• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007,"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Irigasi

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007, disebutkan bahwa jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkap yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi.Ada beberapa jenis jaringan irigasi yaitu:

1. Jaringan irigasi primer adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya. 2. Jaringan irigasi sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas

saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi-sadap, bangunan bagi-sadap, dan bangunan pelengkapnya.

3. Jaringan irigasi tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarter, serta bangunan pelengkapnya.

2.2 Pengertian Pengelolaan

Pengelolaan atau manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan sumber daya organisasi (Hanafi, 1997). Pengelolaan didefinisikan

(2)

sebagai suatu aktifitas, seni, cara, gaya, pengorganisasian, kepemimpinan, pengendalian, dalam mengedalikan atau mengelola kegiatan. Tahapan pengelolaan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, operasi dan pemeliharaan, organisasi, kepemimpinan, pengendalian, sampai pada evaluasi dan monitoring (New Webster Dictionary, 1997; Echols dan Shadily, 1998; Webster’s New Word Dictionary, 1983; Collins Cobuild, 1988).

2.3 Pengelolaan Jaringan Irigasi

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.32/PRT/M/2007 menyebutkan bahwa Pengelolaan Jaringan Irigasi adalah kegiatan Operasi dan Pemeliharaan serta rehabilitasi jaringan irigasi di Daerah Irigasi.

Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Subak dapat berperan serta dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab subak. Dalam hal subak tidak mampu melaksanakan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang menjadi hak dan tanggung jawabnya pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota dapat memberikan bantuan dan atau dukungan fasilitas berdasarkan permintaan subak dengan memperhatikan prinsip kemandirian.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 khususnya Pada Bab IV pasal 16, 17 dan 18 menjelaskan tentang kewenangan pengelolaan

(3)

irigasi utama (primer dan sekunder) menjadi wewenang tanggung jawab pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan ketentuan: Daerah Irigasi (DI) dengan luas diatas 3000 ha menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi kewenangan pemerintah provinsi dan Daerah Irigasi (DI) lebih kecil dari 1000 ha sepenuhnya menjadi kewenangan dan tanggung jawab pemerintah kabupaten, sedangkan jika berada pada lintas kabupaten maka menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Jaringan tersier sepenuhnya merupakan tanggung jawab organisasi petani (P3A) dalam hal ini adalah subak.

2.3.1 Operasi jaringan irigasi

Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun system golongan, menyusun rencana pembagian air, melakukan kalibrasi pintu/ bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi. Agar operasi jaringan dapat dilaksanakan dengan baik harus tersedia data pendukung antara lain :

1. Peta Wilayah Kerja Pengelolaan Irigasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab.

2. Peta Daerah Irigasi dengan batas daerah irigasi dan plotting saluran induk dan saluran sekunder, bangunan air, lahan irigasi serta pembagian golongan. 3. Skema Jaringan Irigasi yang menggambarkan saluran induk dan saluran

sekunder, bangunan air dan bangunan lainnya yang ada disetiap ruas dan panjang saluran, petak tersier dengan data debit rencana, luas petak, kode golongan yang masing-masing dilengkapi dengan nomenklatur.

(4)

2.3.2 Pemeliharaan jaringan irigasi

Pemeliharaan jaringan irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan, perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus. Adapun jenis pemeliharaan jaringan irigasi terdiri dari:

1. Pengamanan jaringan irigasi.

Pengamanan jaringan irigasi merupakan upaya untuk mencegah dan menanggulangi terjadinya kerusakan jaringan irigasi yang disebabkan oleh daya rusak air, hewan atau manusia guna mempertahankan fungsi dari jaringan irigasi tersebut.

2. Pemeliharaan rutin.

Pemeliharaan rutin merupakan kegiatan perawatan dalam rangka mempertahankan kondisi jaringan irigasi yang dilaksanakan secara terus menerus tanpa ada bagian konstruksi yang diubah atau diganti.

3. Pemeliharaan berkala

Pemeliharaan berkala merupakan kegiatan perawatan dan perbaikan yang dilaksanakan secara berkala yang direncanakan dan dilaksanakan oleh dinas yang membidangi irigasi dan dapat bekerja sama dengan P3A/ GP3A/ IP3A secara swakelola berdasarkan kemampuan lembaga tersebut dan dapat pula dilaksanakan dengan kontraktual.

4. Perbaikan darurat.

Perbaikan darurat dilakukan akibat bencana alam dan atau kerusakan berat akibat terjadinya kejadian luar biasa (seperti pengrusakan/ penjebolan

(5)

tanggul, longsoran tebing yang menutup jaringan, tanggul putus dll) dan penanggulangan segera dengan konstruksi tidak permanen agar jaringan irigasi tetap berfungsi.

2.4 Daerah Pengaliran Sungai dan Wilayah Sungai

Secara teknis yang disebut sebagai daerah pengaliran sungai atau yang disingkat DPS adalah suatu kesatuan tata air yang terbentuk secara alamiah, ketika air meresap dan atau mengalir melalui sungai dan anak-anak sungainya ke danau dan atau kelaut, termasuk di bawahnya cekungan air bawah tanah (Sunaryo dkk, 2005). Definisi tersebut menunjukkan bahwa dari gunung tempat air hujan jatuh, melalui sungai dan aliran air bawah tanah hingga bermuara ke laut/ danau merupakan satu kesatuan hidrologis dari DPS. Selanjutnya istilah yang digunakan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2004 adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) yakni suatu wilayah daratan sebagai satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi untuk menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami. Dengan demikian istilah DPS dapat diartikan sama dengan DAS.

Untuk pengelolaan sumber daya air, Indonesia dibagi menjadi banyak wilayah sungai. Berdasar Peraturan Menteri PU Nomor 39/PRT/1989, Indonesia dibagi menjadi 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS). Berdasarkan Peraturan Menteri PU Nomor 11 A/PRT/M/2006 ada perubahan yaitu yang semula 90 Satuan Wilayah Sungai (SWS) menjadi 133 Wilayah Sungai (WS) yang meliputi lebih dari 5.590 DAS (PerMen PU 2006; Direktorat Sungai, 1994).Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/

(6)

atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2 (UU No 7 Tahun 2004). Pengaturan air untuk menjamin terselenggaranya tata pengaturan air secara nasional, pola perlindungan, pengembangan dan penggunaan air dan sumber air didasarkan atas wilayah sungai. Kemudian berdasarkan letak geografis DAS dan cakupan pelayanan serta tingkat strategisnya, wilayah sungai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (Sunaryo dkk, 2005)

1. Wilayah sungai kabupaten/ kota, merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis berada dalam suatu kabupaten/ kota. Secara potensial, wilayah sungai ini hanya memberi pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada satu kabupaten/kota. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai menjadi wewenang pemerintah kabupaten/ kota.

2. Wilayah sungai lintas kabupaten/ kota merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu kabupaten/ kota dalam satu provinsi. Secara potensial wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu kabupaten/ kota namun masih dalam satu wilayah provinsi. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah provinsi.

3. Wilayah sungai lintas provinsi merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu daerah provinsi. Secara potensial wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu provinsi. Berarti pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah pusat (selanjutnya disebut pemerintah).

(7)

4. Wilayah sungai lintas negara merupakan daerah aliran sungai yang secara geografis melewati lebih dari satu negara. Secara potensial wilayah sungai tersebut memberikan pelayanan atau menimbulkan dampak negatif pada lebih dari satu negara. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai tersebut menjadi wewenang pemerintah.

5. Wilayah sungai strategis nasional merupakan wilayah sungai yang mempunyai nilai strategis bagi kepentingan nasional. Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai ini menjadi wewenang pemerintah.

2.5 Daerah Irigasi pada Aliran Tukad Yeh Ho

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2006 tentang Irigasi maka luas Daerah Irigasi (DI) antara 1000 ha–3000 ha menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Untuk aliran Tukad Yeh Ho memiliki luas wilayah sebesar 19.369 Ha meliputi 29 desa di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Penebel (14 desa), Kecamatan Kerambitan (6 desa) dan Kecamatan Selemadeg Timur (9 desa). DAS Yeh Ho dibagi menjadi 16 Daerah Irigasi (DI) dengan luas lahan sawah sebesar 6.490 ha dimana 2 DI dengan luas diatas 1000 Ha yaitu DI Gadungan Lambuk (1,508.00 Ha), DI Caguh (1,048.00) dan 14 DI dengan luas dibawah 1000 Ha yaitu DI Rejasa (165.00 Ha), Sungsang (426.00), DI Penebel (730.00Ha), DI Meliling (541.00 Ha), DI Pesagi (167.00 Ha), DI Gunung Sari (35.00 Ha), DI Tegallinggah (29.00 Ha), DI Nyat-Nyatan (40.00 Ha), DI Aya (64.00 Ha), DI Dalem (95.00 Ha), DI Jatiluih (390.00 Ha), DI Begawan kaja (72.00 Ha) dan DI Tingkih tebel (170.00 Ha) dengan luas Total DI 6,490.00 Ha.

(8)

2.6 Partisipasi Subak

Sejalan dengan pemberlakuan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2004, maka kebijakan Pengelolaan Irigasi akan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan Irigasi Partisipasif, yang secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau gotong royong. Melalui kebijakan tersebut pengembangan (pembangunan/ rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah maupun pemerintah daerah tetapi juga merupakan tanggungjawab petani. Pada dasarnya pengelolaan irigasi partisipatif adalah suatu pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur irigasi melalui keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan, pengembangan (pembangunan/ rehabilitasi), pembiayaan, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan, pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan system dari waktu ke waktu secara berkelanjutan.

2.6.1 Partisipasi dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.

Dalam pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sangat diperlukan adanya partisipasi aktif baik masyarakat subak maupun masyarakat pedesaan, yang difasilitasikan oleh pemerintah dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan petani atau subak. Kegiatan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sampai saat ini dilaksanakan oleh petugas pengairan bersama petani (P3A/ subak). Hal tersebut dapat dilihat pada pelaksanaan operasi di tingkat jaringan, dimana terlihat pada kegiatan usulan rencana beserta luas areal oleh subak kepada petugas pengairan hingga petugas pengairan dan instansi terkait lainnya memutuskan rencana tersebut melalui Panitia Irigasi yang telah disesuaikan dengan ketersediaan airnya.

(9)

Partisipasi subak tersebut sifatnya masih pasif, dimana keputusan dan kebutuhan lainnya masih didominasi oleh petugas pengairan, sehingga subak terkesan hanya sebagai pemanfaatan air irigasi saja.

Seiring dengan Pembaharuan Kebijaksanaan Pengelolaan Irigasi (INPRES No. 3 Tahun 1999), subak/P3A sebagai pemanfaat air irigasi ditingkatkan peranannya sebagai pengelola irigasi sesuai hakekat pembangunan, dari, oleh dan untuk masyarakat. Untuk mencapai sasaran tersebut tahapan yang saat ini dilaksanakan adalah dengan mengikut sertakan subak/P3A disetiap kegiatan Operasi jaringan irigasi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3 dapat berpartisipasi dalam pelaksanaan uji pengaliran dan penyesuaian manual operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi yang didasarkan pada hasil uji pengaliran dengan cara mengamati dan melaporkan kejadian pada jaringan irigasi, seperti terjadinya kebocoran, longsor, banjir dan limpasan selama uji pengaliran berlangsung kepada penanggung jawab kegiatan, dalam pelaksanaan kegiatan operasi jaringan irigasi, subak (P3A) dapat berpartisipasi dalam : 1) Pengajuan usulan rencana tata tanam, 2) Pengajuan Kebutuhan air, 3) Pemberian masukan mengenai perubahan rencana tata tanam, pengubahan pola tanam, pengubahan jadwal tanam dan pengubahan jadwal pemberian/pembagian air dalam hal terjadi perubahan ketersediaan air pada sumber air dan dalam pelaksanaan kegiatan pemeliharaan masyarakat petani/subak dapat berpartisipasi dalam kegiatan penelusuran jaringan irigasi, penyusunan kebutuhan biaya, dan pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder.

(10)

Menurut pandangan (Sutawan, dalam subak 1993) partisipasi petani subak dalam setiap tahapan proyek pembangunan irigasi sangat penting karena: 1) dapat memperlancar proyek melalui dukungan moral para petani, 2) petani dapat merupakan sumber informasi yang sangat berharga untuk tujuan pembuatan lay out dan desain, 3) dapat menumbuhkan rasa ikut memiliki dan bertanggung jawab terhadap proyek sehingga mereka terdorong untuk memelihara jaringan irigasi yang bersangkutan dengan baik, 4) organisasi irigasi tradisional dapat lebih berperan dan berfungsi sehingga mendorong berkembangnya lembaga irigasi yang bersangkutan, 5) mengurangi kemungkinan kegagalan proyek dalam arti proyek dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan aspirasi para petani subak.

2.6.2 Sumber Daya Manusia pada Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Untuk meningkatkan kinerja subak, perlu adanya kemampuan personil dalam memanfaatkan potensi, anggota subak mampu memanfaatkan secara optimal fasilitas jaringan irigasi primer, sekunder, dan tersier, memiliki pemahaman yang memadai terhadap proses tata kelola penggunaan air dan meningkatkan kemampuan anggota subak terhadap intensitas tanam, guna meningkatkan hasil produksi pertanian.

Perbedaan tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya, akan menimbulkan perbedaan pandangan dan kesadaran akan kebutuhan teknologi sebagai sarana menuju perbaikan kehidupan dalam mengatasi berbagai masalah yang ada ditengah masyarakat tersebut. Suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi biasanya dibarengi dengan kesadaran akan kebutuhan hidup yang lebih tinggi pula. Dengan adanya kesadaran akan kebutuhan

(11)

tuntutan hidup yang tinggi (lebih baik), timbul kesadaran akan pentingnya suatu teknologi yang dapat menciptakan perbaikan dalam kehidupan. Dengan demikian, suatu masyarakat dengan tingkat pengetahuan yang tinggi akan lebih mudah menyerap suatu teknologi yang diperkenalkan (Dikti 1990: 23). Untuk itu, dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ada beberapa aspek yang perlu ditumbuhkan : 1) adanya pengetahuan teknis, 2) penciptaan peluang-peluang beragrobisnis, 3) juga aspek-aspek administrasi (Sedana 2003, dalam Revitalisasi Subak Dalam Memasuki Era Globalisasi). Program pendidikan dan pelatihan bagi para petani, khususnya pengurus subak perlu dilakukan terutama pada hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam berbagai bidang seperti operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

2.6.3 Organisasi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Pada dasarnya subak sebagi organisasi perhimpunan petani di Bali merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung pada pemerintahan Desa maupun pemerintahan Daerah. Hal ini dapat dilihat dari susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat anggota) dan Juru Arah/Saya (petugas penghubung). Di samping unsur pimpinan dan pembantu pimpinan terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut dengan Kelihan Tempek dan Keliahan Munduk. Karena subak merupakan lembaga yang tumbuh dan berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan pertanian basah dalam satu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang satu dengan lainnya tidak persis sama.

(12)

Organisasi subak merupakan petani pemakai air yang bersifat religius dan berkembang terus sebagi organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah yang telah disepakati dan terlibat langsung dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.

2.6.4 Pendanaan Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Untuk keberlangsungan operasional organisasi dan peningkatan pendapatan petani, mengatasi persaingan harga produk petanian, maka petani yang masuk dalam organisasi subak harus memiliki sumber-sumber pendanaan yang cukup, anggota subak harus memiliki kemampuan yang baik dalam menggalang dana bagi kebutuhan kegiatan subak, dalam meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah memfasilitasi adanya wadah ekonomi bagi kepentingan anggota subak.

2.6.5 Sarana dan Prasarana Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi

Untuk meningkatkan fungsi sarana dan prasarana subak dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi yang cukup memadai, diharapkan semua sarana dan prasarana yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi seperti fungsi jaringan irigasi secara teknis cukup handal, dan pemerintah daerah memiliki komitmen yang baik dalam membantu subak untuk prasarana dan sarana pendukung yang diperlukan oleh petani dalam beririgasi.

(13)

2.6.6 Teknologi Subak Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi Dalam sistem jaringan irigasi teknis, dipergunakan teknologi yang sesuai dengan sistem irigasi teknis dan dalam penggunaan teknologi teknis tersebut diharapkan para anggota subak bisa menerapkan dan melaksanakan di lapangan sehingga dapat meningkatkan produktifitas dalam sektor pertanian.

2.7 Irigasi Menurut Sistem Irigasi Subak

Pengertian subak yang dinyatakan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 02/PD/DPRD/1972 adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-relegius yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain untuk persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.

Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air. Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah maka pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi bagi menjadi bagian bagian lebih kecil yang disebut tempek. Pola rotasi biasanya diawasi oleh patelik (petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air). Selain dengan cara rotasi pada sistem subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem nyorog yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan.

Sedangkan pola Operasi dan Pemeliharaan ditingkat subak biasanya diselenggarakan melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam sangkepan. Adapun langkah perbaikan-perbaikan atau rehabilitasi pada bangunan-bangunan dan saluran irigasi, sehingga kehilangan air akibat kebocoran-kebocoran pada saluran dapat dihindari, dan juga dikaitkan dengan pola dan jadwal tanam yang hendak diterapkan

(14)

dalam suatu organisasi subak. Ketika hendak mengambil keputusan tentang pola dan jadwal tanam itulah musim dan atau iklim akan diperhitungkan. Dasar perhitungannya biasanya dipakai sasih mirip dengan bulan dalam sistem penanggalan, tapi penyebutan dan banyaknya hari dari masing masing bulan berbeda, yang perlu diperhatikan oleh para petani adalah karakter dari masing-masing sasih secara umum. Sasih kedasa (bulan april) sampai sasih kapat (bulan oktober) pada umumnya langit terang benderang dan tidak banyak hama sedangkan sasih kapitu (bulan januari) dan sasih kaulu (bulan februari) angin laut kencang, hama tanaman bermunculan. Karakter baik buruk masing masing sasih itulah yang senantiasa akan diperhatikan para petani anggota subak ini dalam menentukan jadwal tanam.

2.7.1 Konsep Irigasi Subak

Pada beberapa sungai di Bali, jaringan irigasi yang ada dipandang sudah demikian padatnya sehingga dikhawatirkan masalah perselisihan antar berbagai pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan sumber daya air pada tingkat aliran sungai akan semakin meningkat pada masa-masa mendatang. Terlebih lebih lagi mengingat air merupakan sumber daya alam yang semakin langka sebagai akibat pemanfaatannya yang akan menjadi rebutan antar kelompok petani di satu pihak dan antara masyarakat petani dengan masyarakat bukan petani. Di lain pihak kebutuhan akan air di Bali cenderung meningkat sejalan dengan lajunya derap pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang pariwisata. Jadi pemanfaatan air bukan semata-mata untuk kepentingan irigasi tetapi juga untuk keperluan-keperluan lain seirama dengan tuntutan masyarakat modern.

(15)

Menurut Norken (1993), subak sebagai sistem irigasi tradisional yang terdapat di Bali telah dikenal sejak abad XI M, jauh sebelum sistem irigasi teknis dikenal. Oleh karena itu cara pemberian air pun menggunakan cara-cara tradisional, walaupun sekarang sudah mulai ditingkatkan sehingga secara teknis irigasi dapat berfungsi dengan lebih baik.

Secara umum subak-subak yang ada di Bali mendapat air dari sungai, dimana aliran air dialihkan ke saluran (telabah) atau terowongan dengan membuat bendungan (empelan). Sumber air yang masuk ke saluran (telabah) atau terowongan sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai. Semakin tinggi muka air sungai (saat musim hujan), semakin besar air yang masuk ke saluran, hal mana terjadi karena pengambilan air merupakan pengambilan bebas.(free intake).

2.7.2 Sistem Jaringan Irigasi Subak

Subak sebagai organisasi yang fungsi utamanya adalah mengatur air irigasi telah membangun sistem jaringan irigasi dengan keunggulan irigasi tradisionalnya, konstruksi jaringannya sangat disesuaikan oleh kondisi fisik alam. Kondisi alam Bali yang memiliki perbedaan topografi yang curam menjadikan luasan lahan sawah yang sempit, oleh karena itu dengan kearifan yang sangat tinggi subak telah berupaya menekan pemanfaatan lahannya untuk pembangunan jaringan irigasi. Atas dasar pertimbangan tersebut ketika subak membangun jaringan irigasinya banyak memanfaatkan alur alam berupa lembah atau pangkung sebagai saluran pembawa. Sedangkan untuk menghubungkan saluran alam dengan alur sungai subak telah memiliki ketrampilan yang sangat memadai untuk membangun aungan (trowongan) melalui tenaga terampil undagi pengarung (ahli trowongan). Nampaknya pilihan itu

(16)

merupakan alternatif yang paling menguntungkan bila ditinjau dari biaya, pengerahan tenaga dan waktu.

Jaringan irigasi subak sudah dibangun sedemikian lengkap mulai dari bangunan pengambilan (empelan), bangunan pembagi (temuku aya), bangunan pengambilan di saluran (temuku) hingga saluran distribusi ke petak petak sawah, seperti ditunjukkan dalam gambar jaringan irigasi subak pada gambar 2.1 dengan jenis dan fungsi banguan seperti berikut:

1. Bangunan pengambilan utama (head work) di sumber air berupa empelan (bendung) atau buka (free intake), dilengkapi dengan pembatas aliran banjir yang disebut dengan langki atau tanjerig.

2. Telabah (saluran terbuka) untuk mengalirkan air dari bangunan utama empelan/ buka yang dilengkapi dengan bangunan pelengkap seperti abangan (talang), telepus (siphon), petaku (terjunan), pekiyuh (peluap samping). 3. Aungan (terowongan) yang dilengkapi dengan lubang udara dan lubang

kontrol, dimana bila lubang tersebut ditempatkan mendatar disebut dengan calung dan bila tegak disebut dengan bindu.

4. Bangunan pembagi air dari pembagi utama sampai saluran pembawa di petak sawah, yaitu tembuku aya (bangunan bagi utama), tembuku pemaron (bangunan bagi), tembuku daanan (bangunan sadap), tembuku pengalapan (bangunan bagi di petak sawah).

5. Saluran irigasi dari tembuku pemaron disebut dengan telabah pemaron (saluran sekunder), sedangkan saluran irigasi yang membawa air dari

(17)

tembuku daanan ke petak sawah disebut dengan telabah daanan (saluran tersier).

6. Telabah pengutangan (saluran pembuangan) yaitu saluran yang berfungsi untuk membuang kelebihan air dari petak sawah yang dialirkan kembali ke sungai atau pangkung (lembah alam).

(18)

Dari sistem saluran seperti diperlihatkan dalam gambar jaringan irigasi subak diatas maka saluran irigasi dapat melintasi beberapa wilayah administratif. Oleh karena itu keanggotaan subak tidak terbatas dalam satu wilayah administratif. Satu lembaga subak keanggotaannya dapat berasal dari satu desa adat, kecamatan bahkan kabupaten yang berbeda, sesuai dengan wilayah hidrologis dan topografinya. Maka dari itu subak dapat dikatakan sebagai lembaga yang otonom terlepas dari lembaga desa adat. Namun demikian hubungan antara desa adat dengan subak telah berjalan secara harmonis karena masing-masing lembaga dipayungi oleh filosofi ajaran agama hindu yang sangat mendalam yaitu Tri Hita Karana. Hubungan wilayah subak dengan wilayah desa adat dapat dilihat seperti contoh ilustrasi pada gambar 2.2 berikut.

(19)

2.8 Kelembagaan Pengelolaan Irigasi

Menurut PP No. 20 Tahun 2006, untuk menjamin terwujudnya tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah maka dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air dan komisi irigasi.

Selanjutnya didefinisikan pula bahwa Pengelolaan Sumber Daya Air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, penggunaan sumber daya air dan pengendalian daya rusak air.

Karakteristik sumber daya air sangat dipengaruhi aspek topografi dan geologi, keragaman penggunaannya, keterkaitannya (hulu-hilir, instream-offstream, kuantitas-kualitas), waktu serta siklus alaminya. Oleh karena faktor topografi dan geologi maka sumber daya air dapat bersifat lintas wilayah administratif. Dengan demikian kuantitas dan kualitas air amat bergantung pada tingkat pengelolaan air masing-masing daerah. Karena karakteristik aliran yang dapat mencakup beberapa wilayah maka air sering kali disebut sebagai sumber daya dinamis (dynamic flowing resource). Oleh karena sifat air yang selalu mengalir, maka dengan sendirinya ada keterkaitan yang sangat erat antara kuantitas dengan kualitas, hulu dengan hilir, instream dengan offstream, air permukaan dan air bawah tanah. Akhirnya perlu diingat bahwa air memerlukan sifat kelanggengan ketika digunakan baik oleh generasi sekarang maupun generasi mendatang.

(20)

2.8.1 Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Nasional

Komisi irigasi merupakan wadah koordinasi dan komunikasi yang dibentuk di tingkat kabupaten/kota, maupun di tingkat Provinsi. Komisi irigasi Kabupaten/Kota adalah lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah kabupaten/kota, wakil perkumpulan petani pemakai air di tingkat daerah irigasi, dan wakil pengguna jaringan irigasi pada kabupaten/kota. Sedangkan Komisi Irigasi Provinsi merupakan lembaga koordinasi dan komunikasi antara wakil pemerintah provinsi, wakil petani pemakai air di daerah irigasi, wakil pengguna jaringan irigasi pada provinsi dan wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait.

Komisi Irigasi Kabupaten/Kota dibentuk oleh Bupati/Walikota yang keanggotaannya terdiri dari wakil pemerintah kabupaten/kota dan wakil non-pemerintah yang meliputi wakil perkumpulan petani pemakai air dan/atau wakil kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proposional dan keterwakilan. Komisi Irigasi Kabupatan/Kota membantu Bupati/Wali Kota dengan tugas:

1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi.

2. Merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupaten/kota.

3. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

4. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya.

5. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi. 6. Memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan.

(21)

Sedangkan Komisi Irigasi Provinsi dibentuk oleh gubernur yang keanggotaannya terdiri dari wakil komisi irigasi kabupaten/kota yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, wakil pemerintah dan wakil kelompok pengguna jaringan irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan. Komisi Irigasi Provinsi membantu gubernur dalam hal :

1. Merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi.

2. Merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi.

3. Merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya.

4. Merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi.

Selanjutnya untuk membangun koordinasi dan komunikasi di tingkat petani pemakai air maka PP No. 20 Tahun 2006 juga mensyaratkan terbentuknyawadah koordinasi ditingkat petani pemakai air sebagai berikut :

1. Petani pemakai air wajib membentuk perkumpulan petani pemakai air secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa.

2. Perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk gabungan perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok skunder, gabungan beberapa blok skunder, atau satu daerah irigasi.

3. Gabungan perkumpulan petani pemakai air dapat membentuk induk perkumpulan petani pemakai air pada daerah layanan/blok primer, gabungan beberapa blok primer atau satu daerah irigasi.

(22)

2.8.2 Kebijakan Pengelolaan Irigasi Provinsi Bali

Perda No. 02/PD/DPRD/1972 merupakan Perda yang mengatur tentang Irigasi di Daerah Provinsi Bali, yang hingga saat ini masih berlaku karena belum pernah dilakukan peninjauan ataupun perubahan. Dalam pasal-pasalnya antara lain menyebutkan :

1. Subak merupakan kelompok masyarakat hukum adat yang bersifat religius dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air untuk persawahan dari suatu sumber air didalam suatu daerah. 2. Anggota subak disebut krama subak dipimpin oleh Kelian Subak atau

Pekaseh.

3. Sedahan/Sedahan Yeh/Pengelurah adalah petugas pemerintah Kabupaten yang mengatur dan mengawasi air irigasi untuk subak-subak dalam wilayahnya.

4. Sedahan Agung adalah Petugas Pemerintah Kabupaten yang mengatur dan mengawasi tertib pengairan didalam wilayah kabupaten dan merupakan penasehat serta pelaksana dari Pemerintah Kabupaten didalam bidang irigasi. Adapun kewajiban dari unsur-unsur organisasi subak seperti disebutkan diatas adalah sebagai berikut :

1. Kewajiban Subak.

a. Mengatur rumah tangga sendiri dalam mengusahakan dan mengatur air untuk persawahan dengan tertib dan efektif dalam wilayahnya.

b. Memelihara dan menjaga prasarana irigasi sebaik-baiknya.

c. Dalam melaksanakan urusan rumah tangga diatur dalam awig-awig (aturan tertulis) dan sima (kebiasaan) yang berlaku.

(23)

d. Menyelesaikan segala perselisihan yang timbul dalam rumah tangganya. e. Pelanggaran dan tindak pidana diselesaikan sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku. 2. Kewajiban Sedahan

a. Mengatur pembagian air untuk masing-masing subak diwilayahnya menurut waktu, volume dan tata tanam subak.

b. Mengawasi pemakaian dan penyaluran air dan pemeliharaan prasarana irigasi di wilayahnya.

c. Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran sesuai dengan aturan yang berlaku.

d. Sedahan meminta ijin Pemerintah Kabupaten melalui atasannya untuk perluasan sawah dan pendirian subak baru.

e. Dalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian, Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten. 3. Kewajiban Sedahan Agung

a. Mengawasi pemakaian/ penyaluran/ pengaturan air irigasi dan pemeliharaan prasarana irigasi dalam daerah persubakan dan pasedahan diwilayahnya.

b. Mengatur pembagian air irigasi untuk masing-masing pesedahan sesuai dengan waktu, volume dan tata tanam subak yang telah ditentukan.

c. Menyelesaikan perselisihan diwilayahnya dan di luar wilayahnya melalui Pemerintah Kabupaten.

d. Meminta persetujuan Pemerintah Kabupaten dalam hal pembukaan dan pendirian subak baru, perluasan areal sawah/ subak yang telah ada,

(24)

perubahan jaringan irigasi yang telah ada, dan pembuatan prasarana irigasi baru

e. Didalam melakukan tugasnya para sedahan dibantu oleh PU, Pertanian, Badan-badan dan Petugas yang ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten. Kemudian mengenai keterkaitan antara subak dengan pemerintah dimuat dalam pasal 17, 18 dan pasal 19 yang antara lain menegaskan :

1. Pemerintah berkewajiban mengusahakan adanya air dan mengatur untuk dimanfaatkan oleh subak untuk pengairan persawahan.

2. Pemerintah Kabupaten menyelesaikan masalah-masalah pengairan yang diajukan oleh Sedahan Agung dan lain-lain petugas dan mengajukan masalah yang menyangkut kabupaten lain ke Pemerintah Provinsi.

3. Dalam melaksanakan tugasnya Sedahan Agung dibantu oleh Dinas PU, Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah. 4. Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi mengawasi

pengaturan dan penggunaan air irigasi diseluruh Kabupaten di Bali.

5. Pasal 19 ayat 2 menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi menyelesaikan masalah-masalah irigasi yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten dan/ atau Dinas-Dinas di Provinsi Bali.

6. Dalam melaksanakan tugasnya Pemerintah Provinsi dibantu oleh Dinas PU, Pertanian, Badan-Badan atau petugas yang ditentukan oleh Pemerintah. Dalam perjalanannya kemudian terjadi pemilahan tugas dilapangan khususnya yang terkait dengan pemunggutan pajak dimana Sedahan berkembang menjadi Sedahan Yeh dan Sedahan Abian dengan tugasnya masing-masing. Sedahan Yeh bertugas melakukan koordinasi dengan Pekaseh/ Kelian Subak dalam

(25)

wilayahnya, dan menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan sawah. Sedangkan Sedahan Abian menyelenggarakan pemunggutan pajak tanah lahan kering. Berdasarkan tugas pokok dan kewajiban dari masing-masing organisasi subak yang dikaitkan dengan fungsi pembinaan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota, Jelantik (2006) menggambarkan struktur kelembagaan subak seperti pada gambar 2.3 Pada dasarnya subak sebagai organisasi perhimpunan petani di Bali merupakan suatu lembaga yang permanen dan otonom, dan tidak banyak bergantung pada pemerintahan Desa maupun pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat dari susunan organisasi subak yang terdiri dari Sangkepan Kerama (rapat nggota), Pekaseh/ Kelian Subak (pimpinan subak), Kesinoman (pembantu pimpinan) dan Juru Arah/ Saya (petugas penghubung).Disamping unsur pimpinan dan pembantu pimpinan itu terdapat pula ketua-ketua kelompok sebagai pelaksana yang disebut dengan Kelihan Tempek atauKelihan Munduk. Karena subak merupakan lembaga yang tumbuh berkembang secara mandiri sesuai dengan berkembangnya lahan pertanian basah dalam suatu wilayah, oleh karena itu susunan organisasi subak yang satu dengan lainnya tidak persis sama.

(26)

Susunan organisasi dan sebutan pengurusnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan subak yang bersangkutan dan mengikuti adagium Desa-Kala-Patra yaitu segala sesuatunya yang disesuaikan dengan tempat, waktu dan kondisinya, serta Desa-Mawa-Cara yaitu bahwa setiap tempat memiliki ciri-cirinya sendiri. Namun secara umum menurut Jelantik Sushila (2006) susunan organisasi secara lengkap dari unsur pimpinan, pembantu pimpinan, pelaksana dan kerama (anggota) dapat digambarkan seperti pada gambar 2.4

Bupati Kdh. Tingkat II

Dinas Daerah Tk. II

Sedahan Agung/Kadispenda

Sedahan Yeh Sedahan Abian Camat

Pekaseh/ Kelian Subak Kepala Desa/ Lurah Kelian Tempek/ Kelian Munduk Kelihan Banjar/ Kepala Dusun

Kerama (anggota) Subak Kerama (anggota) Banjar/ Dusun

Gambar 2.3 Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya dengan Pemerintah Daerah

(27)

Pelaksana

2.8.2.1Subak sebagai Pengelola Sistem Irigasi Tradisional

Identitas subak sebagai organisasi tradisional Bali memiliki sifat dasar sosio-religius yang unik, unggul dan kaya kearifan lokal. Kearifan lokal dalam organisasi subak yang berbasis konsepsi Tri Hita Karana sudah mendapat apresiasi universal. Esensi dari kearifan lokal adalah komitmen yang tinggi terhadap kelestarian alam, rasa religiusitas, subyektivikasi manusia dan konstruksi penalaran yang berempati

Gambar 2.4Susunan Organisasi Subak Secara Umum

Sumber : Subak Dimasa Lalu Kini dan Nanti.(Sushila, 2006)

Kerama Subak

(Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek) Pesayahan/Penyade (Kelompok Kerja) 1. Bidang Umum 2. Bidang Pembangunan 3. Bidang Agama dll Kelihan Tempek (Ketua Kelompok) Kelihan Tempek (Ketua Kelompok) Pimpinan

Kekuasaan Tertinggi Rapat Anggota Subak (Paruman Kerama)

Pekaseh/ Kelihan Subak (Ketua Subak)

Pangliman/ Petajuh (Wakil Ketua) Penyarikan/Juru Surat (Sekretaris) Petengen/Juru Raksa (Bendahara) Kesinoman/Juru Arah (Pembantu Umum) Kelihan Tempek (Ketua Kelompok)

(28)

pada persembahan, harmoni dan keseimbangan untuk jagadhita berkelanjutan. Keseluruhan kearifan lokal yang tercakup dalam organisasi subak yang dikutip dari studi Peningkatan Efektivitas Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Pada Lembaga Subak di Provinsi Bali, Bappeda Provinsi Bali (2007) secara katagorikal terdiri atas; kearifan religius, kultural, ekologis, institusional, ekonomi, tehnologi dan keamanan.

Makna kearifan religius sangat fokus pada keyakinan tentang ke-Tuhanan, spiritualitas yang merupakan roh kehidupan berorganisasi subak. Dianjurkan kepada komunitas subak untuk memelihara dan menjaga kesucian seluruh ranah subak (Parhyangan, Pawongan dan Palemahan) dan mencegah proses keletehan, termasuk tanah, sumber daya air sampai dengan prilaku krama subak. Kesucian dianggap pangkal harmoni dan keletehan adalah signal disharmoni. Eksistensi parhyangan (pura subak) yang berstrata dari lingkup kecil (bedugul), menengah (masceti) sampai dengan besar (pura ulun danu) merupakan simbul dan media sakral kearifan religius subak.

Makna kearifan kultural sangat fokus kepada energi budaya yang mencakup etika, logika, estetika dan praktika. Melalui landasan filosofi dan tata nilai, tatanan subak diharapkan secara kokoh mempertahankan konsepsi Tri Hita Karana sebagai landasan filosofi subak. Keyakinan warga subak yang mengkonsepsikan tanah sebagai Ibu Pertiwi, air sebagai simbul Dewa Wisnu dan padi sebagai Dewi Sri memperkuat eksistensi kearifan kultural yang dijiwai oleh agama Hindu.

Makna kearifan ekologis terfokus pada konservasi, keseimbangan dan sustainabilitas lingkungan. Pemulihan terhadap tanah, air dan aneka sumberdaya menjadi prefensi para petani yang dikuatkan secara etik dan perundang-undangan (awig-awig), dan sebaliknya pencemaran terhadap tanah, air dan sumberdaya juga

(29)

dicegah melalui tindakan, awig-awig dan sistem ritual. Etika dan estetika lingkungan merupakan kearifan ekologis yang mampu memancarkan pesona persawahan dan budaya agraris di Bali.

Makna kearifan Institusional terfokus pada potensi integritas organisasi subak ke ”dalam” dan ke ”luar”. Ke ”dalam” ditujukan kepada warga subak dan ke ”luar”ditujukan kepada organisasi lain yang terkait dengan subak. Konsepsi yang sangat penting dalam mengimplementasikan kearifan ini adalah berkembangnya konsep gotong royong. Gotong royong dilaksanakan untuk menyelesaikan kewajiban subak secara bersama atau ngayah, seperti dalam ritual.

Makna kearifan ekonomis terfokus pada usaha yang bersifat kreatif dan produktif. Dasar-dasar ekonomi kerakyatan yang menghidupkan usaha-usaha kecil, bersifat kekeluargaan, berbasis kapital sosial dan spiritual dalam integrasi kapital material berkembang dari pola budaya petani dalam transformasi kebudayaan dagang. Adanya bangunan lumbung dalam balai subak atau jineng dalam keluarga petani merupakan sarana untuk tabungan hasil pertanian. Ketika NKRI mengembangkan program Bimas dan Insus dalam upaya meningkatkan produksi pangan di Indonesia dalam periode 1980’an, subak di Bali merupakan lembaga tradisional yang bukan saja responsif, melainkan juga menuai berbagai kesuksesan menuju peningkatan produksi dan penguatan ketahanan pangan.

Makna kearifan Hukum, sangat fokus pada aspek legalitas dengan segala bentuk penghargaan kepada yang berprestasi dan hukuman kepada yang melanggar menuju tertib atau kesukertan parhyangan, pawongan, dan pelemahan. Dalam implementasi bentuk-bentuk kearifan hukum bervariasi dari pasuwara, sima-dresta, awig-awig, perarem sampai dengan aturan. Tat kala warga subak dihadapkan pada

(30)

konflik dan ketegangan sosial kearifan hukum yaitu awig-awig merupakan rujukan bagi pemimpin subak untuk meredam, mendamaikan atau menyelesaikan. Kearifan hukum dalam organisasi subak juga merefleksikan sifat mandiri dan otonomi organisasi subak.

Makna kearifan teknologis ini terfokus pada kemampuan teknologis dan kemampuan pengetahuan tradisional petani dalam memahami dan memecahkan masalah-masalah kehidupan secara rasional, metodis dan sistematis. Pandangan petani dan cara-cara petani menjelaskan dan mengantisifasi fenomena alam yang tertumpu pada pendekatan astronomik, biologis, klimatologis, cukup merefleksikan tentang derajat kearifan sains dan teknologis para petani. Subak juga telah memperkenalkan berbagai keunggulan teknologi tradisional dalam kontruksi bangunan terowongan (aungan). Metode pembagian air tradisional berdasar sistem tetek juga mereflensikan asas keadilan dan pemerataan yang rasional.

Makna kearifan keamanan sangat fokus pada sekuritas petani dalam seluruh tahap kehidupan bertani, pengamanan hasil produksi dan area wilayah pertanian. Setiap subak memiliki tapal batas kesatuan wilayah yang secara geografis patut diamankan. Pengamanan ini mencakup pengamanan terkait dengan pencemaran, perusakan oleh hewan, pencurian oleh manusia sampai dengan pengamanan terhadap serangan hama. Dalam rangka pengamanan pembagian air, subak memiliki mekanisme dan person pengontrol air. Dalam pengamanan gangguan hewan, subak memiliki awig-awig dengan sistem denda. Dalam pengamanan dari ancaman pencurian, subak memiliki sekaa sambang dan dalam mengantisifasi gangguan hama, seperti hama tikus, subak memiliki tradisi pemburuan tikus. Dalam mengantisifasi

(31)

hama secara niskala (keyakinan spiritual), subak memiliki ritual nangluk merana. Pada hahekatnya subak berkembang dalam dua dimensi, sekala-niskala.

2.8.2.2Subak dalam Pengelolaan Jaringan Irigasi

Subak merupakan suatu teknologi karena sifatnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip teknologi seperti yang dikemukakan Mangunwijaya (l985), yakni :

(i) kegiatannya yang berdasarkan pada usaha swadaya, dan tidak tergantung pada ahli;

(ii) bersifat desentralisasi;

(iii) kegiatannya berdasarkan pada kerjasama, dan bukan pada persaingan; dan (iv) merupakan teknologi yang sadar pada tanggungjawab sosial dan ekologis.

Kemudian dalam perannya sebagai pengelola pertanian beririgasi, maka seperti yang dikemukakan Meskey dan Weber (l996), serta Pusposutardjo (l997) ternyata komponen manusia dalam sistem subak sangat dominan dalam sistem pengelolaan irigasi, yakni dalam aktivitasnya untuk mengendalikan pasokan air yang dinamis pada sistem pertanian tersebut. Selanjutnya, bagaimana sesungguhnya peran subak sebagai teknologi sepadan dalam sistem pertanian beririgasi, dapat diamati dalam hubungan dengan konsep pola pikir, sosial, dan bangunan irigasi.

2.8.3 Kebijakan Pengelolaan Irigasi

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, yang dimaksud dengan Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi

(32)

permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Mengingat komponen sistem irigasi seperti dituangkan dalam peraturan pemerintah juga dijumpai dalam komponen irigasi pada subak di Bali, maka sistem subak di Bali tidak bertentangan dengan sistem irigasi seperti yang dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut.

Selanjutnya juga disebutkan bahwa perkumpulan petani pemakai air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air sendiri secara demokratis, termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa subak merupakan bentuk kelembagaan pengelola irigasi di Bali yang secara resmi diakui keberadaannya oleh pemerintah.

Peran masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sangat diharapkan oleh pemerintah baik yang dilakukan secara perseorangan maupun melalui perkumpulan petani pemakai air. Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi. Dengan partisipasi aktif masyarakat petani diharapkan dapat meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dapat diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan

(33)

rehabilitasi. Partisipasi tersebut dapat merupakan sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana.

Partisipasi masyarakat harus didasarkan pada kemauan dan kemampuan masyarakat petani serta semangat kemitraan yang dapat disalurkan melalui perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya.

Dalam hal ini pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Dalam upaya memposisikan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi sebagai bagian penting dari peran serta masyarakat, khususnya petani pemakai air (P3A) maka diperlukan suatu pemahaman bahwa sistem irigasi merupakan sumberdaya yang bersifat sumberdaya milik bersama (common pool resources).

Kemudian hal-hal yang terkait dengan partisipasi perkumpulan petani pemakai air dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, sudah diatur pada pasal 26 dan pasal 27 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari kedua pasal tersebut diantaranya:

1. Partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi.

2. Partisipasi masyarakat petani dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dan dana.

(34)

3. Partisipasi masyarakat petani dilakukan secara perseorangan atau melalui perkumpulan petani pemakai air.

4. Partisipasi masyarakat petani didasarkan atas kemauan dan kemampuan masyarakat petani serta semangat kemitraan dan kemandirian.

5. Partisipasi masyarakat petani dapat disalurkan melalui perkumpulan petani pemakai air di wilayah kerjanya.

6. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya mendorong partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi untuk meningkatkan rasa memiliki dan rasa tanggung jawab guna keberlanjutan sistem irigasi.

Kemudian hal-hal yang terkait dengan upaya pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, sudah diatur pada pasal 28 dan pasal 29 Peraturan Pemerintah RI No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Beberapa hal penting yang dapat dipetik dari kedua pasal tersebut diantaranya:

1. Pemerintah kabupaten/ kota melakukan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air.

2. Pemerintah kabupaten/ kota menetapkan strategi dan program pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air berdasarkan kebijakan kabupaten/ kota dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi.

3. Pemerintah provinsi memberikan bantuan teknis kepada pemerintah kabupaten/ kota dalam pemberdayaan dinas atau instansi terkait di bidang irigasi dan pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, serta dalam

(35)

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi berdasarkan kebutuhan pemerintah kabupaten/ kota.

4. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota dapat memberi bantuan kepada perkumpulan petani pemakai air dalam melaksanakan pemberdayaan.

5. Pemerintah, pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangannya :

a. Melakukan penyuluhan dan penyebarluasan teknologi bidang irigasi hasil penelitian dan pengembangan kepada masyarakat petani.

b. Mendorong masyarakat petani untuk menerapkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kebutuhan, sumber daya, dan kearifan lokal.

c. Memfasilitasi dan meningkatkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan teknologi di bidang irigasi.

d. Memfasilitasi perlindungan hak penemu dan temuan teknologi dalam bidang irigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.8.4 Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 2006 yaitu pada pasal 4,5,6,7 dan 8. Adapun hal-hal penting yang diatur pada pasal-pasal tersebut adalah:

1. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bertujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang pertanian.

(36)

2. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diselenggarakan secara partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

3. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan diseluruh Daerah Irigasi.

4. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ kota melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani.

5. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan, dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras.

Disamping pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi, hal pokok yang harus diperhatikan agar pelayanan pengaliran air tetap optimal adalah Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi. Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten sesuai dengan kewenangannya, sedangkan perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (Subak) dapat berperan serta dalam Operasi dan Pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Jaringan Irigasi tersier sepenuhnya menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air atau masyarakat petani (subak).

(37)

2.9 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.

Menurut Komaruddin (2000;269) mendefinisikan efektivitas sebagai berikut:”Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan atau kegagalan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu”.

Sedangkan menurut Arens dan Loebecke (1999;817) menyebutkan: ” Efektivitas adalah derajat dimana tujuan organisasi telah dicapai”.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ”Efektivitas adalah pencapaian sasaran yang berkaitan dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Untuk mengukur efektivitas teori yang digunakan adalah Devas (1989), yang menyatakan bahwa efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan atau dapat juga dikatakan merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi.

Efektivitas juga berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai

(38)

pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditentukan.

Pengukuran efektivitas merupakan salah satu indikator kinerja bagi pelaksanaan suatu kegiatan yang telah ditetapkan untuk menyajikan informasi tentang seberapa besar pencapaian sasaran atas target.

Dalam perhitungan efektivitas digunakan skor (skala Likert), apabila skor semakin besar dapat dikatakan bahwa pengelolaan semakin efektif, demikian pula sebaliknya semakin kecil skor hasilnya menunjukkan pengelolaan semakin tidak efektif. (Supranto, 2003;Sugiyono,2010)

Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya.Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan.Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.

Gambar

Gambar 2.1 Jaringan Irigasi Subak (Jelantik Sushila, 2006)
Gambar 2.2 Ilustrasi Wilayah Subak dalam Wilayah Desa Adat
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Subak Dalam Kaitannya dengan Pemerintah Daerah
Gambar 2.4Susunan Organisasi Subak Secara Umum

Referensi

Dokumen terkait

Faktor Paling Dominan Dengan Kasus Difteri Anak di Puskesmas Bangkalan Tahun 2016 Variabel P Value OR Status Imunisasi DPT 0,037 4,667 Tingkat Pendidikan 0,016 1,67

Pengga- bungan model pembelajaran guided inquiry dan mind mapping diharapkan dapat mengeksplorasi kemampuan siswa dalam belajar dengan bimbingan dari guru, melatih

Dalam penelitian ini hasil penggunaan algoritma least connection untuk load balancing lebih memberikan performa yang baik dibandingankan algoritma round robin

Observant par ailleurs que la logique ne nous fournit jamais de connaissances nouvelles, car elle ne parle pas du monde mais des rapports entre des propositions, Peirce s’est dit

a) Pemilik tambak, adalah mereka yang menguasai sejumlah tertentu tambak yang dikerjakan oleh orang lain dengan system bagi hasil. b) Pemilik yang juga sebagai

Dalam artikel ini, digunakan model termodinamika yang berlandaskan pada hukum Newton cooling dengan asumsi bahwa temperatur analog dengan indeks harga saham.. Selanjutnya,

Untuk memberikan kejelasan mengenai objek yang menjadi fokus penelitian dalam penulisan hukum ini, menghindari masuknya hukum yang tidak berkaitan dengan penelitian

[r]