PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN
FISIKA DI SMP
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Jurusan Pendidikan Fisika
oleh
Rianti Dwi Yuniartika NIM. 0700105
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP
Oleh
Rianti Dwi Yuniartika
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
© Rianti Dwi Yuniartika2014
Universitas Pendidikan Indonesia
Agustus 2014
Hak Cipta dilindungi undang‐undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.
RIANTI DWI YUNIARTIKA
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP
disetujui dan disahkan oleh pembimbing :
Pembimbing I
Dr. Ida Kaniawati, M.Si 196807031992032001
Pembimbing II
Agus Fany Chandra Wijaya, M.Pd 198108122005011003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika
Dr. Ida Kaniawati, M.Si 196807031992032001
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vi
ABSTRAK
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA
DALAM PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP
Dilatarbelakangi oleh hasil belajar kognitif yang belum mencapai standar ketercapaian dan hasil observasi yang menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang belum melatih siswa untuk berpikir kreatif dan mandiri, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk untuk meningkatkan hasil belajar kognitif fisika dalam pembelajaran fisika di SMP. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan desain penelitian one group pretest-posttest design. Pengambilan data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan tes berupa soal pilihan ganda dengan empat opsi jawaban untuk mengukur ranah kognitif serta lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran. Analisis data tes kognitif dilakukan dengan menghitung gain normalissi dari perbandingan pretes dan postes serta perhitungan per ranah kognitif antara C1, C2 dan C3. Analisis data hasil observasi keterlaksanaan model PBM dilakukan dengan menghitung persentase tahapan pembelajaran yang terlaksana, lalu diinterpretasikan ke dalam kategori Keterlaksanaan Model Pembelajaran. Hasil penelitian menunjukan nilai rata-rata gain yang dinormalisasi untuk ranah kognitif sebesar 0,40 termasuk kategori sedang, dengan rincian nilai gain yang dinormalisasi untuk aspek C1sebesar 0,45, aspek C2 sebesar 0,35, aspek C3 sebesar 0,37. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penerapan model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa SMP.
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
vii
ABSTRACT
PROBLEM-BASED LEARNING MODEL APPLICATION FOR IMPROVING COGNITIVE LEARNING OUTCOMES LEARNING IN
PHYSICS PHYSICS IN SMP
Motivated by cognitive learning outcomes that have not reached the standard of achievement and observations indicate that the learning process is not to train students to think creatively and independently, this study aims to determine the application of the model to Problem Based Learning to improve learning outcomes in the cognitive learning physics physics in junior . The method used in this study is a quasi experimental research design with one group pretest-posttest design. Collecting data on research carried out by using the test in the form of multiple choice questions with four answer options to measure cognitive and learning feasibility observation sheet.
Data analysis was performed by calculating the cognitive tests normalissi gain from pretest and posttest comparisons and calculations per cognitive domain between C1, C2 and C3. Analysis of data from observational feasibility PBM models is done by calculating the percentage of the learning phase has been completed, then interpreted into the category successful implementation learning model. The results showed an average value for the normalized gain of 0.40 cognitive domains including the medium category, with details of the value of the gain is normalized to 0.45 C1aspect, the aspect of 0.35 C2, C3 aspect of 0.37. Therefore, it can be concluded that the application of the model of Problem Based Learning can improve cognitive learning outcomes junior high school students.
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vi
DAFTAR ISI
LEMBAR HAK CIPTA
LEMBAR PENGESAHAN
HALAMAN PERYATAAN
UCAPAN TERIMA KASIH
KATA PENGANTAR ... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1
B.Rumusan Masalah ... 3
C.Batasan Masalah ... 4
D.Tujuan Penelitian ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
F. Variabel Penelitian ... 6
G.Definisi Operasional ... 6
BAB II MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DAN HASIL BELAJAR KOGNITIF FISIKA DALAM PEMBELAJARAN DI SMP A.Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 7
1. Pengertian Pembelajran Berbasis Masalah ... 7
2. Hasil Belajar ... 12
B. Kerangka Pemikiran ... 22
C.Hipotesis Penelitian ... 23
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu vii
B.Desain Penelitian ... 24
C.Populasi dan Sampel ………. ... 25
D.Prosedur Penelitian ………... ... 25
E. Teknik Pengumpulan Data ... 26
F. Teknik Pengolahan Data ... 27
1. Pengolahan Hasil Belajar ... 27
2. Pengolahan Lembar Observasi ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Pelaksanaan Penelitian ………. 34
B.Keterlaksanaan Model Pembelajaran ……… 35
C.Hasil Temuan Penelitian ... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ………... 46
B.Saran ………... 46
DAFTAR PUSTAKA ……….. 47
LAMPIRAN A. KISI-KISI SOAL ... 48
B. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN... 60
C. UJI INSTRUMEN ... 85
D. PENGOLAHAN DATA ... 91
E. FOTO KEGIATAN ... 95
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran sains yang dikembangkan di sekolah saat ini pada umumnya lebih
cenderung kepada proses mengajarkan suatu mater ajar saja tanpa memperhatikan
bagianbagian lain dari proses keilmuan. Padahal sains khusunya dalam pembelajaran IPA
berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan
hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Carin & Evans (1990)
menyatakan bahwa IPA mengandung empat hal yaitu: konten atau produk, proses atau
metode, sikap, dan teknologi. IPA sebagai konten dan produk mengandung arti bahwa di
dalam IPA terdapat fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan teori-teori yang sudah
diterima kebenarannya. IPA sebagai proses atau metode berarti bahwa IPA merupakan suatu
proses atau metode untuk mendapatkan pengetahuan. IPA sebagai sikap berarti bahwa IPA
dapat berkembang karena adanya sikap tekun, teliti, terbuka, dan jujur. IPA sebagai teknologi
mengandung pengertian bahwa IPA terkait dengan peningkatan kualitas kehidupan. Jika IPA
mengandung keempat hal tersebut, maka dalam pendidikan IPA di sekolah seharusnya siswa
dapat mengalami keempat hal tersebut, sehingga pemahaman siswa terhadap IPA menjadi
utuh dan dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan hidupnya.
Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai “pengetahuan yang sistematis
dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal), dan berupa kumpulan data hasil
observasi dan eksperimen”. Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan
bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
1. sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 2
2. proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran,
dan penarikan kesimpulan;
3. produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;
4. aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari - hari.
Fisika sendiri merupakan bagian dari lingkup pelajaran IPA pada hakikatnya adalah
kumpulan pengetahuan, cara berpikir dan penyelidikan serta keterampilan. Fisika
dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya
harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien
yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik,
siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan.
Pendekatan belajar yang diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi
yang dipelajari dipengaruhi oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir
(perkembangan kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan
merupakan proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi
perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi dan
dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
Hasil studi literatur dan wawancaran non formal dengan salah satu guru kelas SMP
Negeri di kota Bandung menunjukkan bahwa hasil belajar siswa umumnya sekiar 75% di
bawah standar minimal ketuntasan belajar. Maka untuk mencapai ketuntasan belajar,
kebanyakan dari mereka diperoleh lewat remedial berulang. Selama ini, guru biasanya
melakukan proses mengajar dengan metode ceramah tanpa adanya proses praktikum
berkelompok. Proses pembelajaran fisika yang masih berpusat pada guru dan lebih
menekankan pada proses transfer pengetahuan dari guru kepada siswa tidak menempatkan
siswa sebagai pengkonstruksi pengetahuan. Proses pembelajaran seperti ini biasanya kurang
memfasilitasi pengembangan keterampilan berpikir siswa. Hal ini berdampak pada rendahnya
motivasi siswa untuk belajar sebelum materi ajar diberlakukan, sehingga potensi penguasaan
konsep, kemampuan berpikir, kecakapan, dan sikap ilmiah siswa menjadi tidak berkembang.
Salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat membantu dan memfasilitasi
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 3
berbagai kecakapan dan keterampilan berpikir adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM).
Dalam PBM, siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka
dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan tingkat tinggi
dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Arends, 1997,
dalam Karim et al., 2007).
Selain itu, terdapat hal yang hendaknya diperhatikan pula dalam pelaksanaan proses
pembelajaran di kelas, yaitu interaksi siswa di kelas. Hal ini menjadi penting karena pada
tingkatan pendidikan tertentu, misalnya SMP/MTs, fisika dirasa penting diajarkan tersendiri
sebagai bekal ilmu kepada peserta didik, menumbuhkan kemampuan berpikir memecahkan
masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pengelolaan interaksi di kelas dengan
baik dapat menghasilkan pribadi-pribadi yang kebutuhan fitah emosional dan psikologisnya
terpenuhi. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik harus mampu menghasilkan manusia
yang seutuhnya, yaitu manusia yang memiliki IQ (Intelligence Quotient), EQ (Emotional
Quotient) dan SQ ( Spiritual Quotient ) yang optimal.. Berdasarkan berbagai penelitian, IQ
hanya berperan dalam kehidupan manusia dengan besaran maksimum 20%. Pemahaman atas
dinamika kelompok akan mengantarkan kita bagaimana suatu kelompok yang dinamis dapat
terbangun yang mana setiap anggota dalam kelompok tersebut merasakan kepuasan
berinteraksi sesuai peran yang seharusnya ditempati. Kaitannya dengan pendidikan, bahwa
jika masing-masing siswa dalam kelompok belajarnya dan dalam pembelajaran klasikal di
kelas dapat merasakan kepuasan berinteraksi selama proses pembelajaran dalam perannya
sebagai siswa yang belajar, yang membangun pengetahuannya dengan difasilitasi pendidik,
maka diharapkan siswa akan memiliki kepekaan sosial dalam berinteraksi dan motivasi
belajar yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud untuk mengajukan penelitian mengenai
bagaimana penerapan model pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan hasil
belajar kognitif siwa.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 4
Apakah penerapan model pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif siswa dalam pembelajaran fisika di SMP?
Berdasarkan rumusan masalah secara umum di atas, maka permasalahan penelitian di
atas dapat dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana peningkatan hasil belajar pada setiap aspek kognitif siswa setelah
diterapkan model pembelajaran berbasis masalah?
2. Bagaimana keterlaksanaan penerapan model pembelajaran berbasis masalah?
C. BATASAN MASALAH
Untuk memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu dijelaskan
batasan masalah dalam penelitian ini. Pada penelitian ini, hanya dibatasi pada upaya
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan
model pembelajaran berbasis masalah yang mencakup tiga aspek kognitif yakni aspek
pengetahuan (C1), pemahaman (C2) dan penerapan (C3). Peningkatan hasil belajar kognitif
yang dimaksud ditinjau berdasarkan pada hasil pretest dan posttest.
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diungkapkan di atas, maka yang menjadi
tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh penerapan
model pembelajaran berbasis masalah dalam peningkatan hasil belajar kognitif siswa dalam
pembelajaran fisika di SMP.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik bagi kemajuan prestasi belajar siswa
secara umum, maupun sebagai bentuk pilihan strategi mengajar guru dalam pembelajaran
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 5
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi siswa
Melalui penelitian ini diharapkan terjadi peningkatan hasil belajar fisika pada siswa dalam
ranah kognitif siswa.
2. Bagi guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model
pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif dalam upaya meningkatkan hasil belajar
siswa sebagai upaya lebih mencerdaskan bangsa.
3. Bagi peneliti
Memberikan wawasan baru bagi pengembangan ilmu pendidikan, khususnya dalam
penyusunan atau pengembangan teori pendidikan bagi pelaksanaan pendidikan, dan
memberikan alternatif model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran
sains.
F. VARIABEL PENELITIAN
1. Variabel bebas (x) dalam penelitian ini adalah model pembelajaran berbasis masalah.
2. Variabel terikat (y) dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif siswa.
G. DEFINISI OPERASIONAL
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) didefinisikan sebagai suatu model
yang menghadapkan siswa pada masalah dunia nyata (real world) untuk memulai
pembelajaran. Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) meliputi 5 tahap pembelajaran
(Nurhayati Abbas, 2000), yaitu tahap orientasi siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual atau
kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah. Untuk mengetahui bagaimana tercapainya
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 6
pembelajaran pada saat model pembelajaran ini diterapkan, yaitu dengan
menggunakan lembar observasi guru dan siswa.
2. Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang setelah mengalami
proses pembelajaran. Hasil belajar menurut Benyamin Bloom et.al (Sagala, 2008)
diklasifikasikan ke dalam tiga domain (aspek) yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan
aspek psikomotor. Untuk hasil belajar siswa pada ranah kognitf didefinisikan
sebagaimana tercakup dalam taksonomi Bloom yang meliputi C1 (hapalan), C2
(pemahaman), C3 ( penerapan). Adanya peningkatan hasil belajar ini diukur dengan
menggunakan selisih dari pretest dan posttest. Tes yang diberikan berbentuk tes
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
20
BAB III
METODE PENELITIAN
A. LOKASI DAN SUBJEK PENELITIAN
Penelitian dilakukan di salah satu Sekolah Menengah Pertama Negeri di kota
Bandung dengan subjek penelitiannya adalah 35 orang siswa pada salah satu kelas VIII yang
ada di sekolah tersebut.
B. DESAIN PENELITIAN
Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian eksperimen
semu (quasi experiment) yang mempunyai ciri khas mengenai keadaan praktis suatu objek
dengan varibel-variabel tertentu. Design penelitian yang digunakan adalah one group pretest
posttest design, yaitu penelitian eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja
yang dinamakan kelompok eksperimen tanpa ada kelompok pembanding atau kelompok
kontrol. Skema one group pretest posttest design ditunjukkan sebagai berikut.
Tabel 3.1 Desain penelitian one group pretest posttest design Pretest Treatment Posttest
T1 X T2
Keterangan :
T1 : Pre test
T2 : Post test
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
C. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi adalah total semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun
pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan
objek yang dibatasi oleh suatu kriteria atau pembatasan tertentu, sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi (Nana Sudjana, 1975 : 5). Dengan kata lain, sampel itu harus
representatif dalam arti segala karakteristik populasi hendaknya tercerminkan pula dalam
sampel yang diambil.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa pada sebuah kelas VIII di salah
satu SMP di Bandung. Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah satu kelas
dari keseluruhan populasi yang dipilih secara random (acak).
D. PROSEDUR PENELITIAN
Berdasarkan model penelitian one group pretestt posttest design maka prosedur
penelitian yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan meliputi :
1) Studi literatur, dilakukan untuk memperoleh teori yang akurat dan inovatif mengenai
bentuk pembelajaran yang hendak diterapkan.
2) Telaah kurikulum, dilakukan untuk mengetahui kompetensi dasar yang hendak
dicapai agar model pembelajaran dan pendekatan pembelajaran yang diterapkan
dapat memperoleh hasil akhir sesuai dengan kompetensi dasar yang dijabarkan
dalam kurikulum.
3) Observasi awal, dilakukan untuk mengetahui kondisi kelas yang akan dikenakan
perlakuan model pembelajaran berbasis masalah dengan memperhatikan pola
berpikir kritis.
4) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Skenario Pembelajaran sesuai
dengan model pembelajaran yang diujikan. Kemudian menyediakan alat percobaan,
membuat lembar observasi, membuat Lembar Kerja Siswa (LKS), dan mendesign
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
22 5) Membuat instrumen penelitian.
6) Melakukan bimbingan ke dosen pembimbing dan uji judgement
7) Melakukan uji coba instrumen sebagai tolok ukur kemudahan dari soal.
b. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan meliputi :
1) Melakukan uji coba instrumen berupa pretest
2) Kelas eksperimen tersebut dikenakan perlakuan (treatment), yaitu dengan
menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dengan memperhatikan dinamika
kelompok untuk tiga kali pertemuan.
3) Melakukan posttest
4) Membandingkan antara hasil pretest dan posttest untuk menentukan besar perbedaan
yang timbul. Jika sekiranya perbedaan itu ada, maka perbedaan itu tidak lain
disebabkan oleh pengaruh dari perlakuan (treatment) yang diberikan.
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Data dihimpun berdasarkan hasil observasi dan tes formatif atau tes hasil belajar.
a. Observasi
Selama proses pembelajaran, observer melakukan observasi terhadap keterlaksanaan
model pembelajaran berbasis masalah kepada siswa berupa hasil ranah kognitif.
b. Tes Hasil Belajar
Hasil belajar siswa pada ranah kognitif dapat diketahui dari nilai tesnya. Oleh karena itu,
sebelum melakukan tes hasil belajar, terlebih dahulu harus dibuat instrumen penelitian.
Instrumen ini kemudian diujikan pada siswa pada saat pretest dan posttest. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa beberapa butir pilihan ganda dengan soal yang
menguji pemahaman siswa ditinjau berdasarkan taksonomi Bloom dengan aspek hafalan
(recall) yang dinyatakan sebagai C1, aspek pemahaman (comprehension) yang dinyatakan
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
23
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menyusun instrumen penelitian adalah
sebagai berikut :
1) Membuat kisi-kisi instrumen penelitian untuk materi pokok cahaya.
2) Menyusun instrumen penelitian berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat.
3) Melakukan judgement terhadap instrumen penelitian yang telah dibuat.
4) Melakukan uji coba instrumen penelitian terhadap siswa.
5) Setelah instrumen yang diujicobakan tersebut valid dan reliabel, maka instrumen itu dapat
digunakan untuk melakukan pretest dan posttest.
F. TEKNIK PENGOLAHAN DATA
Setelah dibuat instrumen berupa tes, maka diadakan ujicoba instrumen, tujuannya
untuk melihat validitas dan reliabilitas instrumen sehingga ketika instrumen itu diberikan
pada kelas eksperimen, instrumen tersebut telah valid dan reliabel. Ujicoba instrumen ini
dilakukan pada kelas yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kelas eksperimen
yang akan diberi treatment, karena untuk mengukur sesuatu diperlukan alat ukur yang baik,
dengan kata lain alat ukur yang digunakan harus memiliki validitas dan reliabilitas yang
tinggi.
a) Pengolahan tes hasil belajar
Tes hasil belajar dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum
pembelajaran dan setelah pembelajaran. Soal tersebut sebelum digunakan untuk penelitian,
terlebih dahulu dilakukan analisis hasil tes yang meliputi validitas, reliabilitas, daya pembeda
dan tingkat kesukaran.
Teknik analisis instrumen dilakukan untuk mengetahui kelayakan perangkat tes dalam
pengambilan data. Analisis yang dilakukan meliputi uji validitas, uji reliabilitas, daya
pembeda, dan tingkat kesukaran tes.
1. Validitas
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
24
mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data
yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran validitas yang dimaksud. Uji validitas tes
yang digunakan adalah uji validitas konstruksi (construct validity). Validitas dalam
kesesuaian soal dengan indikator dilakukan penelaahan (judgement) oleh dosen penelaah
instrumen tes terhadap butir-butir soal yang sebelumnya dipertimbangkan oleh dosen
pembimbing. Sedangkan untuk mengetahui validitas empiris digunakan uji statistik, yakni
teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu :
rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y, dua variabel yang dikorelasikan.
X = skor tiap butir soal.
Y = skor total tiap butir soal.
N = jumlah siswa.
(Arikunto, 2009, hlm. 72)
Nilai koefisien korelasi yang diperoleh diinterpretasikan menggunakan tabel nilai r
product moment (Arikunto, 2009, hlm. 75). Jika harga rhitung > rtabel maka butir soal tersebut
dinyatakan valid. Selain itu juga digunakan interpretasi berdasarkan kategori sesuai tabel
(Arikunto, 2009, hlm. 75)
Tabel 3.2
Klasifikasi Validitas Butir Soal Instrumen Tes
Nilai rxy Kriteria
0,80-1,00 Sangat Tinggi
0,60-0,80 Tinggi
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
25 2. Reliabilitas Tes
Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang
memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama
(relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh
orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh
oleh pelaku, situasi, dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang
reliable.
Analisis reliabilitas soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan menggunakan rumus
Alpha (cronbach a). Adapun rumus yang digunakan:
∑
: reliabilitas yang dicari
∑ : jumlah varians skor tiap-tiap item : varians total
(Arikunto, 2009, hlm. 109)
Tolak ukur yang menginterpretasikan derajat reliabilitas alat ukur dapat menggunakan
tolak ukur (Arikunto, 2009) yaitu:
Tabel 3.3
Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Tes
Interval Kategori
0,90 r11 1,00 sangat tinggi
0,20-0,40 Rendah
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
26
0,70 r11 0,90 Tinggi
0,40 r11 0,70 Cukup
0,20 r11 0,40 Rendah
r11 0,20 sangat rendah
3. Tingkat Kesukaran
Soal yang baik ialah soal yang berada di tingkat pertengahan kesukaran (tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar). Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar
dan mudahnya suatu soal diukur dari seberapa banyaknya siswa yang menjawab soal
tersebut. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Indeks ini menunjukkan taraf
kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlalu
sukar, sebaliknya indeks 1,00 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Rumus mencari P
adalah:
dengan,
P : indeks tingkat kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS : Jumlah seluruh siswa peserta tes
(Arikunto, 2009, hlm. 208)
Klasifikasi indeks kesukaran menurut Arikunto (2009, hlm. 210)
Tabel 3.4
Klasifikasi Tingkat Kesukaran Instrumen Tes
Tingkat Kesukaran Kategori
0,00 – 0,3 sukar
0,30 – 0,70 sedang
0,70 – 1,00 mudah
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
27
Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah (Arikunto, 2009, hlm.
211). Sehingga soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang
berkemampuan tinggi saja. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi/ daya pembeda. Indeks ini berkisar antara 0, 00 sampai 1, 00.
Rumus untuk menentukan indeks diskriminatif:
dengan,
P : indeks daya pembeda satu butir soal tertentu
: banyaknya peserta kelompok atas
: banyaknya peserta kelompok bawah
: banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar
: banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar
(Arikunto, 2009, hlm. 213)
Klasifikasi daya pembeda menurut Arikunto (2009, hlm. 218)
Tabel 3.5 Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai Kriteria
0,00 – 0,20 Jelek (poor)
0,21 – 0,40 Cukup (satisfactory)
0,41 – 0,70 Baik (good)
0,71 – 1,00 Baik sekali (excellent)
D = 0 Berarti butir soal tidak mempunyai daya pembeda
D = 1 Berarti bahwa soal hanya bisa dijawab oleh kelompok tinggi
D = - (negatif) Berarti bahwa kelompok rendah lebih banyak menjawab butir soal tersebut dengan benar daripada kelompok tinggi
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
Proses penskoran ini dilakukan baik pada pretestt maupun pada posttest,
kemudian dari masing-masing data skor pretestt dan posttest tersebut dihitung
rata-ratanya.
Menghitung gain skor
Gain skor adalah selisih antara skor posttest dan skor pretestt untuk menentukan
gain suatu tes, dapat digunakan rumus:
(Hake, 1998)
Gain ternormalisasi
Untuk perhitungan dan pengklasifikasian gain yang ternormalisasi akan
digunakan persamaan (Hake, 1998) sebagai berikut:
(% % )
Nilai <g> yang diperoleh diinterpretasikan dengan klasifikasi pada tabel di bawah
ini.
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
29
Observasi dilakukan oleh tiga orang observer yang mana akan mengamati kegiatan
siswa dan guru dengan ketentuan yang terlampir. Dari hasil observasi itu, akan
dipersentasikan dalam bentuk tabel keterlaksanaan. Tabel keterlaksanaan akan disajikan di
dalam bab pembahasan. Sebagai rujukan, lembar observer akan dilampirkan pada lampiran.
Data observasi ini digunakan untuk mengetahui keterlaksanaan
Pengembangan Model Pembelajaran Fisika. Pengolahan data yang dilakukan dengan cara
mencari presentase keterlaksanaan model pembelajaran yang digunakan. Adapun
langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menghitung jumlah jawaban “ya” dan “tidak” yang observer isi pada format
observasi keterlaksanaan model pembelajaran
2) Melakukan perhitungan presentase keterlaksanaan pembelajaran dengan
menggunakan rumus berikut:
% Keterlaksanaan Model =
X 100 %
3) Hasilnya kemudian dikonsultasikan ke dalam kategori keterlaksanaan model
pembelajaran sebagai berikut:
Tabel 3.7 Kategori Keterlaksanaan Model Pembelajaran Presentase Keterlaksanaan (%) Interpretasi
0,0 – 24,5 Sangat kurang
25,0 – 37,5 Kurang
37,6 – 62,5 Sedang
62,6 – 87,5 Baik
87,6 – 100 Sangat Baik
Persentase yang didapat kemudian dijadikan sebagai acuan terhadap kelebihan dan
kekurangan selama kegiatan pembelajaran berlangsung agar guru dapat melakukan
pembelajaran lebih baik dari pertemuan sebelumnya.
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
Uji instrumen dilakukan di sekolah yang sama namun di kelas IX dengan alasan
kelas IX sudah mengalami materi ajar dan pembelajaran mengenai cahaya dan
cermin. Dari uji instrumen yang dilakukan tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 3.8 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar Kognitif
No.
Soal
Ranah
Kognitif
Validitas Daya Pembeda Tingkat
Kesukaran Kategori
Reliabilitas Soal
Ket. Nilai Kategori Nilai Kategori
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 41
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini serta pembahasan dapat disimpulkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar kognitif siswa setelah dilakukan pembelajaran perkembangan
berbasis masalah. Dalam proses pemhamannya didapatkan hasil gain ternormalisasi dari
perbandingan hasil nilai pretest dan posttest secara keseluruhan.
Hal ini diinterpretasikan oleh hasil penelitian yng memang terdapat peningkatan hasil
pretest seluruh siswa dengan hasil posttestnya dengan kenaikan sebesar gain 0,4 atau bisa
disebutkan dengan kenaikan 40% (kategori sedang). Sedangkan untuk peningkatan hasi ranah
kognitif dlihat dari per butir soal yang dipreserntasikan dengan ketercapaian gain
ternormalisasi pretest-posttest sebesar 45%, untuk C2 sebesar 35% dan untuk C3 sebesar
37%, yang dari ketiganya dikelompokkan menjadi kategori sedang.
B. SARAN
Dari segala kekurangan yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, maka ada
saran untuk penelitian lebih lanjut yakni diperlukan penguatan pada tahapan PBM ketiga
yakni penyelidikan individu maupun kelompok, karena hal itu menunjang pada pemahaman
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu xii
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Penerbit rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Clark, D. (2000). Learning Domain or Bloom’s Taxonomy. [Online]. Tersedia: http://www.skagitwatershed.org/~donclark/hrd/bloom.html. [11 Oktober 2009].
Dahar, Ratna Wilis. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Duch,J.Barbara.2001.The Power Of Problem Based Learning.Virginia:Sterling.
Joyce, Weil. (1980). Model Of Teaching. Needham Height, Massachustetts : Alyn abd bachon.
http://sigitsetiyadhi.wordpress.com/2010/05/28/apa-sich-ipa-itu/
Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.
Nuh, U. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa. Skripsi Sarjana pada
FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sudjana, Nana. (2004). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Rosda.
Rianti Dwi Yuniartika, 2014
Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif Dalam Pembelajaran Fisika Di Smp
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu xiii
Universitas Pendidikan Indonesia. (2013). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI PRESS
Wulan, Ana Ratna. (2013). Taksonomi Bloom Revisi. (Online). Tersedia di: http://www.slideshare.net/imdswambha/taksonomi-bloom-revisi-new [ 20 Maret 2014]
Wulandari, R. (2008). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Berbasis