• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman dan teknologi membuat individu selalu mengalami perubahan dalam gaya hidup. Kehidupan yang semakin modern menjadikan individu berada dalam perilaku yang unik, yang membedakan individu satu dengan individu lainnya dalam persoalan gaya hidup. Bagi sebagian orang gaya hidup sebagai sesuatu yang sangat penting, karena sebagai bentuk ekspresi diri.

Gaya hidup dapat memberikan pengaruh yang positif ataupun negatif bagi seseorang terutama mahasiswi. Mahasiswi dalam perkembanganya berada pada kategori remaja akhir yang berada pada rentang usia 18 sampai 21 tahun (Monks dkk. 2002). Menurut Papalia, dkk. (2008) usia ini berada dalam tahap perkembangan dari remaja atau adolescence menuju dewasa muda atau young adulthood. Usia perkembangan individu ini ditandai dengan pencarian identitas,

adanya pengaruh dari lingkungan, serta sudah mulai membuat keputusan.

Mahasiswi memang sangat mudah mengikuti mode dan tren yang berlaku disekelilingnya. Mereka suka memakai pakaian yang bagus, sepatu bermerek, tas bermerek, dan perlengkapan kuliah yang branded. Sifat ini menyebabkan mereka terus berupaya menggunakan barang-barang bermerek tersebut untuk memperkuat identitasnya dilingkungan sekitar.

Kemajuan dunia fashion yang semakin berkembang dan beranekaragam secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan wanita. Wanita tidak bisa lepas

(2)

dari tren fashion yang terus berubah, sehingga menjadikan mereka ingin menggunakan produk yang bermerek eksklusif atau produk impor. Reyond (dalam Hasibuan, 2010) menyatakan bahwa wanita lebih banyak membelanjakan uangnya dari pada pria untuk keperluan penampilan seperti pakaian, kosmetik, asesoris, tas, dan sepatu. Merek sebagai suatu pertimbangan mahasiswi membeli produk, karena merek sering dihubungkan dengan kualitas produk yang digunakan serta dapat memberikan kepuasan. Berdasarkan hasil prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menyebar 30 kuesioner di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta didapatkan hasil bahwa 76,6% mahasiswi lebih memilih menggunakan produk impor daripada menggunakan produk lainnya walaupun kegunaannya sama dan memiliki harga yang lebih terjangkau. Mereka beranggapan bahwa produk fashion merek eksklusif atau produk impor lebih berkualitas.

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 04 Maret 2015 dengan tiga mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, diketahui bahwa bagi wanita khususnya mahasiswi penampilan adalah salah satu faktor yang penting untuk mencerminkan diri seseorang. Beberapa mahasiswi mengaku dengan menggunakan produk yang bermerek eksklusif atau produk impor maka status mereka akan terangkat, lebih percaya diri, dan diterima di lingkungannya. Hurlock (2006) mengungkapkan bahwa, wanita menyadari penampilan yang menarik sangat membantu statusnya dalam hubungan dengan lingkungan, bidang bisnis, dan perkawinan. Status pada dasarnya menunjukkan posisi yang dimiliki seseorang dalam sejumlah kelompok atau organisasi yang

(3)

melekat pada posisi tersebut. Pendapat demikian sesuai dengan pendapat dari Berger (Sobur, 2006), yang menjelaskan bahwa status berhubungan dengan peran seseorang.

Penampilan sangat berpengaruh bagi hubungan seseorang dengan teman sebayanya sehingga membuat mahasiswi memperlihatkan simbol-simbol yang menunjukkan dirinya dengan menggunakan produk yang bermerek eksklusif atau produk impor agar dapat diterima di lingkunganya. Mereka menjadi fanatik dengan produk impor dan mencari merek terkenal untuk menunjang penampilannya.

Berdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwa, penggunaan produk bermerek eksklusif atau produk impor menjadi tren tersendiri di kalangan mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, terdapat anggapan bahwa seseorang dapat dikatakan keren apabila menggunakan produk dengan merek yang eksklusif. Seseorang cenderung menggunakan produk sebagai patokan derajat status sosial, dengan menggunakan produk bermerek eksklusif atau produk impor seolah-olah menjadikan seseorang lebih percaya diri, lebih dihargai, dan diterima oleh kelompoknya. Selain itu teman sebaya juga sangat mempengaruhi seseorang dalam menggunakan produk yang bermerek esklusif atau produk impor. Mahasiswi menggunakan produk bermerek eksklusif atau produk impor selain untuk menunjukkan identitas dirinya yang sesuai dengan teman sebayanya, juga untuk memperoleh pengakuan dari teman sebayanya.

Contoh penggunaan sepatu di kalangan mahasiswi, mereka lebih memilih menggunakan sepatu bermerek eksklusif atau produk impor daripada yang

(4)

lainnya, mereka beranggapan bahwa sepatu bermerek eksklusif atau produk impor lebih bagus dan berkualitas. Saat itulah penggunaan produk bermerek eksklusif atau produk impor menjadi gaya hidup.

Sathish dan Rajomohan (2012) menyatakan bahwa, gaya hidup adalah sebuah sistem terintegrasi dari sikap seseorang, nilai-nilai, kepentingan, pendapat dan tingkah laku seseorang. Hawkins dan Mothersbaugh, (2007) menyatakan bahwa, gaya hidup seseorang mempengaruhi kebutuhan, keinginan, serta perilakunya. Pembentukan gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pengalaman, kelas sosial, kelompok, keluarga, dan ciri pribadinya (Hawkins dan Mothersbaugh, 2007). Mahasiswi akan merasakan kepuasan tersendiri saat menggunakan produk bermerek eksklusif atau produk impor. Hal tersebut sejalan yang diungkapkan oleh Sutojo (1998) bahwa, remaja menyenangi penggunaan barang yang memiliki merek bergengsi, mahal, dan eksklusif disebabkan karena merek dapat memberikan kepuasan kepada mereka sebagai suatu gaya hidup. Wanita khususnya mahasiswi memang mudah mengikuti mode dan tren yang berlaku disekelilingnya. Nas Sande (dalam Susianto, 1993) menyatakan bahwa, wanita akan mencari suasana yang mendukung dalam proses kehidupan dengan menampilkan dan mengembangkan gaya hidup tertentu yang berguna untuk memperkuat identitasnya. Salah satunya dengan menggunakan produk-produk yang bermerek eksklusif atau produk impor.

Ketika seseorang melakukan sesuatu dengan orang lain, mereka mungkin ingin agar sesuai dengan kelompoknya, memenuhi harapan kelompok, sehingga mereka berperilaku atau berpikir dengan cara mirip dengan kelompoknya Wilkie

(5)

(dalam Wu & Huan, 2010). Mahasiswi dengan segala kemampuan dan pertemanannya ternyata memberikan banyak gambaran yang menampilkan gaya hidup tertentu, di antaranya gaya hidup yang menggunakan produk-produk fashion dengan merek eksklusif atau produk impor. Gaya hidup yang mengutamakan merek seperti itu merupakan gaya hidup brand minded. Brand minded merupakan pola pikir seseorang terhadap produk-produk yang cenderung

berorientasi pada merek eksklusif (McNeal, 2007). Gaya hidup brand minded merupakan suatu gaya hidup yang berorientasi pada penggunaan produk bermerek internasional atau produk impor.

Brand minded digunakan untuk menafsirkan loyalitas seseorang terhadap

merek suatu produk. Kebanyakan orang mengasumsikan bahwa, istilah ini lebih pada merek produk tertentu atau produk impor yang memiliki nilai eksklusifitas dari pada produk lain dan tentunya memiliki harga yang lebih mahal dari produk sejenisnya. Merek-merek impor di antaranya (seperti Louis Vuitton, Michael Kors Hammer, Gucci, YSL, Nike, Adidas, Hermes, Kickers, Charles & Keith, Esprit, Mango, dan Tom Taylor) menjadi pilihan mahasiswi ketika menggunakan barang dibandingkan dengan merek lokal yang sejenis. Seseorang dapat begitu loyal bahkan fanatik terhadap merek-merek eksklusif atau produk impor. Sutojo (1988) mengungkapkan bahwa, seseorang yang menyukai pembelian barang yang memiliki merek bergengsi, mahal, dan eksklusif disebabkan karena merek tersebut dapat memberikan kepuasan kepada mereka sebagai suatu bagian gaya hidup.

(6)

Merek bagi sebagian orang merek tidak hanya sekedar nama, tapi didalamnya mengandung makna dan kualitas produk yang bersangkutan. Bahkan dalam perkembangannya lebih lanjut merek menandai simbol dan status dari produk tersebut Anggraini (dalam Patricia & Handayani, 2014). Produk dengan merek tertentu bagi wanita sering kali memiliki makna yang sangat penting seperti sebagai penggambaran cita rasa yang baik dan statusnya. Ketika seseorang mengingat atau menggunakan produk impor tersebut, asosiasi orang langsung tertuju pada simbol kecantikan dan kemewahan. Mereka juga lebih memilih menggunakan barang yang dibeli di mall dari pada di pasar, walaupun memiliki kegunaan yang sama. Manusia moderen saat ini tidak lagi sekedar membeli barang, mereka tidak hanya membeli pakaian, tas, dan sepatu, tetapi mereka membeli merek. Seseorang membedakan kualitas produk berdasarkan merek (Sobur, 2006).

Sobur (2006) mengungkapkan merek merupakan nama penting bagi sebuah produk. Merek merupakan simbol dan indikator kualitas dari suatu produk.

Produk yang bermerek eksklusif atau produk impor telah menjadi simbol status bagi seseorang yang menggunakannya. Seseorang yang menyukai fashion barang- barang branded sudah tidak memikirkan bagus atau tidaknya jahitan dan bahannya. Seseorang dihadapkan begitu banyaknya merek fashion dan ia tidak dapat mengevaluasi kualitas tiap-tiap merek, seringkali ia akan memilih menggunakan merek produk impor sebagai indikator kualitas. Seseorang membedakan mutu produk berdasarkan merek. Pada dasarnya, pakaian atau

(7)

fashion yang digunakan individu merupakan indikator yang sesuai dalam menyatakan gaya hidup orang yang mengenakanya.

Individu sebagai mahkluk sosial mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Manusia mempunyai motif dan dorongan sosial.

Dengan adanya dorongan atau motif sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan atau mengadakan interaksi (Walgito, 2003). Adanya kebutuhan yang tinggi dalam berteman menjadikan mahasiswi sedapat mungkin menyesuaikan diri dengan kelompoknya, salah satunya dengan menggunakan produk fashion bermerek eksklusif atau produk import yang sama dengan teman-temannya. Perubahan sikap seseorang yang

disebabkan oleh adanya keinginan menjadi sama dengan lingkungannya disebut konformitas.

Konformitas timbul ketika seseorang meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan adanya tekanan yang nyata atau yang dibayangkan oleh seseorang (Santrock, 2003). Pengaruh sosial dimana seseorang mengubah sikap atau tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial disebut konformitas (Sears, Freedman, & Peplau, 2006). Adanya tekanan secara nyata maupun tidak yang terjadi dalam kelompok menyebabkan wanita rela menghabiskan uangnya agar dapat menggunakan produk dengan merek eksklusif. Banyaknya tujuan yang ingin diperoleh oleh seseorang dengan bersikap konformis, antara lain agar dapat diterima dengan mudah oleh kelompok, diakui eksistensinya, menjaga hubungan baik dengan kelompok, dan untuk menghindari sanksi dari kelompok (Surya, 1999).

(8)

Konformitas yang dilakukan oleh mahasiswi dengan menggunakan fashion bermerek internasional atau produk impor menyebabkan mereka

cenderung menghabiskan lebih banyak uang saku untuk menunjang penampilan.

Hal ini dilakukan agar mereka dapat diterima oleh teman-temannya dan mendapat pengakuan. Besarnya pengaruh kelompok dikarenakan mahasiswi lebih banyak berada diluar rumah bersama teman-temannya daripada bersama dengan keluarganya.

Konformitas merupakan salah satu bentuk penyesuaian dengan melakukan perubahan perilaku agar sesuai dengan norma kelompok. Seseorang yang mempunyai tingkat konformitas tinggi akan lebih banyak ketergantungan dengan kelompoknya dan mudah mengikuti apa yang dilakukan oleh teman- temannya. Mereka beranggapan bahwa peraturan kelompok adalah peraturan yang paling benar sehingga berbagai usaha dilakukan seseorang agar dapat diterima oleh kelompoknya. Myers (2012) menjelaskan, bahwa terdapat dua dasar pembentukan konformitas yaitu pengaruh normatif dan pengaruh informasional.

Pengaruh normatif merupakan penyesuaian diri terhadap keinginan atau harapan dari orang lain untuk mendapatkan penerimaan. Myers juga menambahkan bahwa dalam pengaruh ini seseorang berusaha menyesuaikan diri dalam kelompok agar tidak mendapat penolakan atau pengasingan dari kelompoknya. Pengaruh informasional merupakan adanya penyesuaian individu ataupun keinginan individu untuk memiliki pemikiran yang sama sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat maupun asumsi pemikiran kelompok. Mereka beranggapan bahwa informasi dari kelompok lebih kaya dibandingkan dengan

(9)

informasi pribadi, sehingga individu cenderung untuk konform dalam menyamakan pendapat atau sugesti. Konformitas tidak selalu dihubungkan dengan mengikuti sesuatu hal yang negatif. Menurut Rakhmat (2001), konformitas terjadi karena dipengaruhi oleh faktor situasional dan faktor personal.

Penelitian Mardani (2007) mengenai hubungan antara konformitas terhadap teman sebaya dengan kecenderungan gaya hidup experiencers pada Siswa Kelas XI SMA Labschool Jakarta menunjukkan, bahwa terdapat hubungan positif antara konformitas terhadap teman sebaya dengan kecenderungan gaya hidup experiencers pada siswa kelas XI SMA Labschool Jakarta, sehingga semakin tinggi konformitas terhadap teman sebaya maka akan semakin tinggi kecenderungan gaya hidup experiencersnya. Sebaliknya semakin rendah konformitas terhadap teman sebaya maka semakin rendah kecenderungan gaya hidup experiencers. Gaya hidup experiencers adalah cara seseorang dalam menjalani hidup, memanfaatkan waktu dan uangnya dalam kehidupan sehari-hari.

Individu dengan gaya hidup ini memiliki ciri yaitu menyukai hal-hal baru, cenderung menyukai kegiatan diluar ruangan, cenderung impulsif, serta cenderung menghabiskan uang mereka pada pakaian, makanan cepat saji, musik, dan nonton film. Hal ini mengindikasikan bahwa konformitas berpengaruh terhadap perilaku dan sikap gaya hidup seseorang.

Faktor kepribadian merupakan faktor internal yang memainkan peranan yang sangat penting menentukan perilaku seseorang (Pujijogyanti, 1995). Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi gaya hidup brand minded adalah

(10)

konsep diri. Menurut Hurlock (2006), konsep diri merupakan inti dari pola kepribadian seseorang.

Konsep diri merupakan gambaran mengenai diri seseorang yang meliputi penampilan fisik, kondisi psikologis dan berkaitan dengan tujuan atau motif seseorang. Konsep diri merupakan sekumpulan informasi kompleks yang berbeda mengenai diri seseorang (Baron & Byrne, 2005). Berbagai informasi dapat diperoleh mahasiswi melalui internet ataupun temannya. Informasi yang masuk menjadi pilihan dalam menyikapi perubahan nilai-nilai yang sesuai dengan konsep dirinya. Individu akan mempertimbangkan informasi yang diperoleh apakah sesuai dengan kepribadian atau tidak. Termasuk persoalan gaya hidup brand minded (menggunakan produk fashion bermerek eksklusif atau produk

impor) di lingkungannya. Dapat dikatakan bahwa, penerimaan dan penolakan terhadap informasi yang diperoleh tergantung dari konsep diri yang dimiliki oleh individu.

Konsep diri dapat bersifat positif ataupun negatif. Konsep diri yang positif pada individu mempengaruhi kemampuannya dalam penyesuaian diri serta juga berpengaruh pada penerimaan diri sebagai mana adanya. Sebaliknya konsep diri yang negatif dapat menghambat penyesuaian diri individu serta dapat menyebabkan adanya perasaan penolakan terhadap dirinya (Dariyo,2004).

Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki individu tentang dirinya (Hurlock, 2006). Kehidupan sehari-hari mahasiswi bebas bergaul dengan siapa saja. Mereka juga dapat dengan mudah memperoleh informasi dari berbagai sumber. Hal ini mempengaruhi gaya hidup individu, seperti dikalangan mahasiswi

(11)

yang menggunakan produk fashion merek eksklusif atau produk impor. Gaya hidup yang berorientasi pada penggunaan produk fashion merek eksklusif atau produk impor tidak bisa lepas pada perilaku menghabiskan uang, ingin selalu tampil menarik, dan ingin selalu menggunakan produk terbaru. Hal ini menimbulkan sikap untuk bersaing dalam penampilan.

Pembentukan konsep diri pada individu itu sendiri dipengaruhi oleh penerimaan terhadap kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya. Seperti yang diungkapkan oleh Dariyo (2004), sejauh mana seseorang menyadari dan menerima segala kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, maka akan mempengaruhi pembentukan konsep diri. Menurut Rakhmat (2001), konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku seseorang, yaitu seseorang akan bertingkah laku sesuai dengan konsep diri yang dimiliki.

Seseorang dengan menerima dan menyadari segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, akan mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. Seseorang dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ia miliki dalam dirinya maka akan tumbuh konsep diri yang positif, sedangkan seseorang yang tidak dapat menerima dan menyadari kekurangan dan kelebihan yang ia miliki maka akan cenderung menumbuhkan konsep diri yang negatif. Seseorang yang mempunyai konsep diri yang positif dapat menerima kelebihan serta kekurangan yang ada dalam dirinya, sehingga dalam menggunakan sesuatu sesuai dengan kebutuhannya, tidak hanya mengejar kesenangan semata dengan selalu menggunakan produk yang bermerek eksklusif atau produk impor.

(12)

Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2001) menjelaskan mengenai lima ciri individu yang memiliki konsep diri yang positif dan negatif. Individu dengan konsep diri yang positif adalah, pertama merasa yakin akan kemampuannya.

Kedua, merasa dirinya setara dengan orang lain. Ketiga, menerima segala pujian tanpa rasa malu. Keempat, menyadari bahwa setiap orang memiliki perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak semuanya disetujui oleh masyarakat. Kelima, mampu memperbaiki diri karena mampu menggungkapkan aspek kepribadian yang tidak disukai dan berusaha mengubahnya. Sedangkan ciri individu dengan konsep diri negatif adalah peka terhadap kritik orang lain, responsif terhadap pujian, tidak pandai dan tidak sanggup menggungkapkan penghargaan ataupun pengakuan pada orang lain, merasa tidak disenangi oleh orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap keenganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

Penelitian Putri (2009) mengenai hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup hedonisme pada remaja menunjukkan, bahwa terdapat hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup hedonisme pada remaja, artinya bahwa semakin tinggi konsep diri maka gaya hidup hedonisme semakin rendah, sebaliknya semakin rendah konsep diri maka gaya hidup hedonismenya semakin tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa konsep diri berpengaruh terhadap perilaku dan gaya hidup seseorang. Sejalan dengan apa yang diungkapkan Sarwono (2009) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri.

Konsep diri sangat berpengaruh pada gaya hidup seseorang, seperti apa kita

(13)

menggambarkan diri kita maka gaya hidup yang harus kita jalani adalah sesuai dengan gambaran kita.

Berdasarkan Fenomena di atas menimbulkan ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian mengenai keterkaitan antara konsep diri dan konformitas dengan gaya hidup brand minded. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan antara konsep diri dan konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasisiwi Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dan konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS?

2. Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS?

3. Apakah terdapat hubungan antara konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS.

b. Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS.

(14)

c. Untuk mengetahui hubungan antara konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan menambah wawasan mengenai keterkaitan antara konsep diri dan konformitas dengan gaya hidup brand minded pada mahasiswi Fakultas Hukum UNS.

b. Manfaat Praktis

1) Dapat membantu individu untuk lebih memahami dan mengidentifikasi kebutuhannya dalam mengambil keputusan dalam menggunakan produk khususnya produk fashion.

2) Dapat menjadi referensi penelitian-penelitian yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Dosen yang mengajar di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Muhammadiyah Surakarta yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan motivasi selama masa perkuliahan,

Penelitian ini dilakukan pada pasien rawat inap di bangsal bedah anak (Cendana 4) RSUP Dr. Perbedaan penelitian yang akan peneliti lakukan ialah menggunakan metode

bahwa pejabat dan pegawai yang namanya tercantum dalarn Larnpiran Keputusan ini dianggap mampu dan memenuhi persyaratan untuk duduk dan rnelaksanakan tugas sebagai anggora Tim

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dimana pada konsentrasi Ribavirin 40 ppm ternyata plbs yang bebas CyMV adalah eliminasi yang sempurna sebesar 100% setelah

Benih penjenis yang diciptakan oleh para pemulia memerlukan tiga generasi berikutnya untuk dapat digunakan oleh para petani Indonesia, tiga generasi pertama meliputi produksi

Pada anak-anak yang berusia setahun hingga pra-remaja lebih cenderung mengalami gangguan gizi yang disebabkan oleh asupan-asupan makanan yang tidak tepat, hal ini dapat

Metode perakitan yang bagian-bagian yang akan dirakit dapat ditukarkan satu sama lain, karena bagian tersebut dibuat oleh suatu pabrik secara massal dan sudah distandarkan

Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri atas pengamatan komposisi lignoselulosa sebelum dan setelah pretreatment, pengamatan kadar gula reduksi