• Tidak ada hasil yang ditemukan

-2-118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "-2-118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN

PENGOPERASIAN SARANA DAN PRASARANA

BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG DIBANGUN OLEH PEMERINTAH LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional yang bersifat strategis dan perintisan di pelabuhan perikanan, balai budidaya perikanan, sentra kelautan dan perikanan terpadu, serta lokasi strategis lainnya, perlu peningkatan kerja sama kemitraan dengan Badan Usaha Milik Negara dan/atau Badan Usaha lainnya;

b. bahwa kerja sama kemitraaan tersebut untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas aktivitas pelayanan umum penangkapan, pembudidayaan, pengolahan, pemasaran ikan, operator logistik, perbenihan, pakan, dan pengelolaan sentra kelautan dan perikanan terpadu dilakukan melalui penugasan pengoperasian sarana dan prasana yang dibangun pemerintah dari Menteri kepada Pihak Lain;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanantentang Pengoperasian Sarana dan Prasarana Bidang Kelautan dan Perikanan yang dibangun Pemerintah lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70);

2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

(2)

118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 68);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perusahaan Umum (Perum) Perikanan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 30);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajakyang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 225, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5745);

7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

8. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5);

(3)

9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 87/PMK.06/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1977);

10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOPERASIAN SARANA DAN PRASARANA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG DIBANGUN OLEH PEMERINTAH LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN.

Pasal 1

Petunjuk pelaksanaan pengoperasian sarana dan prasarana bidang Kelautan dan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan merupakan acuan bagi Unit Kerja Eselon I dalam pelaksanaan penggunaan BMN yang akan dioperasikan oleh Pihak Lain.

Pasal 2

Petunjuk pelaksanaan pengoperasian sarana dan prasarana bidang Kelautan dan Perikanan yang dibangun oleh Pemerintah lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dalam Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

(4)

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

(5)

LAMPIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR /PERMEN-KP/2017

TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOPERASIAN SARANA DAN PRASARANA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN YANG DIBANGUN OLEH PEMERINTAH LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang B.Tujuan C.Ruang Lingkup D.Pengertian II. PERENCANAAN A.Skema Paket B.Penetapan Paket

III. PELAKSANAAN PENGOPERASIAN

A.Pihak Lain Yang Dapat Mengoperasikan BMN B.Tata Cara Pemilihan

C.Usulan pengajuan permohonan penggunaan BMN oleh Pihak Lain dari Pengguna Barang kepada pengelola barang

D.Penetapan dari pengelola barang E.Penetapan dari Menteri

F.Perjanjian penggunaan BMN IV. TATA KELOLA PENGOPERASIAN

A.Pemeliharaan B.Pungutan/Beban

C.Koordinasi Antar Unit Eselon I D.Kewajiban

E.Pengawasan dan Pengendalian V. PERJANJIAN

A.Bentuk

B.Perjanjian Kerja Sama VI. PENUTUP

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Barang Milik Negara (BMN) yang merupakan hasil pembelian atau perolehan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau juga dapat berasal dari perolehan lainnya yang sah sebagai contoh adalah hibah dari masyarakat. BMN dalam pelaksanaannya memiliki peran yang strategis dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan. Untuk itu BMN harus dikelola secara tepat, efektif dan optimal sehingga penyelenggaraan pemerintahan dapat berjalan efektif dan efisien, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D), pengelolaan BMN dilakukan dengan mengadopsi siklus pengelolaan aset tetap, yakni perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

Penggunaan BMN Kementerian Kelautan dan Perikanan, masih dijumpai adanya BMN yang masih belum optimal dalam pengelolaannya. Berbagai sebab dan masalah melatarbelakangi adanya pengelolaan BMN yang kurang optimal tersebut diantaranya keterbatasan biaya operasional dan pemeliharaan, terutama kendala dalam hal pengoperasian BMN setelah selesai dibangun. Menghadapi hal tersebut diatas, maka diperlukan kebijakan di tingkat kementerian untuk mengatasi permasalahan dalam pengelolaan BMN agar lebih optimal, berupa penggunaan BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain.

Seluruh pengadaan BMN dimaksudkan untuk digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang/kuasa Pengguna Barang Kementerian/Lembaga (K/L), sehingga tidak seharusnya ditemukan BMN dalam kondisi idle atau tidak termanfaatkan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya ditemukan adanya pengelolaan BMN yang kurang optimal. Mengacu pada ketentuan, apabila terdapat BMN yang tidak digunakan

(7)

dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi K/L, maka BMN wajib diserahkan kepada Pengelola Barang yaitu Menteri Keuangan.

B. TUJUAN

Tujuan pelaksanaan pengoperasian sarana dan prasarana bidang kelautan dan perikanan oleh Pihak Lain adalah:

a. Mempercepat industrialisasi perikanan nasional melalui kemitraan usaha antara badan usaha milik Negara dan atau badan usaha lainnya untuk meningkatkan kesejahteraaan Pelaku Utama;

b. Mengoptimalkan penggunaan barang milik negara dalam rangka pemberian pelayanan umum yang layak;

c. Efisiensi belanja berupa pengurangan pada beban belanja barang operasional Kementerian; dan

d. Meningkatkan kontribusi penerimaan kepada negara.

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pelaksanaan pengoperasian sarana dan prasarana oleh Pihak Lain:

1. Perencanaan;

2. Pelaksanaan Pengoperasian; 3. Tata Kelola Pengoperasian; dan 4. Perjanjian.

D. PENGERTIAN

1. Pengoperasian adalah penggunaan sarana dan prasarana yang dibangun pemerintah secara terintegrasi untuk menjalankan fungsi pelayanan umum yang layak dalam rangka optimalisasi penangkapan dan budidaya, pengolahan, menjamin iklim usaha, kelancaran arus logistik produk dan bahan baku, dan optimalisasi pasar yang berdaya saing dari produk kelautan dan perikanan.

2. Sarana dan Prasarana adalah barang milik negara yang digunakan dalam rangka menunjang tugas dan fungsi Kementerian.

3. Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban anggaran pendapatan dan belanja negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

(8)

4. Pelaku Utama kegiatan kelautan dan perikanan yang selanjutnya disebut Pelaku Utama adalah nelayan, pembudi daya ikan, pengolah dan pemasar hasil perikanan.

5. Perjanjian Kerja Sama adalah kesepakatan atau pengikatan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pihak Lain untuk melakukan atau tidak melakukan suatu kegiatan tertentu di bidang kelautan dan perikanan, dengan bentuk dan nama tertentu, yang dituangkan secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat para pihak.

6. Pihak Lain adalah pihak – pihak selain kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

7. Unit Kerja Eselon I terkait adalah Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, dan Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan.

8. Sistem Logistik Ikan Nasional yang selanjutnya disebut SLIN adalah sistem manajemen rantai pasokan ikan dan produk perikanan, bahan dan alat produksi, serta informasi mulai dari pengadaan, penyimpanan, sampai dengan distribusi, sebagai suatu kesatuan dari kebijakan untuk meningkatkan kapasitas dan stabilitas sistem produksi perikanan hulu-hilir, pengendalian disparitas harga, serta untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri.

9. Paket sistem produksi perikanan yang selanjutnya disebut paket adalah gabungan atau kumpulan sarana dan prasarana yang akan dioperasikan oleh Pihak Lain secara terintegrasi.

10.Kementerian adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan. 11.Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.

(9)

BAB II PERENCANAAN

A. Skema Paket

Pengoperasian sarana dan prasarana oleh Pihak Lain dilakukan secara terintegrasi dalam satu paket tertentu yang meliputi sarana dan prasarana produksi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan, dan pemasaran hasil perikanan. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendukung percepatan industrialisasi perikanan nasional melalui kemitraan usaha antara Pihak Lain dan Pelaku Utama.

Pengoperasian sarana dan prasarana oleh Pihak Lain mencakup pengelolaan usaha perikanan dan kelautan dari hulu ke hilir dalam suatu jaringan sarana dan prasarana produksi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengolahan, dan pemasaran hasil perikanan yang terintegrasi dalam kerangka Sistem Logistik Ikan Nasional (SLIN).

B. Penetapan Paket

Tahapan yang dilakukan dalam penetapan sarana dan prasarana yang masuk dalam paket yang akan dioperasikan oleh Pihak Lain adalah:

1. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan bersama dengan Pimpinan unit kerja eselon I yang terkait, melakukan pemetaan dan menyusun rancangan paket sistem produksi perikanan dari hulu sampai hilir dan mengidentifikasi seluruh data BMN yang berada disetiap paket berdasarkan kerangka SLIN.

2. Rancangan paket sistem produksi perikanan dari hulu sampai hilir yang telah disusun, disampaikan kepada Menteri untuk mendapatkan persetujuan dan penetapan serta menunjuk pejabat eselon I terkait yang bertanggungjawab atas pelaksanaan koordinasi pada setiap paket.

3. Menteri menugaskan kepada pejabat eselon I terkait untuk:

a. Menyiapkan usulan permohonan penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain kepada pengelola barang; dan

b. melakukan perjanjian kerja sama dengan Pihak Lain untuk pengoperasian BMN.

(10)

BAB III

PELAKSANAAN PENGOPERASIAN A. Pihak Lain Yang Dapat Mengoperasikan BMN

Pihak Lain yang dapat mengikuti proses seleksi pemilihan sebagai Pihak Lain yang akan menerima penugasan pengoperasian sarana dan prasarana, yaitu:

1.BUMN;

2.Koperasi; atau

3.Badan hukum lainnya. B. Tata Cara Pemilihan

1. Persyaratan

Pihak Lain yang akan mengikuti seleksi untuk mengoperasikan sarana dan prasarana BMN, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Telah bergerak dalam bidang kelautan dan perikanan minimal 10 (sepuluh) tahun terakhir, yang dibuktikan dengan akta pendirian perusahaan/koperasi/badan hukum lainnya;

b) Memiliki Prospektus Bisnis dalam 5 (lima) tahun ke depan; c) Memiliki kantor cabang di daerah;

d) Laporan Keuangan dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 5 (lima) tahun terakhir dari Kantor Akuntan Publik yang tersertifikasi; dan

e) Tidak dalam permasalahan hukum yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan/koperasi/badan hukum lainnya.

2. Seleksi

a) Memilih Pihak Lain yang akan ditetapkan sebagai pihak yang mengoperasikan sarana dan prasarana, dilakukan melalui mekanisme seleksi;

b) Seleksi dilakukan secara transparan dan akuntabel;

c) Proses seleksi dilakukan oleh tim seleksi yang ditetapkan oleh Menteri; dan

(11)

d) Berdasarkan hasil seleksi, Menteri menyampaikan permohonan kepada Pengelola Barang dalam rangka penggunaan BMN untuk dioperasikan Pihak Lain dengan disertai penjelasan dan pertimbangan untuk mendapatkan izin penggunaan BMN.

3. Mekanisme Seleksi

a) Dalam pelaksanaan seleksi terhadap calon Pihak Lain, Menteri menetapkan tim seleksi yang terdiri dari unsur:

1) Sekretariat Jenderal; 2) Inspektorat Jenderal; dan 3) Unit Eselon I terkait.

b) Tim seleksi membuka pendaftaran calon Pihak Lain yang akan mengoperasikan sarana dan prasarana melalui website resmi Kementerian dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender;

c) Calon Pihak Lain yang mendaftar menyampaikan dokumen persyaratan kepada tim seleksi paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak penutupan pendaftaran;

d) Tim seleksi setelah menerima dokumen persyaratan tersebut, harus melakukan penilaian dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender;

e) Penilaian sebagaimana pada huruf d meliputi: 1) Penilaian administrasi;

2) Penilaian teknis; dan

3) Wawancara dengan direksi.

f) Tim seleksi menyampaikan hasil penilaian kepada Menteri untuk selanjutnya diusulkan kepada Pengelola Barang paling lama 14 (empat belas) hari kalender sejak diterimanya penilaian.

C. Usulan pengajuan permohonan penggunaan BMN oleh Pihak Lain dari Pengguna Barang kepada pengelola barang;

1)Menteri mendelegasikan wewenang kepada Sekretaris Jenderal untuk mengajukan permohonan penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain kepada pengelola barang dengan disertai dokumen yang meliputi:

a) data BMN;

b) Pihak Lain yang akan mengoperasikan BMN;

(12)

d) penjelasan serta pertimbangan penggunaan BMN yang dioperasikan oleh Pihak Lain;

e) materi yang diatur dalam perjanjian;

f) dalam hal Pihak Lain melakukan pungutan kepada masyarakat,

dilampirkan perhitungan estimasi biaya operasional dan besaran pungutan;

g) indikator kinerja eselon I yang mendukung indikator kinerja kementerian;

h) komoditas unggulan;

i) pusat produksi dan/atau pusat pengumpulan;

j) wilayah dan konektivitas dari komponen pengadaan, penyimpanan, transportasi, dan distribusi;

k) ketentuan tentang kewajiban menjadi pembeli dari produk kelautan dan perikanan yang berasal dari pusat produksi dan/atau pusat pengumpulan, kisaran harga beli wajar, volume operasional yang diinginkan, biaya pemeliharaan, dan harga jual yang bersaing pada pasar tujuan;

l) ketentuan pemanfaatan kapasitas BMN yang tidak dapat digunakan, besaran pungutan yang akan dikenakan, pengaturan penerimaan negara bukan pajak dan/atau bagian laba yang wajar sesuai dengan ketentuan;

m) kriteria persyaratan administratif, keuangan, dan teknis Pihak Lain yang akan mengoperasikan BMN; dan

n) tata cara pemilihan Pihak Lain yang akan menerima penugasan pengoperasian sarana dan prasarana sesuai prinsip kepemerintahan yang baik.

2) Dalam hal dokumen sebagaimana dimaksud pada angka 1) telah lengkap, Sekretaris Jenderal paling lama 7 (tujuh) hari kalender harus menyampaikan usulan permohonan penggunaan BMN yang dioperasikan Pihak Lain kepada pengelola barang;

3) Dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui permohonan penggunaan BMN oleh Pihak Lain, Sekretaris Jenderal menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan oleh Pengelola Barang.

(13)

D. Penetapan dari pengelola barang;

Pengelola barang dalam menetapkan penggunaan BMN untuk dioperasikan oleh Pihak Lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

E. Penetapan dari Menteri;

Berdasarkan penetapan dari pengelola barang, Menteri menugaskan Pihak Lain yang mengoperasikan sarana dan prasarana melalui keputusan Menteri.

F. Perjanjian penggunaan BMN;

Berdasarkan penetapan Menteri, pejabat eselon I terkait menandatangani perjanjian penggunaan BMN dengan Pihak Lain.

(14)

BAB IV

TATA KELOLA PENGOPERASIAN A. Pemeliharaan

Dalam rangka optimalisasi dan keberlangsungan BMN maka Pihak Lain yang telah mendapatkan penugasan untuk mengoperasikan sarana dan prasarana wajib menanggung seluruh biaya pemeliharaan BMN sepenuhnya.

Dalam hal perhitungan biaya pemeliharaan tidak mencukupi dengan penerimaan/pendapatannya, yang dibuktikan dengan reviu oleh Inspektorat Jenderal, maka biaya pemeliharaan BMN dibebankan kepada Pengguna Barang dan Pihak Lain.

B. Pungutan/Beban

Dalam hal Pihak Lain melakukan pungutan kepada masyarakat, maka terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Pengelola Barang melalui Pengguna Barang dengan melampirkan perhitungan estimasi biaya operasional dan besaran pungutan.

C. Koordinasi antar Unit Eselon I Terkait

Unit eselon I terkait melakukan koordinasi dalam rangka mendukung operasional sarana dan prasarana oleh Pihak Lain untuk menunjang pelayanan publik.

D. Kewajiban

Pihak Lain yang mengoperasikan sarana dan prasarana wajib: 1.menyetorkan keuntungan ke rekening Kas Negara;

2.tidak mengalihkan pengoperasian dan atau memindahtangankan BMN selama jangka waktu pengoperasian BMN;

3.mengembalikan BMN kepada Pengguna Barang apabila jangka waktu pengoperasian BMN telah berakhir; dan

4.menjalankan tanggung jawab sosial/Corporate Social Responsibility (CSR) kepada Pelaku Utama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(15)

E. Pengawasan dan Pengendalian

Dalam hal sarana dan prasarana telah dioperasikan oleh Pihak Lain, Pengguna Barang wajib melakukan pengawasan dan pengendalian secara berkala terhadap pelaksanaan penggunaan BMN oleh Pihak Lain, yang tidak terbatas pada besaran pungutan yang dilakukan oleh Pihak Lain dan keuntungan yang didapat oleh Pihak Lain.

(16)

BAB V PERJANJIAN A. Bentuk

Dalam pengoperasian sarana dan prasarana oleh Pihak Lain, perjanjian antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pihak Lain berbentuk perjanjian kerja sama, sebagaimana tercantum dalam form yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.

B. Perjanjian Kerja Sama

Berdasarkan Keputusan Menteri atas penugasan kepada Pihak Lain, maka pejabat eselon I terkait melakukan Perjanjian Kerja Sama pengoperasian BMN dengan Pihak Lain. Perjanjian kerja samapaling sedikitmemuat:

a. ruang lingkup penugasan; b. paket;

c. wilayah dan konektivitas dari kegiatan produksi, penyimpanan, transportasi, dan distribusi;

d. data BMN yang menjadi objek; e. Pengguna Barang;

f. Pihak Lain yang mengoperasikan BMN; g. peruntukan pengoperasian BMN;

h. jangka waktu pengoperasian BMN;

i. hak dan kewajiban Pengguna Barang dan Pihak Lain yang mengoperasikan BMN, termasuk kewajiban Pihak Lain tersebut untuk melakukan pengamanan dan pemeliharaan BMN;

j. kewajiban Pihak Lain untuk menyetorkan keuntungan ke rekening Kas Umum Negara;

k. pengakhiran pengoperasian BMN;

l. penyelesaian perselisihan dan kerugian negara; m.keadaan kahar; dan

(17)

BAB VI PENUTUP

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

(18)

Lampiran : Perjanjian Kerja Sama

PERJANJIAN KERJA SAMA ANTARA

(NAMA UNIT KERJA)

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA DAN

BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR...

TENTANG

PERJANJIAN PENGOPERASIAN SARANA DAN PRASARANA

Pada hari ini ...tanggal...,bulan...,tahun...(...-... -...), bertempat di ... , yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama : ... Jabatan:... Alamat : ...,

dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama (Nama Unit Kerja), Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, yang berkedudukan di Jalan...,selanjutnya disebut sebagai PIHAK KESATU;

2. Nama : ... Jabatan: ... Alamat : ...,

dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama...,yang berkedudukan di...,selanjutnya disebut sebaga iPIHAK KEDUA;

Secara bersama-sama untuk selanjutnya disebut sebagai PARA PIHAK. Dengan berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

a. bahwaPIHAK KESATU adalah...; b. bahwaPIHAK KEDUA adalah...;

c. bahwa telah ditandatangani Kesepakatan Bersama antara...dan..., Nomor...dan...tentang...pada...tanggal...

(19)

Oleh karena itu PARA PIHAK sepakat untuk melakukan Kerja Sama dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana tertuang dalam pasal-pasal di bawah ini:

Pasal 1 Tujuan

Tujuan Perjanjian Kerja Sama ini adalah ... Pasal 2

Ruang Lingkup Ruang lingkup Kerja Sama ini, meliputi... a... ...;

b. ... ...; dan c. ... ...

Pasal 3

Pelaksanaan Pengoperasian

(1) Pelaksanaan Pengoperasian BMN ini meliputi paket, yang terdiri dari: a. ...;

b. ...; dan c. ...

(2) Pelaksanaan pengoperasian BMN oleh PIHAK KEDUA tetap mengacu pada norma, standar, pedoman, dan kriteria yang ditetapkan oleh PIHAK PERTAMA.

(3) Dalam pelaksanaan pengoperasian BMN dilakukan evaluasi secara berkala olehPIHAK KEDUA, setiap tahun selama masa perjanjian kerja sama.

Pasal 4

Tanggung Jawab/Hak dan Kewajiban Para Pihak (1) Tanggung Jawab/Hak dan Kewajiban PIHAK KESATU:

a. Memberikan pembinaan kepada PIHAK KEDUA terkait pelaksanaan pengoperasian;

b. ...; dan c. ...;

(20)

(2) Tanggung Jawab/Hak dan Kewajiban PIHAK KEDUA:

a. Menanggung seluruh beban kerugian apabila terjadi kerugian negara terhadap BMN yang dioperasikan;

b. ...; dan c. ...;

Pasal 5 Pembiayaan

Seluruh biaya yang timbul sebagai akibat dari Perjanjian Kerja Sama ini akan ditanggung dan dibebankan kepada ... sesuai dengan ... ,yang

telah disepakati oleh...

Pasal 6

Organisasi dan Manajemen Pelaksanaan

(1) Manajemen organisasi kegiatan ini sepenuhnya dilaksanakan oleh PIHAK

... dengan tetap berkonsultasi dengan PIHAK ...

(2) Untuk kelancaran Perjanjian Kerja Sama ini dapat disusun tim pengawas yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur dari PARA PIHAK, yang ditetapkan oleh PIHAK ...

Pasal 7

Larangan/Pembatasan

(1) PIHAK KEDUA dilarang menyerahkan sebagian maupun seluruh BMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 kepada pihak ketiga tanpa persetujuan tertulis dari PIHAKPERTAMA.

(2) Dalam hal PIHAK KEDUA menyerahkan sebagian maupun seluruh BMN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA, semua biaya yang timbul sebagai akibat penyerahan BMN tersebut menjadi beban dan tanggung jawab PIHAK KEDUA.

(3) PIHAK KEDUA dilarang memberikan informasi yang diperoleh dalam

rangka pelaksanaan tugas berdasarkan Perjanjian ini kepada pihak ketiga, tanpa persetujuan tertulis dari PIHAK PERTAMA.

Pasal 8 Keadaan Kahar

(21)

(1) Salah satu pihak dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan atau keterlambatan dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini yang disebabkan oleh hal-hal di luar kemampuan yang wajar dari PARA PIHAK dan bukan disebabkan kesalahan salah satu atau PARA PIHAK, yang selanjutnya dalam Perjanjian ini disebut Keadaan Kahar.

(2) Kejadian-kejadian berikut adalah keadaan Keadaan Kahar: kerusuhan masal, perang saudara, pemberontakan, perebutan kekuasaan, perang dengan negara lain atau terorisme; gempa bumi, banjir, kebakaran, ledakan gunung berapi dan/atau bencana alam lainnya; sengketa hubungan industrial atau pemogokan masal yang terjadi di tingkat nasional maupun daerah; atau perubahan peraturan perundang-undangan nasional maupun daerah secara material.

(3) Salah satu pihak hanya akan dibebaskan dari kewajibannya berdasarkan Perjanjian ini dengan alasan Keadaan Kahar jika: a) keadaan dimaksud berdampak langsung pada pelaksanaan kewajiban pihak tersebut, dan b) tidak ada unsur kesengajaan dan/atau kelalaian yang dilakukan oleh pihak tersebut.

(4) Pihak yang mengalami Keadaan Kahar wajib memberitahukan Pihak Lainnya secara lisan selambat-lambatnya dalam waktu 1x24 jam sejak terjadinya Keadaan Kahar yang diikuti dengan pemberitahuan tertulis dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar tersebut. Pemberitahuan itu sekurang-kurangnya harus menjelaskan jenis Keadaan Kahar yang terjadi, perkiraan lamanya Keadaan Kahar akanberlangsung dan upaya-upaya penanggulangan yang telah dan akan dilakukan oleh pihak yang mengirimkan pemberitahuan.

(5) Pihak yang mengalami Keadaan Kahar wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar pihak tersebut dapat melanjutkan pelaksanaan kewajibannya sesuai Perjanjian.

(6) Apabila dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender sejak terjadinya Keadaan Kahar, pihak yang mengalami Keadaan Kahar itu tidak mengirimkan pemberitahuan sesuai dengan Ayat (4) Pasal ini, maka Keadaan Kahar dianggap tidak pernah terjadi.

(7) Pihak yang menerima pemberitahuan Keadaan Kahar dapat menolak mengakui adanya Keadaan Kahar selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud Ayat (4) Pasal ini. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kalender tersebut tidak ada penolakan dari pihak yang diberitahu, maka pihak itu dianggap mengakui adanya suatu Keadaan Kahar.

(8) Apabila adanya Keadaan Kahar ditolak untuk diakui oleh pihak yang diberitahu, maka pihak yang menyatakan Keadaan Kahar tersebut harus tetap melaksanakan kewajibannya sesuai Perjanjian ini.

(9) Jika pihak yang mengalami Keadaan Kahar berkeberatan atas penolakan oleh pihak yang diberitahu, maka pihak yang berkeberatan atas penolakan itu dapat meminta agar keberatannya diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan sebagaimana diatur dalam Perjanjian ini.

(10) Apabila terjadinya Keadaan Kahar tersebut diakui oleh pihak yang diberitahu, maka PARA PIHAK akan merundingkan perubahan-perubahan yang diperlukan agar Perjanjian dapat tetap dilaksanakan.

Pasal 9 Masa Berlaku

(22)

(1) Perjanjian Kerja Sama ini berlaku untuk jangka waktu...tahun, terhitung mulai ditandatangani oleh PARA PIHAK dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan atas dasar evaluasi.

(2) PARA PIHAK melakukan konsultasi atas rancangan perpanjangan

Perjanjian Kerja Sama ini selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya Perjanjian Kerja Sama ini.

(3) Dalam hal salah satu pihak berkeinginan untuk mengakhiri Perjanjian Kerja Sama ini sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pihak tersebut wajib memberitahukan maksud tersebut secara tertulis kepada Pihak Lainnya, selambat-lambatnya...bulan sebelumnya.

(4) Pengakhiran Perjanjian Kerja Sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mempengaruhi hak dan kewajiban masing-masing pihak yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebagai akibat pelaksanaan sebelum berakhirnya Perjanjian Kerja Sama ini.

Pasal 10

Penyelesaian Perselisihan dan Kerugian Negara

(1) Apabila terjadi perselisihan dan kerugian negara berkenaan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama ini, akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat oleh PARA PIHAK;

(2) Dalam hal tidak terdapat kesesuaian pendapat dalam musyawarah dan mufakat, maka PARA PIHAK sepakat menyerahkannya kepada Pengadilan Negeri;

(3) PARA PIHAK sepakat untuk menunjuk domisili/kedudukan hukum yang tetap di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri...

Pasal 11 Pemberitahuan

Segala pemberitahuan, peringatan, dan lain-lain bentuk penyampaian informasi berkenaan dengan pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama ini dilakukan secara tertulis kepada masing-masing pihak dengan alamat:

PIHAK KESATU

... , Jalan Medan Merdeka Timur No. 16 Jakarta Pusat 1110, PIHAK KEDUA

(23)

Pasal 12 Perubahan

(1) Perjanjian Kerja Sama ini dapat diubah berdasarkan kesepakatan PARA PIHAK;

(2) Perubahan dan/atau hal-hal yang belum diatur dalam Perjanjian Kerja Sama ini diatur dalam bentuk addendum dan/atau amandemen yang disepakati oleh PARA PIHAK dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Sama ini.

Pasal 13 Sanksi dan Denda

Sanksi dikenakan kepada PIHAK KEDUA apabila melanggar dan/atau tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketentuan dalam perjanjian ini terutama dalam pasal atau melakukan hal – hal lain yang bertentangan dengan perturan-peraturan yang diberlakukan oleh PIHAK KESATU.

Pasal14 Penutup

Perjanjian Kerja Sama ini dibuat dan ditandatangani pada hari, tanggal, bulan dan tahun sebagaimana disebutkan pada awal Perjanjian Kerja Sama ini, dalam rangkap 2 (dua) asli, bermaterai cukup, dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama setelah ditandatangani PARA PIHAK.

Perjanjian Kerja Sama ini dibuat dengan semangat Kerja Sama yang baik untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh PARA PIHAK.

PIHAK KEDUA PIHAK KESATU

Referensi

Dokumen terkait

Oleh yang demikian, berikut adalah huraiaan bagaimana sejarah kerajaan Johor telah melalui sejarah yang amat berbeza sekali dengan kerajaan Melayu yang lain dimana keunikannya

Simpulan yang dapat ditarik dari serangkaian proses KKN-BBM ke-54 adalah KKN- BBM merupakan salah satu media mahasiswa untuk belajar memecahkan masalah yang ada di masyarakat

Lalu dinamika atau perubahan atau naik turunnya ekonomi politik internasional indonesia berlanjut pada tahun 2015 dimana kebakaran lahan kelapa sawit yaitu

pembelajaran dan bertanggungjawab dalam menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, memberi saran dan kritik, serta mampu: menerapkan karakteristik sifat elastisitas bahan

Paragraf 1)—5) dari wacana ular-ular (3) merupakan paragraf- paragraf awal dari wacana bersangkutan yang terdiri atas sebelas paragraf.. bukan berupa nasihat untuk pengantin dan

Perbedaan efisiensi penjerapan Pb 2+ dan Zn 2+ oleh C.calcitrans pada filtrat setelah pemaparan campuran ion logam Pb 2+ dan Zn 2+ tersaji pada Gambar 7, tren penjerapan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Untuk meningkatkan kemampuan menyusun kalimat Bahasa Indonesia melalui media gambar pada anak

Sebelum siswa mempraktikan bermain musik di alat musik electrophone tersebut, mereka dikenalkan dulu dengan bagian-bagian tuts keyboard, beserta nada dan letak akor pada