• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA PENGARUH BEBAN SUHU TERHADAP KUAT TEKAN BETON PADA PELAT BETON BERTULANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA PENGARUH BEBAN SUHU TERHADAP KUAT TEKAN BETON PADA PELAT BETON BERTULANG"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA PENGARUH BEBAN SUHU

TERHADAP KUAT TEKAN BETON

PADA PELAT BETON BERTULANG

Deny

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Jakarta Barat 11480

deny.suryanto20@yahoo.co.id

Jonathan Togi Sidabutar, S.T., M.T. (Dosen Pembimbing)

Binus University, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Fires experienced by the structure of the building resulted in the burden of high temperature and excess. In October last, the fire incident occurred in a cold storage warehouse and leaving only the structure of the reinforced concrete slab. This study aims to determine the effect of high temperature load caused by fire against the structural parameters of a reinforced concrete slab to obtain the proper techniques or methods to rehabilitate the structure. Investigation of the structure was conducted by visual examination and compressive strength testing to collect primary data research. Meanwhile, analyzes were performed using SAP2000 program that models the plate as a beam that has the spring cantilever in accordance with the theory of beam on elastic foundation (BoEF). The analysis shows that the temperature load predicted by decrease in the compressive strength of concrete is about 300oC - 500oC. In addition, the results obtained through modeling SAP2000 describe the temperature load has no significant impact on the structural parameters such as deflection and moment, but it is different with the needs of reinforcement that require more reinforcement than before. Analysis result concludes that the structure of reinforced concrete slab can be improved by using pre-packed concrete 2 cm thick, so it can be reused safely.

Keywords : Temperature Load, Concrete Compressive Strength, Reinforced Concrete Slab, SAP2000

Kebakaran yang dialami oleh bangunan mengakibatkan struktur menerima beban suhu yang tinggi dan berlebih. Pada bulan oktober lalu, peristiwa kebakaran terjadi pada sebuah gudang penyimpanan bersuhu dingin dan hanya menyisakan struktur pelat beton bertulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh beban suhu tinggi akibat kebakaran terhadap parameter struktural pelat beton bertulang, sehingga didapatkan teknik atau metode yang tepat untuk merehabilitasi struktur pelat tersebut. Investigasi struktur dilakukan dengan metode pemeriksaan visual dan pengujian kuat tekan untuk mengumpulkan data primer penelitian. Sedangkan, analisa dilakukan dengan menggunakan program SAP2000 yang memodelkan pelat sebagai balok yang memiliki penopang berupa pegas sesuai dengan teori beam on elastic foundation (BoEF). Hasil analisa mengindikasikan beban suhu yang diprediksi berdasarkan penurunan kuat tekan beton adalah sekitar 300oC - 500oC. Selain itu, hasil yang didapat melalui pemodelan SAP2000 menunjukkan beban suhu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap parameter struktural seperti lendutan dan momen, tetapi berbeda halnya dengan kebutuhan tulangan yang membutuhkan lebih banyak tulangan daripada sebelumnya. Berdasarkan hasil analisa dapat disimpulkan bahwa struktur pelat beton bertulang dapat diperbaiki dengan metode pre-packed concrete setebal 2 cm, sehingga dapat digunakan kembali dengan aman.

(2)

PENDAHULUAN

Sejak manusia mengenal teknik dan rekayasa konstruksi, struktur bangunan yang dihasilkan tidak lepas dari resiko terjadinya kecelakaan maupun bencana, salah satu diantaranya adalah kebakaran. Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini, struktur bangunan menjadi lebih rentan terhadap kebakaran karena pemicunya yang semakin beragam dan sulit diantisipasi. Banyak hal yang menyebabkan terjadinya bencana kebakaran pada bangunan mulai dari hubungan arus pendek listrik, pemakaian alat perlengkapan listrik yang tidak sesuai standar, meledaknya tabung gas LPG atau bahkan kelalaian manusia yang saat ini menjadi penyebab utama terjadinya kebakaran di Indonesia.

Struktur beton bertulang yang saat ini sangat diandalkan karena kemampuannya, juga tidak lepas dari dampak akibat kebakaran. Walaupun, jika dibandingkan dengan material lain, beton merupakan bahan bangunan yang memiliki daya tahan terhadap api yang relatif lebih baik, tetapi pada saat terbakar beton akan menyerap panas sehingga terjadi suhu tinggi yang berlebihan. Beban suhu yang tinggi dan berlebih inilah yang mengakibatkan kerusakan pada beton bertulang secara fisik maupun mekanisnya. Akibatnya, struktur beton memerlukan peninjauan kelayakan apabila telah mengalami kebakaran. Hal ini dimaksudkan agar dapat memastikan struktur tersebut masih layak untuk digunakan sehingga dapat dilakukan tindakan lanjutan supaya struktur dapat kembali bekerja dengan aman.

Disinilah, peran para ahli struktur untuk dapat menangani struktur pasca terjadinya kebakaran. Peran ahli struktur dalam menangani struktur pasca bakar adalah bagaimana menaksir temperatur tertinggi yang pernah dialami elemen-elemen struktur pada saat kebakaran terjadi, menaksir kekuatan sisa struktur bangunan pasca kebakaran, dan mengusulkan teknik perbaikan dan perkuatan elemen-elemen struktur (pelat, balok dan kolom) sesuai keperluan sedemikian rupa sehingga bangunan dapat berfungsi seperti sebelum kebakaran.

Dalam penelitian ini, analisa dilakukan pada sebuah gudang penyimpanan bahan makanan bersuhu dingin (cold storage) yang mengalami kebakaran pada bulan Oktober 2014 lalu. Gudang penyimpanan milik PT. Ananda Solusindo ini berlokasi di Jalan Raya Narogong Km. 19 No. 77, Cileungsi, Kabupaten Bogor yang terdiri atas satu lantai pelat beton bertulang dan kolom serta balok yang terbuat dari baja. Secara garis besar, bangunan gudang tersebut memiliki panjang 142,5 meter, lebar 73,7 meter dan ketinggian bangunan 13,6 meter. Beban suhu yang tinggi saat terjadi kebakaran memiliki pengaruh yang besar terhadap kedua jenis material baik beton maupun baja. Namun, penelitian ini hanya menganalisa pengaruh beban suhu tinggi terhadap pelat beton bertulang saja. Hal ini dikarenakan keseluruhan kolom dan balok baja pada bangunan tersebut sudah tidak layak untuk digunakan sehingga harus diganti dengan struktur baja yang baru.

Gambar 1 Kondisi Bangunan Gudang Setelah Kebakaran Sumber : Dokumen Pengawas, 2014

Menurut Sumardi (2000), kebakaran pada hakikatnya merupakan reaksi kimia dari

combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan

panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton sehingga beton menjadi panas.

Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250oC. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya. Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300oC, beton akan berubah warna

(3)

menjadi merah muda. Jika di atas 600oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200oC akan berubah menjadi kuning.

Perubahan sifat fisis material pembentuk beton akibat peningkatan suhu pada kejadian kebakaran akan mengakibatkan perubahan sifat mekanis beton, dalam hal ini kuat desak atau kuat tekan beton. Beberapa penelitian yang dilakukan para ahli menunjukkan penurunan kuat tekan dimulai setelah suhu diatas 300oC, selanjutnya penurunan sangat drastis setelah suhu diatas 500oC. Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang empat persegi ukuran 15x25x320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal.

Menurut Priyosulistyo (2000) setelah kebakaran terjadi pada suatu struktur beton bertulang, penelitian harus dilaksanakan untuk pemeriksaan berkenaan dengan kekuatan sisa pada struktur tersebut sebelum dilakukan perbaikan struktur pasca kebakaran. Pengujian core drill atau yang disebut juga pemboran beton inti ialah pengujian terhadap benda uji beton yang berbentuk silinder hasil pengeboran pada struktur yang sudah dilaksanakan. Cara umum untuk mengukur kekuatan beton pada aktual strukturnya adalah dengan cara memotong beton dengan bor berbentuk bulat yang berputar (untuk jenis model ASTM C 42), sehingga diperoleh sampel beton yang berbentuk silinder.

Pada penelitian ini, sampel didapatkan langsung dari struktur bangunan yang sudah ada dan terbakar selama kurang lebih 3 jam. Hasil evaluasi di lapangan kemudian dimodelkan ke dalam suatu program berbasis elemen hingga yaitu SAP2000 untuk mengetahui pengaruh beban suhu tinggi akibat kebakaran terhadap parameter struktural pelat beton bertulang, sehingga didapatkan teknik atau metode yang tepat untuk merehabilitasi struktur pelat beton bertulang tersebut.

METODE PENELITIAN

Data-data yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini berupa data primer yang terdiri dari observasi atau pengamatan langsung ke lapangan, proses pengambilan dan pengujian sampel struktur pelat. Data primer penelitian didapatkan dengan melakukan investigasi dan pemeriksaan langsung pada sebuah gudang penyimpanan bersuhu rendah (cold storage) yang mengalami kebakaran. Gudang tersebut merupakan milik PT. Ananda Solusindo yang terletak di Jl. Raya Narogong Km. 19 No. 77, Cileungsi, Kabupaten Bogor. Untuk melihat seberapa jauh kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran, dilakukan beberapa tahap penelitian sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Visual

Pemeriksaan visual merupakan langkah awal dari seluruh rangkaian kegiatan penyelidikan yang dilakukan di lapangan yang bertujuan untuk memperkirakan dan mengelompokkan jenis dan tingkat kerusakan berdasarkan kondisi visual. Hasil evaluasi visual lebih diutamakan untuk keperluan studi kelayakan kerusakan untuk menjadi bahan dalam perbaikan struktur (retrofit) ataupun rekomendasi pembongkaran (sebagian atau total). Pemeriksaan ini dilakukan mendasarkan pada perubahan fisik yang terjadi pada permukaan beton, antara lain:

• Perubahan warna pada permukaan beton;

Ada atau tidaknya retak permukaan (surface cracks) pada permukaan pelat beton; Ada atau tidaknya pengelupasan (spalling) selimut beton dari pelat beton dan;

Perubahan warna pada permukaan beton mengindikasikan tingginya temperatur yang terjadi pada saat terbakar sedangkan kerusakan fisik retakan dan pengelupasan sangat mempengaruhi penurunan kekuatan pada komponen struktur.

2. Destructive Test (Uji merusak)

Pengambilan dan pengujian ini dilakukan dengan metode core drill dan sampel selanjutnya dibawa ke laboratorium Struktur dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok untuk dilakukan pengujian kuat tekan pelat beton dan menaksir temperatur tertinggi yang diterima beton. Jumlah sampel pelat yang diambil dan diuji sebanyak 64 titik, dimana titik-titik pengambilan sampel ditentukan secara acak di seluruh ruangan gudang dengan sebaran yang tidak merata. Penentuan letak titik pengambilan sampel dilakukan dengan melihat struktur pelat yang rusak secara visual yang sekiranya memiliki kuat tekan yang menurun drastis.

Sedangkan, data sekunder diperoleh dari data kontraktor dan pengawas proyek berupa gambar kerja (as built drawing), titik pengambilan sampel, hasil pengujian tanah proyek dan hasil pengujian kuat tekan beton setelah kebakaran. Data sekunder digunakan untuk memodelkan struktur dengan parameter awal yang akurat sesuai dengan yang ada di lapangan.

(4)

HASIL DAN BAHASAN

Hasil Pemeriksaan Visual

Berdasarkan hasil pekerjaan core drill di lapangan yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2015 sampai 5 Maret 2015 sebanyak 64 titik dapat dilihat bahwa tidak ditemukan adanya rongga di bawah dasar pelat lantai dan ketebalan pelat lantai terpasang sesuai dengan gambar detail pelat lantai

as built drawing proyek yakni sekitar 20 cm.

Gambar 2 Evaluasi Pengambilan Sampel Pelat Pasca Kebakaran Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015

Hasil pengamatan memperlihatkan adanya beberapa retak-retak tipis dan halus pada beberapa tempat, tetapi retak tidak terlalu panjang dan tidak menyebar secara luas. Selain itu, terdapat pengelupasan (spalling) di beberapa titik dengan ketebalan pengelupasan selimut beton berkisar 0,5 cm. Walaupun demikian, tidak ditemukan adanya pelat beton yang hancur atau pecah dan tidak ada tulangan baja yang terlihat. Pengelupasan dan retakan lebih banyak terdapat pada ruangan cold

storage (CS). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa ruangan tersebut terkena dampak yang cukup besar

akibat peristiwa kebakaran yang terjadi pada bulan oktober lalu. Berbeda halnya dengan yang ditemukan pada ruangan chiller (CH), seluruh ruang chiller tidak ditemukan adanya pengelupasan pada bagian selimut beton dan terdapat hanya sedikit retak-retak halus. Oleh karena itu, jumlah sampel pada ruangan cold storage jauh lebih banyak apabila dibandingkan dengan ruangan chiller.

Gambar 3 Pengelupasan pada Permukaan Pelat Beton Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015

Berdasarkan pembahasan hasil pemeriksaan diatas, maka dapat diketahui bahwa tingkat kerusakan yang terjadi diklasifikasikan sebagai kerusakan sedang. Hal ini dikarenakan pengaruh kebakaran hanya berdampak pada pengelupasan sebagian kecil selimut beton dan retak-retak halus pada permukaan pelat beton. Dapat diketahui juga tulangan baja tidak mengalami penurunan mutu kuat tarik karena terlindungi beton yang ada pada setiap sisinya sehingga tidak perlu dilakukan pengujian kuat tarik tulangan beton.

Hasil Pengujian Kuat Tekan Sampel

Pengujian sampel pelat core drill dilakukan pada 12 Maret 2015 sampai 13 Maret 2015 di Laboratorium Struktur dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok. Pengujian tersebut dilakukan sesuai dengan standar pengujian SNI mengenai metode pengujian kuat tekan beton yang dibuat departemen pekerjaan umum Indonesia. Alat uji yang digunakan adalah mesin tekan dengan kapasitas lebih dari 2000 kN.

Pengujian dilakukan dengan meletakkan sampel beton core drill pada suat pelat baja yang tebal. Selanjutnya, alat uji tekan akan bergerak ke bawah menekan sampel beton core drill sehingga pecah atau runtuh. Kemudian, catat hasil tertinggi beban yang mampu diterima oleh beton yang tampil pada sebuah dial dalam satuan newton. Seluruh sampel yang diambil memiliki diameter sebesar 3631,68 mm2. Sedangkan rata-rata keseluruhan berat jenis sampel beton adalah 2360,5 kg/m3, tidak berbeda jauh dengan berat jenis awal beton yang berkisar 2400 kg/m3.

(5)

Gambar 4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Pelat Beton Setelah Kebakaran

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa jumlah sampel yang tidak terkena dampak kebakaran adalah 22 buah sampel diwakili oleh titik berwarna hitam, sedangkan yang terkena dampak akibat kebakaran adalah 42 sampel yang diwakili oleh titik berwarna biru. Sedangkan, rata-rata kuat tekan beton secara keseluruhan adalah 271,78 kg/cm2.

Perhitungan Beban Suhu

Prosedur perhitungan beban suhu secara berurutan yaitu perhitungan standar deviasi populasi sampel kuat tekan beton, perhitungan kuat tekan karakteristik ruangan dan penentuan beban suhu kebakaran pada masing-masing ruangan. Pada penelitian ini program Excel 2013 digunakan untuk membantu proses perhitungan sehingga didapatkan hasil perhitungan yang akurat.

a. Perhitungan Standar Deviasi Penyebaran Data Kuat Tekan

Standar deviasi dihitung dengan maksud memperhitungkan penyimpangan yang terjadi pada data masing-masing sampel. Perhitungan standar deviasi pada sekumpulan sampel dapat dihitung dengan rumus di bawah ini:

Tabel 1 Standar Deviasi Sebaran Data Kuat Tekan Setiap Ruangan Ruang Standar Deviasi (kg/cm2)

Keterangan: CS = Cold storage CH = Chiller CS 1 11,99 CS 2 21,12 CS 3 27,27 CS 4 26,32 CS 5 21,80 CS 6 15,56 CS 7 22,63 CS 8 66,97 CH C 0 CH D 23,61 CH E 0

Penyimpangan atau standar deviasi terbesar ada pada sekumpulan sampel CS8 yaitu sebesar 66,97 kg/cm2. Hal ini dikarenakan hasil pengujian tekan beton pada ruangan tersebut memperlihatkan hasil yang tidak konsisten disertai dengan ketidakseragaman nilai kuat tekan. Adapun pada ruangan CH C dan CH E tidak memiliki penyimpangan atau standar deviasi karena hanya memiliki satu sampel beton, dimana nilai tunggal kuat tekan beton pada ruangan tersebut dinilai dapat mewakili keseluruhan pelat beton pada ruangannya masing-masing. Minimnya kuantitas atau jumlah sampel yang diambil pada ruangan chiller (CH) dikarenakan tidak ada perbedaan yang signifikan secara visual apabila dibandingkan dengan bentuk fisik pelat sebelum kebakaran.

(6)

b. Perhitungan Sisa Kuat Tekan Karakteristik

Setelah didapatkan standar deviasi penyebaran data kuat tekan beton pada setiap ruangan, maka selanjutnya adalah menentukan kuat tekan karakteristik ruangan tersebut dihitung dengan rumus:

f’bk = f’bm – 1,64 . S Tabel 2 Sisa Kuat Tekan Karakteristik Pasca Kebakaran

Ruang Kuat Tekan

(kg/cm2) Keterangan: CS = Cold storage CH = Chiller CS 1 235,12 CS 2 302,28 CS 3 211,42 CS 4 180,94 CS 5 200,19 CS 6 204,20 CS 7 227,23 CS 8 239,82 CH C 295,18 CH D 259,64 CH E 239,76

c. Penentuan Beban Suhu Akibat Kebakaran

Beban suhu ditentukan dengan grafik hubungan antara kuat tekan sisa pasca bakar terhadap temperatur atau suhu yang terjadi. Penentuan beban suhu secara grafis dilakukan dengan menarik garis horizontal dari sumbu y sisa kuat tekan (relative compressive strength) hingga mencapai garis hubungan siliceous dan kemudian menarik garis vertikal menuju sumbu x yaitu suhu atau temperatur. Grafik pada gambar di bawah ini dipilih karena dianggap dapat mewakili berbagai grafik-grafik lainnya yang sudah dipublikasikan.

Gambar 5 Grafik Hubungan Suhu terhadap Kuat Tekan Sisa Pasca Bakar Sumber : European Committee for Standardization, 1995 Tabel 3 Beban Suhu Akibat Kebakaran

Ruang Persentase Sisa f’c Beban Suhu (0

C) CS 1 78% 375 CS 2 101% Normal CS 3 70% 420 CS 4 60% 500 CS 5 67% 430 CS 6 68% 430 CS 7 76% 400 CS 8 80% 350 CH C 98% Normal CH D 87% 200 CH E 80% 350

(7)

Hasil analisa di atas perlu dilakukan verifikasi untuk menguji keabsahan hasil beban suhu yang didapatkan dari metode grafis. Proses verifikasi dilakukan dengan memasukkan hasil analisa yang telah didapat sebelumnya ke dalam sebuah grafik yang terdiri dari beberapa garis hubungan yang secara matematis telah diajukan oleh penelitian terdahulu.

Gambar 6 Perbandingan Hasil Analisa dengan Model Matematis lain

Grafik perbandingan di atas mengindikasikan bahwa hasil beban suhu akibat kebakaran yang ditentukan secara grafis dinyatakan sah dan valid, karena titik-titik hasil penentuan beban suhu ternyata memiliki pola yang sama dan tidak memiliki perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan garis hubungan kekuatan beton terhadap peningkatan suhu yang didapat dari model matematis beberapa penelitian terdahulu.

Hasil analisa di atas menunjukkan struktur yang terbakar menerima beban suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 300oC - 500oC. Beban suhu terbesar terjadi pada ruangan cold storage (CS) 4 yaitu 500oC dengan sisa kuat tekan berkisar 60% dari kekuatan aslinya atau 181 kg/cm2. Ruangan CS3, CS4, CS5, CS6, CS7 dan CS8 terkena dampak yang cukup besar akibat kebakaran. Ruangan-ruangan tersebut terletak diantara ruangan CS2 dan ruangan CH yang cenderung memiliki kuat tekan normal. Adapun penurunan kuat tekan beton pada ruangan CS1, CH D dan CH E berkisar 80% dikarenakan minimnya jumlah sampel data yang diambil. Oleh karena itu, untuk selanjutnya analisa pengaruh beban suhu terhadap pelat beton bertulang akan difokuskan pada beberapa ruangan yang terkena dampak kebakaran yaitu CS3, CS4, CS5, CS6, CS7 dan CS8. Walaupun demikian, struktur pelat beton masih layak digunakan tetapi membutuhkan beberapa perbaikan supaya struktur dapat digunakan secara aman.

Hasil Analisa Pemodelan SAP2000

a. Lendutan

Lendutan merupakan parameter terpenting dalam perencanaan struktur dengan beban yang berat, terlebih lagi apabila untuk mengetahui kelayakan struktur pasca mengalami kebakaran. Analisa ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui perubahan nilai lendutan maksimum yang terjadi pada struktur yang mengalami penurunan kuat tekan akibat beban suhu kebakaran. Berikut merupakan pola lendutan dan nilai lendutan maksimum yang terjadi pada struktur CS 8 sebagai contoh:

Gambar 7 Pola Lendutan Struktur pada Ruangan CS 8 (K-240)

(8)

Dari gambar output analisa program SAP2000, dapat dilihat bahwa lendutan yang terjadi terfokus pada titik tengah bentang dimana beban terpusat berada. Lendutan maksimum yang terjadi pada struktur CS 8 dengan kuat tekan beton K-240 (240 kg/cm2) adalah 0,041912 meter. Hasil lendutan maksimum tersebut perlu dilakukan verifikasi untuk mengetahui keabsahan dan validitas analisa yang dilakukan dengan program SAP2000 ini. Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil lendutan tersebut dengan hasil perhitungan secara manual yang menggunakan rumus berikut. Contoh perhitungan lendutan maksimum CS 8 adalah sebagai berikut:

Yc

=

Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil lendutan maksimum sebelumnya yang dianalisa dengan program SAP2000. Persentase perbedaan hasil dari kedua cara tersebut tidak lebih dari 1% atau hanya sekitar 0,44%, sehingga hasil analisa lendutan dengan program SAP2000 dapat dinyatakan valid dan sah. Proses yang sama juga dilakukan pada struktur dengan material beton yang memiliki kuat tekan bervariasi sehingga hasil analisa lendutan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini:

Tabel 4 Perbandingan Hasil Analisa Lendutan Program SAP2000 dan Manual

Ruang Kuat Tekan

(kg/cm2)

Hasil Analisa Lendutan

(m) Perbedaan Hasil Program SAP2000 Manual Awal 300,00 0,04070 0,04094 0,58% CS8 239,82 0,04191 0,04210 0,44% CS7 227,23 0,04221 0,04238 0,41% CS3 211,42 0,04261 0,04277 0,38% CS6 204,20 0,04280 0,04295 0,36% CS5 200,19 0,04291 0,04306 0,35% CS4 180,94 0,04348 0,04361 0,29%

Gambar 9 Grafik Hubungan Lendutan Maksimum terhadap Penurunan Kuat Tekan Beton dengan Program SAP2000 dan Manual

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan nilai lendutan yang terjadi pada struktur sebelum dan setelah kebakaran dengan program SAP2000. Nilai lendutan maksimum memang mengalami peningkatan seiring dengan penurunan kuat tekan beton. Hal ini dikarenakan nilai lendutan yang berbanding terbalik dengan parameter modulus elastisitas, tetapi kenaikan lendutan tersebut tidaklah signifikan.

b. Momen

Setelah mengetahui pengaruh beban suhu kebakaran terhadap nilai lendutan, maka selanjutnya dilakukan analisa pengaruh beban suhu kebakaran terhadap diagram momen. Sama seperti halnya parameter lendutan, momen juga berperan penting dalam perencanan struktur. Momen yang besar akibat beban yang berlebih akan membutuhkan ketahanan material beton untuk menahannya agar struktur dapat digunakan secara aman dan nyaman. Berikut merupakan gambar diagram momen struktur sebelum dan sesudah kebakaran:

(9)

Gambar 10 Diagram Momen Struktur pada Ruangan CS 8 (K-240)

Gambar 11 Momen Maksimum Struktur pada Ruangan CS 8 (K-240)

Dari gambar output program SAP2000 diatas dapat diketahui momen maksimum juga terletak di tengah bentang sama seperti halnya dengan lendutan maksimum. Nilai momen maksimum pada struktur pelat di ruangan CS 8 dengan material beton K-240 (240 kg/cm2) adalah 24143,8503 kN.m. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya bahwa, hasil analisa momen maksimum dengan program SAP2000 perlu diverifikasi untuk mengetahui keabsahan dan validitasnya. Verifikasi secara manual dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

Mc

=

Nilai momen maksimum tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil analisa lendutan yang dilakukan dengan program SAP2000. Persentase perbedaan hasil dari kedua cara tersebut hanya kurang dari 2%, adapun perbedaan tersebut terjadi karena jumlah pegas pada bentang tersebut diatur sebanyak 36 pegas. Hasil proses trial and error menunjukkan bahwa semakin banyaknya pegas pada suatu bentang maka persentase perbedaan kedua hasil analisa tersebut juga akan semakin kecil.

Perbedaan hasil analisa momen tersebut menunjukkan bahwa analisa momen dengan program SAP2000 dapat dikatakan valid dan sah. Proses yang sama juga dilakukan pada struktur dengan material beton yang memiliki kuat tekan bervariasi sehingga hasil analisa lendutan dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini:

Tabel 5 Perbandingan Hasil Analisa Momen Program SAP2000 dan Manual

Ruang Kuat Tekan (kg/cm2) Hasil Analisa Momen Perbedaan

Hasil

Program SAP2000 Manual

Awal 300,000 24870,0 25326,2 1,80% CS8 239,816 24143,9 24627,3 1,96% CS7 227,229 23974,9 24462,0 1,99% CS3 211,416 23750,7 24242,5 2,03% CS6 204,196 23643,4 24137,4 2,05% CS5 200,192 23582,3 24077,8 2,06% CS4 180,937 23274,4 23775,4 2,11%

Gambar 12 Grafik Hubungan Momen Maksimum terhadap Penurunan Kuat Tekan Beton dengan Program SAP2000 dan Manual

(10)

Dari grafik perbandingan sebelumnya dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai momen maksimum seiring dengan penurunan kuat tekan yang terjadi. Hal ini sejalan dengan perhitungan momen yang berbanding lurus dengan parameter modulus elastisitas. Sama seperti halnya dengan nilai lendutan bahwa penurunan tersebut tidaklah signifikan.

Jadi, dalam analisa kedua parameter struktural yang dilakukan yaitu lendutan dan momen dapat diketahui bahwa parameter kuat tekan beton tidak berpengaruh secara langsung terhadap perhitungan lendutan dan momen. Perhitungan lendutan dan momen pada struktur dengan penopang elastis melibatkan modulus elastisitas beton yang dipengaruhi oleh nilai kuat tekan beton. Sesuai dengan rumus modulus elastisitas dimana dijelaskan bahwa nilai modulus elastisitas (E) dipengaruhi oleh akar kuadrat dari parameter kuat tekan beton (f’c), sehingga perubahan nilai kuat tekan beton yang dimodelkan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap modulus elastisitas (E).

c. Kebutuhan Tulangan

Kebutuhan tulangan dianalisa karena struktur pelat tidak hanya menahan gaya tekan saja, melainkan gaya tarik juga berpengaruh terhadap ketahanan pelat. Analisa tersebut dilakukan dengan membandingkan luas kebutuhan tulangan tarik pada struktur pelat beton bertulang sebelum dan sesudah kebakaran. Kuat tekan sesudah kebakaran diwakili oleh ruangan CS 8 yang merupakan kuat tekan terendah pada penelitian ini. Berikut merupakan kebutuhan tulangan tarik yang dibutuhkan struktur pelat sebelum dan sesudah kebakaran:

Gambar 13 Kebutuhan Tulangan Struktur Sebelum Kebakaran (K-300)

Gambar 14 Kebutuhan Tulangan Struktur Setelah Kebakaran (K-181)

Gambar diatas menunjukkan bahwa beban suhu kebakaran berpengaruh cukup besar dan signifikan terhadap luas kebutuhan tulangan pada struktur pelat beton bertulang. Kenaikan luas kebutuhan tulangan yang signifikan pada pelat beton bertulang setelah kebakaran mengindikasikan kuat tekan yang menurun tidak akan cukup untuk menahan beban yang bekerja pada struktur pelat tersebut, sehingga harus menambah jumlah atau diameter tulangan agar struktur menjadi kuat dan aman secara gaya tekan maupun gaya tarik.

Pelat beton bertulang setelah kebakaran yang memiliki sisa kuat tekan beton sekitar 181 kg/cm2 tentu membutuhkan luasan tulangan yang lebih besar untuk menjaga struktur tetap kuat dan aman. Jumlah kebutuhan tulangan yang lebih besar pada struktur setelah kebakaran (K-181) menunjukkan bahwa dibutuhkan perbaikan tertentu yang efektif agar pelat beton bertulang dapat kuat terhadap tarik maupun tekan.

Teknik Perbaikan Pelat Beton Bertulang

Secara umum, persyaratan metode perbaikan yang akan digunakan adalah dapat memperkuat struktur, mudah untuk dilaksanakan, tahan lama, dan ekonomis. Teknik perbaikan yang dianjurkan untuk memperbaiki struktur pasca kebakaran berdasarkan hasil pemeriksaan dan tingkat kerusakan struktur adalah pre-packed concrete, metode ini digunakan karena mampu memperbaiki kemampuan beton secara tekan maupun tarik sehingga didapatkan struktur yang stabil dan aman, walaupun terdapat penurunan kuat tekan beton yang signifikan. Metode perbaikan ini dianggap ekonomis karena tidak merusak struktur beton maupun tulangan yang ada Hal ini didukung dari hasil pemeriksaan sebelumnya dapat diketahui bahwa struktur pelat setelah kebakaran masih dapat dipergunakan.

Perbaikan dimulai dengan mengupas dan membersihkan terlebih dahulu beton pada bagian yang retak dan terkelupas tersebut, kemudian melapisi dan menebalkan permukaan pelat dengan beton yang baru. Metode ini membutuhkan bantuan shear connector sebagai pengikat antara lapisan beton yang lama dengan beton yang baru agar dapat melekat satu sama lain dan tidak bergeser secara terpisah.

Ketebalan beton yang digunakan harus diperhitungkan terlebih dahulu supaya perbaikan struktur dapat ekonomis dan aman secara keseluruhan. Perkiraan tebal beton dilakukan secara trial dan error dengan mengubah ketebalan penampang dan membandingkan kebutuhan luas tulangan pelat

(11)

beton bertulang. Dikarenakan kebutuhan luas tulangan tidak berubah, maka luas kebutuhan tulangan struktur setelah perbaikan harus sama atau lebih kecil daripada struktur sebelum kebakaran.

Setelah dilakukan beberapa percobaan dapat diketahui bahwa ternyata penebalan struktur pelat sebesar 2 cm atau 20 mm sudah cukup untuk mereduksi kebutuhan tulangan struktur setelah kebakaran dan aman secara kekuatan tarik maupun tekan. Perbandingan kebutuhan pada gambar diatas dibandingkan dengan gambar 13 yang merupakan kebutuhan tulangan sebelum kebakaran terjadi. Teknik ini dapat langsung diaplikasikan dan diterapkan dengan contoh ilustrasi sebagai berikut:

Gambar 15 Ilustrasi Perbaikan Pelat dengan Metode Pre-packed

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil investigasi dan pemeriksaan struktur pelat di lapangan tidak ditemukan adanya rongga di bawah dasar pelat lantai dan ketebalan pelat lantai terpasang sesuai dengan gambar as built

drawing proyek yakni sekitar 20 cm. Adapun kerusakan visual yang dapat dilihat secara kasat mata

adalah beberapa retak-retak tipis dan halus pada beberapa tempat, tetapi retak tidak terlalu panjang dan tidak menyebar secara luas. Selain itu, terdapat pengelupasan (spalling) di beberapa titik dengan ketebalan pengelupasan selimut beton berkisar 0,5 cm. Walaupun demikian, tidak ditemukan adanya pelat beton yang hancur atau pecah dan tidak ada tulangan baja yang terlihat. Dari hasil investigasi dan pemeriksaan tersebut dapat disimpulkan bahwa bangunan gudang penyimpanan bersuhu dingin (cold storage) tersebut masih layak digunakan dengan teknologi rehabilitasi dan perbaikan yang tepat sesuai dengan tingkat kerusakan gudang akibat kebakaran. Berdasarkan teori Rizal, F. (2000), tingkat kerusakan struktur tersebut diklasifikasikan sebagai kerusakan sedang, karena pengaruh kebakaran hanya berdampak pada pengelupasan sebagian kecil selimut beton dan retak-retak halus pada permukaan pelat beton.

Berdasarkan hasil analisa, semakin tinggi beban suhu yang terjadi akibat kebakaran, maka semakin rendah kekuatan tekan beton pada struktur. Hal ini terbukti dari hasil verifikasi dengan beberapa teori dan peneliti terdahulu. Sedangkan, hasil pengujian sampel beton yang terbakar di laboratorium menunjukkan struktur yang terbakar menerima beban suhu yang cukup tinggi yaitu sekitar 300oC - 500oC dengan ruangan CS3, CS4, CS5, CS6, CS7 dan CS8 sebagai area yang terkena dampak terbesar akibat kebakaran.

Hasil pemodelan struktur melalui program SAP2000 menyimpulkan bahwa penurunan kuat tekan beton akibat beban suhu tinggi kebakaran berpengaruh secara tidak signifikan terhadap nilai lendutan dan momen maksimum pada struktur pelat beton bertulang. Seiring dengan penurunan kuat tekan beton akibat beban suhu, maka nilai lendutan akan semakin besar. Sebaliknya, penurunan kuat tekan tersebut berpengaruh terhadap menurunnya nilai momen maksimum yang terjadi. Selain itu, penurunan kuat tekan beton akibat beban suhu sangat berpengaruh terhadap kebutuhan tulangan tarik dimana struktur membutuhkan lebih banyak tulangan daripada sebelumnya, sehingga diperlukan perbaikan agar struktur pelat dapat digunakan kembali dengan aman.

Melihat dari tingkat kerusakan struktur pelat beton bertulang di lapangan, maka teknik perbaikan yang diusulkan untuk merehabilitasi struktur pelat gudang pada objek penelitian ini adalah

pre-packed concrete, yang merupakan metode perbaikan paling efektif dan efisien sesuai dengan hasil

pemeriksaan dan evaluasi pengaruh kebakaran terhadap struktur tersebut. Tetapi, perlu dikaji lebih lanjut mengenai performa poly urethane (PU) pada struktur pelat khusus bersuhu dingin sebelum mengaplikasikan teknik perbaikan yang diusulkan.

(12)

REFERENSI

Ahmad, I.A. (2001). Tinjauan Kelayakan Balok Beton Bertulang Pasca bakar Secara Analisis dan

Eksperimen, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Aslani, F. & Bastami, M. (2011). Constitutive relationships for normal and high-strength concrete at elevated temperatures. ACI Material Journal, 108 (37), 355-364.

Bathe, K-J. (1982). Finite Element Procedures in Engineering Analysis. New Jersey: Prentice Hall. Bayuasri, T., Indarto, H., & Antonius. (2006). Perubahan Perilaku Mekanis Akibat Temperatur

Tinggi. PILAR, 15 (2), 117-126.

Bowles, E., J. (1983). Foundation Analysis and Design, 3rd Edition (terjemahan Silaban, P.). Jakarta:

Erlangga.

Conal, R. (2015). Analisa Pengaruh Beban Dinamis pada Pelat dan Balok dengan Metode Elemen

Hingga. Skripsi S1, Universitas Bina Nusantara, Jakarta

CSI. (2002). SAP2000 Integrated Software for Structural Analysis and Design – Analysis References

Manual. Berkeley, California, USA.

Departemen Pekerjaan Umum. (1983). Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung. Yayasan LPMB, Bandung.

Departemen Pekerjaan Umum. (1991). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk

Bangunan Gedung SK-SNI-T-1991-03. Yayasan LPMB, Bandung

Departemen Pekerjaan Umum. (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung (SNI 03-2847-2002) Dilengkapi Penjelasan (S-2002). Surabaya: ITS Press.

Departemen Pekerjaan Umum. (2002). Metode Pengambilan dan Pengujian Beton Inti (SNI

03-2492-2002). Surabaya: ITS Press.

Hetenyi, M. (1974). Beams on Elastic Foundation, The University of Michigan, USA.

Irwanto. (1999). Pengaruh Rasio Panjang dan Diameter Silinder terhadap Kekuatan Beton Mutu Tinggi. Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 5-6.

Lianasari, A. E., (1999). Perilaku dan Rehabilitasi Struktur Beton Pasca Kebakaran. Sigma Edisi

22/Tahun XXII/Agustus 1999, ISSN 0216-3977.

Lianasari, A.E., Manggolo, S.T., & Tanesta, R.K. (2013). Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Sifat Mekanik Beton Fly ash Dengan Penambahan Water Reducer. KoNTekS 7, M185-189. Neville, A.M. (2003). Properties of concrete, 4th and Final Edition. Edinburg Gate Harlow, England:

Pearson Prentice Hall.

Poh C.K.W., Bennets I.D. (1995). Analysis of Structural Members Under Elevated Temperatures Condition. Journal of Structural Engineering, 664-675

Rochman, A. (2006). Estimasi Kekuatan Sisa dan Teknologi Perbaikannya. dinamika TEKNIK SIPIL, 6 (2) 94-100.

Sirait, K.B. (2003). Kajian Perilaku Beton Bertulang Pasca Bakar. Tesis, Program Magister Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sudarmadi, (2010). Pengkajian Kekuatan Beton Struktur Jembatan Pasca Kebakaran. Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur (B2TKS). Tangerang Selatan.

Sudarmoko, (2000). Metode Perbaikan dan Cara Pelaksanaan Gedung Pasca Bakar, PAU Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suhendro, B, (2000). Analisis Degradasi Kekuatan Struktur Beton Bertulang Pasca Kebakaran, PAU Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Susilorini, M.I., & Sambowo, K.A., (2011). Teknologi Beton Lanjutan Durabilitas Beton Edisi ke-2. Semarang: Surya Perdana Semesta.

Tjokrodimulyo, K. (1998). Teknologi Beton. Nafiri. Yogyakarta.

Tjokrodimulyo, K. (2000). Pengujian Mekanik Laboratorium Beton Pasca Bakar, PAU Ilmu Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Xiao, Robert Y. (2013). Constitutive Model for High Strength Concrete (HSC) at Elevated Temperatures. IACSIT International Journal of Engineering and Technology, 5 (5), 550-555. Zacoeb, A. dan Anggraini, R., (2005). Kuat Tekan Beton Pasca Bakar.

RIWAYAT PENULIS

Deny lahir di kota Jakarta pada 2 November 1993. Penulis menamatkan kuliah S1 di

Universitas Bina Nusantara dalam bidang Teknik Sipil pada tahun 2015. Penulis aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Teknik Sipil Bina Nusantara (HIMTES) sebagai anggota seksi acara dan Institution of Civil Engineering (ICE) Student Chapter sebagai Bendahara pada tahun 2013.

Gambar

Gambar 1 Kondisi Bangunan Gudang Setelah Kebakaran  Sumber : Dokumen Pengawas, 2014
Gambar 2 Evaluasi Pengambilan Sampel Pelat Pasca Kebakaran  Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2015
Gambar 4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Pelat Beton Setelah Kebakaran
Gambar 5 Grafik Hubungan Suhu terhadap Kuat Tekan Sisa Pasca Bakar  Sumber : European Committee for Standardization, 1995  Tabel 3 Beban Suhu Akibat Kebakaran
+6

Referensi

Dokumen terkait

Bangunan terminal pelabuhan saat ini sangat membutuhkan pelayanan yang lebih terarah serta sesuai dengan kebutuhan ruang yang di inginkan sehingga terminal dapat

Dudutan saka asile panliten lan panjlentrehan ngenani Basa Pacaturan Ing Adicara Ngethoprak Kirun Jtv ( Tintingan Sosiolinguistik) bisa didudut, yen sajrone

Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan Jumlah Ekuitas berpengaruh positif terhadap Rentabilitas Bank Pembangunan Daerah di Indonesia tidak dapat diterima.. (2)

Karakteristik pengembangan modul fisika berbasis keterampilan proses sains yaitu modul mengandung serentetan pertanyaan, materi, evaluasi, dan uji kompetensi yang

Berdasarkan hasil karakterisasi terhadap 14 aksesi rambutan dan 1 aksesi kapulasan koleksi sumber daya genetik tanaman buah, diketahui bahwa sebanyak 9 aksesi

Intensi turnover yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keinginan pindah karyawan dan mencari alternatif pekerjaan lain (Krisnugroho, 2010 dalam Hery,

Untuk meneliti tari Inai pada upacara perkawinan masyarakat Melayu di Batang Kuis, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh

Substansi pembelajaran untuk pendidikan keaksaraan tingkat dasar, yang dijadikan muatan program belajar (tahun 2009) adalah yang berkenaan dengan kesehatan