• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KAMPUNG BANTEN PASAR VIII KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS OLEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERILAKU SEKSUAL REMAJA DALAM PENCEGAHAN HIV/AIDS DI KAMPUNG BANTEN PASAR VIII KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2016 TESIS OLEH"

Copied!
158
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH

MAHARDIKA AISYIYAH NASUTION 147032080 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(2)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAHARDIKA AISYIYAH NASUTION 147032080/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2016

(3)

Nama Mahasiswa : Mahardika Aisyiyah Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 147032080

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (Dra. Syarifah, M.S)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi S2 Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si)

Tanggal Lulus: 19 Oktober 2016

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D 3. Drs. Eddy Syahrial, M.S

(5)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, 19 Oktober 2016 Penulis

Mahardika Aisyiyah Nasution 147032080/IKM

(6)

dengan sesama jenis dalam mencegah HIV/AIDS. Pencegahan HIV/AIDS di sini meliputi Abstinence, Be Faithful, Condom, Drugs and Eqiupment.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi serta keabsahan data dengan triangulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan lebih cepat mendapat informasi dari teman sebaya dan media. Pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai pencegahan HIV/AIDS seluruh informan mengetahuinya walaupun tidak secara mendalam. Sikap remaja terhadap perilaku seksual tidak setuju dengan mengungkap rasa sayang tanpa adanya sentuhan fisik dan berhubungan seksual, sedangkan tindakan remaja dalam pencegahan HIV/AIDS masih belum diaplikasikan serta seluruh informan tidak melakukan pecegahan HIV/AIDS secara abstinence, be faitful, condom, drugs kecuali equipment.

Disarankan kepada remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, disarankan kepada teman sebaya informan untuk mengisi waktu dengan kegiatan yang positif, disarankan kepada seluruh pembuat media baik elektronik maupun tidak untuk lebih membatasi hal yang bisa dipublikasikan. Perlu keaktifan petugas kesehatan dalam penanganan masalah remaja untuk lebih merangkul remaja- remaja agar lebih mengenal seks sehat, perilaku seksual beserta dampaknya dan pencegahan HIV/AIDS serta perlunya edukasi kepada orang tua yang memiliki remaja untuk memberikan pendidikan seks secara dini sebagai pedoman remaja dalam pergaulannya.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Pencegahan HIV/AIDS

(7)

by sexual desire, both with the opposite sex or the same sex in preventing HIV / AIDS.

Prevention ofHIV / AIDS here includes Abstinence, Be Faithful, Condom, Drugs and Eqiupment.

The purpose of this study was to explore in depth the sexual behavior of adolescents in the prevention of HIV / AIDS in Kampung Banten Pasar VIII Subdistrict of Tanjung Morawa District of Deli Serdang. This study is a qualitative research technique of collecting data through used by interviews, observation and documentation as well as the validity of the data by triangulation.

The results showed that the informant more quickly obtain information from peers and media. The knowledge of adolescents on the prevention of HIV / AIDS throughout the informant knew though not in depth. Adolescent attitude toward sexual behavior did not agree to reveal their affection without physical contact and sexual intercourse, whereas adolescents action in the prevention of HIV / AIDS is still not applied and all informants are not doing prevention of HIV / AIDS is abstinence, be faitful, condom, drugs unless equipment

Suggested to teens to abstain from sexual relations before marriage, Suggested to peer informant to fill the time with positive activities, it is suggested to all creators media both electronic and otherwiseto further restrict what can be published,it is necessary liveliness health workers in handling problems of teenagers to better embrace the youth in order to learn more about healthy sex, sexual behaviors and their consequences and prevention of HIV / AIDS and the need for education to parents who have teenagers to provide sex education at an early stage as a teenager in her social guidelines.

Keywords: Sexual Behavior, Adolescents, Prevention of HIV / AIDS

(8)

pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Perilaku Seksual Remaja dalam Pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr.Runtung Sitepu,S.H, M.Hum, sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan dan Ketua Program Studi S2 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D selaku Wakil Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

(9)

yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari pengajuan judul hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D dan Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

7. Camat Buntu Bedimbar dan staf camat yang telah memberikan dukungan materil dan moril serta bantuan lainnya selama penulis dalam proses penelitian.

8. Terima kasih tak terhingga, kepada yang teramat disayang dan dihormati kedua orang tua penulis yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberikan doa, dan dukungan

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada abang-abang, kakak dan adik-adikku yang tersayang yang telah memberi dukungan selama ini

10. Teman-teman Angkatan 2014 peminatan Kesehatan Reproduksi terima kasih atas dukungan.

11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

(10)

Medan, 19 Oktober 2016 Penulis

Mahardika Aisyiyah Nasution 147032080/IKM

(11)

pada tanggal 14 Agustus 1990. Penulis beragama Islam dan merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Muhammadiyah 12 tahun 2001 Medan, tahun 2004 menamatkan pendidikan SMP Darul Arafah Medan, tahun 2007 menamatkan pendidikan di SMA Darul Arafah Medan, tahun 2010 menamatkan D-III Kebidanan Helvetia Medan, tahun 2013 D-IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu kesehatan Helvetia, dan sejak tahun 2014 sampai tahun 2016 belajar di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTRA MATRIKS ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... ... 11

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Perilaku ... 13

2.2 Perilaku Seksual Remaja ... ... 14

2.3 Remaja ... 17

2.4 HIV/AIDS ... 26

2.5 Landasan Teori ... 31

2.6 Kerangka Pikir ... 34

BAB 3. METODE PENELITIAN ... ... 35

3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2 Waktu Penelitian ... 36

3.3 Informan Penelitian ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38

3.5 Definisi Istilah ... 41

3.6 Uji Keabsahan Data ... 42

3.7 Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus ... 44

3.8 Metode Analisa Data ... 45

3.9 Pelaksanaan Penelitian ... 46

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 48

4.2 Profil dan Kasus Informan ... 53

4.3 Hasil Wawancara ... 61

(13)

5.4 Sikap ... 112

5.5 Tindakan ... 115

5.6 Perilaku Seksual Informan dalam Pencegahan HIV/ADS ... 116

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 123

6.1 Kesimpulan ... 123

6.2 Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125 LAMPIRAN

(14)

4.1 Matriks Karakteristik Informan di Kampung Banten Kecamatan

Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang ... 63

4.2 Matriks Teman Sebaya ... 64

4.3 Matriks Orang Tua ... 66

4.4 Matriks Petugas Kesehatan. ... 68

4.5 Matriks Media ... 68

4.6 Matriks Pengetahuan Seks Sehat ... 69

4.7 Matriks Pengetahuan Perilaku Seksual ... 70

4.8 Matriks Pencegahan HIV/AIDS ... 72

4.9 Matriks Pendapat untuk Menunjukkan Rasa Sayang dan Cinta pada Pasangan Dilakukan Hanya dengan Mengobrol/Komunikasi tanpa Adanya Sentuhan Fisik ... 74

4.10 Matriks Pendapat Jika berhubungan Seksual yang Salah dan tidak Tepat dapat Menyebabkan HIV/AIDS... 75

4.11 Matriks Jika setiap Berhubungan Seksual Menggunakan Kondom ... 76

4.12 Matriks Jika berhubungan Seks Setia pada Satu Pasangan ... 77

4.13 Matriks Usia Pertama Kali Pacaran ... 77

4.14 Matriks Usia Pertama Kali Melakukan Hubungan Seksual ... 78

4.15 Matriks Tindakan yang Dilakukan jika Mengalami/Tidak Mengalami kehamilan ... 78

4.16 Matriks Pasangan Hubungan Seksual ... 79

4.17 Matriks Jumlah Pasangan Seksual sampai saat ini ... 80

(15)
(16)

2.1.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Menyimpang pada

Remaja ... 23 2.1.2 Kerangka Pikir... 34

(17)

1. Lembaran Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian ... 129 2. Lembar Persetujuan Informan... 131 3. Pedoman Wawancara ... 132

(18)

dengan sesama jenis dalam mencegah HIV/AIDS. Pencegahan HIV/AIDS di sini meliputi Abstinence, Be Faithful, Condom, Drugs and Eqiupment.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan dokumentasi serta keabsahan data dengan triangulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan lebih cepat mendapat informasi dari teman sebaya dan media. Pengetahuan yang dimiliki remaja mengenai pencegahan HIV/AIDS seluruh informan mengetahuinya walaupun tidak secara mendalam. Sikap remaja terhadap perilaku seksual tidak setuju dengan mengungkap rasa sayang tanpa adanya sentuhan fisik dan berhubungan seksual, sedangkan tindakan remaja dalam pencegahan HIV/AIDS masih belum diaplikasikan serta seluruh informan tidak melakukan pecegahan HIV/AIDS secara abstinence, be faitful, condom, drugs kecuali equipment.

Disarankan kepada remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah, disarankan kepada teman sebaya informan untuk mengisi waktu dengan kegiatan yang positif, disarankan kepada seluruh pembuat media baik elektronik maupun tidak untuk lebih membatasi hal yang bisa dipublikasikan. Perlu keaktifan petugas kesehatan dalam penanganan masalah remaja untuk lebih merangkul remaja- remaja agar lebih mengenal seks sehat, perilaku seksual beserta dampaknya dan pencegahan HIV/AIDS serta perlunya edukasi kepada orang tua yang memiliki remaja untuk memberikan pendidikan seks secara dini sebagai pedoman remaja dalam pergaulannya.

Kata Kunci : Perilaku Seksual, Remaja, Pencegahan HIV/AIDS

(19)

by sexual desire, both with the opposite sex or the same sex in preventing HIV / AIDS.

Prevention ofHIV / AIDS here includes Abstinence, Be Faithful, Condom, Drugs and Eqiupment.

The purpose of this study was to explore in depth the sexual behavior of adolescents in the prevention of HIV / AIDS in Kampung Banten Pasar VIII Subdistrict of Tanjung Morawa District of Deli Serdang. This study is a qualitative research technique of collecting data through used by interviews, observation and documentation as well as the validity of the data by triangulation.

The results showed that the informant more quickly obtain information from peers and media. The knowledge of adolescents on the prevention of HIV / AIDS throughout the informant knew though not in depth. Adolescent attitude toward sexual behavior did not agree to reveal their affection without physical contact and sexual intercourse, whereas adolescents action in the prevention of HIV / AIDS is still not applied and all informants are not doing prevention of HIV / AIDS is abstinence, be faitful, condom, drugs unless equipment

Suggested to teens to abstain from sexual relations before marriage, Suggested to peer informant to fill the time with positive activities, it is suggested to all creators media both electronic and otherwiseto further restrict what can be published,it is necessary liveliness health workers in handling problems of teenagers to better embrace the youth in order to learn more about healthy sex, sexual behaviors and their consequences and prevention of HIV / AIDS and the need for education to parents who have teenagers to provide sex education at an early stage as a teenager in her social guidelines.

Keywords: Sexual Behavior, Adolescents, Prevention of HIV / AIDS

(20)

1.1 Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi antara kanak-kanak dan dewasa dan mereka relatif belum mencapai tahap kematangan mental serta sosial sehingga harus menghadapi tekanan emosi, psikologi, dan sosial yang saling bertentangan. Masa remaja merupakan masa yang rentan, masa yang dimana seseorang memiliki rasa ingin tahu yang besar dalam upaya pencarian jati dirinya sehingga menimbulkan keinginan ingin mencoba berbagai aktivitas. Perilaku remaja sangat bergantung pada keluarga, teman, lingkungan pendidikan dan tempat tinggal. Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang. Apabila keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaja tersebut memerlukan ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk kesehatan reproduksi (Kemenkes RI, 2015).

Remaja dalam perkembangannya memerlukan lingkungan adaptif yang menciptakan kondisi yang nyaman untuk bertanya dan membentuk karakter

(21)

bertanggung jawab terhadap dirinya. Ada kesan pada remaja, seks itu menyenangkan, puncak rasa kecintaan, yang serba membahagiakan sehingga tidak perlu ditakutkan.

Berkembang pula opini seks adalah sesuatu yang menarik dan perlu dicoba. Terlebih lagi ketika remaja tumbuh dalam lingkungan mal-adaptif, akan mendorong terciptanya perilaku amoral yang merusak masa depan remaja. Dampak pergaulan bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas, tindak kriminal termasuk aborsi, narkoba, serta berkembangnya penyakit menular seksual (Pratiwi dan Basuki, 2011).

Perilaku seks pranikah ini memang kasat mata, namun ia tidak terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Masalah yang berkaitan dengan perilaku dan reproduksi remaja seperti bertambahnya kasus penyakit menular seksual terutama HIV/AIDS, kematian ibu muda yang masih sangat tinggi, merebaknya praktik aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan dan kecenderungan remaja masa kini untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah (Pratiwi dan Basuki, 2011).

Survei internasional yang dilakukan Bayer Healthcare Pharmaceutical terhadap 6.000 remaja di 26 negara mengungkapkan, ada peningkatan jumlah remaja yang melakukan seks tidak aman seperti di Perancis angkanya mencapai 111%, 39%

di Amerika Serikat, dan 19% di Inggris pada tahun 2011 (World Contraception Day, 2011).

Dari hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja (SKRR), remaja Indonesia pertama kali pacaran pada usia 12 tahun. Perilaku pacaran remaja juga semakin

(22)

permisif yakni sebanyak 92% remaja berpegangan tangan saat pacaran, 82%

berciuman, 63% rabaan petting. Perilaku-perilaku tersebut kemudian memicu remaja melakukan hubungan seksual (KPAI, 2012).

Menurut hasil Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (2007), Perilaku seksual pranikah di kalangan remaja diperkuat dengan data dari Depkes Tahun 2009 di 4 kota besar seperti Medan, Jakarta Pusat, Bandung dan Surabaya, menunjukkan bahwa 35,9% remaja mempunyai teman yang sudah pernah melakukan hubungan seks pranikah dan 6,9% responden telah melakukan hubungan seks pranikah, sehingga remaja rentan terhadap risiko gangguan kesehatan seperti penyakit HIV/AIDS dari 15.210 penderita HIV/AIDS 54% adalah remaja.

Perilaku seksual yang tidak sehat di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan dan remaja laki-laki usia 15-24 tahun yang menyatakan pernah melakukan hubungan seksual pranikah masing-masing 1% pada wanita dan 6% pada pria. Masih berdasarkan sumber data yang sama, menunjukkan pengalaman berpacaran remaja di Indonesia cenderung semakin berani dan terbuka : 1). Berpegangan tangan, laki-laki 69% dan perempuan 68,3%; 2).Berciuman, laki- laki 41,2% dan perempuan 29,3% dan 3). Meraba/ merangsang, laki-laki 26,5% dan perempuan 9,1%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di Desa Susukan Kecamatan Sumbang dalam kategori berisiko tinggi.

Faktor pengetahuan tidak berhubungan dengan perilaku seks pranikah pada remaja di Desa Susukan Kecamatan Sumbang Tahun 2012 (Minah, 2014).

(23)

Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma- norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat. Hal ini diikuti pula oleh adanya revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir. Berbagai hal tersebut mengakibatkan peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman yang meningkat terhadap HIV/AIDS (Suryoputro dkk, 2006)

Pandemi Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), saat ini merupakan pandemi terhebat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. AIDS adalah kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga daya tahan tubuh makin melemah dan mudah terjangkit penyakit infeksi. Sampai saat ini HIV/AIDS menjadi persoalan serius bagi negara berkembang karena secara langsung sudah menyentuh persoalan politik dan bahkan ekonomi yang berujung kepada persoalan kemiskinan (KPAN, 2007).

Status remaja yang tidak selalu mendapatkan pantauan dari orang tua memberikan kesempatan untuk remaja bertindak tanpa pengawasan yang baik, sementara remaja membutuhkan bimbingan orang dewasa agar energinya tersalurkan kepada hal-hal yang positif. Secara sosial dalam perkembangannya remaja sangat

(24)

rentan terhadap pengaruh lingkungan, lingkungan sosial dan budaya yang negatif merupakan faktor risiko bagi remaja untuk terjebak dalam perilaku yang berisiko seperti HIV/AIDS yang berdampak terhadap kondisi kesehatannya. Infeksi menular seksual memerlukan pengamatan/deteksi dini yang terus menerus karena infeksi menular seksual (IMS) adalah salah satu pintu untuk memudahkan terjadinya penularan HIV/AIDS (Pratiwi dan Basuki, 2011).

Penyakit AIDS belum banyak dikenal baik, sehingga hal ini semakin memicu penambahan jumlah penderitanya. HIV/AIDS merupakan virus dan penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, status dan tingkat sosial.

Namun ada kecenderungan besar penyakit ini menimpa kelompok masyarakat yang energik dan produktif dalam beraktivitas dimana termasuk di dalamnya adalah remaja. Remaja adalah kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS karena pola hidupnya yang relatif bebas sehingga memungkinkannya melakukan hubungan seks pranikah dimana cara penularan HIV/AIDS paling sering adalah melalui hubungan seksual yang tidak aman (K4health, 2012).

Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan September 2014, HIV-AIDS tersebar di 381 (76%) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Provinsi pertama kali ditemukan adanya kasus HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011. Sementara secara kumulatif sejak 1 Januari 1987 sampai dengan 30 September 2014 telah terjadi kasus HIV sebanyak 150.296 dan kasus AIDS sebanyak 55.799.

Dari bulan Juli sampai dengan September 2014 jumlah infeksi HIV yang baru

(25)

dilaporkan sebanyak 7.335 kasus. Persentase infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 25-49 tahun sebesar 69,1%, diikuti kelompok umur 20-24 tahun sebesar 17,2%, dan kelompok umur diatas 50 tahun sebesar 5,5%. Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 1 berbanding 1. Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada heteroseksual sebesar 57%, LSL (Lelaki Seks Lelaki) sebesar 15%, dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (pengguna narkoba suntik) sebesar 4% (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

Permasalahan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan survei, bahwa 57,8%

kasus AIDS berasal dari kelompok umur 15-29 tahun, mengindikasikan bahwa mereka tertular HIV pada umur yang masih sangat muda, sampai dengan bulan Maret 2010 mencapai 20.564 kasus, 54,3% dari angka tersebut adalah remaja. Hingga akhir Juni 2011 tercatat 26.483 kasus AIDS di Indonesia. Jumlah yang sesungguhnya diperkirakan terdapat 270.000 kasus HIV dan AIDS di seluruh Indonesia. Lebih dari 60% orang yang terinfeksi HIV berusia kurang dari 30 tahun. Untuk itu sangat perlu dilakukan upaya pencegahan penularan HIV di kalangan remaja (KPAN, 2010).

Remaja masih memiliki persepsi rendah mengenai dampak HIV/AIDS, diperlukan upaya besar yang melibatkan media massa untuk memberikan informasi dan mengubah sikap serta perilaku remaja. Pemahaman tentang HIV/AIDS di kalangan remaja Indonesia ternyata masih minim. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, setelah dilakukan survei dari sekitar 65 juta remaja usia 14-24 tahun, hanya 20,6% yang memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS yang salah satu cara penularannya melalui hubungan seksual, artinya dari jumlah remaja

(26)

yang begitu banyak hanya 20% yang mengerti secara komprehensif dan masih ada 80% yang harus diberi pendidikan (Kartika, 2012).

Nurachmah dan Mustikasari (2009) menyatakan tentang faktor pencegahan HIV/AIDS akibat perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP bahwa faktor intrinsik yang meliputi persepsi tentang pemahaman, sikap dan pencegahan HIV/AIDS mempunyai hubungan yang signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP, begitu pula dengan faktor ekstrinsik (informasi diperoleh dari luar) yang meliputi informasi orang tua, fasilitas, informasi dengan orang lain dan stigma masyarakat mempunyai hubungan signifikan dengan perilaku berisiko tertular pada siswa SLTP.

Aritonang (2015) menyatakan tentang hubungan pengetahuan dan sikap tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seks pranikah pada remaja usia 15-17 tahun di Sekolah Menengah Kejuruan Yadika 13 Tambun, ditemukan pengetahuan remaja kurang serta sikap tentang kesehatan reproduksi relatif kurang baik. Nurhayati (2011) mengatakan, hubungan pola komunikasi dan kekuatan keluarga yang kurang baik akan memiliki risiko perilaku remaja yang tinggi dan begitu juga sebaliknya dengan kekuatan keluarga yang baik maka risiko perilaku remajanya rendah.

HIV/AIDS telah menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius.

Amfar (2016), menyebutkan bahwa saat ini di dunia hampir 37 orang hidup dengan HIV/AIDS 2,6 juta berada di bawah usia 15 tahun. Pada tahun 2014, diperkirakan 2 juta orang baru terinfeksi HIV sebanyak 220.000 kasus berada di bawah usia 15 tahun. Sedangkan di Asia dan Pasifik, hampir 340.000 orang baru terinfeksi pada

(27)

tahun 2014, sehingga jumlah orang yang hidup dengan HIV ada 5 juta. AIDS diklaim diperkirakan 240.000 jiwa di wilayah tersebut pada tahun 2014.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami peningkatan kasus yang cukup tinggi. Jumlah HIV & AIDS yang dilaporkan 1 Januari sampai dengan 30 September 2014 adalah HIV sebanyak 22.869 kasus dan AIDS sebanyak 1,876 kasus. Berdasarkan Provinsi, Sumatera Utara menduduki peringkat ke-6 dari 33 provinsi di Indonesia, dimana terdapat 150.285 kasus HIV dan 55.799 AIDS dan jumlah kumulatif kasus AIDS menurut golongan umur ditemukan usia 20-29 tahun tertinggi sebanyak 18.352, umur 30-39 tahun sebanyak 15.890 kasus di sini menandakan bahwa penderita sebelumnya sudah terkena HIV di usia muda (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014).

Menurut Lubis (2014), kasus HIV/AIDS di Kecamatan Deli Serdang berada di peringkat kedua setelah Medan pada wilayah Sumatera Utara. Penemuan terbanyak dari Kota Medan dengan 3.091 kasus, diikuti 1.066 kasus dari Kabupaten Deli Serdang dan 341 kasus dari Kabupaten Karo. Deli Serdang berada pada posisi kedua.

Tanjung Morawa merupakan Kecamatan yang berada di Kabupaten Deli Serdang yang dekat dengan Kota Medan menjadikan Tanjung Morawa salah satu sentra industri pengusaha Kota Medan. Tanjung Morawa terhubung dengan Medan melalui Tol Belmera. Tanjung Morawa salah satu Kecamatan di Deli Serdang yang banyak terdapat Industri/Pabrik. Banyak juga orang yang menyebut Tanjung Morawa sebagai kota industri. Pada daerah ini, banyak juga terdapat lokasi prostitusi yang berdiri untuk melayani lelaki-lelaki yang ingin melampiaskan nafsunya. Bukan hanya

(28)

itu, di daerah ini juga banyak hotel-hotel mesum yang menerima pelanggan yang berstatus tidak menikah, harga sewa kamar murah, sehingga dapat memengaruhi masyarakat sekitar termasuk remaja. Sering terjaring razia polisi pasangan mesum usia remaja. Walaupun begitu, pelayanan kesehatan di sini sangat lengkap termasuk Kabupaten Deli Serdang ini mempunyai 11 klinik VCT untuk menghubungkan ODHA agar mendapatkan pelayanan kesehatan, termasuk di Tanjung Morawa yaitu di Puskesmas Tanjung Morawa (Lubis, 2014).

Berdasarkan survey awal, ditemukan data laporan di Puskesmas Tanjung Morawa pada tahun 2010 - 2015 bahwa daerah dengan penemuan tertinggi kasus HIV/AIDS di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2015 berdasarkan Desa adalah Butu Bedimbar dengan jumlah HIV/ AIDS sebanyak 21 orang. Jumlah penderita HIV/AIDS berdasarkan umur tertinggi pada usia 25-49 tahun sebanyak 14 orang, usia 20-24 tahun sebanyak 4 orang, 1 orang pada usia < 4 tahun, 1 orang pada usia 5-14 tahun dan 1 orang pada usia > 50 tahun, data tersebut menunjukkan bahwa pada usia muda atau remaja penduduk tersebut 5-10 tahun sebelumnya sudah terinkubasi oleh HIV karena di usia 25-49 tahun adalah usia kategori tertinggi dari usia lainnya.

Kampung Banten adalah bagian dari Buntu Bedimbar dimana terdapat lokasi prostitusi yang beroperasi dari jam 22:00 WIB dan dekat pemukiman warga sejauh ± 100 meter yang mempunyai jalan masih tanah dan tidak rata, dimana sebelum sampai di lokasi tersebut harus melewati ladang jagung yang sangat sunyi di siang hari dan ramai pada malam hari. Hasil wawancara dengan petugas Puskesmas Tanjung

(29)

Morawa ditemukan bahwa saat ini tingginya HIV/AIDS oleh karena heteroseksual.

Selain itu, hasil observasi dan wawancara pada tiga orang remaja di Kampung Banten Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang didapatkan pernyataan tiga remaja tersebut bahwa hampir keseluruhan remaja pria di daerah Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang tersebut sudah melakukan hubungan seksual pranikah, dan ditemukan 10 remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan sesama jenis yang dilakukan dengan laki-laki pekerja seksual dimana saat itu mereka di bawah pengaruh obat ekstasi. Bukan hanya itu, mereka juga pengguna narkotika shabu. Bukan hanya itu, di daerah ini juga terdapat klinik kesehatan yang melayani pasien yang mempunyai masalah infeksi menular seksual sehingga remaja atau masyarakat sekitar tidak harus susah dan jauh-jauh untuk berobat.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dilakukan penelitian untuk menggali perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

(30)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali secara mendalam perilaku seksual remaja dalam pencegahan HIV/AIDS.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi remaja, sebagai informasi agar remaja dapat mencegah terjadinya HIV/AIDS karena perilaku berisikonya dengan mencari aktifitas ataupun pekerjaan yang positif agar tidak melakukan hal-hal yang yang dapat merusak moral dan kesehatan.

2. Bagi Program Studi, sebagai bahan studi kepustakaan untuk memperkaya penelitian ilmiah di Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat dan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya

(31)

2.1` Perilaku 2.1.1 Definisi

Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

Hereditas atau faktor keturunan adalah konsep dasar atau modal untuk perkembanagn perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama lainnya. Perilaku dapat diartikan sebagai respons organisme atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada.

Sedangkan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja berhubungan dengan dorongan seksual yang datang, baik dari dalam dirinya maupun dari luar dirinya (Notoatmodjo, 2007).

(32)

2.1.2 Bentuk Perilaku

a. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan.

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi langsung. Misalnya pada pengetahuan dan sikap merupakan respon seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behaviour.

Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon seseorang terhadap stimulus merupakan overt behaviour (Sarwono, 2011).

2.2 Perilaku Seksual Remaja 2.2.1 Definisi

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Sinkins, perilaku seksual remaja adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri. Sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya.

Tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah misalnya pada para gadis-gadis yang terpaksa menggugurkan kandungannya.

(33)

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Sanderowitz dan Paxman, akibat psikososial lainnya adalah ketegangan mental, dan kebingungan akan peran sosial yang tiba-tiba berubah jika seorang gadis tiba-tiba hamil. Juga akan terjadi cemoohan dan penolakan dari masyarakat sekitarnya. Akibat lainnya adalah terganggunya kesehatan dan risiko kehamilan serta kematian bayi yang tinggi. Selain itu, juga ada akibat-akibat putus sekolah dan akibat-akibat ekonomis karena diperlukan ongkos perawatan dan lain-lain (Sarwono, 2011).

2.2.2 Fase Perkembangan Perilaku Seksual

Perubahan fisik termasuk organ seksual serta peningkatan kadar hormon reproduksi atau hormon seks baik pada anak laik-laki maupun pada anak perempuan akan menyebabkan perubahan perilaku seksual remaja secara keseluruhan.

Perkembangan seksual tersebut sesuai dengan beberapa fase berikut:

a. Pra remaja

Pada masa ini ada beberapa indikator yang telah ditentukan untuk menentukan identitas gender laki-laki atau perempuan. Pada masa pra remaja ini mereka sudah mulai senang mencari tahu informasi tentang seks dan mitos seks baik dari teman sekolah, keluarga atau dari sumber lainnya.

b. Remaja awal

Pada masa ini remaja sudah mulai mencoba melakukan onani karena telah sering kali terangsang secara seksual akibat pematangan yang dialami

(34)

c. Remaja menengah

Pada masa ini gairah seksual remaja sudah mencapai puncak sehingga mereka mempunyai kecenderungan mempergunakan kesempatan untuk melakukan sentuhan fisik. Namun demikian, perilaku seksual mereka masih secara alamiah.

d. Remaja akhir

Mereka telah mempunyai perilaku seksual yang sudah jelas dan mereka sudah mulai mengembangkannya dalam bentuk pacaran (Soetjiningsih, 2010).

2.2.3 Pola Perilaku Seksual Remaja

Perkembangan perilaku seksual dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain perkembangan psikis, fisik, proses belajar dan sosio-kultural. Berdasarkan faktor- faktor tersebut aktifitas seksual remaja amat erat kaitannya dengan faktor-faktor itu.

Beberapa aktifitas seksual yang sering dijumpai pada remaja yaitu sentuhan seksual, membangkitkan gairah seksual, seks oral, seks anal, masturbasi dan hubungan heteroseksual.

2.2.4 Faktor-Faktor Penyebab Masalah Seksualitas pada Remaja

Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental dan lain-lain).

(35)

Sementara usia kawin ditunda, untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.

Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video casette, fotokopi, satelit, VCD, telepon genggam, internet dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya karena masih banyak orang tua yang mentabuhkan pengetahuan seks pada anaknya (Jahja, 2011)

2.3 Remaja 2.3.1 Definisi

Menurut Kemenkes RI (2015) yang mengutip pendapat World Health Organization (WHO), remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun,

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 10-19 tahun di Indonesia menurut Sensus Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18% dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2 milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia. Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting

(36)

seperti yang dinyatakan oleh Jahja (2011), yang diawali dengan matangnya organ- organ fisik dan seksual sehingga mampu bereproduksi. Masa remaja ini meliputi:

a. Remaja awal : 12-15 tahun b. Remaja maya : 15-18 tahun c. Remaja akhir : 19-22 tahun

Secara umum, masa anak remaja atau adolesen adalah salah satu fase perkembangan hidup manusia ketika seorang individu yang belum dewasa dalam umur belasan tahun mencapai kulminasi pertumbuhan jasmaniah dan mental. Secara kronologis, masa anak remaja umumnya berlangsung:

a. Anak-anak putri yang berumur kira-kira 12-15 tahun b. Anak-anak putra yang berumur 13/14-16/17 tahun

Secara biologis dan kimiawi, pada anak remaja itu mulai tumbuh fungsi daripada alat-alat kelamin yang sebenarnya, yaitu mulai mengeluarkan kelenjar- kelenjar kelamin (hormon genetalia) yang sanggup memproduksikan jenisnya. Secara psikologis, oleh karena pertumbuhan dan perkembangan mental serta pengaruhnya hormon-hormon genetalia kepada jasmani dan rohani, maka tingkah laku anak-anak remaja, bukan lagi sebagai anak-anak sebelumnya, tetapi sudah mengarah kepada tingkah laku orang dewasa. Secara sosio kultural, remaja mulai mengenal, menemukan dan dikenalkan, kepada norma-norma atau nilai hidup orang dewasa, dan belajar dan diajar untuk melaksanakannya. Remaja disebut warga muda dari masyarakat. Dan secara totalitas, bahwa anak remaja mulai tumbuh dan berkembang menjadi pribadi orang dewasa (Fudyartanta, 2011).

(37)

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Muangman, definisi remaja lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa dimana:

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak- kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri

Menurut Fudyartanta (2011) tentang periodisasi masa remaja secara terperinci adalah sebagai berikut:

a. Umur 11-12 tahun yaitu masa pra-remaja putri, disebut juga masa puber putri b. Umur 13-15/16 tahun merupakan masa remaja putri

c. Umur 13-15 tahun merupakan masa pra-remaja putra d. Umur 16-18/19 tahun merupakan masa remaja putra e. Umur 17-19/20 tahun menginjaklah masa pre-dewasa putri f. Umur 19-21/22 tahun merupakan masa pre-dewasa

Karena rata-rata laki-laki lebih lambat matang dari pada anak perempuan, maka laki-laki mengalami periode awal masa remaja yang lebih singkat, meskipun pada usia 18 tahun ia telah dianggap dewasa, seperti halnya anak perempuan.

Akibatnya, sering kali laki-laki tampak kurang matang untuk usianya dibandingkan

(38)

dengan perempuan. Namun adanya status yang lebih matang, sangat berbeda dengan perilaku remaja yang lebih muda.

2.3.2 Aspek-Aspek Perkembangan pada Masa Remaja a. Perkembangan fisik

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Papalia dan Olds (Jahja, 2011) perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik. Perubahan dalam tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi.

b. Perkembangan kognitif

Menurut Jahja (2011) yang mengutip pendapat Santrock, Pada tahap ini remaja telah mampu berspekulasi tentang sesuatu, di mana mereka telah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir logis.

c. Perkembangan kepribadian dan sosial

Hasil yang sama ditujukan pula oleh Papalia dan Olds (Jahja, 2011), perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik, sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang.

(39)

d. Perkembangan psikologis remaja

Secara psikologis kedewasaan adalah keadaan di mana sudah ada ciri-ciri psikologis tertentu pada seseorang. Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Allport, ciri-ciri psikologis adalah:

1. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), yang ditandai dengan kemampuan seorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri juga. Perasaan egoisme (mementingkan diri sendiri) berkurang. Sebaliknya tumbuh perasaan ikut memiliki.

2. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self objectivication) yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk menangkap humor termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.

3. Memiliki falsafah hidup tertentu. Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Orang yang sudah dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam kerangka susunan objek-objek lain dan manusia-manusia lain di dunia. Orang seperti ini tidak lagi mudah terpengaruh dan pendapat-pendapat serta sikap-sikapnya cukup jelas dan tegas.

2.3.3 Tugas - Tugas Perkembangan Remaja

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu ialah fase remaja. Masa ini merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan individu

(40)

dan merupakan masa transisi yang dapat diarahakan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat. Masa remaja ditandai dengan:

a. Berkembangnya sikap dependen kepada orang tua ke arah independen b. Minat seksualitas

c. Kecenderungan untuk merenung atau memerhatikan diri sendiri, nilai-nilai etika dan isu-isu moral (Fudyartanta, 2011).

2.3.4 Ciri-Ciri Masa Remaja

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm dan stress. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.

Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada

(41)

remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting.

4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak- kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan ini, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini (Jahja, 2011).

2.3.5 Alasan dan Kebutuhan yang umum untuk Berpacaran Selama Masa Remaja

Alasan yang umum untuk berpacaran selama masa remaja adalah untuk hiburan, sosialisasi, status, masa pacaran dan pemilihan teman hidup. Sedangkan kebutuhan remaja yaitu kebutuhan akan pengendalian diri, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan akan rasa kekeluargaan, kebutuhan akan penerimaan sosial, kebutuhan akan penyesuaian diri dan kebutuhan akan agama dan nilai-nilai sosial (Sarwono, 2011).

2.3.6 Berbagai Konflik yang Dialami oleh Remaja

Konflik antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas dan merdeka, konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan ketergantungan kepada orang tua, konflik antara kebutuhan seks dan agama serta nilai sosial, konflik antara prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari oleh remaja ketika ia kecil dahulu (Fudyartanta, 2011).

(42)

Gambar 2.1.1 Sarwono, SW Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku menyimpang pada remaja

Kelalaian orang tua dalam mendidik (memberikan ajaran dan bimbingan tentang nilai- nilai agama

Perselisihan atau konflik orang tua (antara anggota keluarga)

Sikap perlakuan orang tua yang buruk terhadap anak

Perceraian orang tua

Penjualan alat-alat kontrasepsi yang kurang terkontrol

Hidup menganggur

Kurang dapat

memanfaatkan waktu luang

Kehidupan ekonomi keluarga

yang morat/marit

(miskin/fakir)

Diperjual belikannya minuman keras/obat-obatan terlarang secara bebas

Kehidupan moralitas masyarakat yang bobrok

Beredarnya film-film atau bacaan-bacaan porno

Pergaulan negatif (teman bergaul yang sikap dan perilakunya kurang

memperhatika nilai-nilai moral

Perilaku menyim- pang

(43)

2.4 HIV/AIDS 2.4.1 Definisi

Menurut Sarwono (2011) yang mengutip pendapat Sumitro, salah satu penyakit kelamin yang sangat ditakuti oleh remaja sejak 1986 adalah AIDS. Penyakit ini diketahui disebabkan oleh virus-virus tertentu yaitu HIV yang jika menyerang manusia menyebabkan daya tahan tubuh terhadap serangan kuman penyakit menjadi hilang. Akibatnya, penderita pelan-pelan akan meninggal karena badannya makin lama makin lemah.

HIV adalah virus yang menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk system kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa. Manusia yang terkena virus HIV, tidak langsung menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk berubah menjadi AIDS yang mematikan (WHO, 2008).

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome.

Acquired artinya di dapat, jadi bukan merupakan penyakit keturunan. Immuno berarti

sistem kekebalan tubuh. Deficiency artinya kekurangan, sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala. AIDS adalah sekumpulan gejala yang didapatkan dari penurunan kekebalan tubuh akibat kerusakan system imun yang disebabkan oleh infeksi HIV.

(44)

Penularan virus HIV dapat terjadi melalui darah, air mani, hubungan seksual, atau cairan vagina. Namun virus ini tidak dapat menular lewat kontak fisik biasa, seperti berpelukan, berciuman, atau berjabat tangan dengan seseorang yang terinfeksi HIV atau AIDS (Nursalam, 2011).

2.4.2 Definisi ODHA

ODHA mengacu pada Orang dengan HIV dan AIDS. ODHA digunakan sebagai pengganti istilah untuk seseorang yang dinyatakan positif terinveksi HIV.

ODHA mulai digunakan untuk menggantikan istilah pengidap, penderita, dan istilah lain yang dinilai kurang manusiawi. Penggunaan kata ODHA diajurkan oleh Prof Dr Antom M. Moeliono, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Dekdibdud, kepada aktivis YPI Al. Husein Habsy dan Alm Suzana Murni. Sekarang, istilah ODHA sudah digunakan secara luas untuk menggantikan kata pengidap Istilah ODHA untuk di dunia digunakan PLWHA yaitu singkatan dari People Living With HIV AIDS.

2.4.3 Sejarah HIV/AIDS

Sejarah HIV AIDS diawali saat diidentifikasi sejenis simpanse sebagai sumber infeksi HIV ke manusia di Afrika Selatan. Simian Immunodeficiency Virus (SIV) diyakini yang menularkan virus ke tubuh manusia. Virus ini bermutasi

menjadi Human Immunodeficiency Virus (HIV) saat manusia memburu hewan ini untuk pangan. Pada keadaan ini diduga terjadi kontak dengan darah simpanse yang telah terinfeksi virus imunodefisiensi. Perlahan namun pasti, virus ini menyebar ke seluruh daratan Afrika dan bagian lain di seluruh dunia. Dalam sejarah HIV AIDS,

(45)

beberapa pihak masih mencurigai adanya sumber infeksi HIV lain, bahkan ada yang pernah mengatakan sumber infeksi HIV adalah akibat adanya kecelakaan produk penelitian biologi. Namun hal ini tidak benar karena sebelum epidemik terjadi pertama kali pada tahun 1975, belum ada teknologi saat itu yang mampu untuk merancang jenis virus tersebut.

Pada tahun 1986, tipe virus HIV-2 ditemukan dan diisolasi dari penderita AIDS di Afrika Selatan. Transmisi virus HIV-2 serupa dengan transmisi virus HIV-1 dan mengakibatkan gejala-gejala infeksi yang tidak berbeda dengan gejala-gejala yang diakibatkan virus HIV-1. Pada penderita yang terinfeksi virus HIV-2, perjalanan menjadi AIDS dinyatakan lebih lambat dan lebih ringan dibandingkan penderita yang terinfeksi virus HIV-1. Selain itu, di tahap awal, penularan virus HIV-2 lebih rendah dibandingkan penularan virus HIV-1. Namun, pada tahap lanjut, risiko penularan infeksi HIV-2 lebih tinggi dibandingkan penularan infeksi HIV-1.

Infeksi HIV-2 lebih sering ditemukan di daratan Afrika. Kasus pertama infeksi virus HIV-2 ditemukan di Amerika Serikat tahun 1987 dan kemudian ditemukan pula kasus-kasus infeksi HIV-2 di bagian dunia yang lain. Infeksi virus HIV menyebar dengan cepat ke seluruh pelosok dunia, terutama akibat penularan secara kontak atau hubungan badan. Sebesar 75% kasus terjadi akibat faktor risiko ini, terutama hubungan badan lain jenis (Anonim, 2012)

2.4.4 Gejala Klinis

Masa inkubasi 6 bulan sampai 5 tahun, Window period selama 6-8 minggu adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh

(46)

pemeriksaan laboratorium, seorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun, jika tidak diobati maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS, Gejala klinis muncul sebagai penyakit yang tidak khas seperti : Diare, Kandidiasis mulut yang luas, Pneumonia interstisialis limfositik, Ensefalopati kronik. Menurut WHO (2011), ada beberapa gejala dan tanda mayor antara lain :kehilangan berat badan (BB)

> 10%, Diare Kronik > 1 bulan, Demam > 1 bulan. Sedangkan tanda minornya adalah : Batuk menetap > 1 bulan, Dermatitis pruritis (gatal), Herpes Zoster berulang, Kandidiasis orofaring, Herpes simpleks yang meluas dan berat, Limfadenopati yang meluas. Tanda lainnya adalah : Sarkoma Kaposi yang meluas, Meningitis kriptokokal.

Gejala AIDS timbul 5-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Beberapa orang tidak mengalami gejala saat terinfeksi pertama kali. Sementara yang lainnya mengalami gejala-gejala seperti flu, termasuk demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, lemah dan pembengkakan saluran getah bening. Gejala-gejala tersebut biasanya menghilang dalam seminggu sampai sebulan, dan virus tetap ada dalam kondisi tidak aktif selama beberapa tahun. Namun, virus tersebut secara terus menerus melemahkan sistem kekebalan, menyebabkan orang yang terinfeksi semakin tidak dapat bertahan terhadap infeksi-infeksi oportunistik (WHO, 2011). Gejala mayor HIV/AIDS adalah sebagai berikut :

1. Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu yang singkat 2. Diare tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

3. Demam berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

(47)

Menurut Komisi Penanggulangan AIDS KPAN (2013) adalah sebagai berikut batuk berkepanjangan (lebih dari satu bulan), kelainan kulit dan iritasi (gatal), infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan, pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher, ketiak, dan lipatan paha.

2.4.5 HIV Ada dalam Tiap Cairan Tubuh

Darah (plasma dan serum) 10-50 ml², urin <1 ml², air liur/saliva <1 ml², air mani/semen 10-50 ml², air susu ibu <1 ml², air mata <1 ml², keringat 0 ml², cairan otak 10-1000 ml², cairan/sekret vagina <1 ml², dan sekret telinga 5-10 ml², darah 18,000/ul, mani: 11,000/ul, cairan vagina: 7,000/ul, cairan amnion: 4,000/ul dan ASI dan air liur: 1/ul (Muhaimin, 2009).

2.4.6 Penularan HIV

Terjadi melalui luka/perlukaan, kontak dengan cairan tubuh HIV+, hubungan seksual, IDU, transfusi darah/transplantasi organ dan ibu ke bayi.

2.4.7 PMS sebagai co-factor

1. Ulcerative: sifilis dan chancroid 3-9 kali, herpes Simplex 2 kali

2. Inflamasi: Go, chlamidia, Trichomoniasis 3-5 kali, bacterial Vaginosis 1,5-2 kali 2.4.8 Keterkaitan infeksi HIV dan Infeksi Menular Seksual

Infeksi Menular Seksual atau IMS adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik melalui vagina, anus atau mulut. Orang yang mengidap IMS memiliki risiko yang lebih besar untuk terinfeksi HIV. Penyakit IMS misalnya:

Sifilis, Kencing Nanah (Gonore), klamidia, genitalia, infeksi trikomonas dan kutil Kelamin. Perlukaan pada kelamin karena adanya IMS dapat mempermudah seseorang

(48)

tertular HIV saat berhubungan seks tanpa pengaman. Gejala yang timbul tergantung pada jenis IMS yang diderita. Beberapa gejala IMS yang mungkin timbul adalah keluarnya sekret atau nanah dari penis, vagina atau anus, nyeri atau terasa panas waktu kencing, benjolan, bintil atau luka pada penis, vagina, anus atau mulut, pembengkakan di pangkal paha, perdarahan setelah berhubungan kelamin, nyeri pada perut bawah (wanita) dan nyeri pada buah pelir (Muhaimin, 2009)

2.4.9 Pencegahan

Konseling dan tes HIV sukarela yang dikenal sebagai Voluntary Counseling and Testing (VCT) merupakan salah satu strategi kesehatan masyarakat sebagai pintu

masuk ke seluruh layanan kesehatan HIV dan AIDS berkelanjutan. Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi, dan edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak (Prevention of Mother To Child Transmission – PMTCT) dan akses terapi infeksi oportunistik,

seperti tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular seksual. Secara umum tes HIV berguna untuk mengetahui perkembangan kasus HIV/AIDS serta untuk meyakinkan bahwa darah untuk transfusi dan organ untuk transplantasi tidak terinfeksi HIV (Kumalasari, 2013).

Menurut KPAN (2013) ada 4 hal sederhana mencegah penularan HIV AIDS yaitu program ABCD :

1. Abstinence – Tidak berhubungan seks (selibat)

(49)

2. Be Faithful – Selalu setia pada pasangan

3. Condom – Gunakan kondom di setiap hubungan seks berisiko 4. Drugs – Jauhi Napza

5. Equipment - Jangan pakai jarum suntik atau peralatan tajam lainnya bersama-sama dengan orang yang terinfeksi HIV.

Pencegahan HIV/AIDS melalui program pemerintah/LSM yaitu dengan skrining darah donor, prevention of mother to child transmission (PMTCT), Harm Reduction/NEP, substitusi (metadon), penerapan Universal Precaution. Pencegahan

melalui upaya medis adalah dengan pengobatan PMS, pemberian ARV dan sirkumsisi/sunat. Sedangkan pencegahan HIV/AIDS dengan upaya struktural yaitu ekonomi, budaya, hukum, kesetaraan gender, perubahan perilaku, diskriminasi, norma dan nilai (Muhaimin, 2009).

Cara efektif untuk mencegah penularan HIV dan AIDS karena semua orang tanpa kecuali dapat tertular HIV apabila perilaku sehari-hari termasuk dalam perilaku yang berisiko tinggi terpapar HIV. Maka yang perlu dilakukan antara lain:

1. Mencari informasi yang lengkap dan benar tentang HIV dan AIDS;

2. Mendiskusikan secara terbuka permasalahan seksual yang sering dialami dengan pasangan maupun dengan orang yang memang paham mengenai hal ini;

3. Menghindari penggunaan obat-obatan dan jarum suntik,tattoo,dan tindik;

4. Tidak melakukan kontak langsung percampuran darah dengan orang yang sudah terpapar HIV

(50)

5. Menghindari pelaku yang dapat mengarah pada perilaku yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab (Anonim, 2012).

2.4.10 Pengobatan

Pengobatan HIV dan AIDS pada dasarnya meliputi aspek medis klinis, psikologis dan aspek sosial yang meliputi pengobatan supportive (dukungan), pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan pengobatan antiretroviral.ARVmerupakan singkatan dari Antiretroviral, yaitu obat yang dapat menghentikan reproduksi HIV di dalam tubuh. Bila pengobatan tersebut bekerja secara efektif, maka kerusakan kekebalan tubuh dapat ditunda bertahun–tahun dan dalam rentang waktu yang cukup lama sehingga orang yang terinfeksi HIV dapat mencegah AIDS. Semakin meningkatnya jumlah kasus infeksi HIV tersebut, ARV memiliki peran penting dalam menciptakan masyarakat sehat melalui strategi penanggulangan AIDS yang memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. ARV masih merupakan cara paling efektif serta mampu menurunkan angka kematian dan berdampak pada peningkatan kualitas hidup orang terinfeksi HIV sekaligus meningkatkan harapan masyarakat untuk hidup lebih sehat (KPAN, 2012).

2.5 Landasan Teori

Dalam membuat kerangka pikir, digunakan teori model perubahan perilaku menurut teori Anderson. Menurut Anderson (1975) dalam Notoatmodjo pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling factors) dan faktor kebutuhan (need factors).

(51)

1. Karakteristik predisposisi

Karakter ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda, yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan dalam kelompok:

a. Ciri-ciri demografi seperti : jenis kelamin, umur, status perkawinan, keluarga dan lain-lain.

b. Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya. Kepercayaan kesehatan (health belief) seperti : keyakinan penyembuhan penyakit

2. Karakter kemampuan

Karakteristik kemampuan adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan, Anderson (1975) membaginya kedalam 2 golongan yaitu:

a. Sumber daya keluarga, seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.

b. Sumber daya masyarakat, seperti: jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, lokasi pemukiman penduduk. Menurut Anderson semakin banyak sarana dan tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.

(52)

3. Karakteristik kebutuhan

Komponen yang paling langsung berhubungan denagn pemanfaatan pelayanan kesehatan, Anderson menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan pelayanan kesehatan, penilaian dari terhadap suatu penyakit merupakan dari faktor kebutuhan. Penilaian individu ini dapat diperoleh dari dua sumber yaitu:

a. Penilaian individu adalah penilaian keadaan kesehatan yang paling dirasakan individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.

b. Penilaian klinik merupakan penilaian beratnya penyakit dari dokter yang merawatnya, yang mencerminkan antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.

Karakteristik predisposisi dapat menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda- beda disebabkan karena adanya perbedaan ciri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras dan keyakinan individu (Anderson dalam Notoatmodjo, 2010).

(53)

2.6 Kerangka Pikir

Gambar 2.6 Teori Anderson (1975) tentang Perubahan Perilaku

Dalam skema tersebut menunjukkan bahwa perilaku remaja dipengaruhi oleh karakteristik remaja yang terdiri dari individu tersebut yaitu umur, tingkat pendidikan dan jenis kelamin. Perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik selain itu juga sumber informasi yang terdiri dari teman sebaya, orang tua, petugas kesehatan dan media yang membentuk pengetahuan perilaku seksual dan pencegahan HIV/AIDS.

Kemudian timbul respon/sikap pada perilaku seksual masa remaja yang ditunjukkan dengan tindakan-tindakan seksual dan suatu intensi/niat untuk berperilaku/bertindak.

Karakteristik 1. Umur 2. Pendidikan 3. Jenis Kelamin

Sumber Informasi 1. Teman Sebaya 2. Orang tua

3. Petugas Kesehatan 4. Media

Pengetahuan Sikap Tindakan

(54)

3.1 Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif dalam hal ini adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sehingga data yang dikumpulkan adalah data yang berupa kata/

kalimat maupun gambar (bukan angka-angka). Data-data ini bisa berupa naskah wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi, memo ataupun dokumen resmi lainnya (Moleong, 2014).

Sedangkan jenis penelitian ini adalah studi kasus, dimana studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Tujuannya untuk memperoleh diskripsi yang utuh dan mendalam dari sebuah identitas. Studi kasus menghasilkan data untuk selanjutnya dianalisis untuk menghasilkan teori.

Sebagaimana prosedur perolehan data penelitian kualitatif, data studi kasus diperoleh dari wawancara, observasi, dan arsip (Perdana, 2015).

(55)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Alasan memilih lokasi tersebut karena Kampung Banten termasuk dari dearah Batu Bedimbar yang mana Batu Bedimbar adalah daerah yang memiliki penderita HIV/AIDS tertinggi diantara daerah lainnya yang berada di Tanjung Morawa, didapat pernyataan 3 informan dalam wawancara mendalam menyatakan bahwa hampir keseluruhan remaja laki-laki di daerah tersebut melakukan hubungan seksual pra nikah, di tanjung Morawa tersebut terdapat lokasi prostitusi, hotel-hotel tempat mesum dengan harga sewa kamar yang murah dan terdapat serta belum pernah dilakukan penelitian perilaku seksual remaja di Kampung Banten Pasar VIII Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari November 2015 sampai Juli 2016

3.3 Informan Penelitian

Prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif umumnya menampilkan karakteristik yaitu, diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai kekhususan masalah penelitian,tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah baik dalam hal jumlah maupun karakteristik sampelnya sesuai dengan pemahaman konseptual yang berkembang dalam penelitian dan tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak), melainkan pada kecocokan konteks (Lokollo, 2009).

Referensi

Dokumen terkait

I AM WILLING THAT MY THESIS SHOULD BE AVAILABLE FOR REPRODUCTION AT THE DISCRETION OF THE LIBRARIAN OF DEPARTMENT OF ENGLISH, FACULTY OF CULTURAL STUDIES, UNIVERSITY OF

Peserta didik diminta untuk membaca dan mengamati materi yang ada dibuku tentang topik pembahasan yang akan di kuizkan. Tim terdiri dari Siswa yang

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak , Bandung: Rafika Aditama, 2008. Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan , Jakarta: Akademi

The results of this study showed that composite direct veneer in post-bleaching enamels using VIII generation bonding (Group 2) had a higher tensile strength compared

[r]

Manfaat Endorphin Massage antara lain, membantu dalam relaksasi dan menurunkan kesadaran nyeri dengan meningkatkan aliran darah ke area yang sakit, merangsang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber... Penelitian ini berusaha mengungkap konflik yang terjadi

The scope of this study is only conducted to know the effect of picture crossword English vocabulary size, in particular of seventh grade students of