• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Psikoedukasi Melalui Film tentang Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Jantung Koroner (PJK) terhadap Optimisme Pasien PJK di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Psikoedukasi Melalui Film tentang Mitos dan Fakta Seputar Penyakit Jantung Koroner (PJK) terhadap Optimisme Pasien PJK di Kota Samarinda, Kalimantan Timur."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This study was conducted to see the effectiveness of psychoeducation intervention through the myths and facts about the movie coronary heart disease (CHD) patients toward optimism, in the city of Samarinda, East Kalimantan, with 18 samples.

As an effort to improve optimsime CHD patients through the screening of the myths and facts about CHD. The results obtained are expected to enrich the knowledge and understanding of optimism, as well as handling through psychoeducation.

This study uses a theoretical approach of the carver and Scheier (1998). Variables to be examined in this study is psychoeducation and levels of optimism. The data obtained also through observation. Research design used in this study was one group before-after design. The data obtained were analyzed quantitatively.

The results showed that psychoeducation interventions can not be used to boost optimism in the CHD patients in Samarinda, East Kalimantan. Psychoeducation delivered via film about the myths and facts about ineffective CHD can increase optimism CHD patients. Information about CHD does not significantly alter the perception illness or illness representations (IRs) of CHD patients who tend to be. This change does not affect the long-owned prototype for CHD patients. Also concluded that the theory carver & Scheier (1998) is not suitable to be used as a theoretical basis for making therapeutic optimism psychoeducation about CHD patients. From the discussion, it was found that the theory of Seligman (1995) as the most suitable theoretical basis makes a psychoeducation therapy on CHD patient optimism.

(2)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas intervensi psikoedukasi melalui film mitos dan fakta seputar penyakit jantung koroner (PJK) terhadap optimisme pasien PJK di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, dengan 18 sampel.

Adapun upaya meningkatkan optimisme pasien PJK dilakukan melalui pemutaran film tentang mitos dan fakta seputar PJK. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan pemahaman mengenai optimisme, serta penanganannya melalui psikoedukasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan teori dari Carver & Scheier (1998). Variable yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah psikoedukasi dan tingkatan optimisme. Data diperoleh juga melalui observasi. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah one group design before-after. Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi psikoedukasi tidak dapat digunakan untuk meningkatkan optimisme pasien PJK di kota Samarinda, Kalimantan Timur. Psikoedukasi yang disampaikan melalui pemutaran film tentang mitos dan fakta seputar PJK tidak efektif dapat meningkatkan optimisme pasien PJK. Informasi tentang PJK tersebut tidak signifikan dapat mengubah illness perception ataupun illness representation (IRs) pasien PJK yang cenderung pesimis. Hal tersebut berdampak terhadap tidak berubahnya prototype lama yang dimiliki pasien terhadap PJK. Disimpulkan juga bahwa teori Carver & Scheier (1998) tidak sesuai untuk digunakan sebagai landasan teori untuk membuat terapi psikoedukasi tentang optimisme pasien PJK. Dari hasil diskusi, ditemukan bahwa teori Seligman (1995) paling sesuai sebagai landasan teori membuat sebuah terapi psikoedukasi tentang optimisme pasien PJK.

(3)

i

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Daftar Isi……….i

Daftar Bagan………..v

Daftar Tabel………..vi

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah……….1

1.2.Identifikasi Masalah………..12

1.3.Maksud dan Tujuan………..13

1.3.1. Maksud Penelitian………...13

1.3.2. Tujuan Penelitian………14

1.4.Kegunaan Penelitian……….14

1.4.1. Kegunaan Ilmiah……….14

1.4.2. Kegunaan Praktis………15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bahasan Teoritis………...16

2.1.1. Optimisme……….16

2.1.1.1. Konsep dan Definisi Optimisme……….16

2.1.1.2. Elemen Optimisme……….16

(4)

ii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2.1.1.4. Optimis dan Gejolak Emosi...19

2.1.1.5. Optimis dan Tantangan Kesehatan...19

2.1.2. Pendekatan Teori Optimisme Yang Lain...21

2.1.2.1. Tiga Dimensi...22

2.1.2.2. Ketidakberdayaan dan Kontrol Diri...25

2.1.2.3. Optimis dan Kesehatan...26

2.1.2.5. Optimis dan Warisan Genetika...27

2.1.2.6. Pembelajaran Optimisme...27

2.2. Penyakit Jantung Koroner………29

2.2.1. Cara Kerja Jantung...………29

2.2.2. Arteri Koronaria...30

2.2.3. Ateroma...31

2.2.4. Trombosis...32

2.2.5. Serangan Jantung...32

2.2.6. Penyebab PJK...34

2.2.7. Gejala PJK...40

2.2.8. Tes Untuk PJK...42

2.2.9. Mengobati PJK...44

2.2.10. Mengatasi Serangan Jantung...46

2.2.11. Cardiac Misconception...47

2.2.12. Kecemasan dan Depresi Pasca Serangan Jantung...49

(5)

iii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

2.3.1. Persepsi dan Atensi...50

2.3.2. Persepsi dan Pengaruh Sosial...50

2.3.3. Persepsi Terhadap Penyakit...51

2.3.4. Gambaran Terhadap Penyakit...51

2.4. Psikodukasi………...54

2.4.1. Pengertian Psikoedukasi………54

2.4.2. Makna Psikoedukasi...55

2.5. Media………56

2.5.1. Menggunakan Media Sebagai Langkah Komunikasi………56

2.5.2. Media Audio Visual………...57

2.5.2.1. Pengertian Audio Visual………...57

2.5.3. Media Audio Visual Berupa Film...58

2.5.3.3. Film Yang Efektif Sebagai Media Psikoedukasi...62

2.6. Pendidikan Orang Dewasa (POD)………62

2.4.1. Pengertian POD……….63

2.4.1.1. Asumsi-asumsi Pokok POD……….63

2.4.1.2. Beberapa Implikasi Untuk Praktek……….67

2.7. Kerangka Pikir………..68

2.7. Asumsi-asumsi………..83

(6)

iv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian……….85

3.2. Variabel Penelitian, Definisi Konsepstual dan Def. Operasional………86

3.2.1. Variabel Penelitian………86

3.2.2. Definisi Konseptual dan Def. Operasional………86

3.2.2.1. Definisi Konseptual………86

3.2.2.1.1. Optimisme………86

3.2.2.1.2. Psikoedukasi………86

3.2.2.2. Definisi Operasional………...87

3.2.2.2.1. Optimisme………87

3.2.2.2.2. Psikoedukasi………88

3.3. Alat Ukur………..97

3.3.1. Life Orientation Test Revised (LOT-R)………97

3.3.2. Kisi-kisi Alat Ukur………99

3.3.3. Observasi...101

3.4. Prinsip Penyekoran……….103

3.5. Populasi dan Subyek………...103

3.6. Prosedur Pelaksanaan Treatment………104

(7)

v

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Responden………107

4.1.1. Usia……….107

4.1.2. Jenis Kelamin………..108

4.1.3. Tingkat Pendidikan………....108

4.1.4. Pekerjaan...………...109

4.1.5. Status Marital……….…109

4.2. Hasil Penelitian...……….110

4.3. Pembahasan...…115

4.4. Diskusi………123

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………131

5.2. Saran……….132

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RUJUKAN

(8)

vi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

2.6. Bagan Kerangka Pikir………82

(9)

vii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

3.2.2.2.2. Tabel Tujuan Khusus Psikoedukasi...……….89

3.3.2. Tabel Kisi-Kisi Alat Ukur………...99

3.3.3.1. Tabel Hasil Observasi……….101

4.1.1. Tabel Usia………107

4.1.2. Tabel Jenis Kelamin………....108

4.1.3. Tabel Pendidikan Terakhir………..108

4.1.4. Tabel Pekerjaan………...109

4.1.3. Tabel Status Marital………109

4.2.1. Tabel Hasil Uji Statistik………..110

4.2.2. Tabel Perbedaan Jumlah Responden Pre dan Posttest…..……….111

4.2.3. Tabel Perbedaan Skor Pre dan Posttest………...112

4.2.4.1. Tabel Elemen Desirable Goal………..113

4.2.4.2. Tabel Elemen Undesirable Goal………..113

4.2.4.3. Tabel Elemen Confidence Expectancy……….114

(10)

1

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Penyakit jantung koroner (PJK) dan serangan jantung merupakan jenis

penyakit yang paling banyak mengakibatkan kematian mendadak. Menurut data

World Health Organization (WHO), sampai dengan tahun 2008, PJK masih

menjadi penyebab kematian utama yaitu sebesar 12,2 % atau sekitar 7,2 juta kematian

di seluruh dunia. WHO (2009) juga menyatakan bahwa PJK telah menjadi epidemik

global. Di banyak negara, termasuk Indonesia, PJK adalah pembunuh nomor satu

yang masih sangat merajalela terkait dengan terjadinya serangan jantung. Saat

seseorang mengalami sindrom serangan jantung, probabilitas kematian menjadi

tinggi. Tercatat sebanyak 20% dari total penderita PJK meninggal sebelum sempat

dibawa ke rumah sakit (Kompas, Minggu 12 November 2006).

PJK merupakan kondisi dimana arteri koronaria mengalami proses pengerasan

pembuluh nadi yang diakibatkan adanya penumpukan lemak dan menyumbat bagian

dalam pembuluh sehingga aliran darah yang membawa oksigen ke otot-otot jantung

menjadi berkurang. Bahkan dapat terhenti sehingga dapat mengganggu kerja jantung

sebagai pemompa darah keseluruh tubuh (Davidson, 2002). Bila satu atau dua

pembuluh darah yang mengalami penyumbatan, pasien masih dapat untuk hanya

(11)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

melebarkan pembuluh darah untuk memperbaiki aliran darah. Akan tetapi, bila

ketiga pembuluh darah yang mengalami penyumbatan, sehingga dapat mempengaruhi

semua arteri koronaria, biasanya dilakukan pembedahan bypass (Davidson, 2002).

Di kota Samarinda sendiri, penyakit jantung bukanlah hal baru bagi

masyarakatnya. Terbukti telah sejak lama terdapat dua orang dokter spesialis jantung

dan pembuluh darah disana. Akan tetapi, keterbatasan fasilitas dan belum adanya

kompetensi dokter jantung untuk dapat melakukan pembedahan jantung (pemasangan

stent maupun operasi bypass), menjadikan terhambatnya pemberian pelayanan yang

maksimal kepada para pasien yang membutuhkan tindakan operasi segera untuk

mengatasi PJK-nya. Penanganan medis yang memungkinkan untuk dilakukan hanya

sampai kepada terapi obat-obatan,sedangkan bagi pasien yang memerlukan tindakan

operasi akan dirujuk ke rumah sakit lain yang berada di luar kota ataupun di luar

negeri.

Mulai sekitar tahun 2008, keterbatasan tersebut mulai dapat diatasi dengan

telah adanya fasilitas yang memadai untuk melakukan tindakan operasi (khusus

pemasangan stent) dan tenaga dokter yang telah memiliki kompetensi untuk

melakukan pembedahan jantung, sangat membantu sebagian besar pasien PJK yang

ada di kota Samarinda.

Walau tidak sedikit pasien PJK di kota Samarinda yang telah mendapatkan

berbagai pendekatan medis untuk mengatasi PJK nya, namun menurut dokter yang

merawat para pasien tersebut, belum banyak pasien yang telah memiliki pemahaman

(12)

3

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ditemukan pasien pasca operasi, yang kembali lagi ke dokter tidak lama berselang

setelah kunjungannya yang terakhir, disebabkan karena pasien salah mengenali gejala

PJK.

Ketika pasien merasa sedikit tidak nyaman dengan dada nya, lalu pasien akan

datang kembali ke dokter untuk diperiksa karena menduga PJK datang kembali.

Setelah dokter menyatakan bahwa itu bukan gejala PJK dan kondisi pasien baik,

beberapa pasien segera pulang, namun beberapa waktu kemudian akan datang lagi

dengan keluhan yang sama. Adapula beberapa pasien yang menganggap bahwa

pemeriksaan dokter tidak akurat dan meminta pemeriksaan ulang, karena pasien

menganggap bahwa gangguan yang dirasakannya merupakan pertanda PJK datang

kembali. Selain itu, ditemukan pula pasien PJK yang datang kembali ke dokter

dengan keluhan pusing, mual dan muntah. Pasien menduga kondisinya itu terkait

dengan PJK yang pernah dideritanya. Setelah diperiksa, ternyata pasien mengalami

vertigo yang disebabkan oleh pola makan yang terlalu terkontrol dan aktivitas yang

menjadi sangat dibatasi. Hal ini dilakukan pasien karena ia merasa sangat khawatir

PJK kambuh kembali bila ia menjadi aktif seperti sebelumnya.

Berbagai kekhawatiran ataupun kecemasan pasien akan PJK kambuh kembali,

merupakan hal yang dapat dimaklumi. Terlebih, tindakan pembedahan yang dialami

oleh pasien (baik dengan angioplasty ataupun bypass) merupakan proses yang sangat

sulit bahkan sangat menyakitkan untuk dilalui oleh pasien maupun pihak keluarga

(13)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Adapun operasi angioplasti biasanya dilakukan dalam waktu semalaman,

yang berarti pasien masuk rumah sakit di pagi hari dan bisa pulang keesokan harinya.

Cara ini lebih cepat dan mudah daripada bypass jantung, tetapi mungkin tidak

bertahan lama. Angioplasti dilakukan dengan memasukkan balon tipis dan panjang

melewati pembuluh darah yang menyempit, dengan bantuan kawat yang sangat halus.

Kemudian balon dipompa pada tekanan tinggi sehingga melebarkan pembuluh nadi

dan sering memisahkan timbunan lemak pada dindingnya sehingga pembuluh akan

membuka. Masalah pada angioplasti adalah bahwa pada satu dari empat pasien,

penyempitan akan berulang kembali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan,

baik karena pelebaran pembuluh nadinya kurang, timbul peradangan, maupun lemak

bertimbun kembali. Angioplasti kedua bisa dilakukan, jika ini terjadi.

Selain angioplasti, dapat dilakukan pula tindakan operasi bypass, yaitu

melakukan bypass terhadap penyumbatan di arteri koronaria dan menggantikannya

dengan pembuluh nadi dada yang mengalir di belakang tulang dada, bahkan dapat

juga menggunakan pembuluh dari perut atau dari tangan. Bedah jantung besar tentu

saja mengandung risiko, dan tidak dianjurkan bagi penderita angina (nyeri dada),

terutama bila gejalanya hanya ringan. Beberapa pasien masih tetap menderita angina

setelah pembedahan bypass jantung karena tidak mungkin melakukan bypass semua

pembuluh darah yang tersumbat. Pembuluh darah yang baru itu pun tidak akan

bertahan selamanya. Jika terjadi penyempitan atau penyumbatan lagi, operasi kedua

(14)

5

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Pada pembedahan bypass jantung, pasien harus masuk rumah sakit 1-2 hari

sebelum pembedahan untuk tes dan pemeriksaan akhir. Pasien akan dibius total saat

pembedahan berlangsung, dan sadar kembali di ruang ICU, mungkin masih dengan

alat ventilator untuk membantu pernapasan. Untuk melakukan bypass jantung, maka

tindakan pembedahan yang dilakukan dokter dengan cara “membelah” dada pasien.

Hasil tindakan tersebut seringkali menjadi keadaan yang teramat kritis bagi pasien

pasca operasi. Oleh karena itu, selama 24 jam atau lebih, pasien masih terus diinfus

dan dimonitor perubahannya sebelum dipindahkan ke ruang perawatan. Setelah 5-10

hari biasanya pasien sudah boleh pulang, dan sekitar 6-8 minggu kemudian, pasien

sudah dapat melakukan aktivitas seperti biasa, misalnya menyetir mobil, bekerja

kembali (asal tidak terlalu memeras tenaga), bahkan pasien sudah dapat menjalankan

kehidupan seks seperti biasa.

5 dari 8 pasien PJK yang diwawancara mengakui bahwa walau mereka telah

mendapatkan tindakan medis berupa operasi, namun mereka tetap beranggapan

bahwa kondisi otot jantung mereka kini telah menjadi lemah, dan tidak akan pernah

bisa sembuh ataupun pulih seperti sebelumnya. Anggapan tersebut menjadikan pasien

selalu merasa khawatir dan cemas, karena berpikir bahwa serangan jantung atau PJK

akan dengan mudahnya datang kembali sewaktu-waktu walau mereka sudah berusaha

untuk menjaga kondisi kesehatannya. Kekhawatiran itu menjadikan pasien sangat

membatasi diri dalam beraktivitas, dan lebih banyak beristirahat. 3 dari 5 pasien

tersebut beranggapan bahwa dengan kondisi jantung mereka yang kini telah lemah,

(15)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

mungkin. Hal ini karena kekhawatiran pasien bahwa PJK akan datang kembali

apabila mereka mudah merasa terlalu gembira ataupun menjadi sedih.

Kenyataan yang dihadapi oleh pasien pasca operasi juga dihadapi oleh pihak

keluarganya. Cara pasien menyikapi PJK yang dideritanya juga nyata dilihat oleh

keluarga dari pasien itu sendiri. Hal ini diakui oleh salah seorang istri dari pasien PJK

yang menyatakan bahwa sejak suaminya menderita PJK dan telah di-bypass,

suaminya seringkali tidak mau lagi terlalu terlibat dalam membahas berbagai

permasalahan keluarga, terutama menghindari keterlibatannya dalam argumentasi

yang menurutnya dapat memicu gangguan pada jantungnya lagi. Ia menjadi sangat

membatasi kegiatannya dan kehidupan yang dijalani juga sangat terkontrol. Keadaan

tersebut menjadikan suaminya nampak seperti orang sakit berkepanjangan, karena

kesehariannya menjadi sangat dibatasi dalam banyak hal dan suaminya tidak seceria

seperti dulu sebelum didiagnosa menderita PJK.

Menurut Davidson (2002), setiap pasien pasti merasa cemas setelah terkena

serangang jantung ataupun tindakan operasi jantung. Meskipun dokter, perawat, dan

keluarga telah memberi nasihat positif, banyak pasien yang masih tetap merasa

cemas. Pasien cemas jika terkena serangan jantung lagi, dan semua itu akan terus

berlanjut. Perasaan ini sungguh wajar dan dapat dipahami. Serangan jantung dapat

merupakan tamparan kuat bagi kepercayaan diri pasien, terutama jika pasien belum

pernah mengalami keluhan sakit apapun sebelumnya.

Kecemasan yang dirasakan oleh pasien menjadi perlu mendapatkan perhatian

(16)

7

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menuju kepada depresi (Davidson, 2002) yang ditandai dengan gejala-gejala: merasa

sedih dan mudah menangis; hilang semangat atau minat dalam bekerja dan hobi;

kehilangan minat dalam seks; rasa percaya diri menjadi rendah; terlalu

memperhatikan kesehatan diri; konsentrasi lemah; tidur sering terganggu, sulit tidur,

atau bangun terlalu pagi dan selalu merasa lelah.

Bila kita analisa lebih jauh tentang keluhan-keluhan pasien dibandingkan

dengan fakta sebenarnya dari PJK itu sendiri, sesungguhnya PJK tidak ditimbulkan

oleh satu penyebab saja (Davidson, 2002). PJK tidak semata-mata terjadi hanya

karena seseorang mengalami stres, sedangkan untuk kondisi kesehatan fisik lainnya

masih dalam keadaan sehat. Apabila pasien tetap berupaya hidup sehat

sehari-harinya, PJK tidak akan datang kembali walau pasien beraktivitas normal seperti

sebelum sakit. Hal ini terbukti dari pengakuan salah seorang pasien, yang setelah

pulih dari operasi, ia kembali melakukan aktivitas olah raga bersepeda ekstrim

(tentunya setelah berkonsultasi dengan dokter dan kembali berlatih beberapa waktu

terlebih dahulu), seperti yang pernah ia lakukan sebelum sakit.

Hasil penelitian medis mengungkapkan bahwa terdapat serangkaian keadaan

yang memungkinkan seseorang terkena PJK, dan inilah yang dinamakan faktor risiko

(Davidson, 2002). Faktor risiko untuk PJK dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu

“dapat diubah” dan yang “tidak dapat diubah”. Kemungkinan terkena PJK akan

semakin besar jika faktor risikonya lebih banyak. Faktor-faktor yang menambah

risiko terkena PJK yang masih dapat diubah adalah: kebiasaan merokok, kolesterol

(17)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Sedangkan faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah: faktor genetika

(misal: tingkat kolesterol tinggi karena keturunan), masalah gender (lebih banyak pria

daripada wanita yang menderita PJK), dan usia. Adapun pasien yang dilibatkan dalam

penelitian ini adalah para pasien yang memiliki jenis faktor risiko yang masih “dapat

diubah”, dimana umumnya mereka menderita PJK oleh karena gaya hidup yang tidak

sehat selama ini.

Dari beberapa kasus yang dihadapi pasien berkaitan dengan PJK yang

dideritanya, umumnya pasien beranggapan bahwa sekali pasien menderita PJK, maka

proses untuk sembuh ataupun tetap sehat, merupakan hal yang sulit dan melelahkan

untuk diupayakan. Anggapan demikian kemudian menjadikan 4 dari 8 pasien yang

diwawancara, berhenti untuk berupaya sembuh ataupun berhenti berupaya untuk tetap

menjaga kesehatannya. Walaupun dokter telah memberitahukan fakta bahwa otot

jantung pasien yang telah dioperasi akan kembali kuat seperti sebelumnya, namun

pasien masih terus diliputi keraguan dengan kondisi ataupun kekuatan dari

jantungnya itu. Pasien juga diliputi keraguan akan kemampuannya untuk dapat

merawat diri sendiri agar dapat survive dari PJK. Berbagai keraguan tersebut

menjadikan pasien terus merasa dalam keadaan sakit atau tidak sehat. Pasienpun tidak

mengisi kehidupannya dengan hal-hal yang menyenangkan dan berarti. Pasien

demikian dianggap tidak optimis dalam memaknai kehidupannya (Carver & Scheier,

1998).

Menurut Carver & Scheier (1998), optimisme merupakan salah satu hal

(18)

9

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

satunya pasien dengan PJK. Optimisme itu sendiri merupakan pengharapan seseorang

akan hal baik terjadi dalam hidupnya (Carver & Scheier, 1998). Optimisme yang

dimiliki oleh pasien, akan mendorong pasien untuk lebih percaya diri dan konsisten

dalam upayanya menjadi sehat, walaupun ketika perkembangan kesehatan pasien

masih belum menunjukkan suatu kemajuan yang berarti. Kepercayaan diri tersebut

dilatarbelakangi oleh pemaknaan pasien terhadap keadaan sakit ataupun upaya yang

tidak mudah untuk bisa sehat itu sebagai suatu tantangan yang ia yakini akan berhasil

diatasi. Pasien yang optimis akan memandang pengalaman sakitnya sebagai suatu

pengalaman positif yang tidak harus dihindari ataupun disangkal keberadaannya.

Pasien akan berfokus pada bagaimana cara mengatasi masalah kesehatannya,

dibanding berfokus pada seperti apa atau seberapa berat permasalahan itu.

Melihat pentingnya optimisme untuk dimiliki pasien PJK, maka para pasien

PJK yang tergolong tidak optimis atau pesimis perlu dibantu agar dapat menjadi

optimis, salah satunya melalui psikoedukasi. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa

pada pasien dengan penyakit jantung koroner, program-program exercise dan

psiko-edukasi membantu menurunkan mortalitas penyakit jantung dalam jangka waktu

yang lama, mengurangi kambuhnya miokard infark, serta memperbaiki faktor-faktor

risiko utama penyakit jantung (Benson G, 2000).

Psikoedukasi itu sendiri diartikan sebagai pendidikan publik, yaitu pemberian

layanan informasi kepada masyarakat luas tentang berbagai pengetahuan dan/atau

keterampilan psikologis yang berguna untuk menghadapi aneka problema kehidupan

(19)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

dan sebagainya (A. Supratiknya, 2011). Bagi para pasien PJK, psikoedukasi dapat

menjadi salah satu sarana penyampaian informasi yang benar dan jelas tentang

berbagai fakta dan mitos sehubungan dengan PJK, sehingga dapat mempengaruhi

optimisme pasien terhadap PJK yang dideritanya.

Pada penelitian ini, metode psikoedukasi yang digunakan oleh peneliti adalah

melalui pemutaran sebuah film tentang Mitos dan Fakta Seputar PJK. Film ini pun

telah digunakan oleh peneliti lain sebelumnya dengan karakteristik sampel yang

sama, yaitu pasien PJK. Adapun penelitian yang pernah dilakukan dalam tataran S2,

dengan judul: Pengaruh Pemberian Informasi mengenai Penyakit Jantung Koroner

(PJK) Melalui Media Audio-Visual (videotape) Terhadap Penurunan Derajat

Kecemasan Pada Pasien PJK di Kota Bandung. Dari penelitian ini diperoleh hasil

bahwa sebagian besar pasien PJK (88%) yang diberikan intervensi melalui video tape

(film) tersebut, tidak mengalami penurunan maupun peningkatan kecemasan atau

dapat dikatakan bahwa pasien tetap pada derajat kecemasan yang sama seperti

sebelum diberikan treatment, sedangkan 12% pasien PJK mengalami penurunan

derajat kecemasannya setelah menyaksikan film.

Film ini sendiri berisikan informasi tentang apa itu PJK, bagaimana gejalanya,

cara pemeriksaan PJK dan cara mengobati PJK. Terdapat pula informasi yang masih

berupa mitos dibandingkan dengan fakta sebenarnya tentang PJK. Terdapat pula

testimonial dari seorang pasien PJK yang telah sekian tahun survive dari PJK.

(20)

11

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

Kemudian ditutup dengan kalimat refleksi singkat tentang pentingnya menjaga

kesehatan.

Adapun maksud dari penggunaan media film pada psikoedukasi terhadap

pasien PJK adalah adanya perpaduan media audio dan visual dalam penyampaian

pesannya, sehingga berbagai pengertian dapat dipahami dengan lebih jelas. Media

film juga secara khusus sangat berguna dalam mengajarkan keterampilan, dalam hal

ini yang berkaitan dengan keterampilan hidup dengan PJK. Kekuatan kata penutup

dari film dalam instruksinya, merupakan hal yang paling kuat dibandingkan media

lainnya. teknik close-up dan image freezing dapat mengarahkan perhatian penonton

kepada konsep tertentu dan mengunci komponen situasi untuk dapat dimengerti atau

masalah dapat diatasi, demikian dilakukan juga untuk meminimalisir kata-kata yang

tidak relevan.

Oleh karena itu, melalui film, dimungkinkan bahwa informasi baru yang

disampaikan akan dapat berpengaruh terhadap persepsi pasien PJK yang

menyaksikannya. Terlebih karena sebelumnya, pasien telah memiliki persepsi

tertentu mengenai PJK seperti walau pasien PJK telah mendapatkan tindakan operasi,

namun jantung mereka tetap dalam keadaan lemah yang memungkinkan PJK dapat

dengan mudah kambuh kembali; pasien berpikir bahwa aktivitas seperti berolah raga

ataupun melakukan aktivitas sehari-hari, dapat membuat jantungnya lelah sehingga

PJK dapat datang kembali; pasien berpikir bahwa ia harus lebih sering beristirahat

untuk menjaga kondisi jantungnya dari kelelahan, dan lain sebagainya.

(21)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

sudah sejak lama. Persepsi yang sudah pernah bertahan lama ini disebut dengan

illness representation (IRs). Dengan adanya IRs, maka berkembanglah prototype

dalam persepsi pasien akan berbagai gambaran tentang PJK itu sendiri, seperti

prototype bahwa pasien PJK walau telah dioperasi, namun pasien tetap memiliki

jantung yang lemah; prototype bahwa pasien PJK harus dihindarkan dari keadaan

stres karena dapat menjadikan PJK kambuh kembali; prototype bahwa nyeri di dada

selalu mengindikasikan bahwa PJK datang lagi; prototype bahwa pasien PJK harus

mengurangi banyak kegiatannya, dan lain sebagainya.

Dari berbagai uraian di atas, peneliti menganggap hal ini sebagai sesuatu yang

menarik untuk diteliti. Walaupun film tentang Mitos dan Fakta Seputar PJK ini telah

digunakan pada penelitian lain, namun peneliti ingin mengetahui lebih lanjut akan

efektivitas film tersebut terhadap optimisme pasien PJK di kota Samarinda,

Kalimantan Timur.

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH

Pasien pernah menerima berbagai informasi seputar PJK yang dideritanya,

baik informasi yang bersumber dari pengalamannya sendiri, pengalaman orang lain

ataupun dari berbagai media. Informasi tentang PJK itu kemudian dimaknai oleh

pasien selama sekian waktu, sehingga terbentuklah illness representation (IRs) dalam

diri pasien tentang PJK. IRs ini kemudian terus berkembang dalam kognisi pasien,

sehingga terbentuklah prototype tertentu tentang PJK. Dengan prototype tertentu

(22)

13

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

mereka dengan beragam perilaku sesuai dengan bagaimana prototype PJK yang

mereka miliki selama ini.

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas

psikoedukasi (yang berisikan informasi baru tentang PJK) melalui film tentang Mitos

dan Fakta Seputar PJK, dapat berpengaruh terhadap IRs pasien terhadap PJK, yang

kemudian berkembang menjadi prototype tertentu tentang PJK, sehingga terjadi

perubahan pula pada optimisme pasien PJK di kota Samarinda.

1.3.MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN

1.3.1. MAKSUD PENELITIAN

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai

efektivitas teknik psikoedukasi melalui film tentang mitos dan fakta seputar PJK,

dapat berpengaruh terhadap persepsi yang dimiliki pasien terhadapan PJK (illness

representation), yang kemudian berkembang menjadi prototype tertentu mengenai

PJK yang dipertahankan oleh pasien sampai seterusnya, sehingga terjadi perubahan

(23)

14

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

1.3.2. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas teknik psikoedukasi

melalui film tentang mitos dan fakta seputar PJK, dapat berpengaruh terhadap

persepsi yang dimiliki pasien terhadapan PJK (illness representation), yang kemudian

berkembang menjadi prototype tertentu mengenai PJK yang dipertahankan oleh

pasien sampai seterusnya, sehingga terjadi perubahan pula pada optimisme pasien

PJK di kota Samarinda.

1.4.KEGUNAAN PENELITIAN

1.4.1. KEGUNAAN ILMIAH

a. Menambah wawasan teoritik mengenai efektivitas teknik psikoedukasi

melalui film tentang mitos dan fakta seputar PJK, dapat berpengaruh

terhadap persepsi yang dimiliki pasien terhadapan PJK (illness

representation), yang kemudian berkembang menjadi prototype tertentu

mengenai PJK yang dipertahankan oleh pasien sampai seterusnya,

sehingga terjadi perubahan pula pada optimisme pasien PJK di kota

Samarinda.

b. Melengkapi ilmu pengetahuan dalam psikologi, khususnya psikologi

kesehatan mengenai efektivitas teknik psikoedukasi melalui film tentang

mitos dan fakta seputar PJK, dapat berpengaruh terhadap persepsi yang

(24)

15

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

berkembang menjadi prototype tertentu mengenai PJK yang

dipertahankan oleh pasien sampai seterusnya, sehingga terjadi perubahan

pula pada optimisme pasien PJK di kota Samarinda.

c. Memberikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain bila akan meneliti

hal-hal lain yang berhubungan dengan efektivitas teknik psikoedukasi melalui

film tentang mitos dan fakta seputar PJK, dapat berpengaruh terhadap

persepsi yang dimiliki pasien terhadapan PJK (illness representation),

yang kemudian berkembang menjadi prototype tertentu mengenai PJK

yang dipertahankan oleh pasien sampai seterusnya, sehingga terjadi

perubahan pula pada optimisme pasien PJK di kota Samarinda.

1.4.2. KEGUNAAN PRAKTIS

a. Bagi rumah sakit dan lembaga yang menangani masalah PJK ataupun

penyakit kronis lainnya, diharapkan rancangan teknik psikoedukasi ini

dapat bermanfaat dalam upaya membantu proses penanganan dan

penyembuhan pasien PJK.

b. Pemberian intervensi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pasien PJK

sehingga pasien menjadi lebih optimis dan melakukan tindakan yang

(25)

131

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian terhadap rancangan intervensi psikoedukasi

dalam meningkatkan optimisme pasien dengan PJK di Samarinda, maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Setelah melihat hasil tahapan pretest dan posttest dan setelah pasien

mendapatkan intervensi psikoedukasi melalui film tentang PJK yang

didasarkan dari The Myth and Truth About Cardiac Heart Disease (Furze,

2005), dinyatakan bahwa film tersebut tidak efektif untuk meningkatkan

optimisme pasien dengan karakteristik yang sama.

2. Dari hasil penelitian, tidak terdapat peningkatan yang signifkan pada

optimisme pasien PJK di kota Samarinda, Kalimantan Timur. Hal tersebut

menunjukkan pula bahwa belum terjadi perubahan pada illness perception

maupun illness representation pasien PJK, sehingga pasien masih memiliki

prototype yang sama dengan sebelumnya tentang PJK. Seperti yang diperoleh

dari hasil observasi, umumnya pasien masih belum mendapatkan informasi

yang baru tentang PJK, untuk dapat menggantikan informasi lama yang

(26)

132

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa teori optimisme maupun alat ukur

optimisme (Life Orientation Test Revised) dari Carver & Scheier (1998) yang

digunakan dalam penelitian ini, dianggap terlalu luas dalam penggunaannya

untuk mengukur optimisme dan tidak sesuai untuk digunakan sebagai dasar

dalam pembuatan rancangan terapi psikoedukasi berkaitan dengan PJK. Perlu

digunakan tinjauan teori lain untuk penelitian ini, seperti teori optimisme dari

Seligman.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan :

1. Bagi penelitian lain disarankan untuk melakukan modifikasi terhadap alat

ukur optimisme dari Carver & Scheier (1998), sesuai dengan kondisi

responden yang akan diteliti.

2. Bagi penelitian lain disarankan bahwa setelah tahap psikoedukasi

disampaikan, sebaiknya diberikan terapi lanjutan, seperti dengan

menggunakan terapi REBT (rational emotive behavior therapy), CBT

(Cognitive Behavior Therapy) ataupun dengan counseling group yang adalah

sesama pasien PJK untuk dapat saling berbagi hal-hal apa yang dipikirkan

ataupun dirasakan, untuk menelaah informasi-informasi yang diperoleh dari

film.

3. Bagi penelitian lain disarankan bila hendak menggunakan media audio

(27)

133

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

persiapan yang matang dan mendetail. Tahapan persiapan berkaitan dengan

membuat tujuan umum dan khusus dari bagian-bagian film (pembuka, isi dan

penutup) terlebih dahulu. Kemudian menentukan grafik alur cerita film,

disesuaikan dengan bagian-bagian dari film tersebut. Perlu membuat

rancangan penempatan berbagai gambar, tulisan, pemain, narasumber ataupun

narator sesuai dengan alur cerita yang direncanakan. Adapun narasumber

yang digunakan untuk menyampaikan kesaksian/testimonial, hendaknya

disampaikan oleh lebih dari satu orang, agar penonton/responden yang

diberikan intervensi dapat lebih diyakinkan.

4. Bagi penelitian lain disarankan bila hendak menggunakan media audio

visual/film sebagai bentuk intervensi psikoedukasi dengan tujuan pengajaran,

maka perlu memberikan penjelasan gambaran tentang film terlebih dahulu

kepada responden sebelum film ditayangkan. Setelah bagian tertentu dari film

ditayangkan, peneliti dapat menghentikan film sejenak untuk memberi

kesempatan responden bertanya, ataupun peneliti dapat kembali menjelaskan

sedikit tentang isi tayangan sebelumnya, baru kemudian film dilanjutkan

kembali. Demikian dilakukan pada setiap bagian film. Setelah film selesai

diputarkan dan responden diberi kesempatan untuk bertanya, selanjutnya

kepada responden diberikan lembaran penilaian untuk responden memberikan

penilaian, pendapat maupuan saran mereka terhadap bagian-bagian dari film

(28)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Davidson, DR Christopher. 2002. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter Pada: Penyakit Jantung Koroner. Dian Rakyat, Jakarta.

Heinich, Robert (1982). Instructional Media (and the new technology of instruction. John Wiley & Sons, Inc.

Seligman, Martin E.P. 2008. Menginstal Optimisme. PT. Karya Kita, Bandung.

Supratiknya, A. 2011. Merancang Program Dan Modul Psikoedukasi. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

(29)

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Andersson, Gerhard (1996). The benefits of optimism: a meta-analytic review of the life orientation test. Elsevier Science Ltd.

Furze, Gill., Lewin, Robert JP., Murberg, Terje., Bull, Peter., & Thompson, David R. (2005). Does it matter what patiens think? The relationship between changes in patiens beliefs about angina and their psychological and functions status. Journal of Psychosomatic Research 59, 323-329.

Hutajulu, Pita J.V, 2012. Tesis: Pengaruh Intervensi Psikoedukasional Melalui Videotape Terhadap Penurunan Derajat Kecemasan Pada Pasien PJK di Kota Bandung. Universitas Kristen Maranatha Bandung.

Leventhal, Howard., Diefenbach, Michael., & Leventhal, Elaine A. (1992). Illness cognition: using common sense to understand treatment adherence and affect cognition interactions. Cognitive therapy and research vol. 16, 143-163.

Lin, Yu-Ping., Furze, Gill., Spilsbury, Karen., & Lewin, Robert JP. (2008). Cardiac misconception: comparisons among nurses, nursing students and people with heart disease in Taiwan. Journal of Advanced Nursing, 64(3), 251-260.

Scheier, Michael F., Carver, Charles S., & Bridges, M.W. (1998). Distinguishing optimism from neuroticism (and trait anxiety, self mastery, and self esteem). A reevaluation of the life orientation test. Journal of personality and social psychology 67, 1063-1078.

Referensi

Dokumen terkait

Tari Dincak Dambus di Sanggar Seni Warisan Budaya Bangka Belitung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemupukan Amagro-S pada takaran 2.000-5.000 kg/ha disertai dengan pemupukan P dan K standar (100 kg/ha SP-36 + 100 kg/ha KCl) pada umur

Penelitian ini bertujuan untuk (1) meninjau kesadaran metakognisi mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika FKIP UHO secara umum, (2) meninjau kesadaran metakognisi mahasiswa

Mekanisme memutar filem gulungan agar bahagian-bahagian filem itu bergantian dapat disingkapkan pada objek .Mekanisme fokus yang dapat mengubah-ubah jarak antara lensa

Ini dilihat dari jawaban kuesioner responden, sebanyak 16 atau 80% dari 20 responden yang diteliti menjawab jika di Desa Dolok Merawan pemerintahan desanya melakukan usaha

Untuk mengetahui distribusi frekuensi antibiotik yang sensitif pada uji sensitifitas bakteri penderita rinosinusitis kronis dengan dan tanpa polip. 1.4

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pengaruh beban kerja, kompetensi dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan pada Grand Puncak

SKB Wonogiri adalah sebuah Sanggar Kegiatan Belajar yang berada di Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah batas wilayah1. sebagai