HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN DEPRESI
PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS TIDAK
TERGANTUNG INSULIN (DMTTI) TANPA KOMPLIKASI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Rr. Klaudia Christa Wardhani
NIM: 039114097
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO
Bersyukur dan berjuang Demi mencapai
keberhasilan
Tak selamanya masa lalu itu indah
Kegelapan datang tak kenal waktu dan
tempat
Jangan pernah hentikan langkahmu
Sesuatu yang indah menunggumu di
vii
ABSTRAK
Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi.
Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis penelitian ini adalah: Ada hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hipotesis tersebut dibagi menjadi 2, pertama “ada hibingan negatif antara kesesuaian jumlah kalori dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi,” dan kedua “ada hubungan negatif antara kepatuhan jadwal makan dengan depresi pada penderita DMTTI tanpa komplikasi”.
Subjek dalam penelitian ini adalah para penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin dengan karakteristik tidak mengalami komplikasi diabetes, memiliki aktivitas (bekerja), mengendalikan diabetesnya dengan pengaturan pola makan, berusia antara 20 – 60 tahun. Jumlah subjek dalam penelitian adalah 40 orang yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling yang dilakukan di RS. Bethesda Yogyakarta. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala Beck Depresion Inventory (BDI), dan angket recall makanan. Uji coba skala dilakukan pada 40 pasien DMTTI tanpa komplikasi dan menghasilkan koefisien reliabilitas pada skala Beck Depresion Inventory sebesar 0,888.
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik uji t untuk hipotesis pertama dan teknik regresi non linear untuk hipotesis kedua, dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada hubungan negatif antara pola makan sehat dengan depresi pada penderita diabetes tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi. Hal ini dapat dilihat dari perolehan t=1,04 dengan p = 0,303 antara variabel kalori dengan depresi dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05) dan koefisien korelasi variabel jadwal dengan depresi yang bernilai 0,077 dengan taraf signifikansi 5% (p < 0,05).
viii
ABSTRACT
Hubungan antara pola makan dengan depresi pada penderita diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) tanpa komplikasi
Rr. Klaudia Christa Wardhani Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
The objective of this research was to find out the correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). The hypothesis proposed in this research was that there were negative correlations between healthy diets with depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). That hypothesis divided into two hypotheses; there was a negative correlation between appropriateness of the number of calories and depression. Second, there was a negative correlation between schedule and depression on DMTTI without complication.
The subjects in this research were patient who were not depend on insulin with such characteristics as not having a diabetes complication, having an activity, using diet to control their illness, and at 20 – 60 years old. The sample of this research include 40 patients that acquired by purposive sampling technique at Bethesda hospital in Yogyakarta. Data collection methods of this research were Beck Depression Inventory (BDI) scalling system and self report diet. The scale was tried out to 40 patients who were not depend on insulin and carried out 0,8883 of BDI reliability co efficiency.
Research result data were analyzed by t test for the first hypothesis and regression non linear (Polynomial) for the second hypothesis. The result shows that there was no correlation between diet and depression on patient who were not depending on insulin (DMTTI). This result can be seen from t = 1,04 with p = 0, 303 btween calories variable and depression with significance status of 5% (p<0,05) and also between correlation coefficient of schedule variable and depression of 0,077 with significance status 5% (p < 0, 05).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur pada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, dan
bimbingan-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Syukur dan terimakasih tiada henti-hentinya penulis mengucap syukur atas semua
proses dan dinamika yang telah dialami dan dijalani, hingga akhirnya penulis
mampu untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
Penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi tugas akhir
sebagai persyaratan mengakhiri program S1 Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma. Karya tulis ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian suatu masalah
yang dilakukan secara seksama dengan berkonsultasi pada satu dosen sebagai
pembimbing.
Dalam proses penyelesaiannya, tentu saja tidak terlepas dari bantuan dan
bimbingan banyak pihak karena keterbatasan kemampuan yang saya miliki. Oleh
sebab itu, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dengan segala
kerendahan hati kepada:
1. Dr. Sugianto,Sp.S.,M.Kes.,Ph.D. selaku direktur Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.
2. Kepala Bagian Pusmarsa Rumah Sakit Bethesda beserta staf yang telah
memberikan pengarahan prosedural kepada penulis sehingga sangat
membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.
3. Bapak Didik Suryo H, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing yang
xi membimbing, mengoreksi, mendukung dan menjadi teman diskusi dalam
proses penyelesaian karya tulis. Terima kasih atas waktu dan kesempatan
untuk bimbingan disela-sela kesibukan bapak.
4. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak
masukan, saran, dan dukungan dalam proses penyelesaian karya tulis.
5. Ibu Tanti Arini, S.Psi., M.Si. atas segala waktu yang diberikan ketika
penulis membutuhkan banyak dukungan dan semangat disaat-saat merasa
jenuh, serta memberi masukan dan berdiskusi guna penyelesaian tugas
akhir peneliti.
6. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik
dan Ibu Agnes Indar Etikawati S.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing
akademik pengganti.
7. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, baik dosen biasa maupun
dosen-dosen luar biasa yang pernah memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan,
dan membuat pola pikir peneliti lebih bijaksana agar dapat berusaha dan
berbuat yang terbaik.
8. Bapak ku tersayang Drs. Suprihartanta FP. Untuk semua kesabaran,
dukungan moril dan materi selama ini. Makasih udah translate-in buku tua
nya pak Beck sampai lupa kerja yang lain. U’re the best Father 4 me. I
xii 9. Ibu ku tercinta Agatha Damai Christiah. Untuk semua kesabaran,
dukungan yang tidak pernah habis terutama saat xta “capek”. Xta tidak
akan mengecewakan ibu. Mam...LOVE U so muchhh
10.Kakak ku terchayank, Pasifikus Christa Wijaya. Atas diskusinya sampai
aku lulus duluan, suport di segala situasi, “pelatih” kesabaranku, tempet
curhatku. Ayo mas cepet lulus.. sadar...sadar....buat bapak ibu
sunggingkan senyum termanisnya. Kembalilah...coz u’re my best brother
in the world.
11.Adek ku chayank, Leo Agung Christa Maharddika. Atas kesetiaanmu
nemeni mbak di rumah, “pelatih” kesabaran juga, udah nganter mbak puter
jogja dari barat ke timur. Kuliah yang bener ya... buat our parents proud n
happy.
12.Bapak Hariyanta, S.Psi., M.Si. Atas anjurannya untuk berkembang di
Psikologi dan atas bantuannya selama perkuliahan dan penelitian ini
dilaksanakan “ Bapak datang di saat yang tepat”.
13.Perawat RS Bethesda terutama para perawat klinik interne yang telah
membantu penulis mencari subyek di sela-sela kepadatan pasien.
14.Pasien DMTTI, atas kesediaannya menjadi responden dalam penelitian ini,
sehingga penelitian dapat selesai dengan baik. Semoga bapak dan ibu
diberi kesehatan dan kebahagiaan.
15.Pak Giyanto, mas Gandung, dan mba Nanik atas semua bantuan,
xiii 16.Mas Muji dan mas Doni selaku laboran dan sebagai teman diskusi
mengenai dinamika perkuliahan. Terima kasih juga atas semua bantuan,
kepercayaan dan dukungan yang membuat penulis lebih maju.
17.Sahabat sahabatku :
a. Agatha, Nuning, Meina, atas persahabatan yang sangat berarti.
Semoga kita tetap bisa bersama. Makasih banget atas semua ide,
suport dan critanya sampai De bisa selesein kuliah. Ayo siapkan
diri jajaki dunia “gila”.
b. Irin, Oky “oneng”, Net-net, Risa, Wahyu. Atas kebersamaan kita
selama ini, jadi teman diskusi yang oke dalam segala hal,
kesediaannya jadi tempat curhat n temen gokil. Akhirnya sebuah
“akhir” yang indah. Sukses untuk masa depan. Thx atas tiap
peristiwa yang tak kan pernah terulang dan terlupakan.
c. Mbak Ari, atas bantuannya ngedit, dan memberi/mencarikan bahan
tentang diabetes mellitus.
d. Sari laksmi, makasih banget kamu kenalin aku ke Gina jadi diriku
ngga klimpungan olah data. Sukses buat kuliah mu di UGM n di
Sadhar.
e. Gina, FKGz atas kesediaannya ngajarin aku nutrisurvey, pinjemin
buku gizi dan nyempetin waktu dan tenaga waktu kamu sakit untuk
xiv f. Abu, atas waktu dan kerelaannya ngajarin aku SPSS, makasih juga
buat bukunya. Abu kuliah yang bener dunk... cepetan nyusul
kami.
g. Teman seperjuanganku ambil data di Bethesa, Melisa.
h. Teman-teman Ψ 2003 atas dukungan dan bantuannya, juga terima
kasih telah berbagi cerita, pengalaman, wawasan, ilmu dan
pengetahuan selama di fakultas psikologi.
18.Kepada semua pihak, teman, dan kerabat lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Terima kasih atas doa, bantuan, dukungan,
nasehat, saran dan masukannya dalam proses penyelesaian karya tulis.
Hormat Penulis,
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT... viii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xvii
DAFTAR TABEL... xviii
DAFTAR LAMPIRAN... xix
DAFTAR GAMBAR ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
1. Manfaat Teoretis ... 6
2. Manfaat Praktis ... 6
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Depresi ... 7
1. Pengertian Depresi ... 7
2. Simptom – simptom Depresi... 9
3. Faktor yang mempengaruhi depresi pada penderita DM ... 24
B. Diabetes Mellitus ... 26
xvi
2. Pengertian Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin ... 27
3. Pola Makan dan Kepemburukan Kondisi Diabetes Mellitus ... 28
4. Pola Makan Untuk Penderita DMTTI Tanpa Komplikasi... 32
5. Efek Pola Makan Bagi Kesehatan Fisik Pada Penderita DM ... 37
C. Hubungan Antara Pola Makan dengan Depresi... 37
D. Kerangka Konsep... 38
E. Hipotesis Penelitian ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40
A. Jenis Penelitian ... 40
B. Identifikasi Variabel Penelitian... 40
C. Definisi Operasional ... 40
1. Pola Makan ... 40
2. Depresi ... ... 41
D. Sampel Penelitian... 41
E. Teknik Pengumpulan Data... 43
1. Beck Depresion Inventory ... 43
2. Self Report Recall Makanan ... 46
F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 50
G. Metode dan Teknik Analisis Data... 51
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 53
A. Orientasi Kancah Penelitian... 53
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53
2. Karakteristik Sampel... 54
B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian... 57
1. Mempersiapkan Alat ... 57
2. Perizinan Penelitian ... 58
3. Pengujian Alat Ukur ... 58
4. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 60
a. Validitas ... 60
b. Analisis Item ... 60
xvii
C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
D. Uji Asumsi Hasil Penelitian ... 64
1. Uji Normalitas ... 64
a. Sebaran Data Variabel Depresi ... 65
b. Sebaran Data Variabel Jadwal ... 65
2. Uji Homogenitas ... 65
3. Uji Linearitas ... 66
E. Uji Hipotesis ... 66
a. Hipotesis Pertama ... 66
b. Hipotesis Kedua ... 68
F. Pembahasan ... 69
G. Kelemahan Penelitian ... 74
BAB V KESIMPULAN dan SARAN ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 76
Bagi Penelitian Selanjutnya ... 76
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 : Kebutuhan Kalori Orang Diabetes ... 33
Tabel III.1: Aspek dalam Beck Depresion Inventory ... 46
Tabel III.2: Parameter Tingkat Kepatuhan Jumlah Asupan Energi ... 49
Tabel IV.1: Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin... 54
Tabel IV.2: Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan... 55
Tabel IV.3: Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Menderita DM... 56
Tabel IV.4: Data Hasil Penlitian. ... 62
Tabel IV.5: Kategori Tingkat Depresi Pada Penderita DM ... 63
Tabel IV.6: Deskripsi tentang kesesuaian kalori ... 63
Tabel IV.7: Deskripsi tentang ketaatan jadwal ... 64
Tabel IV.8: Rangkuman Hasil Uji Hipotesis Pertama ... 67
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Surat Pernyataan Kesediaan ... 82
Lampiran Skala Penelitian ... 83
Lampiran Data penelitian BDI... 90
Lampiran Data Penelitian Pemenuhan Kalori…... 93
Lampiran Data Penelitian Kepatuhan Jadwal ... 95
Lampiran Karakteristik Umur Subyek…... 96
Lampiran Koefisien Reliabilitas Skala Depresi ( BDI) ... 97
Lampiran Hasil Uji Normalitas Data Hasil Penelitian... 99
Lampiran Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Penelitian ... 99
Lampiran Hasil Uji Linearitas Data Hasil Penelitian ... 100
Lampiran Hasil Uji Hipotesis Data Hasil Penelitian ... 101
xx
DAFTAR GAMBAR
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit kronis yang
tidak dapat disembuhkan. Studi populasi yang dilakukan Organisasi
Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tahun 2005
menemukan jumlah pengidap diabetes melitus (DM) di Indonesia
mencapai peringkat keempat sekitar 8,6 juta orang (Susanto, 2006). Dr.
Ernawati Sinaga, MS, Apt. menggungkapkan bahwa dalam
penanggulangan DM pendekatannya bukan menyembuhkan atau
menghilangkan penyakitnya namun bagaimana agar penderita DM dapat
hidup dengan aman, nyaman dan gembira bersama penyakit DMnya
(Sinaga,2005).
Penderita DM dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan
kondisi mereka yang baru dimana mereka hidup dengan berbagai macam
aturan serta keterbatasan-keterbatasan (Basoeki, 2002). Menurut Prof.
Rainer Matthias Holm-Hadulla (2006), para penderita DM mengalami
perubahan yang sangat cepat, misalnya sebelum menderita DM mereka
bisa makan seenaknya dan sesuka hati, namun setelah menderita DM
mereka harus mengontrol makanan sesuai dengan aturan diet. Mereka juga
mengalami kesulitan dalam pernikahan dan mendapatkan pekerjaan.
diri terhadap perubahan tersebut, mereka akan kehilangan kendali terhadap
dirinya dan biasanya menghadapi ancaman kegagalan seperti munculnya
depresi dan kematian.
Menurut Birrer & Sedaghat, (2003), penderita DM memiliki
banyak faktor resiko, antara lain hipoglikemia, hiperglikemia dan
komplikasi yang merupakan faktor resiko jangka panjang (Basoeki, 2004).
Dr. Lana L. Watkins dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa
kombinasi antara penyakit jantung, DM, dan depresi dapat menjadi
kombinasi yang mematikan. Dr. Lana mengadakan penelitian pada para
penderita DM dengan penyakit pembuluh jantung mengalami sejumlah
gejala depresi dapat meningkatkan resiko kematian menjadi 25 persen.
Selama lebih dari empat tahun para pasien diamati kehidupannya dan
sekitar 135 orang dari 325 pasien meninggal (dalam Indria, 2007).
DM sebagaimana lazimnya penyakit kronis sering menimbulkan
perasaan tidak berdaya dalam dirinya, yaitu suatu perasaan bahwa dirinya
sudah tidak mampu lagi mengubah dirinya (Miller, 1985). Kesadaran akan
kelemahan dirinya memberikan perasaan berbeda dengan yang lain dan
rasa kehilangan keyakinan diri sehingga menyebabkan adanya pemisahan
diri dari pergaulan, cepat tersinggung, ketergantungan, pemberontakan,
kecemasan, mencari perhatian dengan berlindung pada penyakitnya, rasa
tidak berguna atau tidak berdaya dan perasaan takut mati yang sulit diatasi
Perasaan tidak berdaya ini muncul karena adanya beberapa sebab,
antara lain kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu diwarnai
dengan kesembuhan dan kekambuhan; kemungkinan juga karena
terjadinya kemunduran fisik (Miller, 1985). Selain simptom suasana hati
dan simptom kognitif yang ada adalah simptom motorik. Simptom paling
mencolok dan penting dari simptom motorik ini adalah retardasi
psikomotorik, yaitu berkurangnya atau lambatnya gerakan fisik (Holmes,
1991). Salah satu penyebab depresi adalah karena adanya penyakit fisik.
Ada berbagai penyakit yang dapat menyebabkan gejala serupa dengan
depresi misalnya anemia dan DM (Depresi, 2006).
Laron (dalam Basoeki 2002) mengungkapkan bahwa DM adalah
suatu bentuk penyakit yang membutuhan berbagai macam penyesuaian
diri bagi penyandangnya. Penyesuaian tersebut bersifat fisik dan
psikologis, antara lain penyesuaian yang berkaitan dengan pengaturan
makan, latihan jasmani dan pengendalian emosi (Basoeki, 2002).
Berdasarkan penelitian Kaholokula J.K, Haynes S.N., Grandinneti A.,
(2003) aspek kualitas hidup perlu ditekankan dalam membantu para
penderita DM mengatasi masalah depresi.
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh penderita agar
faktor-faktor resiko jangka panjang dapat dikurangi, serta perasaan-perasaan
buruk dalam diri mereka tidak menetap dengan waktu yang lama dan
intensitas yang tinggi salah satunya dengan modifikasi gaya hidup sehat
badan atau diit (Basoeki, 2003). Menurut Dr. Wiliam Adi Teja, MD,
MMed., (dalam Susanto,2006) selain obat yang terpenting bagi pasien
yakni merancang kembali pola hidup, terutama pola makan dan olahraga.
Beberapa penderita DM dapat mempertahankan kualitas hidup hanya
lewat diet. Menurut kedokteran modern, terdapat lima pilar utama yang
bertujuan untuk mengontrol dan menormalkan kadar gula darah, sehingga
dapat mengulur waktu agar komplikasi tidak berlangsung serentak dan
cepat. Pilar utama pengelolaan DM tersebut antara lain: perencanaan
makan, latihan jasmani, asupan obat hipoglikemik, penyuluhan dan
pemantauan mandiri kadar glukosa darah atau urin.
Pengaturan pola makan bagi penderita DM tergolong cukup berat.
Mereka harus mampu memilih dan menetapkan makanan dengan porsi
seimbang dan sesuai dengan standart yang ditentukan dokter. Penderita
DM pada umumnya melakukan diit untuk mengatur pola makannya. Ada 6
macam diit-dabetes, yaitu: diit-B, diit B-Puasa, diit-B1, diit-B2, diit-B3
dan diit-Be. Berdasarkan data di poliklinik Diabetes RSUD Dr. Sutomo
menunjukkan bahwa terdapat 14.94% dari 10.278 penderita yang
menjalani pengobatan diit (Tjokroprawiro,1993).
Penderita DM memilih tipe diit yang sesuai dengan jenis diabetes
mellitus yang diderita. Tipe DM terdiri dari 4 kelompok, yaitu DMTI,
DMTTI (DM tipe 1), DM tipe lain, dan DM gestasional. Tipe DM yang
pengelolaannya menitikberatkan pada pengaturan pola makan adalah tipe
komplikasi atau tanpa komplikasi memiliki pola makan yang berbeda.
Dalam penelitian ini, peneliti akan melihat pola makan pada diabetesi
DMTTI tanpa komplikasi (PERKENI, 2000).
Diit yang dapat diikuti oleh penderita DMTTI tanpa komplikasi
adalah diet yang sesuai dengan kebutuhan asupan zat gizi yang
dibutuhkan. Asupan zat gizi tersebut adalah : kalori, energi, karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral, serat, dan garam. Penderita diabetes
tanpa komplikasi bebas mengkonsumsi semua jenis makanan, akan tetapi
jumlah yang dikonsumsi harus sesuai dengan kebutuhan. Mereka juga
harus memahami jenis makanan yang bebas di konsumsi atau makanan
yang konsumsinya terbatas (PERKENI, 2000).
Pengendalian gula darah merupakan salah satu kunci utama dalam
menangani DM. Kadar gula darah yang stabil dapat membantu
menstabilkan kondisi kesehatan penderita dan mengurangi laju
kemunduran fisik. Apakah dengan berkurangnya laju kemunduran fisik
karena adanya pola makan dan diit yang sehat, dapat menurunkan
kemungkinan penderita mengalami depresi? Kajian tentang pola makan
yang tepat dan depresi serta hubungan antara keduanya akan sangat
membantu pihak-pihak yang terkait dalam penanganan DM.
B. Perumusan Masalah
Apakah pola makan berhubungan dengan tingkat depresi pada
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola
makan penderita Diabetes Mellitus dengan depresi pada penderita
diabetes mellitus tidak tergantung insulin tanpa komplikasi.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk beberapa pihak, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
psikologi kesehatan tentang pengaruh kondisi fisik terhadap depresi
yang dialami oleh penderita diabetes mellitus.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para penderita
DM dalam menjaga kondisi kejiwaan sehingga dapat terus
melakukan aktifitasnya. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat
menyadarkan mereka betapa pentingnya memiliki pola makan yang
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. DEPRESI
1. Pengertian depresi
Depresi dipahami sebagai keadaan organisme yang abnormal
yang termanifestasi atau terwujud dalam gejala-gejala dan
tanda-tanda tertentu. Gejala depresi bervariasi dari paling ringan sampai
yang paling berat atau dari tidak depresi (netral) sampai depresi akut.
Beck mengelompokkan pasien depresi berdasarkan tingkat
kedalaman depresinya. Dia membagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
tidak depresi/normal, depresi ringan, depresi sedang dan depresi
berat. Tanda-tanda awal depresi adalah adanya keluhan tentang
perasaan, misalnya merasa kesal, putus asa, sedih (Beck,1985).
Clifford W. Beers (dalam Beck, 1985) mengungkapkan
gejala-gejala utama yang digunakan untuk mendiagnosa depresi yang
diperoleh dari penjelasan kuno. Gejala-gejala tersebut adalah mood
yang terganggu (sedih, cemas, dan kesia-siaan); menghukum diri
terkutuk, perilaku yang merendahkan diri sendiri, memiliki
keinginan untuk mengakhiri hidup; tanda-tanda vegetatif dan fisik
(agitasi, kehilangan selera makan, penurunan berat badan, dan
kurang tidur); dan adanya delusi telah melakukan kesalahan yang tak
Depresi secara klinis berbeda dengan kesedihan biasa. Pada
depresi klinis, intensitas dan waktu menderitanya lama. Akan tetapi
orang yang mengalami depresi memiliki kesamaan dengan orang
yang mengalami kesedihan biasa, yaitu perilaku pasien depresi mirip
dengan perilaku orang yang sedang susah atau kurang gembira,
terutama dalam ekspresi wajah yang murung dan suara mereka yang
merendah (Beck,1985).
Depresi adalah salah satu jenis gangguan ”mood” dengan
tingkat emosi yang ekstrem dan tidak sesuai dalah kondisi sedih,
dukacita. Depresi merupakan proses psikologis yang mengikuti
pengalaman ”kehilangan ” sesuatu yang berharga ( Supratiknya,
1995).
Aretaeus mendiskripsikan seorang penderita depresi sebagai
orang yang resah, cemas, sering mengantuk sehingga menjadi kurang
bersemangat. Pada tingkatan yang lebih parah, penderita depresi
banyak mengeluh tentang kegagalan dan memiliki keinginan untuk
mengakhiri hidupnya (Beck,1985).
Manifestasi depresi dapat diamati dalam setiap aspek perilaku,
yaitu dalam aspek afeksi, kognisi dan konasi. Depresi dianggap
memiliki atribut konsisten tertentu selain tanda atau simptom
karakteristik; atribut-atribut ini mencakup tipe tertentu dari awal,
Beck (1985) mendefinisikan depresi dengan menggunakan
sejumlah atribut, yaitu:
a. Perubahan spesifik dalam mood, misalnya sedih, kesepian, dan
apati.
b. Konsep diri negatif, seperti menyalahkan diri dan mengutuk diri.
c. Harapan yang regresif dan menghukum diri, misalnya adanya
keinginan/kehendak untuk melarikan diri, bersembunyi atau
mati.
d. Perubahan vegetatif berupa anoreksia, insomia, hilangnya libido.
e. Perubahan tingkat keefektifan mengerjakan sesuatu, misalnya
retardasi dan agitasi (kegelisahan).
Pada penelitian ini, penelitian dibatasi dengan menggunakan
pengertian depresi menurut Beck berdasarkan atribut atau
tanda-tanda yang diungkap Beck sebab atribut tersebut berhubungan
dengan pola makan penderita diabetes mellitus. Atribut yang
menunjukkan hubungan tersebut adalah atribut perubahan vegetatif.
2. Simptom-simptom depresi
Beck (1985) membuat katergori simptom depresi berdasarkan
beberapa langkah. Pertama, beberapa teksbook tentang psikiatri dan
monograf mengenai depresi untuk menentukan simptom dari depresi
dengan konsesus umum. Kedua, berdasarkan penelitian intensif yang
melibatkan 50 pasien depresi dan 30 pasien non depresi dalam
Simptom inti dari depresi adalah low mood, pesimisme,
mengkritik diri dan retardasi atau agitasi. Simptom lain yang telah
dipandang sebagai bagian dari sindrom depresi mencakup simptom
somatis, sembelit, sulit konsentrasi dan kecemasan (Beck, 1985).
Para pasien depresi biasanya mengeluhkan beberapa hal dan
langsung menunjuk pada diagnosis depresi. Keluhan utama yang
muncul adalah:
a. Keadaan emosional yang tidak menyenangkan
b. Adanya perubahan sikap terhadap hidup.
c. Simptom somatis yang merupakan sifat dasar depresif
d. Simptom somatis yang tipikal depresi.
Keluhan utama muncul dalam bentuk perubahan kegiatan
seseorang, reaksi atau sikap terhadap hidup. Selain itu keluhan utama
meliputi perasaan sia-sia tentang kehidupan. Keluhan utama pasien
depresi juga terpusat pada beberapa simptom fisik yang karakteristik
depresi. Antara lain : mudah lelah, tidak punya semangat, dan
kehilangan selera (Beck,1985).
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Cassidy,
Flanaggan dan Spellman (dalam Beck,1985) keluhan utama terbagi
menjadi beberapa kategori, yaitu:
a. Psikologis : tidak punya sesuatu untuk diharapkan, takut
sendirian, marah.
c. Generalized medical : mudah merasa lelah, gelisah, gemetaran.
d. Medis dan psikologis : takut mati
e. Medis, umum dan lokal : tidak mampu bekerja, merasa tidak bisa
bernafas.
Berdasarkan simptom yang ditemukan oleh beberapa penelitian
sebelumnya, Beck (1985) mengelompokkan simptom depresi dalam
4 manifestasi :
Berdasarkan simptom yang ditemukan oleh beberapa penelitian
sebelumnya, Beck mengelompokkan simptom depresi dalam 4
manifestasi:
a. Manifestasi Emosional
Manifestasi ini merujuk pada perubahan-perubahan perasaan
pasien atau perubahan-perubahan pada perilaku yang tidak tampak
(overt) tetapi berkaitan langsung dengan keadaan emosinya.
Gejala yang termasuk dalam manifestasi emosional meliputi :
1) Mood kesal/sedih/patah hati (Dejected mood)
Para pasien depresi biasanya memiliki perasaan ngeri,
tidak memiliki harapan, sedih/murung, sepi, tidak bahagia,
kecil hati, hina, malu, cemas, sia-sia, dan bersalah. Pada
tingkatan depresi yang parah, perasaan yang muncul adalah
hopeless dan perasaan ngeri. Pasien agitasi biasanya
2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri (negative feeling toward
self)
Orang depresi sering mengekspresikan perasaan negatif
tentang dirinya. Pasien merasa kecewa dengan dirinya sendiri,
kemudian berkembang menjadi rasa muak terhadap diri sendiri.
Perasaan yang sangat parah yaitu pasien membenci dirinya
sendiri.
3) Penurunan kepuasan/kebutuhan (reduction in gratification)
Simptom ini paling umum terjadi di antara kelompok
depresi. Kehilangan kepuasan akan pemenuhan kebutuhan
tersebut dimulai dari hal yang kecil. Semakin depresi itu
berkembang maka kebutuhan penting/besar yang lain juga akan
hilang.misalnya: kebutuhan makan, kebutuhan seksual,
pengalaman psikososial (mencapai ketenaran, mendapat
ungkapan cinta atau persahabatan).
Pasien tidak lagi mendapat kepuasan dari kegiatan yang
menuntut tanggung jawab, kewajiban, atau usaha. Misalnya
dalam keluarga, teman-teman, atau pekerjaannya. Pasien lebih
banyak merasa bosan. Pada tingkat depresi yang parah, pasien
tidak lagi mendapat kepuasan dari kegiatan yang semula
menyenangkan/memuaskan. Dia mencari kegiatan yang tidak
Penekanan yang diberikan oleh sejumlah pasien pada
hilangnya kepuasan memberikan impresi bahwa hidup mereka
berorientasi pada mendapatkan pemuasan kebutuhan. Pasien
mengalami pengosongan (kerugian) psikologis selama
beberapa waktu dengan melakukan hal-hal yang lebih
memuaskan dirinya secara alami.
4) Kehilangan kelekatan/kasih sayang emosional (loss of
emotional attachment)
Kehilangan kelekatan emosi dalam suatu kegiatan atau
dengan orang lain termanifestasi dengan menurunnya tingkat
ketertarikan terhadap kegiatan tertentu atau perhatian terhadap
orang lain.
Simptom yang biasa dialami oleh pasien antara lain:
Pasien tidak mengalami intensitas kasih/cinta dan afeksi yang
sama. Pasien kehilangan daya tarik terhadap perasaan positif
dan mungkin bisa berkembang menjadi sikap acuh tak acuh.
Perasaan yang dialami oleh pasien depresi berat akan memiliki
sikap apati. Dia tidak hanya kehilangan perasaan positif
terhadap keluarga/apapun namun dia terkejut mendapati
reaksinya yang negatif.
5) Crying spells
Pasien depresi memiliki kecenderungan kuat untuk
menangis. Pasien merasa seperti telah menangis walaupun
tidak mengeluarkan air mata. Stimulus yang biasanya tidak
mempengaruhi pasien, sekarang dapat membuatnya tiba-tiba
menangis. Selain itu, pasien dapat menangis ketika sedang
interview oleh psikiatris. Jika pasien sudah mengalami depresi
yang parah maka dia tidak lagi bisa menangis akan tetapi hanya
tersedu.
6) Kehilangan respon gembira/ceria (loss of response)
Pasien depresi tidak dapat merespon humor dengan cara
seperti biasa. Mereka tidak melihat sudut terangnya suatu
peristiwa dan cenderung memperlakukan/menanggapi sesuatu
secara serius. Dia tidak terhibur, rasanya tidak ingin tertawa,
tidak mendapatkan perasaan terpuaskan dari olok-olokan
(canda), gurauan atau kartun. Mereka berkomentar bahwa
gurauan tidak lagi lucu. Mereka juga tidak melakukan lelucon
lagi. Pasien depresi berat sama sekali tidak merespon humor
dari orang lain. Mereka cenderung merespon isi yang bersifat
bermusuhan/agresif dan merasa terhina atau
tersakiti/tersinggung.
b. Manifestasi kognitif
Simptom yang muncul dari manifestasi kognitif meliputi :
Evaluasi diri adalah bagian dari pola pasien depresi
mengenai memandang diri tidak memiliki atribut yang penting
baginya. Misalnya: kemampuan, penampilan, inteligensi,
kesehatan, kekuatan daya tarik pribadi, popularitas, sumber-sumber
finansial. Pasien depresi seringkali kurang bisa mengungkapkan/
mengekspresikan perasaannya. Biasanya terefleksi dalam keluhan
kehilangan cinta atau kekurangan harta benda. Pasien juga
kehilangan percaya diri.
Pasien menunjukkan reaksi berlebihan terhadap
kesalahan-kesalahan dan kesulitan-kesulitannya lalu menganggap semua itu
refleksi dari kekurangannya.
Self evaluation mencapai titik terendah ketika tingkat
depresinya sangat parah. Pasien akan secara drastis menilai dirinya
sangat rendah dalam hal atribut pribadinya dan perannya dalam
kehidupan (misal: orang tua, pasangan majikan, dsb.). Dia
memandang dirinya tidak berharga, sama sekali tidak layak, dan
gagal total. Dia merasa menjadi beban bagi keluarga dan merasa
mereka akan lebih baik tanpa dia.
2) Harapan negatif (negative expectation)
Para penderita depresi memiliki perangai yang murung dan
pesimis. Perangainya yang negatif sering menyebabkan frustasi
teman-temannya, keluarga atau dokter ketika mereka
Pasien depresi cenderung berpikir negatif dan pesimistis.
Dia ragu-ragu apakah bisa terjadi perubahan yang lebih baik.
Mereka memiliki perasaan bahwa keadaan dan persoalan yang
dialaminya saat ini bersifat permanen dan tidak dapat diubah. Hal
ini menjadi dasar pertimbangan pasien untuk bunuh diri. Situasi
yang tidak jelas/ambigu membuat pasien cenderung mengharapkan
hasil yang negatif walaupun teman-temannya memiliki alternatif
untuk hasil yang positif.
Pasien depresi memandang masa depan tanpa harapan/tidak
menjanjikan, gelap dan hopeless. Dia tidak memiliki sesuatu yang
dapat diharapkan, dan dia percaya tidak ada masalahnya yang
dapat diselesaikan. Pasien depresi memiliki pikiran masa depan
dimana kondisi deficien (finansial, sosial, physical) yang dimiliki
saat ini akan berlangsung terus atau bahkan semakin buruk.
3) Mencela/ mengutuk diri dan mengkritik diri sendiri (self blame and
self criticism)
Self blame and self criticism yang berkepanjangan
menimbulkan kecenderungan untuk mengkritik diri sendiri
terhadap apa yang diduga sebagai kekurangannya, dan
kelemahannya.
Pasien menjadi mudah mencela atau mengkritik dirinya
secara keras apabila dia merasa perilaku dan pribadinya kurang
terhadap kekurangannya dan tidak dapat menerima pikiran bahwa
membuat kesalahan adalah manusiawi. Dia memandang dirinya
sebagai penyakit masyarakat.
4) Kebimbangan/keraguan atau ketidakpastian (indecisiveness)
Pasien mengalami kesulitan dan kurang cepat mendapatkan
solusi dari permasalahan yang di hadapi. Ketakutannya dalam
membuat keputusan tercermin dalam ”a general sense of
uncertainty”. Pasien akan menghindari atau berusaha mencari
bantuan terhadap situasi yang akan menimbulkan beban. Seorang
pasien depresi berat percaya bahwa dia sudah tidak mampu
mengambil keputusan dan akibatnya dia tidak mau mencoba.
5) Gambaran yang menyimpang mengenai penampilan fisik (Distorsi
body image)
Gambaran yang menyimpang mengenai penampilan fisik
sering diperhatikan dalam depresi. Pasien depresi menganggap
dirinya sudah tidak menarik lagi. Awalnya, mereka memperhatikan
sangat berlebihan terhadap penampilan fisiknya. Kemudian
perhatian tersebut semakin besar dan dia percaya bahwa telah
terjadi perubahan penampilan sejak awal depresi walaupun tidak
ada bukti yang obyektif. Akhirnya pasien benar-benar yakin bahwa
dia aneh dan terlihat sangat tidak menarik. Dia berharap orang
tidak melihatnya.
Manifestasi motivasional mencakup usaha keras yang dialami
secara sadar, hasrat dan dorongan-dorongan yang menonjol dalam
depresi. Fitur menyolok karakteristik motivasi pada pasien depresi
adalah regresif alami, yaitu pasien mundur (menarik diri) dari
kegiatan-kegiatan yang menurutnya menuntut tanggung jawab atau
tingkat inisiatif yang besar dan baik, serta membutuhkan banyak energi
untuk melakukannya. Pasien depresi biasanya akan memilih aktifitas
pasif dan yang proses pengerjaannya bersifat bergantung daripada
yang mandiri. Ketika dihadapkan pada sebuah permasalahan, mereka
berusaha melarikan diri dari masalah daripada memecahkannya.
Aspek penting dari motivasi ini adalah bahwa pemenuhannya
biasanya tidak sesuai /tidak cocok dengan nilai dan tujuan premorbid
(pra-abnormal) mayor individu. Intinya mewujudkan dorongan dan
hasrat pasif untuk mundur kebelakang dan melakukan usaha bunuh diri
mengarah pada tindakan meningalkan keluarga, teman dan
kewajibannya.
Manifestasi motivasional terwujud dalam gejala-gejala berikut:
1) Pelumpuhan kehendak (paralysis of the will)
Hilangnya motivasi positif merupakan fitur yang menyolok
dalam depresi. Perubahan situasi hidup pasien saat ini atau yang
akan datang dapat membangkitkan motivasi yang konstruktif.
Pasien dapat menentukan sendiri apa yang harus dilakukannya
Selain itu, pasien masih bisa ”memaksa” diri melakukan sesuatu
dan responsif terhadap pemaksaan dari orang lain atau karena
situasi yang memalukan.
Simptom yang tampak dalam manifestasi ini adalah pasien
tidak lagi secara spontan mempunyai kemauan/selera/kehendak
untuk melakukan hal-hal yang spesifik terutama hal-hal yang tidak
langsung memberi kepuasan/kesenangan untuknya. Apabila tingkat
depresi semakin tinggi maka hilangnya kemauan spontan
berkembang ke hampir semua kegiatan pasien bahkan sampai pada
kegiatan atau hal yang sangat penting untuk hidup.
2) Avoidance, escapist, dan withdrawal wishes
Keinginan untuk mengganti pola kebiasaan atau rutinitas
hidup adalah manifestasi yang wajar/ umum dari depresi. Individu
yang depresi memandang pekerjaannya membosankan, tidak
berarti, membebani dan ingin melarikan diri mencari kegiatan yang
lebih santai atau mencari tempat berlindung. Harapan escapist
dialami sebagai motivasi tertentu dengan tujuan spesifik.
Pasien depresi mengalami kecenderungan untuk
menghindari atau menunda melakukan sesuatu yang ia anggap
tidak menarik atau menganggu dan kegiatan yang tidak memberi
kepuasan atau yang membutuhkan usaha. Dia akan menarik diri
dari kontak sosial karena tuntutan relasi interpersonal yang
menghindar akan diwujudkan dalam pengasingan diri yang
menyolok.
3) Keinginan untuk bunuh diri (suicidal wishes)
Keinginan untuk bunuh diri diungkapkan lewat
ketidakacuhan terhadap hidup dan ambivalensi. Pengungkapan
keinginan tersebut bentuknya bervariasi, yaitu langsung, sering
mendesak, dan memaksa.
4) Ketergantungan yang makin meningkat (increased dependency)
Pasien memiliki ketergantungan untuk memperoleh
bantuan, bimbingan, atau arahan daripada proses aktual
mempercayakan atau menyandarkan kepada orang lain ketika
beraktifitas. Hasrat/keinginan yang jujur, terus terang akan
bantuan, dukungan dan dorongan adalah sangat kuat dalam depresi.
Pasien merasa sangat butuh bantuan walaupun dia tahu
bahwa itu tidak dia perlukan dan bila bantuannya telah diterima
biasanya dia mengalami kepuasan dan mengurangi tingkat
depresinya. Pada kasus depresi berat, pasien mengharapkan orang
lain mengerjakan tugasnya dan memecahkan masalahnya.
d. Manifestasi vegetatif dan fisik
Manifestasi vegetatif dan fisik dipandang sebagai bukti
terhadap gangguan dasar autonomik atau hipotalamik yang menjadi
penyebab terhadap keadaan depresif (Campbell dan Kraines dalam
Simptom yang tampak adalah :
1) Kehilangan selera (loss of apetite)
Kehilangan selera makan sering menjadi tanda awal
munculnya depresi dan kembalinya selera makan berarti hilangnya
depresi. Pasien tidak lagi makan seperti biasanya dan tidak ada
kenikmatan selera makan. Pasien secara tidak sadar telah
melewatkan makan sampai akhirnya ketika tingkat depresinya
meningkat, mereka harus dipaksa untuk makan.
2) Gangguan tidur (sleep disturbance)
Pasien biasanya berjaga lebih awal dari biasanya dan
bangun sebelum waktunya. Akan tetapi pasien tidak mengalami
tidur nyenyak melainkan tidur kecil.
3) Kehilangan gairah seksual (loss of libido)
Pasien kehilangan daya tarik seksual, baik yang bersifat
auto-erotis maupun yang hetero. Hasrat seksual secara tajam
berkurang/menurun dan hanya dapat dibangkitkan dengan
rangsangan yang kuat. Pasien yang berada dalam tingkat depresi
berat akan kehilangan semua kesiapan merespon rangsang seksual
sehingga pasien akan menolak sex.
4) Keletihan (fatigability)
Beberapa pasien mengalami simptom ini semata-mata
fenomena fisik dimana anggota badan terasa berat. Pasien
kehabisan energi/mati. Pasien merasa lebih cepat lelah daripada
biasanya. Hampir semua kegiatan meningkatkan letihnya. Istirahat,
relaksasi dan rekreasi tidak dapat meringankan perasaannya tetapi
justru memperburuk keadaan.
e. Delusi
Delusi adalah keyakinan seseorang yang tidak sesuai dengan
kenyataan sebenarnya (Martin,1977). Delusi dalam depresi dapat
dikategorikan menjadi 5 jenis (Beck, 1985). Yaitu:
1) Delusi tidak berguna (delutions of worthlessness)
Pasien menganggap dirinya tidak berguna.
2) Delusi akan hukuman (delusion of being punished)
Pasien yakin bahwa dia telah melakukan kesalahan besar sehingga
dia pantas dihukum.
3) Delusi kosong (Nihilistic Delution)
Pasien merasa dirinya telah mati. Dia merasa organ tubuhnya
hilang, isi perutnya hilang/kosong.
4) Delusi somatic (Somatic Delution)
Pasien yakin bahwa dirinya memburuk , atau telah mengalami sakit
yang tak dapat disembuhkan.
5) Delusi kemiskinan (Delution of poverty)
Pasien memiliki perhatian yang berlebihan terhadap
keuangan/financial.
Halusinasi adalah pengalaman atau hal yang dialami indera pada
saat tidak terdapat stimulasi pada reseptor-reseptor (Kartono dan Gulo,
1987 :199)
Perasaan-perasaan yang terganggu umumnya adalah fitur yang
mencolok dari depresi. Kondisi tersebut dipandang sebagai “Primary
mood disorder” atau sebagai “gangguan afeksi”. Terdapat banyak
komponen terhadap depresi selain deviasi mood. Deviasi mood yang
ditemukan pada depresi mungkin adalah manifestasi dari proses
penyakit yang berbeda dari keadaan normal (Beck, 1985).
Sifat dasar dan etiologi depresi tergantung pada pendapat dari
kelompok peneliti yang sangat beraneka ragam. Sebagian kelompok
puas bahwa depresi adalah ketidakteraturan psychogenie; sedangkan
kelompok lain tetap berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh
faktor-faktor organik. Kelompok ketiga mendukung kedua konsep
yang berbeda : tipe psychogenie dan tipe organik.
Berdasarkan uraian tentang gejala depresi di atas, disimpulkan
bahwa gejala depresi dapat dikenali berdasarkan perwujudan
(manifestasi) tingkah laku dalam berbagai aspek individu.
Manifestasi tersebut meliputi manifestasi emosional, manifestasi
kognitif, manifestasi motivasional dan manifestasi vegetatif dan
fisik. Selain itu gejala depresi dapat diamati berdasarkan adanya
3. Faktor yang mempengaruhi depresi
Menurut Beck (1985), depresi dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
a. Usia
Orang dewasa memiliki kebebasan yang lebih besar
daripada anak-anak. Mereka bebas melakukan melakukan kegiatan
yang dapat meminimalkan tekanan –tekanan yang menimbulkan
sdepresi.
b. Kelas sosial
Orang yang berada di kelas ekonomi rendah merasakan
adanya pembedaan sosial yang tajam oleh karena itu, mereka
mereka berusaha menaikkan tingkat penerimaan masyarakat pada
mereka salah satunya dengan menaikkan level perekonomian.
Tekanan untuk mencapai standar perilaku yang tinggi dapat
menimbulkan depresi.
c. Tingkat pendidikan
Penderita depresi yang memiliki pendidikan yang tinggi
memiliki motivasi yang tinggi dalam pencapaian atau hasil.
d. Pekerjaan
Pekerjaan yang menuntut kompetisi lebih tinggi memiliki
kecenderungan depresi yang tinggi. Apabila pasien dapat
memenuhi tuntutan pekerjaan dan masyarakat, depresi yang
e. Lama menderita diabetes mellitus
Pada penderita DM yang dirawat oleh keluarga, memiliki
sikap positif terhadap penyakitnya. Keluarga dan orang sekitarnya
memberikan dukungan agar pasien merasa nyaman dengan
penyakitnya (Susanto,2006). Tidak adanya pengalaman sama
sekali dapat membentuk sikap negatif sikap negatif terhadap objek.
Semakin lama pasien menderita, keluarga semakin memahami hal
yang dapat dilakukan untuk kebaikan pasien (Midllebrook dalam
Winarti, 2001).
f. Dukungan Sosial
Penelitian Costa dan McCrae (dalam Ismudiyati, 2003),
menemukan bahwa dukungan sosial dari lingkungan dapat
menimbulkan semangat hidup. Jenis-jenis dukungan sosial adalah
dukungan emosional (ungkapan empati, perhatian), dukungan
penghargaan (penghargaan dir), dukungan instrumental (bantuan
langsung), dan dukungan informatif (nasihat, petunjuk) (House
dalam Sarafino, 1990).
Cohen dan Syme (dalam Ismudiyati,2003) menyatakan
faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas dukungan sosial
adalah pemberi dukungan, jenis dukungan, waktu pemberian
dukungan dan lamanya pemberian dukungan. Dukungan dapat
diperoleh dari lingkungan sekitar, baik keluarga maupun teman
B. DIABETES MELLITUS 1. Pengertian Diabetes Mellitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun
2003, Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus sering
disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai
semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan
gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama
tanpa diperhatikan dan terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak
jelas, juga baru ditemukan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain
(Priyanto, 2006). Diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar
glukosa darah (hiperglikemik) kronik karena gangguan metabolisme
lipid, karbohidrat, dan protein serta meningkatnya komplikasi penyakit
vaskuler. (Priyanto, 2006).
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Assosiation(1993)
dibagi menjadi empat kelompok yaitu DM tipe 1 (DMTI), pada
diabetes melitus tipe 1 ditemukan kerusakan autoimun sel β yang mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin absolut (Adam, 2000), DM
tipe 2 (DMTTI), Diabetes Melitus tipe ini dikarakterisasikan dengan
resistensi insulin dan sedikitnya sekresi insulin relatif. Kebanyakan
juga menyebabkan resistensi insulin (Triplitt et al., 2005), DM tipe
lain (Diabetes melitus tipe ini berhubungan dengan keadaan atau
sindrom tertentu seperti adanya: defisiensi genetik fungsi sel β,
defisiensi kerja insulin (Widijanti, 2005), dan DM gestasional (dibatasi
sebagai intoleransi glukosa yang pertama kali diketahui selama
kehamilan (Triplitt et al., 2005).
Zat makanan (glukosa) harus diolah agar menjadi bahan bakar
atau energi. Proses pengolahan tersebut adalahs metabolisme
(Priyanto, 2006). Dalam proses metabolisme, insulin memegang
peranan penting yaitu membantu transpor glukosa dari darah ke dalam
sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau
hormon yang dihasilkan oleh sel β di pankreas. Bila insulin tidak ada,
glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada di
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat
(Anonim, 2005). Insulin mempunyai pengaruh yang sangat luas
terhadap metabolisme karbohidrat, lipid, protein maupun mineral. Oleh
karena itu gangguan fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh
negatif dan komplikasi yang sangat luas pada berbagai organ dan
jaringan tubuh (Muchid, 2005).
2. Pengertian Diabetes Mellitus Tipe II (DMTTI)
Diabetes mellitus tipe 2 memiliki prevalensi yang tinggi di
dunia yaitu 90% dari populasi penderita DM. Diabetes atlas 2000
prevalensi DM di Indonesia sebesar 4,6% dari jumlah penduduk
dengan usia > 20 tahun. Tingginya kenaikan kekerapan DM tipe 2
disebabkan oleh faktor gaya hidup yang kebarat-baratan, yaitu:
pendapatan per kapita tinggi, restoran cepat saji, dan hidup santai.
DM tipe II (DMTTI) adalah diabetes yang pasiennya tidak
tergantung insulin. Penderita DMTTI memiliki kadar glukosa tinggi,
dan kadar insulin tinggi/ normal atau sering disebut dengan resistensi
insulin. Hal tersebut disebabkan oleh faktor: obesitas, diet tinggi lemak
dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan dan faktor keturunan.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam penanganan DM Tipe 2
untuk mengendalikan glukosa darah adalah dengan diet, olahraga, dan
obat-obatan. Pengobatan dengan perencanaan makan (diet) atau terapi
nutrisi medik, masih merupakan pengobatan utama, tetapi jika
dilakukan bersama latihan jasmani akan mempunyai dampak terapetik
(PERKENI, 2004)
3. Pola makan dan kepemburukan kondisi diabetes mellitus
Pasien DM sebaiknya sejak awal sudah harus dicegah
kemungkinan timbulnya komplikasi kronis sehingga penderita dapat
hidup sehat dan wajar berdampingan dengan penyakitnya
(Dalimartha dalam Riastuti, 2005).
Menurut Dr. Fiastuti Witjaksono MS. SPGK, pola makan
yang sehat terletak pada perencanaan makan yang memenuhi kriteria
hendaklah mengikuti pedoman 3J (Jumlah, Jenis dan Jadwal),
maksudnya adalah :
J1 : Penentuan jumlah kalori diet diabetes disesuaikan dengan status
gizi penderita. Jumlah kalori yang diberikan harus habis,
jangan dikurang atau ditambah. Apabila penderita tidak dapat
menghabiskan porsi makanan yang disajikan atau makan lebih
banyak dari yang boleh dimakannya, akan mengakibatkan
terjadi hipoglikemia dan hiperglikemia. Sementara keadaan
tersebut justru harus dihindari (Tjokropawiro, 1996).
J2 : Jadwal diit harus diikuti sesuai dengan intervalnya pada waktu
yang sudah ditentukan agar tidak terjadi perubahan pada
kandungan gula darahnya. Menurut Tjokroprawiro (1996),
jadwal makan bisa berubah dengan interval tetap 3 jam.
J3 : Jenis makanan. Penderita diabetes mellitus tipe 2 (DMTTI)
tanpa komplikasi, tidak ada pantangan jenis makanan. Akan
tetapi mereka mutlak harus mengetahui apa makanan yang
boleh dimakan secara bebas, apa makanan yang harus dibatasi
dan apa makanan yang harus dibatasi secara ketat
(Tjokropawiro, 1996). Oleh karena itu, pada penelitian ini
peneliti tidak mengukur jenis makanan yang di konsumsi oleh
pasien.
Tujuan pengelolaan diabetes dapat dibagi menjadi jangka
menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa
nyaman sehat. Tujuan jangka panjang adalah menghindari terjadinya
komplikasi.
Tujuan umum terapi gizi atau diet adalah membantu orang
dengan diabetes memperbaiki kebiasaan gizi dan beberapa tembahan
tujuan kusus, yaitu:
a. Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal
dengan keseimbangan asupan makanan dengan insulin atau
obat hipoglikemia oral
b. Memberikan energi yang cukup untuk mempertahankan/
mencapai berat badan yang memadai pada orang dewasa,
mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada
anak dan remaja, untuk penoingkatan kebutuhan metabolik
selama kehamilan dan menyusui, atau penyembuhan dari
penyakit katatonik.
c. Berat badan memadai yaitu berat badan yang dapat dicapai dan
dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka panjang.
d. Menghindari dan menangani komplikasi akut orang dengan
diabetes dengan menggunakan insulin, seperti hipoglikemia,
masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani, dan
komplikasi kronik DM.
e. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan, baik secara fisik
Konsistensi dalam hal pola makan penting sebab pola
makan yang konsisten akan menghasilkan gula darah yang lebih
rendah (normal) daripada dengan pola makan yang sembarangan.
Perencanaan makan diabetes yang cocok untuk setiap
pasien hendaknya dilakukan secara individualisasi sesuai dengan
cara hidup, pola jam kerja, latar belakang kultural, tingkat
pendidikan dan penghasilannya (Suyono, 1998).
Untuk mencegah DM ada 3 jenis pencegahan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Pencegahan primer, untuk mencegah terjadinya penyakit DM
b. Pencegahan sekunder, mencegah agar penyakit DM yang sudah
timbul tidak menyebabkan atau menimbilkan komplikasi atau
penyakit lain.
c. Pencegahan tersier, untuk mencegah agar tidak terjadi
komplikasi yang berlanjut walaupun sudah terjadi penyakit
DM.
Pada penelitian ini penulis akan membatasi hanya pada
pencegahan sekunder sebab pencegahan ini ditujukan untuk pasien
yang sudah menderita DM. Selain itu, sarana untuk mencapai sasaran
kadar glukosa yang terkendali menurut pencegahan ini adalah: diet
sehari-hari yang seimbang dan sehat; menjaga berat badan dalam
batas normal; olahraga teratur sesuai dengan kemampuan fisik dan
penderita sendiri agar tidak terjadi penyulit (komplikasi) DM
(PERKENI, 2004).
4. Pola makan untuk penderita diabetes mellitus tipe II tanpa komplikasi
Tujuan diet/ terapi gizi adalah pengendalian glukosa dan
lipid. Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan gizi yang
cukup dan disertai pengurangan lemak.
Penekanan tujuan terapi gizi medis pada DM II hendaknya
pada pengendalian glukosa, lipid dan hipertensi. Penurunan berat
badan dan diet hipokalori biasanya memperbaiki kadar glikemik
jangka pendek dan mempunyai potensi meningkatkan kontrol
metabolik jangka panjang (PERKENI,2004).
Pengendalian glukosa dapat dilakukan dengan
memperhatikan asupan zat gizi yang dikonsumsi. Asupan zat-zat gizi
yang perlu diperhatikan adalah :
a. Asupan kalori
Terdapat beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori
yang dibutuhkan pasien diabetes. Pertama, dengan perhitungan
berdasarkan kebutuhan kalori basal yang dipengaruhi oleh
faktor usia, jenis kelamin, umur, aktivitas, kondisi hamil dan
menyusui, komplikasi lain dan berat badan. Secara umum
kebutuhan kalori pria adalah 30 kal/kg BB, dan kebutuhan
Kedua, untuk menentukan kebutuhan kalori adalah dengan
pegangan kasar, yaitu untuk pasien kurus 2300-2500 kalori,
normal 1700-2100 kalori, gemuk 1300-1500 kalori. Ketiga,
kebutuhan kalori dapat dilihat berdasarkan tabel berikut.
Tabel II.1 Kebutuhan kalori orang diabetes (PERKENI,2002).
Kalori/kg BB ideal
Aktivitas Orang
Dewasa Kerja santai Sedang Berat
Gemuk 25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
Perhitungan berat badan adaman berdasarkan rumus brocca (PERKENI,2002):
BB idaman = 90% x (TB – 100) x 1 kg
BB: berat badan (kg), TB: tinggi badan(cm)
Bagi pria dengan tinggi di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus yang digunakan:
BB ideal = (TB – 100) x 1 kg
penggolongan status gizi untuk pedoman praktis yaitu (elvina, 2002):
Berat badan kurus = <90% BB idaman
Berat bada lebih = 110 – 120% BB idaman
Gemuk = >120% BB idaman
Jumlah kalori yang dibutuhkan sehari untuk orang diabetes yang bekerja biasa (Tjokroprawiro, 1996):
Kurus = BB x 40 – 60 kalori sehari
Normal = BB x 30 kalori sehari
Gemuk = BB x 20 kalori sehari
Obesitas = BB x 10 -15 kalori sehari
b. Komposisi energi
Komposisi energi yang dianjurkan adalah 60-70%
karbohidrat, 10-15% protein, dan 20-25% lemak.
c. Karbohidrat
Asupan karbohidrat lebih diperhatikan jumlah total
daripada jenis karbohidrat. Jenis karbohidrat yang dikonsumsi
oleh pengidap DM sebaiknya karbohidrat komplek yang tinggi
serat. Misalnya: nasi, kentang, ketela, mie, bihun, dan roti
(Asdie, 2000).
d. Protein
Kebutuhan protein pengidap diabetes adalah 10-15%
energi. A. H. Asdie (2000) menganjurkan konsumsi protein
sehari sebaiknya tidak kurang dari 50 gram.
Asupan lemak jenuh sebaiknya < 10% total kalori, dan
lemak tak jenuh ganda sebaiknya tidak lebih dari 10% energi.
f. Vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral sebagai suplemen baik untuk
dikonsumsi untuk penderita DM sebab selain mengandung
banyak serat, juga sebagai sumber antioksidan yang menunjang
terapi diabetes.
g. Serat
Asupan serat pengidap DM sama dengan asupan serat
untuk orang sehat, yaitu sekitar 25 g/hari.
h. Garam
Asupan garam pengidap DM sama dengan asupan garam
untuk orang sehat, yaitu 3000 mg natrium/hari.
i. Alkohol
Asupan alkohol hanya 1-2 minuman saja, dan tidak boleh
lebih dari 2 kali/minggu.
Penderita diabetes masih bisa menikmati hidangan seperti
biasa. Penderita hanya perlu mengingat berapa banyak dari setiap
jenis makanan tersebut yang boleh dimakannya (Tjokroprawiro,
1996).
Pasien diberi pengetahuan atau petunjuk beberapa
kebutuhan bahan makanan setiap kali makan dalam bentuk penukar
dengan ukuran tertentu dan dikelompokkan berdasarkan kandungan
kalori, protein, lemak dan hidrat arang. setiap kelompok bahan
makanan dianggap memiliki nilai gizi yang kurang lebih sama
(PERKENI, 2004).
Kelompok makanan tersebut dibagi menjadi 7, yaitu:
o GOLONGAN 1 : bahan makanan sumber karbohidrat
o GOLONGAN 2 : bahan makanan sumber protein hewani
o GOLONGAN 3 : bahan makanan sumber protein nabati
o GOLONGAN 4 : sayuran
o GOLONGAN 5 : buah - buahan
o GOLONGAN 6 : susu
o GOLONGAN 7 : minyak
o GOLONGAN 8 : makanan tanpa kalori
5. Efek pola makan bagi kesehatan fisik pada penderita diabetes mellitus.
Konsumsi makan berlebihan atau kekurangan sama-sama tidak
baik. Keduanya sama-sama beresiko berkembang menjadi diabetes.
Kekurangan gizi (malnutrisi) dapat mempengaruhi gangguan
pancreas, sedang kegemukan dapat menggangu kerja insulin.
Menjaga kesehatan dengan menjaga menu seimbang adalah jalan
keluarnya (Martinus, 2005).
Tjokropawiro (1986) berpendapat bahwa peran diit pada
kebutuhan; memenuhi kecukupan gizi untuk mempertahankan
kesehatan dan untuk dapat menjalankan kegiatan normal; mencapai
berat badan ideal dan terus mempertahankannya, dengan catatan
pada anak-anak: mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
normal; menimbulkan perasaan yang sehat dan nyaman. Diit dapat
digunakan untuk menurunkan kholesterol, menjaga tingginya kadar
trigliserida darah meskipun karbohidratnya tinggi
(Tjokropawiro,1996).
Kesalahan pola makan yang dipakai oleh penderita DM akan
menyebabkan kondisi kesehatan menurun yaitu dengan adanya
kemunduran fisik (Miller, 1985); menimbulkan sakit yang
berkepanjangan sehingga mempengaruhi perkembangan psikososial
penderita (Kaplan dan sadock, 1987).
C. HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DAN DEPRESI
Efek pola makan yang yang tidak sehat tidak hanya mempengaruhi
kondisi fisik namun juga mempengaruhi kondisi psikis penderita DM.
Adanya penurunan kondisi kesehatan dapat menimbulkan perasaan
kehilangan harapan untuk sembuh, dan adanya perasaan tidak berdaya
yang memicu munculnya depresi (Arcibald Hart, 1999). Selain itu, sakit
yang berkepanjangan menimbulkan adanya kesadaran akan kelemahan diri
sehingga penderita akan kehilangan kepercayaan diri kemudian memiliki
rasa pesimis serta menimbulkan gangguan kognitif dengan adanya konsep
diri yang negative. Menurut Kaplan dan Sadock, (1987) hal tersebut
merupakan penyebab depresi pada penderita DM.
Kesehatan fisik memiliki hubungan dengan keadaan psikis
(Latipun, 2002). Hall dan koleganya (dalam Latipun, 2002) menemukan
bahwa pasien yang sakit secara medis menunjukkan adanya gangguan
mental seperti depresi.
Goldberg (dalam Latipun, 2002) memperkuat hubungan tersebut.
Dia melakukan penelitian pada pasien yang mengalami sakit fisik dan
pasien yang mengalami operasi pembedahan. Hasil penelitian
mengungkapkan bahwa 20-40% pasien sakit fisik dapat didiagnosa
mengalami gangguan mental. Goldberg mengungkapkan adanya 3
hubungan antara sakit secara fisik dan mental. Pertama, orang mengalami
sakit mental disebabkan oleh sakit fisiknya. Kedua, sakit fisik yang
diderita sebenarnya merupakan gejala dari adanya gangguan mental.
Ketiga, gangguan mental dan sakit fisik saling menopang, maksudnya
orang yang sakit fisik menimbulkan gangguan mental, dan orang yang
menderita gangguan mental menderita sakit fisik. Penelitian ini sesuai
dengan kemungkinan yang pertama.
D. KERANGKA KONSEP
Berdasarkan kerangka teoritis tersebut, maka kerangka konsep
•Perasaan kehilangan harapan untuk sembuh
• Perasaan tidak berdaya
•Kesadaran akan kelemahan diri
•Penilaian diri negatif
•Rasa pesimis Pola Makan
buruk
Gambar II.1 Kerangka Konsep Penelitian
E. HIPOTESIS
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya
hubungan negatif antara pola makan sehat dengan depresi pada penderita
diabetes mellitus.
Hipotesis umum tersebut di uji dalam dua hipotesis minor, yaitu:
1. Ada hubungan negatif antara kesesuaian jumlah kalori dengan depresi
pada penderita DMTTI tanpa komplikasi. Penderita yang
mengkonsumsi kalori secara berlebihan atau kurang dari standar akan
cenderung lebih depresif dibanding yang sesuai.
2. Ada hubungan negatif antara depresi dengan jadwal makan. Semakin
tinggi skor yang diperoleh, maka tingkat depresi semakin rendah. Penurunan
Kondisi Kesehatan
40
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Penelitian ini
berguna untuk mencari hubungan antara dua variabel (Hadi, 2000). Dua
variabel yang hendak diselidiki adalah pola makan dan depresi.
B.
Identifikasi Variabel
Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.
Variabel bebas
: Pola makan : a. Kalori
b. Jadwal
2.
Variabel tergantung
: Depresi
C.
Definisi Operasional
1. Pola makan
Pola makan adalah keteraturan atau kebiasaan makan yang baik
ditinjau dari ketepatan waktu makan dan kesesuaian jumlah kalori.
a.
Kesesuaian jumlah kalori
Kesesuaian jumlah kalori adalah jumlah kalori yang dipenuhi
41
yang di konsumsi oleh pasien.
b.
Ketepatan pada jadwal
Ketepatan pada jadwal adalah waktu makan pasien harus
sesuai dengan intervalnya yaitu 3 jam.
Pola makan diukur menggunakan
Recall Makanan 24 Jam.
Dari
Recall
makanan tersebut akan diukur tingkat kesesuaian asupan kalori
dengan kebutuhan penderita dan melihat tingkat ketaatan pada jadwal.
2. Depresi
Depresi adalah suatu gangguan yang berkenaan dengan adanya
tanda-tanda perga