• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRADISI PINGIN PENGANTIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Study Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TRADISI PINGIN PENGANTIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (Study Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali) - Test Repository"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

TRADISI PINGIN PENGANTIN DALAM

PANDANGAN HUKUM ISLAM

(Study Kasus Ds. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam

Oleh:

NURUL HIDAYAH

211 11 005

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI‟AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi MOTTO

PERTAHANKAN SESUATU YANG HARUS KAMU PERJUANGKAN

SAMPAI KAMU BENAR-BENAR MENDAPATKANNYA

JANGAN PERNAH BERHENTI BERMIMPI, KARENA MIMPI MEMBERI ASA

DAN HARAPAN DALAM MENJALANI KEHIDUPAN”

“BELAJAR MENGALAH SAMPAI SEORANGPUN TIDAK BISA

MENGALAHKANMU, BELAJAR MERENDAH SAMPAI TIDAK

SEORANGPUN BISA MERENDAHKANMU”

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan buat :

1. Kedua orang tua saya ayahanda Turmuji dan ibunda Samiyem ynag tidak

pernah henti-hentinya memberikan motifasi kepada saya untuk tetap selalu

menimba ilmu dan do‟anya yang tidak putus-putus mereka panjatkan guna

kesuksesan anaknya.

2. Kedua Kakakku Nurul Inayah dan Nurul Fauziah yang selalu memberikan

semangat dan dorongan moral dan spriritual, dan adikku tercinta Ida

Fauziah yang selalu ada buat saya dalam keadaan apapun.

3. Sahabat-sahabatku Siti nuraini, Irinna Ika Wulandari, Rosalina Ardhiarini

dan kak oelya busromun yang sudah menemani selama 4 tahun ini dan

berjuang bersama dalam keadaan suka dan duka, dan terima kasih bersama

kalian kita bisa mengukir kenangan indah dan kesuksesan bersama

4. Teman-teman seperjuangan yang selalu memberkan dorongan dan

(7)

vii

5. Bapak Drs. Badwan M.Ag dan Bapak Yusuf Khumaini S.HI.,M.H yang

telah memberikan bimbingan skripsi yang sabar dan teliti yang senantiasa

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulliah penulis panjatkan kepada Allah SWT

yang telah memberikan beribu-ribu nikmat, berupa nikmat Iman, Islam

Ihksan. Serta yang memberiakn rahmat dan karunia- Nya, sehingga karya

tulis ini bisa diselesaikan dengan baik.

Shalawat berserta salam tak lupa kita lantunkan kepada junjungan

kita yaitu nabi agung nabi akhirul zaman Nabi Muhhammad SAW, yang

memberikan syafa‟atnya diyaumil khiamah kelak dan emoga saja kita

semua mendapatkan syafa‟at dari Beliau.amin.

Karya tulis ini dapat diselesaikan berkat bantuan beberapa pihak.

Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

banyak dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak, terutama kepada:

1. Rektor IAIN Salatiga bapak Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd.

2. Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga Ibu Dra. Siti Zumrotun M.Ag

3. Ketua Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah (AS) IAIN Salatiga Bapak

Syukron Ma‟mum S.HI,.M.Si.

4. Bapak Dra. Badwan M.Ag dan Yusuf Khumaini S.H.I,.M.H yang telah

membimbing peneliti dalam penyelesaikan karya tulis ini dengan baik,

penuh kesabaran serta tulus.

5. Masyarakat desa Klalingan kecamatan Klego Kabupaten Boyolali dan

pengantin yang telah bersedeia untuk meluangkan waktunya ntuk

memberikan informasi terkait dengan judul yang penulis teliti.

(9)

ix

Meskipun kegiatan peneliti ini sudah dilakukan secara maksimal,

namun penulis merasa masih banyak kekurangan. Untuk itu saran dan

kritik yang membangun saya harapkan untuk memperbaiki study

selanjutnya.

Ahkirnya semioga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umunya dan masyarakakat desa Klalingan khususnya.

(10)

x

ABSTRAK

Nurul Hidayah. 211 11 005. TRADISI PINGIT PENGANTIN DI TINJAU

PANDANGAN HUKUM ISLAM (Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten

Boyolali). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Intitut Agama Islam Negeri. Dosen Pembimbing. Drs. Badwan M.Ag

Kata Kunci : Hukum Islam Dalam Memandang Tradisi Pingitan.

Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui; (1) Apa yang di maksud dengan tradisi pingitan tersebut serta tujuannya?(2) Bagaimana pandangan masyarakat tentang tradisi pingitan tersebut? (3) Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisi pingitan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metodelogi penelitian kualitatif. Metedo pengumpulan datanya penyusun menggunakan metode observasi, wawancara dan dokumentasi. Peneliti juga menggunakan pendekatan historis dan fenomenologis untuk memperoleh data yang akurat (benar dan jelas).

Data yang diperoleh peneliti dari beberapa informan di desa Klalingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali ini adalah tradisi “Pingit pengantin” tidak wajib dilaksanakan, dan boleh digunakan untuk menjaga calon pengantin, dan persiapan diri bagi calaon pengantin dalam menghadapi hari pernikahan.

Dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwasanya suatu tradisi bisa sebagai hujjah yang wajib dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan orang, tetapi untuk sebagian besar masyarakat desa Klalingan masih dan akan melestarikan tradisi pingitan tersebut karena tradsi pingitan tersebut adalah tradisi warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan kepercayan masyarakat Klalingan terhadap musibah yang didapat apabila tidak melakukan tradisi pingitan tersebut menjadi salah satu alasan yang kuat bagi masyarakat desa Klalingan untuk tidak meninggalkan tradisi pingitan tersebut.

Tradisi “pingit pengantin” ini termasuk Urf shahih yakni urf

(11)
(12)

xii

2. Macam-Macam Al-„Urf 28

3. Syarat-Syarat Al-„Urf 20

4. Legalitas Al-„Urf 32

C. Pingitan 1. Pengertian Pingitan 33

2. Asal Usul Tradisi Pingitan 34

D. Hukum Islam 1. Definisi Hukum Islam 36

2. Tujuan Hukum Islam 37

BAB : III HASIL PENELITIAN A. Diskripsi Lokasi Penelitian 1. Kondisi Umum Tentang Desa Klalingan 39

2. Letak Geografis dan Batas Administrasi Desa Klalingan 43

3. Kondisi fisik Desa Klego 43

4. Keadaan Sosial Keagamaan Masyarakat. 47

BAB: IV ANALISIS A. Kegiatan Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali 1. Proses Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali. 51

2. Pelaku Pingitan Des. Klalingan Kec. Klego Kab. Boyolali 51

3. Landasan Masyarakat Des. Klalingan Melakukan Pingitan. 54

B. Pendapat Masyarakat Des. Klalingan Tentang Tradisi Pingit Pengantin. 55

(13)

xiii

D. Pandangan Hukum Islam tentang Tradisi Pingitan Penganti Boyolali. 66

E. Analisis 1. Faktor Yang Mendorong Yang Melakukan Tradisi Pingitan Pengantin 67 2. Faktor Penghambat Desa Klalingan Melakukan Tradisi Pingitan. 69

3. Konsep U‟rf Terkait Dengan Tradisi Pingit Pengantin 70

BAB: V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Tradisi Pingitan 73

2. Pendapat Ulama Desa Klalingan Tentang Pingitan 74

3. Pandangan Hukum Islam Tentang Tradisi Pingitan 74

(14)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Pandangan Islam Pernikahan itu merupakan Sunnah Allah

dan Sunnah Rasul. Sunnah Allah berarti : menurut qudrat dan iradat Allah

dalam penciptaan alam ini, pada dasarnya Allah menciptakan makhluk ini

dlam bentuk berpasang-pasangan sebagaimana firman Allah dalam surat

Az-Zariyat ayat 49

Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”

Sedangkan sunnah Rasul berarti sesuatu tradisi yang telah

ditertapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk umatnya. Pada

dasarnya agama Islam itu ada dengan peraturan-peraturan yang di bawa

dengan tujuan agar kehidupan sosial masyarakat menjadi tenteram

(sakinah) baik di dunia dan di ahkhirat, karena Islam mengatur dengan

landasan syari‟at Islam.

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Oleh karena itu pengertian perkawinan dalam ajaran agama

(15)

2

menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan

ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya

merupakan ibadah ( Zainudin, 2006 : 7).

Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik

perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah,

pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai

kedudukan manusia sebagai makhluk yang berkehormatan (Departemen

Agama Republik Indonesia . 1999, Hal. 5).

Dalam pengertian lain pernikahan merupakan pintu gerbang untuk

memasuki kehidupan baru yang sah menurut kaca mata agama islam bagi

pria dan wanita. Pernikahan bagi masyarakat jawa sendiri diyakini sebagai

sesuatu yang sakral, sehingga diharapkan dalam menjalaninya cukup

sekali dalam seumur hidup (Sholikhin, 2010 : 180).

Hukum Islam senantiasa menjadi hukum yang berlaku dalam

masyarakat muslim, yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang

berbahagia dan sejahtera sesuai dengan syari‟at Islam. Pada dasarnya

agama Islam ada dengan peraturan yang apabila melanggarnya ataupun

mematuhi peraturan tersebut hukuman dan imbalannya langsung dari sang

Khalik kelak di Ahkirat maupun didunia berupa azab. Semua itu telah

dituliskan pada Al-qur‟an dan Hadits.

Hukum Islam merupakan seperangkat peraturan berdasarkan wahyu

(16)

3

diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam

(Syarifuddin,2007 : 2).

Kebiasan dan budaya memang tidak pernah lepas dari kehidupan

masyarakat disamping berhubungan dengan orang lain, masyarakat juga

berhubungan dengan namanya budaya.

Hubungan ini tidak dapat dipisahkan karena budaya itu sendiri

tumbuh dan berkembang didalam ruang lingkup kehidupan masyarakat.

Tiap masyarakat pasti punya tradisi atau budaya sendiri-sendiri

(http://pernikahanadat..com/2010/01/pernikahan-adat-betawi.html).

Upacara perkawinan memiliki banyak ragam dan variasi diantara

bangsa, suku satu dan yang lain, agama, budaya, maupun kelas sosial.

Penggunaan atau aturan tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan

atau hukum agama tertentu pula. Upacara perkawinan sendiri biasanya

merupakan acara yang dilangsungkan untuk melakukan upacara

berdasarkan adat istiadat yang berlaku. Sedangkan perkawinan secara adat

merupakan salah satu unsur kebudayaan yang sangat luhur dan asli dari

nenek moyang kita yang perlu dilestarikan, agar generasi berikutnya tidak

kehilangan jejak. Upacara perkawinan adat mempunyai nilai luhur dan

suci meskipun diselenggarakan secara sederhana sekali.

Tiap daerah mempunyai upacara tersendiri sesuai dengan adat

istiadat setempat. Ini bisa dikatakan seperti negara kita yang terdiri dari

berbagai suku bangsa dengan adat istiadat dan upacara perkawinan yang

(17)

4

t.com/2012/09/proses-perkawinan-dan-upacara-adat-masyarakat-dalam-pernikahan.htm)

Tradisi yang ada dimasyarakat yang menurut mereka berasal dari

turun-temurun dari para orangtua mereka dan disampaikan secara lisan

berupa cerita dan bukan secara tulisan yang terkodifikasi. Maka tiap tradisi

sering dan terus bermodifikasi sesuai dengan perkembangan zaman atau

sesuai dengan selera dari masyarakat yang ada, contoh budaya peringatan

kematian tiga hari dan tujuh hari pada perkembangannya sekarang sering

gabung dengan istilah tiga sekaligus tujuh hari.

Budaya pernikahan ada akad dan walimahan, maka sebelum nikah

ada acara pingitan atau siraman, sesudah akad ada acara lempar pantun

atau cacap-cacapan (budaya Palembang), diwalimahan ada orgen

tunggalan. Sedangkan tradisi yang ada pada masyarakat Jawa dalam hal

perkawinan melalui beberapa tahapan. Biasanya seluruh rangkaian acara

perkawinan berlangsug selama kurang lebih dua bulan, hal ini diperinci

sebagai berikut :

1. Nontoni; Melihat calon istri dan keluarganya, dengan mengirim

utusan (wakil) untuk melamar (meminang); Tahapan setelah

nontoni apabila si gadis bersedia dipersunting.

2. Paningset ; Pemberian harta benda, berupa pakaian lengkap

(18)

5

3. Pasok Tukon ; Upacara penyerahan harta benda kepada keluarga si

gadis berupa uang,pakaian dan sebagainya, diberikan tiga hari

sebelum pernikahan.

4. Pingitan ; Calon istri tidak diperbolehkan keluar rumah selama 7

hari atau 40 hari sebelum perkawinan.

5. Tarub ; Mempersiapkan perlengkapan perkawianan termasuk

menghias rumah dengan janur.

6. Siraman ; Upacara mandi bagi calon pengantin wanita yang

dilanjutkan dengan selamatan.

7. Ijab Kabul (Akad Nikah); Upacara pernikahan dihadapan

penghulu, disertai orang tua atau Wali dan saksi-saksi.

8. Temon (Panggih manten); Saat pertemuan pengantin pria dengan

wanita

9. Ngunduh Mantu (ngunduh temanten) ; Memboyong pengantin

wanita kerumah pengantin pria yang disertai pesta ditempat

pengantin pria ((Hilman. 2003 : 3).

Fokus bahasan penulis yaitu tradisi “pingit pengantin”. Tradisi ini biasanya juga dilakukan oleh sebagian masyarakat Klego. Dalam

menggelar pernikahan biasanya para calon pengantin tidak boleh bertemu

sampai hari acara ijab qobul tersebut, karena dalam kepercayaan

masyarakat Jawa masa-masa menjelang pernikahan adalah masa-masa

yang riskan, untuk itu calon pengantin tidak diperbolehkan untuk bertemu

(19)

6

tersebut, oleh karena itu orang tua “memingit” calon pengantin. Pingit

pengantin ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin untuk

memasuki dunia baru yang dinamakan rumah tangga.

Pingitan adalah proses mempersiapkan diri mempelai untuk

memasuki dunia baru yaitu dunia rumah tangga yang baru. Pengertian

lainnya pingitan adalah calon pengantin wanita tidak boleh bertemu

dengan calon pengantin pria sampai akad nikah ditentukan, dan untuk jarak

waktunya biasanya beragam, ada yang melaksanakan selama 2 bulan, 1

bulan dan 5 hari, yang pada perkembangan selanjutnya hanya cukup tiga

hari saja. Selama itu calon mempelai putri dilarang keluar rumah dan tidak

boleh bertemu dengan calon mempelai putra. Seluruh tubuh pengantin

putri dilulur dengan ramu-ramuan, dan dianjurkan pula berpuasa.

Tujuannya agar pada saat jadi pengantin nanti, mempelai putri tampil

cantik sehingga membuat pangling orang yang menyaksikannya

(

http://infopengantin.com/2010/03/rangkaian-upacara-adat-pengantin-jawa.html)

Untuk itu penulis tertarik untuk meneliti tradisi pingitan yang mana

pingitan termasuk dalam salah satu upacara adat dan merupakan tradisi

yang tidak bisa ditinggalkan dan dipercayai yang dijalani secara

turun-temurun. Karena kepercayaan yang telah mendarah daging pada

masyarakat yang apabila salah satu prosesi upacara perkawinan tersebut

(20)

7

mempelai maupun pengantin, untuk itu penulis bermaksud mengkaji tradisi

pingitan pengantin tersebut dengan pandangan hukum Islam. Sehingga

judul yang ditentukan oleh penulis adalah TRADISI PINGIT

PENGANTIN DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM (DESA

KLALINGAN, KECAMATAN KLEGO, KABUPATEN BOYOLALI)

B. Fokus Penelitian

Sebagai pokok permasalahan yang berangkat dari latar belakang

masalah, maka penulis mengambil beberapa hal yang dijadikan sebagai

rumusan masalah atau fokus dalam penelitian, adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan tradisi pingitan tersebut?

2. Bagaimana pandangan masyarakat klego tentang tradisi pingitan

tersebut?

3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang tradisi pingitan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui makna dari “Pingitan” dan tujuan pingitan pengatin itu

dilakukan.

2. Mengetahui persepsi atau tanggapan dari masyarakat jawa khususnya

masyarakat Klego terhadap tradisi pingitan pengantin?

3. Mengetahui pandangan Hukum Islam tentang tradisi pingitan

tersebut?.

D. Kegunaan Penelitian

(21)

8

1. Pembaca bisa memahami dan mengetahui tentang tradisi adat yang ada

di pulau Jawa khususnya tradisi pingitan pengantin.

2. Pembaca dapat mengetahui argument masyarakat kususnya di Desa

Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali tentang

keyakinannya dalam melakukan tradisi pingitan pengantin.

3. Pembaca dapat mengetahui bagaimana pandangan Hukum Islam

terhadap tradisi pingitan pengantin.

E. Penegasan Istilah

Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda

dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah di dalam

judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah :

1. Tradisi

Tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah ada, kebiasaan

yang diturunkan dari nenek moyang yang dijalankan oleh masyarakat

(Fajri dan Senja:826). Sedangkan yang dimaksuid penulis adalah

kebiasaan pingitan pengantin yang yang diturunkan dari nenek moyang

masyarakat klego dan yang telah menjadi kebiasaan masyarakat jawa

pada umumnya.

2. Pingitan

Pingit, berpingitan : berkurung di dalam rumah tanpa keluar sama

sekali.

Memingit ; mengurung dalam rumah. Pingitan ; Sesuatu yang di

(22)

9

Sedangkan yang dimaksud oleh penulis adalah mengurung

pengantin putri di dalam rumah dan tidak diperbolehkan bertemu

dengan pengantin pria sampai akad nikah yang ditentukan, dengan

ditentukan waktu pingitannya.

3. Hukum Islam

Hukum Islam merupakan seperangkat peraturan berdasarkan wahyu

Allah dan atau Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukkalaf

yang diakui dan diyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam

(Syarifuddin,2007 : 2).

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendapat historis.

Karena dalam pendekatan historis ini penulis bisa mengetahui asal

mula kepercayaan masyarakat tentang tradisi pingit pengantin dan apa

itu tradisi pingit menurut masyarakat Klego.

Karena semua itu bisa diketahui dengan penulis harus terjun

langsung kelapangan guna mengadakan penelitian pada obyek yang

dibahas (Mukhtar, 2007:29), sehingga data yang diperoleh bisa

bervariasi, akurat dan lengkap.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitihan Kualitatif

yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak

menggunaka prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya

(23)

10

2. Kehadiran Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti hadir dalam lokasi guna

memperoleh data. Selain itu penulis juga harus membaur dengan

obyek penelitian dan juga berperan dan berpartisipi dalam seluruh

rangkain kegiatan pingit pengantin, dengan tujuan penulis

mendapatkan data yang akurat. Kehadiran penulis sebagai peneliti

diketahui statusnya sebagai peneliti.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Klalingan Kecamatan Klego

Kabupaten Boyolali. Karena sebagian masyarakat tersebut menganut

tradisi adat jawa pingitan pengantin, dan untuk itu penulis harus terjun

pada lokasi tersebut. Guna mendapatkan data yang relevan dan akurat.

4. Sumber Data

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dari proses penelitian,

penulis menggunakan obyek penelitian berupa informan. Sedangkan

untuk mendapatkan informan tersebut penulis harus terjun di Desa

Klailingan Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali, baik itu masyarakat

biasa maupun ulama‟ setempat. Selain informan yang penting adalah

pengantin wanita yang menjalani pingitan tersebut.

5. Prosedur Pengumpulan Data

a. Observasi

Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan

(24)

11

fenomena-fenomena yang diselidiki (Arikunto, 1987:128). Oleh

karena itu peneliti harus terjun langsung di Desa Klalingan

Kecamatan Klego Kabupaten Boyolali agar bisa mengamati

fenomena-fenomena dan rangakain kegiatan pingitan yang

dilakukan oleh pengantin wanita dan observasi dalam lingkungan

masyarakat tersebut.

b. Wawancara

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis

data dengan teknik komunikasi secara langsung

(Winarno,1990:174). Wawancara ini dilakukan dengan acuan

catatan-catatan mengenai pokok masalah yang akan ditanyakan.

Sasaran yang akan diwawancara adalah masyarakat Klego dan

pengantin wanita yang menjalani pingitan di daerah tersebut.

c. Dokumentasi

Mencari data mengenai beberapa hal, baik berupa catatan dan

data dari pemuka adat ataupun rangakaian kegiatan pingitan yang

dikomentasikan oleh pemuka adat ataupun masyarakat setempat.

Metode ini digunakan sebagai salah satu pelengkap dalam

memperoleh data.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka yaitu peneliti yang mencari data dari

bahan-bahan tertulis (M. Amirin, 1990:135) berupa catatan, buku-buku,

(25)

12

6. Analisis Data

Menganalisa data artinya, menguraikan data, menjelaskan data,

sehingga dari data-data tersebut dapat ditarik pengertian-pengertian

yang kemudian dipahami sehingga menghasilkan sebuah kesimpulan.

Dalam penelitian ini penulis menentukan bentuk analisa terhadap

data-data tersebut, antara lain dengan metode:

a. Deskriptif

Adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya

tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, dan

pandangan sikap yang tampak (Winarno, 1985:139).

Mendeskripsikan data yang didapat penulis tentang situasi di

desa Klalingan, kegiatan masyarakat desa Klalingan terutama pada

kegiatan “pingit pengantin” b. Kualitatif

Adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia

pada kawasan sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut

dalam bahasa(Meleong, 2003:3).

Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh data

dengan cara membaur dalam masyarakat dan melakukan

(26)

13

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penlitian ini terdiri dari lima bab yang saling

berkaitan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB 1 : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan

penelitian, penegasan istilah, metedo penelitian dan sistematika

penulisan

BAB II : Dalam bab ini berisi kajian pustaka yang menjelaskan tentang

pengertian pingitan pengantin, konsep kegiatan dalam masa

pingitan pengantin, pengertian tradisi dan kaedah fiqh yang

menjadi landasan hukum.

BAB III : Bab in desa berisi tentang gambaran umum desa Klalingan,

Kecamatanm Klego Kabupaten Boyolali terdiri dari letak

Geografis, keadaan masyarakat, jumlah penduduk serta struktur

organisasi.

BAB IV : Dalam bab ini berisi analisa mengenai faktor apa saja yang

membuat masyarakat Klego melakukan tradisi Pingitan pada

calon pengantin wanita dan pandangan Hukum Islam tentang

tradisi pingitan pengantin. Menguraikan hasil observasi yang

berisi tentang mitos yang berkembang pada tradisi pingitan

tersebut dan penyajian data tentang gambaran umum masyarakat

Klego terhadap tradisi pingitan. Bab ini diketengahkan untuk

(27)

14

BAB V : Dalam bab ini penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka dan riwayat hidup penulis

H. Telaah Pustaka

Penelitian tentang tradisi pingitan pengantin dalam pandangan

hukum Islam telah dilakukan oleh Ninik Nirma Zunita mahasiswi

Universitas Islam Negeri( UIN) Malang dalam Skripsinya yang berjudul

Pandangan Masyarakat Terhadap Tradisi Pingitan (Studi Kasus Desa

Maduran, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan). Penelitian tersebut

menjelaskan tentang bagaimana tradisi pingitan dilaksanakan oleh

masyarakat setempat, tata cara pelaksanaan tradisi Pingitan, maksud dan

tujuan masyarakat melaksanakan tradisi pingitan

Dalam skripsi Zunita dapat diambil kesimpulan bahwa tradisi

“pingit pengantin” tidak wajib dilaksanakan, dan boleh digunakan untuk

menjaga calon pengantin, dan persiapan diri bagi calon pengantin menuju

hari pernikahannya. Dalam kaedah fiqh dijelaskan bahwa suatu tradisi bisa

sebagai hujjah yang dikerjakan jika tradisi itu digunakan oleh kebanyakan

orang. Tradisi “pingit pengantin” ini termasuk u‟rf shahih yakni u‟rf yang baik dan dapat diterima karena tidak bertentangan denagn syara‟.

Kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang tidak

bertentangan dengan nash (ayat Al-qur‟an atau Hadits), tidak

menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula membawa mudharat

(28)

15

Dari kajian sebelumnya hanya fokus pada bagaimana tradisi

Pingitan tersebut dilaksankan oleh masyarakat setempat, tata cara

pelaksanaan tradisi Pingitan, maksud dan tujuan masyarakat melaksanakan

tradisi Pingitan, oleh karena itu penulis bermaksud untuk mengkaji lebih

dalam lagi tentang tradisi Pingitan yang ada pada masyarakat Desa

Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali dan lebih fokus pada

hukum Islam. Sehingga kita semua bisa mengetahui bagaimana hukum

(29)

16 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pernikahan

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan atau perkawinan dalam literatur fiqh berbahasa Arab

disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan za‟aj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat

dalam Al-quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Kata na-ka-ha banyak

terdapat dalam Al-quran dengan arti kawin. Secara arti kata nikah berarti

bergabung, hubungan kelamin, dan juga berarti akad yang berarti

mengadakanperjanjian pernikahan. Dalam pemakaian bahasa sehari-hari

perkataan nikah lebih banyak dipakai dalam arti kiasan daripada arti yang

sebenarnya jarang sekali dipakai pada saat ini (Muhtar, 1974 :11).

Menurut istilah Hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di

antaranya adalah :

“Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟

untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan

dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki”

Abu Yahya Zakariya Al-Anshary mendefinisikan :

“ Nikah menurut istilah syara‟ ialah yang mengandung ketentuan

hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan

(30)

17

Pengertian lain nikah adalah: Mengumpulkan. Menurut syara‟ artinya :

akad yang telah terkenal dan memenuhi rukun-rukun serta syarat (yang

telah tertentu) untuk berkumpul (Idris dan Ahmadi, 1994 : 198).

Firman Allah :

“Maka nikahilah wanita-wanita yang kami senangai.“(QS. An-Nisa‟: 3) Dalam Kompilasi Hukum Islam, pengertian perkawinan dan tujuannya

dinyatakan dalam pasal 2 dan 3 sebagai berikut :

Pasal 2 : Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad

yang sangat kuat atau mutsaqon ghalizhan untuk mentaati perintah Allah

dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Pasal 3 : Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Sayyid Sabiq, lebih lanjut mengomentari : Perkawinan merupakn salah

satu sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada

manusia, hewan maupuyn tumbuh-tumbuhan. Perkawinan merupakan cara

yang dipilih Allah sebagai jaln bagi manusia untuk beranak-pinak,

berkembang biak, dan melestarikan hidupnya setelah masing-masing

pasangan siap melakukan perannya yang positif dalam memwujudkan

tujuan perkawinan (Ghazaly :11).

2. Prinsip-Prinsip Perkawinan dalam Islam

Ada beberapa prinsip perkawinan menurut agama Islam yang perlu

diperhatikan agar perkawinan itu benar-benar berarti dalam hidup manusia

(31)

18

a. Pilihan jodoh yang tepat.

b. Pernikahan didahului dengan pinangan.

c. Ada ketentuan tentang larangan perkawinan antara laki-laki dan

perempuan.

d. Pernikahan didasarkan atas suka rela antara pihak-pihak yang

bersangkutan.

e. Ada persaksian dalam akad nikah.

f. Pernikahan tidak ditentukan untuk waktu tertentu.

g. Ada kewajiban membayar maskawin/mahar atas suami.

h. Ada kebebasan mengajukan syarat dalam akad nikah.

i. Tanggung jawab pimpinan keluarga pada suami.

j. Ada kewajiban bergaul denganm baik dalam kehidupan rumah tangga

Prinsip-prinsip perkawinan ini sangat penting, karena apabila tidak

terpenuhi prinsip-prinsip tersebut berakibat batal atau tidak sah ( fasid)

nikahnya.

3. Hukum Melakukan Perkawinan

Hukum nikah sangat erat hubungannya dengan pelakunya. Kalau

pelakunya sudah memerlukan dan mampu yang akan menambah takwa,

yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya dari perbuatan haram,

maka hukumnya wajib. Kalau pelakunya tidak mampu dalam

melaksanakan pernikahan, maksudnya bagi orang yang tahu dirinya tidak

mampu melaksanakan hidup rumah tangga, melaksanakan kewajibannya

(32)

19

kewajiban batin seperti mencampuri isteri, maka hukum nikah menjadi

haram. Nikah disunnahkan bagi orang yang mampu tetapi masih sanggup

mengendalikan diri dari peerbuatan haram. Dalam hal ini lebih baik

daripada membujang. Sedangkan hukum asal dari nikah adalh mubah.

Nikah hukumnya sunnah bagi orang yang memerlukannya. Syarat nikah

berasal dari Al-Qur‟an dan hadits serta( ijma‟ umat) kesepakatan umat dengan niat yang kuat (Idris dan Ahmadi .1994 : 199).

Firman Allah :

“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dan hamba-hambanmu yanglelaki

dan hamba-hambamu yang perempuan.” (QS. An-Nuur : 32)

4. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan.

a. Rukun Pernikahan.

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun pernikahan itu terdiri atas.

1) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan

perkawinan.

2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.

Akad nikah akan dianggap sah apabila ada seorang wali atau

wakilnya yang akan menikahkannya.

3) Adanya dua orang saksi.

4) Sighat akad nikah, yaitu ijab kabul yang diucapkan oleh wali

atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon

(33)

20

Tentang jumlah rukun nikah ini, para ulama berbeda pendapat :

Imam Malik mengatakan bahwa rukun nikah itu ada lima macam,

yaitu :

1) Wali dari pihak perempuan.

2) Mahar (maskawin)

3) Calon pengantin laki-laki.

4) Sighat akad nikah.

Imam Syafi‟i berkata bahwa rukun nikah itu ada lima macam,

yaitu:

1) Calon pengantin laki-laki.

2) Calon pengantin perempuan.

3) Wali dari pihak perempuan

4) Dua orang saksi.

5) Sighat akad nikah (Ghazaly,2006 : 48)

Memang ada sedikit perbedaan pendapat dikalangan para

ulama seputar rukun nikah, namun rukun nikah yang dipakai di negara

Indonesia pada umumnya adalah rukun nikah yang disimpulkan dalam

madzhab Syafi‟i

b. Syarat Sahnya Pernikahan

Dasar bagi sahnya perkawinan adalah sudah dipenuhinya

syarat-syarat perkawinan tersebut, sehingganya menghasilkan suatu

perkawinan yang sah dan menimbulkan segala hak dan kewajiban

(34)

21

Pada garis besarnya syarat-syaratsahnya perkawinan itu ada

dua :

1) Calon mempelai perempuannya halal dikawini oleh laki-laki

yang ingin menjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan

merupakan orang yang haram dinikahi.

2) Akad nikahnya dihadiri para saksi.

Secara rinci, masing-masing rukun di atas akan dijelaskan

syarat-syaratnya sebagai berikut:

a) Syarat-syarat kedua mempelai.

(1) Syarat- syarat pengantin pria.

Syariat Islam menentukan beberapa syarat yang harus

dipenuhi oleh calon suami berdasarkan ijtihad para

ulama, yaitu :

(a) Calon suami beragama Islam.

(b) Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki.

(c) Orangnya diketahui dan tertentu.

(d) Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin

dengan calon istri.

(e) Calon mempelai laki-laki mengetahui atau

mengenal calon istri serta tahu betul calon istrinya

halal baginya.

(f) Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan

(35)

22

(g) Tidak sedang melakukan ihram.

(h) Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan

calon istri.

(i) Tidak sedang mempunyai istri empat (Ghazali, 2006

: 50)

(2) Syarat-syarat calon pengantin perempuan :

(a) Beragama Islam atau ahli Kitab (wanita muslimah

dengan laki-laki muslim)

(b) Terang bahwa ia wanita, bukan khunsta (banci)

(c) Wanita itu tentu orangnya.

(d) Halal bagi calon suami.

(e) Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak

masih dalam masa „iddah.

(f) Tidak dipaksa/ikhtiyar.

(g) Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah

(Ghazaly, 2006 : 55)

b) Syarat-syarat Ijab Kabul.

Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan kabul

dengan lisan. Inilah yang dinamakan akad nikah (ikatan atau

perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinannya

dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab

(36)

23

sedangkan kabul dilakukan oleh mempelai laki-laki atau

wakilnya.(Ghazaly, 2006 : 57)

c) Syarat-syarat wali.

Perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai

perempuan atau wakilnya dengan calon suami atau wakilnya.

Wali hendaknya seorang laki-laki, muslim, baligh, berakal dan

adil (tidak fasik). Perkawinan tanpa wali tidak sah.(Ghazaly,

2006 : 59)

d) Syarat-syarat saksi.

Saksi yang menghadiri akad nikah haruslah dua orang

laki-laki, muslim,baligh, berakal, melihat dan mendengan serta

mengerti (paham) akan maksud akad nikah.

Ada yang berpendapat bahwa syarat-syarat saksi itu

adalah sebagai berikut :

(1) Berakal, bukan orang gila.

(2) Baliq, bukan anak-anak.

(3) Merdeka, bukan budak.

(4) Islam.

(5) Kedua orang saksi itu mendengar (Gazaly,2006 :64).

Hikmah adanya saksi adalah untuk kemaslahatan kedua

belah pihak dan masyarakat. Misalnya, salah seorang

mengingkari, hal itu dapat dielakan oleh adanya dua orang

(37)

24

maka dua orang saksi dapatlah menjadi pembela terhadap

adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Di samping

itu, menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir

adalah dari perkawianan suami istri tersebut. Ternyata disini

dua saksi dapat memberikan kesaksiannya.

5. Hikmah Pernikahan

Pada dasarnya nikah dianjurkan oleh Allah SAW karena nikah

mempunyai banyak hikmah bagi pelakunya sendiri, masyarakat, dan

umat manusia. Adapun hikmah pernikahan sebagai berikut :

a. Sesungguhnya naluri seks merupakan naluri yang paling kuat dan

keras yang selamanya menuntut adanya jalan keluar. Bilaman jalan

keluar tidak dapat memuaskan, maka banyak manusia yang

terguncang jiwanya sehingga akan mengambil jalan yang buruk.

Dengan demikian perkawinan badan menjadi segar, jiwa menjadi

tenang, mata terpelihara dari melihat yang haram, dan perasaan

akan tenang menikmati hal yang halal.

b. Perkawinan adalah jalan untuk memperbanyak keturunan,

melestarikan hidup manusia, serta memelihara nafsu yang oleh

Islam sangat dianjurkan.

c. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dalam hidup berumah

tangga dengan anak-anak yang akan menimbulksn rasa cinta,

sayang, dan sikap ramah yang merupakn sifat-sifat baik yang

(38)

25

d. Menyadari tanggung jawab beristeri dang menanggung anak-anak

menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam memperkuat

bakat dan pembawakan seseorang.

e. Ada pembagian tugas, dimana yang satu mengurus dan mengatur

rumah tangga, sedangkan yang lain bekerja mencari nafkah sesuai

dengan batas-batas tanggung jawab antara suami isteri dalam

menanggani tugas-tugasnya.

f. Dengan perkawinan diantaranya dapat membuahkan tali

kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta antara

keluarga dan memperkuat hubungan kemasyarakatan yang

memang oleh Islam direstui, ditopang, dan ditunjang (Sabiq:1980

:80)

B. Adat Istiadat (Al-„Urf)

Tradisi merupakan adat kebiasaan turun temurun dari nenek

moyang yang masih dijalankan di masyarakat. Sejak dahulu tradisi telah

ada dan menjadi kebiasaan yang dilani oleh masyarakat saat ini dalam

Hukum Islam istilah tradisi lebih dikenal dengan urf.

1. Definisi Al-„Urf

Al-„Urf secara bahasa berarti suatu yang telah dikenal dan dipandang baik serta dapat diterima akal sehat. Al-„Urf (adat istiadat) yaitu sesuatu yang sudah diyakini mayoritas orang, baik berupa ucapan atau

perbuatan yang sudah berulang-ulang sehingga tertanam dalam jiwa dan

(39)

26

'Urf merupakan sesuatu yang telah dikenal oleh masyarakat dan

merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik berupa perkataan maupun

perbuatan (Khallaf. 2005 : 104)

Definisi Al-„Urf menurut para ulama yaitu :

1) Menurut Al-Ghazali dalam kitab Al-Mustashfa Al-„Urf merupakan: Sesuatu yang telah menjadi mantap/kuat di dalam jiwa dari segi akal

dan dapat diterima oleh fikiran sehat/baik

(http://www.Wikipedia.Org/wiki/Budaya/Tradisi. diakses pada 22 juni

2008, 4).

2) Menurut Abdul Wahab Khalaf dalam bukunya yang berjudul Ilmu

Ushul al-Fiqih yaitu : Al-'Urf adalah sesuatu yang telah diketahui oleh

orang banyak dan dikerjakan oleh mereka, baik itu yang berupa

perkataan, perbuatan ataupun sesuatu yang lazimnya untuk

ditinggalkan. Hal ini dinamakan pula dengan al-âdah. Sehingga dalam

bahasa ahli syara' disana dijelaskan bahwa antara al-'urf dan al-âdah

tidak terdapat perbedaan (Idem. 1978/1398 : 89).

3) Menurut Al-Jurjaniy yang dikutip oleh Abdul Mudjib dalam bukunya

yang berjudul kaidah-kaidah fiqih, al-„urf adalah : sesuatu (perbuatan maupun perkataan) yang jiwa merasa tenang ketika mengerjakannya,

karena sejalan dengan akal sehat dan diterima oleh tabi‟at. Al-„Urf

juga merupakan hujjah bahkan lebih cepat untuk dipahami (Mudjib.

(40)

27

Para Ulama ushul fiqh membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan

hukum syara‟ urf didefinisikan dengan :

“Kebiasaan mayoritas kaum baik dalam perkataan atau perbuatan”

Berdasarkan definisi ini, Mushthafa Ahmad al-Zarqa‟ (guru besar

fiqh Islam di Universitas „Amman, Jordania), mengatakan bahwa „urf

merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari „urf . Adapun adat menurut ulama ushul fiqh adalah :

Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya hubungan

rasional”

Sedangkan pengertian lain Al-„Adah adalah sesuatu (perbuatan maupun perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia, karena

dapat dierima oleh akal dan manusia mengulang-ulanginya secara

terus-menerus (Mudjib. 1999 : 44).

Definisi ini menunjukan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan

cara berulang-ulang menurut hukum akal, dinamakan adat. Definis ini juga

menunjukan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat luas yang

menyangkut permasalahan pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam

(41)

28

yang menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil

pemikiran yang baik dan yang buruk.

2. Macam-macam 'Urf

Dari beberapa persyaratan di atas kita bisa membagi 'urf (adat

kebiasaan) kepada dua bagian yaitu:

1) 'Urf yang fasid (rusak/jelek) Ialah 'urf yang tidak baik dan tidak dapat

diterima, karena bertentangan dengan nash qath'iy (syara‟). Seperti

kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu tempat

yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena

berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam (Zahrah.

2005 :418).

2) „Urf yang shahih (baik/benar) Ialah 'urf yang saling diketahui orang, tidak menyalahi dalil syari'at, tidak menghalalkan yang haram dan tidak

membatalkan yang wajib, serta dapat diterima karena tidak

bertentangan dengan syara', 'urf ini juga dipandang sebagai salah satu

sumber pokok hukum Islam. Seperti mengadakan pertunangan sebelum

melangsungkan akad nikah, dipandang baik, telah menjadi kebiasaan

dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara (Khallaf. 2005

:105).

'Urf yang shahih dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1) 'Urf 'Aam (kebiasaan yang bersifat umum) Yaitu „Urf yang telah

disepakati masyarakat di seluruh negeri. 'Ulama mazhab Hanafi

(42)

29

kemudian dinamakan istishna 'urf. 'Urf ini dapat mentakhshis nas

yang am yang bersifat zhanny, bukan yang qath'i (Firdaus. 2004 :

97-98). 'Urf seperti ini dibenarkan berdasarkan ijma'. Bahkan tergolong

macam ijma' yanng paling kuat karena di dukung, baik oleh kalangan

mujtahid maupun diluar ulama-ulama mujtahid; oleh golongan

sahabat maupun orang yang datang setelahnya. Oleh karena itu dapat

disimpulkan bahwa 'urf ialah yang diterapkan diseluruh negeri tanpa

memandang kepada kenyataan pada abad-abad yang telah lalu.

2) 'Urf khas (kebiasaan yang bersifat khusus) Yaitu 'urf yang dikenal

berlaku pada suatu negara, wilayah atau golongan masyarakat tertentu,

seperti; „urf yang berhubungan dengan perdagangan, pertanian dan

lain-lain. 'Urf ini tidak boleh berlawanan dengan nash, tetapi boleh

berlawanan dengan qiyas yang illatnya ditemukan tidak melalui jalan

yang qath'i, baik berupa nash maupun yang menyerupai nash dari segi

jelas dan terangnya. Hukum yanng ditetapkan qiyas zhanny akan

selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Karena itu para

ulama berpendapat bahwa ulama mutaakhirin boleh mengeluarkan

pendapat yang berbeda dari mazhab Mutaqaddimin. Karena dalam

menerapkan dalil qiyas mereka sangat terpengaruh oleh 'urf-'urf yang

berkembang dalam masyarakatnya pada waktu itu.

(43)

30

Mereka yang mengatakan al-„urf adalah hujjah, memberikan syarat-syarat tertentu dalam menggunakan al-„urf sebagai sumber hukum diantaranya sebagai berikut :

1) Tidak bertentangan dengan Alquran atau sunnah. Jika seperti kebiasaan

orag minum khamr, riba, berjudi, dan jual beli gharar(ada penipuan)

dan yang lainnya maka tidak boleh diterapkan.

2) Adat kebiasaan tersebut sudah menjadi tradisi dalam setiap muamalah

mereka, atau pada sebagian besarnya. Jika hanya dilakukan dalam

tempo tertentu atau hanya beberapa individu maka hal ini tidak dapat

dijadikan sumber hukum.

3) Tidak ada kesepakatan sebelumnya tentang penentangan terhadap adat

tersebut. Jika adat suatu negeri mendahulukan sebagian mahar dan

menunda sebagiannya, namun kedua calon suami isteri sepakat untuk

membayarnya secara tunai lalu keduanya berselisih pendapat, maka

yang menjadi patokan adalah apa yang sudah disepakati oleh kedua

belah pihak, karena tidak ada arti bagi sebuah adat kebiasaan yang

sudah didahului oleh sebuah kesepakatan untuk menentangnya.

4) Adat istiadat tersebut masih dilakukan oleh orang ketika kejadian itu

berlangsung. Adat lama yang sudah ditinggal orang sebelum

permasalahan muncul tidak dapat digunakan, sama seperti adat yang

baru lahir setelah permasalahannya muncul (Khalil, 2009 : 170)

(44)

31

1) Adat harus berbentuk dari sebuah perbuatan yang sering dilakukan

orang banyak dengan berbagai latar belakang dan golongan secara terus

menerus, dan dengan kebiasaan ini, ia menjadi sebuah tradisi dan

diterima oleh akal pikiran mereka. Dengan kata lain, kebiasaan tersebut

merupakan adat kolektif dan lebih khusus hanya sekadar adat biasa

karena adat dapat berupa adat individu dan adat kolektif.

2) Adat berbeda dengan ijma‟. Adat kebiasaan lahir dari sebuah kebiasaan

yang sering dilakukan oleh orang yang terdiri dari berbagai status

sosial, sedangkan ijma‟ harus lahir dari kesepakatan para ulama

mujtahid secara khusus dan bukan orang awam. Dikarenakan adat

istiadat berbeda ijma‟ maka legalitas adat terbatas pada orang-orang

yang memang sudah terbiasa dengan hal itu, dan tidak menyebar

kepada orang lain yang tidak pernah melakukan hal tersebut, baik yang

hidup satu zaman dengan mereka atau tidak. Adapun ijma‟ menjadi

hujjah kepda semua orang dengan berbagai golongan yang ada pada

zaman itu atau sesudahnya sampai hari ini.

3) Adat terbagi menjadi dua kategori : ucapan dan perbuatan. Adat berupa

ucapan misalnya adalah penggunaan kata walad hanya untuk anak

laki-laki, padahal secara bahasa mencakup anak laki-laki dan perempuan

(45)

32

Allah mensyari‟atkan bagimu tentang anak-anakmu. Yaitu : Bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”

(QS. An-Nisa‟ (4) :11).

Sedangkan adat yang berupa perbuatan adalah setiap perbuatan yang

sudah biasa dilakukan orang, seperti dalam hal jual beli, mereka cukup

dengan cara mu‟athah (menerima dan memberi) tanpa ada ucapan, juga

kebiasaan orang mendahulukan sebagian mahar dan menunda sisanya

sampai waktu yang disepakati (Khalil, 2009 : 168).

d. Legalitas Al-„Urf

Jumhur fuqaha‟ mengatakan bahwa al-„urf merupakan hujjah dan

dianggap sebagai salah satu sumber hukum syariat. Mereka bersandar pada

dalil-dalil sebagai berikut.

1. Firman Allah SAW :

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf.(QS. Al-A‟raf : 199)

Ayat ini menjelaskan tentang wajibnya mengamalkan adat sebab jika

tidak wajib Allah tidak menyuruh Rasullah SWT.

2. Hadits Rasulullah SAW, “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka

ia juga baik di sisi Allah”. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang

dianggap baik oleh kaum muslimin maka hal itu juga baik di sisi Allah

dan jika memang begitu maka wajib diamalkan dan dijadikan sandaran

(46)

33

3. Syariat Islam sangat memperhatikan aspek adat kebiasaan orang Arab

dalam menetapkan hukum. Semua ditetapkan demi mewujudkan

kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad dan mewajibkan denda

kepada pembunuhan yang tidak disengaja. Selain itu, Islam juga telah

membatalkan beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti

mengubur anak perempuan dan menjauhkan kaum wanita dari harta

warisan Islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik.

4. Syariat Islam memiliki prinsip menghilangkan segala kesusahan dan

memudahkan urusan manusia dan mewajibkan orang untuk

meninggalkan sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka

karena sama artinya dengan menjerumuskan mereka ke dalam jurang

kesulitan. Agar mereka tidak terjatuh dalam jurang ini, kita harus

mengakui adat kebiasaan mereka (Khalil. 2009 : 169) sebagaimana

firman Allah SAW :

Dan Dia sekali-kali menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”.(QS. Al-Hajj (22) :78)

Dan firman Allah SAW :

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”.(QS. Al-Baqoroh (2) : 185)

C. Pingitan.

1. Pengertian Pingitan

(47)

34

Memingit ; menurung dalam rumah. Pingitan ; Sesuatu yang di

pingit (Fajri dan Senja : 655).

Sengkeran atau Pingitan adalah proses mempersiapkan diri

mempelai untuk memasuki sebuah dunia yang bernama rumah tangga.

Dipingit adalah istilah yang diterapkan pada calon pengantin agar tidak

kemana-mana maksudnya adalah agar calon pengatin aman dan segar

bugar. Pada dasarnya pingit pengantin itu sama antara daerah satu

dengan daerah yang lain, namun pada pelaksanaannya saja yang

berbeda.

Menurut ethicalweddings.com pingitan pengantin adalah calon

pengantin putri tidak diperbolehkan keluar rumah atau bertemu calon

pengantin putra sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, yaitu sebelum

acara akad nikah. Kedua mempelai harus tidak saling bertemu dulu.

2. Asal Usul Tradisi Pingitan.

Pendidikan anak perempuan menurut adat-istiadat lebih terikat

kepada lingkungan rumah. Semua kebebasan dan pendidikan yang

dinikmati anak-anak gadis itu berakhir, begitu ia menginjak dewasa dan

menjelang pernikahan. Ukuran dewasa bagi gadis-gadis remaja yang

hidup di daerah tropis sangat cepat, sekitar 10 sampai 12 tahun. Mulai

dipersiapkan untuk kehidupan berkeluarga dengan memasuki dunia

pingitan.

Pingitan adalah dunia wanita, dimana gadis-gadis kecil mulai

(48)

35

mengasuh dan mengurus adik-adik mereka yang masih kecil, belajar

memasak dan menjahit, serta kecakapan-kecakapan lain yang perlu

dimiliki ibu rumah tangga. Rumah tangga adalah tiang masyarakat,dan

masyarakat adalah tiang Negara, sebab itu setiap wanita harus menjadi

ibu yang baik dan cakap dalam penanganan rumah tangga.

Tradisi pingitan ini sudah ada pada zaman keraton atau zaman

kerajaan Yogyajakarta. Pada zaman keraton Yogyakarta yang dipimpin

Sri Sultan Hamengkubuwono 1, tradisi pingit pengantin sudah ada sejak

zaman nenek moyang mereka dan tradisi ini merupakan tradisi Jawa

asli yang dijadikan sebagai tradisi turun temurun. Pada zaman dahulu

para pendatang dari Yogyakarta dan Solo datang ke Desa Maduran

Kec.Maduran Kab. Lamongan dan membawa tradisi dan bahasa Jawa

halus (krama inggil).

Mereka tinggal berdampingan bersama masyarakat Desa Maduran

dan kemudian mereka menikah dengan masyarakat Desa Maduran

tersebut. Dan disaat pernikahan tersebut semua adat dari Yogyakarta

dan Solo diterapakan di acara pernikahan, sehingga berbagai adat Jawa

itu ada di Desa Maduran dan merupakan tradisi turun temurun yang

wajib dilestarikan sampai sekarang. Maka dari itu Tradisi pingitan lebih

terkenal di Ds. Maduran Kab. Lamongan, karena tradisi ini sebagian

masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sampai sekarang. Tetapi

bukan berarti masyarakat Solo dan Yogyakarta tidak melakukan tradisi

(49)

36

daerah Klaten dan Boyolali masih menggunakan tradisi pingitan

tersebut.(Sumber :http://muthiapriyanti.blogspot.com.2004/04)

D. Hukum Islam

1. Definisi Hukum Islam

Secara etimologis, hukum adalah sebuah kumpulkan aturan,

baik berupa hasil pengundangan formal maupun dari kebiasaan, yang

mana sebuah negara atau masyarakat mengaku terikat sebagai anggota

atau subyeknya. Kalau pengertian hukum tersebut dihubungkan

dengan Islam, maka “Hukum Islam” adalah sejumlah aturan yang

bersumber pada wakyu Allah dan Sunnah Rasul-baik yang langsung

maupun yang tidak langsung-yang mengantur tingkah laku manusia

yang diakui dan diyakini serta harus dikerjakan oleh umat Islam. Di

samping itu, hukum Islam juga harus memiliki kekuatan untuk

mengatur, baik secara politis maupun sosial.

Secara terminologis, M. Hasbi ash-Shiddieqy menyebutkan

bahwa hukum Islam adalah koleksi daya upaya para ahli hukum untuk

menerapkan syari‟ah atas kebutuhan masyarakat. Sementara itu, An

-Naim menyebutkan bahwa hukum islam mencakup persoalan

keyakinan, ibadah(ritual), etika, dan hukum (Dahlan, 2009 : 92).

Menurut Marcus Tullius Cicero (Romawi) dalam De Legibus

menyatakan hukum adalah akal tertinggi ( the highest reason) yang

ditanamkan oleh alam dalam diri manusia untuk menetapkan apa yang

(50)

37

digunakan dalam perspektif ini adalah aspek perbuatan yang boleh

diperbuat manusia dan aspek perbuatan yang harus doihindari.

Perbuatan manusia, antara yang boleh dilakukan, tidak boleh

dilakukan, merugikan atau tidak merugikan, bertentangan dengan

norma yang ditetapkan oleh negara atau tidak merupakan beberapa

unsur yang menentukan rumusan mengenai hukum. Adapun hukum

Islam biasanya disebut dengan beberapa istilah atau nama yang

masing-masing menggambarkan sisi atau karakteristik tertentu hukum

tersebut (Mustofa dan wahid, 2008 : 1).

Uraian tersebut menunjukan bahwa hukum Islam mencakup

berbagai persoalan hidup manusia, baik yang menyangkut urusan

dunia maupun urusan akhirat.

2. Tujuan Hukum Islam.

Scholten menyebutkan : Tiada hukum tanpa formula, yang

dituntut adalah ucapan hukum berupa penilaian kata mengenai apa

hukum itu, penilaian mana bersandar pada formula-formula umu yang

tersusun dalam kata-kata. Kalau dipelajari dengan seksama ketetapan

Allah dan ketentuan Rasul-Nya yang terdapat di dalam Alquran dan

kitab-kitab hadis yang sahih, kita segera dapat mengetahuio tujuan

hukum Islam. Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum

Islam kebahagian hidup manusia di dunia dan diahkirat kelak, dengan

jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau

(51)

38

kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah

kemaslahatan hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individual,

dan sosial.(Mustofa dan Wahid. 2008 : 6)

Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia ini

saja, tetapi juga untuk kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu

Ishaq al Shatibi (m.d. 790/1388) merumuskan lima tujuan hukum

Islam , yakni :

1) Memelihara agama.

2) Memelihara jiwa.

3) Memelihara akal.

4) Memelihara keturan.

(52)

39 BAB III

HASIL PENELITIAN

A.Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Kondisi Umum Tentang Desa Klalingan

a. Sejarah Desa Klalingan.

Pada zaman dahulu di Indonesia dijajah negara Belanda.

Tentara-tentara Belanda menyerbu di berbagai kota di Indonesia. Melihat hal

tersebut akhirnya Nyi Ageng Serang mengajak rakyatnya bertekad

mengadakan perlawanan terhadap tentara Belanda tersebut dengan

mengguakan senjata sederhana yaitu sebuah bambu runcing. Kemudian

terjadilah sebuah pertempuran yang sangat sengit antara tentara Belanda

dengan rakyat Indonesia dibawah pimpinan Nyi Ageng Serang karena

terlalu lelah akhirnya Nyi ageng Serang beristirahat disebuah tempat. Nyi

Ageng Serang berkata tepat ini kelak akan dinamakan “Klaliangan” yang

berasal dari kata “kaling- kalingan”, yang artinya Belanda tidak akan

pernah melihat karena kaling-kalingan (ketutupan)

Sumber lain menyatakan bahwa zaman dahulu saat masa penjajahan

Belanda Indonesia banyak juga didatangi oleh negara-negara lain dengan

tujuan melakukan perdagangan dan penyiksaan dengan warga negara

Indonesia. Masyarakat kemudian mencari tempat yang aman dari penjajah,

yang kemudian menemukan sebuah Desa yang nampak tertutup bundaran

(53)

40

tersebut disebut dengan sebutan Klalingan.. (Sumber: Cerita warga Desa

Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

b. Visi dan Misi Desa Klalingan. Adapun visi dan misi dari Desa

Klalingan yaitu sebagai berikut:

1) Visi Desa Klalingan

Terwujudnya masyarakat Desa Klaliangan yang tertib, sehat dan

kondusif dalam tata kehidupan yang demokratis, cerdas, mandiri, kreatif

dan produktif dilandasi oleh akhlak mulia dalam rangka mencapai/menuju

terwujudnya Boyolali Tersenyum (Tertib, Rapi, Sehat, Nyaman untuk

Masyarakat), mampu meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan lahir

batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2) Misi Desa Klalingan

a) Untuk menumbuh kembangkan keinginan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari sesuai dengan situasi

dan kondisi Sumber Daya Alam (SDA) Desa Klalingan.

b) Menjadikan Desa Klalingan sebagai Desa (Sentra Pertanian).

Desa yang mampu mewujudkan pertanian yang modern dengan

mengembangkan penggunaan pupuk organik yang ramah

lingkungan.

c) Menjadikan masyarakat Desa Klalingan berbudi pekerti luhur,

tangguh, sehat jasmani dan rokhaninya, cerdas, patriotik,

(54)

41

demokratis demi terciptanya sumber daya manusia yang

berkualitas.

d) Meningkatkan upaya pemerataan pembangunan disegala bidang

pada semua lapisan masyarakat untuk mewujudkan kemakmuran.

e) Mewujudkan Aparat Pemerintahan Desa yang berfungsi sebagai

pelayan masyarakat yang profesional, berdaya guna, dan berhasil

guna, sehingga terwujud Pemerintahan Desa yang bersih dan

beribawa.

f) Meningkatkan inisiatif perencanaan pembangunan, pemberdayaan

masyarakat dan peran wanita serta generasi muda juga

menegakkan supremasi hukum bagi masyarakat.

g) Meningkatkan persatuan dan kersatuan serta toleransi beragama

demi terwujudnya kedamaian, ketentraman, keamanan,

kenyamanan, dan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. (Sumber: Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) Desa Klalingan, Kecamatan Klego,

(55)

42

c. Peta Desa Klego.

Gambar 5. Peta Desa Klego

d. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Aparat Pemerintahan Desa Klalingan.

Adapun susunan organisasi dan tata kerja aparat pemerintahan Desa Klalingan

yaitu sebagai berikut:

Gambar 3.1. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Aparat Pemerintahan Desa

Klalingan

Kepala Dusun

:

Waryanti

Rukun

Tetangga(Rt) 22

: Tasrun

Rukun

Tetangga(Rt) 23

: Suhar

Rukun Tetangga

(Rt) 24 :

Jamhari

(56)

43

2. Letak Geografis dan Batas Administrasi Desa Klalingan

Desa Klego memiliki batas wilayah sebagai berikut:

1) Sebelah Utara : Desa Gondang Legi

2) Sebelah Selatan : Desa Kedokan

3) Sebelah Timur : Desa Karanganyar

4) Sebelah Barat : Desa klumpang

(Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Klalingan,

Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

3. Kondisi fisik Desa Klego

a. Topografi. Kondisi Topografi Desa Klego yang dibagi menjadi tiga Rukun

tetangga (RT). Adapun pembagian wilayahnya dibagi sebagai berikut :

1) Bagian Selatan Rt (Rukun Tetangga) 22.

2) Bagian Tengah Rt (Rukun Tetangga) 23.

3) Bagian Utara Rt (Rukun Tetangga) 24.

Secara keseluruhan wilayah Desa Klalinagn tergolong (dataran rendah

atau dataran tinggi) dengan kemiringan 2-15% dan ketinggian kurang lebih 300

meter di atas permukaan laut.(Sumber: Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

b. Klimatologi. Berdasarkan kondisi iklimnya, Desa Klalinagan dapat

digolongkan sebagai wilayah dengan karakteristik lembab dengan curah hujan

2.000 mm/tahun dan jumlah bulan kering 6 bulan. (Sumber: Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Klaliangan, Kecamatan Klego,

(57)

44

c. Hidrologi. Kondisi Hidrologi Desa Klalingan digolongkan kekurangan

sumber mata air. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan untuk kebutuhan

sehari-hari saat musim kemarau, serta kondisi persawahan adalah sawah tadah

hujan. (Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa

Klaliangan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

d. Jenis tanah. Desa Klalingan memiliki jenis tanah yang pada umumnya

termasuk jenis Aluvial, yang jenis tanah ini cukup sesuai untuk kegiatan

pertanian namun masih labil. Sehingga mengakibatkan banyak jalan di Desa

Klalingan yang cepat rusak. (Sumber: Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Desa Kalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

e. Kondisi lingkungan. Desa Klalingan memiliki karakteristik lingkungan

berupa dataran rendah dengan lingkungan basah dan kering. Karakter

lingkungan wilayah ini mempengaruhi jenis usaha pertanian tanaman pangan,

dengan pengembangan pada lingkungan sebagai berikut:

1) Tanah basah yaitu upaya pengembangan usaha pertanian yang betul-betul

modern dengan mengembangkan penggunaan pupuk organik, sehingga

Desa Klalingan mampu memberikan konstribusi terhadap negara dalam

swadaya beras secara nasional.

2) Tanah kering yaitu sangat cocok untuk pengembangan pertaian tanaman

pangan lahan kering khususnya palawija.

Permasalahan lingkungan hidup yang cukup mencolok yaitu dengan

keberadaan peternakan ayam potong dan pengembangan ikan air tawar jenis

(58)

45

Meskipun selama ini masalah pengaruh polusi dan lalat masih terkendali,

namun yang perlu perhatian khusus dalam pengendaliannya sehingga

benar-benar tidak akan menggangu masyarakat dan lingkungan sehingga semua

bisatertangani dengan baik.(Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) Desa Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

f. Kependudukan. Kependudukan Desa Klalingan dapat dibedakan

berdasarkan usia. Kependudukan desa Klalingan dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 3.1 Kependudukan Desa Klalingan

No Usia/tahun Jumlah

1 0 – 5 90

2 6 – 16 60

3 17 – 25 70

4 26 – 55 85

5 56 ke atas 55

(Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa

Klalingan, Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

Berdasarkan tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kependudukan

yang paling tinggi adalah kelompok usia 0 sampai 5 tahun yaitu mencapai 90

orang, sedangkan yang paling rendah yaitu usia 56 tahun ke atas yang hanya

(59)

46

g. Penduduk Menurut Mata Pencaharian. Desa Klalingan dapat dibedakan

berdasarkan mata pencaharian. Penduduk menurut mata pencaharian desa

Klalingan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.2 Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani Pemilik Tanah 15

2 Petani Penggarap Tanah 25

3 Buruh Tani 30

4 Nelayan 3

5 Pengrajin/Industri Kecil 3

6 Buruh Industri 15

7 Buruh Bangunan 50

8 Pedagang 30

9 Pengangkutan 15

10 Pegawai Negeri Sipil 26

11 TNI 9

(60)

47

13 Peternak Sapi 50

14 Peternak Kambing 30

15 Peternak Ayam 49

(Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa Klalingan,

Kecamatan Klego, Kabupaten Boyolali).

Berdasarkan tabel di atas, maka mata pencaharian desa Klalingan paling

banyak yaitu peternak ayam yang mencapai 2011, sedangkan mata pencaharian

yang terkecil yaitu jenis nelayan yang hanya berjumlah 3 orang.

h. Penduduk menurut pendidikanya. Desa Klalingan dapat dibedakan

berdasarkan pendidikanya. Penduduk menurut pendidiknya desa Klalingan

dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.3 Penduduk Menurut Pendidikan

NO Tingkat Pendidikan Jumlah

1 SD 100

2 SMP 85

3 SMA (Sederajat) 70

4 Perguruan Tinggi 10

Gambar

Gambar 3.1. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Aparat Pemerintahan Desa
Tabel 3.1 Kependudukan Desa Klalingan
Tabel 3.2 Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 3.3 Penduduk Menurut Pendidikan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Pada awalnya, balanced scorecard (BSC) diciptakan untuk mengatasi kelemahan system pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan dengan kata lain aspek keuangan

Stakeholder tersebut dapat berupa pemangku kawasan 1 yang kawasannya menjadi habitat (wilayah jelajah dan sarang elang Jawa) maupun stakeholder selain pemangku

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh performance expectancy, effort expectancy, social influence, dan facilitating condition terhadap use

Berdasar- kan hasil wawancara dengan beberapa responden didapati bahwa dalam melakukan pembelian mobil keluarga, responden cenderung berdiskusi serta mengambil keputusan

Berdasarkan layanan konseling individu dan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa layanan konseling individu dapat meningkatkan motivasi

Karakter morfologi akar yang potensial untuk menunjukkan resistensi tanaman terhadap kekurangan air ialah pemanjangan akar ke lapisan tanah yang lebih dalam,

Tujuan dari penelitian ini ialah mempelajari peran dosis pupuk rumen pada bahan organik rumen dengan penambahan aktivator EM 4 yang dapat mengurangi peran pupuk