KATA PENGANTAR
Puji
dan
syukur
kami
panjatkan
ke
khadirat
Allah
SWT,
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
atas
segala
rahmat
dan
karunia
‐
Nya,
sehingga
Buku
Perencanaan
Program
dan
Anggaran
KementerianAgama
Tahun
2011
telah
dapat
disusun
dengan
baik.
Buku
Perencanaan
Program
dan
Anggaran
KementerianAgama
Tahun
2011
akan
memberikan
gambaran
secara
lebih
jelas
mengenai
kerangka
kebijakan,
program
‐
program
prioritas
dan
arah
pembangunan
Bidang
Agama
yang
diselenggarakan
oleh
KementerianAgama
khususnya
pada
masa
tahun
anggaran
2011.
Buku
Perencanaan
Program
dan
Anggaran
ini
diharapkan
dapat
digunakan
sebagai
salah
satu
bahan
referensi
bagi
para
pengambil
kebijakan
dalam
membuat
keputusan,
usulan
program
dan
kegiatan
disertai
data
penunjang
di
lingkungan
Kementerian
Agama.
Dengan
terbitnya
buku
ini
kami
menyampaikan
penghargaan
dan
ucapan
terima
kasih
kepada
seluruh
pihak
yang
telah
berpartisipasi
aktif
dalam
membantu
tersusunnya
buku
ini.
Billahittaufiq
wal
hidayah
Jakarta,
Desember
2010
Kepala
Biro
Perencanaan
Drs.
H.
Syamsuddin
ii
DAFTAR ISI
I. BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Tujuan ... 2 C. Alur Penyajian ... 3II. BAB II KERANGKA KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN TAHUN 2011 ... 5
A. Dasar Hukum ... 5
B. Visi, Misi Dan Tata Nilai ... 9
C. Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Kementerian Agama ... 11
D. Sasaran Strategis Nasional Dan Arah Kebijakan Kementerian Agama .. 12
III. BAB III TELAAH LINGKUNGAN STRATEGIK KEMENTERIAN AGAMA ... 13
A. Analisis Lingkungan Internal Kementerian Agama ... 1
B. Analisis Lingkungan Eksternal Kementerian Agama ... 22
3 IV. A. asaran Strategis ... 29 6 3 3 011 ... 57 VI. ... 83 8
BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2011 ... 29
S B. Restrukturisasi Program Dan Anggaran ... 33
C. Program Dan Kegiatan Kementerian Agama Tahun 2011 ... 38
D. Kegiatan Prioritas Kementerian Agama Tahun 2011 ... 4
V. BAB V ANGGARAN KEMENTERIAN AGAMA TAHUN 2011 ... 5
A. Mekanisme Penyusunan Program Dan Anggaran Kementerian Agama Tahun 2011 ... 5
B. Rambu-Rambu Pengalokasian Anggaran Kementerian Agama Tahun 2 C. Alokasi Anggaran Kementerian Agama Tahun 2011 ... 60
PENUTUP ... LAMPIRAN-LAMPIRAN & DATA PENDUKUNG ... 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan bidang agama memainkan peranan strategis dalam
pembangunan nasional. Peran strategis tersebut terbentuk karena agama
memiliki berbagai fungsi dan landasan filosofis yang melingkupi pembangunan
nasional. Landasan filosofis pembangunan bidang agama tersebut adalah: 1)
Agama sebagai sumber nilai spiritual, moral dan etik bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara, 2) Penghormatan dan perlindungan atas hak dan kebebasan
beragama sebagai bagian dari hak asasi warga negara, 3) Kerukunan umat
beragama dan tata kelola kehidupan beragama, dan 4) Pengembangan karakter
dan jati diri bangsa.
Secara inheren, agama memiliki fungsi edukatif (mendidik), fungsi salvatif
(penyelamatan), fungsi profetik (kenabian), fungsi integratif (pemersatu), fungsi
transformatif (mengubah) dan fungsi solutif (pemecahan masalah) dalam dimensi
pembangunan. Beragam fungsi itulah yang saling bertukar peran sesuai dengan
situasi dan kondisi sosial yang dihadapi. Berpijak dari pentingnya peranan agama
dalam pembangunan nasional, maka pembangunan agama sesungguhnya tidak
dapat dipisahkan dengan pembangunan nasional lainnya. Oleh karena itu,
perencanaan program dan anggaran pembangunan bidang agama perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan berbagai masukan dari unsur pembangunan lainnya
secara berkelanjutan dan seksama.
Pembangunan agama yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama
merupakan penjabaran pelaksanaan amanat konstitusi. Undang‐Undang Dasar
1945 BAB XA tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28I ayat (1) menyatakan bahwa
hak beragama merupakan salah satu hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apa pun dan ayat (4) bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan,
dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
2
ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan ayat (2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap‐tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing‐
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaanya itu.
Penyelenggaraan Pembangunan agama sebagai bagian yang terintegrasi
dengan agenda pembangunan nasional harus mampu menciptakan sinergi dengan
pembangunan di bidang lainnya. Hal ini secara jelas dinyatakan dalam Undang‐
Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005‐2025, bahwa Pembangunan Agama diarahkan untuk
memantapkan fungsi dan peran agama sebagai landasan moral dan etika dalam
pembangunan, membina akhlak mulia, memupuk etos kerja, menghargai prestasi,
dan menjadi kekuatan pendorong guna mencapai kemajuan dalam pembangunan.
Di samping itu, Pembangunan Agama diarahkan pula untuk meningkatkan
kerukunan hidup umat beragama dengan meningkatkan rasa saling percaya dan
harmonisasi antar kelompok masyarakat sehingga tercipta suasana kehidupan
masyarakat yang penuh toleransi, tenggang rasa, dan harmonis.
Didasari atas latar belakang sebagaimana tersebut di atas, maka
penyusunan buku perencanaan program dan anggaran Kementerian Agama
sangat diperlukan. Hal ini dimaksudkan selain dapat menjadi potret dan referensi
dalam perencanaan program, kegiatan dan anggaran, juga sebagai informasi bagi
kegiatan perencanaan bagi satuan‐satuan kerja di lingkungan Kementerian
Agama. B. TUJUAN
Dalam rangka penyebaran data dan informasi terkait perencanaan
program, kegiatan dan anggaran di lingkungan Kementerian Agama, Buku
Perencanaan Program dan Anggaran Kementerian Agama Tahun 2011 ini
berupaya memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai berbagai informasi
seputar perencanaan program dan anggaran Kementerian Agama, khususnya
perencanaan program, kegiatan dan penganggaran terkait restrukturisasi program
3 Untuk dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif, buku ini
juga menyajikan besaran pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan program dan
kegiatan di Kementerian Agama pada Tahun Anggaran 2011. Informasi
pengalokasian anggaran diberikan dalam bentuk data pengalokasian berdasarkan
prioritas kegiatan, pengalokasian sesuai jenis belanja yang digunakan, serta
perimbangan pengalokasian anggaran antara satuan kerja pusat dan daerah.
Selain itu juga disampaikan rambu‐rambu yang patut diperhatikan di dalam proses
penyusunan rencana program dan kegiatan serta pengalokasian anggarannya.
C. ALUR PENYAJIAN
Buku Perencanaan Program dan Anggaran Kementerian Agama Tahun
2011 ini disusun dengan alur penyajian sebagai berikut:
Bab I memuat latar belakang, tujuan penyusunan serta sistematika
penulisan.
Bab II berisi tentang penjelasan mengenai arah kebijakan dan prioritas
pembangunan yang mengelaborasi landasan hukum dan implikasinya terhadap
pembangunan agama. Selain itu, bab ini juga memuat visi, misi dan tata nilai
Kementerian Agama, kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Agama serta arah
dan prioritas kebijakan nasional Kementerian Agama.
Bab III merangkum tentang analisis kondisi terkini dan lingkungan
strategik yang dihadapi Kementerian Agama disertai dengan rumusan kekuatan,
kelemahan, tantangan, dan peluang yang dihadapi, sekaligus data dan informasi
terkini yang menggambarkan kinerja program yang dikelola oleh Kementerian
Agama.
Bab IV mencakup perencanaan program dan kegiatan tahun 2011 yang
mengelaborasi tentang tugas dan fungsi dengan program prioritas Kementerian
Agama disertai dengan rincian program dan kegiatan yang akan dilaksanakan
pada tahun 2011.
Bab V membahas tentang profil anggaran Kementerian Agama tahun
2011 yang dibutuhkan bagi pengelolaan program dan kegiatan pembangunan
4
Bab VI berisi penutup yang secara umum menggambarkan rekomendasi
dan rencana tindak lanjut.
5
BAB II
KERANGKA KEBIJAKAN DAN PRIORITAS PROGRAM KEGIATAN TAHUN 2011
A. DASAR HUKUM
Penyelenggaraaan pembangunan agama yang menjadi tanggung jawab
Kementerian Agama dilaksanakan dengan mengacu pada peraturan dan
perundang‐undangan yang berlaku. Peraturan dan perundang‐undangan yang
melandasi Perencanaan Program dan Anggaran Kementerian Agama antara lain
adalah sebagai berikut:
1. UUD 1945;
Bab XA, Hak Asasi Manusia PASAL 28 i menyatakan agama merupakan hak
asasi manusia dan Bab XI tentang Agama pasal 29 ayat (1); negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa; ayat (2) negara menjamin kemerdekaan tiap‐tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing‐masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Selanjutnya pada BAB XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dimanatkan
bahwa: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga
negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya;
(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang‐undang; (4)
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang‐kurangnya dua puluh
persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional; (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai‐nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
6
2. Undang‐Undang No. 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Nikah, Talak
dan Rujuk;
Undang‐Undang ini antara lain mencantumkan bahwa ”Nikah yang
dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh pegawai
pencatat nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk
olehnya. Talak dan rujuk yang dilakukan menurut agama Islam, selanjutnya
disebut talak dan rujuk, diberitahukan kepada pegawai pencatat nikah”.
Selanjutnya juga dicantumkan bahwa ”Yang berhak melakukan pengawasan atas
nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang
diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya”.
2. Undang‐Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
Dalam undang‐undang tersebut ditentukan prinsip‐prinsip atau asas‐asas
mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan
yang telah disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Selain itu juga
dinyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut
hukum masing‐masing agamanya, dan di samping itu tiap‐tiap perkawinan harus
dicatat menurut peraturan perundang‐ undangan yang berlaku.
3. Undang‐Undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat; Undang‐undang ini menyatakan bahwa pemerintah tidak mengelola zakat,
tetapi berfungsi sebagi regulator, fasilitator, koordinator, dan pengawas.
Pengelola zakat sesuai dengan undang‐undang dilakukan oleh Badan Amil Zakat
dan Lembaga Amil Zakat.
2. Undang‐Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas);
UU Sisdiknas ini menyebutkan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk
pembangunan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Selanjutnya
7 terpisahkan dalam bagian utuh Sistem Pendidikan Nasional serta setara
kedudukannya dengan sistem pendidikan lainnya. Menjadi wewenang Menteri
Agama untuk menyelenggarakan Pendidikan Agama di Republik ini.
3. Undang‐Undang RI Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf;
Undang‐undang ini menjadi dasar hukum mengenai berbagai kegiatan
terkait wakaf yang dilaksanakan untuk kemaslahatan umat. Dalam UU ini menteri
yang bertanggung jawab di bidang agama yaitu Menteri Agama mendapatkan
mandat untuk menetapkan pejabat pembuat akta ikrar wakaf. Selanjutnya
Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia wajib melakukan administrasi dan
mengumumkan daftar harta benda wakaf.
4. Undang‐Undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji;
Undang‐Undang ini merupakan penyempurnaan dari UU RI No. 17 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dalam UU ini juga disebutkan bahwa
pemerintah berkewajiban melaksanakan pembinaan, pelayanan, dan
perlindungan secara baik dengan menyediakan fasilitas dan kemudahan yang
diperlukan calon jamaah haji/jamaah haji. Mengingat penyelenggaraan ibadah
haji merupakan tugas nasional dan menyangkut martabat serta nama baik bangsa,
kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji merupakan
tanggung jawab Pemerintah di bawah koordinasi Menteri Agama.
Selain undang‐undang pokok yang secara khusus mengatur tentang
kegiatan keagamaan sebagaimana tercantum di atas, beberapa peraturan dan
perundang‐undangan terkait penyelenggaraan negara yang bersifat umum juga
menjadi landasan bagi penyelenggaraan pembangunan agama oleh Kementerian
Agama. Peraturan dan perundang‐undangan tersebut antara lain:
1. UU No. 16 Tahun 1997 tentang Statistik;
2. UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak;
8
4. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme;
5. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
6. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
7. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara;
8. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Tahun 2004‐2009;
9. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat & Daerah;
10. UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005‐2025;
11. UU tentang APBN (UU No. 18 Tahun 2006 tentang APBN 2007, UU No. 45
Tahun 2007 tentang APBN 2008, UU No. 16 Tahun 2008 tentang Perubahan
Atas UU No. 45 Tahun 2007 tentang APBN 2008; UU No. 41 Tahun 2008
tentang APBN Tahun 2009, dll);
12. PP No. 20 Tahun 2004 tentang RKP;
13. PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA‐KL;
14. PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
15. PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan;
16. Perpres RI No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004 ‐2009;
17. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
18. Inpres No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan e‐Government;
19. Permenkeu No.571/KMK.06/2004 tentang Juknis Penyelesaian DIPA;
20. Permenkeu No. 59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi & Pelaporan
Keuangan Pemerintah Pusat;
21. PMA No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
9 22. Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2007 tentang Peningkatan
Koordinasi Lintas Sektoral.
23. KMA No. 85 Tahun 2008 tentang Sistem Perencanaan Departemen Agama;
24. KMA No.7 Tahun 2010 tentang Renstra Kementerian Agama 2010 – 2014;
25. Surat Edaran Bersama (SEB) antara Menteri Negara PPN / Ka BAPPENAS dan
Menteri Keuangan yang mengatur tentang besaran Pagu Indikatif/Pagu
Sementara/Pagu Definitif dan Rancangan Awal RKP Tahun anggaran tertentu,
serta Surat Edaran (SE) Menteri Keuangan terkait Pagu Indikatif/Pagu
Sementara/Pagu Definitif Kementerian/ Lembaga.
B. VISI, MISI DAN TATA NILAI
Visi dan Misi Kementerian Agama yang ditetapkan dalam Renstra
Kementerian Agama Tahun 2010 – 2014 melalui Keputusan Menteri Agama No. 7
Tahun 2010 menjadi garis besar arah tujuan pembangunan agama yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Visi dan Misi Kementerian Agama
dijabarkan sebagai berikut:
1. Visi Kementerian Agama:
”Terwujudnya masyarakat Indonesia yang taat beragama, rukun, cerdas,
mandiri dan sejahtera lahir dan batin”
2. Misi Kementerian Agama:
a. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama
b. Meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama
c. Meningkatkan kualitas raudathul atfal, madrasah, perguruan tinggi
agama, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan
d. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji
e. Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
10
3. Tata Nilai
Tata nilai dalam penyelenggaraan pembangunan agama
menggambarkan bagaimana Kementerian Agama menampilkan jatidirinya
terhadap para stakeholder, termasuk juga seluruh anggota organisasinya. Tata
nilai yang baik akan membentuk karakter yang baik terhadap pelayanan dan
sistem manajemen institusi Kementerian Agama. Tata nilai yang dijunjung
tinggi merupakan modal intrinsik yang sangat substansial bila dikaitkan
dengan upaya mempertahankan keberlangsungan, mencapai tujuan dan
memajukan penyelenggaraan pembangunan agama.
Nilai‐nilai luhur yang menjadi nafas dalam penyelenggaraan
Kementerian Agama adalah: ikhlas beramal, amanah, profesional,
kebersamaan, keteladanan, taat azas, dan visioner. Secara singkat, nilai‐nilai
luhur tersebut dijabarkan sebagai berikut:
a. Ikhlas Beramal:
Ikhlas dalam pengabdian kepada masyarakat, negara dan bangsa serta
mengutamakan pengabdian dan pelayanan kepada masyarakat.
b. Amanah:
Memiliki integritas, jujur, adil, bertanggung jawab dan mampu
mengemban kepercayaan.
c. Profesional:
Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang memadai serta
memahami bagaimana mengimplementasikannya, disiplin, kreatif dan
inovatif.
d. Kebersamaan:
Bekerjasama berdasarkan komitmen, kepercayaan, keterbukaan,
saling menghargai dan partisipasi aktif bagi kepentingan bangsa dan
negara, menjunjung tinggi kesatuan dan persatuan.
e. Keteladanan:
Berusaha melakukan hal yang baik sehingga menjadi contoh bagi yang
lain.
f. Taat Azas:
11 g. Visioner:
Memiliki etos kerja berpandangan jauh ke depan.
C. KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI KEMENTERIAN AGAMA
Kedudukan, tugas dan fungsi Kementerian Agama dijelaskan dalam
Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Agama. Peraturan Menteri Agama No. 3 Tahun 2006 Pasal 1
menyebutkan:
1. Kementerian dalam Pemerintahan Negara Republik Indonesia, yang
selanjutnya dalam peraturan ini disebut Kementerian Agama merupakan
unsur pelaksana pemerintah;
2. Kementerian dipimpin oleh Menteri yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Dalam Pasal 2, tugas Departemen Agama adalah: Departemen Agama
mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas
pemerintahan di bidang keagamaan.
Selanjutnya sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3 PMA No. 3 Tahun
2006, dalam melaksanakan tugasnya Departemen Agama memiliki fungsi sebagaimana berikut ini:
1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan, dan kebijakan
teknis di bidang Keagamaan;
2. Pelaksanaan urusan Pemerintah di bidang keagamaan;
3. Pengelolaan barang milik/kekayaan Negara;
4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan kehidupan
keagamaan;
5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang
pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian kepada Presiden.
12
D. SASARAN STRATEGIS NASIONAL DAN ARAH KEBIJAKAN KEMENTERIAN
AGAMA
Dalam RPJMN 2010‐2014 disebutkan bahwa peningkatan kualitas
kehidupan beragama dilakukan melalui empat fokus prioritas, yaitu:
1. Peningkatan kualitas pemahaman dan pengamalan agama;
2. Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama;
3. Peningkatan kualitas pelayanan kehidupan beragama; dan
4. Pelaksanaan ibadah haji yang tertib dan lancar paling lambat pada 2010.
Keempat fokus prioritas pembangunan bidang agama di atas juga
didukung oleh: (a) peningkatan kualitas manajemen dan tata kelola pembangunan
bidang agama; (b) peningkatan sistem informasi dan pelayanan publik; (c)
peningkatan penelitian dan pengembangan pembangunan bidang agama; (d)
peningkatan pendidikan dan pelatihan; dan (e) peningkatan koordinasi dan
kerjasama lintas bidang, lintas sektor, lintas program, lintas pelaku, dan lintas
kementerian/lembaga (K/L).
Arah kebijakan Kementerian Agama juga terkait erat dengan sasaran
strategis nasional bidang pendidikan yang diarahkan kepada peningkatan akses,
kualitas dan relevansi pendidikan menuju terangkatnya kesejahteraan hidup
rakyat, kemandirian, keluhuran budi pekerti, dan kemandirian bangsa yang kuat
Selaras dengan sasaran strategis nasional bidang agama dan pendidikan,
kebijakan Kementerian Agama tahun 2010‐2014 diarahkan kepada lima hal pokok,
yaitu:
1. Peningkatan kualitas kehidupan beragama; 2. Peningkatan kualitas kerukunan umat beragama;
3. Peningkatan kualitas raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi agama,
pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan;
4. Peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, dan;
5. Perwujudan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
13
BAB III
TELAAH LINGKUNGAN STRATEGIK KEMENTERIAN AGAMA
Perumusan kebijakan dalam rangka pelaksanaan program dan kegiatan di
Kementerian Agama tidak terlepas dari lingkungan strategik yang melingkupinya.
Hal ini dipertegas dalam Rencana Strategis Kementerian Agama 2010‐2014 yang
berisi tentang rencana program dan kegiatan Kementerian Agama lima tahun ke
depan dengan mempertimbangkan analisis lingkungan internal dan lingkungan
eksternal yang bersifat strategik dari Kementerian Agama. Sejalan dengan hal
tersebut, perencanaan program dan kegiatan Kementerian Agama tahun 2011
juga disusun dengan mempertimbangkan lingkungan strategik secara seksama.
Bab ini akan membahas tentang lingkungan strategik Kementerian Agama serta
posisi strategik Kementerian Agama dalam pembangunan nasional.
A. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL KEMENTERIAN AGAMA
Undang‐Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan bahwa urusan agama merupakan salah satu urusan yang ditetapkan
sebagai urusan Pemerintah Pusat. Hal ini merupakan penegasan bahwa urusan
agama merupakan urusan yang dipandang strategis. Implikasinya, Kementerian
Agama yang diamanatkan untuk bertanggung jawab dalam pembangunan bidang
agama merupakan Kementerian yang memiliki jalur koordinasi secara
tersentralisasi atau vertikal. Bentuk sentralisasi ini sesungguhnya lebih
memberikan kemudahan di dalam melakukan koordinasi, sinkronisasi serta
pengintegrasian pelaksanaan program yang diemban oleh Kementerian Agama.
Program Kementerian Agama hakikatnya dapat disusun dengan lebih
terkoordinasi dan terintegrasi secara bersama‐sama oleh seluruh komponen
Kementerian Agama yang ada.
Secara umum cakupan ruang lingkup tugas Kementerian Agama cukup
besar. Struktur anggaran Kementerian Agama mencakup 5 fungsi, yaitu Fungsi
14
dan Fungsi Perlindungan Sosial. Selanjutnya, fungsi‐fungsi tersebut dijabarkan ke
dalam program‐program dan selanjutnya dijabarkan lagi ke dalam kegiatan‐
kegiatan.
Mulai tahun anggaran 2010 Kementerian Agama mulai memasuki babak
baru dalam penerapan struktur program dan penganggarannya seiring dengan
berjalannya proses reformasi perencanaan dan penganggaran sesuai amanat UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sesungguhnya Program yang
diselenggarakan oleh Kementerian Agama sejak tahun anggaran 2010 mulai
mengalami perubahan dari 21 Program menjadi 11 Program, namun dalam
prosesnya baru pada tahun anggaran 2011 pengalokasian anggaran Kementerian
Agama benar‐benar mengacu pada 11 Program hasil restrukturisasi.
Untuk menyelenggaraan 11 Program tersebut, anggaran Kementerian
Agama pada tahun anggaran 2011 ini adalah sebesar 32,109 triliun rupiah.
Anggaran Kementerian Agama menempati urutan ke‐empat terbesar di antara
109 Kementerian/Lembaga Negara. Anggaran terbesar Kementerian/Lembaga
pada tahun anggaran 2011 sampai saat ini diperoleh oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dengan anggaran sebesar 57,960 triliun rupiah.
Bila dilihat sekilas maka anggaran Kementerian Agama memang cukup
besar, namun bila dibandingkan dengan rentang kendali, jumlah satuan kerja,
jumlah pegawai serta area yang harus ditangani, maka anggaran Kementerian
Agama belum cukup memadai. Anggaran Kementerian Agama menjadi besar
karena adanya implikasi yang timbul akibat adanya ketetapan mengenai besaran
anggaran pendidikan yang harus dipenuhi yaitu minimal 20% dari APBN dan
APBD. Kekurangan anggaran terutama dirasakan pada pemenuhan biaya
penyelenggaraan Fungsi Agama. Kecilnya anggaran Kementerian Agama untuk
Fungsi Agama menjadi beban tersendiri bagi Kementerian Agama. Implikasi logis
dari kecilnya anggaran Fungsi Agama adalah tidak maksimalnya pelaksanaan
program dan kegiatan fungsi agama sekaligus tidak optimalnya pencapaian
indikator kinerja kunci yang telah direncanakan sebagai parameter utama
pelaksanaan program dan kegiatan. Terutama bila dikaitkan fakta bahwa tugas
15 agama. Oleh karena itu, anggaran Kementerian Agama untuk Fungsi Agama
menjadi sangat diprioritaskan utama untuk ditingkatkan.
Grafik 1
Sepuluh Kementerian/Lembaga Penerima Anggaran Terbesar Tahun 2011
Kementerian Agama di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
didukung oleh satuan kerja atau unit organisasi yang jumlahnya tersebar dari
tingkat pusat sampai di tingkat kecamatan. Jumlah satuan kerja di Kementerian
Agama yang memiliki DIPA adalah sebanyak 4.476 satuan kerja. Selain itu tugas
dan fungsi Kementerian Agama masih didukung oleh 5.382 KUA yang tersebar di
tingkat kecamatan seluruh Indonesia.
Banyaknya jumlah satuan kerja di Kementerian Agama nampaknya masih
belum diimbangi dengan penyediaan sarana dan prasarana yang proporsional baik
secara kuantitas maupun kualitas. Sebagai gambaran, Kantor Urusan Agama (KUA)
khususnya di luar pulau Jawa masih banyak yang memiliki kantor dengan kondisi
yang kurang memadai. Selain itu, dengan adanya pemekaran wilayah, menjadikan
penambahan serta rehabilitasi gedung/kantor itu sebagai kebutuhan utama yang
16
Kementerian Agama yang keberadaanya dapat langsung dirasakan manfaatnya
oleh masyarakat . Oleh karena itu dibutuhkan strategi pengembangan KUA dalam
pembangunan Bidang Agama yang intensif dan dinamis dalam upaya menampung
aspirasi masyarakat yang bertambah maju. Kondisi serupa juga dialami oleh
beberapa Kantor Kementerian Agama tingkat kabupaten/kota serta satuan
pendidikan dan Unit Pelaksana Teknis lainnya.
Tabel 1. Jumlah Satuan Kerja Kementerian Agama
Sumber: Biro Organisasi & Tatalaksana, Kemenag
ari sisi kekuatan, total jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kementerian
Agama
D
relatif cukup besar. Jumlah PNS pada tahun 2009 mencapai 225.905 orang.
17 kebutuhan. Selain itu terlihat bahwa sebagian pegawai Kementerian Agama
belum dapat melaksanakan tugasnya masing‐masing sesuai dengan peran yang
diharapkan. Kelemahan sumber daya manusia (SDM) ini terjadi antara lain karena
pengelolaan SDM masih belum sepenuhnya berjalan sesuai tuntutan paradigma
baru yang berkembang dan belum berdasarkan analisis jabatan yang cermat.
Penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan skill dan kompetensi yang dimiliki
(the right man on the wrong place) serta program peningkatan kompetensi
pegawai belum belum berjalan secara tersistematis dan berkesinambungan
menyebabkan pegawai tidak cakap dalam menyelesaikan tugasnya. Namun
demikian pembangunan SDM di lingkungan Kementerian Agama tetap terus
dilaksanakan dan ditingkatkan sesuai dengan tumtutan pembangunan.
Tabel 2
Jumlah Pegawai Negeri S) Kementerian Agama
umber: Data Tahun 2009, Biro Kepegawaian Kementerian Agama
Sipil (PN S
18
Da ian Agama telah
encan
a
pun kepada
rganisasi, perilaku
ka dilakukan penerapan pada 4 aspek
embagaan)
Daya Manusia
lementasi reformasi birokrasi adalah :
kerja
dan terjadinya
reformasi birokrasi yang baru dapat dilaksanakan adalah:
organisasi, deregulasi‐regulasi, peningkatan sistem
alam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi, hal utama yang menjadi
perhatia
lam rangka memperbaiki kinerjanya, Kementer
m angkan untuk dapat segera mengimplementasikan reformasi birokrasi.
Seluruh proses program reformasi birokrasi di Kementerian Agama diharapkan
akan menghasilkan keluaran (output/outcome) sebagai berikut :
1. Perbaikan sistem kerja dan perbaikan kualitas produk utam 2. Mengkomunikasikan perubahan baik kepada pegawai mau
masyarakat dalam rangaka pembentukan perilaku yang diinginkan
3. Perbaikan organisasi, ketatalaksanaan dan sistem SDM
4. Perubahan pola pikir, budaya kerja dan perilaku o masyarakata dan perilaku individu.
Untuk menghasilkan keluaran tersebut, ma pokok reformasi birokrasi yaitu:
1. Penataan Organisasi (Kel 2. Perbaikan Tatalaksana
3. Pengembangan Sumber 4. Tunjangan Kinerja
Adapun proses strategi imp
1. Membangun kepercayaan masyarakat
2. Membangun komitmen dan partisipasi
3. Mengubah pola pikir, budaya dan nilai‐nilai
4. Memastikan keberlangsungan berjalannya sistem perubahan
Sedangkan program
1. Program percepatan (quick wins)
2. Manajemen perubahan
3. Penataan sistem
4. Penguatan unit
pengawasan, perbaikan/pengadaan sarana dan prasarana
D
n adalah tercapainya laporan keuangan Kementerian Agama yang
19 Kementerian Agama untuk tahun 2009 mendapatkan penilaian Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) meningkat dari penilaian tahun‐tahun sebelumnya yang
mendapat penilaian disclaimer. Walaupun ada peningkatan, namun hal ini
menunjukkan bahwa kinerja Kementerian Agama masih sangat memerlukan
perhatian ke depan setidaknya dalam mempertahankan hasil dari pemeriksaan
BPK setahun terakhir ini yaitu WDP sekaligus tetap berupaya secara maksimal
untuk meningkatkan status opini penilaian laporan keuangan Kementerian Agama
oleh BPK agar menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dengan demikian,
tuntutan untuk melakukan peningkatan tunjangan kinerja dapat
diimplementasikan ejalan denga meningkatny kinerja Kementerian gama.
Upaya peningkatan status penilaian ini bukanlah persoalan mudah karena terkait
erat dengan aspek perbaikan akuntabilitas dan tatakelola seluruh elemen
organisasi Kementerian Agama.
Kelemahan di dalam aku
s n a A
ntabilitas dan tatakelola dapat mengakibatkan
berbaga
d p
tohnya adalah tentang penyediaan tenaga pengajar atau
guru. W
lemahnya mutu pendidikan anak serta mentalitas bangsa.
i tugas dan fungsi Kementerian Agama tidak dapat berjalan sesuai dengan
harapan. Kelemahan tatakelola turut pula menyumbang terhambatnya
penyelesaian berbagai persoalan di alam bidang endidikan walaupun anggaran
pendidikan di Kementerian Agama mencapai 85% dari total anggaran
Kementerian Agama.
Salah satu con
alaupun jumlah guru madrasah dan guru agama sudah cukup besar,
namun akibat distribusi dan sebarannya yang masih tidak merata serta pola
rekrutmen dan pembinaannya belum diterapkan secara maksimal, mengakibatkan
kebutuhan guru madrasah dan guru agama yang berkualitas di beberapa daerah
masih dirasa kurang. Hal ini berlaku untuk seluruh jenjang dan jenis pendidikan
mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah maupun Aliyah. Kondisi serupa juga
ditemukan untuk guru‐guru agama di sekolah umum, seperti guru pendidikan
agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu maupun Buddha. Walaupun setiap tahun
pengangkatan tenaga guru tetap diutamakan, utamanya pengangkatan tenaga
guru honorer yang mengalami hambatan, namun jumlah guru honorer yang
20
Pendistribusian atau penyebaran yang tidak merata juga dialami dalam
penyediaan tenaga administrasi pendidikan. Oleh karena itu, selain perlunya
peninja
kondisi terkini di jenis pendidikan agama dan pendidikan
keagam
ara jelas menyiratkan bahwa PP 55 Tahun 2007 merupakan produk
hukum
uan penyebaran tenaga administrasi, perlu usaha lain yang dilakukan
untuk meningkatkan status tenaga administasi menjadi pegawai fungsional atau
sebaliknya membatasi tenaga fungsional yang akan beralih profesi ke tenaga
administrasi.
Hal lain yang penting untuk diperhatikan dari cakupan tugas Kementerian
Agama adalah
aan Islam yaitu di Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah. Data tahun
pelajaran 2008‐2009 tentang pendidikan keagamaan Islam menyebutkan bahwa
jumlah siswa/santri pada pondok pesantren di seluruh Indonesia adalah 3.647.719
orang, yang tersebar pada 24.206 Pondok Pesantren. Sedangkan pada madrasah
diniyah terdapat sebanyak 4.864.077 santri yang belajar pendidikan agama pada
74.067 Madrasah Diniyah. Selain itu juga terdapat 624.802 murid pada 1.207
Pasraman Hindu, serta kurang lebih 1.000 murid yang mengikuti pendidikan
keagamaan Pabajja Samanera Buddha. Kendatipun pendidikan agama dan
pendidikan keagamaan memang telah memiliki dasar hukum yang kuat yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan, namun turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2007 tersebut masih terus diupayakan, sehingga untuk proses penyusunan
nomenklatur dan akun di Kementerian Keuangan masih memerlukan tambahan
waktu.
Hasil telaah terhadap PP 55 Tahun 2007 dengan UU Nomor 20 Tahun
2003 sec
yang mendukung UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Akan tetapi, PP
55 Tahun 2007 dapat menimbulkan pergeseran interpretasi dari berbagai
stakeholders tentang kewenangan Kementerian Agama yang seharusnya hanya
mengatur tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan. Faktanya,
pendidikan Islam dan pendidikan agama lainnya mencakup seluruh jenis, jenjang,
dan jalur pendidikan sekaligus. Kondisi inilah yang perlu diantisipasi oleh
Kementerian Agama. Dengan kata lain, Kementerian Agama masih perlu
21 Indonesia melalui berbagai langkah yang sistematis seperti menerbitkan
peraturan Menteri tentang penjabaran PP 55/2007 dan berbagai seperangkat
regulasi lai tentang pengelolaan pendid kan di Kementerian Agama.
Dalam penyelenggaraan pembangunan bidang agama, minimnya jumlah
sumber daya manusia yang melayani bidang sosial keagamaan juga d
n i apat dilihat pada k usim haji be
urangnya jumlah tenaga penyuluh keagamaan. Padahal, di beberapa
daerah terpencil dimana sarana pendidikan agama dan keagamaan sangat
terbatas, peran tenaga penyuluh menjadi sangat signifikan dalam memberikan
bimbingan keagamaan. Sementara, kebijakan pembinaan kepegawaian terhadap
tenaga penyuluh yang sudah ada juga belum mendorong terbangunnya etos kerja
secara maksimal. Sebagian tenaga penyuluh yang ada masih berstatus honorer
dan jumlah honor penyuluh yang mereka terima sesuai DIPA Kementerian Agama
masih sangat kecil dan masih sangat jauh dari kelayakan standar upah minimum
regional. Hal ini tentu akan berpengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan
tugas sebagai penyuluh agama. Lokasi tugas penyuluh yang sampai ke
Kabupaten/Kota dan Kecamatan/desa terpencil juga membutuhkan dukungan
kendaraan operasional roda dua atau bahkan sejenis sampan. Dengan demikian,
dukungan anggaran terhadap pelaksanaan penyuluhan dan bimbingan agama
perlu lebih diperhatikan dalam usulan anggaran Kementerian Agama. Berdasarkan
data tahun 2009 tentang jumlah penyuluh agama PNS dan non PNS di Indonesia
adalah 111.606 orang yang terdiri dari: penyuluh agama Islam 90.342, penyuluh
agama Kristen 9.918, penyuluh agama Katolik 4.309, penyuluh agama Hindu 3.969
dan penyuluh agama Buddha 3.068 (Sumber: data tahun 2009 Ditjen. Bimas Islam,
Kristen, Katolik, Hindu dan Buddha). Sementara jumlah Penyuluh Agama Non PNS
yang dianggarkan untuk mendapatkan tunjangan pada kegiatan prioritas RKP
Kementerian Agama tahun 2010 dan 2011 berjumlah masing‐masing 90.510.
Aspek pelayanan terhadap jamaah haji juga seringkali dianggap sebagai
barometer pelayanan dari Kementerian Agama. Kendati demikian, setiap m rjalan sering kali muncul permasalahan karena terbatasnya sarana dan
prasarana, dan khususnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang
bermuara kepada kinerja institusi Ditjen haji yang masih memerlukan peningkatan
22
perkara mudah karena menyangkut pengelolaan urusan sekitar 210.000 jamaah
haji setiap tahunnya yang terkait pula dengan berbagai tantangan berdimensi
sosial, ekonomi dan politik di dalamnya.
Agar masyarakat memperoleh pelayanan optimal dalam melaksanakan
ibadah haji, pada tanggal 24 Juni 2010 peyelenggaraan ibadah haji oleh
Kement
S i
l t
dengan
EKSTERNAL KEMENTERIAN AGAMA
Arus perkembangan pembangunan global yang terus dilaksanakan pembangunan
nasiona
erian Agama telah mendapat pengakuan dalam hal manajemen
penjaminan mutu penyelenggaraan haji melalui Sertifikasi Sistem Manajemen
Mutu (SMM) I O 9001:2008. Pengakuan melalui pemberian sertifikas ISO ini tidak
datang secara tiba‐tiba, proses penilaian sudah berlangsung lama dan lingkup
penilaiannya mulai dari pembinaan, pengelolaan ibadah haji, hingga
penyelenggaraan ibadah haji. Hasilnya kini perbaikan penyelenggaraan ibadah haji
terlihat makin baik, ha ini antara lain ditandai dengan makin deka nya pondokan
bagi jemaah calon haji dengan Masjidil Haram dengan jarak maksimal 2 km
sebanyak 67%, dan sisanya paling jauh 4 km sebanyak 23%. Komposisi ini berbeda
dengan tahun sebelumnya, paling banyak menempati ring dua dengan jarak 7 km.
Berbagai kondisi yang ada di lingkungan internal Kementerian Agama
seperti tergambar di atas, menjadi satu tantangan yang harus dapat diantisipasi baik antara lain agar pembangunan bidang agama mampu meminimalisasi
kekurangan dan kelemahan yang ada, serta mempertahankan potensi yang
selama ini menjadi pendukung bagi suksesnya pembangunan bidang agama. Oleh
karenanya peningkatan anggaran Kementerian Agama untuk Fungsi Agama
sebagai salah satu solusi peningkatan kinerja menjadi prioritas kebutuhan yang
tidak bisa ditawar lagi.
B. ANALISIS LINGKUNGAN
masyarakat dunia, secara substansial turut mempengaruhi arah
l. Perubahan kondisi politik, krisis ekonomi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi, perubahan sosial budaya termasuk prilaku organisasi, perilaku
masyarakat dan individu, turut mempengaruhi kondisi pembangunan agama
23 dunia untuk mempertegas bentuk solidaritas bersama dalam memajukan
kesejahteraan umat manusia telah menghasilkan kesepakatan global yang disebut
dengan Millenium Development Goals (MDGs). Kesepakatan pada tujuan
pembangunan dalam MDGs 2015 yang diikuti oleh 192 negara memuat isu‐isu
strategis yang menjadi acuan dan harus dipecahkan secara bersama oleh negara‐
negara di dunia termasuk Indonesia. Isu‐isu strategis MDGs 2015 tersebut:
1. Pemberantasan kemiskinan dan kelaparan
2. Meningkatkan pendidikan dasar
aan perempuan
penyakit lainya yang berkelanjutan
unan
situasi global juga
dicanan kan oleh UNESCO dalam paradigma baru untuk pembangunan
pendidi
s
masih m r
3. Promosi kesetaraan gender dan pemberday 4. Penurunan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan 7. Pengelolaan lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembang
Selain MDGs, komitmen untuk memperbaiki
g
kan. Saat ini UNESCO mencantumkan paradigma baru dengan apa yang
disebut sebagai pendidikan bagi pembangunan yang berkelanjutan (education for
sustainable development). Apa yang diharapkan dari paradigma ini adalah bahwa
sektor pembangunan pendidikan di seluruh dunia harus merespons tiga isu besar
dalam pembangunan saat ini sekaligus mencerminkan relevansinya. Tiga isu
tersebut adalah: 1) pembangunan ekonomi, 2) pembangunan sosial budaya, dan
3) pembangunan lingkungan hidup. Kesepakatan MDGs dan arahan UNESCO
sebagai komitmen masyarakat dunia memberikan dampak besar bagi
Kementerian Agama dalam melaksanakan pembangunan agama dan pendidikan.
Analisa tuga dan fungsi Kementerian Agama mempunyai korelasi
langsung dengan kepentingan publik, dimana situasi dan kondisi publik saat ini enghadapi be bagai permasalahan yang mendasar antara lain seperti
krisis ekonomi, inflasi, kemiskinan, pengangguran dan bencana alam. Dampak dari
permasalahan semua itu akan berkorelasi dengan pelaksanaan tugas dan fungsi
24
sampai beberapa tahun mendatang. Sejumlah tantangan yang diakibatkan oleh
kondisi eksternal yang terus berfluktuatif juga turut menjadi perhatian bagi
Kementerian Agama antara lain:
1. Kondisi ekonomi nasional yang masih belum stabil mengakibatkan pada
tingkat kesejahteraan rakyat masih rendah sehaingga memunculkan berbagai
ka buta aksara,
tingginya angka kematian ibu
remaja akan hak‐hak
diskriminasi terhadap perempuan dan
ng diakibatkan adanya
nya pada lingkungan masyarakat tetapi juga untuk lingkungan
pendidikan termasuk pondok pesantren
masalah sosial mendasar seperti pengangguran dan kemiskinan. Kondisi
politik yang kadang tidak stabil di beberapa wilyah disertai berbagai konflik
sosial serta berbagai bencana alam juga menjadi tantangan yang serius bagi
Kementerian Agama dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
2. Masih rendahnya daya saing manusia Indonesia yang ditandai antara lain
dengan rendahnya hasil‐hasil pendidikan, masih tingginya ang
dan tingginya disparitas tingkat pendidikan kelompok masyarakat mampu dan
masyarakat miskin serta di kota dan desa.
3. Rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi masyarakat yang tercermin
dengan masih tingginya angka kematian bayi,
melahirkan dan rentan penyakit akibat kekurangan gizi.
4. Tingginya laju pertumbuhan penduduk dan kuantitas penduduk, kurangnya
pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan
reproduksi, masih tingginya usia kawin muda dan kurangnya penyuluhan
agama terhadap calon pengantin.
5. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, disamping masih
adanya berbagai bentuk praktek
terjadinya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber
dari ketimpangan struktur sosio‐kultural masyarakat.
6. Munculnya konflik kepentingan antara ekonomi sumber daya alam
(pertambangan, kehutanan) dengan lingkungan ya
kebijakan yang cenderung berpihak terhadap kegiatan eksploitasi sumber
daya alam dan berakibat lemahnya kelembagaan pengelolaan dan penegakan
hukum.
7. Tingginya angka HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya yang telah masuk
25 8. Pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama belum menunjukan
hasil yang memuaskan karena belum optimalnya pelaksanaan pendidikan
agama dan keagamaan, yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya
an penyelesaian.
a.
kungan Kementerian Agama.
APBN 2011 mengalami tekanan ekonomi yang sangat berat dari berbagai faktor
penyeb
jumlah dan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, kurang tertatanya
kurikulum, terbatasnya sarana dan prasarana dan masih minimnya fasilitas
pendukung lainnya.
9. Penyelesaian konflik sosial yang berlatar belakang agama melalui melalui
mekanisme resolusi konflik, dengan mengutamakan keadilan dan persamaan
hak guna mendapatk
10. Kesenjangan pembangunan antar daerah yang masih lebar terutama antara
Jawa – luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) – Kawasan Timur
Indonesia (KTI), serta antara kota – des
11. Terbatasnya kemampuan pemerintah dalam pembangunan infrastruktur
terutama pada daerah‐daerah terpencil termasuk melakukan rehabilitasi
terhadap kondisi infrastruktur yang telah rusak.
Besaran APBN termasuk kebijakan dan regulasinya akan mempengaruhi
alokasi besaran dan pelaksanaan anggaran di ling
ab baik dalam negeri maupun luar negeri, antara lain: fluktuasi harga
minyak mentah di pasar dunia, krisis ekonomi di Amerika dan Eropa yang
berdampak kepada terhambatnya investasi di dalam negeri, eksport komoditi,
ditariknya modal dari dalam negeri, pemutusan hubungan kerja, meningkatnya
jumlah pengangguran, bencana alam, tingginya angka kemiskinan, dipacunya
modal ke sektor pendidikan dan sektor kesehatan, pesatnya perkembangan iptek,
regulasi dan deregulasi serta reformasi birokrasi. Tekanan ini berdampak kepada
belanja pemerintah pusat dan daerah yang harus dialokasikan sesuai kemampuan
anggaran tersedia dan skala prioritas. Di sisi lain, penerimaan APBN yang berasal
dari pendapatan dalam negeri dan hibah masih bersifat fluktuatif akibat dampak
dari krisis ekonomi sebagaimana tersebut di atas, sehingga mengharuskan
pemerintah untuk segera melakukan efisiensi dan efektifitas terhadap semua
26
Tabel 3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2011
NO PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA JUMLAH (miliar rupiah)
A Pendapatan Negara dan Hibah 1.104.902, 0 I. Penerimaan Dalam Negeri 1.101.162,5 1. Penerimaan Perpajakan 850.255,5
a. Pajak Dalam Negeri 827.246,2
b. Pajak Perdagangan Internasional 23.009,3
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 250.907,0
II. Hibah 3.739,5
B Belanja Negara 1.229.558,5 I. Belanja Pemerintah Pusat 836.578,2
1. K/L 432.779,3
2. Non K/L 403.798,9
II. Transfer Ke daerah 392.980,3
1. Dana Perimbangan 334.324,0
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 58.656,3
III.Suspen 0,0 C Keseimbangan Primer (9.447,3) D Surplus/Defisit Anggaran (A ‐ B) (124.656,5) E Pembiayaan 124.656,5
I. Pembiayaan Dalam Negeri 125.266,0
II. Pembiayaan Luar Negeri (609,5)
Pemerintah juga berupaya merampingkan anggaran belanjany
me n tidak melakukan belanja yang berada
kemam an. Oleh karenanya belanja pemerintah termasuk belanja barang dan
a dengan
nstandarisasikan kebutuhan da di luar
27 investas
ang diolah berdasarkan proyeksi data statistik yang
diterbit
i perlu dilakukan penghematan dan penajaman sesuai skala prioritas yang
tersedia. Secara garis besar struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) Republik Indonesia dapat dilihat pada tabel Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun 2011.
Sementara itu jumlah umat beragama yang dilayani terus berkembang
sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk yang terus bertambah. Jumlah
pemeluk agama tahun 2009 y
kan BPS berjumlah 246.177.819 jiwa, dengan rincian: pemeluk agama
Islam 215.144.560 (87.39%), pemeluk agama Kristen 15.609.542 (6.34%), pemeluk
agama Katolik 8.274.999 (3.36%), pemeluk agama Hindu 4.449.257 (1.81%),
pemeluk agama Budha 2.280.859 (0.93%), pemeluk agama Kong Hu Cu 274.006
(0.11%) dan lainnya 144.596 (0.06%). Jika dilihat sebagai pelaku pembangunan,
jumlah pemeluk agama seperti gambaran data tesebut merupakan peluang yang
dapat digerakkan untuk pertumbuhan pembangunan. Namun jika dilihat sebagai
sebagai objek pembangunan yang sangat majemuk maka diperlukan kearifan
dalam perumusan kebijakan publik yang terkait erat dengan sektor agama.
Grafik 2
Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2009
Islam 215.144.560 Kristen 15.609.542 Katolik 8.274.999 Hindu 4.449.257 Buddha 2.280.859 Konghucu Islam 274.006 144.596 Kristen Lainnya Katolik Hindu Buddha Konghucu Lainnya
28
Tabel 4
Jumlah Penduduk per‐Propinsi Menurut Agama
Tahun 2009 Islam Moslem Kristen Christian Katolik Catholic Hindu Hindus Buddha Buddhist Khonghucu Confusius Lainnya Others 1 NAD 4.385.931 27.012 16.994 437 2.843 - - 4.433.217 2 Sumatera Utara 8.368.035 3.399.416 610.921 23.672 360.549 5.125 3.054 12.770.772 3 Sumatera Barat 4.455.251 59.178 38.308 715 604 1.608 146 4.555.810 4 Riau 4.521.460 254.054 136.388 21.203 228.546 5.016 - 5.166.667 5 Jambi 2.523.542 62.457 22.323 324 14.718 3.852 - 2.627.216 6 Sumatera Selatan 6.951.142 144.871 84.147 70.543 127.877 1.127 285 7.379.992 7 Bengkulu 1.795.166 16.861 142 6.809 3.229 - - 1.822.207 8 Lampung 6.712.802 140.495 132.263 203.168 121.037 7.309.765 9 Bangka Belitung 898.818 20.770 25.254 1.160 76.630 44.545 - 1.067.177 10 Kepulauan Riau 1.202.875 108.609 59.736 4.219 111.897 1.944 217 1.489.497 11 DKI Jakarta 7.867.369 434.393 366.308 13.367 235.211 45.939 3.960 8. 4 966.547 12 Jawa Barat 47.538.806 572.256 365.561 71.910 130.389 58.809 - 8.737.731 572.038 634.611 48.698 81.439 2.252 - 33.135.108 14 DI Yogyakarta 3.264.529 104.221 7.073 5.595 35 106 3.560.810 15 Jawa T imur 2.648 37.189.545 16 Banten 23.218 9.008.151 17 Bali 329.785 34.67 .207 18.560 614 - 3.603.470 18
Nusa T enggara Barat 4.072.265 6.410 8. 2 57.879 24.618 161 - 4.169.695 19
Nusa T enggara T imur 399.543 1.602.059 2.569.149 9.690 851 - 57.450 4.638.742 20 Kalimantan Barat 2.551.704 507.592 925.411 13.006 333.567 44.695 44.695 4.420.670 21 Kalimantan T engah 1.499.810 325.774 77.352 197.824 3.389 - 2.585 2.106.734 22 Kalimantan Selatan 3.172.912 23.137 20.251 33.174 16.387 1.430 4.122 3.271.413 23 Kalimantan T imur 2.791.254 358.928 190.619 19.674 26.636 - 217 3.387.328 24 Sulawesi Utara 690.991 1.429.795 140.956 10.936 8.010 798 2.281.486 25 Sulawesi T engah 1.972.113 436.509 36.190 103.459 10.140 - 73 2.558.484 26 Sulawesi Selatan 7.156.367 820.435 184.668 62.469 14.892 2.028 1.687 8.242.546 27 Sulawesi T enggara 2.307.189 29.478 22.836 51.682 15.061 - - 2.426.246 28 Gorontalo 1.003.738 20.412 7.598 4.018 885 - - 1.036.651 29 Sulawesi Barat 8.415.000 162.849 13.664 27.002 - - - 8.618.515 30 Maluku 753.789 599.345 82.064 3.703 324 713 103 1.440.041 31 Maluku Utara 841.644 253.104 24.000 121 178 113 - 1.119.160 32 Papua 404.293 1.775.888 586.916 4.638 2.933 - 30 2.774.698 33 Papua Barat 364.259 407.355 87.282 1.853 979 - - 861.728 215.144.560 15.609.542 8.274.999 4.449.257 2.280.859 274.006 144.596 246.177.819 Jumlah (Total ) No. Provinsi Province Agama - Religion Jumlah Total 13 Jawa T engah 31.796.070 179.251 35.496.386 763.862 490.071 175.758 210.534 50.286 8.639.722 135.305 109.773 4.866 92.351 2.916 4 25.630 3.194 36
Sumber: PINMAS Kementerian Agama
29
BAB IV
PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2011
A. SASARAN STRATEGIS
Berdasarkan rencana program dan kegiatan yang tertuang di dalam
Renstra Kementerian Agama 2010‐2014, sasaran strategis Kementerian Agama
Tahun 2010 – 2014 adalah sebagai berikut:
1. Bidang Kehidupan Beragama
Sasaran strategis bidang kehidupan beragama adalah terwujudnya suatu
kondisi keberagamaan masyarakat yang dinamis dan mampu mendukung
percepatan pembangunan nasional, yang ditandai dengan, antara lain:
a. Meningkatnya pemahaman dan perilaku keagamaan umat beragama yang
seimbang, moderat dan inklusif.
b. Meningkatnya motivasi dan partisipasi umat beragama dalam pembangunan
nasional.
c. Menurunnya aliran sempalan dan tindakan kekerasan yang
mengatasnamakan agama.
d. Meningkatnya kualitas pribadi umat beragama yang berakhlak mulia dan
beretika.
e. Meningkatnya harkat dan martabat umat beragama dalam membangun jati
diri bangsa.
at beragama dalam membangun harmoni antar
peradaban.
g. Me ngkatnya pemberdayaan potensi ekonomi keagamaan.
h. Me sinergi kebijakan dalam pengelolaan potensi ekonomi
keagamaan.
i. Meningkatnya akses umat beragama terhadap sumberdaya ekonomi
keagamaan dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejateraan umat
beragama.
f. Meningkatnya peran um
ni
30
j. Meningkatnya peran dan kualitas h agama.
k. Meningkatnya p engan SPO (Standar
Prosedur Operasional).
2. Bidang Kerukunan Umat Beragama
bidang kerukunan umat beragama adalah terwujudnya
kehidupan intern berag
,
antar umat beragama dalam rangka
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.
dalam dialog lintas agama di dunia
Internasional
umat
di setiap
keagamaan masyarakat berwawasan
program siaga dini pencegahan konflik umat beragama.
Madrasah, Perguruan Tinggi Agama, Pendidikan
strategis bidang raudhatul athfal, madrasah, perguruan tinggi
kan yang merata, bermutu dan berdaya saing, serta mampu
a akses masyarakat terhadap pendidikan anak usia dini berbasis
(MTs), Pesantren Salafiyah Ula dan Pesantren Salafiyah
ulya bermutu. penyulu
elayanan administrasi keagamaan sesuai d
Sasaran strategis
harmoni dan antar umat ama sebagai pilar kerukunan
nasional yang ditandai dengan antara lain:
a. Meningkatnya dialog dan kerjasama
b. Meningkatnya peran Indonesia .
c. Meningkatnya harmoni intern dan antar beragama.
d. Berdirinya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Kabupaten/Kota.
Berkembangnya pemahaman
e.
multikultural, gender, dan HAM.
Tersedianya f.
Bidang Raudhatul Athfal,
3.
Agama dan Pendidikan Keagamaan Sasaran
agama, pendidikan agama dan pendidikan keagamaan adalah terwujudnya
pelayanan pendidi
memperkuat jati diri bangsa, yang ditandai dengan, antara lain:
Meningkatny a.
keagamaan yang bermutu (RA, BA, TA, TPA, TPQ dan sejenisnya).
b. Meningkatnya akses masyarakat terhadap Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah Wustho yang bermutu.
c. Meningkatnya akses masyarakat terhadap Madrasah Aliyah (MA) dan
31 d. Terwujudnya Madrasah Aliyah bertaraf internasional di setiap provinsi.
daya saing pendidikan tinggi agama.
g. Tersedianya ma’had al jami’ah pada perguruan tinggi islam negeri.
ikan (SNP) bagi satuan pendidikan agama
dan
formal (Paket A, B, dan C) serta
pendidikan pesantren dan
mutu pendidikan agama di sekolah.
k dan tenaga
utu pengelolaan pendidikan agama dan pendidikan
i pusat pendidikan dan pemberdayaan
. Tersedianya layanan pendidikan madrasah satu atap dan pesantren terpadu di
at dalam penyelenggaraan pendidikan
aga
rcapainya tingkat
gan, antara
ofesional dan dedikatif
e. Meningkatnya akses masyarakat terhadap pendidikan tinggi agama
f. Meningkatnya mutu dan
h. Tercapainya Standar Nasional Pendid
pendidikan keagamaan.
i. Tersedianya Ma’had Aly pada pondok pesantren
j. Tersedianya layanan pendidikan non pendidikan vokasional pada pondok pesantren
k. Meningkatnya mutu pengelolaan dan layanan pendidikan diniyah.
l. Meningkatnya
m. Meningkatnya mutu, profesionalitas dan kesejahteraan pendidi kependidikan.
n. Meningkatnya m keagamaan.
o. Terwujudnya pesantren sebaga ekonomi umat.
p
wilayah perbatasan atau daerah khusus.
q. Meningkatnya partisipasi masyarak ma dan pendidikan keagamaan.
4. Bidang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Sasaran strategis penyelenggaraan ibadah haji adalah te
kepuasan jamaah dalam berbagai bidang pelayanan dan pengelolaan dana haji
untuk sebear‐besarnya bagi kesejahteraan umat, yang ditandai den lain:
a. Terwujudnya jemaah haji mandiri
b. Terwujudnya petugas pr
c. Terwujudnya standar pelayanan minimal pada seluruh komponen pelayanan