• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGGUNAAN GALON AIR MINUM MEREK AQUA DAN PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Merek 1. Pengertian Merek - Perlindungan Hak Pemilik Merek Terdaftar Atas Produk AMDK Terhadap Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGGUNAAN GALON AIR MINUM MEREK AQUA DAN PELANGGARAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Merek 1. Pengertian Merek - Perlindungan Hak Pemilik Merek Terdaftar Atas Produk AMDK Terhadap Pelanggaran Yang Dilakukan Oleh Pelaku Usaha "

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

A. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Merek

1. Pengertian Merek

Pengertian merek terdapat di Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 yaitu merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dan unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Merek pada hakekatnya adalah suatu tanda. Jadi suatu merek digunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya, karena itu barang yang diberi merek tersebut memiliki tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.39 Agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek maka harus memiliki daya pembeda. Daya pembeda adalah memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan produk perusahaan yang satu dan perusahaan yang lain. Tidak dapat diterima sebagai merek apabila tanda tersebut sederhana seperti gambar sepotong garis atau tanda yang terlalu ruwet seperti gambar benang kusut. Merek paling mudah dikenali dari identitas fisiknya yang berbentuk visual seperti nama merek,by line,tag line, dan penyajian grafis merek.40

39Suryatin,Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm.84.

(2)

Secara singkat merek dapat diartikan sebagai tanda pengenal atau nama yang membedakan suatu barang milik seseorang dengan milik orang lain. Contohnya seperti produk pakaian, mengingat pakaian hampir sama dan untuk membedakannya harus diberi label atau cap sebagai tanda pengenal dari produk barang yang diproduksi oleh perusahaan yang bersangkutan.

Pembahasan disini adalah mengenai merek yang ruang lingkupnya meliputi dunia usaha yang khususnya berkaitan dengan tanda pengenal suatu barang atau jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan tertentu, yang bertujuan untuk perdagangan yang lazimnya disebut merek dagang.

Menurut Sudargo Gautama Merek adalah “Merek pada umumnya didefinisikan sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-barang dan suatu perusahaan dengan barang dari perusahaan lain”.41

Sedangkan menurut Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah merek adalah “Alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh sesuatu perusahaan”.42

Insan Budi Maulana menyatakan “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau komposisi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.43

41Sudargo Gautama (b),Hak Merek,(Bandung: Alumni, 1977), hlm.32.

42 Muhammad Djumhana, dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan

(3)

Menurut Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata menyatakan “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa”.44

Pada prinsipnya merek yang terdiri dari angka-angka saja tidak dapat dijadikan merek. Merek yang terdiri dari angka-angka saja tidak jelas akan daya pembedanya, tidak mampu untuk berdiri sendiri sebagai identitas mandiri yang terlalu umum. Merek yang hanya terdiri dari titik-titik, garis, angka-angka, huruf-huruf, lingkaran, segi tiga dianggap tidak mempunyai daya pembeda karena terlampau sederhana bentuknya.45

Sedangkan merek menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 ayat (1) yaitu “Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.

Selanjutnya, R.M. Suryodiningrat menyatakan bahwa “Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusannya itu dibubuhi tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan dan barang sejenis hasil perusahaan lain, tanda inilah yang disebut merek perusahaan”.46

44Sudargo Gautama, dan Rizawanto,Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), hlm.33.

45 Djoko Prakoso, Hukum Merek dan Paten Sederhana Indonesia, (Jakarta: Dhara Prize, 1991), hlm.51.

(4)

Sedangkan menurut Sentosa Sembiring, fungsi keberadaan merek adalah:47 a. Membedakan dengan barang atau jasa sejenis (jati diri);

b. Menunjukkan kualitas (mutu) barang atau jasa; c. Sebagai sarana promosi (iklan).

Berdasarkan pengertian merek yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dan Undang-Undang Merek, maka secara sederhana dapat dikemukakan, bahwa merek merupakan suatu tanda yang dapat menunjukkan identitas barang atau jasa, yang menjadi pembeda suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dihasilkan oleh seseorang,48 beberapa orang atau badan hukum dengan barang atau jasa yang sejenis milik orang lain, memiliki kekuatan perbedaan yang cukup, yang dipakai dalam produksi dan perdagangan. Merek adalah suatu tanda, tetapi agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek, harus memiliki daya pembeda,49 hal ini disebabkan pendaftaran merek, berkaitan dengan pemberian hak eksklusif yang diberikan oleh negara atas nama atau simbol terhadap suatu pelaku usaha.

Apabila diamati maka pada dasarnya definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas menuju pada suatu pengertian yang sama atau dengan kata lain memiliki persamaan pada pokoknya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa merek terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:

47 Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di

Bidang Hak Cipta dan Merek, Cetakan I, (Bandung: Yrama Widya, 2002), hlm.32.

48 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm.120.

(5)

a. Suatu tanda pengenal yang dapat berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut,

b. Merupakan alat pembeda barang hasil produksi perusahaan satu dengan barang sejenis hasil produksi perusahaan lainnya, baik yang dimiliki perseorangan ataupun badan hukum

c. Digunakan dalam rangka keperluan perdagangan atau dalam ruang lingkup perdagangan.

Merek (trademark) sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual

(Intellectual Property Rights)adalah memegang peranan penting dalam perdagangan. Merek tidak saja dianggap sebagai sebuah nama atau label sebuah barang, tetapi merek memiliki arti yang sangat mendalam yakni merek mempunyai suatu makna yang sangat besar, dengan merek sebuah barang dapat mempunyai nilai yang tinggi dan menunjukan kualitas dari sebuah barang atau jasa. Suatu merek yang sudah mendunia atau terkenal di dunia akan memiliki harga tawar dan posisi yang tinggi.50

Dewasa ini kesadaran masyarakat/kalangan usahawan di Indonesia nampaknya sudah mulai meningkat terhadap perlindungan terhadap merek barang atau jasa, hal ini dapat dilihat dari peningkatan permohonan pendaftaran merek oleh subjek hukum lokal. Dalam konteks ekonomi, perlindungan HKI akan mendorong timbulnya investasi. Perusahaan-perusahaan akan terpacu untuk melakukan investasi pada kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan atau pada industri dan

50Insan Budi Maulana (b),Perkembangan Perlindungan Hak Cipta dan Merek di Indonesia:

(6)

perdagangan yang berbasiskan HKI. Pihak asingpun akan bersedia melakukan investasi di suatu negara apabila terdapat jaminan perlindungan yang cukup terhadap investasi di negeri tersebut.51

Merek sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tentu tidak dapat dari sistem HKI Indonesia. Perkembangan sistem HKI modern di Indonesia dimulai dengan diratifikasinya Convention Establishing the WTO/Agreement Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Konvensi WTO/Persetujuan TRIPs) dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ratifikasi ini diikuti dengan berbagai langkah penyesuaian, yaitu:52

a. Legislasi dan Konvensi Internasional: merevisi atau mengubah peraturan perundang-undangan yang telah ada di bidang HKI dan mempersiapkan peraturan perundang-undangan yang telah ada di bidang HKI dan mempersiapkan peraturan perundang-undangan baru untuk bidang HKI.

b. Administrasi: menyempurnakan sistem administrasi pengelolaan HKI dengan misi memberikan perlindungan hukum dan menggalakkan pengembangan karya-karya intelektual.

c. Kerjasama: meningkatkan kerjasama terutama dengan pihak luar negeri. d. Kesadaran masyarakat: memasyarakatkan atau sosialisasi HKI.

e. Penegakkan hukum: membantu penegakan hukum di bidang HKI.

51Sanusi Bintang,Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: BPHN, 2003), hlm.6-7.

52 A. Zen Umar Purba, “Pokok-Pokok Kebijakan Pembangunan Sistem HKI Nasional”,

(7)

Hukum HKI merupakan sebuah hukum yang harus terus mengikuti perkembangan tekhnologi untuk melindungi kepentingan pencipta. Kata milik atau kepemilikan dalam HKI memiliki ruang lingkup yang lebih khusus dibandingkan dengan istilah kekayaan. Hal ini juga sejalan dengan konsep hukum perdata Indonesia yang menerapkan istilah milik atas benda yang dipunyai seseorang.53

Perkembangan sistem modern ini Pemerintah Indonesia, yang berkaitan dengan bidang legislasi khususnya dalam bidang merek pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, kemudian dalam perkembangannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tersebut diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.

Ketiga undang-undang tersebut apabila ditinjau dari sistem pendaftarannya adalah menganut sistem pendaftaran konstitutif, ini merupakan perubahan yang sangat mendasar dalam undang-undang merek sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang menganut sistem deklaratif.54 Adapun yang dimaksud dengan sistem deklaratif adalah pemakai pertama atas merek adalah yang berhak atas merek, sistem ini menganut asasprior user has a better rightdisamping itu sistem ini mengandung arti bahwa merek tidak ada keharusan untuk didaftarkan. Sistem konstitutif mengandung arti bahwa hanya merek yang didaftar yang dapat melahirkan

53Ahmad M. Ramli,Hak atas Kepemilikan Intelekttual: Teori Dasar Perlindungan Rahasia

Dagang, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2000), hlm.24.

(8)

hak khusus atau hak eksklusif (exclusive right) atas merek, pemakaian saja belum menimbulkan hak eksklusif dan belum memperoleh perlindungan hukum, sistem konstituf ini ditegakkan atas asas prior in tempora melior in jure(siapa yang duluan mendaftar dia yang berhak mendapat perlindungan hukum) dengan demikian sistem konstitutif mengandung paksaan untuk mendaftar (compulsory to registered).55

Dengan berlakunya sistem pendaftaran merek secara konstitutif di Indonesia maka hal ini memiliki konsekuensi bahwa pelaku usaha yang mempunyai merek dagang atau jasa harus mendaftarkan mereknya untuk mendapatkan perlindungan hukum. Demi hukum apabila seseorang yang telah bertahun-tahun memakai suatu merek tetapi belum didaftarkan namun merek tersebut oleh pihak lain telah lebih dahulu didaftarkan maka pihak pertama yang telah memakai merek tersebut secara hukum tidak boleh lagi menggunakan mereknya, sebab ia belum mendaftarkan mereknya.

Sistem deklaratif dan konstitutif memiliki kelemahan dan keuntungan masing-masing, hal ini menimbulkan polemik dari kalangan ahli hukum. Salah satu ahli hukum yang kontra terhadap berlakunya sistem konstitutif ialah Hartono Prodjomardjojo yang dalam seminar hukum atas merek yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada presentasinya yang berjudul Undang-Undang Merek 1961 dan permasalahan-permasalahannya, mengemukakan sebagai berikut:

55 HD. Effendy Hasibuan, Perlindungan Merek Studi Mengenai Putusan Pengadilan

(9)

“Mengingat bahwa wilayah Republik Indonesia itu sangat luas sedang perhubungan dari daerah yang satu ke daerah yang lain belum semudah dan secepat yang diperlukan untuk melaksanakan pendaftaran merek, maka melihat keuntungan dan keberatan masing-masing stelsel pendaftaran, penulis berpendapat bahwa untuk Indonesia stelsel deklaratif adalah stelsel yang cocok dengan keadaan di Indonesia, sehingga penulis berpendapat bahwa stelsel deklaratif di Indonesia tidak perlu diganti dengan stelsel konstitutif”.56

Sementara salah satu ahli hukum yang menyatakan bahwa sistem konstitutiflah yang efektif untuk diberlakukan di Indonesia adalah Emmy Pangaribuan Simanjuntak yang menyatakan sistem yang cenderung untuk digunakan adalah sistem konstitutif dengan alasan bahwa sistem ini lebih memberikan kepastian hukum mengenai hak atas merek kepada seseorang yang telah mendaftarkan mereknya itu, pendapat ahli lain yang sependapat dengan sistem konstitutif adalah pendapat Sudargo Gautama.57

Sehingga sistem pendaftaran merek yang paling sesuai diberlakukan di Indonesia saat ini adalah sistem konstitutif, mengingat dengan sistem pendaftaran merek konstitutif ini selain lebih memberikan kepastian hukum, juga pada saat ini sedang diterapkan pendaftaran merek bisa dilakukan secara online sehingga pendaftaran merek dapat dilakukan di mana saja di seluruh wilayah Republik Indonesia, dan kepemilikan merek terdaftar tersebut dapat dibuktikan secaraonline.58

Di Indonesia untuk pendaftaran merek hanya dapat dilakukan di satu tempat yaitu Direktorat Merek (Kantor Merek) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

56OK. Saidin,Op.Cit., hlm.365. 57Ibid.

(10)

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Adapun pendaftaran juga dapat dilakukan di Kantor Wilayah yang difungsikan sebagai kantor perwakilan dari Kantor Merek.

Perkembangan hukum merek di Indonesia telah ada sejak kolonial belanda hingga terbitnya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001. Sejarah perkembangan hukum di Indonesia ini dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Reglement Industrieele Eigendom Kolonien 1912

Undang-Undang Merek yang tertua di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah jajahan melalui Reglement Industrieele Eigendom Kolonien 1912 (Peraturan Hak Milik Industri Kolonial 1912),59 peraturan ini diberlakukan untuk wilayah-wilayah Indonesia, Suriname, Curacao. Peraturan ini disusun dan mengikuti sistem Undang-Undang Merek Belanda, dan menerapkan sistem konkordansi60 yaitu ketentuan perundang-undangan yang dibuat, disahkan oleh dan berasal dari negara penjajah yang juga diterapkan pada negara jajahannya.Reglement Industrieele Eigendom 1912

terdiri dari 27 (dua puluh tujuh) pasal dan dalam reglementitu perlindungan hukum diberikan kepada merek terdaftar selama 20 (dua puluh) tahun dan tidak mengenal penggolongan kelas barang seperti yang diatur dalam Perjanjian Nice (Nice Agreement) tentang klasifikasi barang dan jasa. Peraturan merek kolonial ini menganut sistem Deklaratif,61dimana sistem ini mengutamakan perlindungan hukum

59Insan Budi Maulana (a),Op.Cit., hlm.7. 60Sudargo Gautama (a),Op.Cit., hlm.14.

61 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia

(11)

kepada pemakai pertama bukan pandaftar pertama, artinya pemakai pertama memiliki hak yang lebih baik dibanding dengan pendaftar pertama. Peraturan yang ada dalam

reglement 1912dapat dikatakan sebagai peraturan merek yang sederhana oleh karena dalam reglement ini diantaranya belum mengakui atau mengatur merek jasa atau

service mark,hak prioritas atau priority right, tidak membicarakan mengenai lisensi merek, tidak mengatur masalah pemalsuan merek atau counterfeiting mark,dan juga masalah ganti rugi, pemidanaan dan lain sebagainya.62 Dalam periode tahun 1945 hingga tahun 1961, setelah Indonesia menjadi negara merdeka, Reglement Industrieele Eigendom Kolonielen 1912 masih tetap dilaksanakan. Pelaksanaan peraturan-peraturan yang dibuat pada masa penjajahan itu didasarkan pada Pasal II, Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang No 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan

Lahirnya Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 seperti yang dijelaskan dalam konsiderannya, sebagai pengganti dan memperbaharui hukum merek yang lama, yang diatur dalam Reglement Industrieele Eigendom, S. 1912 Nomor 545, akan tetapi seperti yang dikemukakan Sudargo Gautama, ternyata tidak dijumpai pembaharuan yang berarti. Menurut Sudargo Gautama Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961, boleh dikatakan merupakan pengoperan daripada ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Milik Perindustrian dari tahun 1912.63 Oleh karena itu

(12)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 banyak mengandung kelemahan atau kekurangan-kekurangan terutama apabila dikaitkan dengan kebutuhan perkembangan ekonomi perdagangan pasar bebas. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 hanya terdiri dari 24 (dua puluh empat) pasal. Sistem yang dianut adalah sistem deklaratif dengan menekankan perlindungan hukum pada pemakai pertama, di mana perlindungan hukum ditekankan perlindungannya kepada pihak yang pertama kali memakai (first use principle) dan tidak pada pihak yang pertama kali mendaftar. Prinsip ini mengandung arti bahwa bagaimanapun pendaftaran suatu merek pada Direktorat Merek hanya merupakan anggapan adanya hak eksklusif suatu merek bagi pihak yang mendaftarkan, sampai kemudian terdapat pihak lain yang dapat membuktikan sebagai pemakai pertama atas merek tersebut.

(13)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tidak mencantumkan definisi dan arti merek, juga ketentuan-ketentuan bagaimana suatu merek dapat didaftar dan yang harus ditolak. Undang-undang itu hanya menyatakan bahwa hak khusus atas suatu merek dapat dimiliki oleh seseorang (beberapa orang) apabila “memiliki daya beda” dan “pertama kali memakai merek itu di Indonesia,” dan hak khusus atas merek itu hanya berlaku terhadap barang-barang sejenis hingga tiga tahun setelah pemakaian terakhir merek itu. Hak atas merek diberikan kepada siapapun dan hanya mensyaratkan “daya beda” merupakan syarat yang sangat luas. Karena dengan demikian, setiap hal yang memiliki daya beda dapat memperoleh “hak khusus atas merek.”

Dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 tidak mengatur mengenai perlindungan merek terkenal. Merek Terkenal yaitu apabila suatu merek telah beredar keluar dari batas-batas regional sampai batas-batas internasional, dimana telah beredar keluar negeri asalnya dan dibuktikan dengan adanya pendaftaran merek yang bersangkutan di berbagai negara.64 Konsep perlindungan merek terkenal tidak diatur sama sekali oleh undang-undang ini, dan pada saat berlakunya undang-undang ini praktek pelanggaran terhadap merek terkenal sudah kerap terjadi, sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa pengaturan Pasal 10 ayat (1) menjadi suatu ganjalan bagi para pemilik merek yang dirugikan untuk menegakkan haknya dari praktek pendaftaran merek serupa oleh pihak yang tidak berwenang, untungnya hal ini segera diantisipasi oleh Mahkamah Agung RI dengan

(14)

memasukan prinsip mengenai itikad baik (good faith) yang dirumuskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata ke dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961.65 Sehingga pemakai pertama di Indonesia yang beritikad baik diberi perlindungan, artinya apabila seseorang membajak merek terkenal dari luar negeri dan mendaftarkan atas namanya sendiri, ia tidak akan dilindungi. Walaupun berhasil pendaftaran itu dilakukan, dapat dibatalkan oleh pengadilan. Mahkamah Agung sejak tahun 1972 telah memberikan landasan kuat untuk meminta pembatalan pendaftaran merek terkenal yang telah didaftarkan dengan cara membajak.66

c. Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992

Undang-Undang Merek ini diundangkan pada tanggal 28 Agustus 1992 dan berlaku efektif pada tanggal 1 April 1993. Secara umum undang-undang merek ini banyak berorientasi kepada Konvensi Paris revisi Stockholm tahun 1967. Malahan banyak persamaannya dengan Model Law tahun 1966 yang diintrodusir oleh BIRPI (United International Beureu for the Protection of Intellectual Property Right)

bekerja sama dengan UNCTAD (United Nation Confrence of Trade and Development)67 dalam upaya mewujudkan terbinanya sistem merek yang seragam serta standar hukum merek yang sama di semua negara di bidang merek. Secara jelas Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992, jauh lebih luas dan sempurna dari

65 Sudargo Gautama (c), Himpunan Yurisprudensi Indonesia Yang Penting Untuk Praktik

Sehari-hari, Jilid I,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992), hlm.211

66Sudargo Gautama (d),Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, (Bandung: Eresco, 1995), hlm.21.

(15)

Undang-Undang Merek Tahun 1961. Letak perbedaannya dapat diuraikan antara lain, sebagai berikut:68

1) Pendaftaran merek merupakan dasar timbulnya hak atas merek (sistem konstitutif), sedang pemakaian merek yang telah terdaftar tersebut merupakan syarat (user requirement) agar pendaftaran merek yang bersangkutan dapat di perpanjang jangka waktu perlindungannya;

2) Diperkenalkannya adanya kelompok hak atas merek yang baru disamping merek dagang yaitu : merek jasa dan merek kolektif;

3) Hak atas merek meliputi hak untuk memberikan lisensi pemakaian merek yang bersangkutan kepada pihak lain;

4) Diperkenalkan adanya prosedur pengumuman (publikasi) permintaan pendaftaran merek dalam Berita Resmi Merek untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan (oposisi);

5) Diperkenalkan adanya Komisi Banding di lingkungan Kantor Merek yang bertugas memeriksa keberatan terhadap penolakan permintaan pendaftaran merek; 6) Dimungkinkan untuk mengajukan permintaan pendaftaran merek dengan Hak

Prioritas(Priority Right) sesuai dengan ketentuan Konvensi Paris;

7) Ada batas waktu maksimal bagi Kantor Merek untuk menyelesaikan permintaan pendaftaran merek, dengan kemungkinan bahwa apabila batas waktu ini tidak

(16)

ditepati maka permintan pendaftaran merek yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap Kantor Merek di Pengadilan Tata Usaha Negara; 8) Ada batas waktu maksimal dan minimal untuk mengajukan permintaan

perpanjangan waktu perlindungan merek terdaftar (maksimal 12 bulan dan minimal 6 bulan sebelum berakhirnya jangka waktu pendaftaran);

9) Pengalihan hak atas merek berdasarkan pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian dan sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh undang-undang, serta dapat dilakukan baik dengan ataupun tanpa perusahaan dangood will-nya;

10) Kantor Merek dapat menghapuskan pendaftaran merek secara "Ex Officio” atau atas prakarsa sendiri, berdasarkan bukti bahwa merek termaksud telah tidak dipakai lagi oleh pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut atau lebih;

11) Gugatan pembatalan pendaftaran merek hanya dapat diajukan oleh pemilik merek terdaftar;

12) Pemilik merek terkenal dapat mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran merek, meskipun pendaftaran yang digugatkan itu untuk barang yang tidak sejenis;

13) Pemilik pendaftaran merek dapat mengajukan gugatan ganti rugi dan penghentian pemakaian merek terhadap pihak ketiga yang memakai mereknya secara tanpa hak;

(17)

15) Adanya ketentuan pidana terhadap tindak pidana di bidang merek, dengan ancaman hukuman yang cukup tinggi.

d. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997

Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 mencantumkan sanksi pidana atas pelanggaran merek. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 yang tidak mencantumkan sanksi pidana apapun atas pelanggaran merek. Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 merupakan revisi Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 yang disahkan pada tanggal 7 Mei 1997 yang membagi pelanggaran merek atas 4 (empat) macam yaitu:69

1) perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan secara sengaja dan tanpa hak dengan menggunakan merek yang sama;

2) perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan dengan sengaja dan tanpa hak dengan menggunakan merek yang serupa;

3) perbuatan pelanggaran merek yang dilakukan karena kelalaiannya; dan

4) perbuatan pelanggaran merek karena menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi geografis atau indikasi asal yang dilakukan secara sengaja dan tanpa hak sehingga menyesatkan masyarakat mengenai asal-usul barang atau jasa.

Undang-undang merek tersebut diatas, menyatakan sebagai tindak pidana kejahatan terhadap bentuk pelanggaran macam ke 1, 2, dan ke 4, sedangkan tindak

(18)

pidana pelanggaran dikenakan terhadap pelanggaran merek jenis yang ke-3. Sanksi Pidana ke-4 baru diterapkan sejak diterapkan Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 karena pada Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 ketentuan pasal tersebut tidak pernah ada. Pencantuman pasal tersebut, dalam Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 merupakan tindak lanjut perjanjian TRIPs untuk memberikan perlindungan hukum terhadap “Indikasi Geografis” dan “indikasi Asal”. Terhadap keempat macam bentuk pelanggaran merek, Undang-Undang Merek mencantumkan sanksi pidana yang berbeda-beda pula. Pasal 81 Undang-Undang-Merek Nomor 14 Tahun 1997 yang merupakan revisi undang-undang merek sebelumnya menyatakan:

“Barang siapa yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)”.

Jika diperhatikan pasal itu maka dapat diuraikan unsur-unsur yang dapat dikenakan sanksi pidana pasal itu yaitu barang siapa, dengan sengaja dan tanpa hak, menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya, dengan merek terdaftar milik orang lain, yang diproduksi atau diperdagangkan.

1) Barang siapa,

(19)

jawaban pidana meskipun telah melanggar Pasal 81 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek.

2) Dengan sengaja dan tanpa hak,

(20)

kesadaran sifat melawan hukum perbuatan patokannya, ialah terbukti si pembuat berjiwa normal.70

3) Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya

Jadi agar tindak pidana merek yang diatur Pasal 81 undang-undang dapat diancam dengan pemidanaan, pelaku harus “menggunakan” merek tersebut pada barang atau jasa dalam kegiatan produksi dan atau perdagangan. Dalam hal ini, harus terkandung persamaan yang menyeluruh antara merek yang digunakan pelaku dengan merek orang lain yang sudah terdaftar. Definisi umum atas pengertian mempunyai persamaan secara keseluruhan (entireties similar) adalah peniruan (imitation) meng-copy atau memproduksi secara bulat dan utuh merek orang lain.

4) Dengan merek terdaftar milik orang lain

merek yang digunakan pelaku mempunyai persamaan secara keseluruhan dengan merek orang lain yang “sudah terdaftar” dalam DUM (registered) dengan yang “tidak terdaftar” (unregistered), merek yang dilindungi dalam tindak pidana merek hanya merek yang sudah terdaftar, apabila merek milik orang lain yang ditiru atau dipalsu tersebut belum terdaftar dalam DUM maka penggunaan yang dilakukan pelaku baik dalam produksi dan atau perdagangan, tidak menimbulkan tindak pidana merek yang dirumuskan dalam Pasal 81 Undang-Undang Merek.

70Jan Remmelink,Hukum Pidana Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP

(21)

5) Yang diproduksi atau diperdagangkan.

perbuatan “memperdagangkan” yaitu memperdagangkan menjadi aspek fisik tindak pidana Pasal 84 undang-undang. Pelaku bukan orang yang melakukan peniruan, pemalsuan atau pembajak merek orang lain, tetapi terbatas pada perbuatan memperdagangkan barang atas jasa yang menggunakan merek yang dipalsu atau dibajak.

Dengan memperhatikan unsur-unsur tersebut, maka apabila salah satu unsur tersebut tidak terpenuhi oleh terdakwa maka ia tidak dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dinyatakan di atas. Sanksi pidana ini, hanya dapat diperlakukan terhadap terdakwa yang menggunakan merek orang lain yang telah terdaftar. Secara prinsipil tidak ada hal-hal yang mengubah prosedural pendaftaran merek dan jumlah pasal antara Undang-undang merek Nomor 14 Tahun 1997 dengan Undang-undang Merek Nomor 19 Tahun 1992.

(22)

1) Perlindungan merek terkenal di atur dalam dua ayat berbeda yaitu Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4), dan kategori perlindungan juga di bedakan. Pasal 6 ayat (3) memberi perlindungan terhadap barang atau jasa sejenis, sedangkan Pasal 6 ayat (4) memberi perlindungan terhadap barang atau jasa yang tidak sejenis, tetapi ketentuan lebih lanjut atas Pasal 6 ayat (4) itu akan diatur dalam peraturan pemerintah.

2) Perlindungan terhadap “Indikasi Geografis” diatur Pada pasal 79A dan “indikasi asal” diatur pada Pasal 79D. Peraturan yang memberikan perlindungan terhadap indikasi geografis dan indikasi-asal ini merupakan konsekuensi Indonesia turut serta dalam perjanjian TRIPs, dan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization(Persetujuan Pembentukkan Organisasi Perdagangan Dunia).

e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001

(23)

(General Agreement on Tariff and Trade/GATT) yang merupakan perjanjian perdagangan multilateral pada dasarnya bertujuan menciptakan perdagangan bebas, perlakuan yang sama, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan guna mewujudkan kesejahteraan manusia.

(24)

international tersebut oleh Indonesia, memuat kewajiban untuk menyesuaikan undang-undang merek yang ada dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam perjanjian international yang telah diratifikasi tersebut.

Berdasarkan pertimbangan diatas dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian international yang telah diratifikasi Indonesia, serta praktek pengalaman melaksanakan administrasi merek selama ini maka Pemerintah memandang perlu untuk mengadakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 dengan Undang-undang merek yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (selanjutnya disebut Undang-Undang merek tahun 2001).

2. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Merek dan Sanksi Hukumnya

Pengalaman Indonesia dalam pengelolaan merek sebenarnya berlangsung paling lama bila dibandingkan dengan jenis-jenis HKI lainnya. Meskipun pengalaman dalam pengelolaan sistem merek dapat dikatakan yang terlama, tetapi persoalan yang menyangkut merek tidak pernah surut. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya pengaturan merek, utamanya merek terkenal dalam mencegah terjadinya kasus-kasus pelanggaran merek. Munculnya istilah merek terkenal berawal dari tinjauan terhadap merek berdasarkan reputasi (reputation) dan kemasyuran (reknown) suatu merek.

(25)

sebagai merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di bawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement)dan ikatan mitos(mythical context)kepada segala lapisan konsumen.71

Merek dagang yang sudah terkenal tidak dapat begitu saja dengan seenaknya digunakan untuk berbagai jenis barang tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemilik merek itu.72 Adanya pelanggaran merek seperti peniruan dan pemalsuan merek sesungguhnya dilatar belakangi adanya persaingan curang atau persaingan tidak jujur yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam perdagangan barang atau jasa dengan melakukan cara-cara yang bertentangan dengan itikad baik dengan mengenyampingkan nilai kejujuran dalam melakukan kegiatan usaha.

Dalam usahanya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya ada sebagian pelaku melakukan peniruan merek dagang dalam usahanya untuk memperoleh penguasaan pasar. Peniruan merek dagang ini merupakan perbuatan yang tidak jujur dan akan merugikan berbagai pihak yakni bagi khalayak ramai/yaitu konsumen maupun bagi pemilik merek yang sebenarnya.

Pelanggaran terhadap hak kekayaan intelektual di bidang merek meliputi:73 a. Praktek Peniruan Merek

Pelaku usaha yang beriktikad tidak baik tampak dalam upaya atau ikhtiar mempergunakan merek dengan meniru merek terkenal(well know trade mark) yang

71Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin,Op.Cit., hlm.87. 72Sudargo Gautama (d),Op.Cit., hlm.18

(26)

sudah ada sehingga merek atas barang atau jasa yang diproduksi secara pokoknya sama dengan merek atas barang atau jasa yang sudah terkenal (untuk barang-barang atau jasa sejenis) dengan maksud menimbulkan kesan kepada khalayak ramai, seakan-akan barang atau jasa yang diproduksinya itu sama dengan produksi barang atau jasa yang sudah terkenal itu. Dalam hal ini dapat diberikan contoh, bahwa dalam masyarakat sudah dikenal dengan baik sabun mandi dengan merek "Lux" kemudian ada pengusaha yang memproduksi sabun mandi merek "Lax". Tentunya pengusaha ini berharap bahwa dengan adanya kemiripan tersebut dapat memperoleh keuntungan yang besar tanpa mengeluarkan biaya besar untuk promosi memperkenalkan produksinya, dan berharap konsumen dapat terkelabui dengan kemiripan merek tersebut.

b. Praktek Pemalsuan Merek Dagang

Pelaku usaha yang tidak beriktikad baik memproduksi barang-barang dengan mempergunakan merek yang sudah dikenal secara luas di dalam masyarakat yang bukan merupakan haknya. Sebagai contoh seorang pengusaha yang sedang berbelanja ke luar negeri membeli produk Cartier, kemudian kembali ke Indonesia untuk memproduksi barang-barang tas, dompet yang diberi merek Cartier. Dalam hal ini juga maka pelaku usaha itu tentunya sangat berharap memperoleh keuntungan besar tanpa mengeluarkan biaya untuk memperkenalkan merek tersebut kepada masyarakat karena merek tersebut sudah dikenal oleh masyarakat dan tampaknya pemakaian kata

(27)

c. Perbuatan-perbuatan yang Dapat Mengacaukan Publik Berkenaan Dengan Sifat dan Asal Usul Merek

Hal ini terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu negara yang dapat menjadi kekuatan yang memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena dianggap sebagai daerah penghasil jenis barang yang bermutu. Termasuk dalam persaingan tidak jujur apabila pengusaha mencantumkan keterangan tentang sifat dan asal-usul barang yang tidak sebenamya, untuk mengelabui konsumen, seakan-akan barang tersebut memiliki kualitas yang baik karena berasal dari daerah penghasil barang yang bermutu misalnya mencantumkan keterangan made in England padahal tidak benar produk itu berasal dari Inggris.

(28)

Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, bentuk-bentuk pelanggaran pidana merek dagang, yaitu:

a. Penggunaan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak, untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 90).

b. Penggunaan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak, untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan (Pasal 91).

c. Penggunaan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar (Pasal 92 ayat (1)).

d. Penggunaan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi geografis milik pihak lain, untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar (Pasal 92 ayat (2)).

e. Pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukkan bahwa barang tersebut merupakan tiruan dari barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi geografis (Pasal 92 ayat (3)).

(29)

g. Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran merek yang terdaftar (Pasal 94).

Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Merek antara lain diatur sebagai berikut:

a. Pasal 90: menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). b. Pasal 91: menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar

milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda maksimal Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

c. Pasal 92 ayat (1): menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi geografis milik pihak lain dengan sengaja dan tanpa hak untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(30)

geografis, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

e. Pasal 93: Penggunaan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal, dengan sengaja dan tanpa hak, pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau jasa tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

f. Pasal 94: Memperdagangkan barang dan/atau jasa yang patut diketahui bahwa barang dan/atau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran merek yang terdaftar atau indikasi geografis, dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Ketentuan pasal tersebut yang memuat sanksi pidana memberikan perlindungan kepada orang atau badan hukum yang merasa berhak atas merek. Dengan jalan melarang pemakaian merek secara tidak sah oleh pihak lain berupa pemakaian merek itu seluruhnya atau pada pokoknya menyerupai merek dari yang berhak itu pada barang atau jasa yang sejenis. Dengan adanya ketentuan sanksi pidana ini tidak mengurangi kemungkinan dari pihak yang berhak untuk melakukan gugatan perdata.

(31)

termasuk tindakan yang diancam dengan sanksi pidana. Tindak pidana dalam merek merupakan delik aduan (Pasal 95). Pemilik terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan mereknya. yang mempunyai persamaan baik pada pokoknya atau pada keseluruhannya tersebut. Hak mengajukan gugatan ini tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan tindak pidana di bidang merek.

Kasus penggunaan galon merek AQUA oleh depot air minum isi ulang selama ini memang tidak pernah sampai ke pengadilan, selain gugatan secara perdata dinilai kurang efektif, selama ini pemalsuan galon merek AQUA selalu masuk dalam ranah pidana, sehingga peran aparat penegak hukum sangat dominan dalam penindakan praktek pelanggaran merek AQUA. Sehingga dalam prakteknya, jarang terdengar gugatan dari pihak AQUA terhadap pelaku usaha galon air minum isi ulang, kalaupun ada hanya sebatas gugatan pembatalan merek milik perusahaan air minum dalam kemasan yang memiliki kesamaan pada pokoknya atau kesamaan pada umumnya dengan merek AQUA,74 namun untuk kasus-kasus pemalsuan merek terkait penggunaan galon air minum milik merek terdaftar dapat dijumpai di beberapa daerah, misalnya kasus pemalsuan merek dalam putusan Mahkamah Agung Nomor Nomor 2377 K/Pid/2006 tertanggal 8 Oktober 2007,75 di mana terdakwa Nyonya Hajjah Uti Raguwati sekitar tahun 2001 sampai dengan tahun 2002, bertempat di PT.

74Hasil wawancara dengan Syabariah Br. Tarigan, Financial Accounting PT. Sibayakindo, Doulu Berastagi, tanggal 15 April 2014

(32)
(33)

kemudian dipasarkan dan dijual oleh terdakwa di daerah pemasaran Kota Pontianak dan Kota Singkawang, dan oleh karena terdakwa tidak perlu mengeluarkan biaya operasional untuk pembelian galon maka terdakwa dapat menjual air minum produksinya lebih murah dari pada air minum mineral merek AYYA dan merek TOPQUA yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera, dalam hal ini produk air minum mineral kemasan gallon merk AFIAT dijual dengan harga Rp.5.000.- (lima ribu rupiah) per galonnya sedangkan produk air minum mineral kemasan galon merk AYYA dan TOPQUA dijual dengan harga Rp.6.000.- (enam ribu rupiah) karena PT.Sumber Warih Sejahtera harus mengeluarkan biaya operasional untuk pembelian kemasan galon dan memperhitungkan biaya penyusutannya.

Bahwa barang berupa air minum mineral yang dipasarkan oleh PT.Kharisma Tirta Giri kepada khalayak ramai atau konsumen sepintas lalu bila dilihat memiliki persamaan pada umumnya dengan air minum mineral produksi PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu terlihat seolah-olah barang hasil produksi PT.Sumber Warih Sejahtera karena terbaca secara jelas pada galon kemasan air minum mineral kata-kata AYYA dan TOPQUA jika dilihat dari sisi yang berlawanan (bagian gallon yang tidak ada tempelan) dan pada bagian yang ditempel stiker apabila diraba maka akan terasa tulisan timbul yang bertuliskan AYYA dan TOPQUA, yang khalayak ramai atau konsumen sudah mengenalnya.

(34)

hasil penyitaan yang dilakukan oleh Penyidik Polri yang telah menyita air minum mineral merk AFIAT di dalam kemasan gallon merek AYYA dan TOPQUA antara lain di beberapa toko di Kota Pontianak, Hotel Mahkota Pontianak dan di beberapa toko di Kota Singkawang, yang dijual dengan harga Rp.5.000.- (lima ribu rupiah) per galon di bawah harga pasar dari produk air minum mineral gallon isi 19 liter yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu merek AYYA dan merek TOPQUA seharga Rp.6.000.- (enam ribu rupiah) per galon.

Bahwa akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa telah membawa kerugian baik secara materiil maupun in materiil terhadap PT.Sumber Warih Sejahtera yaitu berupa penurunan pemasaran barang-barang produksinya dari akibat beredarnya di pasaran umum barang berupa air minum mineral merek AFIAT yang mempunyai persamaan pada umumnya dengan air minum mineral merek AYYA dan TOPQUA yang diproduksi oleh PT.Sumber Warih Sejahtera dan kerugian-kerugian lain berupa penyusutan galon yang telah dipergunakan oleh PT.Kharisma Tirta Giri Lirang dan kekhawatiran PT.Sumber Warih Sejahtera Pontianak atas produk air minum yang telah diproduksi oleh PT.Kharisma Tirta Giri Lirang yang kualitasnya tidak dapat dipertanggungjawabkan dan akhirnya merugikan konsumen produk air minum merk AYYA dan TOPQUA, perbuatan terdakwa Nyonya Hajjah UTI RAGUWATI diatur dan diancam pidana dalam Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

(35)

pidana “Dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang pada pokoknya sama dengan merek terdaftar pihak lain untuk barang sejenis yang diproduksi”, dan memidana terdakwa dengan pidana denda sebesar Rp.7.500.000.- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dengan ketentuan bahwa apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan kurungan selama 4 (empat) bulan.

B. Penggunaan Galon Merek AQUA Oleh Pelaku Usaha Depot Air Minum Isi Ulang Yang Tidak Melanggar Hukum

Pada dasarnya penggunaan galon merek AQUA oleh pelaku usaha depot air minum isi ulang apabila ditinjau dari ketentuan Pasal 9 Ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 705/MPP/KEP/11/2003 tentang Persyaratan Teknis Industri Air Minum Dalam Kemasan Dan Perdagangannya, yang mengatur kemasan suatu merek AMDK pakai ulang hanya boleh diisi ulang oleh perusahaan pemilik merek yang bersangkutan, dengan demikian penggunaan galon air minum isi ulang milik merek terdaftar oleh pelaku usaha depot air minum merupakan perbuatan melanggar hak kekayaan intelektual di bidang merek. Ketentuan tersebut memang dibuat sebagai upaya perlindungan hukum bagi perusahaan AMDK seperti AQUA.76

Namun demikian, ketentuan mengenai depot air minum isi ulang saat ini telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/10/2004 tentang Persyaratan Teknis Depot Air Minum Isi Ulang dan Perdagangannya yang menentukan dalam Pasal 7 bahwa:

(36)

1. Depot Air Minum hanya diperbolehkan menjual produknya secara langsung kepada konsumen dilokasi Depot dengan cara mengisi wadah yang dibawa oleh konsumen atau disediakan Depot.

2. Depot Air Minum dilarang memiliki “stock’ produk air minum dalam wadah yang siap dijual.

3. Depot Air minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak bermerek atau wadah polos.

4. Depot Air Minum wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen dan dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai.

5. Depot Air minum harus melakukan pembilasan dan atau pencucian dan atau sanitasi wadah dan dilakukan dengan cara yang benar

6. Tutup wadah yang disediakan oleh Depot Air Minum harus polos/tidak bermerek.

7. Depot Air Minum tidak diperbolehkan memasang segel/shrink wrap’ pada wadah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/10/2004 tersebut, apabila pelaku usaha depot air minum isi ulang dalam menjalankan usahanya:

1. Menjual produknya secara langsung pada konsumen di lokasi depot dengan mengisi galon yang dibawa konsumen,

2. Telah terlebih dahulu pemeriksaan atas kelayakan pakai dari galon tersebut, 3. Tidak menyediakanstockgalon merek AQUA kosong untuk ditukar dengan galon

yang dibawa konsumen,

4. Telah dilakukan sanitasi wadah secara benar atas galon yang dibawa konsumen, 5. Menyediakan tutup galon tanpa merek/polos, serta

6. Tidak memasang segel/shrink wrappada tutup galon,

(37)

menyesatkan konsumen, yang akan merugikan pemilik merek AQUA, apalagi sampai menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut karena konsumen yang biasa menggunakan produk AQUA berpikir bahwa produknya mengalami penurunan kualitas.

C. Penggunaan Galon Merek AQUA Oleh Pelaku Usaha Depot Air Minum Isi Ulang Yang Merupakan Perbuatan Melanggar Hukum

Berdasarkan ketentuan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/10/2004 tersebut, penggunaan galon merek AQUA oleh pelaku usaha depot air minum isi ulang yang dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum apabila:

1. Pelaku usaha depot air minum isi ulang menjual produknya tidak secara langsung kepada konsumen dan tidak di lokasi depot,

2. Galon milik merek AQUA tersebut secara sengaja telah disiapkan oleh pelaku usaha depot air minum isi ulang untuk diperjual-belikan pada konsumen,

3. Pelaku usaha depot air minum isi ulang dengan sengaja menyediakan stock

produk air minum isi ulang dalam galon AQUA,

4. Pelaku usaha depot air minum isi ulang tidak memeriksa kelayakan pakai galon yang dibawa konsumen,

5. Pelaku usaha depot air minum isi ulang menggunakan tutup galon bermerek, serta 6. Pelaku usaha depot air minum isi ulang memasang segel/shrink wrappada galon.

(38)

terdaftar tidak kembali ke perusahaan untuk diisi kembali. Hal ini menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena dianggap galon kemasan 19 liter tersebut merupakan aset dari perusahaan. Hal ini tampak dari kebijakan awal perusahaan yang mengatur bahwa produk air minum ukuran 19 liter itu tak dijual bersama kemasannya alias kembali botol, yang sebenarnya sama dengan AQUA kemasan botol beling atau kaca. Dengan demikian, galon air minum dalam kemasan yang diperoleh konsumen hanya dipinjamkan atau disewakan kepada konsumen sehingga status kepemilikan terhadap galon air tetap berada pada perusahaan pemilik merek terdaftar. Selain itu galon kemasan 19 liter milik AQUA tersebut merupakan aset perusahaan, dikarenakan hampir 80 % biaya produksi AMDK dikeluarkan untuk biaya membeli/ memproduksi kemasan.77

Pihak AQUA sebagai pemegang merek terdaftar yang galon air minumnya sering digunakan oleh pelanggan depot air minum isi ulang mengakui bahwa ketentuan Pasal 9 Ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 705/MPP/KEP/11/2003 sangat sulit dilaksanakan karena tidak adanya larangan dan sanksi yang tegas terhadap penggunaan galon air minum merek AQUA oleh pelanggan yang mengisinya dengan air minum isi ulang bukan dari perusahaan AQUA.78 Karena menurut ketentuan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 651/MPP/10/2004 selama pihak depot air minum isi ulang tidak

77Hasil wawancara dengan Syabariah Br. Tarigan, Financial Accounting PT. Sibayakindo, Doulu Berastagi, tanggal 15 April 2014

(39)

melanggar ketentuan Pasal 7 bukanlah merupakan perbuatan melanggar hukum di bidang merek, dengan demikian selama galon air minum merek AQUA tersebut dibawa oleh pelanggan depot air minum isi ulang bukan dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum di bidang merek.

Untuk kasus pelanggaran merek AQUA di beberapa daerah di Indonesia saat ini marak terjadi, pelanggaran merek AQUA tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana pemalsuan merek, dari beberapa kasus pemalsuan merek AQUA yang terjadi di beberapa daerah aparat penegak hukum cukup tanggap mengatasi permasalahan tersebut, misalnya seperti yang diberitakan Solopos.com, Jumat (18/11/2011) aparat Polres Klaten menggerebek pemalsu air minum dalam kemasan (AMDK) merk AQUA pada Rabu (16/11/2011) malam di Dukuh Ngentak, Desa Jurangjero, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah. Galon merek AQUA tersebut dikumpulkan oleh sebuah depot air minum isi ulang, kemudian diisi dengan air minum isi ulang produksi sendiri dan berikan segel mirip dengan segel yang biasa digunakan oleh pihak AQUA.79

Kasus lainnya terjadi pada bulan September 2013, aparat penegak hukum di daerah Jombang mengungkap praktik pemalsuan AQUA dengan tersangka warga Dusun Plosorejo, Desa/Kecamatan Bandar Kedungmulyo. Dari hasil pengungkapan oleh aparat penegak hukum tersebut ditemukan beberapa barang bukti meliputi 120

79Solo Pos, “Terkait Pemalsuan AQUA Konsumen Diminta Lebih Hati-Hati,”

(40)

galon AQUA siap edar, tiga dus tutup galon, dua karung tisu pembersih galon, enam karung tutup galon dan tanpa merek.80

Kasus serupa terjadi pada bulan Februari 2014 di daerah Tangerang, aparat penegak hukum Kota Tangerang berhasil membongkar praktek pemalsuan air isi ulang galon merk AQUA yang beroperasi di Kampung Jaha, Rt. 2/3, Kelurahan Malangnengah, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Pelaku yang sudah beroperasi selama empat bulan ini diketahui tidak memiliki izin usaha dari pemerintah setempat dan pemilik merek AQUA. Aparat penegak hukum berhasil mengamankan barang bukti berupa dua tabung filter air, 101 galon air merk AQUA, dua karung berisi limbah tutup galon merek AQUA dan satu karung tutup galon yang sudah tersegel.81

Praktek pemalsuan air mineral merek AQUA kemasan galon lainnya yang paling baru dan berhasil dibongkar aparat penegak hukum terjadi pada bulan April tahun 2014 di daerah Bandung tepatnya di sebuah tempat pengisian air isi ulang di Kawasan Muara Raya, Kelurahan Situsaeur, Kecamatan Astana Anyar, dalam pengungkapan yang dilakukan aparat penegak hukum tersebut selain mengamankan tersangka, pihaknya juga menyita beberapa barang bukti berupa 96 buah galon AQUA berisi dan sudah ditutup dengan tutup AQUA asli serta 266 (dua ratus enam puluh enam) tutup galon AQUA asli. Modus yang dilakukan yakni dengan cara galon

80Berita Jatim, “Polisi Buru Pemasok Tutup Galon AQUA,” http://beritajatim.com/hukum_ kriminal/183767/polisi_buru_ pemasok_tutup_ galon _aqua.html#.U31oU0AxgqY, terakhir diakses tanggal 19 Mei 2014.

(41)

air minum yang kosong dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan mesin pembersih isi ulang. Kemudian galon tersebut diisi dengan air pegunungan di tempat pengisian air isi ulang miliknya. Air isi ulang untuk mengisi galon AQUA asli disimpannya dalam toren ukuran 5.000 liter dan disalurkan melalui proses mesin air isi ulang, kemudian dimasukkan ke dalam galon AQUA menggunakan selang air. Setelah itu galon AQUA tersebut ditutup dengan menggunakan tutup label asli AQUA dan selanjutnya didistribusikan ke toko-toko sekitar wilayah Kota Bandung.82

Berdasarkan uraian beberapa kasus pidana pemalsuan merek AQUA yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia tersebut, tampak bahwa pihak aparat penegak hukum sangat berperan aktif dalam pengungkapan kasus pelanggaran merek AQUA karena selain pelanggaran merek AQUA tersebut berdasarkan Undang-Undang Merek termasuk tindak pidana di bidang merek, juga karena gugatan secara perdata oleh pihak AQUA sendiri dianggap kurang efektif dalam mencegah timbulnya pelanggaran-pelanggaran HKI di bidang merek.83

Dari uraian tersebut diatas dapat diambil suatu asumsi bahwa parameter terjadinya pelanggaran merek pada pengisian air minum merek terdaftar terdapat pada unsur komersialisasi atau unsur memperdagangkan. Selama pelanggan depot air minum yang mengisi air minum pada depot air minum isi ulang menggunakan galon merek terdaftar tetapi untuk dipergunakan sendiri untuk memenuhi kebutuhan rumah

82Galamedia, “Pemalsuan Aqua Danone Kemasan Galon Terungkap”, http://www.klik-galamedia.com/pemalsuan-aqua-danone-kemasan-galon-terungkap, terakhir diakses tanggal 19 Mei 2014.

(42)

tangga akan air minum hal itu tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran merek, namun apabila pelanggan air minum isi ulang tersebut mengisi air minum pada depot air minum isi ulang untuk diperdagangkan atau untuk tujuan komersial maka telah terjadi pelanggaran merek.

Berdasarkan ketentuan Pasal 90 dan 91 Undang-Undang Merek yang berbunyi:

”Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).”

Berdasarkan uraian mengenai pelanggaran merek di atas mengandung unsur bahwa pelanggaran atas merek tersebut terjadi apabila ada seseorang yang menggunakan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, unsur diproduksi dan atau diperdagangkan disini bermakna penggunaan merek terdaftar milik pihak lain tersebut memang diperuntukkan untuk tujuan komersial/perdagangan.

(43)

Berdasarkan ketentuan tersebut terdapat unsur ”yang turut serta melakukan”, yang berarti ”bersama-sama melakukan” sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan dan orang yang turut melakukan suatu peristiwa pidana. Kedua orang itu sama-sama melakukan pelaksanaan sehingga sama-sama melakukan unsur-unsur dari perbuatan pidana itu.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Admin P h as e 1 Mengecek jumlah data jawaban kuesioner Jawaban Penilaian Sesuai Menguji validitas dan reliabilitas Nilai Uji Menganalisis karakteristik Jawaban

Apabila ketepatan perencanaan kas dan pembayaran tagihan yang tepat waktu bisa selaras dengan aliran dana dari pembiayaan dalam negeri dan luar negeri, maka akan

Ketika pengguna akan melakukan transaksi pembayaran untuk ticketing, pengguna dapat memeriksa informasi yang dilakukan dan melakukan proses pembayaran tiket atau

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mencari nilai persamaan regresi yang digunakan untuk mengukur tingkat variabel Y berdasarkan beberapa tingkat

Allah Swt menurunkan al-Qur’an sebagai bukti akan kebenaran risalah Muhammad, dan juga sebagai petunjuk bagi hamba-Nya agar senantiasa taat dan mengesakan-Nya. Di dalamnya

Maka, bila ditinjau dari sisi penderma, waktu terbaik untuk memberikan dana adalah pada saat penderma sedang berlatih me- ditasi vipassanā dan secara otomatis hal

Untuk mengatasi hal ini, EXCL melakukan inisiatif seperti pembayaran lebih awal hutang dengan denominasi USD dan melakukan lindung nilai tukar (hedging) terhadap

Setelah didapatkan nilai bobot untuk masing-masing kriteria, kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode TOPSIS yang telah di-fuzzy-kan, Berbeda dengan metode