Tugas Akhir
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Disusun Oleh :
AGUSTINUS BOWO SULISTYO NIM : 025214085
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
THE EFFECT OF COSTAL ENVIRONTMENT AND
CORROTION TIME TO THE CORROTION RATE AND
MECHANICAL PROPERTIES OF
∟
PROFILE STEEL
Final Project
Pressented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain the Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering
By :
AGUSTINUS BOWO SULISTYO Student Number : 025214085
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karuniaNya, sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan. Tugas Akhir ini
merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (S-1)
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Romo Dr. Ir.P.Wiryono P.,S.J, Rektor Universitas Sanata Dharma.
2. Romo Ir. Greg. Heliarko, S.J, S.S, B.S.T., M.A., M.Sc., Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T.,M.T., Wakil Dekan I Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Sanata Dharma dan Dosen Pembimbing
Akademik.
4. Bapak Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Jurusan Teknik Mesin dan Ketua
Program Studi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Drama.
5. Bapak Budi Setyahandana S.T, M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir.
6. Bapak Ir. FX Agus Unggul Santosa, Koordinator Laboratorium Ilmu
Logam Universitas Sanata Dharma.
7. Bapak Martono, Laboran Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata
Dharma.
8. Bapak Intan, Laboran Laboratorium Ilmu Logam Universitas Sanata
Dharma.
9. Kedua orang tua saya Bapak Harjo Sutrisno & Ibu Sudarni.
10.Teman-teman satu kelompok Andi, Freddy, Nano, Ige, Rino.
11.Rekan-rekan seperjuangan maupun dari berbagai angkatan yang telah
berbagi suka dan duka serta pendorong dalam penyelesaian Tugas Akhir
ini yaitu : Adi, Yusak, Ucok, Ucup, Rois, Yuris, Alam, Welly, Kirun,
Prono, Harry She Kill, Ipik, Lukas, Budianto, Lambang, Ulise, Teguh,
Tomo, Pipin, Kelik, Heri ( Sengir ), Doni, Baja, Dede, Andri dan Bendot.
12.Dan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga Tugas Akhir ini
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa Tugas akhir ini masih jauh dari sempurna
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan guna
penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Yogyakarta, 31 Oktober 2007.
Penulis
Ag.Bowo Sulistyo
INTISARI
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek lingkungan pantai 2, 4 dan 6 bulan terhadap laju korosi, kekuatan tarik dan kekerasan baja siku. Bahan yang dipakai adalah baj karbon rendah profil siku dengan tebal 2,8 mm.
Dalam pembuatan spesimen ada 20 variasi dan waktu 6 bulan. Dari 20 spesimen tersebut diuji tarik, kekerasan, mikro, pengamatan bentuk patahan, yang membedakan adalah waktu pengujian benda yaitu setiap awal, 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi, beban maksimum, kekerasan bahan yang tertinggi adalah benda uiji awal atau sebelum terkorosi. Dan semakin lama peletakan benda uji di daerah pantai, maka hasil pengujian yang diperoleh terus menurun.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
TITLE PAGE... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN HASIL KARYA... v
KATA PENGANTAR... vi
INTISARI... viii
DAFTAR ISI... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
1.5.3. Pengujian Bahan... 4
BAB II DASAR TEORI... 5
2.1. Baja... 5
2.1.1. Pembuatan Baja Dan Jenisnya... 5
2.1.2. Sifat-sifat Baja Karbon Rendah... 8
2.1.3. Struktur Mikro Pada Baja Dan Besi ... 9
2.2. Korosi... 11
2.2.1. Macam-Macam Korosi ... 12
2.2.2. Laju Korosi ... 14
2.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi Baja... 16
2.2.4. Lelah korosi ( Corrosion Fatigue )... 17
2.2.5. Diagram Fasa ( Phase Diagram )……… ... 21
2.3. Pengujian Bahan………. 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 30
3.1. Skema Kerja Penelitian... 30
3.2. Persiapan Bahan... 31
3.3. pembuatan Benda Uji... 31
3.4. Peralatan Yang Digunakan ... 32
3.5. Pengujian Bahan………. 33
3.5.1. Uji Tarik... 33
3.5.2. Uji Kekerasan... 35
3.5.3. Pengamatan Struktur Mikro... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 39
4.1. Pengujian Tarik ... 39
4.2. Pengujian Kekerasan Brinell... 41
4.3. Pengamatan Struktur Mikro ... 42
4.4. Pengamatan Bentuk Patahan... 44
4.5. Pengujian Laju Korosi... . 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 47
5.1. Kesimpulan ... 47
5.2. Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
LAMPIRAN... 50
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell... 27
Tabel 4.1 Nilai rata-rata kekuatan tarik maksimal dari benda uji... 40
Tabel 4.2 Nilai rata-rata regangan total dari benda uji... 41
Tabel 4.3 Nilai rata-rata kekerasan Brinell dari benda uji ... 41
Tabel 4.4 Nilai laju korosi rata-rata dari benda uji... 46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Mikro Pada Baja Dan Besi... 9
Gambar 2.2 Faktor Intensitas Tegangan, Kic ... 18
Gambar 2.3 Karakteristik Umum Kurva Lelah Korosi... 19
Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe-Fe C ... 21 3 Gambar 2.5 Diagram Tegangan-Regangan... 24
Gambar 2.6 Pemantulan Cahaya Pada Benda... 28
Gambar 2.7 Jenis-Jenis Perpatahan Pada Logam Akibat Beban Tarik... 29
Gambar 3.1 Skema Penelitian... 30
Gambar 3.2 Mesin Sekrap... 31
Gambar 3.3 Ukuran Benda Uji Tarik... 32
Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik... 35
Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan... 37
Gambar 3.6 Mikroskop Dan Kamera... 38
Gambar 4.1 Grafik hasil rata-rata beban maksimu maksimal... 39
Gambar 4.2 Grafik hasil rata-rata regangan total... 40
Gambar 4.3 Grafik hasil rata-rata kekerasan Brinell... 41
Gambar 4.4 Struktur mikro Baja siku tanpa korosi... 42
Gambar 4.5 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 2 bulan... 42
Gambar 4.6 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 4 bulan... 43
Gambar 4.7 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 6 bulan... 43
Gambar 4.8 Bentuk patahan benda uji tarik sebelum terkorosi... 44
Gambar 4.9 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 2 bulan... 44
Gambar 4.10 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 4 bulan...45
Gambar 4.11 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 6 bulan...45
Gambar 4.12 Grafik hasil rata-rata laju korosi baja siku... 45
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil pengujian tarik baja siku tanpa perlakuan Lampiran 2 Hasil pengujian tarik baja siku terkorosi 2 bulan Lampiran 3 Hasil pengujian tarik baja siku terkorosi 4 bulan Lampiran 4 Hasil pengujian tarik baja siku terkorosi 6 bulan Lampiran 5 Data hasil pengujian kekerasan tanpa perlakuan Lampiran 6 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan Lampiran 7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan Lampiran 8 Foto Perbesaran Kawat
Lampiran 9 Kurva Regangan dan Tegangan Hasil Pengujian Tarik Baja Siku Tanpa Perlakuan
Lampiran 10 Kurva Regangan dan Tegangan Hasil Pengujian Tarik Baja Siku Terkorosi 2 bulan
Lampiran 11 Kurva Regangan dan Tegangan Hasil Pengujian Tarik Baja Siku Terkorosi 4 bulan
Lampiran 12 Kurva Regangan dan Tegangan Hasil Pengujian Tarik Baja Siku Terkorosi 6 bulan
Lampiran 13 Pengujian Komposisi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan perencanaan di bidang teknik khususnya teknik mesin
dewasa ini sangat pesat. Suatu bahan yang dirancang untuk waktu penggunaan
yang lama membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi. Serangkaian proses kimia
diperlukan untuk mendapat suatu tambahan suatu bentuk dan penampilan bahan
yang diinginkan sesuai dengan penggunaan selanjutnya pada bahan tersebut. Baja
dibuat dengan segala sifat mekanik yang diinginkan manusia yaitu: kekuatan,
ketangguhan, kekerasan, dan lain-lain. Perancangan suatu piranti teknik seperti :
poros, kereta api, rotor generator, pembuatan badan pesawat terbang, kapal,
bahkan pembuatan tower untuk pemancar atau rangka kincir angin dan lain-lain
perlu mendapat perhatian atau perlakuan khusus.
Pemilihan bahan untuk suatu bagian mesin dan struktur adalah salah satu
keputusan yang harus dibuat oleh seorang perencana. Pemilihan dan prosesnya
ditentukan sebelum ukuran-ukuran ditentukan atau didapat, kemudian melalui
proses kalkulasi dapat ditentukan ukuran dari perancangan suatu konstruksi
sehingga tegangan dan kekuatannya mempunyai harga yang wajar dan
memuaskan dibanding dengan sifat yang berkaitan dengan kegagalan bahan
tersebut.
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui perbedaan antara hasil
pengujian tarik, struktur mikro dan makro. Mengetahui perbedaan diagram
regangan dan tegangan. Perbedaan laju korosi dan kekerasan bahan baja rendah
dengan profil siku sebelum atau sesudah di letakkan dipantai dalam waktu 2, 4
dan 6 bulan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek dari
lingkungan pantai baja karbon rendah dengan profil siku sebelum dan sesudah
diletakkan di pantai terhadap :
a. Kekuatan tarik
b. Kekerasan
c. Perubahan struktur mikro
d. Pengamatan bentuk patahan
e. Laju korosi
1.3 Manfaat
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat
antara lain :
1. Dapat dipergunakan sebagai referensi pada penelitian berikutnya
2. Dapat menentukan hasil dari uji tarik, uji kekerasan, laju korosi, dan
struktur mikro untuk bahan plat baja karbon rendah dengan profil siku
3 Memberi input atau data untuk pengembangan energi angin (kincir) di
daerah pantai.
1.4 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada lingkup :
- Bahan yang digunakan adalah baja karbon rendah dengan profil siku
- Lokasi penelitian di daerah pantai Samas, Bantul, Yogyakarta
- Waktu penelitian 6 bulan
- Pengujian yang dilakukan : Uji tarik, Kekerasan, Pengamatan struktur
mikro, Bentuk patahan
1.5. Metode Pengumpulan Data
1.5.1. Literatur
Studi literatur digunakan sebagai dasar acuan dan referensi yang
diantaranya mencakup : landasan teori, gambar, tabel, grafik, dan segala sesuatu
yang berkaitan dengan penelitian. Persamaan untuk perhitungan yang berkaitan
dengan analisa data diambil sebagai bahan perbandingan antara hasil dari
penelitian dan pembahasan.
1.5.1.2. Konsultasi
Kontrol atas pengambilan data maupun pada hasil data dan pembahasan
dilakukan bersama dosen pembimbing untuk perlu diingat penelitian dan
1.5.1.3. Pengujian Bahan
Data diperoleh berdasarkan proses korosi di daerah pantai Samas, dengan
cara spesimen digantung selama 2, 4 dan 6 bulan. Kemudian spesimen diambil
dan diuji dilaboratorium Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma
BAB II
DASAR TEORI
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan baja karbon rendah
profil siku. Untuk mendalami tentang teori baja, penulis menjelaskan dasar-dasar
teori serta seluk beluk tentang baja dan pengaruh lingkungan laut terhadap baja.
2.1 Baja
Baja merupakan paduan besi (Fe) dan Karbon (C) dengan kadar karbon
0,05%-1,7%. Selain karbon pada baja terkandung kurang lebih 0,25%-0,3%
Silikon (Si), 0,15% Mangan (Mn) dan unsur pengotor lain seperti : Phosfor (P)
dan Belerang (S). Karena unsur-unsur tidak memberikan pengaruh utama, maka
unsur tersebut diabaikan.
Bijih besi yang diperoleh dari pertambangan kemudian di lebur dalam
dapur tinggi. Hasil dari dapur tinggi berupa besi kasar cair, di tuang dan di proses
kembali. Dengan pemanasan lanjutan untuk mengurangi atau menambah unsur
lain pada besi cair. Hasil leburan tersebut di sebut baja.
2.1.1. Pembuatan Baja Dan Jenisnya
Proses oksidasi peleburan baja dilakukan pada Converter, dapur listrik dan
dapur pintu terbuka, selanjutnya dilakukan pembersihan unsur lain melalui proses
asam dan proses basa. Melalui proses tersebut diatas, baja yang dihasilkan antara
lain:
a. Baja paduan ( Alloy Steel )
Baja paduan diperoleh melalui penambahan unsur Chromines (Cr), Nikel
(Ni), Mangan (Mn), Tungsten (W), Silikon (Si) pada baja karbon.
Kelebihan dari baja paduan antara lain :
- Keuletan yang tinggi tanpa mengurangi kekuatan tarik.
- Kemampuan kekerasan yang baik mengurangi kemungkinan retak dan
korosi.
- Tahan terhadap perubahan suhu.
b. Baja karbon (Carbon Steel)
Unsur pada baja cor dan baja tempa hampir sama, kecuali unsur Silikon
(Si) dan Mangan (Mn) yang berfungsai mengikat O . Baja cor dihasilkan dari
penambahan karbon sekitar 0,05 % sampai 1,7 % pada besi murni (Ferrit). Baja
ini dibeda menjadi :
2
- Baja karbon rendah (unsur C < 0,3 %)
Semakin sedikit unsur karbon yang ada maka semakin mendekati sifat
besi murni. Baja karbon rendah ditinjau dari kekuatannya memiliki sifat
sedang, liat, serta tangguh. Baja ini mudah di mesin dan mampu las
- Baja karbon sedang (unsur C 0,3 %-0,5 %)
Baja ini lebih keras dari baja karbon rendah, dan sifatnya juga lebih kuat
dan tangguh tetapi kurang liat. Sifat baja karbon sedang dapat diubah
- Baja karbon tinggi (unsur C > 0,5 %)
Memiliki sifat lebih keras tapi kurang liat dan tangguh. Maka, untuk
mempertinggi ketahanan terhadap aus dengan cara Heat Treatment dan
untuk mengurangi sifat getasnya di Temper. Baja jenis ini dipergunakan
untuk pembuatan pegas, alat-alat pertanian dan lain-lain.
AISI (American Iron and Steel Institute) dan SAE (Societi of Automotive
Engineers) memberi kode untuk baja karbon biasa dengan seri 10xx.
Dua angka terakhir menunjukan kandungan karbon (C) dalam baja
tersebut. Sebagai contoh : seri 1050 berarti baja karbon dengan
kandungan C sebesar 0,50% berat. Seri 1080 berarti baja karbon dengan
kandungan karbon sebesar 0,80% berat.
c. Baja tahan karat (Stainless Steel)
Sifat baja yang tahan terhadap hampir semua kondisi karat (korosi),
disebabkan karena baja ini mengandung paling sedikit 12% Chromium sebagai
unsur paduannya. Baja tahan karat dibedakan menjadi :
- Baja tahan karat Austenitik
- Baja tahan karat Ferritik
- Baja tahan karat Martensitik atau Perlit
d. Baja perkakas (Tool Steel)
Baja ini mengandung unsurChromium (Cr), Tungsten (W), Vanadium dan
Molibden (Mo), Sehingga membuat baja lebih tahan aus, tahan terhadap gesekan
Penambahan sejumlah elemen paduan pada baja ini akan memperbaiki
serta melapisinya. Sehingga dapat digunakan sebagai konstruksi bangunan,
kerangka tower dan kincir angin, mesin dan lainnya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan bahan jenis baja karbon
rendah, dikarenakan baja karbon rendah lebih mudah terkorosi dan yang di teliti
adalah korosi. Karena untuk mengetahui kekuatan bahan tersebut untuk kincir
angin.
2.1.2. Sifat-Sifat Baja Karbon Rendah :
1. Liat atau ulet (memiliki kekuatan tarik tinggi)
2. Tangguh
3. Mudah dimesin (diolah). Contohnya dirol (rol dingin atau rol
panas)
4. Mudah dilas
5. Kekuatan sedang dengan kandungan karbon maksimum 0,3 %
Kadar karbon adalah unsur yang paling utama untuk menguatkan baja,
sehingga baja harus mengandung kadar karbon sampai kandungan tertentu dan
yang diinginkan kandungan karbonnya adalah selalu lebih rendah. Hal ini untuk
mempertahankan sifat-sifat mekanis dari baja tersebut. Tetapi apabila ditinjau dari
mampu las, kadar karbon harus sampai batas tertentu. Semakin sedikit kandungan
2.1.3. Stuktur Mikro Pada Baja Dan Besi.
Gambar 2.1 Stuktur Mikro pada Baja dan Besi.
Keterangan Gambar 2.1 :
a. Menunjukkan stuktur mikro baja yang mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,06 % C.
b. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,25 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 930ºC.
c. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,30 %. Baja ini diaustenitkan pada suhu 930ºC dan
ditransformasikan isothermal pada suhu 700ºC.
d. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon
sebesar 0,45 %. Baja ini dinormalkan pada suhu 840ºC.
e. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon 0,80
%. Baja ini diaustenitkan pada suhu 1150ºC dan didinginkan pada
tungku.
f. Menunjukkan stuktur mikro baja mempunyai kandungan karbon sebesar 1 %. Baja ini dirol pada suhu 1050ºC dan pendinginannya dilakukan dengan udara.
2.2Korosi
Korosi (karat) gejala destruktif yang mempengaruhi semua logam.
Walaupun besi bukan logam pertama yang dimanfaatkan, tetapi besi paling
banyak digunakan dan relatif cepat korosi.
Pencegahan korosi atau karat sejak awal sampai sekarang, banyak
membebani peradaban manusia dikarenakan :
a. Biaya korosi sangat mahal, baik akibat korosi maupun pencegahannya.
b. Korosi sangat memboroskan sumber daya alam.
c. Korosi sangat membahayakan manusia, bahkan mendatangkan maut.
Definisi korosi adalah rusaknya suatu bahan atau menurunnya kualitas
bahan karena terjadi reaksi dengan lingkungan sekitar.
Kebanyakan proses korosi adalah melalui proses elektrokimia beberapa
secara kimiawi. Korosi terjadi pada logam, karena kebanyakan logam ditemukan
dialam dalam bentuk oksida atau logam cenderung kembali ke keadaan pada saat
ditemukan. Logam adalah konduktor listrik, sehingga memungkinkan terjadi
proses elektrokimia.
Plastik tidak ada kecenderungan kembali ke kondisi alam. Korosi pada
plastik terjadi karena reaksi dengan lingkungannya. Reaksi elektrokimia pada
korosi logam biasanya secara elektrokimia yaitu dari anoda menuju katoda.
Oksidasi adalah kehilangan elektron (terjadi di anoda), sedangkan reduksi adalah
Korosi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Korosi Logam Sejenis
b. Korosi Logam Tak Sejenis
Adalah korosi karena tergantung dari logam yang berlainan, disebut juga
korosi dwi logam atau korosi galvanis. Terjadinya korosi galvanis tergantung
pada posisi relatif logam-logam tersebut pada deret galvanik. Deret galvanik
menyatakan potensial relatif antara logam-logam pada kondisi tertentu.
Perbedaan deret galvanik (DG) dengan deret elektrokimia (DEK) :
a. DEK : Data elektrokimia yang mutlak, untuk perhitungan yang teliti
DG :Data hubungan antara logam yang satu dengan lainnya dari hasil
kualitatif
b. DEK : Memuat data dari unsur-unsur logam
DG : Logam-logam murni dan campuran lebih bersifat praktis
c. DEK : Diukur pada kondisi standar
DG : Diukur pada kondisi sembarang yang tertentu
2.2.1 Macam-Macam Korosi
Korosi dibedakan atau diklasifikasikan menurut penampakan logam yang
terkorosi, adapun macam-macam korosi adalah sebagai berikut :
a. Korosi Merata
Adalah proses kimiawi atom elektrokimia berlangsung secara
pengkorosi. Korosi ini mudah dikontrol dengan cara Coating,
Inkhibitor (memakai bahan kimia), proteksi katodik.
b. Korosi Dwi Logam
Diakibatkan adanya dua logam yang tak sejenis.
c. Korosi kondisi pada air laut(Pitting)
Adalah korosi dipermukaan benda kerja yang berbentuk
lubang-lubang karena sangat distruktif (bahaya), sulit dicek, dapat
menyebabkan runtuhnya konstruksi dengan tak terduga. Dan untuk
menghindari dipakai bahan-bahan yang tidak mempunyai korosi
pitting antara lain : baja tahan karat 304, baja tahan karat 316,
tembaga, Incoloy, besi tuang, kuningan, perunggu, titanium dan masih
banyak bahan yang tahan tehadap korosi Pitting.
d. Korosi Celah(Crevice)
Adalah korosi yang terjadi secara lokal didalam sela-sela antara
logam dan permukaan logam yang terlindungi, dimana larutan
didalamnya tidak bisa keluar dan banyak terjadi dibawah gasket,
keling, baut, katub dan sebagainya.
Untuk menghindari korosi celah adalah menggunakan sambungan
las, bahan keling atau baut serta menggunakan gasket yang tidak
menyerap cairan (memakai teflon).
e. Korosi antar butir atau batas butir(Intergranuler)
Terjadi karena pada daerah batas butir akibat adanya endapan atau
adalah menggunakan perlakuan panas dengan cairan yang
bertemperatur tinggi sesudah pengelasan dan menurunkan kadar
karbon, misalnya sampai 0,03 % sehingga tidak terbentuk Cr C
seperti pada Stainless Steel 304 (Fe, 18Cr, 8Ni).
23 6
2.2.2 Laju Korosi
Laju korosi untuk baja yang terendam dalam air maupun yang terletak di
pantai dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor antara lain :
a. Karbon dioksida.
Karbon dioksida sangat mudah larut dalam air dingin, dan membentuk
asam karbonat dengan pH 5,5 sampai 6.
b. Oksigen.
Oksigen akan meningkatkan efisiensi reaksi katoda dalam
kondisi-kondisi basa yang selalu dijumpai pada ketel-ketel baja. Oksigen juga
dapat menimbulkan sumuran atau peronggaan ketika terlempar keluar
dari air saat temperatur naik dan masuk ke dalam sistem.
c. Garam-garam magnesium dan kalsium.
Garam magnesium dan kalsium yang terlarut mengendap dari air
ketika menguap, membentuk selapis kerak pada permukaan logam.
Ketika kerak menebal, laju perpindahan panas menurun sehingga
efisiensi hilang dan mendatangkan resiko terjadinya pelekukan atau
Mutu air juga menentukan peranan yang besar. Meningkatnya laju
aliran, khususnya ditempat terjadi olakan, juga meningkatkan laju
korosi. Dalam air tawar, laju korosi sebesar 0,05 mm per tahun sudah
biasa, walaupun mungkin laju itu turun hingga 0,01 mm per tahun bila
endapan mengandung kapur sudah terbentuk. Dalam air laut laju
korosi rata-rata berada di daerah antara 0,1 – 0,15 mm per tahun.
Untuk mengetahui laju korosi pad bahan baja karbon rendah
menggunakan rumus sebagai berikut
t y korosi
Laju = Δ didapat dari
rumus kelajuan benda sehingga rumus tersebut kita mampu
menganalisa berapa laju korosi tiap tahunnya.
Apabila terdapat kerak, atau lokasinya berada di daerah pasang surut
dan keadaan basah atau kering yang berulang, angka diatas akan
menjadi lebih besar. Laju korosi paling cepat untuk baja lunak dalam
lingkungan laut karena terjadi hempasan gelombang dan karena disini
terdapat banyak oksigen. Di sini laju hilangnya logam mungkin empat
atau lima kali lebih cepat dibanding bila logam itu terendam
seluruhnya di tempat yang sama.
d. Bagian luar tegangan sisa uji tarik tinggi, sehingga lingkungan yang
sama akan cepat terkorosi.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korosi Baja Karbon Di Air Laut
a. Ion klorida.
Sangat korosif terhadap logam yang mengandung besi. Baja karbon
dan logam-logam besi biasa tidak dapat dipasifkan. Karena garam laut
mengandung klorida lebih dari 55 %.
b. Hantaran listrik.
Hantaran yang tinggi memungkinkan anoda dan listrik katoda tetap
bekerja kendati terpisah jauh, jadi peluang terkena korosi meningkat
dan serangan total mungkin jauh lebih parah dibandingkan struktur
yang sama pada air tawar.
c. Oksigen.
Korosi pada baja semakin besar dikendalikan secara katodik. Jadi
kandungan oksigen yang tinggi akan meningkatkan korosi.
d. Kecepatan.
Laju korosi meningkat, khususnya bila ada aliran olakan. Air laut yang
bergerak mungkin :
- Menghancurkan lapisan penghalang karat.
- Mengandung lebih banyak oksigen.
Selain itu benturan-benturan mempercepat penetrasi, sedangkan
peronggan memperbanyak permukaan baja yang tersingkap sehingga
e. Temperatur.
Peningkatan temperatur sekitar cenderung mempercepat serangan
korosi. Air laut yang menjadi panas mungkin mengendapkan lapisan
kerak yang protektif atau kehilangan sebagian oksigennya.
2.2.4 Lelah Korosi ( Corrosion Fatigue )
Antara lelah korosi (Corrosion Fatigue) dan retak korosi tegangan (SCC)
memang banyak miripnya, tetapi antara keduanya juga terdapat perbedaan sangat
nyata, yakni bahwa lelah korosi sangat tidak spesifik.
Lelah mekanik dapat dialami semua logam, yaitu menyebabkan logam
gagal pada tingkat tegangan jauh dibawah tingkat tegangan statik yang dapat
membuatnya gagal.
Di lingkungan basah kita sering menjumpai bahwa ketahanan logam
terhadap lelah menurun. Sehingga membuat lelah korosi menjadi bentuk korosi
yang lazim dijumpai dan berbahaya.
Tahapan-tahapan perkembangan retak lelah kurang lebih sebagai berikut :
a. Pembentukan pita-pita sesar yang menimbulkan intrusi atau ekstrusi
pada bahan.
b. Nukleasi bakal retakan kurang lebih sepanjang 10 µm
c. Pemanjangan bakal retakan ke arah paling disuka
d. Perambatan retak makroskopik (0,1 sehingga 1 mm) dalam arah tegak
lurus terhadap tegangan utama maksimum dan sehingga menyebabkan
Contoh-contoh lelah korosi ada tiga kategori, antara lain :
1. Aktif : Terkorosi dengan bebas, baja karbon dalam air laut
2. Imun : Logam dalam keadaan terlindung baik secara katodik maupun
dengan pengecatan
3. Pasif : Logam dalam keadaan terlindung oleh selaput permukaan yang
dibangkitkan oleh korosi sendiri yaitu selaput oksida.
Gambar 2.2 Faktor intensitas tegangan, K1
Sumber : Dari buku “ KOROSI “ KR. Tretheway, J. Chamberlain hal 189
Gambar 2.2 memperlihatkan bahwa dalam kondisi retak korosi tegangan
(SCC), laju pertumbuhan retak pada tingkat tegangan rendah meningkat dibanding
ketika harga Kic. Dalam kondisi lelah korosi tingkat-tingkat tegangan yang
memungkinkan diperolehnya laju pertumbuhan retak yang sama bahkan lebih
Gambar 2.3 Karakteristik umum kurva lelah korosi
Sumber : Dari buku “ KOROSI “ KR. Tretheway, J. Chamberlain hal 191
Gambar 2.3 memperlihatkan karaktristik lelah dan lelah korosi pada baja
paduan rendah baik dalam kondisi lembam maupun di lingkungan natrium klorida
berair. Di lingkungan basah, tampaknya efek yang timbul lebih besar pada tingkat
tegangan rendah; pada tingkat tegangan tinggi perilaku retak lebih menyerupai
mekanisme pertumbuhan retak oleh faktor mekanik semata.
Kurva lelah korosi untuk mudahnya dapat dibagi menjadi tiga daerah.
Seperti yang dilakukan untuk kurva pertumbuhan retak dan ambang SCC. Batas
ditunjukkan pada Gambar 2.3 yaitu : Pemicuan, Penjalaran dan Kegagalan. Pada
Gambar 2.3 dapat disimpulkan bahwa lelah korosi dapat terjadi pada
tingkat-tingkat tegangan jauh lebih rendah dari tingkat-tingkat-tingkat-tingkat untuk SCC. Mengingat laju
pertumbuhan retak SCC didaerah B biasanya tergantung pada faktor intenitas
yang sejati, perilaku retak sesuai dengan Hukum Paris, yaitu da/dN = C Δ K
m
.
Kecuali bila perilaku SCC tumpang tindih dengan perilaku retak korosi.
Tegangan purata (Mean Stress) merupakan variabel paling penting karena
untuk tetapan K kita dapat menggunakan harga-harga yang berbeda. Tegangan
tarik purata merusak ketahan terhadap lelah korosi jika frekuensi berada dalam
rentang efek yang maksimum. Apabila tegangan purata dinaikkan, untuk Δ
ΔK
yang sama (yaitu, R naik keharga lebih positif), laju pertumbuhan retak jadi
meningkat. Ketahanan terhadap lelah korosi meningkat banyak sekali baik di
udara maupun dalam hidroklorat melalui pemberian tegangan purata pada
frekuensi rendah.
Uji ketahanan terhadap lelah korosi terus memainkan peranan penting
dalam penentuan umur pakai. Ini dikarenakan masih banyaknya situasi yang
membuat metode-metode mekanika perpatahan kurang teliti.
Dalam penjelasan detinitif tentang teori lelah korosi terbaru, Scott telah
menguraikan manfaat penggabungan data laju pertumbuhan retak dan uji
ketahanan dalam analisis. Melalui pengandaian bahwa laju pertumbuhan retak
mengikuti Hukum Paris, da/dN = C Δ K
2.2.5 Diagram Fasa ( Phase Diagram )
Gambar 2.4 Diagram Fasa Fe – Fe3C (Van Vlack ,1991, hal 377).
Diagram fasa seperti pada Gambar 2.4 digunakan untuk menunjukkan fasa
yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan setimbang yaitu
bila semua reaksi yang mungkin terjadi setelah penelitian selesai.
a. Ferrit-Besi α
Besi murni (ferrit) berubah strukturnya dua kali lipat sebelum mencair
yaitu pada suhu 912° C. Ferrit lunak dan ulet, bersifat ferromagnetik dan
mempunyai struktur kubik pemusatan ruang (KPR).
b. Austenit-Besi γ
Bentuk besi murni ini stabil pada suhu antara 912° C - 1394° C, dengan
struktur kubik pemusatan sisi (KPS), lunak dan ulet bersifat
c. Besi-δ
Diatas suhu 1394° C, austenit bukan bentuk besi yang stabil karena
struktur kristal kembali ke bentuk KPR, biasa disebut ferrit-δ.
d. Karbida Besi (Sementit)
Terbentuk karena paduan besi-karbon, dimana karbon dikondisikan
melebihi batas daya larut membentuk fase kedua, bersifat sangat keras,
kurang kesat dan tidak ulet.
2.3. Pengujian Bahan
Pengujian bahan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat fisis dan
mekanis dari benda uji yang diteliti.
a. Uji Tarik
Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik tersebut
dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik dari logam
yang bersangkutan. Benda uji yang telah dinormalisasikan ukurannya dipasang
pada mesin tarik, kemudian diberi beban atau gaya tarik secara perlahan-lahan
dari nol sampai maksimum.
Setiap pengujian dibuat catatan mengenai perubahan atau pertambahan
panjang dan gaya yang diberikan. Hasil catatan tersebut digambarkan dalam
bentuk diagram tegangan-regangan. Rumus yang digunakan untuk perhitungan
A
Perbandingan antara perubahan penampang setelah patah (setelah
pengujian) dan penampang awal (sebelum pengujian) disebut kontraksi (ψ).
Rumus yang digunakan untuk menghitung kontraksi adalah :
Gambar 2.5 Diagram tegangan regangan.
Sumber : Suroto, A, Sudibyo, B : Ilmu Logam/Metalugi, hal 3
Gambar 2.5 menunjukkan pada pembebanan dari 0 sampai mencapai E/P
grafik masih merupakan garis lurus. Titik E/P dinamakan BATAS ELASTIS atau
batas keseimbangan (Proporsional). Sebenarnya titik P berada sedikit diatas titik
E, tetapi biasanya kedua titik tersebut dianggap berhimpitan Apabila besarnya
pembebanan didalam daerah atau rentangan 0-E, maka benda uji hanya
mengalami deformasi elastik. Jadi, bila gaya yang diberikan itu ditiadakan, benda
uji masih akan kembali pada panjang mula-mula. Titik E merupakan batas antara
deformasi elastik dan deformasi plastik.
Bila besarnya pembebanan melampaui titik E, maka grafik yang terbentuk
merupakan garis lengkung. Karena 0-E merupakan garis lurus, maka berlaku
suatu hubungan :
ε σ =
dengan :
E = modulus elastisitas.
Apabila tegangan sudah mencapai titik S, pada benda uji sudah mulai
terlihat adanya pengecilan penampang. Pada titik S ini pula benda uji mengalami
pertambahan panjang deengan sendirinya walaupun besarnya beban tidak
ditambah. Titik S ini dinamakan BATAS LUMER (Yield Point). Pada umumnya
banyak logam tidak memiliki titik atau batas lumer yang jelas, terutama
logam-logam rapuh. Pada diagram tegangan regangan dari jenis logam-logam tersebut, titik
lumer ditentukan dari harga tegangan dimana benda uji dari logam tersebut
memperoleh perpanjangan (pertambahan panjang) permanen sebesar 0,2 % dari
panjang mula-mula. Tegangan ini biasanya dinamakan dengan
σ
0,2 danmerupakan dasar untuk menentukan Yield Stress.
Apabila pembebanan atau tegangan sudah mencapai titik U, maka
tegangan ini merupakan tegangan tarik maksimum yang mampu ditahan oleh
benda uji tersebut. Tegangan dititik U dinamakan TEGANGAN atau BATAS
PATAH, karena pada titik U tersebut benda uji menunjukkan gejala patah berupa
retakan-retakan. Retakan-retakan yang mulai timbul pada titik U semakin
bertambah besar dan akhirnya benda uji akan patah pada titik B.
(
σ
u= Ultimate Strength).b. Uji Kekerasan Brinell
Pengujian kekerasan menurut Brinell bertujuan untuk menentukan
yang ditekankan pada permukaan material tersebut. Disarankan agar pengujian
Brinell ini hanya diperuntukkan material yang memiliki kekerasan Brinell sampai
dengan 400 (ditulis 400 HB). Bila kekerasan lebih dari itu, disarankan memakai
pengujian Rockwell atau Vickers. Cara pengujian Brinell adalah dengan
menekankan bola baja yang dikeraskan dengan diameter D (mm) ke permukaan
bagian material yang diuji dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan
tersebut, bebas hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur
sehingga beban uji tercapai dalam waktu 15 detik.
Lama pengujian (pembebanan uji) untuk :
1. Semua jenis baja : 15 detik
2. Metal bukan besi : 30 detik.
Pada umumnya pusat tempat pengujian berjarak sekurang-kurangnya 2 x d
dari tepi material uji dan jarak tempat pengujian yang satu terhadap yang lain
sekurang-kurangnya 3 x d.
Garis tengah bekas indentor d harus diukur dengan ketelitian 0,01 mm.
Untuk menghindari terjadinya deformasi pada material uji bagian bawah, maka
ditentukan tebal minimal material uji adalah 17 x dalamnya bekas indentor.
Rumus angka kekerasan Brinell (BHN) :
dengan :
P = gaya yang bekerja pada penetrator (kg)
D = diameter indentor (mm)
d = diameter bekas injakan (mm)
Dalam pengujian ini perlu diperhatikan jenis logam benda uji, ketebalan
benda uji untuk menentukan besarnya beban dan diameter bola baja yang akan
digunakan untuk melakukan penekanan seperti terlihat pada tabel 2.1.
Diameter bola baja yang sering digunakan untuk penekanan adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.1 Diameter penetrator dan beban yang digunakan pada Brinell.
Tebal benda uji (mm) Diameter penetrator
1 -3
Kuningan, logam campur Cu Aluminium, tembaga
c. Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari
sifat-sifat logam dan perlakuan panas dengan mikroskop, serta memeriksa struktur
logam. Bila cahaya yang dipantulkan masuk ke dalam lensa mikroskop metal,
permukaan akan tampak terlihat dengan jelas. Bila berkas dipantulkan dan tidak
mengenai lensa, daerah itu akan tampak hitam.
Batas butir akan tampak seperti mengelilingi setiap butir dan cahaya tidak
dipantulkan ke dalam lensa. Jadi batas butir tampak seperti garis-garis hitam Pada
gambar berikut akan tampak arah pemantulan cahaya.
A- Contoh sedang diamati; B- Contoh di okuler
Gambar 2.6 Pemantulan cahaya pada benda
Sumber : Avner, S.H., Introduction to Physical Metalurgy, McGraw Hill, Tokyo, Japan.
d. Pengamatan Bentuk Patahan
Pengamatan ini mengamati bentuk patahan dari benda uji akibat pengujian
tarik. Benda uji memperlihatkan beberapa jenis patahan yang berbeda-beda. Jenis
memperlihatkan beberapa jenis patahan akibat tegangan tarik yang terjadi pada
logam. Patah getas (Gambar 2.7 a) ditandai oleh adanya pemisahan berarah tegak
lurus tehadap tegangan tariknya. Patah liat akibat kristal-kristal tunggal logam
yang mengalami slip pada bidang dasar yang berurutan sampai akhirnya
terpisahkan akibat tegangan geser ditunjukkan gambar 2.7 b. Gambar 2.7 c
menunjukkan benda uji polikristal dari logam yang sangat liat sedangkan pada
Gambar 2.7 d menunjukkan perpatahan dari benda uji yang cukup liat.
Gambar 2.7 Jenis-jenis perpatahan pada logam akibat beban tarik sesumbu.
BAB III
4. Pengamatan bentuk patahan
Spesimen terkorosi
Gambar 3.1 Skema Penelitian
3.2 Persiapan Bahan
Penelitian ini menggunakan plat baja siku yang banyak dijumpai di
pasaran. Komposisi kimia yang terkandung dari baja siku dapat dilihat dalam
lampiran 13.
3.3 Pembuatan Benda Uji
Sebelum penelitian dimulai, plat baja siku tersebut dibuat benda uji sesuai
dengan ukuran-ukuran standart seperti pada Gambar 3.3 dan pembuatan spesimen
menggunakan mesin sekrap, terlihat pada Gambar 3.2.
Ukuran dari benda uji yang digunakan tidak mengacu pada ukuran
standard ASTM (American Society for Testing and Materials) karena disesuaikan
dengan kemampuan mesin uji tarik di laboratorium logam Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Gambar 3.3 spesimen
Gambar 3.3 menunjukkan gambar ukuran benda uji tarik. Setelah
pembuatan benda uji selesai, maka langkah berikutnya adalah peletakan benda uji
ke pantai dengan kurun waktu 2, 4 dan 6 bulan. Kemudian diambil dan diteliti
dalam waktu yang telah ditentukan.
3.4 Peralatan Yang Digunakan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Alat-alat yang digunakan dalam poses pembuatan benda uji :
1. Mesin Skrap
2. Kikir
b. Alat-alat yang digunakan dalam pengujian benda uji :
1. Mesin Uji Tarik
2. Mesin Uji Kekerasan Brinell
3. Mikroskop Optik dan Kamera
4. Timbangan Elektrik Digital
5. Amplas (150, 400, 800, 1000 CC-Cw)
6. Autosol
7. Kain
8. Lampu Baca
3.5 Pengujian Benda Uji
Pengujian benda uji ini dilakukan untuk mendapatkan data dari benda uji
yang mengalami maupun yang tidak terkorosi, dimana data-data yang dihasilkan
tersebut selanjutnya akan dibandingkan untuk melihat hasil yang terbaik dari
benda uji tersebut.
3.5.1 Uji Tarik
Uji tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik. Beban tarik tersebut
dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik dari logam
yang bersangkutan. Benda uji yang telah dinormalisasikan ukurannya dipasang
pada mesin tarik, kemudian diberi beban atau gaya tarik secara berlahan-lahan
pertambahan panjang dan gaya yang diberikan. Hasil catatan digambarkan
dalam bentuk diagram tegangan-regangan. Gambar 3.4 menunjukkan gambar
mesin uji tarik. Adapun benda uji yang diuji dalam penelitian ini memiliki
berbagai macam keadaan, antara lain :
a. Benda uji sebelum diletakkan di daerah pantai
b. Benda uji yang terkorosi dipantai selama 2 bulan
c. Benda uji yang terkorosi dipantai selama 4 bulan
d. Benda uji yang terkorosi dipantai selama 6 bulan
Adapun urutan proses pengujian tarik adalah sebagai berikut :
a. Menghidupkan power mesin dan benda uji dipasangkan dan dijepit pada
penjepit mesin uji tarik, dengan posisi vertikal dan diatur agar sumbu benda
uji segaris vertikal dengan sumbu penjepit mesin.
b. Memasang kertas milimeter blok pada printer untuk mencetak grafik yang
dihasilkan dari pengujian yang akan dilaksanakan dan hidupkan power pada
printer.
c. Benda uji diberikan beban tarik yang meningkat secara bertahap, sampai
kekuatan maksimal.
d. Mencatat data-data yang ditunjukkan dari mesin tentang pengujian yang telah
dilakukan, seperti pertambahan panjang, beban maksimum, dan beban patah.
Gambar 3.4 Mesin Uji Tarik
3.5.2 Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan dalam penelitian ini memakai pengujian kekerasan
Brinell dengan diameter bola indentor 2,5 mm dan batasan diameter bekas injakan
bola indentor adalah sebagai berikut :
diameter minimal (dmin) = 0,25 × D = 0,625 mm
diameter maksimal (dmaks
)
= 0,5 × D = 1,25 mmbeban yang digunakan (P) = 187,5 kg
Pengujian kekerasan ini bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu
material dalam bentuk daya tahan material. Dengan cara bola baja ditekankan
pada permukaan material tersebut. Pada Gambar 3.5 menunjukkan gambar mesin
uji kekersan.
Urutan pengujian kekerasan ini sebagai berikut :
a. Permukaan benda uji dihaluskan dengan amplas, dimulai dengan
agar permukaan benda uji tersebut rata dan sejajar. Dalam proses
pengamplasan ini juga memakai air. Amplas yang digunakan adalah 120,
400, 500, 1200 CC-CW.
b. Setelah proses pengamplasan selesai, benda uji dibersihkan dengan
digosok memakai autosol hingga benar-benar bersih.
c. Menententukan beban penekanan sesuai dengan tabel konversi yang ada
yaitu 187,5 kg. Syarat batas bekas injakan bola indentor (dari perhitungan
diperoleh dmin = 0,625 mm dan dmaks = 1,25 mm).
d. Melakukan penekanan indentor ke permukaan bagian material yang diuji
dengan beban P (kg) tegak lurus terhadap permukaan tersebut, bebas
hentakan (beban kejut) dan secara demikian berangsur-angsur sehingga
beban uji tercapai dalam waktu 30 detik, dengan cara memutar handel
penekan.
e. Mengamati dan mencatat data besarnya gaya penekan.
f. Memutar balik handel penekan untuk melepaskan atau menggeser benda
uji.
g. Pengujian kekerasan dan pengukuran dilakukan beberapa kali untuk tiap
benda uji di tempat yang berbeda.
h. Memindahkan benda uji dari alat uji dan amati besarnya lubang bekas
injakan indentor dengan mikroskop.
i. Mencatat data yang ada dan hitunglah beberapa harga kekerasan untuk
Gambar 3.5 Mesin Uji Kekerasan
3.5.3 Pengamatan Struktur Mikro
Pengamatan struktur mikro bertujuan untuk membandingkan struktur
mikro dari benda uji yang diteliti dengan kondisi yang berbeda-beda. Gambar 3.6
menunjukkan mikroskop dan kamera.
Prosedur pengamatan struktur mikro adalah sebagai berikut :
a. Permukaan benda uji dihaluskan dan dibersihkan sehingga permukaan tersebut
rata dan sejajar, mengunakan amplas mulai dari yang kasar sampai amplas
yang halus.
b. Menggosok benda uji tersebut dengan autosol sehingga permukaannya
mengkilap.
c. Mencuci benda uji dengan aquades kemudian keringkan (dilap dengan kain
dan dihembuskan udara).
d. Mengetsa permukaan benda uji dengan menggunakan larutan NaOH,
e. Setelah itu, memasukkan benda uji ke dalam alkohol untuk menetralkan bahan
etsa kemudian cuci dengan aquades dan keringkan.
f. Mengamati permukaan benda uji yang telah dietsa dengan menggunakan
mikroskop, lakukan pemotretan dan analisa.
g. Melakukan langkah seperti diatas untuk benda uji yang lain yang memiliki
kondisi yang berbeda-beda.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengujian Tarik
Hasil pengujian tarik pada baja karbon rendah profil siku baik yang belum
dan yang terkorosi di daerah pantai dalam waktu 2, 4 dan 6 bulan menunjukkan
pengaruh terhadap kekuatan tarik dari benda uji tersebut.
890.92
Gambar 4.1 Grafik hasil rata-rata beban maksimum.
Gambar 4.1. menunjukkan grafik hasil rata-rata beban maksimal dari baja
karbon rendah profil siku. Yang mengalami perlakuan yang berbeda-beda antara
lain, baja siku sebelum dan setelah terkorosi dipantai. Dengan variasi waktu yaitu
2, 4 dan 6 bulan. Baja siku yang belum terkorosi memiliki rata-rata beban
maksimum yaitu sebesar 890,92 kg. Pada baja siku terkorosi 2 bulan beban
maksimumnya menurun menjadi 762,86kg/mm2 dan terus
menurun beban maksimumnya menjadi menjadi 591,02 kg pada bulan ke
4. dan bulan ke 6 menjadi 500,4 kg.Tabel 4.1 Nilai rata-rata beban maksimum
dari benda uji.
Tabel 4.1 Nilai rata-rata kekuatan tarik maksimal dari baja karbon profil siku
No Bahan P maksimum ( Kg )
Gambar 4.2 Grafik hasil rata-rata regangan total.
Gambar 4.2. menunjukkan grafik hasil rata-rata regangan total baja siku
tanpa perlakuan tertinggi, yaitu sebesar 17,89 %. Untuk baja siku terkorosi 2
bulan mengalami penurunan sebesar 16,56 %. Dan baja siku terkorosi 4 bulan
terus menurun menjadi 13,59 % dan menjadi 10,19 % pada bulan ke 6. Tabel 4.2
Tabel 4.2 Nilai rata-rata regangan total dari baja karbon profil siku
4.2 Pengujian Kekerasan Brinell
165.5 161.9
Gambar 4.3 Grafik hasil rata-rata kekerasan Brinell
Gambar 4.3. menunjukkan grafik angka kekerasan Brinell baja siku tanpa
perlakuan paling tinggi, yaitu sebesar 182,6 kg/mm2. Untuk baja siku terkorosi 2
bulan mengalami penurunan sebesar 165,5 kg/mm2. Dan baja siku terkorosi 4
bulan terus menurun menjadi 161,9 kg/mm2 dan 6 bulan menjadi 151,6 kg/mm2
.Tabel 4.3 menunjukkan nilai rata-rata kekerasan Brinell dari benda uji.
Tabel 4.3 Nilai rata-rata kekerasan Brinell dari baja karbon profil siku
No Bahan BHN (kg/mm2)
1 Tanpa perlakuan 182,6
2 Terkorosi 2 bulan 165,5
3 Terkorosi 4 bulan 161,9
4.3 Pengamatan Struktur Mikro
Hasil pengamatan struktur mikro pada benda uji baja siku baik sebelum
maupun terkorosi, terlihat sama (tidak berbeda secara signifikan).
100 µm 100 µm
Gambar 4.4 Struktur mikro Baja siku tanpa korosi
100 µm
100 µm
Gambar 4.6 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 4 bulan
100 µm
Gambar 4.7 Struktur mikro Baja Siku terkorosi 6 bulan
Gambar 4.4-4.7 menunjukkan struktur mikro dari baja siku tanpa terkorosi
4.4 Pengamatan Bentuk Patahan
Hasil pengamatan bentuk patahan menunjukkan jenis dari benda uji dari
baja siku.
Gambar 4.8 Bentuk patahan benda uji tarik sebelum terkorosi
Gambar 4.9 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 2 bulan.
Gambar 4.11 Bentuk patahan benda uji tarik terkorosi 6 bulan
Gambar 4.7 – 4.11 memperlihatkan bentuk patahan dari benda uji. Bentuk
patahan dari keseluruhan benda uji tersebut menunjukkan bahwa benda-benda uji
tersebut liat.
4.5 Pengujian Laju Korosi
10.4
Terkorosi 2 bulan Terkorosi 4 bulan Terkorosi 6 bulan
Baja Siku
Gambar 4.12 Grafik hasil rata-rata laju korosi baja siku.
Pada Gambar 4.12. menunjukkan hasil laju korosi baja siku terkorsi 2,4
adalah benda uji yang terkorosi 2 bulan yaitu sebesar 37,5 mdd. Laju korosi baja
siku yang terkorosi 4 bulan mengalami penurunan menjadi 9,2 mdd dan 6 bulan
menjadi 4,3 mdd.
Tabel 4.4 menunjukkan laju korosi rata-rata dari benda uji.
Tabel 4.4 Nilai laju korosi rata-rata dari baja karbon profil siku
No Bahan Laju Korosi (mdd)
1 Terkorosi 2 bulan 42,6
2 Terkorosi 4 bulan 10,4
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian, pengujian, dan pengamatan yang telah dilakukan menghasilkan
data pengamatan dan dapat diambil kesimpulan dari data tersebut sebagai berikut :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban maksimum tertinggi pada
benda uji sebelum terkorosi sebesar 890,92 kg. Benda uji yang telah
terkorosi justru menurunkan beban maksimum dari benda uji tersebut.
Sedangkan nilai regangan tertinggi terdapat pada benda uji sebelum
terkorosi yaitu 17,89 %
2. Perlakuan benda uji yang diletakkan di daerah pantai sebelum dan sesudah
terkorosi berpengaruh terhadap kekerasan. Dari penelitian, nilai rata-rata
uji kekerasan Brinell tertinggi yaitu 182,6 kg/mm2 . Terdapat pada benda
uji tanpa perlakuan.
3. Pengamatan struktur mikro menunjukkan bahwa benda uji sebelum
terkorosi dan setelah terkorosi terlihat sama atau tidak berbeda secara
signifikan.
4. Pengamatan bentuk patahan menunjukkan bahwa benda uji sebelum
terkorosi maupun sesudah terkorosi termasuk benda yang liat.
5. Perlakuan baja siku dipantai dalam kurun waktu 2, 4 dan 6 bulan sangat
mempengaruhi ketahanan laju korosi. Semakin lama benda uji diletakkan
di pantai maka laju korosinya menurun. Pada penelitian selama 2, 4 dan 6
bulan sudah memperlihatkan perbedaan yang besar laju korosinya yaitu pada 2
bulan diperoleh 42,6 mdd, 4 bulan 10,4 mdd dan 6 bulan 4,9 mdd.
5.2Saran
1. Dalam proses pengujian tarik maupun kekerasan perlu diperhatikan hal-hal
yang dapat menghambat pada penelitian seperti :
¾ Keterbatasan dalam hal waktu
¾ Sering muncul kondisi dimana kesentrisan dan kekasaran
permukaan spesimen, sehingga mempengaruhi hasil jumlah siklus
yang diinginkan.
2. Perawatan dan perbaikan alat uji yang ada di setiap laboratorium
sebaiknya dilakukan secara baik dan teratur dan bila perlu ditambah
dengan alat uji yang lebih bagus dan teliti.
3. Buku-buku referensi tentang bahan yang ada di perpustakaan sebaiknya
diperbanyak.
4. Alat-alat pendukung tugas akhir, khususnya alat-alat uji komposisi
DAFTAR PUSTAKA
• Amstead. B.H, Philip.F.O, Myron.L.B,1993, Teknologi Mekanik, edisi ke
7, Erlangga, Jakarta.
• Anonim, 1987, Annual Book of ASTM Standart, American Society For
Testing Material, Philadelpia.PA.
• Tretheway, KR., Chamberlain, J., 1991, Korosi untuk mahasiswa dan
rekayasawan, edisi pertama, PT Gramedia Utama Jakarta..
• Van Vlack, L.H., 1985, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta
LAMPIRAN
DATA-DATA HASIL PENGUJIAN DAN PERHITUNGAN
I. UJI TARIK
Rumus yang digunakan untuk perhitungan :
σT =
Pmax = Tegangan / beban maksimum yang diberikan ( kg )
A0 = Luas penampang benda uji ( mm2 )
L0 = Panjang mula-mula ( mm )
L1 = Panjang ketika patah ( mm )
Data-data hasil pengujian tarik
Tabel L.1 Hasil pengujian tarik baja siku tanpa perlakuan
Tabel L.2 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 2 bulan
Tabel L.3 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 4 bulan
No.
Tabel L.4 Hasil pengujian tarik baja siku yamg terkorosi 6 bulan
No.
II. UJI KEKERASAN BRINELL
Rumus yang digunakan untuk perhitungan :
dengan :
BHN = Angka kekerasan Brinell (BHN)
P = Beban yang diberikan pada identor/gaya penekanan (kg)
D = Diameter identor (mm)
d = Diameter lubang bekas injakan identor (mm)
Data-data hasil pengujian kekerasan
Tabel L.4 Data hasil pengujian kekerasan tanpa perlakuan.
Tabel L.5 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 2 bulan. Hasil uji kekerasan
Tabel L.7 Data hasil pengujian kekerasan terkorosi 6 bulan.
III. PERHITUNGAN PERBESARAN FOTO
Untuk mengetahui ukuran nyata hasil foto mikro, digunakan pembanding
berupa kawat tembaga yang berdiameter 0,13 mm. Gambar L.1 menunjukkan
gambar kawat tembaga pembanding dimana penampang kawat memiliki diameter
13 mm dengan perbesaran pada lensa kamera 100X. Dengan perbandingan antara
ukuran nyata kawat pembanding dan ukuran kawat pembanding pada gambar,
dapat diketahui ukuran nyata dari variabel yang diukur pada foto mikro pelat baja
dengan catatan perbesaran antara foto mikro pelat baja sama dengan perbesaran
dari kawat tembaga. Jadi perbesarannya adalah :
perbesaran
Berarti ukuran pada panah =10mm
0,1 x 100x perbesaran =10 mm
100 µm
Gambar L8. Foto Perbesaran Kawat
IV. PERHITUNGAN LAJU KOROSI
Rumus laju korosi diperoleh dari konversi rumus kelajuan benda :
t x v= Δ
dengan :
Δx = Jarak tempuh, (m)
t = Waktu (detik)
Dari rumus di atas menjadi
t y korosi
dengan :
Δ y = besarnya perubahan (gram)
t = Waktu (hari)
Dalam persoalan in digunakan Δ y dengan satuan gram dan waktu
dihitung dalam satuan bulandan benda uji yang digunakan tiap timbangan 3 buah
dan dihitung rata-ratanya.
Hal ini dikarenakan untuk mempermudah pengamatan. Dari pengukuran
berat diperoleh data dan dihitung laju korosinya sebagai berikut :
1. Laju korosi dalam waktu 2 bulan :
Berat rata-rata awal = 30,03 gram
Berat rata-rata 2 bulan = 29,14 gram
Waktu = 2 bulan = 60 hari
Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 2 bulan
= 30,03 gram – 29,14 gram = 0,89 gram
2. Laju korosi dalam waktu 4 bulan :
Berat rata-rata awal = 30,03 gram
Berat rata-rata 4 bulan = 29,59 gram
Waktu = 4 bulan = 120 hari
Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 4 bulan
= 30,03 gram – 29,59 gram = 0,44 gram
3. Laju korosi dalam waktu 6 bulan :
Berat rata-rata awal = 30,03 gram
Waktu = 6 bulan = 180 hari Δy = Berat rata-rata awal – Berat rata-rata 4 bulan
= 30,03 gram – 29,72 gram = 0,31 gram
Perhitungan luas benda uji awal :
Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang
Tebal = 2,8 mm = 0,028 dm
Luas permukaan =
[
2(x.y)+u.v]
x2=
[
2(10.40)+6.105]
x2= 2860 mm = 0,00286 m2 2= 0,286 dm2
Luas samping = Tebal x Keliling
Keliling = 4Y + 2X + 2V
= 4.40 + 2.10 + 2.105
= 390 mm = 39 cm = 3,9 dm
Luas samping = Tebal x Keliling
= 0,028 x 3,9
= 0,1092 dm 2
Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping
= 0,286 + 0,1092
= 0,3952 dm 2
Perhitungan luas benda uji 2 bulan :
Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang
Tebal = 2,1 mm = 0,021 dm
Luas permukaan =
[
2(x.y)+u.v]
x2=
[
2(10.40)+5.105]
x2= 2650 mm = 0,00265 m2 2= 0,265 dm2
Luas samping = Tebal x Keliling
Keliling = 4Y + 2X + 2V
= 4.40 + 2.10 + 2.105
= 160 + 20 + 210
= 390 mm = 39 cm = 3,9 dm
Luas samping = Tebal x Keliling
= 0,021 x 3,9
= 0,0819 dm 2
= 0,265 + 0,0819
= 0,3469 dm 2
Perhitungan luas benda uji 4 bulan :
Jumlah = Sisi depan + Sisi belakang
Tebal = 2,08 mm = 0,0208 dm
Luas permukaan =
[
2(x.y)+u.v]
x2=
[
2(10.40)+5,02.105]
x2= 2654,2 mm = 0,0026542 m2 2= 0,26542 dm2
Luas samping = Tebal x Keliling
Keliling = 4Y + 2X + 2V
= 4.40 + 2.10 + 2.105
= 160 + 20 + 210
= 390 mm = 39 cm = 3,9 dm
Luas samping = Tebal x Keliling
= 0,0208 x 3,9
= 0,08112 dm 2
Luas Total = Luas Permukaan (depan+belakang) + Luas Samping
= 0,26542 + 0,08112
Perhitungan luas benda uji 6 bulan :
• Pengurangan berat 2 bulan = 0,89 gram
Pengurangan berat per hari = 60
89 , 0
= 0,0148 gram = 14,8 mg
Jika luas = 1 dm maka pengurangan berat = 2
Sehingga laju korosi waktu 2 bulan diperoleh = ≈ 42,6 mdd.
• Pengurangan berat 4 bulan = 0,44 gram
Pengurangan berat per hari = 120
Sehingga laju korosi waktu 4 bulan diperoleh = ≈ 10,38 mdd.
• Pengurangan berat 6 bulan = 0,31 gram
Pengurangan berat per hari = 180
Sehingga laju korosi waktu 6 bulan diperoleh = ≈ 4,9 mdd.
Dari perhitungan dapat ditulis hasil laju korosi pada baja siku sebagai
berikut :
1. Laju korosi baja siku untuk 2 bulan = 42,6 mdd.
2. Laju korosi baja siku untuk 4 bulan = 10,4 mdd.
Lampiran 9. Kurva Beban Maksimum dan Pertambahan Panjang Baja Siku Tanpa Perlakuan
Keterangan :
P : Beban maksimum ( Kg )
L
Δ : Pertambahan Panjang ( mm )
Lampiran 11. Kurva Beban Maksimum dan Pertambahan Panjang Baja Siku terkorosi 4 bulan
Keterangan :
P : Beban maksimum ( Kg )
L
Δ : Pertambahan Panjang ( mm )
Lampiran 12. Kurva Beban Maksimum dan Pertambahan Panjang Baja Siku terkorosi 6 bulan
Keterangan :
P : Beban maksimum ( Kg )
L
Δ : Pertambahan Panjang ( mm )