BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Demam Typhoid dan Dengue Haemorrogic Fever (DHF)
1. Pengertian Demam Typhoid
Typhoid abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usu
halus yang disebabkan oleh salmonella thypii yang dapat ditularkan melalui
makanan, mulut, atau minuman yang terkontaminasi(Hidayat, 2006). Menurut
Sodikin. (2011:240) “Demam Typhoid (entric fever) adalah infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1
minggu, gangguan pencernaan, dan gangguan kesadaran”.
Demam typhoid atau typhoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya menyerang saluran cerna (usus halus) dengan gejala demam lebih dari 7
hari, gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa typhoid abdominalis atau
demam typhoid adalah infeksi bakteri akut yang disebabkan oleh salmonella typhii
yang menyerang usus halus dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu yang
dapat menimbulkan gangguan pada saluran cerna dan gangguan kesadaran.
2. Pengertian DHF (Dengue Haemorragic Fever)
DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
Kesimpulan dari DHF adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti betina dengan gejala utama demam, nyeri
otot dan sendi.
3. Etiologi Demam Typhoid dan DHF
a. Etiologi Demam Typhoid
Penyebab dari penyakit demam typhoid adalah salmonella typhosa
yang memeliki ciri-ciri kuman bergerak dengan bulu getar dan tidak berspora
basil gram negatif dan mempunyai 3 jenis antigen paling sedikit yaitu antigen H
(Hegella), antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
dan antigen Vi (Sodikin, 2011).
b. Etiologi DHF
Vektor utama dengue adalah nyamuk aedes aegypti yang mana virus
dengue tergolong dalam family/suku/grup flaviviridae dan dikenal ada 4
serotipe. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang
dunia ke – III, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di
Filiphina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termobil,
sensitif terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada
suhu 700 C. Keempat serotif telah ditemukan pula di Indonesia dengan serotif ke
3 merupakan serotif yang paling banyak. Dengue merupakan serotype yang
4. Manifestasi Klinis Demam Typhoid dan DHF
a. Manifestasi Klinis Demam Typhoid
Masa tunas 7-14 hari (rata -rata 3 -30 hari) selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodomal berupa rasa tidak enak badan. Pada kasus
terdekat demam remiten pada minggu pertama, biasanya menurun pada pagi
hari dan biasannya meningkat pada sore hari dan malam hari. Minggu
selanjutnya minggu kedua pasien terus dalam keadaan demam, yang kemudian
turun secara berangsur – angsur pada minggu ketiga. Lidah ujung tampak kotor
dan tepi tampak kemerahan, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar
dan nyeri jika diraba. Biasanya terdapat tipasi, tetapi mungkin normal bahkan
dapat terjadi diare (Mansjor, 2000).
b. Manifestasi Klinis DHF
Pada kasus DHF derajat ringan (1) dapat ditemukan gejala klinis
seperti pendarahan spontan dengan uji torniquet positit, trombositopenia, dan
hemokosentrasi. Apabila disertai dengan pendarahan spontan pada kulit atau
tempat lain termasuk derajat sedang (II); apabila terjadi kegagalan sirkulasi
seperti nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah, gelisah, adanya sianosis
termasuk derajat berat (III); dan apabila terjadi kegagalan sirkulasi dan nadi
tidak teraba dan tekanan darah tak terukur maka termasuk derajat sangat berat
(IV) (Hidayat, 2006).
Sedangkan kriteria diagnosis DHF menurut (WHO, 1997) dengan
pemeriksaan laboratorium klinis: Demam tinggi mendadak terus menerus
selama 2-7 hari, manifestasi perdarahan setidaknya uji torniquet (+),
hepatomegali, syok, trombositopenia (<100.000/mm3), hemokosentrasi lebih
5. Anatomi dan Fisiologi Demam Typhoid dan DHF
a. Anatomi dan Fisiologi Demam Typhoid
Saluran pencernaan dapat dibagi atas rongga mulut, tekak,
kerongkongan, lambung, usus halus, dan usus besar. Pada saluran pencernaan
akan dijelaskan sebagai berikut
1) Mulut
Bagian pertama saluran cerna yang berfungsi untuk menghaluskan
makanan yang bekerja sama dengan lidah dan geligi.
2) Tekak
Sebuah rongga yang terletak dibelakang rongga hidung dam rongga
mulut. Pada dinding belakang terletak tonsil tekak yang khusus pada anak –
anak kadang – kadang membesar dan menghalangi pernafasan hidung
(tumbuhan adenoid).
3) Kerongkongan
Panjang pada orang dewasa 25cm, mula – mula dileher dibelakang
tenggorok kemudian di daerah dada belakang jantung.
4) Lambung
Terletak disebelah atas rongga mulut sebelah kiri, makanan yang
ditelan terkumpul didalam lambung dan tinggal untuk dicampur dengan
getah lambung, sehingga makanan menjadi encer.
5) Usus halus
Terjadi pencernaan makanan terus menerus, bagian pertama usus
halus dinamakan usus 12 jari, yang melengkung seperti ladam dan melekat
pada dinding balakang perut. Usus 12 jari panjangnya ± 30cm, bermuara
b. Anatomi dan Fisilogi Hematologi (DHF)
Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Darah merupakan medium
trnasport tubuh volume darah manusia sekitar 7% - 10% berat badan normal dan
berjumlah sekitar 5 liter.
Keadaan jumlah darah pada tiap orang tidak sama, tergantung pada usia,
pekerjaan, serta keadaan jantung dan pembuluh darah. Darah terdiri atas 2
komponen utama, yaitu plasma darah dan butir -butir darah. Plasma darah,
bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan protein
darah. Butir-butir darah (blood corpusdes), yang terdiri atas
komponen-komponen Eritrosit, Leukosit, dan Trombosit.
6. Pathofisiologi Demam Typoid dan DHF
a. Pathofisiologi Demam Typoid
Salmonella thypi masuk dan merusak tubuh manusia melalui makanan
yang tercemar, sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi diserap melalui usus, melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam
peredaran darah sampai ke organ-organ lain, terutama hati dan limpa. Basil
yang tidak dihancurkan berkembangbiak dalam hati dan limpa sehingga organ
-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan,
kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bacterima) dan menyebar
kesuluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pad amukosa diatas plak nyeri ; tukak
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus (Sodikin, 2011).
b. Pathofisiologi DHF
Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya
perembesan plasma keruang ekstra seluler. Hal pertama yang terjadi setelah
virus masuk kedalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita
mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal - pegal diseluruh tubuh,
ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi(peningkatan hematokrit > 20 %)
menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu
ronggaperitoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi
cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi,
sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya
mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan
vaskuler,trombositopenia dan gangguan koagulasi. Pada otopsi penderita DHF,
ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit,
7. Pathway Demam typhoid dan DHF
Salmonella Typhi & Virus dengue
Salmonella typhii virus dengue
masuk ke saluran cerna gigitan nyamuk aedes aegypti
\ diserap usus halus masuk ke pembuluh darah
Bakteri memasuki aliran viremia
darah sistemik
endotoksin Hati Limpa permeabilitas dinding
kapiler
Hepatomegali splenomegali
Perembesan
Mual plasma
Metabolisme cairan
Anoreksia
Gambar 2.1. Pathways kep. (Sumber : Ngastinah, 2005 ; Sodikin, 2011 ; Hidayat, 2006) Kekurangan volume
cairan
Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Hipertermi
8. Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid dan DHF
a. Pemeriksaan Penunjang Demam Typhoid
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, umfositosis
relatif, dan aneosinopsis pada permukaan sakit (Sodikin, 2011)
2) Kultur empedu (+) : darah minggu I, tinja minggu II, air kemih minggu III
(Leksana, & Mirzanie, H, 2006).
3) Pemeriksaan widal, yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen
O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan kenaikan yang progesif,
atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali titer aglutinin H (flagella)
infeksi pasca lampu atau pasca imunisasi (Sodikin, 2011 ; Leksana, &
Mirzanie, 2006)
b. Pemeriksaan Penunjang DHF
1) Darah lengkap : Haematokrit meningkat 20%, trombositopeni
(<100.000/mm3). Hemoglobin meningkat 20%, leukosit menurun pada hari
ke 2 – 3.
2) IgM terdeteksi hari ke - 5, meningkat sampai minggu ke III, menghilang
setelah 60 – 90 hari.
3) IgG pada infeksi primer mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi
sekunder mulai hari ke 2.
4) Serologi : Uji HI (Hemaglutinin Inhibition Tet), Dengue Blot.
5) Uji tourniquet (+)
6) Rontgen Thorac : Effusi Pleura
9. Komplikasi Demam Typhoid dan DHF
Menurut sodikin, (2011:241) “Komplikasi biasanya terjadi pada usus
halus, namun hal tersebut jarang terjadi pada seorang anak, maka dapat
berakibat fatal gangguan pada usus halus ini dapat berupa :
1) Perdarahan Usus
Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit, perdarahan
tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan pemeriksaan feses dengan
benzidin, jika perdarahan banyak maka dapat terjadi melena yang bisa
disertai nyeri perut dengan tanda – tanda renjatan.
2) Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat dilakukan bila terdapat
udara dirongga peritonium, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafragma pada rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3) Peritonitis
Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga terjadi
tanpa perfora usus. Ditemukan gejala abdomenn akut seperti nyeri perut
yang hebat, dinding abdomen tegang(defence musculair), dan nyeri tekan
4) Komplikasi diluar usus
Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bacterimia) yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefelopati dan lain – lain. Komplikasi diluar usus
ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.
b. Komplikasi DHF
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
1) Perdarahan luas
2) Shock atau renjatan
4) Penurunan kesadaran
10.Penatalaksanaan Medis Demam Typhoid dan DHF
a. Penatalaksanan Medis Demam Typoid
Menurut leksana dan Mirzanie, (2006) ; Sodikin (2011), penatalaksanaanya
adalah :
1) Tirah baring dengan alih baring
2) Diet tinggi kalori tinggi protein selama masih demam
3) Medikamentosa
a) Kloramfenikol 74 mg/kgBB/hr dibagi 4 dosis, maksimal 2 gr/hr
diberikan sampai 3 hari bebas demam, minimal selama 7 hari.
b) Kotrikmosazol 6 mg, trimetoprim 30 mg, sulfametoksazol /kgBB/hr
dalam 2 dosis sampai 3 hari bebas demam minimal 7 hari.
c) Antipiretik (bila perlu) paracetamol 10 mg/kgBB/hr
d) Pada demam typoid berat deksametason dosis tinggi 1-3 mg/kgBB/hr.
b. Penatalaksanaan DHF
Menurut (leksana, & Mirzanie, 2006;Soedarmo, 2010) penatalaksanaan
pokok DHF adalah :
1) Larutan kristaloid yang direkomendasikan oleh WHO adalah larutan RL,
dekstros 5 % dalam (D5/RL), ringer asetat (RA), dekstrosa 5% dalam (D5/
RA), nacl 0,9 %,
2) Larutan kiloid dekstran 40 dan plasma darah
3) Istirahat / tirah baring
4) Makanan lunak, bila belum ada nafsu makan di anjurkan untuk minum
5) Bila suhu >38,50C beri parasetamol
6) Diet TKTP
7) Monitor gejala klinis dan laboratorium (Hb, Ht, trombosit tiap 6-12 jam
8) Perhatikan tanda syok, ukur diuresis
B.Konsep Tumbuh Kembang
Menurut Tanuwidjaya, (2008:2) “Tahapan tumbuh – kembang anak
berlangsung secara teratur, saling berkaitan, dan berkesinambungan dimulai sejak
konsepsi sampai dewasa. Walaupun terdapat berbagai variasi akan tetapi setiap anak
akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan tahap – tahap pertumbuhan dan
perkembangan”. Tahapan yang akan dibahas disini adahah pada masa sekolah (usia
6-12 tahun). Pada masa ini pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan masa
prasekolah, ketrampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain
berkelompok dengan jenis kelamin yang sama (Tanuwidjaya, 2008). Sedangkan
konsep tumbuh kembang pada usia sekolah meliputi :
1. Motorik Halus : Dimulai proses kematangan pola pikir, ditandai dengan
timbulnya pemikiran yang logis
2. Motorik Kasar : Lebih mampu menggunakan otot – otot kasar misal loncat
tali, badminton.
3. Personal Sosial : Anak sudah bisa melakukan segala aktivitas tanpa bantuan
dari orang lain
4. Bahasa : Anak menggunakan bahasa jawa dalam interaksi dengan
keluarga. Dan menggunakan bahasa pergaulan dalam
C. Kebutuhan cairan pada Anak
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh yang
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi hemeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan
komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam
larutan. Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan
cairan intravena (IV) dan didistribusikan ke seluruh bagian tubuh (Siswanto, 2006).
Tabel 2.1. Kebutuhan cairan pada bayi dan anak
Umur BB (kg) cc /hari cc /kg BB
D. Dehidrasi/ Kekurangan volume cairan
1. Definisi Dehidrasi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan yang bisa disebabkan oleh
berbagai jenis penyakit (Huang, 2009). Dehidrasi terjadi karena kehilangan air
(output) lebih banyak daripada (input) (Suraatmaja, 2010).
2. Klasifikasi Dehidrasi
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat dibagi
menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel. 2.3. Klasifikasi Dehidrasi Berdasarkan Gejala Klinis dan Pemeriksaan fisik
(Huang, 2009).
Tanda/ gejala Ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau
lebih)
Tingkat kesadaran Sadar Latergi Tidak sadra
Pengisian kembali kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernafasan Normal Meningkat Meningkat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal : ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/
samar/ tidak teraba
Tugor kulit Kelebihan normal Kembali lambat Tidak segara
kembali
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Mata Normal Cekung Sangat cekung
E. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Asuhan Keperawatan pada kasus Demam Typhoid
a. Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan demam typhoid seperti ditemukan
demam yang khas berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun
pada pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari.. Lidah ujung tampak
kotor dan tepi tampak kemerahan, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah
– pecah, jarang disertai tremor. Hati dan limpa membesar dan nyeri jika diraba.
Biasanya terdapat tipasi, tetapi mungkin normal bahkan dapat terjadi diare. Pada
pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan luekopenia dengan limfosit relatif,
pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urine, feses, dan uji serulogi
widal menunjukkan kenaikan pada titer antibodi O ≥1/200 dan H : 1/200
(Hidayat, 2006 ; Mansjor, 2000).
b. Diagnosa Keperawatan yang muncul (wilkinson, 2011)
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, mutah, dan
demam
4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat anoreksia, mual,
mutah.
c. Intervensi (wilkinson, 2011)
1) Dx. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suhu tubuh
NOC : Termoregulasi
Kriteria Hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal
b) Nadi dan respirasi dalam batas normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit
d) Tidak ada pusing
Indikator Skala :
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Regulasi suhu
Intervensi :
a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
b) Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi.
c) Monitor warna kulit dan suhu.
d) Monitor hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa).
e) Kolaborasi dengan pemberian antibiotik, yaitu kloramfenikol.
2) Dx. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri
berkurang / hilang.
NOC : Kontrol nyeri
Kriteria Hasil :
b) Ekspresi wajah tidak tegang.
c) Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif.
d) Mengenali faktor penyebab nyeri.
Indikator Skala:
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Manajemen nyeri
Intervensi :
a) Kaji skala nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri.
b) Gunakan teknik non farmakologi, misalnya teknik relaksasi.
c) Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
d) Berikan analgetik sesuai kebutuhan.
e) Kondisikan lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung.
3) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, mutah, dan
demam
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi
NOC : fluid balance
KH :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, HT normal
c) Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, tugor kulit elastis, membran mukosa
lembab.
Indikator skala :
1. Tidak adekuat
2. Ringan
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total.
NIC : Fluid Managament
Intervensi :
a) Pertahankan intake dan output yang adekuat
b) Monitor status hidrasi
c) Monitor vital sign
d) Lakukan terapi intravena
e) Anjurkan anak untuk banyak minum
4) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat anoreksia, mual,
mutah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi penurunan berat badan.
b) Asupan nutrisi adekuat.
Indikator Skala : 1 : Tidak adekuat, 2 : ringan, 3 : sedang, 4 : kuat, 5 :
adekuat total.
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :
a) Kaji status nutrisi pasien.
b) Ketahui makanan kesukaan pasien.
c) Timbang berat badan pada interval yang tepat.
d) Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
e) Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.
f) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat.
g) Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana untuk memenuhinya.
2. Asuhan keperawatan DHF
a. Pengkajian
Pada pengkajian anak dengan DHF ditemukan adanya peningkatan suhu
tubuh yang mendadak disertai menggigil, adanya perdarahan kulit seperti
petekhie, ekimosis, hematom, epitaksis, hematemesis bahkan hematemesis
melena. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adannya nyeri otot, sakit kepala,
nyeri ulu hati, pembengkakan sekitar mata. Dan pemeriksaan laboratorium
dapat ditemukan adanya trombositopenia, hemokosentrasi (Hidayat, 2006).
b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake intake tidak adekuat akibat anoreksia, mual
muntah.
c. Intervensi
1) Dx. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suhu tubuh
dalam batas yang normal (36 – 37 o C).
NOC : Termoregulasi
Kriteria Hasil :
a) Suhu tubuh dalam batas normal
b) Nadi dan respirasi dalam batas normal
c) Tidak ada perubahan warna kulit
d) Tidak ada pusing
Indikator Skala :
1 : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
NIC : Regulasi suhu
Intervensi :
a) Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
b) Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi.
c) Monitor warna kulit dan suhu.
e) Kolaborasi dengan pemberian antibiotik, yaitu kloramfenikol.
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler, perdarahan, dan demam
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi
NOC : fluid balance
KH :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, HT normal
b) Tanda – tanda vital dalam batas normal
c) Tidak ada tanda – tanda dehidrasi, tugor kulit elastis, membran mukosa
lembab.
Indikator skala :
1. Tidak adekuat
2. Ringan
3. Sedang
4. Kuat
5. Adekuat total.
NIC : Fluid Managament
Intervensi :
a) Pertahankan intake dan output yang adekuat
b) Monitor status hidrasi
c) Monitor vital sign
d) Lakukan terapi intravena
3) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat anoreksia, mual,
mutah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien
adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria Hasil :
a) Tidak terjadi penurunan berat badan.
b) Asupan nutrisi adekuat.
c) Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi.
Indikator Skala :
1 : Tidak adekuat
2 : ringan
3 : sedang
4 : kuat
5 : adekuat total.
NIC : Manajemen nutrisi
Intervensi :
a) Kaji status nutrisi pasien.
b) Ketahui makanan kesukaan pasien.
c) Timbang berat badan pada interval yang tepat.
d) Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
e) Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.