• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN HARGA DIRI REMAJA DI BANJAR PENGENDERAN KEDONGANAN-KUTA Itayanti *, Pandeirot **

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN HARGA DIRI REMAJA DI BANJAR PENGENDERAN KEDONGANAN-KUTA Itayanti *, Pandeirot **"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN HARGA DIRI REMAJA DI BANJAR PENGENDERAN KEDONGANAN-KUTA

Itayanti *, Pandeirot **

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan William Booth Surabaya Jln. Cimanuk No. 20 Surabaya

ABSTRAK

Pola asuh merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Harga diri adalah sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten. Pada kenyataannya banyak orang tua menggunakan pola asuh yang kurang tepat pada anaknya yang akhirnya dapat menurunkan harga diri remaja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi dengan variable bebas yaitu pola asuh orang tua dan variable terikat yaitu harga diri remaja. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja SMP di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta sebanyak 75 responden dengan jumlah sampel sebanyak 63 responden yang diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner yang diolah dalam uji statistik non parametric menggunakan uji spearmen. Berdasarkan hasil penelitian hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta didapatkan data sebagian besar mendapatkan pola asuh otoriter dari orang tuanya yaitu sebanyak 34 orang (54%), selebihnya demokratis sebanyak 21 orang (33%) dan permisif sebanyak 8 orang (13%). Sebagian besar responden memiliki harga diri tinggi yaitu sebanyak 55 orang (87%) selebihnya 8 orang (13%) remaja memiliki harga diri rendah. Berdasarkan uji statistik menggunakan SPSS didapatkan hasil signifikan sebesar 0,01. Karena p < 0,05 maka H0 ditolak, kesimpulannya terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta. Pola asuh otoriter yang diterapkan oleh orang tua pada anaknya cenderung kearah yang positif seperti orang tua memaksa anaknya untuk belajar menari atau bermain gamelan sehingga anaknya memiliki bakat dan dapat meningkatkan harga dirinya.

Kata kunci : Pola asuh, Harga diri Pendahuluan

Dewasa ini sering kita saksikan tindakan kriminal atau perilaku-perilaku menyimpang baik itu di siaran televisi, koran, radio, media massa dan lain sebagainya. Sebagian besar pelakunya adalah dari kalangan remaja. Seperti kasus tawuran antar pelajar, miras, obat-obatan terlarang, bahkan pembunuhan bermotif dendam atau kecemburuan. Padahal masa remaja merupakan masa tumbuh dan berkembang, dimana terjadi perubahan kualitatif secara fisik dan psikis. Masa remaja disebut sebagai masa kritis karena pada masa ini remaja banyak mengalami konflik. Perilaku seperti diatas dapat disebabkan atau dipengaruhi oleh macam-macam hal, seperti lingkungan, pergaulan, pengalaman, dan salah satunya adalah gangguan konsep diri, apakah itu ideal diri, gangguan identitas, gangguan peran,

atau harga diri yang rendah (Sosiawan, 2011). Konsep diri adalah semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa (Sosiawan, 2011). Sedangkan harga diri adalah sejauh mana individu tersebut menilai dirinya sebagai orang yang memiliki kemampuan, keberartian, berharga, dan kompeten (Stuart dan Sundeen, 2006). Harga diri rendah adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri negatif yang mengenai diri atau kemampuan dalam waktu lama (Carpenito, 2009).

Menurut Carpenito (2009), harga diri rendah dapat disebabkan karena suatu keadaan

(2)

dimana individu mengalami atau beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan diri. Ciri dari seseorang yang mengalami harga diri rendah, yaitu meremehkan bakatnya sendiri, merasa tidak dihargai, mudah dipengaruhi orang lain (Clark, 1995).

Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu, seringkali anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini disebabkan sikap orang tua, misalnya suka memukul, mengabaikan, kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak pernah memuji, suka marah-marah dianggap sebagai hukuman akibat kekurangan, kesalahan ataupun kebodohan dirinya. Jadi anak menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya cukup berharga sehingga tumbuhlah konsep diri yang positif. Dan yang lebih penting adalah cara bagaimana orang tua mendidik anaknya dengan pola asuh yang sesuai. Tapi pada kenyataannya banyak orang tua menggunakan pola asuh yang kurang tepat pada anaknya yang akhirnya dapat menurunkan harga diri remaja. Pola asuh merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relative konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif (Rusdijana, 2004). Ada empat macam pola asuh orang tua, yaitu demokratis, otoriter, permisif, dan penelantar. Masing-masing pola asuh tersebut memiliki kekuatan dan kelemahan tersendiri. Bagaimana orang tua memperlakukan anaknya, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan. Terlalu memanjakan atau memandang sebelah mata keberadaan remaja, dapat berakibat buruk terhadap kepribadian remaja (Casmini dalam Shochib, 2010).

Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Banjar Pengenderan

Kedonganan-Kuta, kebanyakan remaja jika diundang untuk menghadiri suatu pertemuan atau kegiatan hanya orang-orang tertentu saja yang mau datang, sebagian remaja memilih untuk tidak datang dengan alasan malu atau tidak ada teman dekat yang dikenal, studi pendahuluan ini juga didukung dari kuesioner dengan indikator ciri-ciri harga diri tinggi dan harga diri rendah yang peneliti bagikan pada 10 remaja SMP, dari 10 remaja SMP, didapatkan hasil sebanyak 3 remaja memperlihatkan harga diri tinggi dan 7 remaja memperlihatkan harga diri rendah. Dapat disimpulkan dari sekian data tersebut sebagian besar remaja mengalami harga diri rendah. Walaupun belum diketahui penyebabnya, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui penyebab remaja mengalami harga diri rendah, mungkin salah satu penyebabnya karena pola asuh orang tua yang salah.

Tinggi rendahnya harga diri seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya pola asuh orang tua. Orang tua yang terlalu sibuk dalam pekerjaannya, orang tua yang tidak mengerti bagaimana cara memberikan pola asuh yang benar atau orang tua yang tidak pernah peduli dengan anaknya, penolakan dari orang tua, serta harapan dari orang tua yang tidak realistis akan menimbulkan masalah pada remaja. Biasanya remaja menjadi sering melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang bahkan remaja dapat mengalami harga diri yang rendah. Rendahnya harga diri remaja dapat menimbulkan banyak masalah seperti remaja menjadi tidak berkembang, pemalu, dikelas maupun di lingkungan masyarakat jarang aktif, anoreksia nervosa, jika dilihat dari segi kejiwaan harga diri rendah dapat menyebabkan seseorang mengalami depresi, bahkan bisa mengarah ke perilaku kekerasan sampai dengan bunuh diri serta masalah penyesuaian diri lainnya (Santrock, 2010). Dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah tersebut yaitu tidak adanya penerus bangsa.

Semua orang tua tentu saja mengharapkan anaknya dapat tumbuh menjadi manusia yang cerdas, bahagia, memiliki kepribadian yang baik, serta harga diri yang tinggi. Namun harapan tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Dituntut kesabaran, keuletan dan kesungguhan dari para orang tua agar

(3)

harapan tersebut dapat terwujud. Salah satu yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah menerapkan gaya pengasuhan yang tepat agar anaknya dapat berkembang menjadi manusia dewasa seperti yang diharapkan. Sehubungan dengan gaya pengasuhan orang tua dalam rangka membentuk harga diri positif para remaja, maka hal yang terpenting diketahui oleh para orang tua bahwa seorang remaja lebih membutuhkan dukungan dari sekedar pengasuhan, seorang remaja lebih membutuhkan bimbingan dari sekedar perlindungan, seorang remaja lebih membutuhkan pengarahan dari sekedar sosialisasi, dan seorang remaja dalam kehidupannya lebih membutuhkan perhatian dan kasih sayang (kebutuhan psikis) daripada sekedar pemenuhan kebutuhan fisik belaka. Sebagai seorang perawat, kita dapat bekerjasama dengan klian di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta untuk melakukan pertemuan dengan orang tua dalam pemberian penyuluhan atau informasi tentang pentingnya menjalin hubungan baik dengan anak serta diperlukan juga pembentukan kelompok antar remaja, dimana dengan terbentuknya kelompok tersebut remaja dapat bertukar pikiran atau keluh kesah dengan antar remaja.

Metode

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat korelasi, yaitu mengkaji hubungan antara variable yaitu akan mengkaji hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja. Berdasarkan waktunya, penelitian ini menggunakan desain cross sectional, Sebagai populasi dalam penelitian adalah semua remaja SMP di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta sebanyak 75 orang, yang diambil menggunakan tehnik probrability sampling jenis simple random sampling remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta sebanyak 63 nama remaja sesuai dengan besar sampel yang dibutuhkan. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pola asuh orang tua dan variabel terikat dalam penelitian ini adalah harga diri remaja.

Hasil dan Pembahasan

1. Karakteristik responden berdasarkan umur

Diagram 1 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan umur di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan usia sebagian besar berusia ≤ 14 tahun yaitu sebanyak 48 orang (76%), selebihnya berusia 15-18 tahun yaitu sebanyak 15 orang (24%). Tidak ada responden yang berusia ≥ 18 tahun.

2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

Diagram 2 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta,

Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu 41 orang

(4)

(65%) dan selebihnya laki-laki sebanyak 22 orang (35%).

3. Karakteristik responden berdasarkan kelas

Diagram 3 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan kelas di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014.

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan kelas yang paling banyak, yaitu kelas 2 sebanyak 27 orang (43%) selebihnya yaitu kelas 1 sebanyak 20 orang (32%) dan kelas 3 sebanyak 16 orang (25%).

4. Karakteristik responden berdasarkan jumlah saudara

Diagram 4 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan jumlah saudara di

Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik jumlah responden berdasarkan jumlah saudara yang paling banyak memiliki jumlah saudara 1 orang yaitu sebanyak 28 orang (45%), yang paling sedikit yaitu memiliki jumlah saudara 4 orang sebanyak 2 orang (3%).

5. Karakteristik responden berdasarkan urutan anak

Diagram 5 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan urutan anak di Banjar

Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014 Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan urutan anak yang paling banyak yaitu urutan anak kedua sebanyak 28 orang (45%), yang paling sedikit yaitu urutan anak keempat yaitu sebanyak 2 orang (3%). Tidak ada responden yang urutan anak ≥ 5.

6. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua

Diagram 6 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua

di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan pendidikan orang tua sebagian besar SMA yaitu sebanyak 42 orang (67%), yang paling sedikit yaitu lain-lain (tidak tamat SD) yaitu sebanyak 1 orang (1%).

(5)

7. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua

Diagram 7 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan pekerjan orang tua di

Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 39 orang (62%).

2. Data Khusus

1. Karakteristik responden berdasarkan pola asuh orang tua

Diagram 8 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan pola asuh orang tua di

Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan pola asuh orang tua sebagian besar otoriter yaitu sebanyak 34 orang (54%), selebihnya demokratis sebanyak 21 orang (33%) dan permisif sebanyak 8 orang (13%).

2. Karakteristik responden berdasarkan harga diri

Diagram 9 Diagram pie karakteristik responden berdasarkan harga diri di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014.

Berdasarkan data dari diagram diatas didapatkan hasil karakteristik responden berdasarkan harga diri remaja mayoritas memiliki harga diri tinggi yaitu sebanyak 55 orang (87%) selebihnya 8 orang (13%) remaja memiliki harga diri rendah.

3. Tabulasi silang pola asuh dengan harga diri remaja

Tabel 1 Tabulasi Silang Pola Asuh Orang Tua dengan Harga Diri Remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014.

Berdasarkan data dari tabel diatas didapatkan hasil karakteristik responden yang paling banyak memiliki harga diri tinggi mendapatkan pola asuh otoriter dari orang tuanya yaitu sebanyak 34 orang, selebihnya mendapatkan pola asuh demokratis sebanyak 21 orang. Sedangkan responden yang memiliki harga diri rendah mendapatkan pola asuh permisif sebanyak 8 orang. Tidak ada responden yang mendapatkan pola asuh penelantar. Berdasarkan uji statistik menggunakan SPSS didapatkan hasil Harga Diri Pola Asuh Harga diri tinggi Harga diri rendah Jumlah Otoriter 100% - 100% Demokratis 100% - 100% Permisif - 100% 100% Penelantar - - - p = 0,01

(6)

signifikan sebesar 0,01. Karena p < 0,05 maka H0 ditolak, kesimpulannya terdapat hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta.

Pembahasan

Pada pembahasan akan diuraikan hasil penelitian mengenai hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta.

1. Pola Asuh Orang Tua pada Remaja Secara teori, pola asuh orang tua yang tepat dalam mengasuh anaknya yaitu pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis yang paling mungkin terjadinya penyesuaian diri yang baik dan wajar pada setiap anak. Berdasarkan diagram 8 mengenai karakteristik responden berdasarkan pola asuh orang tua dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja mendapatkan pola asuh otoriter yaitu sebanyak 34 orang (54%), selebihnya demokratis sebanyak 21 orang (33%) dan permisif sebanyak 8 orang (13%). Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : jumlah saudara, urutan anak, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

Berdasarkan diagram 5 mengenai urutan anak didapatkan paling banyak yaitu responden yang urutan anak kedua yaitu 28 orang (45%) dan berdasarkan diagram 5.4 mengenai jumlah saudara didapatkan paling banyak responden memiliki jumlah saudara 1 yaitu sebanyak 28 orang (45%). Menurut Okta Sofia, (2009), jumlah saudara atau jumlah anak yang dimiliki dalam satu keluarga akan memengaruhi pola asuh yang diterapkan orang tua. Semakin banyak jumlah anak atau jumlah saudara maka orang tua cenderung menerapkan pola asuh permisif atau penelantar, sebaliknya semakin sedikit jumlah anak atau jumlah saudara orang tua cenderung menerapkan pola asuh demokratis atau otoriter pada anak-anaknya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh yang diterapkan paling banyak adalah otoriter dengan urutan anak kedua dan jumlah saudara sedikit. Semakin banyak jumlah saudara maka ada kecenderungan anak akan mendapatkan perhatian yang sedikit dari orang tua karena perhatian orang tua akan terbagi dengan saudara-saudara yang lainnya. Demikian sebaliknya semakin

sedikit jumlah saudara maka perhatian orang tua akan lebih besar untuk masing-masing anak, sehingga orang tua lebih fokus dalam merawat atau membina anak-anaknya. Mereka menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya maka dari itu orang tua cenderung menerapkan pola asuh otoriter terhadap anak-anaknya.

Berdasarkan diagram 6 mengenai pendidikan orang tua didapatkan sebagian besar responden memiliki orang tua yang berpendidikan SMA yaitu sebanyak 42 orang (67%) dan perguruan tinggi sebanyak 13 orang (21%). Latar belakang pendidikan orang tua dapat memengaruhi pola pikir orang tua baik formal maupun nonformal kemudian juga berpengaruh pada aspirasi atau harapan orang tua kepada anaknya (Okta Sofia, 2009). Pendidikan orang tua yang tinggi membuat mereka (orang tua) jelas mengerti apa yang terbaik untuk anak-anaknya. Dimana dalam pola asuh otoriter yang orang tua terapkan pada anak-anaknya mereka bertindak keras dan cenderung diskriminatif. Orang tua di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta ini lebih memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya dalam hal yang positif, misalnya anak laki-laki dipaksa untuk bisa bermain gamelan (megambel) dan anak perempuan dipaksa untuk bisa menari, sehingga saat ada upacara adat anak-anak merekalah yang akan tampil. Hal itu tentunya menjadi kebanggaan tersendiri bagi diri remaja dan orang tua.

Berdasarkan diagram 7 mengenai pekerjaan orang tua sebagian besar orang tua bekerja sebagai pegawai swasta (bekerja di hotel) yaitu sebanyak 39 orang (62%). Sebagai pegawai swasta tentunya memiliki banyak pilihan atau teman sehingga ini mempengaruhi seseorang dalam menerapkan pola asuh pada anak-anaknya (Shochib, 2010). Orang tua yang berasal dari kelas ekonomi menengah keatas lebih bersikap hangat dan mampu memenuhi kebutuhan anak-anaknya dibandingkan dengan orang tua yang berasal dari ekonomi rendah (Shochib, 2010). Orang tua di Banjar Pengenderan ini selain menuntut anak-anaknya juga memfasilitasi segala kebutuhan yang diperlukan anak-anaknya, misalnya anak-anak yang diwajibkan untuk belajar bermain gambelan dan menari, orang tualah yang membiayai, mulai dari biaya kursus sampai pentas.

(7)

2. Harga Diri Remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta

Berdasarkan diagram 9 mengenai karakteristik responden berdasarkan harga diri remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta dapat diketahui bahwa mayoritas remaja memiliki harga diri tinggi yaitu sebanyak 55 orang (87%). Hal ini dimungkinkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : umur, jenis kelamin, kelas, pekerjaan orang tua, lingkungan, dan pola asuh.

Berdasarkan diagram 3 mengenai kelas paling banyak responden berasal dari kelas 2 SMP yaitu sebanyak 27 orang (43%), dimana pada kelas tersebut responden rata-rata berusia ≤ 14 tahun. Berdasarkan diagram 1 mengenai umur sebagian besar responden berumur ≤ 14 tahun. Menurut Hurlock (1998), pada umur tersebut masuk dalam kategori remaja awal. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja awal yaitu mampu menerima keadaan fisiknya, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang lain, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian ekonomi, mampu mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat. Dimana remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta yang kebanyakan kelas 2 SMP sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan, sudah mengetahui apa yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain, sudah membentuk kelompok-kelompok sosial, sehingga dengan kemampuan bersosialisasinya dapat membantu remaja dalam meningkatkan harga dirinya.

Berdasarkan diagram 2 mengenai jenis kelamin sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 41 orang (65%). Menurut Mussen (1994), orang tua umumnya cenderung lebih keras terhadap anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Secara kebetulan responden di Banjar Pengenderan lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Di Bali jika menikah laki-laki yang akan membawa marga atau kasta dari orang tua, sedangkan perempuan yang nantinya akan melepas marga atau kasta dari orang tua dan menggantinya dengan marga atau kasta suami. Maka dari itu orang

tua cenderung lebih keras pada anak perempuan agar anak-anaknya tidak salah dalam memilih pasangan hidup. Seseorang di Bali akan meningkat harga dirinya jika ia dapat mempertahankan kastanya atau bahkan dapat meningkatkan kastanya ke kasta yang lebih tinggi (khususnya untuk perempuan jika menikah nanti).

Berdasarkan diagram 7 mengenai pekerjaan orang tua sebagian besar bekerja sebagai pegawai swasta yaitu sebanyak 39 orang (62%), sehingga dapat digolongkan kedalam sosial ekonomi menengah keatas. Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari (Ali dan Asrori, 2004). Dari hasil penelitian sebagian besar orang tua remaja bekerja sebagai pegawai swasta yang memiliki penghasilan cukup dan dapat digolongkan kedalam sosial ekonomi menengah keatas. Remaja yang berasal dari sosial ekonomi menengah keatas dapat memenuhi segala kebutuhan mereka, lain halnya dengan remaja yang berasal dari sosial ekonomi menengah kebawah. Dimana mereka yang berasal dari ekonomi menengah kebawah tidak mampu memenuhi semua atau sebagian kebutuhan mereka sehingga berdampak pada kegiatan dalam komunitasnya, misalnya tidak mampu mengikuti les menari atau bermain gamelan. Hal ini tentunya memengaruhi tingkat harga diri remaja tersebut. Sebagian besar remaja di Banjar pengenderan Kedonganan-Kuta berasal dari sosial ekonomi menengah keatas, dimana orang tua mereka bekerja dan ada penghasilan yang mampu memenuhi semua atau sebagian kebutuhan anak-anaknya. Dengan terpenuhi kebutuhannya, dapat meningkatkan harga diri remaja tersebut.

Berdasarkan diagram 8 mengenai pola asuh sebagian besar remaja mendapatkan pola asuh otoriter yaitu sebanyak 34 orang (54%). Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya (Shochib, 2010). Pola asuh otoriter mencerminkan sikap orang tua yang bertindak keras dan cenderung

(8)

diskriminatif. Hal ini ditandai dengan tekanan anak untuk patuh kepada semua perintah dan keinginan dari orang tua, kontrol yang sangat ketat terhadap tingkah laku anak, anak kurang mendapat kepercayaan dari orang tua, anak sering dihukum, apabila anak berhasil atau berprestasi jarang diberi pujian atau hadiah (Ilahi, 2013). Dalam hal ini orang tua lebih banyak memaksakan kehendaknya pada anak dalam hal positif. Orang tua lebih menanamkan budaya yang ada di Bali untuk anak-anaknya. Kecenderungan anak-anak mengikuti kehendak orang tuanya karena merasa takut pada orang tuanya, karena kehendak orang tua kearah yang positif seperti mewajibkan anak-anaknya untuk bisa menari dan bermain gamelan maka hal ini membuat harga diri anak tersebut meningkat karena keahlian yang mereka miliki.

3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Harga Diri Remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta

Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa responden yang mendapatkan pola asuh otoriter memiliki harga diri yang tinggi yaitu sebanyak 34 orang (54%). Hubungan pola asuh orang tua dengan harga diri di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta sebenarnya tidak sesuai dengan teori. Teori mengatakan pola asuh yang tepat untuk mengasuh anak yaitu pola asuh demokratis (Sofyan, 2012), Pola asuh yang diterima para remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta yaitu pola asuh otoriter, dimana orang tua cenderung keras dalam mengasuh anak-anaknya, seperti memaksakan anak-anaknya untuk bisa menari, bermain gamelan, selalu mengontrol anak-anaknya, jika anak melakukan kesalahan selalu dihukum oleh orang tua, anak yang sudah beranjak remaja (usia ≥ 13 tahun) wajib masuk kedalam kelompok muda-mudi. Perilaku otoriter tersebut diatas merupakan perilaku otoriter yang positif, namun dengan pola asuh dari orang tua yang otoriter, remaja tetap memiliki harga diri yang tinggi. Hal ini dikarenakan orang tua berperilaku otoriter dengan menuntut anaknya kearah yang positif. Menurut Ali dan Asrori (2004), selain pola asuh, lingkungan juga merupakan faktor yang mempengaruhi harga diri remaja. Lingkungan memberikan dampak yang besar kepada remaja melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman

sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. Bali merupakan kawasan pariwisata, yang tidak hanya dominan dengan warga Indonesia saja namun warga asingpun banyak berkunjung ke Bali. Hal inilah yang membuat masyarakatnya dituntut untuk lebih percaya diri tampil di depan umum, misalnya sebagai pemandu wisata yang harus berani berbicara tentang keindahan pulau Bali sebagai ajang promosi. Selain itu Bali terkenal dengan tariannya, sehingga mayoritas masyarakat Bali dituntut untuk bisa menari. Bagi masyarakat Bali yang tidak bisa menari akan merasa bukan bagian dari masyarakat Bali sehingga hal inilah yang akan memotivasi mereka untuk belajar menari. Hal diatas tersebut didukung juga dengan program-program yang ada di Banjar Pengenderan, seperti kegiatan perkumpulan remaja atau sering diistilahkan dengan muda-mudi, dimana muda-mudi di Banjar Pengenderan memiliki banyak kegiatan yang harus dilakukan, seperti mengadakan les menari dan bermain gamelan, lomba saat perayaan Hari Kemerdekaan, membuat Ogoh-ogoh untuk perayaan Hari Raya Nyepi, kegiatan Sembahyang setiap bulannya dan setiap ada Upacara atau Hari Raya. Dengan diadakannya perkumpulan remaja ini dapat membuat harga diri Remaja meningkat, karena mereka dapat mengembangkan bakatnya serta dapat bertukar pikiran atau keluh kesah antar remaja.

Berdasarkan tabel 1 mengenai tabulasi silang pola asuh orang tua dengan harga diri remaja, didapatkan hasil bahwa semua yang mendapatkan pola asuh permisif memiliki harga diri yang rendah yaitu sebanyak 8 orang, hal ini dikarenakan orang tua tidak menuntut anaknya, tidak melakukan pengawasan terhadap tingkah laku anaknya, anak dibiarkan untuk mengambil keputusan sendiri dan bebas melakukan apa saja sesuai keinginannya. Hal inilah yang membuat anak memiliki harga diri yang rendah karena tidak ada inisiatif dari orang tua ataupun dari diri anak tersebut untuk mengikuti kegiatan-kegiatan di lingkungan, seperti les menari dan bermain gamelan. Dengan demikian anak tidak memiliki kemampuan atau bakat yang dapat meningkatkan harga diri anak tersebut.

(9)

Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa 1) pola asuh orang tua di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta yaitu sebagian besar pola asuh otoriter. 2) harga diri yang dimiliki remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta yaitu mayoritas harga diri tinggi. 3) Ada hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Harga Diri Remaja di Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta.

Sehingga disarankan 1) Bagi Banjar Pengenderan Kedonganan-Kuta agar terus mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan bakat remaja seperti kegiatan pelestarian seni (seni tari atau pun gamelan), kegiatan muda-mudi, dll, sehingga dapat mengembangkan ataupun meningkatkan harga diri remaja. 2) Bagi Stikes William Booth perlu memperbanyak literatur tentang keperawatan anak dan remaja serta lebih menekankan cara menerapkan pola asuh yang benar pada remaja sehingga mahasiswa dapat turut memberikan informasi secara jelas kepada masyarakat tentang menerapkan pola asuh yang benar pada remaja. 3) Bagi Peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya dalam mengembangkan penelitiannya serta dapat menindaklanjuti penelitian ini dengan mencari pengaruh faktor lingkungan terhadap harga diri remaja.

Daftar Pustaka

Ali & Asrori. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Carpenito, Lynda Jual. 2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC

Dariuszky, G. 2004. Membangun Harga Diri. Bandung : CV. Pionir Jaya.

Keliat, Budi Anna, dkk. 2007. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta : EGC.

Monks, F.J. Alih bahasa Siti rahayu Haditono. 2001. Psikologi perkembangan, pengantar dalam

berbagai bagiannya. Yogyakarta :Gajah Mada University Press

Rusdijana. 2004. Rasa Percaya Diri Anak Adalah Pantulan Pola Asuh Orang Tuanya. Jakarta :

http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bullet in/?m=200604. Diambil pada 5 oktober 2013 jam 10.00 pagi.

Shochib. 2010. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan Disiplin Diri. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Sofyan. 2012. Remaja & Masalahnya. Bandung : Alfabeta.

Suharsono, Joko Tri, dkk. 2009. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemampuan Sosialisasi Pada Anak Prasekolah di TK Pertiwi Purwokerto Utara. Jurnal Keperawatan. (4:112-118).

Gambar

Diagram 1 Diagram pie karakteristik  responden berdasarkan umur di Banjar  Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014
Diagram 3 Diagram pie karakteristik  responden berdasarkan kelas di Banjar  Pengenderan Kedonganan-Kuta, Maret 2014
Diagram 7 Diagram pie karakteristik  responden berdasarkan pekerjan orang tua di

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh nilai tukar rupiah, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga terhadap return saham yang listing di BEI. Metode pengambilan

[r]

Berdasarkan keputusan Kelompok Kerja Unit Layanan Pengadaan Barang/Jasa Nomor: 015/Pokja-FAH/X/2016 tanggal 05 Oktober 2016 tentang Penetapan Pemenang Pengadaan

[r]

[r]

1) Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata, dan burung. Kelompok ini tidak memiliki sifat

4.5 Mengonversi teks cerita pendek, ke dalam bentuk yang lain sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan

[r]