• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Kotoran Ayam Dan Dolomit Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Aplikasi Kotoran Ayam Dan Dolomit Terhadap Ketersediaan Dan Serapan Fosfor Pada Tanah Inceptisol Kwala Bekala Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L.)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU), Medan pada ketinggian tempat sekitar 25 m dpl. Analisis dilakukan di Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi dan Laboratorium Kimia/Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian USU Medan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2014 sampai bulan Februari 2015

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanah Inceptisol yang diambil di daerah Kwala Bekala, kotoran ayam dan kapur dolomit sebagai bahan utama dalam penelitian, label sebagai penanda perlakuan pada polibag, benih Jagung varietas pioneer-23 sebagai tanaman indikator, pupuk Urea (45% N) pupuk SP-36 (36% P2O5) dan pupuk KCl (60% K20) sebagai pupuk dasar, air untuk menyiram tanaman, dan bahan-bahan pendukung lainnya untuk keperluan penelitian atau kebutuhan analisis di laboratorium.

(2)

Pelaksanaan Penelitian

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor perlakuan I adalah Kotoran Ayam (A) dengan 4 taraf dosis, faktor perlakuan II adalah Dolomit (D) dengan 3 taraf dosis, dan dengan 3 ulangan. Sehingga diperoleh unit percobaan 4 x 3 x 3 = 36 unit.

Taraf dosis perlakuan Kotoran Ayam (A) : A0 = 0 ton/ha (0 g/polibag)

A1 = 7,5 ton/ha (18,75 g/polibag) A2 = 15 ton/ha (37,5 g/polibag) A3 = 22,5 ton/ha (56,25 g/polibag) Taraf dosis perlakuan Dolomit (D) : D0 = tanpa Dolomit

D1 = penetapan kapur ≈ 1 x Aldd (7,36 g Dolomit/polibag)

D2 = penetapan kapur kurva Ca(OH)2≈ pH 6.5 (2,72 g Dolomit/polibag) Sehingga diperoleh 12 kombinasi perlakuan sebagai berikut :

A0D0 A1D0 A2D0 A3D0

A0D1 A1D1 A2D1 A3D1

A0D2 A1D2 A2D2 A3D2

Model linier untuk RAK :

Yijk = µ + βi + Aj + Dk + (AD)jk + €ijk

Yijk = hasil pengamatan pada ulangan taraf ke-i, pemberian kotoran ayam pada taraf ke-j, dan pemberian dolomit pada taraf ke-k.

µ = rataan umum

βi = pengaruh ulangan ke-i

(3)

€ijk = galat perlakuan

Kemudian untuk perlakuan yang nyata menurut uji sidik ragam, dilakukan uji nilai rataan menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

Pengambilan dan Persiapan Sampel Tanah

Tanah Inceptisol diambil dari daerah kampus baru USU di Kwala Bekala, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, diambil pada lapisan atas tanah (top soil). Kemudian dikeringudarakan dan diayak dengan ayakan 10 mesh untuk mendapatkan sampel tanah yang tidak terganggu.

Kemudian dilakukan pengukuran kadar air (% KA) tanah untuk menentukan banyaknya tanah yang dimasukkan kedalam polibag, sehingga tanah yang digunakan sebanyak 5kg berat tanah kering oven (BTKO) atau setara dengan 5,8 kg berat tanah kering udara (BTKU). Setelah itu, tanah dimasukkan ke dalam polibag dan disusun sesuai dengan bagan penelitian seperti pada Lampiran 1.

Analisis Awal Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Setelah tanah telah dimasukkan ke dalam polibag dan disusun sesuai dengan bagan penelitian, dilakukan analisis awal sampel tanah untuk mengetahui keadaan awal tanah sebelum diaplikasikan bahan penelitian.

Parameter yang diukur meliputi; pH tanah, kadar C-organik tanah, dan P-tersedia tanah. Hasil analisis awal tanah Inceptisol Kwala Bekala dapat dilihat pada Lampiran 2.

Persiapan Kotoran Ayam dan Dolomit

(4)

kotoran ayam meliputi; pH H20, C-organik, N total, rasio C/N, dan kadar P205, hasil analisis pada lampiran 3.

Dolomit sebagai faktor perlakuan II diperoleh dari toko pertanian yang berada di Padang Bulan, Medan. Kemudian dolomit diayak dengan ayakan 10 mesh dan ditetapkan banyaknya kebutuhan yang digunakan sesuai dosis perlakuan dengan menggunakan perhitungan menurut kurva Ca(OH)2 pH 6.5 dan 1 x Aldd. Penetapan kebutuhan kapur dolomit dapat dilihat pada Lampiran 4.

Aplikasi Kotoran Ayam dan Dolomit

Setelah taraf dosis perlakuan ditetapkan, maka kotoran ayam dan dolomit diaplikasikan kedalam polibag sesuai dengan perlakuan masing-masing yang telah ditetapkan pada bagan penelitian. Kemudian diinkubasi selama 2 minggu untuk menghomogenkan antara bahan penelitian dengan sampel tanah.

Analisis Tanah Ahkir Masa Inkubasi Perlakuan

Setelah masa inkubasi perlakuan selesai, diambil sampel tanah dari masing-masing polibag untuk dianalisis di Laboratorium Kimia/Kesuburan tanah Fakultas Pertanian USU Medan dan Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi. Parameter yang diukur meliputi; pH tanah, C-organik tanah, dan P-tersedia tanah.

Penanaman dan Pemeliharaan

(5)

jagung kedalam polibag. Pemeliharaan dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari dan pembersihan gulma yang tumbuh disekitar tanaman Jagung.

Pemanenan

Dilakukan pemanenan setelah tanaman jagung berumur sekitar 7 minggu atau sampai pada ahkir masa vegetatif tanaman. Sebelum dipanen, terlebih dahulu diukur tinggi tanaman jagung menggunakan meteran kemudian dipisahkan atau dipotong bagian tajuk dan akar tanaman menggunakan cutter dan dibersihkan. Analisis tanaman setelah ahkir masa vegetatif tanaman

Setelah diperoleh bagian tajuk dan akar tanaman Jagung, selanjutnya diovenkan selama sekitar 2 hari pada suhu 750C dan ditimbang berat masing-masing. Kemudian tajuk tanaman jagung digrinder dan dianalisis di Laboratorium Research & Development Asian Agri Tebing Tinggi untuk diukur kadar hara P tanaman untuk selanjutnya dihitung serapan hara P tanaman.

Parameter yang diukur

1. Analisis tanah setelah ahkir masa inkubasi tanah

- pH tanah dengan metode elektrometri menggunakan pH meter - C-organik tanah dengan metode Walkley and Black

- P-tersedia tanah dengan metode Bray-II

2. Analisis tanaman setelah akhir masa vegetatif tanaman - Tinggi tanaman (cm)

- Bobot kering akar (g) - Bobot kering tajuk (g)

(6)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ahkir Masa Inkubasi Tanah

pH Tanah

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 7 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit meningkatkan pH tanah, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan pH tanah. Berikut hasil uji DMRT pH tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 1.

Tabel 1. pH tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah

Perlakuan Dosis pH

A0 0 ton/ha 4,87d

A1 7,5 ton/ha 5,38c

A2 15 ton/ha 5,52b

A3 22,5 ton/ha 5,67a

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 1 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan pH tanah. Pemberian pada perlakuan A3 (dosis 22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan pH tanah bila dibandingkan pada kontrol dari 4,87 menjadi 5,67 dengan kriteria masam menjadi agak masam.

Tabel 1.1. pH tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah

Perlakuan Dosis pH

D0 tanpa dolomit 5,16c

D1 dolomit ≈ Aldd 5,52a

D2 dolomit ≈ pH 6,5 5,39b

(7)

Dari Tabel 1.1 pemberian dolomit meningkatkan pH tanah Inceptisol. Pemberian dolomit tertinggi pada perlakuan D1 bila dibandingkan pada kontrol dari 5,16 menjadi 5,52 dengan kriteria masam menjadi agak masam.

C-Organik Tanah

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 8 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dapat meningkatkan kadar C-organik, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan C-organik. Berikut hasil uji DMRT C-organik tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 2.

Tabel 2. C-organik tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah

Perlakuan Dosis C-organik

---%---

A0 0 ton/ha 2,21c

A1 7,5 ton/ha 2,31b

A2 15 ton/ha 2,36a

A3 22,5 ton/ha 2,34ab

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 2 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan C-organik tanah. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi penurunan dari 2,36 % menjadi 2,34 %. Pemberian pada perlakuan A2 paling tinggi dalam meningkatkan C-organik bila dibandingkan pada kontrol dari 2,21 % menjadi 2,36 % dengan kriteria sedang.

Tabel 2.1. C-organik tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah

Perlakuan Dosis C-organik

---%---

D0 tanpa dolomit 2,30

D1 dolomit ≈ Aldd 2,29

(8)

Dari Tabel 2.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan kadar C-organik tanah.

P-Tersedia Tanah

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 9 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam meningkatkan P-tersedia tanah, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan P-tersedia tanah. Berikut hasil uji DMRT P-tersedia tanah Inceptisol Kwala Bekala ahkir inkubasi kotoran ayam dan dolomit ke tanah pada Tabel 3.

Tabel 3. P-tersedia tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah

Perlakuan Dosis P-tersedia

---ppm---

A0 0 ton/ha 1,54c

A1 7,5 ton/ha 20,32b

A2 15 ton/ha 32,09a

A3 22,5 ton/ha 35,61a

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 3 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan P-tersedia tanah. Pemberian pada perlakuan A3 (dosis 22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan P-tersedia tanah bila dibandingkan pada kontrol dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm dengan kriteria sangat rendah menjadi sangat tinggi.

Tabel 3.1. P-tersedia tanah Inceptisol ahkir inkubasi dolomit ke tanah

Perlakuan Dosis P-tersedia

---ppm---

D0 tanpa dolomit 20,74

D1 dolomit ≈ Aldd 19,07

(9)

Dari Tabel 3.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan P-tersedia tanah.

Ahkir Masa Vegetatif Tanaman

Tinggi Tanaman Jagung

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 10 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam meningkatkan tinggi tanaman jagung, tetapi aplikasi tunggal dolomit dan interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan tinggi tanaman Jagung. Berikut hasil uji DMRT tinggi tanaman jagung akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 4.

Tabel 4. Tinggi tanaman jagung akibat pemberian kotoran ayam

Perlakuan Dosis Tinggi tanaman

---cm---

A0 0 ton/ha 106,67c

A1 7,5 ton/ha 165,89b

A2 15 ton/ha 188,72a

A3 22,5 ton/ha 185,33a

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 4 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan tinggi tanaman jagung. Pemberian pada perlakuan A2 (dosis 15 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan tinggi tanaman jagung bila dibandingkan pada kontrol dari 106,67 cm menjadi 188,73 cm.

Tabel 4.1. Tinggi tanaman Jagung akibat pemberian dolomit

Perlakuan Dosis Tinggi tanaman

---cm---

D0 tanpa dolomit 159,63

D1 dolomit ≈ Aldd 165,50

(10)

Dari Tabel 4.1 pemberian dolomit tidak nyata dalam meningkatkan tinggi tanaman Jagung.

Bobot Kering Akar

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 11 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan bobot kering akar, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan bobot kering akar. Berikut hasil uji DMRT bobot kering akar akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 5.

Tabel 5. Bobot kering akar akibat pemberian kotoran ayam

Perlakuan Dosis Bobot kering akar

---gram---

A0 0 ton/ha 1,43c

A1 7,5 ton/ha 4,47 b

A2 15 ton/ha 7,93 a

A3 22,5 ton/ha 8,28 a

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 5 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan bobot kering akar. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi peningkatan dalam jumlah yang rendah. Pemberian kotoran ayam pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan bobot kering akar bila dibandingkan pada kontrol dari 1,43 cm menjadi 8,28 cm.

Tabel 5.1. Bobot kering akar akibat pemberian dolomit

Perlakuan Dosis Bobot kering akar

---gram---

D0 tanpa dolomit 4,02 b

D1 dolomit ≈ Aldd 6,47 a

D2 dolomit ≈ pH 6,5 6,10 a

(11)

Dari Tabel 5.1 pemberian dolomit meningkatkan bobot kering akar tanaman jagung. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan D1 bila dibandingkan dengan kontrol dari 4,02 cm ke 6,47 cm.

Bobot Kering Tajuk

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 12 menunjukkan aplikasi tunggal kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan bobot kering tajuk, tetapi interaksi keduanya tidak nyata meningkatkan bobot kering tajuk. Berikut hasil uji DMRT bobot kering tajuk akibat pemberian kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 6.

Tabel 6. Bobot kering tajuk akibat pemberian kotoran ayam

Perlakuan Dosis Bobot kering tajuk

---gram---

A0 0 ton/ha 4,56 c

A1 7,5 ton/ha 15,71 b

A2 15 ton/ha 27,36 a

A3 22,5 ton/ha 26,10 a

Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut uji DMRT taraf 5%.

Dari Tabel 6 pemberian kotoran ayam secara linier pada perlakuan A1, A2, dan A3 meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Namun pada perlakuan A2 ke A3 terjadi peningkatan dalam jumlah rendah. Pemberian pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) paling tinggi dalam meningkatkan bobot kering tajuk bila dibandingkan pada kontrol dari 4,56 cm menjadi 26,10 cm.

Tabel 6.1. Bobot kering tajuk akibat pemberian dolomit

Perlakuan Dosis Bobot kering tajuk

---gram---

D0 tanpa dolomit 14,05 c

D1 dolomit ≈ Aldd 21,40 a

D2 dolomit ≈ pH 6,5 19,85 b

(12)

Dari Tabel 6.1 pemberian dolomit dapat meningkatkan bobot kering tajuk tanaman jagung. Peningkatan tertinggi terjadi pada perlakuan D1 bila dibandingkan dengan kontrol dari 14,05 cm ke 21,40 cm.

Serapan Hara P Tanaman

Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 13 menunjukkan kombinasi dari interaksi kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan serapan hara P tanaman. Berikut hasil uji DMRT serapan hara P tanaman akibat interaksi dari kombinasi kotoran ayam dan dolomit ahkir vegetatif tanaman pada Tabel 7.

Tabel 7. Serapan P tanaman akibat interaksi kombinasi kotoran ayam dan dolomit

Kotoran ayam Keterangan: angka-angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berarti nyata menurut

uji DMRT taraf 5%.

Dari tabel 7 dapat dilihat interaksi dari kombinasi berbagai dosis kotoran ayam dan dolomit dapat meningkatkan serapan hara P tanaman. Peningkatan tertinggi pada kombinasi perlakuan A3 dengan D1 yaitu sebesar 9765,85 mg.

(13)

Pembahasan

Aplikasi Kotoran Ayam

Pemberian kotoran ayam secara linier meningkatkan pH tanah Inceptisol pada ahkir masa inkubasi tanah dari 4,87 menjadi 5,67. Peningkatan tertinggi pada dosis 22,5 ton/ha. Ini dikarenakan kotoran ayam pH tanahnya sebesar 8,09 dan bahan organik yang dihasilkan mampu mengkelat logam berat seperti Al pada tanah sehingga pH tanah Inceptisol menjadi meningkat. Hal ini didukung penelitian Suryani (2010) bahwa pemberian kotoran ayam pada dosis 15 ton/ha mampu meningkatkan pH sebesar 5,5. Pernyataan Damanik dkk., (2010) mengatakan kandungan bahan organik yang tinggi pada kotoran ayam mampu mengikat oksida Al yang ada di tanah, sehingga kemasaman tanah berkurang atau pH tanah meningkat.

(14)

Pemberian kotoran ayam secara linier meningkatkan P-tersedia tanah Inceptisol pada akhir masa inkubasi tanah dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm. Dosis terbaik pada pemberian kotoran ayam 22,5 ton/ha sebesar 35,61 ppm. Peningkatan dikarenakan kandungan P yang terdapat pada kotoran ayam yang sangat tinggi sebesar 3,43 % sehingga dapat melepaskan jerapan logam-logam berat seperti Al pada P di koloid tanah dan mampu menyuplai hara P ke tanah dan P menjadi meningkatkan ketersediaannya di tanah. Sesuai dengan penelitian Nursyamsi dkk., (1995) yang menyatakan pemberian kotoran ayam dapat meningkatkan ketersediaan P tanah akibat pembentukan senyawa kompleks yang mengkelat logam Al dan Fe sehingga hara P lebih tersedia di tanah.

(15)

Aplikasi Dolomit

Pemberian dolomit pada ahkir masa inkubasi tanah nyata dalam meningkatkan pH tanah. Peningkatan tertinggi pada aplikasi D1 (dolomit ≈ Aldd) dari 5,16 menjadi 5,52. Namun tidak diikuti dengan parameter yang lain. Hal ini terjadi karena inkubasi dolomit selama 2 minggu mampu meningkatkan pH tanah akibat dari kandungan Ca dan Mg yang menggantikan posisi Al dalam koloid tanah, tetapi belum mampu dalam membebaskan jerapan P dari Al. Oleh sebab itu perlu dilakukan waktu yang lebih lama dalam inkubasi dolomit. Hal ini dinyataan Kuswandi (1993) bahwa, dengan pengapuran pH tanah akan meningkat, dikarenakan suplai Ca dan Mg yang menggeser kedudukan H+ dipermukaan koloid tanah sehingga kemasaman tanah berkurang. Begitu juga pada penelitian Lokasari (2009) menyatakan inkubasi dolomit selama 2 minggu hanya mampu meningkatkan pH tanah, tetapi tidak menyuplai C-organik karena dolomit tidak mengandung karbon, dan belum mampu meningkatkan ketersediaan P di tanah.

(16)

penyerapan hara dan pertumbuhan tajuk atau pucuk daun tanaman, tetapi tidak mendukung dalam pertumbuhan batang atau pertambahan tinggi tanaman.

Interaksi Aplikasi Kotoran Ayam dan Dolomit

Interaksi pemberian kotoran ayam dan dolomit meningkatkan serapan P tanaman jagung. Jika dilihat pada pemberian khusus berbagai dosis dolomit

yang dikombinasikan dengan kotoran ayam pada perlakuan A2 (15 ton/ha) terjadi peningkatan serapan P tanaman dari 5385,14 mg menjadi 6723,74 mg. Kemudian kombinasi berbagai dosis dolomit dengan kotoran ayam pada perlakuan A3 (22,5 ton/ha) serapan P tanaman meningkat lebih tinggi dari 3918,33 mg menjadi 9765,85 mg. Peningkatan tertinggi pada kombinasi perlakuan A3 (22,5 ton/ha) dengan D1 (dolomit ≈ Aldd) yaitu sebesar 9765,85 mg. Hal ini dikarenakan peningkatan pH tanah dan P-tersedia tanah mengakibatkan semakin besar terjadinya kontak akar dengan hara P yang meningkatkan kadar P yang diserap oleh tanaman. Sehingga akan meningkatkan kecepatan difusi akar dalam menyrap hara P dalam koloid tanah. Karena menurut Damanik dkk., (2010) bahwa semakin banyak bahan organik yang diberika ke tanah akan membebaskan jerapan P di dalam tanah yang didukug oleh kandungan Ca dan Mg pada dolomit dalam menggantikan posisi Al3+ dan Fe2+ pada koloid tanah. Sehingga ketersediaan P di dalam tanah dapat diserap dalam jumlah yang banyak oleh tanaman. Oleh karena itu, kotoran ayam mampu mempengaruhi serapan hara P pada tanaman.

Hubungan Aplikasi Kotoran Ayam pada Tanah Inceptisol dan Pertumbuhan Tanaman Jagung

(17)

C-organik sebesar 11,43 % mampu meningkatkan keadaan C-organik pada tanah dari 2,21 % menjadi 2,36 % sehingga terjadi peningkatnya P-tersedia tanah dari 1,54 ppm menjadi 35,61 ppm dan pH tanah dari 4,87 menjadi 5,67. Hal ini dikarenakan kaitannya dengan bahan organik yang terdapat pada kotoran ayam mampu mengkelat logam Al yang ada di tanah atau mengikat P sehingga ketersediaan Al berkurang dan pH tanah meningkat sehingga P-tersedia pada tanah meningkat. Ini didukung pernyataan Nursyamsi dkk., (1995) bahwa kotoran ayam dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al sehingga hara P lebih tersedia pada tanah akibat pembebasan Al pada P dan mengurangi kemasaman pada tanah. Begitu juga pernyataan Stevenson (1982) bahwa mekanisme peningkatan P-tersedia tanah dari masukkan bahan organik yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami proses mineralisasi P sehingga pengikatan P pada logam berat dikurangi dan P akan lebih tersedia di tanah. Oleh karena itu, kotoran ayam mampu mempengaruhi peningkatan pH tanah, C-organik tanah dan ketersediaan hara P di tanah.

(18)

Gambar

Tabel 1. pH tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah
Tabel 2. C-organik tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah
Tabel 3. P-tersedia tanah Inceptisol ahkir inkubasi kotoran ayam ke tanah
Tabel 4. Tinggi tanaman jagung akibat pemberian kotoran ayam
+4

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Analysis of Contact Width and Contact Stress of Three Layer Corrugated Metal Gasket_2017 The Characteristics of Aluminum Casting Product Using Centifugal Casting

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruh b, dan huruf c perlu menetapkan Keputusan Bupati Bantul tentang Pembentukan Panitia Kesatuan

PROGRAM PENGEMBANGAN MODEL OPERASIONAL BKB-POSYANDU-PADU - Kegiatan Pembinaan Dan Penguatan Kader Bina Balita. KEPALA SUB BIDANG

Program Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan3.

Kesimpulan dari penelitian ini ialah kapang Rhizopus oligosporus dapat dicampur baik dengan bakteri Klebsiella pneumoniae atau Citrobacter freundii dalam suatu media

Tabel 22 Data Responden Berdasarkan Adanya Komunikasi Yang Terjadi Di Dalam Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan Berjalan Dengan

Berdasarkan fakta diatas, masalah Fluor Albus pada ibu hamil merupakan masalah penting yang erat hubungannya dengan masalah mortalitas maternal, maka pada