• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Isl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Isl"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU PENGETAHUAN (SAINS) DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Studi Islam

Dosen Pembimbing : Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A

Disusun Oleh

Nama : Tufaila Thursina

Nim : 11170140000018

Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

IPTEKatau Ilmu Pengetahuan dan Teknologi tentu bukanlah hal yang tabu bagi

masyarakat di zaman modern ini. Hal ini terbukti dari hampir setiap kegiatan yang kita lakukan sehari-hari memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Contoh seperti smartphone, televisi, laptop dan di tambah lagi dengan ada nya kemajuan di bidang internet. Hampir seluruh orang di dunia mengetahui apa itu internet dan bahkan mereka menggunakan fasilitas internet tersebut. Di zaman yang semuanya serba instan saat ini kita bisa melakukan apa saja hanya dengan satu sentuhan.

IPTEK sangat banyak manfaat nya bagi kehidupan manusia dan bahkan kita dapat mengubah dunia hanya dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi disamping itu iptek juga memiliki sisi negatif yang sangat berbahaya bagi akal, pikiran, dan tubuh manusia itu sendiri. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karna banyaknya penyalahgunaan akan pengetahuan dan teknologi tersebut bahkan dapat berdampak pada akhlak, moral dan akidah yang menjadikan masyarakat resah akan peristiwa ini.

Melihat problematika tersebut maka kita harus mengingat kembali pada agama atau keyakinan yang berfungsi sebagai pondasi dimana didalamnya sudah terdapat aturan dan batasan-batasan dalam menjalankan kehidupan, yaitu agama Islam.1 Islam merupakan agama

yang sangat memperhatikan segala aspek kehidupan dan segalanya telah diatur sesuai dengan perintah dari Allah SWT, termasuk pada perkembangan IPTEK, ketika IPTEK disalahgunakan maka itu merupakan perbuatan zalim yang tidak disukai oleh Allah SWT

Perhatikan Firman-Nya :

ن

ن ممَ ك

ن بنييص

م ننَ س

ن

نيتنَ ل

ن ونَ ةنرنخملنايَ رناددلاَ ههللاَ كنَاتنآنَ َامنييفمَ غمتنبياون

ِيفمَ دنَاس

ن فنلايَ غمبيتنَ ل

ن ونَ كنييلنإمَ ههللاَ ننس

ن حيأ

ن َ َامنكنَ نيسمحيأنونَ َايننيددلا

ن

ن ييدمس

م فيمهلياَ ب

د ح

م يهَ ل

ن َ هنللاَ ندإمَ ض

م

ريل

ن اي

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai”. (QS:

al-Qasas (28) : 77)

(3)

Bahkan dalam Islam menuntut ilmu itu hukumnya wajib, seperti yang telah diterangkan dalam hadist : Rasulullah saw bersabda : "Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah)." (HR. Ibnu Majah).

Di dalam islam terjadi beberapa alasan umat islam untuk menuntut ilmu, di antaranya :

1. Al-Qur’an menyuruh umatnya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. 2. Islam adalah ajaran yang menekankan pentingnya ilmu pengetahuan.

3. Islam banyak melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang menguasa berbagai macam ilmu.2

(4)

BAB II

PEMBAHASAN

A.

Pengertian dan Tujuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam

Islam

Ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang mengandung berbagai arti, antara lain :

knowledge (pengetahuan), lore (adat dan pengetahuan), cognizance (pengetahuan),

acquaintance (kenalan), information (pemberitahuan), cognition (kesadaran), intellection

(kepandaian), dan perception (pendapat). Jamak dari ‘ilm adalah ‘ulum yang berarti science, dan

al-‘ulum yang berarti natural science (ilmu alam). 3

Dalam bahasa Indonesia, ilmu diartikan pengetahuan atau kepandaian (baik tentang segala yang masuk jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan alam dan sebagainya). Menurut konsep umum ilmu adalah pengetahuan manusia mengenai segala sesuatu yang berkaitang dengan indra manusia (penglihatan, pendengaran, pengertian, perasaan, dan keyakinan) melalui akal atau proses berpikir (logika). Dan pengetahuan adalah sesuatu yang di ketahui.

Tetapi menurut para ahli ilmu dengan pengetahuan sangat berbeda.Pengetahuan adalah segala sesuatu yang di ketahui atau pengetahuan pada umumnya yang bersifat pendapat umum yang belum di buktikan kebenarannya berdasarkan dalil-dalil, fakta, dan pengujian, serta belum tersusun secara sistematis.4 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang terjadi melalui informasi

dari mulut ke mulut atau tulisan yang belum teruji kebenarannya. Ilmu pengetahuan adalah kebalikan dari pengetahuan yang sudah didukung oleh dalil-dalil, data, fakta, pengujian dan pembuktian kebenarannya, serta disusun secara sistematis.

Ilmu pengetahuan dapat pula disebut sebagai scientific knowledge, yakni pengetahuan yang bersifat ilmiah, yang melalui proses penelitian, pembuktian, pengujian dan percobaan secara mendalam, sistematik, komprehensif dan objektif dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan ilmiah. Ilmu pengetahuan bersifat akademik dan ilmiah.

Menurut beberapa ahli, definisi ilmu pengetahuan adalah :

a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.

b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.

c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.

3 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 362.

(5)

d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.

e. Harsojo, menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.

f. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.5

Ilmu pengetahuan sebagai segala hal yang diketahui manusia dengan panca indra dan intuisi serta sudah diproses sedemikian rupa sehingga objektif dan kebenarannya dapat diuji secara ilmiah. Teknologi, dilain pihak merupakan salah satu produk dari ilmu pengetahuan yang berwujud maupun berupa bentuk. Konsep umum dari munculnya Ilmu pengetahuan dan

teknologi awal mulanya adalah untuk memudahkan kehidupan manusia dan untuk menjelaskan fenomena alam yang tadinya tidak dapat dijelaskan sehingga manusia memiliki tingkat

pemahaman yang lebih maju sekaligus komplek mengenai alam semesta.

Dalam pandangan Islam, antara agama, ilmu pengetahuan dan teknologi terdapat hubungan yang harmonis yang disebut “Dinul Islam” yang memiliki 3 unsur pokok yaitu akidah, syariah, dan akhlak6. Dalam Q.S. Ibrahim (14) ayat 24-25 menjelaskan :

َملنأن

Artinya “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit.”

ِىتُؤته

Artinya “ (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka selalu ingat.”

Dari uraian di atas “hakekat” penyikapan IPTEK dalam kehidupan sehari-hari yang islami adalah memanfaatkan perkembangan IPTEK untuk meningkatkan martabat manusia dan meningkatkan

5 Lihat Ir. Hj. Rochmah N, M.Eng.Sc Islam untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi hal 10.

(6)

kualitas ibadah kepada Allah SWT yang merupakan tujuan dari adanya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain meningkatkan martabat dan kualitas ibadah, IPTEK juga bertujuan untuk

mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan,mengupayakan terciptanya keadaan hidup yang makin nyaman dan sejahtera, baik secara fisik,materi, ekonomi bahkan spiritual. Disamping itu ilmu pengetahuan dan teknologi harus mendorong kehidupan manusia lebih dekat,beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.7

Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam Islam harus ditujukan untuk mmbawa manusia semakin bertakwa kepada Allah SWT,karena melalui berbagai teori ilmu pengetahuan yang di peroleh dari pengamatan, penelitian dan percobaan terhadap berbagai tanda kekuasaan Allah yang terdapat di alam jagat raya. Seorang peneliti yang menghasilkan teori ilmu pengetahuan sebenarnya bukanlah sebagai pencipta teori ini, melainkan berperan sebagai penemu yang diciptakan oleh Allah SWT.

B.

Faktor- Faktor yang Mendorong Pengembangan Ilmu Pengetahuan

dan Teknologi dalam Islam.

1.

Faktor Ajaran Islam

Ayat yang pertama kali turun, yakni surat al-Alaq (97) ayat 1-5 berisi perintah membaca dalam arti yang seluas-luasnya, yakni membaca yang tertulis dan yang tidak tertulis (Al-Qur’an), fenomena alam jagat raya dan fenomena sosisal, dengan cara mengobservasi,

mengenali,mencari unsur-unsur persamaan dan perbedaan, menganalisis dan menyimpulkan yang selanjutnya menjadi teori, dan dari teori dapat dirumuskan menjadi ilmu pengetahuan. Dalam ayat ini terdapat juga kata qalam yang secara harfiah berarti pena atau alat tulis, dalam arti lebih luas berarti menulis, mencatat, merekam, memotret, menyimpan dan

memasukkannya dalam program yang dapat diakses secara lebih luas. Selain itu terdapat juga ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk melakukan penelitian, penggunaan

pancaindranya untuk melakukan pengamatan dan akal pikirannya untuk merumuskan berbagai teori atau konsep ilmu pengetahuan.8

2.

Faktor Lingkungan dan Budaya

Walaupun Islam lahir di Mekkah dan berkembang di Madinah, namun praktiknya banyak berkembang diluar Mekkah dan Madinah, Islam malah menyebar ke Baghdad, Mesir, Persia yang di masa lalu mengalami kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan , kebudayaan dan peradaban. Itulah sebabnya para ilmuwan dalam berbagai bidang pengetahuan seperti

al-7 Lihat Ir. Hj. Rochmah N, M.Eng. Sc Islam untuk Disiplin Ilmu dan Teknologi hal 17.

(7)

Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Miskawaih, Ibnu Rusy, al-Razi, Ibnu Tufail, al-Khawarizmi dan lainnya adalah berasal dari berbagai daerah diluar Mekkah dan Madinah.9

3.

Semangat Berlomba-lomba Mencapai Kemajuan

Semangat untuk mencapaia kemajuan dari maasing-masing negra Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban. Beberapa pusat peradaban Islam seperti Baghdad, Spanyol dan Mesir misalnya ingin mencapai keunggulannya masing-masing dengan memajukan ilmu, kebudayaa dan peradaban Islam.10

4.

Tradisi Ilmiah yang Kuat

Tradisi mencintai ilmu pengetahuan, membaca dan menulis, meneliti, membangun lembaga pendidikan, mengoleksi buku, manuskrip dan membangun perpustakaan,

menerjemahkan manuskrip, mewakafakan tanah dan segala sesuatu untuk pendidikan, menulis buku, puisi syair dan lainnya. Tradisi ilmiah seperti inilah yang sudah memudar pada masyarakat Islam, sehingga menurunkan produktivitas dalam menghasilkan berbagai karya ilmiah, temuan, kebudayaan, dan peradaban.11

5.

Kegiatan yang Berbasis pada Ilmu Pengetahuan

Islam mewajibkan penganutnya untuk melakukan kegiatan apa saja yang berbasis pada ilmu pengetahuan yang dihasilkan melalui melakukan riset, bacaan, latihan dan lainnya. Islam melarang penganutnya bersikap taqlid, yakni mengikuti kebiasaan orang lain tanpa tau dasar pengetahuan dan menganggap setiap amal perbuatan yang tidak disertai ilmu pengetahuan akan tertolak.12

6.

Hal-hal yang Bersifat Pramagtis

Dalam rangka membangun dan memakmurkan dunia Islam yang sudah demikian luas, di perlukan sejumlah tenaga ahli dalam berbagai bidang untuk keperluan membangun

infrastruktur, sarana prasarana, system pemerintahan ekonomi dan lain-lain sebagainya. Untuk keperluan ini diperlukan para ahli ilmu pengetahuan. Oleh karena itu itu umat islam mendorong kepada masyarakat untuk mendalam illmu pengetahuan dengan berbagai cara, antara lain melakukan penggambaran atau berkelana keberbagai belahan dunia untuk mencari ilmu, melakukan penerjemahan, dan lain sebagainya.13

7.

Pandangan yang Bersifat

Integrated,

Komprehensif dan Holistis

9 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 370.

10 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 371.

11 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 372.

12 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 372.

(8)

Umat islam pada waktu itu memandang bahwa mengembangkan ilmu pengetahuan merupakan perintah agama yang bersifat ibadah dan amal shaleh. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mempelajari berbagai fenomena alam dan sosial adalah sama dengan membaca ayat-ayat Allah arena berbagai fenomena alam jagat raya juga merupakan ayat Allah yang bersifat kosmologis atau ayat yang bersifat kauniyah. Mereka misalnya mengetahui penciptaan langit dan bumi beserta isinya serta pergantian siang dan malam merupakan fenomena yang menarik diselidiki.14

8.

Terjadinya Asimilasi antara Bangsa Arab dan Bangsa Lain

.

Asimilasi dengan bangsa lain membuat perkembangan ilmu pengetahuan cukup

terbantu. Salah satunya adalah asimilasi dengan Persia, yang pengaruhnya sangat kuat di bidang pemerintahan. Selain itu, juga berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, matematika, dan astronomi, sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjamahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.15

9.

Gencarnya Gerakan Penerjemah

Dalam proses terjemahan ini dilakukan dalam tiga fase, yaitu sebagai berikut:

 Pada masa Khalifah Al-Mansyur hingga Harun ar-Rasyid. Pada fase ini penerjemahan

didominasi oleh karya-karya di bidang astronomi dan mantik.

 Pada masa Khalifah Al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan

adalah bidang filsafat dan kedokteran.

 Setelah tahun 300 H. Dalam fase ini proses penerjemahan semakin berkembang, terutama

setelah adanya pembuatan kertas.16

10.

Berkembangnya Kebudayaan Islam secara Mandiri

Hal ini ditandai dengan berkembang luasnya lembaga-lembaga pendidikan Islam, madrasah-madrasah dan universitas-universitas yang merupakan pusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Pada masa ini pendidikan Islam berkembang seiring dengan perkembangan dan kemajuan-kemajuan budaya Islam sendiri yang berlangsung sangat cepat. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awalnya memang merupakan perpaduan antara unsur-unsur pembawaan ajaran Islam sendiri dan unsur-unsur yang berasal dari luar,

14 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 373.

15 Lihat DR. Muh Nisdar, M.Ag, Sejarah Pendidikan dalam Islam, hal 45.

(9)

yaitu dari unsur budaya Persia, Yunani, Romawi, dan India dan unsur budaya lainnya. Kemudian, dalam perkembangannya potensi atau pembawaan Islam tidak merasa cukup hanya menerima saja unsur budaya dari luar itu, tetapi juga mengembangkannya lebih jauh sehingga kemudian warna dan unsur-unsur Islamnya tampak lebih dominan dalam perkembangan Ilmu

pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan-Kemajuan tidak hanya dalam ilmu pengetahuan keagamaan saja, tetapi juga dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan pada umumnya.17

Motivasi yang di berikan oleh Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan itu mengandung dua pendekatan pokok, yaitu :

1.

Pendekatan Hukum

Al-qur’an secara tegas memerintahkan kepada manusia untuk menuntut ilmu pengetahuan,baik pengetahuan tentang wahyu maupun pengetahuan tentang sunnatullah. Perintah Al-Qur’an menuntut pengetahuan tentang wahyu diantaranya terdapat dalam firman-Nya :

اولهأنس

ي َافنَ َم

ي ُهمييلنإمَ ِيحمونهَ للَاجنرمَ لدإمَ ك

ن لمبيقنَ نيممَ َاننليس

ن ريأ

ن َ َامنون

ل

ن َ َميتهنيكهَ نيإمَ رمكيذيلاَ لنهيأن

َ

ننومهلنعيتن

َا

َ

َامنَ س

م

َاندللمَ ن

ن ييبنتهلمَ رنك

ي ذيلاَ ك

ن ييلنإمَ َاننليزننيأنونَ رمبهزدلاونَ تمَاننييبنليَابم

ۗ

ن

ني ورهك

د فنتنينَ َمُههلدعنلنونَ َميُهمييلنإمَ لنزينه

Artinya “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,jika kamu tidak mengerti”.

“Dengan membawa keterangan-keterangan(mukjizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yyang telah di turunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”

(QS : an-nahl(16) : 43-44).

Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan Bukhari dari Jundub, Nabi Saw bersabda :

(10)

“ Bacalah, pelajarilah Al-Qur’an apa yang dapat kamu camkan dalam hatimu, dan apabila kamu berselisih tentang makna yang terdapat di dalamnya, maka tahanlah(agar tidak menjurus kepada keburukan)”(HR Bukhari)

Dalam sebuah Hadist yang sangat populer, yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda :

“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap orang Isam, baik laki-laki maupun wanita”

Ayat-ayat al-Qur’an yang memerintahkan untuk mempelajari sunnatullah jauh lebih banyak dan lebih tegas. Diantara ayat-ayat tersebut terdapat firman-Nya :

ِينمغيتهَ َامنونَ ض

م

ريلي

ن اونَ تماونَامنسدلاَ ِيفمَ اِذنَامنَ اورهظ

ه نياَ لمقه

ن

ن ونهممُؤييهَ لنَ م

ة ويقننيع

ن َ رهذهندلاونَ ت

ه َاينليا

Artinya “ Katakanlah: “ perhatikanlah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda-tanda kekuasaan Allah dan rasu-rasuk yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman”.

(QS: Yunus (10) : 101 ).18

2.

Pendekatan Nilai

Berdasar pendekatan Islam terhadap ilmu pengetahuan adalah karena besarnya nilai ilmu pengetahuan bagi manusia. Ilmu laksana cahaya, pelita yang menunjuki manusia dalam gelap, yang meluruskan manusia dari kesesatan, yang menyelamatkan manusia dari

kehancuran. Islam menunjukkan nilai ilmu pengetahuan itu agar manusia tertarik untuk

mempelajarinya, mengkajinya, karena tanpa ilmu manusia tidak mempunyai arti apa-apa. Tanpa ilmu manusia akan berbuat sesuka hatinya, tidak memiliki perhitungan benar atau salah , baik atau buruk, bermanfaaf atau sia-sia atau bahkan merugikan. Tanpa ilmu manusia dapat tersesat tanpa ia sadari, dapat berlaku zalim tanpa disesali.19

Banyak ayat yang memotivasi manusia untuk mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan menunjukkan nilai ilmu bagi manusia. Diantara ayat-ayat tersebut adalah firman-Nya :

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan padamu: “Berlapang-lapanglah kamu dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan member kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

18 Lihat Ir. Hj. Rochmah N, M. Eng. Sc, Buku Islam untuk Disiplin Ilmu Teknologi, hal 15.

(11)

yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

(QS: AL-mujadalah(58): 11)

Al-Qur’an juga membuat pembandingan nilai antara orang yang berilmu pengetahuan dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah :

“Dan tidaklah sama orang yang buta dengan oran yang melihat” “Dan tidak (pula) sama antara gelap gulita dengan cahaya”

(QS: al-Fathir(35) : 19-20)

C.

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam.

1.

Ilmu Pengetahuan pada Masa Rasulullah SAW.

Pada masa Rasulullah SAW, ilmu pengetahuan lebih banyak berkembang dibidang ilmu-ilmu pokok tentang agama (ushuluddin), dan ilmu-ilmu akhlak (moral). Akan tetapi ilmu-ilmu-ilmu-ilmu lainnya tetap berkembang walaupun tidak sepesat ilmu agama dan akhlak. Saat itu pun mulai terjadi proses pengkajian ilmu yang lebih sistematis, diantaranya dasar-dasar ilmu tafsir yang

dikembangkkan oleh para sahabat Rasulullah.

Jika kita flashback pada waktu sebelum Islam diturunkan, bangsa Arab dikenal dengan sebutan kaum Jahiliyah. Hal ini disebabkan karena bangsa Arab sedikit sekali mengenal ilmu pengetahuan dan kepandaian yang lain. Keistimewan mereka hanyalah ketinggian dalam bidang syair-syair jahili yang disebaran secara hafalan. Dengan kenyataan itu maka diutuslah nabi Muhammad SAW dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak baik akhlak yang berhubungan dengan tuhan maupun yang berhubungan dengan manusia.

Demikian pula dalam masalah ilmu pengetahuan, perhatian Rasul sangat besar.

Rasulullah SAW memberi contoh revolusioner sebagaimana seharusnya mengembangkan ilmu. Diantara gerakan yang dilakukan Rasulullah adalah budaya membaca, karena dengan membaca manusia bisa membebaskan diri dari ketidaktahuan.20 Membaca merupakan pintu bagi

pengembangan ilmu. Rasulullah juga memerintahkan kepada para sahabat untuk menghafal Qur’an. Dengan cara ini dapat menjaga kemurnian dan juga dapat memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Disamping dengan hafalan, juga membuat tradisi menulis/mencatat wahyu pada kulit, tulang, pelepah kurma dan lain-lain.

Dengan bimbingan nabi Muhammad SAW ini, telah mendorong semangat belajar membaca, menulis dan menghafal, sehingga umat Islam menjadi umat yang memasyarakatkan kepandaian baca-tulis. Dengan semangat itulah, maka terbangun jiwa umat Islam untuk tidak hanya beriman tetapi juga berilmu.

(12)

2.

Pada Masa Khulafaurrasyidin.

Pada masa ini sering disebut dengan masa klasik awal (650 – 690 M). Pada masa klasik awal ini,merupakan peletakan dasar-dasar peradaban Islam yang berjalan selama 40 tahun. Seperti yang telah dijelaskan diawal, bahwa diantara kemajuan yang dicapai dibidang ilmu pengetahuan dan sains pada masa ini adalah terpusat pada usaha untuk memahami Al-Qur’an dan Hadist nabi, untuk memperdalam pengajaran akidah, akhlak, ibadah, mu’amalah dan kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Akan tetapi yang perlu dicatat bahwa, pada masa ini telah ditanamkan budaya tulis dan baca. Dengan budaya baca tulis maka lahirlah orang pandai dari para sahabat rasul, diantaranya Umar bin Khatab yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan jenius pada ilmu pemerintahan, Ali bin Abi Thalib yang mempunyai keahlian dibidang hukum dan tafsir. Diantara ahli tafsir dimasa itu adalah khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay Ibnu Ka’ab, Zaid Ibnu Tsabit, Abu Musa Al-’Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.21 Dan dari kalangan khalifah empat yang paling banyak dikenal riwayatnyatentang

tafsir adalah Ali bin Abi Thalib r.a.Ibnu Abbas adalah anak paman Rasulullah SAW, sekaligus murid dari Rasulullah. Ia dikenal sebagai ahli bahasa/penterjemah Al-Qur’an. Dia adalah sahabat yang paling pandai/tahu tentang tafsir Al-Qur’an. Dia mempunyai biografi yang menunjukkan kebolehan ilmunya dan kedudukannya yang tinggi dalam hal penggalian secara mendalam tentang rahasia-rahasia Al-Qur’an.22

3.

Pada Masa Bani Umayyah.

Bani Umayyah atau Kekhalifahan Umayyah, adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba ,Spanyol. Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu

Muawiyah I. Masa ini sebagai masa perkembangan peradaban Islam, yang meliputi tiga benua yaitu, Asia, Afrika, dan Eropa. Masa ini berlangsung selama 90 tahun (661 – 750 M) dan berpusat di Damaskus. Pada masa ini perhatian pemerintah terhadap perkembangan ilmu pengetahuan sangat besar.23 Penyusunan ilmu pengetahuan lebih sistematis dan dilakukan

pembidangan ilmu pengetahuan sebagai berikut :

1. Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.

2. Ilmu pengetahuan bidang sejarah yaitu, segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah dan riwayat.

3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf dan lain-lain.

21 Lihat DR. Muh Nisdar, M.Ag, Sejarah Pendidikan dalam Islam, hal 39.

22 Lihat DR. Muh Nisdar, M.Ag, Sejarah Pendidikan dalam Islam, hal 40.

(13)

4. Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantiq,kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu lain yang

berhubungan dengan ilmu itu.24

Penggolongan ilmu tersebut dimaksudkan untuk mengklasifikasikan ilmu sesuai dengan karakteristiknya, kesemuanya saling bahu-membahu satu dengan yang lainnya, karena satu ilmu tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga ilmu pengetahuan sudah menjadi satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan sitematika dan penyusunan. Akan tetapi, golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali. Sedangkan bangsa Arab disibukkan dalam pimpinan pemerintahan. Maka dapat kita ketahui tokoh-tokoh ilmu nahwu seperti Sibawaihi, Al-Farisy dan Al-Zujaj yang kesemuanya mawali. Demikian juga tokoh Hadits, seperti Al-Zuhry, AbuZubair Muhammad bin Muslim bin Idris, Bukhary dan Muslim. Hal itu dapat dikatakan bahwa peradaban Islam pada masa itusudah bersifat internasional. Penduduknya meliputi puluhan bangsa,menganut bermacam-macam agama, yang kesemuanya disatukan dengan bahasa Arab.

D.

Berbagai Macam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Islam.

Berbicara tentang berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi dengan berbagai cabangnya mengharuskan adanya pembicaraan tentang sumber ilmu (ontologi) cara

mengembangkan ilmu (epistimologi) dan nilai atau manfaat ilmu (aksiologi). Sumber ilmu pengetahuan menurut islam antara lain :

 Al-Qur’an, Al-Sunnah, Hadist (ayat qauliyah)

 Alam jagat raya( ayat kauniyah)

 Perilaku masyarakat ( ayat insaniyah)  Akal pikiran ( al-ra’yu)

 Intuisi atau Ilham

Ayat-ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt di dalam Al-Qur’an. Ayat-ayat ini menyentuh berbagai aspek, termasuk tentang cara mengenal Allah.

Ayat kauniah adalah ayat atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah. Ayat-ayat ini adalah dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan sebagainya yang ada di dalam alam ini. Oleh karena alam ini hanya mampu dilaksanakan oleh Allah dengan segala sistem dan peraturan-Nya yang unik, maka ia menjadi tanda kehebatan dan keagungan Penciptanya.

Ayat insaniyah ayat yang diturunkan untuk meningkatkan taraf hidup manusia, membimbing dan memelihara sifat-sifat humanistik-nya serta menjaga dari kedurjanaan sifat hewani agar tidak mengalahkan sifat kemanusiaannya. Untuk itu, maka disyariatkanlah semua bentuk ibadah

(14)

bagi manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan rohaninya. Dengan demikian manusia bukan semata-mata raga yang terdiri dari unsur tanah yang membutuhkan makan, minum dan nikah, tetapi ia juga ruh yang luhur yang menempati raga itu.

1.

AL-Qur’an dan Al- Sunnah sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan.

Dengan menggunakan Al-Qur’an sebagai sumber yang di damping oleh Hadist, maka akan lahirlah ilmu agama, seperti tafsir, Hadist, qalam dan akhlak atau yang selanjutnya disebut Ilmu Agama. Al- Qur’an sebagai sumber pengetahuan, dijelaskan oleh ayat antara lain :

“ Alif laam raa. Ini adalah ayat-ayat Kitab ( Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya, Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS : Yusuf (12) : 1-2)”

“ Dengan membawa keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan kami turunkan kepada mu Al-Qur’an, agar kamu (Muhammad) menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka memikirkan. (QS; An-Nahl (16): 44)”

Didalam ayat tersebut ada tiga hal yang perlu di catat. Pertama, berkaitan dengan kedudukan Al-Qur’an sebagai ayat Allah SWT, yang pasti dan mutlak benar, karena berasal dari Yang Mahabenar, yakni Allah SWT. Kedua, berkenaan dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW (Hadist) sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat global, umum, dan

mengandung arti lebih dari satu. Hadist berfungsi untuk memberikan batasan terhadap ayat Al-Qur’an yang bersifat umum, misalnya Hadist yang menjelaskan tentang ayat Al-Al-Qur’an yang menjelaskan tentang haramnya bangkai secara umum, lalu diberikan pengcualian oleh Hadist tentang bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang dan hadist yang

menjelaskan tentang ayat Al-Qur’an yang mengandung arti lebih dari satu, seprti ayat tentang

quru’ yang dapat berarti suci dan dapat berarti tidak hamil. Ketiga, berkaitan dengan perintah untuk memikirkan dan memahami kandungan Al-Qur’an tersebut sehingga dapat dipahami, dihayati, dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci yang mengandung isyarat tentang berbagai kehidupan manusia yang dalam tataran implementasinya membutuhkan pemikiran dan pemahaman dari manusia.25

Pada hakikatnya perkembangan sains dan teknologi tidak bertentangan dengan agama Islam, karena Islam adalah agama yang rasional yang lebih menonjolkan akal dan dapat diamalkan tanpa mengubah budaya setempat.

(15)

Surat Al-Alaq merupakan ayat 1-5 merupakan dasar sains dan teknologi dalam Islam, allah memerintahkan kita membaca, meneliti, mengkaji, dan membahas dengan kemampuan intelektual. Surat ini merangsang daya kreativitas untuk berinovasi, mengembangkan keimanan dengan rasio dan logika yang dimiliki manusia. Kewajiban membaca dan menulis

( memperdalam sains dengan teknologi) menjadi interen Islam dan penguasaan dan keberhasilan suatu penelitian atas restu Allah.

Dalam pendangan islam Ilmu adalah suatu pencarian religius yang wajib dilakukan setiap Muslim yang pada hakikatnya hal ini adalah keperluan manusia untuk menyelaraskan dan keseimbangan dalam menjalankan kehidupan. Dari berbagai ayat Al-Qur’an dan Hadist diatas secara tegas membuktikan bahwa menuntut ilmu pengetahuan dalam pandangan Islam bukan hanya ditujukan pada ilmu agama. Hal ini misalnya ditujukan untuk ungkapan “negeri cina”

dalam hadist “Tuntutlah ilmu walau samoai ke negeri Cina”. Cina tentunya bukan tempat yang cocok untuk mempelajari ajaran-ajaran Islam tapi perjuangan untuk sampai ke negeri Cina lah yang di tujukan, karena pada saat itu Cina dalam masa maju-majunya tentang perkembangan sains dan teknologi.26

2.

Alam Jagat Raya sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan.

Allah SWT menurunkan Al-Quran kepada manusia 14 abad yang lalu. Beberapa fakta yang baru dapat diungkap dengan teknologi pada abad ke-21, yang telah difirmankan Allah SWT didalam Al-Quran 14 abad yang lalu. Didalam Al-Quran terdapat banyak bukti yang memberikan informasi dasar mengenai beberapa hal seperti penciptaan alam semesta.

Dalam Al-Quran surat Fush-shilat (41:11)

Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".

Kata asap dalam tersebut menurut para ahli tafsir adalh merupakan kumpulan dari gas-gas dan pertikel-partikel halus baik dalam bentuk padat maupun cair pada temperatur yang tinggi maupun rendah dalam suatu campuran yang lebih atau kurang stabil.

Salah satu teori mengenai terciptanya alam semesta (teori Big bang) disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari suatu ledakan kosmis sekitar 10-20 milyar tahun yang lalu

(16)

mengakibatkan adanya ekspansi (pengembangan) alam semesta. Sebelum terjadinya ledakan kosmis tersebut, seluruh ruang materi dan energi terkumpul dalam bentuk titik.

Didalam Al-Quran dijelaskan tentang terbentuknya alam ini (QS Al-Anbiya : 30)

Artinya: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu (sebingkah penuh), kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman”.

Berdasarkan terjemahan dan tafsir Bachtiar Surin (1978:692) ditafsirkannya bahwa matahari adalah benda angkasa yang menyala-nyala yang telah berputar mengelilingi sumbunya sejak berjuta-juta tahun. Dalam peroses perputarannya dengan kecepatan tinggi itu, maka terlontarlah bingkahan-bingkahan yang akhirnya menjadi bumi dan beberapa benda angkasa lainnya dari bingkahan matahari itu. Masing-masing bingkah beredar menurut garis tengah lingkaran matahari, semakin lama semakin bertambah jauh, hingga masing-masing menempati garis edarnya. Dan seterusnya akan tetap beredar dengan teratur sampai batas waktu yang hanya diketahui oleh Allah SWT. 27

 Penciptaan Alam Semesta Dalam Enam Masa

َانهَاننبنَ ءهآمس

ن لاَ م

م أ

ن َ َالقليخنددشنأنَ َميتهنيأنءن

َانهاودس

ن فنَ َانُهك

ن ميس

ن َ عنفنرنَ

َانهَانحض

ه َ جنرنخيأَ ونَ َانُهلنييلنَ ش

ن

ن غيأون

ط

َاهنَاحندنَ ك

ن لناِذنَ دنعيبنَ ض

ن

ريلاونَ

َاهنَاع

ن ريمنونَ َاهنءنآمَ َاُهننيممَ جنرنخيأ

َاهنَاس

ن ريانَ ل

ن َابنجملاونَ

َم

ي ك

ه لنَاعلَاتنمنَ

َم

ي ك

ه ممَاعننيلون◊َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ

”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah membinanya {27} Dia meninggikan bangunannya lalu menyempurnakannya {28} dan Dia menjadikan malamnya

(17)

gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang {29} Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya {30} Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya {31} Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh {32} (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu {33}”

(Q.S. An-Nazi’at: 27-33)

Pembentukan alam semesta dalam enam masa, sebagaimana disebutkan Al-Qur’an atau kitab lainnya, sering menimbulkan permasalahan. Sebab, enam masa tersebut ditafsirkan berbeda-beda, mulai dari enam hari, enam periode, hingga enam tahapan. Oleh karena itu, pembahasan berikut mencoba menjelaskan maksud enam masa tersebut dari sudut pandang keilmuan, dengan mengacu pada beberapa ayat Al-Qur’an.

Dari sejumlah ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan enam masa, Surat An-Nazi’at ayat 27-33 di atas tampaknya dapat menjelaskan tahapan enam masa secara kronologis. Urutan masa tersebut sesuai dengan urutan ayatnya, sehingga kira-kira dapat diuraikan sebagai berikut:

A. Masa I (ayat 27): Penciptaan Langit Pertama Kali

Pada Masa I, alam semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”big bang”, kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.

Awan debu (dukhan) yang terbentuk dari ledakan tersebut terdiri dari hidrogen. Hidrogen adalah unsur pertama yang terbentuk ketika dukhan berkondensasi sambil berputar dan memadat. Ketika temperatur dukhan mencapai 20 juta derajat celcius, terbentuklah helium dari reaksi inti sebagian atom hidrogen. Sebagian hidrogen yang lain berubah menjadi energi berupa pancaran sinar infra-red. Perubahan wujud hidrogen ini mengikuti persamaan E=mc2,

besarnya energi yang dipancarkan sebanding dengan massa atom hidrogen yang berubah.

Selanjutnya, angin bintang menyembur dari kedua kutub dukhan, menyebar dan

(18)

kemudian membentuk galaksi. Bintang-bintang dan gas terbentuk dan mengisi bagian dalam galaksi, menghasilkan struktur filamen (lembaran) dan void (rongga). 28

B. Masa II (ayat 28): Pengembangan dan Penyempurnaan

Dalam ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan” dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan bangunan” dianalogikan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dimana kismis tersebut dianggap sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan semakin menjauh.

Mengembangnya alam semesta sebenarnya adalah kelanjutan big bang. Jadi, pada dasarnya big bang bukanlah ledakan dalam ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan perhitungan efek doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.

Sedangkan kata ”menyempurnakan”, menunjukkan bahwa alam ini tidak serta mertater bentuk, melainkan dalam proses yang terus berlangsung. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan mengerut.29

C. Masa III (ayat 29): Pembentukan Tata Surya Termasuk Bumi

Surat An-Nazi’ayat 29 menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam. Pembentukan tata surya diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.30

28 Lihat Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadist dan Ilmu Hukum Islam hal 22.

29 Lihat Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadist dan Ilmu Hukum Islam hal 24.

(19)

Seperti halnya Matahari, sumber panas dan semua unsur yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya. Lain halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun mirip dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa Bulan adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.

D. Masa IV (ayat 30): Awal Mula Daratan di Bumi

Penghamparan yang disebutkan dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di permukaan Bumi.

Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya, “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.

E. Masa V (ayat 31): Pengiriman Air ke Bumi Melalui Komet

Dari ayat 31 di atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi ada air.

Jadi, darimana datangnya air? Air diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai hujan yang pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.

(20)

F. Masa VI (ayat 32-33): Proses Geologis Serta Lahirnya Hewan dan Manusia

Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”…gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya, gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan air dan

munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah. Proses detail terbentuknya gunung dapat dilihat pada artikel sebelumnya yang ditulis oleh Dr.Eng. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc tentang fungsi gunung sebagai pasak bumi.

Kemudian, setelah gunung mulai terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu geologi.31

Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa VI, maka empat masa tersebut dapat

dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat ”Fushshilat” ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.

3.

Diri Manusia sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan

Makhluk Tuhan yang bernama manusia, dalam perjalanan hidup dan kehidupannya telah menerobos dinding dan ruang berbagai pengetahuan di alam semesta ini. Dengan sifat dan tabi’at yang dimilikinya, manusia mengalami perkembangan pesat dan berperan penting dalam ilmu pengetahuan baik di bidang pendidikan, ekonomi, budaya, politik, agama, dan berbagai disiplin ilmu lainnya.

Manusia merupakan makhluk berbudaya, berbahasa, berbudi dan bermasyarakat. Tentunya peningkatan ilmu pengetahuan dalam diri manusia merupakan suatu keharusan agar bisa menjadi manusia seutuhnya. Kemandirian, kebebasan dalam berpendapat, kemampuan diri dalam meningkatkan pengetahuan sangat dibutuhkan. Walaupun manusia sudah merasa pintar dan mengetahui segala hal, namun masih tetap bisa ditingkatkan pada derajat yang lebih tinggi lagi.

(21)

Ilmu pengetahuan tidak pernah berhenti pada satu titik, tetapi selalu berkembang sesuai dengan ruang dan waktu. Itu menandakan bahwa manusia tetap harus mengembangkan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam diri manusia berhasil membuka wacana keilmuan di berbagai aspek kehidupan, sehingga manusia selalu berusaha mengembangkan otak kanan dan kirinya demi mencapai tujuan yang diharapkan.

Dari berbagai disiplin ilmu yang ada dan dengan beragam sumber ilmu pengetahuan itu sendiri, ternyata manusia secara individu maupun kelompok merupakan salah satu target untuk memunculkan sebuah disiplin ilmu. Artinya, salah satu sumber yang dapat dan perlu diteliti adalah diri manusia itu sendiri.

Manusia merupakan aset keilmuan di berbagai bidang, baik pengetahuan alam, sosial maupun yang lain. Jika manusia mau memperhatikan bagaimana mereka diciptakan dan bermasyarakat, tentu akan mendapatkan berbagai penemuan luar biasa yang mampu menyumbangkan beragam pengetahuan sebagai bahan dan sumber pengetahuan dalam keilmuan.32

Penemuan ilmu pengetahuan dalam diri manusia pada hakikatnya adalah sebuah proses seorang makhluk dalam menemukan Sang Kholiq (Tuhannya). Barang siapa yang mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhannya, karena manusia tidak bisa melepaskan takdir dirinya sebagai makhluk Tuhan. Kita sering menemukan banyak orang yang visioner di dunia ini.

Mereka mampu memandang dan berpikir jauh ke depan, tapi sayangnya terkadang lupa dengan sesuatu yang dekat atau mengabaikan hal-hal yang lebih penting dari yang dilihat awalnya. Seperti pepatah, “semut di ufuk timur kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak tampak”. Manusia sering mencari dan berusaha keras untuk menemukan pengetahuan baru yang lebih rumit dan sulit, tetapi sesuatu yang dekat dan mudah tak jarang terlewatkan bahkan terlupakan. Segala sesuatu yang ada dalam diri manusia perlu terus digali dan dipelajari.

Manusia telah berhasil membuka ‘rahasia demi rahasia’ alam, yang dibuktikan dengan berbagai ilmu pengetahuan yang telah ditemukan. Khusus yang berhubungan dengan manusia, sebut saja ilmu biologi, anatomi, fisiologi, psikologi, antropologi, sosiologi, ekonomi, dan lain sebagainya. Meskipun beragam ilmu tersebut merupakan satu paket yang bersifat luas, namun tentunya masih banyak hal yang membutuhkan pemahaman dan pengamatan secara lebih detail sehingga merangsang manusia untuk terus berkarya dan berpikir lebih keras lagi.

Sebagai makhluk sosial, manusia hidup secara individu dan bermasyarakat. Banyak ragam hubungan antar-manusia, manusia dengan Tuhannya, dan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya yang bisa digali dan dipelajari untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan. Selain itu juga berguna untuk membuktikan bahwa manusia merupakan objek keilmuan yang bisa menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.33

32 Lihat Prof. Dr. H. Idri, M.Ag. Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadist dan Ilmu Hukum Islam hal 30.

(22)

4.

Akal sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan Manusia

Dalam mendapatkan pengetahuan, manusia menggunakan akal. Akal, ratio (Latin),

akal (bahasa Arab ‘aqli), budi (Sanskerta), akal budi (persatuan Arab dan Sansekerta),

nous (Yunani) , rasion (Prancis), reason (Inggris), adalah potensi rohaniah manusia sanggup mengerti mengenai teori realita kosmis.

Dalam epistemologi, juga didapatkan bahwa akal adalah sumber pengetahuan manusia, karena manusia itu pandai berpikir maka ia berpengetahuan dan sekalian pengetahuannya dibentuk oleh pikirannya. Tidaklah mudah membuat definisi akal sebagai sumber pengetahuan. Penganut teori filsafat idealis menilai, bahwa pengetahuan akal melebihi pengetahuan

pengalaman, sedangkan rasionalis kritis, mengatakan bahwa akal mengolah pengalaman sambil meresap pada obyek itu sendiri.

Rasionalis berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Rasionalis tidak mengingkari pengalaman, melainkan pengalaman hanya dipandang sejenis perangsang bagi pikiran, para penganut rasionalis yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak pada ide manusia. Jika kebenaran mengandung makna ide yang sesuai dengan kenyataan, maka

kebenaran hanya dapat ada dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh lewat akal budi saja. Sebagaimana seorang tokoh filsafat, Leibniz mengatakan, bahwa pengetahuan inderawi pada hakekatnya tak lain adalah pengetahuan budi, tetapi masih setengah tidur. Rupanya manusia masih menerima kesan dari panca indera, namun dalam proses penyadaran yang dilakukan secara filsafat. Nampaklah segala pengetahuan sudah tercakup dalam kehidupan batin kita, yang semula nampak seolah-olah datang dari luar (pengalaman, empiris). Pada hakekatnya dikembangkan oleh akal budi dengan menimba dari akar-akarnya sendiri.

Akal sebagai sumber pengetahuan dengan indera, saling berhubungan. Akal budi tidak dapat menyerap sesuatu dan panca indera tidak memikirkan sesuatu. Bila keduanya bergabung maka timbullah pengetahuan. Menyerap sesuatu tanpa dibarengi akal budi adalah kebutaan, dan pikiran tanpa isi sama dengan kehampaan. Akal dan indera saling mengisi dalam

memperoleh pengetahuan, akal berperan sebagai pengolah apa yang telah diserap oleh indera. Aktivitas akal sebagai sumber pengetahuan disebut berpikir, berpikir merupakan ciri khas manusia sebagai makhluk yang paling tinggi derajatnya dimuka bumi ini, disini timbul masalah apakah berpikir itu? Secara umum maka setiap perkembangan ide dan konsep dan sebagainya disebut berpikir. Dimana seseorang berpikir sunguh-sungguh takkan membiarkan ide dan konsep yang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun ditujukan pada arah tertentu yaitu pengetahuan.

Plato mengatakan, bahwa manusia masuk dalam dua dunia yaitu dunia

(23)

ide sifatnya satu dalam macamnya tetapi tak berubah. Ide itu merupakan suatu yang sungguh-sungguh ada.34

Dalam pandangan Islam, akal berbeda dengan otak, perbedaan tersebut terletak pada pemikiran. Akal berbeda dengan otak, akal merupakan suatu daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia. Akal berarti ikatan antara pikiran dan perasaan serta kemauan. Kalau ikatan itu tidak ada maka tidaklah ada akal itu.

5.

Intuisi sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan

Intuisi disebut juga sebagai ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun ia juga tidak terjadi kepada semua orang melainkan hanya jika seseorang itu sudah berfikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya fikirnya dan mengalami tekanan, lalu dia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, maka saat itulah intuisi berkemungkinan akan muncul. Bahkan intuisi sering disebut separo rasional atau kemampuan yang berbeda pada tahap yang lebih tinggi dari rasional dan hanya berfungsi jika rasio telah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.

Henri Bergson (1859), seorang tokoh epistemology Intuisionism menganggap tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek-objek yang kita tangkap itu adalah objek yang selalu berubah, jadi pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal tersebut, Bergson mengembangkan satu kemampuan yang dimilki oleh manusia, yaitu intuisi.35

Hati bekerja pada tempat yang tidak mampu dijangkau oleh akal yaitu penggalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal adalah karena ia ditutupi oleh banyak perkara. Menurut Immanuel Kant (1724-1804) akal tidak pernah mampu mencapai pengetahuan langsung tentang sesuatu perkara. Akal hanya mampu berpikir perkara yang dilihat terus (fenomena) tetapi hati mampu menafsir suatu perkara dengan tidak terhalang oleh perkara apapun tanpa ada jarak antara subjek dan objek. Hati dapat memahami

pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman-pengalaman eksistensial, yaitu pengalaman-pengalaman hidup manusia yang dirasakan langsung, bukan yang telah ditafsir oleh akal. Akal tidak dapat mengetahui rasa cinta, tetapi hatilah yang merasakannya.

Dalam tradisi Islam, mengenal juga istilah pengetahuan yang diperoleh manusia melalui intuisi dan kontemplasi atau dikenal dengan istilah ma‘rifat al-qalb setelah melewati

proses riyadhah dan mujahadah sehingga terjadi mukasyafah, atau yang lebih dikenal dengan metode ‘irfani. Secara tekstual, kata al-‘irfan berasal dari kata ‘arafa-ya‘rifu-‘irfaanan wa ma‘rifatan, yang berarti “tahu atau mengetahui atau pengetahuan”. Dalam filsafat Yunani,

(24)

istilah ‘irfaniini disebut “gnosis”, yang artinya sama dengan ma‘rifat, yaitu pengetahuan yang didapat dari pancaran hati nurani. Istilah ma‘rifat kemudian banyak digunakan oleh kaum sufi dalam pengertian sebagai: “ilmu yang diperoleh melalui bisikan hati atau ilham ketika manusia mampu membukakan pintu hatinya untuk menerima pancaran cahaya dari Tuhan”. Keadaan hati yang terbuka terhadap cahaya kebenaran dari Tuhan ini disebut al-kasysyaaf atau

al-mukaasyafah.36

Memang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mencapai mukaasyafah dan

memperoleh ma‘rifat, ia harus melewati beberapa station atau maqaamaat, yaitu beberapa tahapan perjalanan spiritual yang panjang dan berat, berupa riyaadhah dan mujaahadah untuk mensucikan jiwa dan mengasah hati dalam berkomunikasi dengan Tuhan. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menggunakan lafadz al-`irfan dengan berbagai bentuk. Lafadz-lafadz tersebut secara umum digunakan dalam konteks pengertian, pengetahuan yang mendalam, pengetahuan tentang kebenaran, pengetahuan tentang kebaikan, dan pengetahuan tentang kebenaran yang bersemayam di kedalaman jiwa.[8]

Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya dikembangkan oleh filosof Muslim, yang paling terkenal diantaranya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631).

Intuisionisme dipelopori dan dipopulerkan oleh Henry Bergson (1859-1941).

Menurutnya, intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif), di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal. intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi. Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa intuisi adalah suau jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh indera dan akal bahwa intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang mengatasi (trancendent) pengetahuan kita yang diperoleh dari indera dan akal.37

Secara epistemologis, pengetahuan intuitif berasal dari intuisi yang diperoleh melalui pengamatan langsung, tidak mengenai objek lahir melainkan mengenai kebenaran dan hakikat sesuatu objek. Dalam tradisi Islam, para sufi menyebut pengetahuan ini sebagai rasa yang mendalam (zauq) yang berkaitan dengan persepsi batin. Dengan demikian pengetahuan intuitif sejenis pengetahuan yang dikaruniakan Tuhan kepada seseorang dan dipatrikan pada qalbunya sehingga tersingkaplah olehnya sebagian rahasia dan tampak olehnya sebagian realitas.

Perolehan pengetahuan ini bukan dengan jalan penyimpulan logis sebagaimana pengetahuan

36 Ahmad Tafsir. Filsafat Umum;Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, hlm 30.

(25)

rasional melainkan dengan jalan kesalehan, sehingga seseorang memiliki kebeningan qalbu dan wawasan spiritual yang prima.

Henry Bergson (1859-1941), seorang filosof Perancis modern yang beraliran intuisionisme, membagi pengetahuan menjadi dua macam, “pengetahuan mengenai”

(knowledge about) dan “pengetahuan tentang” (knowledge of). Pengetahuan pertama disebut dengan pengetahuan diskursif atau simbolis dan pengetahuan kedua disebut dengan

pengetahuan langsung atau pengetahuan intuitif karena diperoleh secara langsung. Atas dasar perbedaan ini, Bergson menjelaskan bahwa pengetahuan diskursif diperoleh melalui simbol-simbol yang mencoba menyatakan kepada kita “mengenai” sesuatu dengan jalan berlaku sebagai terjemahan bagi sesuatu itu. Oleh karenanya, ia tergantung kepada pemikiran dari sudut pandang atau kerangka acuan tertentu yang dipakai dan sebagai akibat maupun kerangka acuan yang digunakan itu. Sebaliknya pengetahuan intuitif adalah merupakan pengetahuan yang nisbi ataupun lewat perantara. Ia mengatasi sifat -lahiriah- pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat analitis dan memberikan pengetahuan tentang obyek secara

keseluruhan. Maka dari itu menurut Bergson, intuisi adalah sesuatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.38

Lebih lanjut Bergson menyatakan bahwa intuisi sebenarnya adalah naluri (instinct) yang menjadi kesadaran diri sendiri dan dapat menuntun kita kepada kehidupan dalam (batin). Jika intuisi dapat meluas maka ia dapat memberi petunjuk dalam hal-hal yang vital. Jadi, dengan intuisi kita dapat menemukan “elan vital” atau dorongan yang vital dari dunia yang berasal dari dalam dan langsung, bukan dengan intelek.[11]

Douglas V. Steere dalam Mysticism, mengatatakan bahwa pengetahuan intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan

pengetahuan yang langsung dan mengatasi (transcend) pengatahuan yang kita peroleh dengan akal dan indera. Mistisisme atau mistik diberi batasan sebagai kondisi orang yang amat sadar tentang kehadiran yang maha riil (the condition of being overwhelmingly aware of the presence of the ultimately real). Kata Steere pula, intuisi dalam mistik bahkan memiliki implikasi yang lebih jauh sebab mungkin dijelmakan menjadi persatuan aku dan Tuhan pribadi (al-ittihad) atau kesadaran kosmis (wahdah al-wujud).[12]

Menurut William James, mistisisme merupakan suatu kondisi pemahaman (noetic). Sebab bagi para penganutnya, mistisisme merupakan suatu kondisi pemahaman dan pengetahuan, di mana dalam kondisi tersebut tersingkaplah hakikat realitas yang baginya merupakan ilham yang bersifat intuitif dan bukan merupakan pengetahuan demonstratis. Sejalan dengan James, Bertrand Russell setelah menganalisa kondisi-kondisi mistisisme kemudian berkesimpulan, bahwa di antara yang membedakan antara mistisisme dengan filsafat-filsafat yang lain adalah adanya keyakinan atas intuisi (intuition) dan pemahaman batin (insight) sebagai metode pengetahuan, kebalikan dari pengetahuan rasional analitik.[13]

(26)

Tokoh Aliran Intuisionisme dan Pemikirannya

 Henry Bergson (1859-1941)

Salah satu tokoh aliran intuisionisme ini adalah Henry Bergson (1859-1941).

Menurutnya, intuisi merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagi pengetahuan adalah kemungkinan adanya suatu bentuk penghayatan langsung (intuitif),di samping pengalaman oleh indera. Setidaknya, dalam beberapa hal,

intuisionisme tidak mengingkari nilai pengalaman inderawi, kendati diakui bahwa pengetahuan yang sempurna adalah yang diperoleh melalui intuisi. Harold H. Titus memberikan catatan, bahwa intuisi adalah suau jenis pengetahuan yang lebih tinggi, wataknya berbeda dengan pengetahuan yang diungkapkan oleh indera dan akal; dan bahwa intuisi yang ditemukan orang dalam penjabaran-penjabaran mistik memungkinkan kita untuk mendapatkan pengetahuan langsung yang mengatasi (trancendent) pengetahuan kita yang diperoleh dari indera dan akal. Selain itu ia juga beranggapan tidak hanya indera yang terbatas, akal juga terbatas. Objek – objek yang kita tangkap adalah objek – objek yang selalu berubah. Jadi pengetahuan tentangya tidak pernah tetap. Intelek atau akal juga terbatas. Akal hanya memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu. Jadi dalam hal seperti itu, manusia tidak mengetahui secara keseluruhan (unique), tidak juga memahami sifat – sifat yang tetap dalam objek. Akal hanya mampu memahami bagian – bagian dari objek, kemudian bagian – bagian itu digabung oleh akal. Itu tidak sama dengan pengetahuan menhyeluruh tentang objek itu.

Dengan menyadari keterbatasan indera dan akal seperti diterangkan di atas, Bergson mengembangkan kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki oleh manusia, yaitu intuisi. Ini adalah hasil pemikiran evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan instinct, tetapi berbeda dalam kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi).

Memerlukan sutu usaha. Kemampuan inilah yang dapat memahami kebenaran yang utuh, yang tetap, dan unique. Intuisi ini menangkap objek secara langsung, tanpa melalui pemikiran. Jadi, indera dan akal hanya mampu menghasilkan pengetahuan yang tidak utuh (spatial), sedangkan intuisi dapat menghasilkan pengetahuan yang utuh dan tetap.

 Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966)

(27)

adalah rotasi pada ruang empat dimensi di bawah bimbingan Korteweg. Menurut Brouwer, dasar dari intuisionisme adalah pikiran.39

Namun pemikiran-pemikiran yang dicetuskannya banyak dipengaruhi oleh pandangan Immanuel Kant. Matematika didefinisikan oleh Brouwer sebagai aktifitas berpikir secara bebas, namun eksak, suatu aktivitas yang ditemukan dari intuisi pada suatu saat tertentu. Dalam pandangan intuisionisme tidak ada realisme terhadap objek-objek dan tidak ada bahasa yang menjembatani, sehingga bisa dikatakan tidak ada penentu kebenaran matematika diluar

aktivitas berpikir. Proposisi hanya berlaku ketika subjek dapat dibuktikan kebenarannya (dibawa keluar dari kerangka pemikiran). Singkat kata, Brouwer mengungkapkan bahwa “tidak ada kebenaran tanpa dilakukan pembuktian”.

Brouwer konsisten dengan falsafahnya. Hal ini dinyatakannya apakah matematika perlu dibenahi agar kompatible atau tidak-kompatible dengan matematika klasik adalah pertanyaan yang kurang penting lagi, dan tidak dijawab. Pandangannya terhadap matematika tradisional, dia menganggap dirinya hanya sekedar menjadi seorang tukang revisi. Disimpulkan, dimana artimatika intusionistik adalah bagian (sub-sistem) dari aritmatika klasik, namun hal ini tidak berlaku untuk analisis.

Untuk analisis, tidak semua analisis klasikal diterima atau dipahami secara intuisionistik, tetapi tidak ada analisis intusionistik secara klasik diterima. Brouwer mengambil langkah ini dengan segala konsekuensinya dengan sepenuh hati. Bukan berarti pandangan Brouwer ini tidak ada yang mendukung. Di luar negaranya, Belanda, pandangan ini didukung oleh Herman Weyl. Brouwer memegang prinsip bahwa matematika adalah aktivitas tanpa-perlu-diutarakan

(languageless) yang penting, dan bahasa itu sendiri hanya dapat memberi gambaran-gambaran tentang aktivitas matematikal setelah ada fakta.

Hal ini membuat Brouwer tidak mengindahkan metode aksiomatik yang memegang peran utama dalam matematika. Membangun logika sebagai studi tentang pola dalam linguistik yang dibutuhkan sebagai jembatan bagi aktivitas matematikal, sehingga logika bergantung pada matematika (suatu studi tentang pola) dan bukan sebaliknya. Semua itu digunakan sebagai pertimbangan dalam memilah antara matematika dan metamatematika (istilah yang digunakan untuk ‘matematika tingkat kedua’), yang didiskusikannya dengan David Hilbert.

Berdasarkan pandangan ini, Brouwer bersiap merombak kembali teori himpunan Cantor. Ketika upaya ini mulai dilakukan dengan ‘membongkar’ kategori bilangan sekunder (bilangan ordinal tak terhingga/infinite) dan kategori bilangan ordinal infiniti yang lebih besar, tapi juga gagal. Disadari bahwa metodenya tidak berlaku dan tidak dapat menyelesaikan kategori-kategori bilangan lebih tinggi, dan hanya meninggalkan bilangan ordinal terbatas (finite) dan tidak dapat diselesaikan atau terbuka (open-ended) bagi sekumpulan bilangan ordinal

(28)

terhingga/infinite. Tetap konsisten dengan pandangan falsafatnya, Brouwer mencoba mengesampingan semua itu dan mau memahami matematika apa adanya.

 Arend Heyting (1898-1980)

Murid Brouwer yang memiliki pengaruh besar pada perkembangan intuisionisme filsafat matematika adalah Arend Heyting. Heyting menciptakan sebuah formula logika intuisionisme yang sangat tepat. Sistem ini dinamakan “Predikat Kalkulus Heyting”. Heyting menegaskan bahwa dari asumsi metafisika yang pokok dalam kebenaran realisme-logika klasik, bahasa matematika klasik adalah pengertian faktor-faktor objektivitas syarat-syarat kebenaran yang terbaik. Semantic matematika klasik menggambarkan suatu kondisi dalam pernyataan benar atau salah. Semantic seperti ini tidak tepat untuk intuisionisme. Sebagai pengganti, bahasa intuisionisme seharusnya dimengerti dalam faktor-faktor syarat-syarat penyelesaian. Semantic

akan menggambarkan suatu perhitungan seperti sebuah penyelesaian kanonikal untuk setiap permasalahan.

Heyting mempunyai andil dalam pandangan Brouwer mengenai kelaziman kontruksi mental dan down playing bahasa dan logika. Dalam buku “Intuitionism” (1956) dia

mengemukakan pendapat Brouwer, bahasa adalah media tidak sempurna untuk

mengkomunikasikan konstruksi nyata matematika. System formalnya adalah dirinya sendiri sebagai sebuah legitimasi konstruksi matematika, tetapi satu yang tidak diyakini sistem formal menggambarkan secara utuh domain pemikiran matematika. Pada suatu penemuan metode baru memungkinkan kita untuk memperluas sistem formal. Heyting menegaskan logika bergantung pada matematika bukan pada yang lain. Oleh karena itu, Heyting tidak bermaksud pekerjaannya pada logika untuk menyusun pertim bangan intuisionistik.40

 Sir Michael Anthony Eardly Dummett (1925)

Mengingat kembali Brouwer dan Heyting yang mengatakan bahasa merupakan media tidak sempurna untuk komunikasi konstruksi mental matematika. Keduanya, logika menyangkut bentuk yang berlaku untuk penyebaran media ini dan tentu saja fokus langsung pada bahasa dan logika telah jauh berpindah dari permasalahan yang seharusnya. Sebaliknya pendekatan utama Dummett, matematika dan logika adalah linguistic dari awal. Filosofinya lebih interest pada logika intuisionistic daripada matematika itu sendiri. Seperti Brouwer, tetapi tidak seperti Heyting, Dummet tidak memiliki orientasi memilih. Dummet mengeksplorasi matematika klasik dengan menggunakan bentuk pemikiran yang tidak valid pada suatu jalan legitimasi penguraian pernyataan alternatifnya. Ia mengusulkan beberapa pertimbangan mengenai logika adalah benar yang pada akhirnya harus tergantung pada arti pertanyaan. Ia juga mengadopsi pandangan yang diperoleh secara luas, yang kemudian disebut sebagai terminologi logika.

(29)

Dummet menegaskan bahwa arti suatu pernyataan tidak bisa memuat suatu unsur yang tidak menunjukkan penggunaannya. Untuk membuatnya, harus berdasarkan pemikiran individu yang memahami arti tersebut. Jika dua individu secara bersama setuju dengan penggunaan pernyataan yang dibuat, maka mereka pun menyetujui artinya. Alasannya bahwa arti pernyataan mengandung aturan instrumen komunikasi antar individu. Jika seorang individu dihubungkan dengan simbol matematika atau formula, dimana hubungan tersebut tidak berdasar pada penggunaan, kemudian dia tidak dapat menyampaikan muatan tersebut dengan arti simbol atau formula tersebut, maka penerima tidak akan bisa memahaminya.

Acuan arti pernyataan matematika secara umum, harus mengandung kapasitas untuk menggunakan pernyataan pada alur yang benar. Pemahaman seharusnya dapat

dikomunikasikan kepada penerima. Sebagai contoh, seseorang mengerti ekspresi yang ada dalam bahasa “ jika dan hanya jika”.41

E.

Prinsip Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam

Islam.

1.

Prinsip Tauhid

Menurut Islam bahwa sumber ilmu pengetahuan dapat berupa wahyu (ayat qauliyah), alam jagat raya (ayat kauniyah), fenomena sosial (ayat insaiyah), akal pikiran, ilham atau intuisi yang semuanya berasal dari Allah SWT. Sumber – sumber ilmu pengetahuan ini antara satu dan lainnya berasal dari Tuhan, dan harus saling melengkapi. Ilmu yang dibangun di samping

mengakui keabsahan pengamalan indrawi ( yang mendapat tekanan dari kaun empiris dan positivis) juga terdapat pengalaman mental, mistik, religious, intelektual dan spiritual. Pengalaman ini dapat memberi petunjuk yang sangat berharga bagi penelitian ilmiah.42

2.

Prinsip

Integreted

Bahwa seluruh sumber ilmu pengetahuan itu berkaitan satu sama lain. Ilmu agama membutuhkan ilmu pengetahuan alam (sains) dalam rangka melaksanakan dan

41 Harold H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, hal 214

(30)

mempraktikannya. Demikian pula sains membutuhkan ilmu agama dalam melaksanakan dan mempraktikannya yang bertujuan untuk tidak disalahgunakan dan tidak merugikan manusia. Integrasi meliputi intergrasi bidang ilmu, pengalaman manusia, metode ilmiah, penjelasan ilmiah, teoritis dan praktis. 43

3.

Prinsip Pengamalan

Ilmu pengetahuan dalam islam bukan hanya untuk kepuasan ilmu itu sendiri melainkan untuk diamalkan dan di manfaatkan untuk kepentingan sendiri masyarakat, agama, dan

negara.44

4.

Prinisip Pengajaran

Islam mengajarkan dan mewajibkan bagi setiap pemeluknya untuk

berilmu,memanfaatkannya dan mengajarkan kepada orang lain. Dengan kata lain, bahwa tugas mengajarkan ilmu dalam Islam adalah melekat pada setiap orang, dan merupakan bagian dari perintah agama. 45

5.

Prinsip Berpegangan pada Kebenaran

Islam mengajarkan bahwa yang dituju oleh ilmu bukanlah mencari pembenaran melainkan mencari kebenaran (al-haqq). Orang yang mencari pembenaran bisa saja

mengatakan sesuatu yang tidak benar, namun mencari alasan agar yang tidak benar itu menjadi benar.46

BAB III

PENUTUP

43 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 383.

44 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 384.

45 Lihat Prof.DR.H.Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, hal 384.

(31)

Kesimpulan

Iptek terdiri dari dua hal yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi .Ilmu Pengetahuan dapat didefinisiikan sebagai segala hal yang diketahui manusia dengan pancaindra. Sedangkan Teknologi merupakan salah satu produk dari ilmu pengetahuan yang berwujud maupun berupa

bentuk.Menghadapi kemajuan Iptek harus sesuai dengan indera, naluri, pikiran, imajinasi serta hati nurani dengan pengertian secara luas.

Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran untuk memperluas,

memperdalam, dan mengembangkan iptek . Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam perkembangan iptek dan seni setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua, menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek . Jadi, syariah Islam-lah, bukannya standar manfaat (utilitarianisme), yang seharusnya dijadikan tolok ukur umat Islam dalam mengaplikasikan iptek.

Untuk itu setiap muslim harus bisa memanfaatkan alam yang ada untuk perkembangan iptek ,tetapi harus tetap menjaga dan tidak merusak yang ada. Yaitu dengan cara mencari ilmu dan mengamalkanya dan tetap berpegang teguh pada syari’at Islam.

Saran

Kemajuan IPTEK sangat berdampak bagi kehidupan manusia didunia. Sebagai generasi muda penerus bangsa dalam memilih dan menggunakan IPTEK haruslah sebijak mungkin disesuaikan dengan

kebutuhan dan harus sejalan dengan ajaran Islam yang terwujud dalam bentuk Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menjadikan keimanan dan ketakwaan sebagai penyaring dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.

DAFTAR ISI

(32)

N,Rochmah. Islam untuk Disiplin Ilmu Teknologi. Jakarta : Ditjen Bagais Ditpertais. 2004. Cetakan Ke-1

Jumin,Hasan Basri. Sains dan Teknologi dalam Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2012. Cetakan Ke-1

Titus,Harold H. Persoalan-persoalan filsafat. Jakarta : Bulan Bintang. 1984. Cetakan Ke-1 Tafsir,Ahmad. Filsafat Umum: Akal Dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Jakarta : PT Remaja Rosdakarya. 2014. Cetakan Ke-13

Nisdar,Muhammad : Sejarah Pendidikan dalam Islam. Jakarta : Bulan Bintang. 2011. Cetakan Ke-1

Idri. Epistemologi Ilmu Pengetahuan, Ilmu Hadist dan Ilmu Hukum Islam. Jakarta : Prenada Media Group. 2015. Cetakan Ke-1

Raihani. Pendidikan Islam dalam Masyarakat Multikultural. Jakarta : Pustaka Pelajar. 2017. Cetakan Ke-1

Referensi

Dokumen terkait

Peran guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam.. pembangunan disegala bidang yang sedang dilakukan. Ia

Berdasarkan Surat Penetapan Penyedia Nomor: 6/01.11.4/PP/APBD/BP3M/2015 tanggal 10 November 2015, dengan ini kami mengumumkan sebagai penyedia barang dengan pengadaan langsung

[r]

sampai 12 tahun di Cimahi Drum Lab. Peneliti menggunakan observasi partisipasi moderat dalam penelitian ini. Karena dalam penelitian ini peneliti menjadi orang dalam dan

HUBUNGAN ANTARA ADIKSI GAME TERHADAP KEAKTIFAN PEMBELAJARAN ANAK USIA 9-11 TAHUN.

Perbandingan Kemampuan Komunikasi dan Disposisi Matematis antara Siswa Yang Belajar Melalui Model Problem Based Learning dan Siswa yang Belajar Melalui Model

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa: (1) Rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang menggunakan

Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana keberhasilan penerapan model peremajaan karet partisipatif, serta dampaknya ( multiplier effect ) terhadap