Terpaparnya data konsepsional tentang latar belakang dan konteks

kemunculan teknik putaran miring di Bayat Klaten.

2.

Terpaparnya kekhususan bentuk dan proses pembuatan keramik serta

karakterisasi bentuk karya keramik yang dihasilkan melalui penggunaan

teknik putaran miring oleh para perajin Bayat Klaten; yang dapat dijadikan

masukan atau gambaran umum bagi praktisi dan akademisi seni keramik.

3.

Terpaparnya perkembangan teknik putaran miring di Bayat Klaten,

termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang berperan penting dalam

pengembangan teknik putaran miring tersebut khususnya, serta

bentuk-bentuk kerjasama dalam perkembangan kerajinan keramik pada wilayah

tersebut pada umumnya. Paparan ini dapat menjadi “data dasar” yang dapat

(22)

commit to user

F.

Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Skripsi ini mengacu pada etika akademik pada

umumnya dan standart Sistematika Penulisan Ilmiah untuk Skripsi yang berlaku

di lingkungan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Surakarta, meliputi:

Bab I

Pendahuluan

; berisi tentang Latar Belakang Masalah yang

menjadi alasan dasar untuk melaksanakan penelitian. Dan untuk membatasi

permasalahan yang diteliti maka ditetapkan pada Batasan Masalah. Sedangkan

Rumusan Masalah adalah persoalan pokok yang harus dijawab dalam penelitian.

Sebagai target keberhasilan penelitian terangkum dalam Tujuan Penelitian,

dengan hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan dalam Manfaat Penelitian.

Bab II Kajian Pustaka

, berisi tentang uraian analitis dari berbagai

sumber pustaka, meliputi pengertian dan perkembangan keramik, berbagai

teknik pembuatan keramik, serta bermacam bahan baku (tanah liat) dengan jenis

dan karakterisasinya.

Bab III Metodologi Penelitian,

memaparkan tentang metode yang

digunakan dalam penelitian ini; yaitu menggunakan Metodologi Penelitian

Kualitatif yang bernuansa Deskriptif dengan pendekatan ilmu dalam ranah

sosio-kultural. Selain itu memaparkan urutan teknis yang digunakan dalam

penelitian, mulai dari menentukan Lokasi Penelitian, Sumber data, Teknik

(23)

commit to user

Bab IV Hasil analisis dan Pembahasan

. Pada bab ini merupakan Bab

yang memaparkan tentang temuan di lapangan penelitian, termasuk juga

hasil-hasil analisis dan pembahasannya. Dalam Bab ini menguraikan tentang

Spesifikasi dan Karakteristik Teknik Putaran Miring, Bentuk dan Jenis Keramik

Bayat, berbagai pembinaan, serta Perkembangannya hingga sekarang.

Bab V Penutup

, berisi tentang Kesimpulan yang menguraikan

tentang ringkasan dari seluruh bahasan, sekaligus merupakan jawaban dari

Rumusan Masalah. Selain itu juga berisi tentang harapan penulis dengan apa

(24)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani

keramikos

yang artinya

suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan

ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan

teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti

gerabah, genteng, porselen, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik

berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua

bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. Umumnya senyawa

keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya.

Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah

feldspat

,

ball clay

, kwarsa,

kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi

kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada

lingkungan geologi dimana bahan itu diperoleh. Secara umum strukturnya sangat

rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas

(http://id.wikipedia.org.wiki.

Keramik).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), keramik adalah tanah liat

yang dibakar, dan dicampur dengan mineral lain; atau berarti pula barang-barang

(25)

(alat-commit to user

alat untuk memasak dan sejenisnya) yang dibuat dari tanah liat yang kemudian

dibakar (misal: kendi dan belanga)

(

Tim Penyusun, 1990: 271 & 423).

B. Perkembangan Gerabah

1. Tradisi Gerabah

Gerabah merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan

kebudayaan manusia. Bersadarkan beberapa kajian sebelumnya ditetapkan

bahwa manusia mulai mengenal gerabah sejak dikenalnya tradisi bercocok

tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai.

Gerabah muncul sebagai wadah yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar

untuk menguatkannya juga menjadikannya permanen. Bahan baku untuk

membuat gerabah adalah salah satu bahan yang tidak menarik yang banyak

ditemukan di alam, tetapi menawarkan kreasi yang lebih banyak. Tanah liat

adalah salah satu bahan yang universal, dapat ditemukan dimana-mana, mudah

dibentuk dan bila dibakar akan menjadi gerabah. Gerabah adalah berasal dari

bahan

mouldable

(mudah ditambah)

,

pengurangan bahan tidak begitu

dipentingkan, sebaliknya penambahan bila perlu dapat dilaksanakan. Sebab itu

gerabah sering digolongkan ke dalam barang yang menggunakan cara (proses)

penambahan. Prinsip dasar tentang pembuatan gerabah masih sama hampir tidak

berubah sejak pertama manusia membuatnya, proses dasarnya adalah tanah liat

dibentuk menjadi benda yang diinginkan, lalu dikeringkan dan dibakar untuk

(26)

commit to user

Gerabah menjadi tradisi karena dilakukan secara turun-temurun oleh suatu

masyarakat. Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa

kemudian menjadi sebuah wadah dan disempurnakan dengan membakarnya

guna menjadikan pori-pori tanahnya menjadi merapat dan kedap air. Dengan

kelebihan kedap air inilah banyak warga yang menggunakannya sebagai wadah

juga alat-alat rumah tangga, seperti alat memasak, alat-alat makan dan minum.

Kelebihan lain adalah berat masanya yang ringan menjadikan gerabah sebagai

wadah yang mudah dibawa kemana-mana. Kendi adalah salah satu wadah

gerabah yang mudah dibawa kemana-mana. Sifat kedap air ini juga sering

digunakan beberapa masyarakat sebagai wadah fermentasi makanan. Saat

membuat gerabah juga bisa ditambahkan ornamen untuk menghias permukaan

tanah liat. Saat basah sangat mudah dibentuk permukaannya, jika memiliki pola

maka akan lebih mudah untuk mencetak dipermukaannya. Gerabah yang

memiliki pola khusus biasanya digunakan untuk upacara keagamaan. Gerabah

sering menjadi perlengkapan berbagai macam upacara yang berhubungan

dengan kepercayaan masyarakat. Dalam upacara penguburan pada masyarakat

prasejarah sebagai misal, gerabah sering dipakai sebagai bekal-kubur (

burial

-gift

) atau sebagai wadah kubur yang sering disebut kubur-tempayan (

jar burial

)

yang ditemukan di berbagai belahan dunia (Santoso, 1995: 1).

Gerabah pada masa lampau juga dapat menjadi simbol tingkat religius

seseorang, tingkat kekayaan, juga status sosialnya. Makin tinggi tingkatan

sosialnya maka gerabah yang digunakan juga semakin indah. Keindahan

(27)

commit to user

menunjukkan bahwa pemiliknya adalah seorang nelayan yang cukup banyak

hasil melautnya. Gerabah dengan pola atau ornamen tertentu juga dapat

menunjukkan status tingkat ekonominya. Gerabah yang polos atau tidak

memiliki ornamen biasanya hanya digunakan untuk masyarakat umum, dan

sekedar digunakan sebagai peralatan sehari-hari (Santoso, 1995: 1).

Di Jepang pada saat kekaisaran Edo sekitar 1500 tahun yang lalu, muncul

teknik membuat keramik tertua, bernama

momoyama

. Teknik ini dilakukan oleh

dua orang, yaitu laki–laki dan perempuan. Seringnya dilakukan oleh pasangan

suami-istri. Ini merupakan keramik yang diproduksi untuk memenuhi peralatan

rumah tangga yang sisanya nanti akan dijual ke pasar. Selain itu juga ada yang

dibuat khusus untuk memenuhi peralatan istana. Teknik ini menggunakan

putaran datar yang disambung dengan kain dan digerakkan oleh wanita secara

bergantian ke depan dan belakang. Kemudian yang membentuk tanah liat

menjadi gerabah atau keramik adalah laki–laki yang ada di depan putaran datar

tersebut. Teknik ini dilakukan dengan duduk berhadapan (Kawasaki, 1999).

2. Beberapa Gerabah Di Nusantara

Kegiatan membuat gerabah adalah tradisi tua dalam perkembangan

kebudayaan manusia, hal ini juga muncul di berbagai wilayah Nusantara.

Gerabah mulai dikenal saat masa bercocok tanam di daerah pedalaman dan

tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa pra-sejarah; lebih dari

10.000 tahun yang lalu. Pada konteks kehidupan masyarakat saat itu sudah

(28)

commit to user

untuk keperluan sehari-hari. Karena persoalan makanan merupakan kebutuhan

primer, maka mereka merasa perlu untuk membuat alat atau perangkat yang bisa

digunakan untuk menyimpan, mengawetkan, dan juga sebagai tempat

menampung (mewadahi) makanan. Pada akhirnya mereka mampu menciptakan

peralatan dari tanah liat yang di kemudian hari disebut gerabah (Santoso, 1995:

1).

Gerabah inilah yang menjadi akar tradisi keramik modern. Keramik

modern tidak berkembang semata-mata dari gerabah rakyat, namun lebih

disebabkan dengan ditemukannya sistem pembakaran tungku dengan suhu

tinggi. Penggunaan keramik dari hasil bakaran tinggi khususnya di nusantara

untuk ungkapan estetik dipengarui oleh industri keramik yang didirikan Belanda

tahun 1920-an. Dan untuk mendukung perkembangan industri porselen Belanda

pada masa itu, bahan-bahan dasarnya didatangkan dari Pulau Bangka dan

Belitung Sumatra Selatan. Belanda mendirikan pusat penelitian keramik dan

pabrik di Bandung, Pleret, dan Malang (Siddhartha dalam Mocthar

Kusumaatmadja, 1991).

Pada masyarakat Gilimanuk kuno, ditemukan tempat perkuburan kuno

zaman prasejarah. Dalam beberapa situs Gilimanuk terdapat banyak gerabah

untuk bekal kubur yang biasanya berisikan alat–alat rumah tangga dari yang

meninggal serta perhiasan yang biasa digunakan semasa hidupnya. Gerabah

yang digunakan juga bukan gerabah polos tetapi jenis gerabah yang

berornamen. Makin besar gerabahnya juga makin indah ornamen yang

(29)

commit to user

hidupnya. Gerabah berbentuk cawan berkaki juga ditemukan di situs tersebut,

yang diperkirakan digunakan untuk upacara keagamaan, yaitu untuk meletakkan

sesaji dan pedupaan dalam suatu ritual. Gerabah ini digunakan untuk tempat

sesaji untuk mendoakan orang yang meninggal (Santoso, 1995: 7).

Seni keramik lahir di Indonesia pada saat masuknya tungku untuk teknik

pembakaran. Gerabah memang menggunakan proses pembakaran tetapi

seringnya menggunakan teknik

openfire

(pembakaran terbuka), menggunakan

bahan bakar batang padi (jerami) tanpa memasukkannya ke dalam tungku. Cara

ini menghemat biaya produksi, oleh karena itu teknik ini banyak dilakukan di

daerah-daerah pertanian. Hanya dengan pembakaran terbuka, gerabah tanah liat

yang dibakarnya sudah menjadi benda yang berbeda dan bisa digunakan untuk

keperluan sehari-hari. Keramik yang dihasilkan dari teknik pembakaran tungku

bersuhu tinggi ini dipengaruhi dari kebudayaan China, yang pembakarannya

menggunakan tungku dan bergelasir. Gelasir inilah yang membedakan keramik

dengan gerabah (Ambar, 2008: 77). Keramik juga sering digunakan untuk

dekorasi (elemen estetik dari interior), sedangkan gerabah biasanya hanya untuk

peralatan keperluan sehari-hari (Santoso, 1995: 2).

Tanah liat di tangan seorang seniman dapat dijadikan sebagai media yang

untuk dikuasai dan dibentuk dalam bentuk-bentuk yang menyenangkan sesuai

dengan ekspresi seninya. Karya-karya cipta yang dihasilkan menunjukkan

penguasaan bentuk yang baik, tetapi pada saat yang sama dibatasi dalam

penjelajahan kualitas yang ada di dalam bahan yang dipakai. Di Yogyakarta

(30)

commit to user

bahan untuk membuat patung. Karena para seniman tidak dalam cangkupan

kemudahan industri keramik yang maju secara teknis, maka biasanya

memanfaatkan tanah liat dengan cara terbatas: pembakaran rendah dan sering

tanpa gelasir. (Ambar, 2008: 2).

C. Jenis-Jenis Keramik

1.

Earthenware

Earthenware

biasanya terbuat dari tanah liat yang terbentuk secara

alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir. Termasuk dalam jenis

tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna merah, coklat, kehijauan,

kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam. Kebanyakan jenisnya

periuk belanga, cawan, dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang

menggunakan dan tidak menggunakan gelasir, tetapi menggunakan

engobe

terlebih dahulu untuk melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya

(Kenny, 1946: 8). Pembakarannya menggunakan suhu antara kurang dari 1.000

sampai 1.100

0

C. (Ambar, 2008: 8).

2.

Stoneware

Stoneware

terbuat dari tanah tunggal atau kadang juga terbuat dari tanah

campuran. Untuk campuran biasanya menggunakan

ball clay

dan

fire clay

.

(31)

commit to user

mudah dikerjakan dengan baik. Sebelum dibakar berwarna abu-abu cenderung

kuning kotor, setelah dibakar akan berwarna abu-abu, krem, sampai coklat

karena kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar

1.205

sampai 1.260

0

C (Ambar, 2008: 8).

Stoneware

juga tidak menggunakan

gelasir, kadang beberapa menggunakan pembakaran

terra cotta

(Kenny, 1946:

8)

.

3.

China Clay

China

Clay

sama dengan kaolin. Kaolin termasuk tanah primer, berwana

putih, berbutir kasar, rapuh, tidak plastis, maka menyebabkan tanah ini sulit

dibentuk. Selain itu taraf susutnya rendah, juga sulit dalam proses pengeringnya,

dan sangat tahan api. Agar mudah dibentuk, bahan ini harus dicampur dengan

bahan lain yaitu

ball clay

juga

flux

(bahan pelebur) yang sering ditambahkan

untuk mengurangi “ketahanan api”. Titik leburnya dapat mencapai 1.800

0

C

(Ambar, 2008: 8). Untuk kaolin seringnya menggunakan gelasir untuk

dekorasinya, dapat dibuat secara langsung dan bisa juga menggunakan cetakan.

Ciri khusus kaolin adalah bentuk dasarnya putih (Kenny, 1946: 9).

4.

Porcelain

Porcelain

adalah tanah yang paling tahan api dari semua jenis keramik

lainnya. Bukan tanah primer, tetapi terbuat dari campuran kaolin,

ball clay,

(32)

commit to user

dengan perbandingan khusus, maka terciptalah porselen yang primer. Ini

menjadikan porselen menjadi tanah yang paling kuat juga paling tahan api.

Banyak orang China menggunakan campuran ini untuk membuat keramik di

kerajaan. Bahkan menurut cerita dari Pere d’Entrecolles seorang

missionary

yang pernah mendatangi China. Mengatakan dalam surat-surat yang ditulisnya,

bahwa masyarakat China kuno, untuk membuat porselen menggunakan

campuran kaolin dan tulang yang sudah dihancurkan. Untuk penyelesaian akhir

dengan menggunakan glasir, dan sering dilengkapi dengan dekorasi

majolica

(Kenny, 1946: 9). Dapat dibakar dengan suhu antara 1.280 sampai 1.320

0

C

(Ambar, 2008: 20)

D. Teknik Pembuatan Keramik

Teknik membuat keramik ada dua macam yang secara umum biasa

digunakan; yaitu teknik tradisional dan teknik modern yang biasanya

bersentuhan mesin.

1. Teknik Tradisional

Teknik tradisional terdiri atas putaran miring, teknik

tatap-tandas

,

pinch

,

kich-wheel

,

hand-wheel, slow-wheel, fast-wheel,

dan masih banyak lagi lainnya.

Tujuan teknik ini adalah membuat peralatan yang digunakan untuk keperluan

sehari–hari. Selain itu teknik ini juga biasanya digunakan di wilayah pedesaan.

(33)

commit to user

kecil (

home industry

), atau hanya sebatas jumlah pemesanan; jadi pada

umumnya tidak diproduksi massal.

2. Teknik Modern

Teknik modern terdiri atas

kick-wheel, slab, casting, plaster of paris,

dan

sebagainya. Semuanya menggunakan mesin dan cetakan dari gips untuk

reproduksinya. Khusus untuk

slab

dan

casting

menggunakan bahan tambahan

untuk membuatnya. Ciri Teknik modern sering memproduksi dalam jumlah

besar dan teknik pembakarannya juga menggunakan tungku modern, terutama

dalam pengendalian suhu dalam tungku.

Sebenarnya semuanya sama, dalam rangka menghasilkan keramik, tetapi

yang membedakan hanyalah bahan dasarnya yaitu tanah liat jenis apa yang

digunakan. Dari jenis tanah liat sangat mempengaruhi proses pembakaran

setelah pengeringan. Jika menggunakan tanah putih maka akan memerlukan

pembakaran dengan tungku berbahan bakar gas dan suhu tinggi yang nantinya

juga akan menggunakan gelasir untuk tahap penyelesaiannya. Inilah yang

membedakan gerabah dan keramik.

E. Jenis-Jenis Tanah untuk Membuat Keramik

Tanah liat adalah salah satu bahan baku untuk membuat gerabah. Tanah liat

(34)

commit to user

permukaan bumi. Tanah liat adalah suatu mineral yang digali dari bumi, yang

dalam keadaan murni mempuyai rumus kimia sebagai berikut AL

2

O

3

- 2 Si O

2

- 2

H

2

O dengan berat unsur-unsurnya :

§

AL

2

O

3

(Oksida Alumunium) sebanyak 39%

§

Si O

2

(Oksida Silika)

sebanyak 47%

§

H

2

O (Air)

sebanyak 14%

Ketiga unsur di atas jika dijumlahkan menjadi 100%. Untuk itu jumlah ini

akan selalu sama jika kita mencampur tanah liat dengan bahan-bahan lain. Semua

tanah liat ada yang berdiri sendiri tanpa dicampur dengan bahan lain. Tanah liat

juga memiliki pengertian lain di antaranya ada yang menyebutkan tanah liat

adalah butir-butir karang yang sangat halus, yang apabila dihancurkan kemudian

ditumbuk halus akan menjadi plastis bila basah, menjadi keras jika kering, dan

pada pembakaran berubah menjadi massa seperti karang yang teguh (Ambar,

2008: 2).

Clay

adalah material bumi yang dihasilkan dari suatu proses yang

disebut

decomposition,

yaitu proses penguraian atau proses pelapukan alamiah

dari material mineral

feldspat

.

Tanah liat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu

primary

clay, secondary clay

(stoneware)

dan tanah merah (

earthenware).

Semuanya memiliki perbedaan yang

secara langsung terbentuk oleh alam. Dinamakan seperti itu karena berdasarkan

proses terbentuknya juga tempat pengambilannya. Semakin dalam tempat

pengambilan tanahnya maka makin baik kualitasnya, semakin dekat dengan larva

(35)

commit to user

dengan larva gunung berapi maka akan makin murni kandungan tanah liat

tersebut.

1.

Primary clay

Primary clay

adalah tanah murni atau larva gunung berapi. Sebagian besar

terdiri dari

feldspad

.

Feldspad

adalah salah satu jenis bahan mineral bumi yang

keberadaannya atau jumlahnya sangat besar, dalam bentuk batuan granit atau

batuan gneiss. Menurut catatan geologi bahwa 2/3 bagian dari kerak bumi adalah

meterial yang di dalamnya mengandung 60% - 90% bagian bahan mineral yang di

sebut

feldspad

.

Primary clay

terbentuk dari larva gunung berapi yang masih murni

tanpa tercampur oleh material dari luar gunung berapi, tetapi saat keluar dari perut

bumi mulai mengalami pelapukan oleh jasad renik maupun jamur.

Primary clay

sering juga disebut kaolin. Kaolin terdiri dari kata

Kao

Liang

yang berarti tanah

tinggi (bukit dan pegunungan). Disebut demikian karena untuk mendapatkan

tanah ini harus naik ke pegunungan atau tanah ini memang banyak ditemukan di

daerah pegunungan (dataran tinggi). Kaolin berwarna putih, berbutir kasar, rapuh,

dan tidak plastis, karena itu sulit dibentuk. Selain itu taraf susut dan kuat

keringnya pun rendah, tetapi sangat tahan api. Tanah ini memiliki titik lebur

sampai 1.800

0

C (Ambar, 2008: 8).

2.

Secondary clay

Secondary clay

adalah larva yang sudah keluar dari perut bumi dan sedikit

(36)

commit to user

yang sudah mengalami pelapukan lanjut, juga penguraian lanjut, bahkan sudah

tercampur air dan ikut tergelincir ke lereng-lereng gunung.

Secondary clay

sering

juga disebut

stoneware

.

Stoneware

terbuat dari tanah tunggal atau kadang juga

terbuat dari tanah campuran. Untuk campuran biasanya menggunakan

ball clay

dan

fire clay

. Termasuk lempung sedimenter, berbulir sedang, dan plastis. Bahan

ini mudah dikerjakan dengan baik, dapat dibakar rapat, warna mentahnya abu-abu,

kuning kotor. Setelah dibakar akan berwarna abu-abu, krem, sampai coklat karena

kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar 1.205

0

C

sampai 1.260

0

C (Ambar, 2008: 8).

Stoneware

juga tidak menggunakan gelasir,

kadang beberapa menggunakan pembakaran

terra cotta

(Kenny, 1946: 8)

.

Dinamakan

Stoneware

karena memiliki warna keabu-abuan yang disebabkan

karena sudah tercampur oleh organisme yang sudah menjadi arang.

Tanah merah atau

Earthenware

biasanya terbuat dari tanah liat yang

terbentuk secara alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir.

Termasuk dalam jenis tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna

merah, coklat, kehijauan, kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam.

Kebanyakan jenis yang dihasilkan dari tanah ini adalah periuk, belanga, cawan,

dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang menggunakan dan tidak

menggunakan gelasir, tetapi menggunakan

engobe

terlebih dahulu untuk

melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya (Kenny, 1946: 8).

Pembakaran menggunakan suhu antara kurang dari 1.000 sampai 1.100

0

C

(Ambar, 2008: 8). Biasanya tanah jenis ini berupa tanah ladang, sawah, dan

(37)

commit to user

Tanah ini sudah melalui pelapukan ketiga, yaitu pelapukan yang sudah banyak

tercemar oleh batu, pasir, jasad renik, jamur, udara, bahkan air. Hal ini yang

menjadikannya memiliki titik lebur rendah. Tanah yang semakin tercemar maka

akan semakin rendah derajat kepanasan saat dibakar. Tanah merah ini mudah

didapatkan di berbagai daerah, menyebabkan banyak munculnya kebudayaan

tanah. Kebudayaan tanah merah adalah kebudayaan membuat gerabah yang

berasal dari tanah merah (tanah pertanian) dan mudah juga untuk proses

pembakarannya. Tanah merah banyak terdapat di dataran rendah. Selain

dimanfaatkan untuk tanah pertanian juga banyak yang digunakan untuk membuat

gerabah; jenis tanah inilah yang banyak terdapat di daerah Bayat, Klaten, Jawa

(38)

commit to user

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatannya

Berdasar permasalahan yang dikaji dan dijabarkan adalah sebuah

fenomena artefak (peralatan pendukung pembuatan benda seni) yang tidak lepas

dari persoalan seni budaya suatu masyarakat, maka lebih condong pada jenis

penelitian kualitatif

. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya

pemaparan (deskripsi) perilaku kekaryaan suatu masyarakat; maka bentuk

penelitiannya menggunakan

metodologi penelitian kualitatif deskriptif.

Tujuan utama menggunakan metodologi kualitatif adalah “menangkap

proses” untuk “menemukan makna”. Apa yang dicari peneliti kualitatif adalah

bagaimana melakukan proses penelitian dan bagaimana memaknai hasil

penelitiannya; dengan tetap bertumpu pada batasan masalah dan dukungan

kajian pustaka yang digunakan. Sebagai batasan ruang bergeraknya, penelitian

ini bernuansa

sosio-kultural;

sesuai dengan karakteristik permasalahan yang

diteliti yaitu teknik putaran miring yang digunakan untuk pembuatan kerajinan

(39)

commit to user

B. Metode Penelitian

Berdasarkan jenis masalah dan objek

penelitian yang dikaji, maka

metodologi yang digunakan merujuk pada tulisan H.B. Sutopo (2006) meliputi:

1.

Lokasi Penelitian

Lokasi yang dijadikan objek utama penelitian ini terpusat pada Kampung

Pagerjurang Desa Melikan khususnya, dan seputar wilayah Kecamatan

Bayat Klaten Jawa Tengah pada umumnya.

2.

Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Informan:

Para perajin di seputar Desa Pagerjurang desa Melikan dan desa-desa

lain seputar Bayat, dan tokoh-tokoh masyarakat yang terkait dengan

keberadaan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten, termasuk

Tokoh

avant-guard

Keramik Bayat yang berkebangsaan Jepang.

b. Tempat dan Peristiwa:

Pusat-pusat produksi kerajinan keramik di Bayat Klaten,

c. Dokumen:

Berbagai sumber pustaka berupa tulisan, data, dokumen, dan foto-foto

tentang Teknik Putaran Miring keramik pada khususnya dan yang

(40)

commit to user

3.

Teknik Pengumpulan Data

Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber datanya, maka teknik

pengumpulan data terdiri dari:

a. Wawancara Mendalam (

in-depth interviewing

), dilakukan terhadap

“semua informan” yang bersifat

flexible

(lentur), terbuka, dan tidak

terstruktur ketat (Bogdan & Taylor, 1993: 34); bukan dalam suasana

formal, pertanyaan semakin memfokus, dan dapat diulangi menurut

keperluan. Hal ini memungkinkan pertanyaan-pertanyaan dapat

berkembang melampaui kisi-kisi pertanyaan yang dipersiapkan ketika

hendak memasuki lapangan penelitian. Dalam wawancara ini

menggunakan langkah-langkah, yaitu: menentukan siapa yang akan

diwawancarai, persiapan sebelum wawancara, strategi pendekatan awal

terhadap yang diwawancarai, menjaga agar wawancara tetap bersifat

produktif, dan bermakna (Fontana & Frey dalam Denzim & Lincoln,

1994: 363-364).

b.

Observasi Langsung, peneliti terjun ke kancah penelitian, dan

berhadapan langsung dengan tempat–tempat produksi keramik Bayat

Klaten.

c.

Analisis Dokumen, teknik pengumpulan data yang bersumber dari

dokumen-dokumen, jurnal, artikel, naskah, buku-buku,

(41)

commit to user

4.

Teknik Cuplikan (

sampling

)

Teknik ini tidak bersifat acak (

random

sampling

), melainkan bersifat

selektif dengan pertimbangan berdasar pada konsep (pendekatan

sosio-kultural) yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik

empiris, dan lain-lain; oleh karena itu teknik cuplikan ini lebih bersifat

purposive sampling

(Noeng, 1996: 27 dan Chadwick, 1991: 78-79), yaitu

memilih informan (bukan responden) yang dianggap paling berguna dan

bermanfaat. Didukung juga dengan teknik cuplikan

criterion

based

selection,

dalam hal ini memilih informan yang

dipandang paling

mengetahui permasalahannya. Selain itu informan yang dipilih juga lebih

mewakili informasinya (

internal

sampling

) bukan mewakili jumlah

populasinya.

Harapan

lain

dari

informan

tersebut

juga

dapat

mengembangkan informasinya tentang pilihan informan lain/ berikutnya

yang harus ditemui oleh peneliti, sehingga pilihan informan akan

berkembang sesuai kebutuhan (

snow ball sampling

) (Sutopo, 2006: 65).

5.

Validitas Data

Guna menjamin dan meningkatkan validitas data yang diperoleh, dilakukan

dengan Triangulasi Data (

Data Triangulation

): yaitu mengumpulkan data

sejenis dari sumber data yang berbeda, yaitu data dari informan, tempat,

dan peristiwa, serta dokumen diklarifikasi dan di-

cross check

.

6.

Teknik Analisis

Dalam proses analisis ada tiga komponen utama, yaitu: (1). Reduksi Data,

(42)

commit to user

komponen tersebut diterapkan dalam Model Analisis Interaktif (Huberman

& Miles dalam Denzim & Lincoln, 1994: 429) dengan skema sebagai

berikut:

Pengumpulan

Sajian Data

Data (2)

Reduksi

Data (1) Penarikan Kesimpulan/

Verifikasi (3)

Analisis Interaktif ini pada dasarnya adalah proses pasca-pengumpulan

data. Karena analisis sebagai suatu proses siklus, maka bukan berarti

tertutup kemungkinan untuk kembali ke kancah pengumpulan data; jika

dirasa perlu. Dalam proses ini peneliti bergerak di antara komponen analisis

(termasuk pengumpulan data selama proses analisis data berlangsung).

Analisis di antara ketiga komponen tersebut bersifat “interaktif”, dan jika

data atau hasil interaksi dirasa kurang, maka dimungkinkan kembali ke

komponen analisis sebelumnya, setelah itu kembali lagi ke komponen

semula, dan berlanjut ke komponen berikutnya. Begitu seterusnya dan

bersiklus sampai pada tahap Verifikasi atau disederhanakan ke arah makna

yang diinginkan. Jika dipandang sudah memungkinkan munculnya makna

temuan, maka dilakukan Penarikan Kesimpulan sebagai kegiatan terakhir

(43)
(44)
(45)
(46)

commit to user

¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ô ¼·³¿²¿ ¬®¿¼·-· µ»®¿¶·²¿² ¹»®¿¾¿¸ ³»³·´·µ· ¿µ¿®

¾«¼¿§¿ §¿²¹ ¬»®©¿®·-· -»½¿®¿ ¬«®«²ó¬»³«®«²ô ³»®»µ¿ ³¿³°« ³»²½·°¬¿µ¿²

¬»µ²±´±¹· ¿-´· ¼¿®· ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ -»¾¿¹¿· ¿´¿¬ ¾¿²¬« «¬¿³¿²§¿ §¿·¬« °«¬¿®¿²

³·®·²¹ô -»®¬¿ ¬»®¾«µ¿²§¿ °»®¿¶·² Þ¿§¿¬ ¬»®¸¿¼¿° ¾»®¾¿¹¿· °»³¾·²¿¿²ò

Í»°»®¿²¹µ¿¬ ¬»µ²±´±¹· -»¼»®¸¿²¿ §¿²¹ ¼·²¿³¿µ¿² •°«¬¿®¿² ³·®·²¹Œ ¼¿®·

п¹»®¶«®¿²¹ Þ¿§¿¬ ³»®«°¿µ¿² ·²¼·»¹»²«±- ¬»½¸²±´±¹§ ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò Ì»µ²·µ ·²·

¼·¾«¿¬ ±´»¸ ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ «²¬«µ ³»³°»®½»°¿¬ ¼¿² ³»³°»®³«¼¿¸

°»®¿¶·² ¼¿´¿³ °®±-»- ³»³¾«¿¬ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µò л®¿²¹µ¿¬ ¬»µ²±´±¹· °«¬¿®¿²

³·®·²¹ ¬¿³°¿µ «²·µ ¼¿² ³»²¶¿¼· •°»²½·®·Œ µ¿®»²¿ -»´¿·² -»´«®«¸ ¾¿¸¿² ¼¿-¿®²§¿

¬»®¾«¿¬ ¿¬¿« ¾»®¿-¿´ ¼¿®· µ»µ¿§¿¿² ¿´¿³ ¿-´· ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò Í»´¿·² ·¬« ½¿®¿

°»²¹¹«²¿¿²²§¿ ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² ¬¿¬¿ µ»-±°¿²¿² ¼¿² ¬®¿¼·-· ¾»®°¿µ¿·¿² ø»¬·µ¿

-±-·¿´÷ô -»®¬¿ °»²¹¸¿®¹¿¿²ñ °»²¹¸±®³¿¬¿² °¿¼¿ µ¿«³ °»®»³°«¿² ø¹»²¼»®÷ô

¬»®³¿-«µ ¶«¹¿ ¼·®¿²½¿²¹ ¼¿² ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² ¾¿¬¿-¿² ¬»²¿¹¿ º·-·µ µ¿«³

°»®»³°«¿² ¼¿»®¿¸ ¬»®-»¾«¬ò

îò Õ±²¬»µ- Õ»¾»®¿¼¿¿² Ì»µ²·µ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò

Ó»²«®«¬ °»²¹¿µ«¿² ¾»¾»®¿°¿ °»®¿¶·² -»²·±® øµ¿«³ ¬«¿÷ô ¬»µ²·µ ·²· -«¼¿¸

¿¼¿ -»¶¿µ ¼¿¸«´« µ¿´¿ò Þ»´«³ ¿¼¿ ´·¬»®¿¬«® ¿¬¿« ¼¿¬¿ ¬»®¬«´·- §¿²¹ ³»²§»¾«¬µ¿²

-»½¿®¿ °¿-¬· µ¿°¿² ¬»µ²·µ ·²· ³«´¿· ¼·¹«²¿µ¿² ±´»¸ °»³¾«¿¬ ¹»®¿¾¿¸ ¼· ¼¿»®¿¸

Þ¿§¿¬å §¿²¹ °¿-¬· ¾¿¸©¿ Þ¿§¿¬ ¬»®³¿-«µ -¿´¿¸ -¿¬« ¼¿»®¿¸ °»®¿¶·² ¹»®¿¾¿¸ ¬«¿ ¼·

Ò«-¿²¬¿®¿ò Ü»²¹¿² ¼»³·µ·¿² ¼¿°¿¬ ¼·¿³¾·´ ¼«¹¿¿² -»³»²¬¿®¿ ¾¿¸©¿ ¬»µ²·µ

(47)
(48)
(49)

commit to user

°®·²-·° §¿²¹ -¿³¿ §¿·¬« «²¬«µ ³»³¾«¿¬ -»¾«¿¸ ¾»²¬«µ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ

³»´¿´«· °«¬¿®¿² ¿¹¿® ¼¿°¿¬ ³»²½·°¬¿µ¿² ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ §¿²¹ -·´·²¼®·- ¼¿²

-·³»¬®·-ò

Ó¿-·²¹ó³¿-·²¹ ¼¿»®¿¸ °»²¹¸¿-·´ ¹»®¿¾¿¸ ¿¬¿« µ»®¿³·µ ½»²¼»®«²¹ ³»³·´·µ·

¬»µ²·µó¬»µ²·µ µ¸«-«-²§¿ §¿²¹ ¼·¿²¹¹¿° °¿´·²¹ »º»µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¼¿°¿¬ ³»²¶¿¼·

•°»²½·®·Œ ¼¿®· -«¿¬« ¼¿»®¿¸ ¬»®¬»²¬«ò Ü· ¼¿»®¿¸ Þ¿§¿¬ Õ´¿¬»² Ö¿©¿ Ì»²¹¿¸ô

¼·¶«³°¿· º»²±³»²¿ ·²·ô §¿·¬« ¬»µ²·µ °»³¾«¿¬¿² ¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ®»´¿¬·º ¾»®¾»¼¿

¼»²¹¿² ¼¿»®¿¸ ´¿·²ò п®¿ °»®¿¶·² ¬®¿¼·-·±²¿´ ø´¿³¿÷ ¸·²¹¹¿ -»µ¿®¿²¹ ¼· ¼¿»®¿¸

¬»®-»¾«¬ ³»²¹¹«²¿µ¿² °¿°¿²ó°«¬¿®ñ°»®¾±¬ ¼»²¹¿² °«¬¿®¿² §¿²¹ ½«µ«° ½»°¿¬

øº¿-¬ó©¸»»´÷ò ß´¿¬ °«¬¿® ¼»²¹¿² µ»½»°¿¬¿² ¬·²¹¹· -»³¿½¿³ ·²· ¼¿°¿¬ ³»³°»®½»°¿¬

µ»®¶¿ ¼¿² ³»²¹¸¿-·´µ¿² ¹»®¿¾¿¸ ¼¿´¿³ ¾»²¬«µ -·´·²¼»® -·³»¬®·- §¿²¹ ¿µ«®¿¬ò

Þ¿¸µ¿² ¼»²¹¿² ¾¿²¬«¿² ¿´¿¬ ·²· ¿µ¿² ´»¾·¸ ³«¼¿¸ ³»³¾«¿¬ ¾»®³¿½¿³ ¾»²¬«µ

¼¿² «µ«®¿² ¹»®¿¾¿¸ ¼¿´¿³ ©¿µ¬« ®»´¿¬·º -·²¹µ¿¬ò

Ù¿³¾¿® ïæ Í»°»®¿²¹µ¿¬ ¿´¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ò

(50)

commit to user

¬¿³°¿µ «²·µ ¾¿¸µ¿² ³»²¼¿°¿¬ -»¾«¬¿² §¿²¹ -°»-·º·µ µ¿®»²¿ ³»³·´·µ· µ»µ¸«-«-¿²

¼¿´¿³ ¾»²¬«µ ¼¿² ¬»µ²·µ °»²¹¹«²¿¿²²§¿ò Ü·-»¾«¬ •°«¬¿®¿² ³·®·²¹Œ -»¾»²¿®²§¿

¸¿²§¿ -»¾«¬¿² µ¿®»²¿ °±-·-· °»²¿³°¿²¹ °¿°¿²ó°«¬¿®ñ°»®¾±¬ §¿²¹ ³»³¾¿²¬«

³»³¾»²¬«µ ¹»®¿¾¿¸ -·´·²¼®·- ¼·´»¬¿µµ¿² ¼¿´¿³ °±-·-· ³·®·²¹ -»µ·¬¿® ìððó ìëðò

б-·-· ·²· ¶»´¿- ¾»®¾»¼¿ ¶·µ¿ ¼·¾¿²¼·²¹µ¿² ¼»²¹¿² °¿°¿² °«¬¿® ¹»®¿¾¿¸ ¼¿®· ¼¿»®¿¸

´¿·² §¿²¹ -»¼¿°¿¬ ³«²¹µ·² ¶«-¬®« ¼·°±-·-·µ¿² ¼¿¬¿® -»³°«®²¿ò Í»°»®¬· ¿´¿¬ °«¬¿®

§¿²¹ ¼·¹«²¿µ¿² ±´»¸ °»®¿¶·² ¹»®¿¾¿¸ ø´¿³¿÷ ¼¿®· ¼¿»®¿¸ Ó¿§±²¹ Ö»°¿®¿ô ³»³¿²¹

³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ô ¬»¬¿°· ¬·²¹µ¿¬ µ»³·®·²¹¿²²§¿ ¬·¼¿µ -»¼®¿-¬·-

§¿²¹ ¾»®¿¼¿ ¼· Þ¿§¿¬å ¾¿¸µ¿² ¼·²¹µ´·µ §¿²¹ ¼·¹«²¿µ¿² ´»¾·¸ ¬·²¹¹· -»¸·²¹¹¿

¬¿³°¿µ ´»¾·¸ ²§¿³¿² «²¬«µ ¼«¼«µ °»®¿¶·² ´¿µ·ó´¿µ·ò

Ù¿³¾¿® îæ ß´¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ °»®¿¶·² Ó¿§±²¹ Ö»°¿®¿ò

(51)
(52)

commit to user

Ù¿³¾¿® íæ Õ»°»µ¿¿² ¿²¬¿® «¶«²¹ ¶¿®· ¼¿´¿³ ³»²»²¬«µ¿² µ»¬·°·-¿² µ»®¿³·µò

Í«³¾»®æ ¸¬¬°æññ©·-¿¬¿òµ±³°¿-·¿²¿ò½±³ñ¶¿´¿²ó¶¿´¿²ñîðïîñðîñïìñ¾¿§¿¬ó-¿²¹ó

°»´»-¬¿®·ó¬®¿¼·-·ó°«¬¿®¿²ó³·®·²¹ñ

ïò Þ»²¬«µ Ü¿-¿® л®¿²¹µ¿¬ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò

Þ¿¹·¿² °±µ±µ ¼¿®· °»®¿²¹µ¿¬ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ ·²· ¿¼¿´¿¸ °¿°¿²ó°«¬¿® ¿¬¿«

°»®¾±¬å -»¾¿¹·¿² ¾»-¿® °¿°¿² ¾«²¼¿® ·²· ¬»®¾«¿¬ ¼¿®· µ¿§« ¶¿¬· ¿¬¿« ³¿¸±²· §¿²¹

¼·°»®µ·®¿µ¿² ¾»®«³«® ¿²¬¿®¿ ïð ¸·²¹¹¿ ïî ¬¿¸«²ò Ü·¿³»¬»® °¿°¿² °«¬¿® ·²· -»µ·¬¿®

íë ¸·²¹¹¿ ìð½³ô ¼¿² ´»¾¿® °»²¿³°¿²¹ ·²· ¾·¿-¿²§¿ ¼·-»-«¿·µ¿² ¼»²¹¿² «µ«®¿²

¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ¸»²¼¿µ ¼·¾»²¬«µ ¼· ¿¬¿-²§¿ò Í»¼¿²¹µ¿² µ»¬»¾¿´¿² °¿°¿²ó°«¬¿® ·²·

¾»®µ·-¿® ¿²¬¿®¿ ë ¸·²¹¹¿ ê½³ò Þ¿¹·¿² ´¿·² ¼¿®· ¿´¿¬ ·²· ¿¼¿´¿¸ ¬¿²¹µ¿· ¿- ¿¬¿« °±®±-

(53)
(54)
(55)

commit to user

³»²¹¸¿-·´µ¿² ¬»²¿¹¿ °«¬¿® øº®»» ©¸»»´÷ô -»¼¿²¹µ¿² ¶·µ¿ °¿²½¿´¿² ¼·¸»²¬·µ¿²

³¿µ¿ ±¬±³¿¬·- °¿°¿² °«¬¿® ¿µ¿² ³»´¿³¾¿¬ µ¿®»²¿ -·-¬»³ µ»®¶¿ º·¨ó©¸»»´ °¿¼¿

¬¿®·µ¿² ¾·´¿¸ ¾¿³¾« °»¹¿-ò

Ó»³¿²¹ ¿¼¿ -»¼·µ·¬ °»®-±¿´¿² ¼¿´¿³ »º»µ °«¬¿®¿² ·²·ô ¼·³¿²¿ ¬¿´· §¿²¹

¼·¬¿®·µ ±´»¸ ¾¿³¾« °»¼¿´ ±¬±³¿¬·- ¿µ¿² -»¹»®¿ ¼·¬¿®·µ µ»³¾¿´· ±´»¸ °¿²¬«´¿²

¾¿³¾« °»¹¿- ¼¿² ¹»®¿µ¿² ¬¿´· -»´¿´« ¾»®´¿©¿²¿² ¿®¿¸ ¼»²¹¿² ¿®¿¸ °«¬¿®¿² ¬¿²¹µ¿·

¿- °»®¾±¬ò Ì»¬¿°· ¸¿´ ·²· ¬·¼¿µ ³»²·³¾«´µ¿² ¾¿²§¿µ °»®-±¿´¿² µ¿®»²¿ ¼¿§¿ ¬¿®·µ

°¿²¬«´¿² °»¹¿- ¾¿³¾« ¬·¼¿µ ¿µ¿² -»µ«¿¬ ¼±®±²¹¿² µ¿µ· °»®¿¶·²ô -»¸·²¹¹¿ ¬·¼¿µ

¾¿²§¿µ ³»²¹¸¿³¾¿¬ °«¬¿®¿² ¬¿²¹µ¿· ¿- °»®¾±¬ò Þ»®¼¿-¿® ®»-·µ± ·¬« °«´¿ §¿²¹

³»²¹·²-°·®¿-· °¿®¿ °»®¿¶·² Þ¿§¿¬ «²¬«µ ³»³¾«¿¬ ¶»²·- ¬¿´· §¿²¹ °¿´·²¹ ´·¿¬ô ¬¿¸¿²

¬»®¸¿¼¿° ¹»-»µ¿²ô ¬·¼¿µ ³«¼¿¸ ¿«-ô ¼¿² ®»-·-¬»² ø¬¿¸¿²÷ ¬»®¸¿¼¿° ¿·® µ¿®»²¿ °®±-»-

°»³¾«¿¬¿² µ»®¿³·µ ¼· ¿¬¿- °»®¾±¬ ¾¿²§¿µ ¾»®µ¿·¬¿² ¼»²¹¿² ¿·®ò Ç¿·¬« -»«¬¿- ¬¿´·

§¿²¹ ¬»®¾«¿¬ ¿¬¿« ¼·°·´·² ¼¿®· -»®¿¬ µ«´·¬ µ¿§« °±¸±² ©¿®«ô ¼¿² °±¸±² ¬»®-»¾«¬

¼·°·´·¸ ¾»®¼¿-¿®µ¿² «³«® °±¸±²ô ¬·²¹µ¿¬ µ»´«®«-¿² °¿²¶¿²¹ ¾¿¬¿²¹ô ¼¿² ¬·²¹µ¿¬

µ»³«´«-¿² µ«´·¬ µ¿§«å -»´¿²¶«¬²§¿ ³¿-·¸ ¼·°®±-»- ¼»²¹¿² ¬»µ²·µ ¼¿² °»®´¿µ«¿²

µ¸«-«- «²¬«µ ³»²¼¿°¿¬µ¿² -»«¬¿- ¬¿´· §¿²¹ ¾»®µ«¿´·¬¿- ¬·²¹¹·ò

íò Õ»«²¹¹«´¿² Ì»µ²·µ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹ò

Õ»«²¹¹«´¿² ´¿·² ¼¿®· ¬»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ ·²· -»´¿·² ¼¿°¿¬ ³»³¾¿²¬«

³»²½·°¬¿µ¿² µ»®¿³·µ ¼¿´¿³ ¶«³´¿¸ ¾¿²§¿µ ¼»²¹¿² ©¿µ¬« ®»´¿¬·º -·²¹µ¿¬ô ¶«¹¿

³¿³°« ³»²¹¸¿-·´µ¿² ¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ´»¾·¸ ¸¿´«-ò п®¿ °»®¿¶·² ¬·²¹µ¿¬ ³¿¸·® ®¿¬¿ó

(56)
(57)
(58)

commit to user

¼¿² «µ«®¿² §¿²¹ ®»´¿¬·º -¿³¿ò Ö·µ¿ ³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ ½»¬¿µ ¬»µ¿² ³¿µ¿ °»®¿¶·²

¿µ¿² ³»³·´·µ· ¾¿²§¿µ µ®»¿-· «²¬«µ ³»³¾«¿¬ µ»®¿³·µ §¿²¹ ¾»®¾»¼¿ ¼»²¹¿²

¾»²¬«µ §¿²¹ ®«³·¬ -»-«¿· ½»¬¿µ¿² §¿²¹ ¼·¾«¿¬²§¿ò

Ù¿³¾¿® ìæ Ì»µ²·µ °«¬¿®¿² ³·®·²¹ øÓ¾¿µ Ç«´·¿²¿ Š п¹»®¶«®¿²¹÷ò

Í«³¾»®æ Õ±´»µ-· °®·¾¿¼· ø¸¿-·´ °»³±¬®»¬¿² °»²«´·- Š îë Ó»· îðïî÷ò

Ýò л®¿¶·² Ù»®¿¾¿¸ Þ¿§¿¬

Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ -¿´¿¸ -¿¬« µ»½¿³¿¬¿² ¼· Õ¿¾«°¿¬»² Õ´¿¬»² Ö¿©¿ Ì»²¹¿¸ò

Õ»½¿³¿¬¿² ·²· ¼· ¾¿¹·¿² -»´¿¬¿² ¾»®¾¿¬¿-¿² ¼»²¹¿² Õ¿¾«°¿¬»² Ù«²«²¹ Õ·¼«´

Ü¿»®¿¸ ×-¬·³»©¿ DZ¹§¿µ¿®¬¿ò Ô»¬¿µ ¹»±¹®¿º·- Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ ¾¿¹·¿²

¼¿®· µ¿¾«°¿¬»² Õ´¿¬»² §¿²¹ ¬»®´»¬¿µ õ ïî µ³ µ» ¿®¿¸ ¬»²¹¹¿®¿ò Ô«¿- ©·´¿§¿¸

Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ íçòìí µ³îò Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¬»®¼·®· ¼¿®· ïè ¼»-¿ò

É·´¿§¿¸ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¼·¾¿¬¿-· ±´»¸æ

i Í»¾»´¿¸ Í»´¿¬¿² æ Õ»½¿³¿¬¿² Ù»¼¿²¹-¿®· Õ¿¾òÙ«²«²¹ Õ·¼«´ Ü×Ç

(59)

commit to user

i Í»¾»´¿¸ Þ¿®¿¬ æ Õ»½¿³¿¬¿² É»¼·ò

ᬻ²-· ¼¿»®¿¸ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ ¿¼¿´¿¸ ³»³·´·µ· ¾»®¾¿¹¿· ±¾§»µ ¼¿²

¬»³°¿¬ ©·-¿¬¿ §¿²¹ ¾»®º«²¹-· ³»²¼«µ«²¹ ·²¼«-¬®· °¿®·©·-¿¬¿ô ¿²¬¿®¿ ´¿·²æ

i É·-¿¬¿ Õ«´·²»®ô §¿·¬« ©¿®«²¹ ¿°«²¹ ©¿¼«µ α©± Ö±³¾±® ¼· ¼»-¿

Õ®¿µ·¬¿²ò

i É·-¿¬¿ ß´¿³ô §¿·¬« °»¹«²«²¹¿² ̱®·- ¼· ¼»-¿ Õ®¿µ·¬¿²ò

i É·-¿¬¿ λ´·¹·ô §¿·¬« ¦·¿®¿¸ µ» ³¿µ¿³ Í«²¿² п²¼¿²¿®¿² ¼· ¼»-¿

п-»¾¿²ò

i Í»²¬®¿ Õ»®¿¶·²¿² Þ¿¬·µ Ì«´·- ¼· Ü»-¿ Ö¿®«³ô Ü»-¿ Õ»¾±²ô Ü»-¿ Þ»´«µô

Ü»-¿ Ó¾¿´±²¹

i Í»²¬®¿ Ù»®¿¾¿¸ ¼· Õ»´«®¿¸¿² Õ®¿µ·¬¿² ¼¿² Ó»´·µ¿²ò

Ù¿³¾¿® ëæ л¬¿ Õ»½¿³¿¬¿² Þ¿§¿¬ò

(60)
(61)

commit to user

·²·ò

ïò Ì·°±´±¹· л®¿¶·² Ù»®¿¾¿¸ñÕ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ò

Í»¾¿¹·¿² ¾»-¿® ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¼· Þ¿§¿¬ ³»³·´·µ· °»µ»®¶¿¿² -¿³°·²¹¿² -»¾¿¹¿·

°»®¿¶·² ¿¬¿« ³»²¹¹«²¿µ¿² ©¿µ¬« -»²¹¹¿²¹²§¿ ¼»²¹¿² µ»¹·¿¬¿² §¿²¹ ¾»®µ¿·¬¿²

¼»²¹¿² µ»®¿³·µô ³«´¿· ¼¿®· °»²§»¼·¿ ¾¿¸¿²ô °®±-»- °®±¼«µ-·ô °»²§»¼·¿ ¶¿-¿ô

¸·²¹¹¿ ¬»²¿¹¿ °»³¿-¿®¿²²§¿ò ß°¿´¿¹· ¼»²¹¿² µ±²¼·-· ¼¿»®¿¸ ¿¹®¿®·- ¿¬¿«

°»®¬¿²·¿²ô ³»³«²¹µ·²µ¿² ³¿-§¿®¿µ¿¬²§¿ ³»³·´·µ· ¾¿²§¿µ ©¿µ¬« ´«¿²¹ ¼· -»´¿

³«-·³ ¾»®½±½±µ ¬¿²¿³ ¼¿² ³¿-¿ °¿²»² ¬·¾¿ò Ú»²±³»²¿ ·²·´¿¸ §¿²¹ ³»²¶¿¼· -¿´¿¸

-¿¬« º¿µ¬±® °»²§»¾¿¾ µ»®¿³·µ Þ¿§¿¬ ³¿-·¸ °®±¼«µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¾»®µ»³¾¿²¹ -¿³°¿·

-»µ¿®¿²¹ò Ì·¼¿µ ¼·µ»¬¿¸«· ³«´¿· µ¿°¿² ¼»-¿ó¼»-¿ ¼· -»°«¬¿® Þ¿§¿¬ ·²·

³»³°®±¼«µ-· ¹»®¿¾¿¸ô §¿²¹ °¿-¬· -¿³°¿· -»µ¿®¿²¹ ³¿-§¿®¿µ¿¬ ¬»®-»¾«¬ ³¿-·¸

°®±¼«µ¬·º ¾¿¸µ¿² ¶¿²¹µ¿«¿² °»³¿-¿®¿² °®±¼«µ²§¿ ¬»´¿¸ ³»²½¿°¿· µ±¬¿óµ±¬¿ ¾»-¿®

¼· ײ¼±²»-·¿ ¾¿¸µ¿² ¼·»µ-°±®¬ µ» ´«¿® ²»¹»®·ò

Í»½¿®¿ -±-·±ó¼»³±¹®¿º·-ô °»®¿¶·² µ»®¿³·µ ¼· Þ¿§¿¬ ¼·¾¿¹· ³»²¶¿¼· ¼«¿

µ»¬»¹±®·ô §¿·¬« •°»®¿¶·² -»²·±®Œ ¿¬¿« ¹»²»®¿-· °»®¿¶·² ¬«¿ §¿²¹ ¾»®«-·¿ ¿²¬¿®¿ ëðóèë

¬¿¸«² ¼¿² •°»®¿¶·² ³«¼¿Œ ¿¬¿« °»®¿¶·² °®±¼«µ¬·º ø«-·¿ °®±¼«µ¬·º÷ ¾»®«-·¿ ¿²¬¿®¿

îðóì𠬿¸«²ò ο¬¿ó®¿¬¿ «-·¿ °»®¿¶·² §¿²¹ ³¿³°« ³»³¾«¿¬ ¿¬¿« ³»²¹¸¿-·´µ¿²

¹»®¿¾¿¸ ¿¼¿´¿¸ ¿²¬¿®¿ îðóé𠬿¸«²ò Ì»³«¿² ¼· ´¿°¿²¹¿² ³»²«²¶«µµ¿² ¾¿¸©¿

«-·¿ °»®¿¶·² ¬»®³«¼¿ ¿¼¿´¿¸ îî ¬¿¸«²ô -»¼¿²¹µ¿² «-·¿ ¬»®¬«¿ ¿¼¿´¿¸ èë ¬¿¸«²ò Þ¿¹·

°»®¿¶·² -»²·±® ³¿«°«² °»®¿¶·² ³«¼¿ô µ»¼«¿²§¿ µ»¾¿²§¿µ¿² ³»²¹¹«²¿µ¿² °«¬¿®¿²

(62)

Referensi

Dokumen terkait

Ini bertujuan untuk menentukan supplier mana yang akan dipilih untuk memenuhi kebutuhan akan item tersebut, disamping untuk mencari tahu kapan waktu dan berapa jumlah

Dalam pembuatannya kain tenun jumputan banyak pengerajin yang menggunakan zat wama kimia (zat wama sintetis) dengan intensitas yang tinggi pada proses pewamaan kain tenun

Tapi perlu diketahui bahwa simbol bangunan yang berupa kotak segiempat berwarna hitam bukan berarti menunjukkan sebagai rumah atau bangunan tunggal,

dengan ditanggapi aktif oleh peserta didik dari kelompok lainnya sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi

in SMP Negeri 3 Purwokerto, when teaching learning process teacher talks used English is limited and sometimes the teacher switch their language from English to Indonesia

Pada penelitian Sembiring (2010), dia menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan jantung yang menyebabkan kardioemboli (fibrilasi atrium, infark

(b) Lengkapkan langkah-langkah pengiraan yang berikut ke dalam petak dengan jawapan yang betul.. Ungkapkan jawapan sebagai pecahan dalam

VaR yang digunakan adalah varian-kovarian dengan periode pembentukan triwulan dari tahun.. mengacu pada nilai median jumlah rata-rata kapitalisasi pasar emiten pertriwulan.