SYARIAH INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Disusun Oleh
HANUM YUNESA HARTIKA
NIM 21311021
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
i
SYARIAH INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (SE)
Disusun Oleh
HANUM YUNESA HARTIKA
NIM 21311021
PROGRAM STUDIS1 PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
ii
http//www.iainsalatiga.ac.id e-mail:akademik@iainsalatiga.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan,koreksidanperbaikan
seperlunya,makaskripsiSaudara:
Nama : Hanum Yunesa Hartika
NIM : 21311021
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi : Perbankan Syariah (S1)
Judul : PENGARUH DEWAN PENGAWAS SYARIAH
(DPS) TERHADAP KINERJA KEUANGAN
BANK UMUM SYARIAHINDONESIA
Dapat diajukan dalam sidang Munaqosah skripsi. Demikian surat ini
dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga, 21 Agustus 2017
Pembimbing
iii
PENGESAHAN
PENGARUH DEWAN PENGAWAS SYARIAH (DPS) TERHADAP KINERJA KEUANGAN BANK UMUM
SYARIAH INDONESIA
DISUSUN OLEH
HANUM YUNESA HARTIKA NIM. 21311021
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 26 September 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana S1 Ekonomi
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Dr. Faqih Nabhan, MM. ___________________
Sekretaris Penguji :Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si. ___________________
Penguji I : Dr. Nafis Irkhami, M.Ag. ___________________
Penguji II : Nuir Huri Mustofa, M.Si. ___________________
Salatiga, 26 September 2017 Dekan
Dr. Anton Bawono, M.Si.
iv
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Hanum Yunesa Hartika
NIM : 21311021
Program Studi : S1 Perbankan Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul Skripsi : Pengaruh Dewan Pengawas Syariah (DPS) Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah Indonesia.
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Salatiga, 22 Agustus 2017
Penulis,
Hanum Yunesa Hartika
v
“ Salah satu sumber kebahagiaan adalah mendapat lelah setelah berjuang,
mengejar berkah dalam satu kegiatan yang bernilai ibadah”
PERSEMBAHAN
Untuk orang tuaku ,
para dosenku, saudara- saudaraku,
sahabat-sahabat seperjuanganku,
vi
Perbankan Syariah (S1). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Ibu Fetria Eka Yudiana., S.E, M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan ROE. Data yang digunakan adalah publikasi laporan tahunan bank-bank yang terdaftar dalam Bank Umum Syariah yang diperoleh melalui website bank-bank tersebut sejak tahun 2011-2016.
Sampel dalam penelitian ini berjumlah 11 sampel diambil dari 12 bank yang termasuk dalam BUS. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel rangkap jabatan Dewan Pengawas Syariah, jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah, jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah secara parsial berpengaruh signifikan terhadap ROE dengan nilai signifikan yang lebih kecil dari 0,05. Untuk variabel rangkap jabatan DPS berpengaruh positif signifikan terhadap ROE, jumlah rapat DPS berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap ROE, dan variabel jumlah anggota DPS berpengaruh positif signifikan terhadap ROE.
Koefisien determinasi menunjukkan bahwa dalam model regresi sebesar 41,3% perubahan variabel kinerja keuangan disebabkan oleh ketiga variabel yang diteliti, sedangkan sisanya 58,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan ke dalam model penelitian. Penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya meneliti tentang Dewan Pengawas Syariah, namun dapat menambahkan Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Syariah dan Komite-komite.
vii
Puji syukur atas segala limpahan rahmat, karunia serta hidayah yang telah
diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik. Shalawat dan taslim juga tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang telah membawa umat manusia dari alam yang gelap gulita menuju
alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan, serta doa. Rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Dr. Anton Bawono, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Fetria Eka Yudiana, S.E., M.Si.selaku Ketua Program Studi
Perbankan Syariah S1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga dan
selaku dosen pembimbing yang selalu sabar membimbing dan
memberikan saran dan motivasi agar skripsi ini terselesaikan dengan baik.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf karyawan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam yang telah memberikan ilmu, ajaran, dan bantuan kepada
viii
dukungan berupa do’a, saran-saran serta dukungan finansial.
7. Adikku Hanif Margan Asparingga yang selalu menyemangatiku agar
terselesaikannya skripsi ini.
8. Sahabat-sahabatku perbankan syariah angkatan 2011 yang telah
memberikan segala hal yang telah kita lalui selama kuliah semoga kita
tetap menjadi sahabat sampai kita tua nanti.
9. Wiwit Ayu Nofitasari yang telah membantu, mendukungku dan
memotivasiku selama ini saat aku senang maupun kesulitan mengerjakan
skripsi agar cepat selesai.
10.Teman - teman angkatan 2011 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang
telah memberikan banyak cerita, pengalaman serta pelajaran sebagai
mahasiswa kepada penulis.
Akhir kata , penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
semua pihak yang berkepentingan. Terima kasih.
Salatiga, 22 Agustus 2017
ix
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Hanum Yunesa Hartika
NIM : 21311021
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis islam
Program Studi : Perbankan Syariah (S1)
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini secara keseluruhan
bebas dari plagiasi. jika dikemudian hari terbukti melakukan
plagiasi maka saya siap di tindak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Salatiga, 22 Agustus 2017
Penulis
Hanum Yunesa Hartika
x
PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
PENGESAHAN KELULUSAN... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR... vii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI... ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
BAB I PENDAHULUAN...
BAB II LANDASAN TEORI...
xi
C. Kerangka Penelitian...
D. Hipotesis...
45
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian...
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...
C. Populasi dan Sampel...
D. Teknik Pengumpulan Data...
E. Jenis dan Sumber Data...
F. Definisi Operasional...
G. Analisis Data dan Hipotesis...
1) Analisis Data...
a) Analisis Statistik Deskriptif ...
b) Asumsi Klasik...
c) Analisis Regresi Linier Berganda...
2) Hipotesis...
a) Analisis Koefisien Determinasi (R2)...
b) Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)...
c) Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ...
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ...
xii
3. Analisis Regresi Linier Berganda...
4. Uji Hipotesis...
a. Analisis Koefisien Determinasi (R2)...
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)...
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t) ...
BAB V PENUTUP ...
A. Kesimpulan ...
B. Saran ...
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
69
71
71
72
73
78
78
xiii
Tabel Halaman
2.1 Tabel Penelitian terdahulu ... 20
3.1 Daftar Nama Bank Sampel... 51
3.2 Tabel Definisi Operasional... 54
4.1 Daftar Nama Bank Umum Syariah... 63
4.2 Hasil Uji Deskriptif ... 63
4.3 Uji Normalitas... 65
4.4 Uji Multikolineritas... 66
4.6 Uji Heteroskedastisitas ... 67
4.8 Uji Autokorelasi ... 68
4.9 Hasil Uji Regresi ... 70
4.10 Hasil Uji Analisis Koefisien Determinasi... 72
4.11 Hasil Uji F ... 73
xiv
1
Menurut penilaian Global Islamic Financial Report (GIFR) tahun
2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara yang memiliki potensi dan
kondusif dalam pengembangan industri keuangan syariah setelah Iran,
Malaysia dan Saudi Arabia. Dengan melihat beberapa aspek dalam
penghitungan indeks, seperti jumlah bank syariah, jumlah lembaga keuangan
non-bank syariah, maupun ukuran aset keuangan syariah yang memiliki bobot
terbesar, maka Indonesia diproyeksikan akan menduduki peringkat pertama
dalam beberapa tahun ke depan. Optimisme ini sejalan dengan laju ekspansi
kelembagaan dan akselerasi pertumbuhan aset perbankan syariah yang sangat
tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus meningkat
(Alamsyah, 2012). Saat ini puluhan bank syariah telah beroperasi di
Indonesia. Bank-bank konvensional pun tak mau ketinggalan, turut
menawarkan berbagai produk syariah dengan membuka Unit Usaha Syariah
guna memikat konsumen Muslim. Berdasarkan Laporan Statistik Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan (Juni-2016), saat ini terdapat 12 Bank Umum
Syariah, 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan 22 Unit Usaha Syariah
beroperasi di Indonesia. Meskipun aset perbankan syariah masih dalam
kisaran 5% dari total aset perbankan nasional, diyakini ke depan potensi
pertumbuhan bisnis perbankan syariah akan semakin meningkat. (Rasyid,
Industri perbankan atau bank merupakan perusahaan yang bergerak
disektor jasa keuangan. Banyak stakeholder yang terlibat dalam aktifitas
industri perbankan, Sebagai upaya untuk melindungi setiap kepentingan
stakeholder maka diperlukan suatu tatakelola perusahaan yang baik atau
disebut dengan good corporate governance. Secara sederhana istilah good
corporate governance dapat diartikan sebagai system pengendalian dan
pengaturan perusahaan yang baik. Penerpan good corporate governance dapat
dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus
perusahaan (http://www.bi,go.id/id/perbankan/syariah/contents/default.aspx).
Good Corporate Governance (GCG) menurut Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate
Governance pada BUS dan UUS adalah suatu tata kelola bank yang
menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggung jawaban (responsibility), profesional
(professional), dan kewajaran (fairness). Pelaksanaan GCG secara efektif
diperlukan dalam rangka membangun industri perbankan syariah yang sehat
dan tangguh, pelaksanaanya harus memenuhi prinsip syariah (sharia
compliance).
Peraturan Bank Indonesia PBI No. 11/31/PBI/2009 tentang
pelaksanaan good coorporate governance bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah. Bank umum konvensional menjadi bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dan pembukaan
oleh bank umum konvensional. Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI)
tersebut mewajibkan setiap bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas
Syariah (DPS)
Konsep corporate governance diajukan guna peningkatan kinerja
perusahaan melalui supervise atau monitoring kinerja manajemen serta
menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasar
pada kerangka peraturan. Sistem corporate governance memberikan
perlindungan efektif bagi stakeholder dan stockholder sehingga mereka akan
yakin memperoleh imbal hasil atas investasinya dengan benar (Nasution,
2012:2).
Penerapan kinerja suatu entitas bisnis maupun manajemen bisnis
dewasa ini tidak hanya diukur dari aspek keuangan. Tanggungjawab keuangan
yang ditampakkan dengan ukuran moneter, akutansi maupun rasio-rasio
tertentu juga harus dilengkapi dengan kinerja non-keuangan seperti penerpan
good corporate governance, pelaksanaan corporate social responsibility dan
sosially responsible investment yang memadai (Dhaniel, 2012:195).
Peraturan Bank Indonesia PBI No. 11/31/PBI/2009 tentang
pelaksanaan good coorporate governance bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah menguraikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS.
Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan DSN. Menilai aspek syariah terhadap pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan bank. Memberikan opini dari aspek
laporan publikasi bank. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa
untuk dimintakan fatwa kepada DSN.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) terdiri dari pakar syariah yang
mengawasi aktifitas dan operasional institusi finansial untuk memastikan
kepatuhan terhadap prinsip-prinsip syariah. Dewan syariah mengemban tugas
dan tanggung jawab besar dan berfungsi sebagai stakeholders, karena mereka
adalah pelindung hak investor dan pengusaha yang meletakkan keyakinan dan
kepercayaan dalam isntitusi finansial. Keberadaan Dewan Pengawas Syariah
memiliki lima karakteristik dalam tata kelola perusahaan yaitu, independen,
kerahasiaan, kompetensi, konsistensi, dan keterbukaan ( Iqbal dan Abbas,
2012).
Rachmad (2012) meneliti Pengaruh Penerapan Corporate Governance
Berbasis Karakteristik Manajerial pada Kinerja Perusahaan Manufaktur. Hasil
penelitian membuktikan bahwa variabel dewan komisaris dan kepemilikan
institusional berpengaruh positif dan signifikan pada kinerja perusahaan. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa semakin baik pengawasan yang dilakukan
Dewan Komisaris dan para pemegang saham institusional maka akan
meningkatkan kualitas laba dan menurunkan tindak manipulasi yang
dilakukan manajer.
Yulianawati (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Good
Corporate Governance dan Leverage terhadap kinerja keuangan
menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kinerja
berpengaruh terhadap kinerja keuangan, serta leverage berpengaruh terhadap
kinerja keuangan.
Lestari (2015) pada penelitiannya yang berjudul pengaruh Corporate
Governance terhadap kinerja keuangan menyimpulkan bahwa Corporate
Governance yang diproksi kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham
institusional, ukuran Dewan Komisaris, dan Komite Audit tidak memilki
pengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Untuk
Corporate Governance memiliki pengaruh secara signifikan yaitu kepemilikan
saham institusional dan ukuran Dewan Komisaris, serta corporate social
responsibility terhadap kinerja keuangan, tetapi kepemilikan saham manajerial
dan komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja
keuangan perusahaan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa corporate
social responsibility bukan merupakan variabel intervening dalam pengaruh
corporate governance terhadap kinerja keuangan.
Tertius dan Christiawan (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Good Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan pada
Sektor Keuangan, memberikan hasil bahwa secara simultan, dewan komisaris,
komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan ukuran perusahaan
mempengaruhi ROA. Secara parsial, dewan komisaris dan kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap ROA. Sedangkan, komisaris
independen dan ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan
Prasojo (2015) meneliti tentang Pengaruh Penerapan Good Corporate
Governance terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah. Tentang sistem
pelaksanaan GCG diukur dengan menggunakan kuesioner seperti sampel
responden karyawan Bank Islam. Sementara kinerja keuangan dengan
menggunakan rasio keuangan seperti CAR, ROA, ROE, BOPO, dan FDR.
Penelitian ini melibatkan 258 responden yang telah berpartisipasi untuk
mengisi kuesioner. Jumlah bank yang digunakan sampel dalam penelitian ini
sebanyak 11 bank syariah. Laporan keuangan yang digunakan untuk penelitian
adalah laporan keuangan atau laporan tahunan 2013 yang diterbitkan di situs
web bank di sana. Hasil penelitian ini bahwa GCG berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan dengan CAR, ROA, ROE, dan FDR tapi GCG
berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan yang diproksikan dengan
BOPO.
Penelitian tersebut masih ditemukan adanya inkonsistensi hasil
pengaruh dari variabel independen dan dependen, sehingga peneliti ingin
menguji pengaruh rangkap jabatan DPS, jumlah rapat DPS, dan jumlah
anggota DPS, Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
penelitian ini lebih memfokuskan pada pengaruh ukuran Dewan Pengawas
syariah terhadap kinerja keuangan di perbankan syariah. Dalam penelitian ini,
untuk melihat pengaruhnya dengan menggunakan variabel independen
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk menguji
“Pengaruh Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap Kinerja Keuangan
Bank Umum Syariah Indonesia Periode 2011-2016”.
B. RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh rangkap jabatan atau duality Dewan Pengawas
Syariah (DPS) terhadap kinerja keuangan Bank Umum Syariah di
Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh jumlah rapat Dewan Pengawas Syariah (DPS)
terhadap kinerja keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh jumlah anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS)
terhadap kinerja keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia?
C. TujuanPenelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh rangkap jabatan
Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap kinerja keuangan Bank Umum
Syariah di Indonesia.
2. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh jumlah rapat
Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap kinerja keuangan Bank Umum
3. Untuk menguji dan membuktikan secara empiris pengaruh jumlah anggota
Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap kinerja keuangan Bank Umum
Syariah di Indonesia.
D. Kegunaan
Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Bank
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai catatan atau koreksi bagi bank syariah untuk dapat meningkatkan serta mempertahankan kinerjanya.
2. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai konsep-konsep yang telah dipelajari dengan membandingkan dalam praktik perbankan khususnya yang berkaitan dengan tema perbankan syariah dan penyaluran pembiayaan.
3. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan berguna bagi penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan topik penelitian ini.
4. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif dalam memberikan informasi mengenai kondisi perbankan syariah kepada masyarakat dan dalam rangka mensosialisasikan kepada masyarakat.
E. SistematikaPenulisan
Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab. Adapun
masing-masing bab secara singkat dijelaskan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini berisi penjelasan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI, dalam bab ini terdapat empat bagian yaitu
pertama landasan teori yang berisi uraian telaah pustaka, referensi, jurnal,
artikel, dan lain-lain, yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Referensi
ini juga digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis terhadap
masalah. Kedua penelitian dan pengkajiaan yang telah dilakukan oleh
peneliti terdahulu yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini. Ketiga kerangka pemikiran berisi kesimpulan dari telaah
pustaka yang digunakan untuk menyusun asumsi atau hipotesis. Dan
bagian keempat adalah hipotesis yang dikemukakan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, dalam bab ini menguraikan
tentang metode pengkajian masalah, data penelitian yang berisi antara lain
variabel penelitian, karakterisktik data, populasi dan sampel, disertai
penjelasan tentang prosedur pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, dalam bab ini
dibahas secara lebih mendalam tentang uraian penelitian yang berisi
deskripsi objek penelitian dan analisis data serta pembahasan hasil dan
BAB V PENUTUP, bab ini merupakan penutup dari penulisan penelitian
dan berisi tentang kesimpulan dari pembahasan bab-bab yang telah
11 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
Telaah pustaka merupakan kumpulan hasil penelitian-penelitian
terdahulu dan mempunyai keterkaitan dengan penelitian yang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan variabel dependen Return On Equity (ROE)
dan variabel independen adalah Rangkap Jabatan DPS, Jumlah Rapat
DPS, dan jumlah anggota DPS. Menurut Peraturan Bank Indonesia
paragraf 3 pasal 49. Rapat Dewan Pengawas Syariah wajib
diselenggarakan paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Pengambilan keputusan rapat Dewan Pengawas Syariah dilakukan
berdasarkan musyawarah mufakat dan seluruh keputusan Dewan
Pengawas Syariah yang dituangkan dalam risalah rapat merupakan
keputusan bersama seluruh anggota Dewan Pengawas Syariah. DPS BSM
telah meluangkan waktu yang cukup dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya untuk mengawasi pelaksanaan prinsip-prinsip syariah
pada setiap kegiatan bank. Secara berkala DPS BSM memperhatikan
dengan seksama atas permasalahan atau isu-isu syariah yang dihadapi
BSM dari sisi bisnis maupun operasional. Hal ini terwujud dengan
diadakannya beberapa rapat DPS, dimana sepanjang tahun 2014 telah
terlaksana sebanyak 14 (empat belas) kali rapat ( laporan pelaksanaan
Umam (2015) mengatakan bahwa di Indonesia terdapat dewan
pengawas syariah yang menjadi dewan pengawas syariah di lembaga
keuangan lain dan juga terdapat dewan pengawas syariah yang menjadi
dewan syariah nasional. Adanya beberapa dewan pengawas syariah yang
merangkap jabatan sebagai dewan pengawas syariah di lembaga keuangan
lain dan menjabat sebagai dewan syariah nasional menandakan bahwa
jumlah dewan pengawas syariah di Indonesia masih sedikit. Rangkap
jabatan tersebut dapat mengurangi tingkat pengawasan yang dilakukan
dewan pengawas syariah, sehingga keberadaan dewan 20 pengawas
syariah belum mampu mendorong peningkatan kinerja bank syariah.
Untuk penerapan GCG yang efektif di lembaga perbankan syariah, maka
Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru, yaitu Peraturan Bank
Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah. PBI ini menjelaskan tentang rangkap jabatan DPS di
banyak bank, harus dikurangi dari 4 menjadi 2 lembaga keuangan.
Menurut Syukron (2012) mengatakan bahwa peraturan mengenai rangkap
jabatan DPS di Indonesia dan Malaysia tidak ada perbedaan yaitu DPS
dibolehkan merangkap jabatan hanya pada 2 lembaga keuangan.
Usamah (2010) mengatakan bahwa kualitas pengawasan terhadap
pelaksanaan prinsip syariah di bank syariah diperlukan adanya pembatasan
terhadap jumlah rangkap jabatan sebagai dewan pengawas syariah, yang
rangkap jabatan sebagai dewan pengawas syariah maka dapat bekerja lebih
fokus dan profesional. Rangkap jabatan yang tidak terlalu banyak
dipegang oleh dewan pengawas syariah diharapkan mampu meningkatkan
pengawasan yang lebih baik, sehingga 21 kemungkinan-kemungkinan
masalah agensi dapat ditekan yang nantinya dapat meningkatkan kinerja
bank syariah itu sendiri.
Ahmad ridwan (2011) menyatakan Jumlah anggota DPS
sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah,
sedangkan untuk BPRS anggota DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah
2-3 orang. Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS
lain sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
Ketentuan mengenai jumlah anggota DPS juga diatur dalam PBI No.
11/3/PBI/2009 yang menyatakan bahwa jumlah anggota DPS paling
sedikit adalah 2 (dua) orang dan paling banyak 50% dari jumlah anggota
direksi.
Adrian sutedi (2012) pada prinsipnya seorang anggota DPS hanya
dapat menjadi anggota DPS di satu perbankan syariah dan satu lembaga
keuangan syariah. Namun mengingat keterbatasan jumlah tenaga yang
dapat menjadi anggota DPS, seseorang dapat diangkat sebagai anggota
DPS sebanyak-banyaknya pada dua perbankan syariah dan dua lembaga
keuangan syariah lainnya. DPS diketuai oleh salah satu dari anggota DPS
Salah satu kegiatan rapat DPS adalah memberikan opini-opini
mengenai semua kegiatan operasional, produk dan penyaluran dana
termasuk mengawasi kegiatan menyalurkan dana zakat, infak, sedekah dan
wakaf yang bisa diakui sebagai bentuk ISR perusahaan.
Menurut Ridhwan dan Wijaya (2014) mengatakan bahwa risalah
rapat DPS memuat keputusan dan opini syariah yang diambil dalam rapat
DPS, risalah rapat tersebut sudah diketahui dan disetujui oleh seluruh
anggota DPS. Pelaksanaan rapat DPS dipersyaratkan dalam PBI
No.11/33/PBI/2009 dan SEBI No.12/13/DPbS tentang Pelaksanaan GCG
Bagi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS)
mengatur bahwa rapat DPS diselenggarakan minimal sekali dalam 1 (satu)
bulan. Menurut Syukron (2012) mengatakan bahwa peraturan Bank
Indonesia dengan Malaysia tidak ada perbedaan termasuk peraturan
tentang jumlah rapat DPS hanya saja Dewan Pengawas Syariah di
Malaysia memiliki aturan yang sangat ketat dibanding Dewan Pengawas
Syariah di Indonesia seperti pendiskualifikasi mereka yang tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak menghadiri 75 persen
pertemuan yang telah dijadwalkan dalam satu tahun tanpa alasan yang 22
wajar, dan pemecatan bagi mereka yang dinyatakan bersalah atas tindak
pidana yang serius, atau pelanggaran lainnya dan diancam dengan pidana
penjara satu tahun atau lebih.
Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan
Prasetyaningrum (2010) dalam penelitiannya Analisis Pengaruh
Independensi dan Profesionalisme Dewan Pengawas Syariah terhadap
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Jawa Tengah. Kesimpulan
dari hasil analisis data dalam penelitian ini adalah faktor ekonomi dan
faktor religiusitas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
independensi DPS pada BPR Syari’ah di Jawa Tengah. Hasil uji statistik
hipotesis ke dua menunjukkan bahwa independensi DPS mempunyai
pengaruh negatif signifikan terhadap profesionalisme DPS,
profesionalisme DPS tidak signifikan mempengaruhi Kinerja BPRS.
Megasari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Peran Komite Audit dan Dewan Pengawas Syariah dalam mewujudkan
Good Corporate Governance untuk Meningkatkan Kinerja Bank Syariah.
Pada penelitian ini digunakan data primer dalam bentuk penyebaran
kuesioner yang dilakukan di Jakarta dengan responden karyawan yang
bekerja pada kantor bank syariah dan menggunakan metode convience
sampling. hasil penelitian menunjukan bahwa variabel komite audit dan
dewan pengawas syariah berpengaruh terhadap Good Corporate
Governance . Komite audit dan Good Corporate Governance berpengaruh
terhadap kinerja bank syariah sedangkan dewan pengawas syariah tidak
berpengaruh terhadap kinerja bank syariah.
Masliana (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Dewan
Pengawas Syariah (DPS) Dalam Pengawasan Pelaksanaan Kontrak di
ini kinerja DPS dalam pelaksanaan kontrak yang ada di BRI syariah telah
berfungsi sebaimana mestinya. Dalam arti memaksimalkan fungsi dan
peran disini, hal ini bisa terlihat dari laporan pengawasan yang mereka
serahkan pada stakeholdernya yaitu Bank Indonesia, DSN-MUI dan RUPS
BRI Syariah.
Ningrum, Fachrurrizie dan Jayanto (2013) melakukan penalitian
berjudul Pengaruh Kinerja Keuangan, Kepemilikan Institusional, dan
Ukuran Dewan Pengawas Syariah Terhadap Pengungkapan ISR Sampel
dipilih menggunakan metode purpossive sampling dan diperoleh 24
pengamatan. Data dikumpulkan dari perusahaan perbankan syariah yang
ada di Indonesia pada tahun 2010-2012. Data penelitian diuji
menggunakan uji asumsi klasik, analisis deskriptif, dan regresi ordinary
least square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan secara simultan variabel
kinerja keuangan, kepemilikan institusional dan ukuran dewan pengawas
syariah berpengaruh terhadap pengungkapan islamic social reporting.
Secara parsial variabel kepemilikan institusional dan ukuran dewan
pengawas syariah berpengaruh terhadap pengungkapan islamic social
reporting, sedangkan variabel kinerja keuangan tidak berpengaruh
terhadap pengungkapan islamic social reporting.
Kartika, (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Penerapan Good Corporate Governance Oleh Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Komite-Komite dan Dewan Pengarwas Syariah Terhadap Kinerja
adalah yang pertama dewan komisaris dan dewan pengawas syariah tidak
ada pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perbankan. dan yang
keduaa dewan direksi dan komite-komite berpengaruh signifikan terhadap
kinerja perbankan.
Sanusi (2014) melakukan penelitian dengan judul Implementasi
dan Efektivitas Pengawasan Dewan Pengawas Syariah terhadap Produk
Perbankan Syariah menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh
DPS terhadap produk produk Bank Muamalat Indonesia Cabang
Pekanbaru, hasil penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri dan Bank
Riaukepri Unit Usaha Syariah belum optimal karena jumlah anggota DPS
tidak seimbang dengan jumlah Bank Syariah. Ketidakoptimalan
pengawasan oleh DPS juga disebabkan anggota DPS banyak tugas
rangkap sehingga tugas sebagai anggota DPS tidak dapat dilakukan
dengan optimal.
. Rahayu dan Cahyati (2014), dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Frekuensi Rapat Dewan Pengawas Syariah Terhadap
Pengungkapan CSR. menunjukkan hasil bahwa jumlah rapat dewan
pengawas syariah berpengaruh negatif terhadap pengungkapan CSR
artinya, seringnya rapat dilakukan belum tentu pengungkapan CSR di
perbankan menjadi lebih baik.
Fitriani, (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Pelaksanaan Good Corporate Governance Pada Aspek Peran Dewan
research) yaitu dari hasil penelitian lapangan dengan cara dokumentasi
dan wawancara langsung dengan beberapa pihak manajemen di Divisi
UUS Bank Jateng. Selain itu penulis juga menggunakan penelitian
kepustakaan (library research) yaitu dengan memanfaatkan data sekunder
berupa literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dikaji oleh
penulis. Adapun hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa peran DPS di
UUS Bank Jateng sangatlah penting terutama dalam pengambilan
keputusan yang kaitannya dengan masalah kesyariahan pada lembaga
keuangan/ perbankan. Dan dari hasil self assessment pelaksanaan GCG
pada aspek tugas dan tanggung jawab DPS UUS Bank Jateng
menunjukkan peringkat yang baik. Hal ini juga didukung dengan adanya
kualitas dan integritas masing-masing anggota. Namun komposisi dalam
keanggotaan DPS masih minim, bahkan anggota DPS masih merangkap
jabatannya di lembaga keuangan lain. Sehingga fokus penerapan maupun
pengawasan syariah di UUS dirasa kurang, karena pejabat banknya pun
mayoritas keluaran dari bank induknya (Bank Jateng Konvensional) yang
belum begitu paham banyak tentang muamalah.
Prabowo dan Jamal (2016) dalam penelitiannya yang berjudul
Peranan Dewan Pengawas Syariah terhadap Praktik Kepatuhan Syariah
dalam Perbankan Syariah di Indonesia. Hasil penelitian ini menyimpulkan
Fungsi dan peran DPS dalam perbankan syariah, memiliki hubungan yang
kuat dengan manajemen risiko perbankan syariah, yaitu risiko reputasi,
Pelanggaran kepatuhan syariah yang dibiarkan oleh DPS jelas akan
merusak citra dan kredibilitas perbankan syariah di mata publik, sehingga
dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah
tersebut. Untuk alasan ini peran DPS pada perbankan syariah benar-benar
harus dioptimalkan. Antaranya kualifikasi pengangkatan DPS harus
diperketat melalui proses yang lebih selektif agar terpilih DPS yang
mampu mengawasi dan mengawal operasional perbankan syariah sesuai
prinsip-prinsip syariah.
Indah (2017) dalam penelitiannya yang berjudul Dewan Komisaris,
Dewan Pengawas Syariah, Rangkap Jabatan Dewan Pengawas Syariah,
Komite Audit, dan Rapat Komite Audit Berpengaruh Terhadap Kinerja
Maqashid Syariah Di Indonesia dan Malaysia Berdasarkan hasil analisis
dengan menggunakan sampel sebanyak 104 sampel bank umum syariah di
Indonesia dan Malaysia periode 2012-2015 dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut: Dewan Komisaris tidak berpengaruh positif terhadap
kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan Malaysia. Dewan
pengawas syariah tidak berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid
syariah bank syariah di Indonesia Malaysia. Rangkap jabatan dewan
pengawas syariah tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid
syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap jabatan dewan pengawas
syariah berpengaruh negatif terhadap kinerja maqashid syariah bank
syariah di Malaysia. Komite audit tidak berpengaruh positif terhadap
berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di
Malaysia. Rapat komite audit tidak berpengaruh positif terhadap kinerja
maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan Malaysia. Terdapat
perbedaan kinerja maqashid syariah bank syariahdi Indonesia dan
Malaysia.
variabel komite audit dan dewan pengawas syariah berpengaruh terhadap Good Corporate
dalam ada di BRI syariah telah berfungsi sebaimana mestinya. Dalam arti memaksimalkan fungsi dan peran disini, hal ini bisa terlihat dari laporan pengawasan yang mereka serahkan pada
stakeholdernya yaitu Bank Indonesia, DSN-MUI dan
secara simultan variabel kinerja keuangan, social reporting. Secara parsial variabel
rangkap sehingga perbankan. Dan dari hasil self assessment
yang belum begitu paham yaitu risiko reputasi, yang pada gilirannya
mempengaruhi risiko lain, seperti risiko likuiditas. Pelanggaran kepatuhan syariah yang dibiarkan oleh DPS jelas akan merusak citra dan kredibilitas perbankan syariah di mata publik, sehingga dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah
Rapat syariah bank syariah di Indonesia dan rangkap syariah bank syariah di Indonesia dan komite audit berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Malaysia. Rapat komite audit tidak berpengaruh positif terhadap kinerja maqashid syariah bank syariah di Indonesia dan Malaysia. Terdapat perbedaan kinerja maqashid syariah bank syariahdi Indonesia dan Malaysia.
Berdasarkan literatur review diatas, penelitian ini lebih difokuskan pada
Dewan Pengawas Syariah. DPS menurut Peraturan Bank Indonesia
No.11/33/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank
Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menyatakan Dewan Pengawas Syariah
merupakan dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam
kegiatan usaha bank. Berdasarkan berbagai pengertian tersebut di atas maka DPS
merupakan badan independen internal yang berfungsi untuk melakukan
Dewan Pengawas Syariah memiliki nilai peranan penting bagi
perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Menurut Suprayogi (2008) ada
tiga alasan penting DPS mempunyai peran penting dalam bank syariah antara lain:
1. menentukan tingkat kredibilitas bank syariah.
2. unsur utama dalam menciptakan jaminan kepatuhan syariah (shari'a
compliance assurance).
3. salah satu pilar utama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)
bank syariah.
Sehingga peran dan fungsi DPS dalam bank syariah harus dipertahankan
keberadaannya, diperkuat kedudukannya, dan dioptimalkan fungsi serta perannya
dalam pengawasan syariah untuk menciptakan perbankan syariah Indonesia yang
sehat, efesien, dan sesuai dengan prinsip serta aturan syariah.
B. Kerangka Teori
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Definisi agency theory menurut Scott (2003) dalam Tertius (2015) adalah
kontrak untuk memotivasi agen untuk bertindak atas nama pemilik ketika
kepentingan agen, sebaliknya dapat dinyatakan bertentangan dengan kepentingan
pemilik. Masing-masing pihak yang terlibat dalam kontrak berusaha untuk
mendapatkan yang terbaik untuk diri mereka sendiri, maka hal tersebut akan
menimbulkan konflik. Hubungan agen terjadi ketika pelaku menyewa agen untuk
melakukan tugas atas nama pemilik. Pemilik pada umumnya mendelegasikan
pengambilan keputusan wewenang kepada agen. Agency theory berkaitan dengan
pemilik (misalnya pemegang saham) dan agen dari para pemilik (misalnya
eksekutif perusahaan).
Konsep agency theory didasari pada permasalahan agensi yang muncul
ketika pengurusan suatu perusahaan terpisah dari kepemilikannya (Nuswandari,
2009). Agency theory menurut oleh Jensen dan Meckling (1976) memandang
bahwa manajemen perusahaan sebagai agen bagi para pemegang saham, akan
bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai
pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham. Agency theory
memandang bahwa pihak manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak
sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders
pada khususnya, sehingga muncullah agency problem yang selanjutnya
menimbulkan agency cost.
Agency problem menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari:
a. Moral Hazard,yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan
hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
b. Adverse selection, yaitu suatu keadaan di mana prinsipal tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar
didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah
kelalaian dalam tugas.
Agency cost seperti yang pernah dirinci oleh Jensen dan Meckling (1976) terdiri
dari tiga unsur yaitu:
a. Biaya pengawasan oleh prinsipal untuk mengawasi bisnis yang dijalankan
b. Biaya pengikatan agen untuk untuk memastikan prinsipal bahwa agen tidak
melakukan sesuatu yang dapat merusak kepentingan modal dan mengganti
kerugian bila hal itu benar-benar terjadi.
c. Sisa kerugian (residual loss) yang harus ditanggung oleh prinsipal akibat dari
keputusan agen yang menyimpang dari keputusan yang dibuat oleh prinsipal
ketika mempunyai kemampuan yang sama dengan agen.
Adanya dua partisipan tersebut (prinsipal dan agen) menyebabkan
timbulnya permasalahan tentang mekanisme yang harus dibentuk untuk
menyelaraskan kepentingan yang berbeda diantara keduanya. Corporate
governance sebagai efektivitas mekanisme yang bertujuan meminimalisasi konflik
keagenan, dengan penekanan khusus pada mekanisme legal yang mencegah
dilakukannya eksproriarsi atas pemegang saham baik mayoritas maupun minoritas
(Nuswandari, 2009).
Menurut Brigham dan Houston (2006) dalam Retno (2012) para manajer
diberikan kekuasaan oleh pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk
membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan
yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory). Hubungan keagenan
(agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai
prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk
melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat
keputusan kepada agen tersebut.
pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah
keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal
dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa
dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang
tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return.
Untuk mengurangi masalah keagenan, diperlukan suatu mekanisme
pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan. Salah satu mekanisme yang
dipakai adalah Good Corporate Governance (GCG). GCG menjadi sistem yang
memberikan petunjuk dan prinsip untuk menyelaraskan perbedaan kepentingan,
terutama kepentingan manajer dengan kepentingan pemegang saham. Dengan
meminimalkan konflik kepentingan yang terjadi, diharapkan agen dapat bertindak
sesuai dengan kepentingan pemilik yaitu meningkatkan return perusahaan
sehingga kinerja perusahaan meningkat (Tertius dan Christiawan, 2015).
2. Good Corporate Governace
a. Pengertian Good Corporate Governance
Menurut Bank Indonesia dalam PBI nomor 11/33/PBI/2009, Good
Corporate Governance, yang selanjutnya disebut GCG, adalah suatu tata kelola
Bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas
(accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional),
dan kewajaran (fairness).
Definisi Good Corporate Governance menurut Bank Dunia adalah aturan,
standar dan organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik
wewenang serta pertanggung jawabannya kepada investor (pemegang saham dan
kreditur).
Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para
shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Hal ini dimaksudkan
pengaturan kewenangan direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu
(Hisamuddin dan Tirta, 2011).
Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI) Corporate
Governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan esktern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan (Hisamuddin dan Tirta,
2011).
Berdasarkan argumen yang dikembangkan oleh Keasey dan Wright dalam
Sayidah (2007) corporate governance dipandang mempunyai dua dimensi besar.
Pertama monitoring terhadap kinerja manajemen dan meyakinkan akuntabilitas
manajemen terhadap pemegang saham yang menekankan pertanggungjawaban
dan dimensi akuntabilitas dari corporate governance. Kedua, struktur, mekanisme
dan proses governance yang memotivasi perilaku manajerial untuk meningkatkan
dipertimbangkan ketika ada usaha untuk menciptakan struktur dan prosedur
governance yang mengarah ke perbaikan kinerja.
Menurut Wicaksana (2010) tata kelola perusahaan yang baik
menggabungkan kombinasi antara hukum, aturan-aturan, dan praktek-praktek
sukarela sektor swasta yang menyebabkan perusahaan dapat menarik modal,
bekerja efisien, menghasilkan laba, memenuhi kewajiban hukum, dan memenuhi
ekspektasi sosial hukum. Tata kelola perusahaan yang baik bertujuan untuk
memberikan dorongan kepada dewan (board) dan manajemen untuk mencapai
tujuan tersebut, yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham.
Sukamulja (2004) menyimpulkan bahwa corporate governance merupakan :
1) Suatu struktur yang mengatur pola hubungan yang harmonis tentang peran
Dewan Komisaris, Direksi, RUPS dan para stakeholder lainnya.
2) Suatu sistem Check and balance mencakup perimbangan kewenangan atas
pengendalian perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang:
pengelolaan yang salah dan penyalahgunaan aset perusahaan.
3) Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan,
pencapaian dan pengukuran kinerjanya.
b. Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Menurut Bank Indonesia dalam PBI nomor 11/33/PBI/2009
prinsip-prinsip Good Corporate Governance terdiri dari:
1) Transparansi, yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material
2) Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian pengelolaan bank dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank yang
sehat.
3) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ
bank sehingga pengelolaannya berjalan dengan efektif.
4) Profesional, yaitu memiliki kompetensi, mampu bertindak obyektif dan bebas dari
penaruh atau tekanan dari pihak manapun (independen) serta memiliki komitmen
yang tinggi untuk mengembangkan bank.
5) Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance setiap Bank harus
memastikan bahwa prinsip GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di
seluruh jajaran bank. Prinsip GCG yang harus dipastikan pelaksanaanya meliputi
transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, indepedensi serta kewajaran dan
kesetaraan (www.knkg-indonesia.com, 2012), berikut penjelasannya:
1. Transparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan (disclosure) dan
penyediaan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat, dan dapat
diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan
masyarakat. Transparansi diperlukan agar bank menjalankan bisnis secara
objektif, profesional, dan melindungi kepentingan konsumen.
2. Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan fungsi dalam
organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Bank sebagai lembaga dan
kinerjanya secara transparan dan akuntabel. Untuk itu bank harus dikelola secara
sehat, terukur dan professional dengan memperhatikan kepentingan pemegang
saham, nasabah, dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan
prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3. Responsibilitas mengandung unsur kepatuhan terhadap peraturan perundang‐
undangan dan ketentuan internal bank serta tanggung jawab bank terhadap
masyarakat dan lingkungan. Responsibilitas diperlukan agar dapat menjamin
terpeliharanya kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat
pengakuan sebagai warga korporasi yang baik atau dikenal dengan good
corporate citizen.
4. Independensi mengandung unsur kemandirian dari dominasi pihak lain dan
objektifitas dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam hubungan
dengan asas independensi (independency), Bank harus dikelola secara independen
agar masing‐masing organ Perusahaan beserta seluruh jajaran dibawahnya tidak
saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun yang dapat
mempengaruhi obyektivitas dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya.
5. Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur perlakuan yang adil dan
kesempatan yang sama sesuai dengan proporsinya. Dalam melaksanakan
kegiatannya, bank harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham,
konsumen dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan
kesetaraan dari masing‐masing pihak yang bersangkutan.
Industri perbankan merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam
bidang keuangan, yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Industri perbankan
mempunyai regulasi yang lebih ketat dibandingkan dengan industri lainnya. Oleh
karena itu industri perbankan ini membutuhkan adanya prinsip-prinsip dalam
menjalankan kegiatan operasinya, khususnya pada kinerja keuangannya, agar
kegiatannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan perbankan tersebut, yaitu dengan
prinsip corporate governance. Situasi eksternal dan internal perbankan semakin
kompleks dengan risiko kegiatan yang beragam. Keadaan tersebut semakin
meningkatkan kebutuhan adanya penerapan corporate governancedalam industri
perbankan. Selain untuk meningkatkan daya saing bank, corporate governance
juga lebih memberikan perlindungan kepada masyarakat (Syafiqurrahman et.
al.,2014).
Menurut Forum Corporate Governance in Indonesia (2001) ada beberapa
manfaat yang dapat diambil dari penerapan GCG yang baik, antara lain:
1) Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholder.
2) Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehinga
dapat lebih meningkatkan corporate value.
3) Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
4) Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena
sekaligus akan meningkatkan Shareholders value dan deviden.
Manfaat bagi perusahaan yang menerapkan good corporate governance adalah
bahwa esensi dari good corporate governance ini secara ekonomis akan menjaga
kelangsungan usaha, baik profitabilitasnya maupun pertumbuhannya. Corporate
governance merupakan pedoman bagi manajer untuk mengelola perusahaan
secara best practice. Manajer akan membuat keputusan keuangan yang dapat
menguntungkan semua pihak (stakeholder). Manajer bekerja secara efektif dan
efisien sehingga dapat menurunkan biaya modal dan mampu meminimalkan
risiko. Usaha tersebut diharapkan menghasilkan profitabilitas yang tinggi.
Investor akan memperoleh pendapatan (return) sesuai dengan harapan. Dampak
penerapan good corporate governance selain bisa menghilangkan KKN dan
menciptakan serta mempercepat iklim berusaha yang lebih sehat juga
meningkatkan kepercayaan investor dan kreditor (Nuswandari, 2009).
3. Dewan Pengawas Syariah
(Keputusan Dewan Pimpinan MUI tentang susunan pengurus DSN-MUI,
No: Kep-98/MUI/III/2001):DPS adalah badan yang ada di lembaga keuangan
syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan DSN di lembaga
keuangan syariah tersebut. Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan
di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat rekomendasi dari
DSN. Dalam Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa dalam
tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa DPS wajib dibentuk di Bank
Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah. Dalam PBI
No.11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah juga disebutkan pengertian DPS
yaitu DPS adalah dewan yang bertugas memberikan nasehat dan saran kepada
direksi serta mengawasi kegiatan bank agar sesuai dengan prinsip syariah. DPS
merupakan suatu badan yang diberi wewenang untuk melakukan supervises /
pengawasan dan melihat secara dekat aktivitas lembaga keuangan syariah agar
lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah. DSN
merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisi dan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah. DPS
berkedudukan di kantor pusat dan berkewajiban melihat secara langsung
pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari
ketentuan yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional (DSN). DSN
merupakan bagian dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisidan pakar dalam
bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang
bertugas menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk
usaha bank, asuransi dan reksadana. Menurut MUI (SK MUI No.
Kep.754/II/1999), ada 4 tugas pokok DSN,yaitu;
1. Menumbuh kembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian
3. Mengeluarkan fakta atas produk keuangan syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan
DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi
harus sesuai dengan prinsip syariah, yang paling utama adaalah mengesahkan dan
mengawasi produk-produk yang dikeluarkan bank agar sesuai dengan ketentuan
syariah dan undang-undang yang berlaku. DPS dalam strukrur organisasi bank
syariah diletakkan pada posisi setingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap
bank syariah. Posisi yang demikian ditujukan agar DPS lebih berwibawa dan
mempunyai kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan pengarahan
kepada semua direksi di bank tersebut dalam hal-hal yang berhubungan dengan
pengaplikasian produk perbankan syariah. Oleh sebab itu, penetapan DPS
dilakukan melalui RUPS setelah nama-nama anggota DPS tersebut mendapat
pengesahan dari DSN.
Fungsi dan Peran DPS dalam perbankan syariah sangat berhubungan kuat
dengan manajemen resiko perbankan syariah, yaitu resiko reputasi, yang
memungkinkan adanya dampak pada resiko lainnya, seperti resiko likuiditas.
Pelanggaran syariah complience yang dibiarkan DPS atau luput dari pengawasan
DPS, jelas akan merusak citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat,
sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank syariah
yang bersangkutan. Untuk itulah peran DPS di bank syariah harus benar-benar
dioptimalkan, kualifikasi menjadi DPS harus diperketat, dan formalisasi perannya
Peranan Dewan Pengawas Syari’ah sangat strategis dalam penerapan
prinsip syariah di lembaga perbankan syariah. Menurut Surat Keputusan DSN
MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI Masa
Bhakti Th. 2000-2005 bahwa DSN memberikan tugas kepada DPS untuk :
1. Melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah,
2. Mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada
pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN
3. Melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam
satu tahun anggaran
4. Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan dengan DSN.
Ratna Aditya Ningrum, Fachrurrozie, dan Prabowo Yudo Jayanto (2013)
membahas tentang “Pengaruh Kinerja Keuangan, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Dewan Pengawas Syariah terhadap Pengungkapan ISR”.Tujuan dari
penelitian ini adalahuntuk menganalisis pengaruh kinerja keuangan, kepemilikan
institusional, danukuran dewan pengawas syariah terhadap pengungkapan Islamic
Social Reporting (ISR).Hasil dari penelitian menunjukan secara simultan variabel
kinerja keuangan,kepemilikan institusional dan ukuran dewan pengawas syariah
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Sosial Reporting. Secara parsial
variabel kepemilikan institusional dan ukuran dewan pengawas syariah
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Sosial Reporting, sedangkan
variabel kinerja keuangan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic
sekarang dimanakeduanya membahas mengenai Islamic Social Reporting,
sedangkan perbedaan antara keduanya, pada penelitian yang ini membahas
mengenai pengaruh kinerja keuangan, kepemilikan institusional, dan ukuran
dewan pengawas syariah terhadap pengungkapan ISR sedangkan penelitian yang
sekarang merupakan studi komparasi pengungkapan CSR pada perbankan syariah
Indonesia dan Malaysia menggunakan Islamic Social Reporting Index.
Pada penelitian ini peneliti mengukur pengaruh ukuran Dewan Pengawas
Syariah, jumlah rapat DPS, dan rangkap jabatan DPS terhadap ROA.
a) Jumlah Anggota Dewan Pengawas Syariah
Ahmad Ridwan (2011) DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dalam
rangka penerapan prinsip Good Corporate Governance dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, maka DPS dapat melakukan perangkapan jabatan
dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2-5 orang untuk Bank
Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS
anggota DPS sekurang-kurangnya harus berjumlah 2-3 orang.
b. Anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS lain
sebanyak 4 Bank lain atau lembaga keuangan Syariah bukan Bank.
c. Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota
DSN-MUI sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.
Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu:
1. Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah sebelum
No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 harus disesuaikan
selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.
2. Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus
disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.
b) Jumlah Rapat Dewan Pengawas Syariah
Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor
30/POJK.05/2014. DPS wajib menyelenggarakan rapat DPS secara berkala
paling sedikit 6 (enam) kali dalam 1 (satu) tahun. Perbedaan pendapat
(dissenting opinions) yang terjadi dalam keputusan rapat DPS wajib
dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat DPS disertai alasan perbedaan
pendapat tersebut. Anggota DPS yang hadir maupun yang tidak hadir dalam
rapat DPS berhak menerima salinan risalah rapat Dewan Pengawas Syariah.
Jumlah rapat DPS yang telah diselenggarakan dan jumlah kehadiran
masing-masing anggota DPS harus dimuat dalam laporan penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik.
Menurut Bathula (2008) rapat DPS digunakan sebagai ukuran dari
intensitas kegiatan dewan dan nilai dari dewan yang relevan. Waktu rapat DPS
merupakan sumber daya penting dalam meningkatkan efektivitas DPS yang
akan berdampak luar biasa pada kinerja dari DPS, dan pertemuan yang efektif
penting bagi keberhasilan tugas DPS.
c) Rangkap Jabatan DPS
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan POJK
Konglomerasi Keuangan. Dalam aturan ini, struktur direksi, Dewan Pengawas
Syariah dan dewan komisaris lembaga jasa keuangan (LJK) diperbolehkan
untuk rangkap jabatan.
Yonatan Hermanto (2015) rangkap jabatan memiliki pandangan
berbeda-beda tergantung dari sisi mana yang dilihat. Misalnya, dari sisi pengaturan di
pasar modal, jika dikaitkan dengan transaksi terafiliasi rangkap jabatan
merupakan hal yang negatif.
Yonanto (2015) jika dilihat dari sisi praktik di lapangan, rangkap jabatan
biasanya diisi oleh orang-orang yang sudah ahli di bidangnya. Bukan hanya
itu, dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), tak ada
klausul lebih rinci mengenai kewajiban atau hak dari pemegang saham
pengendali. Untuk lebih rinci malah diatur dalam peraturan Bank Indonesia
(BI) atau peraturan OJK bahwa kewajiban pemegang saham pengendali lebih
banyak karena mayoritas saham yang dimilikinya. Itu fakta hukum yang de
facto terjadi, tapi dalam UU PT kita belum akomodir. Achmad Daniri (2015)
pedoman Good Corporate Governance (GCG) perbankan yang diluncurkan
KNKG hanyalah sebuah rujukan. Meski begitu, setiap industri atau
perusahaan bisa memberikan pedoman masing-masing untuk mengisi
kekosongan pada UU PT. Pedoman yang dikeluarkan KNKG hanya rujukan,
setiap perusahaan bisa berikan pedoman masing-masing untuk mengisi
kekosongan dari UU PT itu sesuai dengan prinsip-prinsip GCG” .
Ismanto Kuat (2009) Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No
jabatan di empat lembaga keuangan syariah. Ini menjadikan ketentuan
mengenai dewan pengawas syariah (DPS) di bank menjadi lebih
fleksibel.Sebelumnya berdasar PBI Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah,
anggota DPS ditetapkan merangkap jabatan di dua bank syariah dan dua
lembaga keuangan bukan bank. Namun dengan ketentuan baru anggota DPS
dapat menjabat di lembaga keuangan lainnya, tak hanya terpatok pada dua
bank.
4. Kinerja Keuangan
Kinerja (performance) dalam kamus istilah akuntansi adalah
kuantifikasi dari keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode
tertentu.Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang
dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan
gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup
aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja
menunjukkan sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan
suatu perusahaan. Kekuatan tersebut dipahami agar dapat dimanfaatkan dan
kelemahan pun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-langkah
perbaikan (Lestari dan Sugiharto, 2007).
Kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan
selama periode waktu tertentu yang merupakan hasil atau prestasi yang
dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam memanfaatkan