• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 1998 TENTANG"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 1998

TENTANG

RETRIBUSI PASAR GROSIR PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DI JAWA TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

Menimbang : a. bahwa Penyelenggaraan Pelelangan Ikan di Jawa Timur yang telah diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1975 juncto Nomor 10 Tahun 1988, perlu disesuaikan dengan kebijaksanaan Pemerintah yang baru bidang Pajak dan Retribusi Daerah ;

b. bahwa dengan telah ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II, maka Penyelenggaraan Pelelangan Ikan termasuk lingkup Retribusi Pasar Grosir dan atau Pertokoan dengan segala aktifitasnya merupakan jenis retribusi Daerah Tingkat I ;

c. bahwa untuk memungut retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu diatur dengan Peraturan Daerah.

(2)

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Jawa Timur juncto Undang-undang Nomor 18 Tahun 1950 perihal Mengadakan Perubahan dalam Undang-undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal Pembentukan Propinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Nomor 32) ;

2. Undang-undang Nomor 9 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104) ;

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) ;

4. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;

5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299) ;

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502) ;

7. Undang-undang Nomor 18' Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1993 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3408) ;

(3)

10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692) ;

11. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1998 tentang Pembinaan Koperasi;

12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah ; 13. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang

Bentuk Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Perubahan ; 14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang

Prosedur Pengesahan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ;

15. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tatacara Pemungutan Retribusi Daerah ;

16. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman Tatacara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah ; 17. Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan

Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 139 Tahun 1997, Nomor 902/Kpts/PL.420/9/1997 dan Nomor 03/SKB/m/IX/1997 tentang Penyelenggaraan Pelelangan Ikan ; 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang

Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Daerah Tingkat I dan Tingkat II ;

19. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 4 tahun 1979 Juncto Nomor 15 Tahun 1991 tentang Dinas Perikanan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

20. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 7 Tahun 1989 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur di Bidang Perikanan kepada Daerah Tingkat II.

(4)

Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

M E M U T U S K A N

Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA

TIMUR TENTANG RETRIBUSI PASAR GROSIR

PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DI JAWA TIMUR. BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : a. Daerah, adalah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

b. Pemerintah Daerah, adalah Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

c. Gubernur Kepala Daerah, adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

d. Pejabat, adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang Retribusi Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Daerah yang berlaku ;

e. Kepala Dinas Perikanan Daerah, adalah Kepala Dinas Perikanan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur ;

f. Pejabat yang ditunjuk, adalah Kepala Dinas Perikanan Daerah ; g. Badan, adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk usaha lainnya ;

h. Tempat Pelelangan, adalah tempat penjual dan pem-beli melakukan transaksi jual beli secara lelang ;

i. Tempat Pelelangan Ikan, adalah tempat dimana para penjual dan pembeli dapat melakukan transaksi jual beli ikan dengan cara pelelangan ;

(5)

j. Penyelenggaraan pelelangan ikan, adalah kegiatan untuk melaksanakan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan mulai dari penerimaan, penimbangan, pelelangan sampai dengan pembayaran ;

k. Pusat Koperasi Unit Desa Mina, adalah Pusat Koperasi Unit Desa Mina Jawa Timur ;

l. Koperasi Unit Desa Mina, adalah Koperasi Unit Desa Mina di Jawa Timur ;

m. Retribusi Jasa Usaha, adalah retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta ; n. Pasar Grosir dan atau Pertokoan, adalah pasar grosir berbagai

jenis barang, termasuk tempat pelelangan ikan, ternak, hasil bumi dan fasilitas pasar/pertokoan, yang disediakan/diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah, tidak termasuk yang disediakan oleh Perusahaan Daerah (PD) Pasar dan pihak swasta ;

o. Retribusi Pasar Grosir Penyelenggaraan Pelelangan Ikan, yang selanjutnya disebut retribusi, adalah pembayaran atas pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan yang dilakukan oleh Pusat Koperasi Unit Desa Mina Jawa Timur dan atau Koperasi Unit Desa Mina di Jawa Timur ;

p. Wajib Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi ;

q. Masa Retribusi, adalah jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan pelayanan fasilitas pasar dan atau pertokoan ;

r. Pemeriksaan, adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan ke-patuhan pemenuhan kewajiban retribusi Daerah berda-sarkan peraturan perundang-undangan retribusi Daerah ;

s. Penyidikan Tindak Pidana di bidang Retribusi Daerah, adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

(6)

BAB II

NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Pasar Grosir Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pelayanan penyediaan fasilitas, dan penyelenggaraan pelelangan ikan.

Pasal 3

(1) Obyek Retribusi adalah pelayanan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan oleh Pemerintah Daerah yang berupa tempat pelelangan ikan baik yang dibangun oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tinmgkat II ;

(2) Tidak termasuk obyek retribusi adalah penyediaan fasilitas penyelenggaraan Pelelangan ikan yang dimiliki dan atau dikelola oleh pihak swasta dan PD Pasar.

Pasal 4

Subyek Retribusi, adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan fasilitas berupa tempat pelelangan ikan sebagai sarana pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan.

(7)

BAB III

MAKSUD DAN TUJUAN PELAYANAN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN

Pasal 5

Maksud dan tujuan penyelenggaraan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan adalah :

a. mendapatkan kepastian pasar dan mengusahakan stabilitas harga ikan yang layak bagi nelayan/petani ikan maupun konsumen ;

b. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan; c. meningkatkan pendapatan daerah ;

d. memberdayakan koperasi nelayan/petani ikan ;

e. meningkatkan pengetahuan dan kemampuan nelayan/ petani ikan; f. sebagai sarana pengumpulan data statistik perikanan ;

g. pusat pembinaan nelayan/petani ikan.

BAB IV

PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 6

(1) Penanggung jawab penyelenggaraan pelelangan ikan di tempat pelelangan adalah Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk ;

(2) Penanggung jawab dimaksud pada ayat (1) menunjuk Pusat Koperasi Unit Desa Mina selaku koordinator penyelenggaraan pelelangan ikan di Jawa Timur.

Pasal 7

(1) Semua ikan hasil tangkapan nelayan harus dijual secara lelang di Tempat Pelelangan Ikan ;

(8)

(2) Penjualan secara lelang dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan juga terhadap ikan hasil budidaya petani ikan ;

(3) Pengecualian terhadap ketentuan dimaksud pada ayat (1), hanya dilakukan atas izin Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 8

Penyelenggara pelelangan ikan harus menolak untuk menjual ikan yang ternyata beracun dan berbahaya untuk dimakan, kecuali atas izin Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

BAB V

TEMPAT PELELANGAN IKAN Pasal 9

(1) Tempat Pelelangan Ikan disediakan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I, dan Pemerintah Daerah Tingkat II dengan segala keperluan perlengkapannya, sesuai dengan kemampuan Daerah ;

(2) Dalam hal Daerah Tingkat II mengadakan Tempat Pelelangan Ikan baru, harus mendapat pertimbangan dari Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk.

BAB VI

IZIN PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN Pasal 10

(1) Untuk menyelenggarakan pelelangan ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, Penyelenggara Lelang harus mendapat izin dari Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk ;

(9)

(2) Izin dimaksud pada ayat (1) diberikan atas per-mohonan Penyelenggara Lelang Ikan ;

(3) Tatacara dan syarat-syarat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 11

(1) Izin dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) berlaku untuk paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui atas permohonan penyelenggara lelang ;

(2) Izin dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) dapat dicabut oleh Gubernur Kepala Daerah apabila ter-nyata penyelenggara lelang melanggar ketentuan dalam pasal 7, 8, 15, 17.

BAB VII

GOLONGAN RETRIBUSI Pasal 12

Retribusi Pasar Grosir Penyelenggaraan pelelangan ikan digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha.

BAB VIII

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA Pasal 13

Tingkat Penggunaan jasa atas pelayanan penyelenggaraan pelelangan di Tempat Pelelangan Ikan, dihitung berdasarkan prosentase dari nilai harga jual ikan hasil lelang pada waktu tersebut.

(10)

BAB IX

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP

Pasal 14

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarip retribusi didasarkan atas tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar.

BAB X

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIP RETRIBUSI Pasal 15

(1) Struktur dan besarnya tarip untuk pelayanan penyelenggaraan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan ditetapkan sebesar 5 % (lima persen) dari harga transaksi penjualan ikan hasil lelang pada saat itu, dengan ketentuan :

a. Sebesar 2,50 % (dua setengah persen) dipungut dari nelayan/petani ikan/penjual ;

b. Sebesar 2,50 % (dua setengah persen) dipungut dari pedagang/bakul/ pembeli ikan ;

(2) Retribusi Penyelenggaraan Pelelangan Ikan dimaksud pada ayat (1) harus dibayar tunai ;

(3) Rincian penggunaan retribusi dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Sebesar 0,75 % (tujuh puluh lima perseratus persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat I ;

b. Sebesar 1,25 % (satu dua puluh lima perseratus persen) untuk Pemerintah Daerah Tingkat II ;

c. Sebesar 3 % (tiga persen) untuk penyelenggaraan pelelangan ikan ;

(11)

(4) Tata cara pelaksanaan ketentuan dimaksud pada ayat (3), diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB XI

WILAYAH PEMUNGUTAN Pasal 16

Retribusi dipungut di wilayah Daerah tempat fasilitas pasar grosir penyelenggaraan pelelangan ikan.

BAB XII

TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 17

(1) Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan ;

(2) Tata cara pemungutan ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

BAB XIII

SAAT RETRIBUSI TERUTANG Pasal 18

Saat Retribusi terutang adalah pada saat diterbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(12)

BAB XIV

SANKSI ADMINISTRASI Pasal 19

Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang yang tidak atau kurang bayar dan ditagih dengan meng-gunakan STRD.

BAB XV

TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 20

(1) Pembayaran retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus ; (2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan ;

(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayar-an retribusi diatur oleh Kepala Daerah.

BAB XVI

TATA CARA PENAGIHAN Pasal 21

(1) Surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran ; (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran

atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis disampaikan Wajib Retribusi harus melunasi retribusi yang terutang ;

(13)

(3) Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

BAB XVII

PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 22

(1) Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ;

(2) Pemberian pengurangan dan keringanan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi ;

(3) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.

BAB XVIII KADALUWARSA

Pasal 23

(1) Penagihan Retribusi, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi ;

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) tertangguh apabila :

a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau;

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

(14)

BAB XIX

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUWARSA

Pasal 24

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapus ;

(2) Kepala Daerah menetapkan keputusan penghapusan Piutang Retribusi Daerah yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud ayat (1).

BAB XX

BIMBINGAN, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25

(1) Penyelenggaraan pelelangan ikan berada di bawah bimbingan, pembinaan dan pengawasan dari Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk ;

(2) Untuk melaksanakan bimbingan, pembinaan dan pengawasan dimaksud pada ayat (1) Gubernur Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk, dibantu oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II setempat.

Pasal 26

(1) Koordinator Penyelenggaraan Pelelangan Ikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), wajib melaporkan mengenai pelaksanaan tugasnya, baik yang menyangkut bidang tehnik maupun administrasi penyelenggaraan pelelangan ikan ;

(2) Tata cara dan bentuk laporan dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

(15)

BAB XXI KETENTUAN PIDANA

Pasal 27

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang ;

(2) Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XXII

PENYIDIKAN Pasal 28

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Peraerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ;

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau

badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan doku men-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi daerah ;

(16)

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana

Retribusi Daerah ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau sanksi ;

j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan ;

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XXIII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 29

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, ketentuan yang telah ada sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 5 Tahun 1975 juncto Nomor 10 Tahun 1988 tentang Pelelangan Ikan di Jawa Timur dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

(17)

Pasal 30

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 22 Desember 1998

PERWAKILAN RAKYAT DAERAH GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR JAWA TIMUR

Ketua,

ttd. ttd.

(18)

Disahkan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 12 Dril 1999 Nomor 974.35 – 303.

MENTERI DALAM NEGERI

ttd

SYARWAN HAMID

Diundangkan dalam Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Tanggal 26 April 1999 Nomor 4 Tahun 1999 ISeri B.

Sesuai dengan aslinya

A.n. SEKRETARIS WILAYAH/DAERAH Kepala Biro Hukum

ttd.

A S A N, SH P e m b i n a NIP. 510 050 109

(19)

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 14 TAHUN 1998

TENTANG

RETRIBUSI PASAR GROSIR

PENYELENGGARAAN PELELANGAN IKAN DI JAWA TIMUR

I. PENJELASAN UMUM

Pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan dimaksudkan ;untuk dapat lebih meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan/petani ikan melalui pencapaian harga ikan yang wajar yang dapat melindungi nelayan/petani ikan dari persaingan yang tidak sehat yang banyak dilakukan oleh para pedagang. Adanya pembelian ikan secara terbuka dengan cara lelang akan melepaskan nelayan/petani ikan dari cara-cara pembelian yang tidak sehat serta ikatan dari para pengijon atau pelepas uang yang selama ini telah banyak mengikat dan merugikan mereka.

Langkah-langkah pembinaan, bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah memantapkan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan disamping sebagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya dalam mengatasi keadaan yang sulit seperti pertanggungan resiko kerja, musim paceklik, pendidikan dan sebagainya, menjaga kelestarian sumber perikanan dan memberikan perlidungan kepada produsen dan konsumen ikan dengan peningkat-kan mutu ikan sebagai bahan makanan rakyat banyak, juga dalam upaya pemberdayaan Koperasi, khususnya Koperasi Unit Desa Mina sebagai organisasi masyarakat perikanan agar semakin mampu berperan aktif serta dapat mencerminkan bahwa pelelangan ikan diselenggarakan dari, oleh dan untuk nelayan/petani ikan itu sendiri .

Upaya Pemerintah dalam melakukan pembinaan, bimbingan dan pengawasan tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya dan ber-kesinambungan dan ditujukan bagi pengembangan dunia usaha di bidang perikanan. Untuk itu, maka retribusi penyelenggaraan pelelangan ikan hasilnya lebih banyak diarahkan disamping bagi kesejahteraan nelayan/petani ikan dan keluarganya, memantapkan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan, juga untuk kepentingan memantapkan kemampuan daerah dalam melaksanakan pembangunan perikanan dengan berpedoman kepada Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1997 tentanq Retribusi Daerah.

(20)

II. JELASAN PASAL DEM I PASAL

Pasal 1 s.d. 4 : Cukup Jelas

Pasal 5 : Ikan adalah komoditi yang mudah busuk, sehingga menempatkan nelayan/petani ikan dalam posisi yang sulit terutama untuk pengembangan usahanya. Melalui penyelenggaraan pelelangan ikan, ikan tersebut dapat dijual dalam waktu yang tepat dengan harga yang wajar dan dapat menerima pembayaran secara tunai. Pembayaran tunai ini merupakan syarat utama baginya untuk segera membiayai perbaikan alat-alat tangkap yang rusak selama mengadakan operasi penangkapan. Disamping itu, mereka terhindar dari per-saingan yang tidak sehat yang dilakukan oleh para pengusaha perikanan. Pasal 6 ayat (1) : Gubernur Kepala Daerah bertanggung jawab atas

keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan. Wujud darpada tanggung jawab tersebut adalah selalu memberikan bimbingan, pembinaan dan pengawasannya.

Ayat (2) : Pusat Koperasi Unit Desa Mina Jawa Timur atau disebut Pusat KUD Mina Jawa Timur sebagai organisasi sekunder Koperasi Unit Desa (KUD) Mina ditunjuk sebagai koordinator seluruh penyelenggaraan pelelangan ikan di Jawa Timur dengan harapan agar seluruh kegiatan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Jawa Timur dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan dapat mengatur pemanfaatan dana-dana yang diperoleh secara optimal dan merata bagi peningkatan kesejahteraan nelayan/petani ikan di Jawa Timur. Untuk membantu kelancar-an pelaksanaan penyelenggaraan pelelangan ikan tersebut Pusat KUD Mina Jawa Timur dapat menunjuk Koperasi Unit (KUD) Mina yang merupakan organisasi profesi yang beranggotakan para nelayan/petani ikan sebagai pelaksana penyelenggraan pelelangan ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dalam upaya guna mewujudkan citra bahwa pemasaran hasil perikanan dapat ditangani dari, oleh dan untuk nelayan itu sendiri.

(21)

Pasal 7 : Cukup jelas.

Pasal 8 : Terhadap ikan-ikan jenis tertentu yang beracun, petugas pelelangan harus menolak untuk diikutsertakan dalam pelelangan ikan. Pelelangan jenis ikan beracun tersebut, hanya dapat dilakukan setelah mendapat izin Gubernur Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk.

Jenis ikan beracun ini seperti ikan buntek dan lain-lain.

Pasal 9 ayat (1) : Tempat Pelelangan Ikan (TPI) disediakan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II dengan segala keperluan perlengkapannya sesuai dengan kemampuan Daerah, sehingga penyelenggara pelelangan ikan hanya diwajib-kan menyelenggaradiwajib-kan pelelangan idiwajib-kan di TPI tersebut berikut perawatannya. Mengenai perlengkapan kerja (seperti meja tulis, brankas, timbangan, sound system, tempat duduk, sarana administrasi pelelangan ikan dan penyediaan air bersih) untuk kelancaran kerja penyelenggaraan pelelangan ikan dapat disediakan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II sebatas kemampuan anggaran yang ada, sedang perawatan, kebersihan dan sarana kerja yang belum dapat disediakan oleh Pemerintah Daerah dapat diadakan oleh Penyelenggara Pelelangan Ikan.

Ayat (2) : Pembangunan TPI baru harus mendapat pertim -bangan Gubernur Kepala Daerah, dimaksudkan agar dalam membangun TPI baru selalu memper-hatikan faktor kelancaran pengusahaan pelelangan, faktor produksi yang dihasilkan dan keadaan ekonomi desa perikanan, serta faktor yang menyangkut jarak antara satu TPI dengan TPI yang lain.

(22)

Pasal 10 : Izin penyelenggaraan pelelangan ikan dikeluarkan oleh Gubernur Kepala Daerah kepada Pusat KUD Mina Jawa Timur selaku koordinator penyelenggaraan pelelangan ikan di Jawa Timur setelah menerima permohonan dari penyelenggara Pelelangan Ikan. Sedang tata cara permohonan izin dan penunjukan KUD Mina selaku pelaksana penyelenggaraan pelelangan ikan di TPI akan diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 11 : Batas waktu berlakunya Izin tersebut paling lama 5 (lima) tahun cukup beralasan bagi Pemerintah Daerah untuk

menilai kemampuan penyelenggara dalam

menyelenggarakan pelelangan ikan lebih lanjut. Apabila izin tersebut habis masa berlakunya, maka penyelenggara lelang dapat mengajukan permohonan perpanjangan izin dimaksud dengan ketentuan sebagaimana permohonan pertama.

Pasal 12 s.d. 14 : Cukup Jelas

Pasal 15 ayat (1) dan Ayat (2)

:

Cukup Jelas

Ayat (3) : Penggunaan dana 3 % (tiga persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diarahkan untuk peningkatan kesejahteraan nelayan selain untuk kepentingan :

- biaya rutin penyelenggaraan pelelangan, - pembinaan dan pengawasan kegiatan,

Pengaturannya diatur lebih lanjut oleh Gubernur Kepala Daerah.

Pasal 16 s.d. 31 : Cukup Jelas

Referensi

Dokumen terkait

Non Aplicable Dari hasil verifikasi terhadap dokumen penerimaan bahan baku diketahui bahwa PT Yale Woodpellet Indonesia tidak melakukan penerimaan bahan baku

yang keluar dari permukaan telur, Telur ikan terbang (Cyypsilurus) misalnya mempunyai banyak rambut-rambut likat yang panjang dan keriting (Gambar 3) yang digunakannya

Adalah lubang colokan bawaan untuk masukan Mikropon. Mikropon harus disambungkan pada lubang colokan ini. Untuk mengkonfigurasi audio 7.1-kanal, Anda harus menyambungkan dengan

1) Teori menetapkan adanya hubungan dari fakta yang ada. 2) Mengembangkan sistem klasifikasi dan struktur konsep. 3) Teori harus dapat mengikhtiarkan fakta-fakta. Maka dari itu

Grafik di atas sekiranya sesuai dengan riset e-commerce yang telah disebutkan pada awal bab ini, yaitu adanya kenaikan yang konstan dalam industri bisnis online

(1) nilai-nilai moral menyangkut hubungan manusia dengan diri sendiri dalam dongeng di wilayah Eks-Karesidenan Besuki (2) nilai-nilai moral menyangkut hubungan

Pada Gambar 2.5 document flow pembayaran perbaikan kapal dimulai dari pelanggan memberikan data perbaikan kapal dan memberikan data tersebut kepada bagian

Manfaat dari segi teori adalah penelitian ini dapat memberikan informasi baru yang mengaitkan antara kecerdasan majemuk dengan kemampuan berpikir kritis karena