• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN ATAS PERBANDINGAN PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN ATAS PERBANDINGAN PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN ATAS PERBANDINGAN PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)

DI KOTA MEDAN SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ANDREAS KRISTIAN ALDES SIMAMORA 150200429

DEPARTEMEN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA PROGRAM KEKHUSUSAN AGRARIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Atas Perbandingan Pendaftaran Tanah Melalui Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) Dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kota Medan.” Adapun penulisan skripsi ini merupakan sebuah tugas wajib bagi mahasiswa dalam rangka melengkapi tugas-tugas serta memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Perjalanan saya dalam menyelesaikan perkuliahan ini tidaklah mudah, banyak kesulitan-kesulitan yang saya alami dan tidak mungkin disebutkan satu persatu namun, Alm Bapak saya pernah berkata “Sebagai anak paling besar jadilah teladan dan contoh untuk adik-adikmu serta jangan lupakan tanggung jawabmu terhadap keluarga kita”. Kalimat sederhana yang mengantarkan saya untuk mewujudkan cita-cita ini, sehingga dapat menjadi contoh untuk mereka tanpa melupakan tanggung jawab saya kepada mereka. Oleh karena itu saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya untuk Alm Bapak saya atas nasihat –nasihat briliannya dan kepada mama saya terimakasih atas suka duka yang kita alami serta terkhusus untuk adik-adikku tercinta Melva, Angelika, Stevani, dan Andra yang sangat luar biasa memotivasi saya dalam segala kegiatan yang saya kerjakan.

Saya hanya ingin katakana bahwa “gelar SARJANA HUKUM ini untuk kalian.”

(5)

Pada kesempatan ini juga, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan motivasi selama proses penulisan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. OK. Saidin, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah menyediakan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan, dan juga arahan kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini.

4. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan II Fakuktas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M. Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Prof. Dr. M. Yamin, SH.,MS.,CN., Ibu Mariati Zendrato, SH.,MH., Bapak Affan Mukti,SH.,M.Hum., dan Ibu Zaidar, SH., M.Hum., selaku Dosen Program Kekhususan Hukum Agraria yang banyak memberi ilmu, arahan dan diskusi yang sangat penting terkait Hukum Agraria;

7. Ibu Dr. Agusmidah, SH., M. Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga telah banyak membimbing saya sebagai Ketua IMAHARA (Ikatan Mahasiswa Hukum Administrasi Negara) ;

(6)

8. Seluruh Dosen dan Staff pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik serta membimbing saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Ibu Staf Perpustakaan Hukum USU yang bekerja dengan baik dan melayani dengan sepenuh hati;

10. Kantor Pertanahan Kota Medan, sebagai tempat saya melakukan penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat saya,Pujimory Siallgan,OberGoklasSihite, Michael Fransisco Nainggolan, Sugita Girsang, PenitaNababan, danBintangPardede, terimakasih atas kebersamaan yang telah kita jalani mulai awal hingga akhir perkuliahan kita. Semoga kesuksesan selalu bersama kita masing-masing.

12. KPS FH USU, PERKUMPULAN GEMAR BELAJAR, KMK UP FH USU dan IMAHARA, sebagai organisasi yang memberikan pelajaran penting dalam mengembangkan pengetahuan baik di bidang hard skill maupun soft skill saya;

13. DjarumBeasiswa Plus, beasiswa yang sangat membantu saya dalam mengembangkan kemampuan hard skill dan soft skill yang saya miliki dan atas beasiswa ini juga saya bertemu dengan orang-orang hebat yang selalu mendukung saya yaituTheo, Thalia, Harry, Stela, David, Nadya dan Loce;

(7)

14. Serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tidak bias disebutkan satu-persatu dalam skripsi ini yang telah mendukung dan mendoakan saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini, saya sadar bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai kekurangan sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangatdiperlukanuntukmemperbaiki kekurangan dalam skripsi ini.Terimakasih atas semua dukungan dan bantuan serta doa yang telah diberikan kepada saya.

Semoga Tuhan senantiasi melimpahkan berkat kebaikannya kepada kita dan memberkati setiap pekerjaan kita. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat terutama bagi kemajuan Ilmu Hukum khususnya di bidang Hukum Agraria.

Medan, 1 Februari 2019 Hormat Penulis

Andreas KristianAldesSimamora NIM. 150200429

(8)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR………. I DAFTAR ISI……… V ABSTRAK……….……….. VII BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……….. 1

B. Rumusan Masalah……… 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan……… 7

D. Keaslian Penulisan………... 8

E. Metode Penelitian……… 9

F. Sistematika Penulisan……….. 12

BAB II PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA A. GambaranUmumPendaftaranTanah Di Indonesia 1. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah Di Indonesia……... 15

2. Pengertian Pendaftaran Tanah………... 17

3. Bentuk Pendaftaran Tanah……….……… 19

4. Asas Dan Tujuan Pendaftaran Tanah ………...21

5. Objek Pendaftaran Tanah………... 24

6. Sertifikat Tanah………. 27

B. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali di Indonesia Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 1. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik………. 29

2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik………… 34

(9)

BAB III PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAHMELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KOTA MEDAN

A. Pengertian Prona……….. 38

B. Dasar Hukum………... 41

C. Kegiatan Pendaftaran Tanah Melalui Prona……… 43

D. Hasil Capaian Pendafataran Tanah Melalui Prona………. 52

BAB IV PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK LENGKAP (PTSL) DI KOTA MEDAN A. Pengertian Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap……… 58

B. Dasar Hukum………... 60

C. Kegiatan Pendaftaran Sistematik Lengkap………. 61

D. Hasil Capaian Pendaftaran Sistematik Lengkap……….. 76

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……….. 82

B. Saran……… 85

DAFTAR PUSTAKA... 87

(10)

ABSTRAK

TINJAUAN ATAS PERBANDINGAN PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN

PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) DI KOTA MEDAN

Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah melalui PRONA telah dimuat dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PERMEN ATR/KBPN Nomor 28 tahun 2016 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 4 tahun 2015. Namun semenjak tahun 2017 lalu kebijakan pendaftaran tanah melalui PRONA diganti dengan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

Kemudian kebijakan PTSL ini ditegaskan melalui PERMEN ATR/KBPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang merupakan perubahan atas PERMEN ATR/KBPN Nomor 35 Tahun 2017 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Kedua kebijakan tersebut baik Prona maupun PTSL yang merupakan program yang melaksanakan percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia memiliki perbedaan pada kegiatan pelaksanaannya ditambah lagi hasil yang dicapai oleh Badan Pertanahan Nasional Indonesia dalam melaksanakan pendaftaran tanah melalui PRONA juga sangat berbeda jauh dengan PTSL. Atas hal inilah yang kemudian diangkat menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini yaitu Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah melalui kebijakan pendaftaran tersebut bagaimana hasil yang diperoleh baik pendaftaran tanah melalui PRONA maupun Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dengan menjadikan Kota Medan sebagai lokasi penelitian.

Untuk menjawab masalah tersebut jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan metode penelitian hukum empiris (Field Research).

Dimana data yang diperoleh melalui wawancara dan pengkajian dokumen dari instansi terkait yaitu Kantor Pertanahan Kota Medan. Data akan dikomparasikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, khususnyaPERMEN ATR/KBPNNomor 28 tahun 2016 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 4 tahun 2015dan PERMEN ATR/KBPNNomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang merupakan perubahan atas PERMEN ATR/KBPN Nomor 35 Tahun 2017 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap serta peraturan terkait lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Penulis, pada dasarnya pendaftaran tanah melalui Prona dan PTSL di Kota Medan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan, hanya saja pelaksanaan Pendafataran tanah melalui Prona tidak mewajibkan seluruh daerah yang ditetapkan dalam penetapan lokasi untuk didaftarkan tanahnya sedangkan PTSL mewajibkan seluruhnya untuk didaftarkan. Dari segi pencapaian target pelaksanaan Pendafataran tanah melalui Prona tahun 2016 di Kota Medan telah menerbitkan sertipikat (K1) sebanyak 1170 bidang tanah sedangkan PTSL pada tahun 2017 dan 2018 masing-masing telah menerbitkan sertipikat (K1) sebanyak 9700 dan 9300 bidang tanah di Kota Medan.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah memiliki peranan yang sangat vital bagi kelangsungan hidup manusia.

Hampir seluruh kegiatan manusia berkaitan dengan tanah, sehingga wajar tanah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan segala aktivitas manusia itu sendiri.Kebutuhan akan tanah dewasa ini semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, jumlah badan usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain yang berkaitan dengan tanah. Tanah tidak saja sebagai tempat bermukim, tempat untuk bertani, tetapi juga dapat dipakai sebagai jaminan mendapatkan pinjaman bank, untuk keperluan jual-beli dan sewa menyewa.Begitu pentingnya kegunaan tanah bagi manusia atau badan hukum menuntut adanya jaminan kepastian hukum atas tanah tersebut.1 Oleh karena itu eratnya kaitan manusia dengan tanah maka diperlukan upaya pemeliharaan hubungan yang harmonis antara keduanya didasari persamaan pandangan hubungan yang abadi manusia dengan tanah.2

Pemberian jaminan kepastian terhadap kepemilikan tanah secara historis sederhana, pada masyarakat yang masih sangat sedikit jumlahnya dibanding dengan luas tanah yang tersedia, jika seseorang anggota masyarakat desa akan membuka hutan belukar menjadi perladangannya, sebagai tanda ditancapkanlah di

1 Florianus SP Sangsun, Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah, Transmedia Pustaka,Jakarta Selatan, 2008, hlm. 45.

2S. Chandra., Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Pusataka Bangsa Press, Medan, 2006, hlm. 1.

(12)

atas tanah itu kayu yang bagian atasnya bersilang empat. Pancang kayu itu sebagai pemberitahuan sekaligus sebagai aturan bahwa tanah hutan belukar sekelilingnya akan dibuka menjadi lahan perladangan oleh si pemilik pancang.

Bagi pihak-pihak lain dari masyarakat adat desa tersebut akan menghormati hak tersebut. Sedang pada saat ini, Pemberian jaminan kepastian hukum terhadap hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya merupakan salah satu tujuan pokok Undang-undang Pokok Agraria yang sudah tidak bisa ditawar lagi, sehingga Undang-undang menginstruksikan kepada pemerintah untuk mengadakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia yang bersifat rechtkadaster artinya yang bertujuan menjamin kepastian hukum dan kepastian haknya.3

Pelaksanaan pendaftaran tanah memberikan suatu kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak yang bersangkutan, yang mana akan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti haknya yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sifat pembuktian sertipikat sebagai tanda bukti hak disebutkan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria yaitu sertipikat sebagai alat pembuktian yang kuat yaitu data fisik dan data yuridis yang dimuat dalam sertipikat dianggap benar sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya oleh alat bukti yang lain yang dapat berupa sertipikat atau selain sertipikat.4

Oleh karena itu apabila semua bidang tanah telah terdaftar dan dimanfaatkan oleh pemegang haknya, idealnya secara yuridis teknis telah ada jaminan kepastian hukum terhadap semua bidang tanah terdaftar dan dampak positifnya dapat mencegah terjadinya permasalahan pertanahan khususnya yang menyangkut

3M. Yamin Lubis dan Abd.Rahim.,Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 4.

4 Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 317.

(13)

penggunaan dan pemanfaatan tanah serta mempertahankan hak termasuk kebendaan yang melekat padanya.5 Sehingga dengan demikian kepemilikan atas suatu tanah merupakan unsur terpenting untuk mengukur tingkat kesejahteraan dan kemakmuran di seluruh masyarakat Indonesia.

Peran pemerintah menjadi penting karena Indonesia yang merupakan Welfare State (Negara Kesejahteraan) harus melakukan segala upaya untuk menyejahterakan masyarakat. Selain itu konsekuensi negara Welfare State adalah negara bisa ikut campur dalam segala sendi kehidupan manusia termasuk di bidang pertanahan.6

Kewenangan pemerintah untuk mengatur pemanfaatan tanah berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.7 Dalam pasal tersebut secara tegas ditujukan sebagai tugas dari pemerintah untuk menyejahterakan rakyat. Salah satu bentuk pertanggungjawaban pemerintah tersebut dilakukan dengan cara perlindungan terhadap hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat berdasarkan bukti yang sah. Untuk mendapatkan bukti yang sah tersebut, dilakukan beberapa tindakan yang perlu. Apabila tanah tersebut sebelumnya belum memiliki bukti

5M. Yamin Lubis dan Abd.Rahim.,op.cit ,hlm. 5.

6 Angger Sigit Pramukti & Erdha.,Panduan Mengurus Peralihan Hak Atas Tanah Secara Aman, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2015, hlm. 2.

7Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

(14)

pemilikan atau belum ada yang memiliki maka dilakukan pendaftaran terhadap tanah tersebut.8

Tindakan-tindakan tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Pokok pasal 19 ayat (1) yaitu melalui amanah kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia sekaligus telah menetapkan kerangka kegiatan pendaftaran tanah dimaksud ke dalam pasal 19 ayat (2) Undang-undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa “pendaftaran tersebut dalam ayat (1) Pasal ini meliputi :

1. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.9

Untuk tetap menjaga hal tersebut maka peranan pemerintah dalam pendaftaran tanah sangat dibutuhkan dengan pelaksanaan yang cepat dan matang. Semakin banyak tanah yang didaftarkan maka semakin banyak juga rakyat yang merasakan kesejahteraan dan kemakmuran akan kebijakan tersebut. Konsiderasi Undang- undang Pokok Agraria menyatakan kewajiban negara mengatur kepemilikan dan penggunaan tanah bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat “…mewajibkan negara untuk mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun secara gotong-

8 Angger Sigit Pramukti & Erdha.,op.cit, hlm. 3.

9 S. Chandra., Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah, Pusataka Bangsa Press, Medan, 2006, hlm. 12.

(15)

royong.”10Dan kemudian secara substansial, kewenangan pemerintah dalam mengatur bidang pertanahan terutama dalam hal lalu lintas hukum dan pemanfaatan tanah, didasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUPA yakni dalam hal kewenangan untuk mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan termasuk menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai tanah. Dengan ketentuan tersebut Pemerintah telah diberi kewenangan yuridis untuk membuat aturan dan peraturan (bestemming) dalam lapangan agraria berupa tanah serta menyelenggarakan aturan tersebut (execution) yang menyangkut subjek, objek dan hubungan hukum antara subjek dan objek tersebut sepanjang mengenai sumber daya agraria.11Atas hal itu pemerintah selanjutnya telah mengeluarkan peraturan terkait kegiatan percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang pada akhirnya peraturan ini dianggap kurang mampu untuk melaksanakan pendaftaran tanah dalam waktu singkat dengan hasil yang lebih memuaskan sehingga pemerintah mengeluarkan peraturan baru sebagai pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yaitu peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Selanjutnya untuk mendukung pemerintah dalam menjalankan percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia, Pemerintah menerbitkan kebijakan yang mendukung percepatan pendaftaran tanah dalam rangka meningkatkan kesehjateraan masyarakat golongan ekonomi lemah sampai dengan menengah

10Ibid., hlm. 10.

11M. Yamin Lubis dan Abd.Rahim.,op.cit ,hlm. 1.

(16)

yaitu dimulai pada tahun 1981 pemerintah memulai kebijakan kegiatan legalisasi aset yang umum dikenal PRONA melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria yang kemudian diatur lebih lanjut dalam PERMEN ATR/KBPN Nomor 28 tahun 2016 jo.

PERMEN ATR/KBPN Nomor 4 tahun 2015. Prona ini merupakan proses administrasi pertanahan yang meliputi adjudikasi, pendaftaran tanah sampai dengan penerbitan sertipikat hak atas tanah dan diselenggarakan secara massal yang merupakan perwujudan dari pada Program Catur Tertib di bidang pertanahan. Namun semenjak tahun 2017 lalu kebijakan pendaftaran tanah melalui PRONA diganti dengan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL).

Kemudian kebijakan PTSL ini ditegaskan melalui PERMEN ATR/KBPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang merupakan perubahan atas PERMEN ATR/KBPN Nomor 35 Tahun 2017 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.. Kedua kebijakan tersebut baik Prona maupun PTSL yang merupakan program percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia memiliki perbedaan pada kegiatan pelaksanaannya ditambah lagi hasil yang diperoleh Badan Pertanahan Nasional Indonesia dalam melaksanakan pendaftaran tanah melalui PRONA juga sangat berbeda jauh dengan PTSL.Adapun yang menjadi perbedaannya secara garis besar yaitu pelaksanaan PTSL terpusat secara merata pada satu desa dan berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat sedangkan PRONA pelaksanaanya tersebar ke beberapa desa dan tidak seluruh bidang tanah

(17)

yang tidak bersertipikat dalam satu desa diberikan bantuan tetapi dilakukan secara bertahap.

Atas dasar tersebut penulis merasa tertarik untuk melakukan penilitian di Kota Medan kaitannya dengan percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah melalui Prona dan Pendaftaran Tanah Sitematik Lengkap dan menuangkannya dalam bentul skripsi dengan judul “TINJAUAN ATAS PERBANDINGAN PENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) DI KOTA MEDAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dimana pemerintah sedang menargetkan pendaftaran tanah di Indonesia untuk dilakukan secara cepat dan berkelanjutan baik melalui PRONA maupun PTSL. Maka permasalahan yang menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan pendaftaran tanah melalui Prona di Kota Medan dan hasil yang dicapai oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tahun 2016 ? 2. Bagaimana pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kota

Medan dan hasil yang dicapai oleh Kantor Pertanahan Kota Medan pada tahun 2017 dan 2018?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu :

1. Untuk mengetahui gambaran umum dari pendaftaran tanah di Indonesia

(18)

2. Untuk mengetahui perbedaan pelaksanaan dan hasil capaian dari pendaftaran tanah melalui PRONA maupun PTSL di Kota Medan.

Berdasarkan tujuan dari penulisan diatas, skripsi ini dapat memberikan manfaat diantaranya yaitu :

1. Secara teoritis

Dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang proses pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia serta kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam pendaftaran tanah tersebut terkhususnya pendaftaran tanah melalui PRONA dan PTSL di Kota Medan.

2. Secara praktisi

Dapat dijadikan bahan acuan atau refrensi dalam melakukan kegiatan pendaftaran tanah yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik tanah serta mampu membedakan pendaftaran tanah melalui PRONA dan PTSL baik dari segi pencapaian target atau hasil yang diperoleh.

D. Keaslian Penulisan

Melihat begitu pentingnya proses percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sehingga pemerintah pusat saat ini sedang menargetkan pendaftaran tanah di Indonesia untuk dilakukan secara cepat dan berkelanjutan dengan membuat berbagai program-program ataupun kebijakan terkait percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia seperti PRONA dan PTSL. Dengan

(19)

kata lain kebijakan tersebut juga berdampak terhadap daerah-daerah di seluruh indonesia yang memiliki otonomi atas daerahnya masing-masing dalam menjalankan kebijakan pemerintah pusat salah satunya yaitu Kota Medan. Maka penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian di Kota Medan melalui Kantor Pertanahan Kota Medan dan menuangkannya dalam tulisan yang berjudul :

“TINJAUAN ATASPERBANDINGANPENDAFTARAN TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DENGAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) DI KOTA MEDAN.”

Hal ini membuat penulis semakin termotivasi untuk meninjau langsung apa yang menjadi perbedaan terhadap kedua program tersebut dan hkeberhasilan yang dicapai di Kota Medan melalui Kantor Pertanahan Kota Medan dalam menjalankan kebijakan percepatan pendaftaran tanah tersebut.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan upaya untuk mendapatkan nilai kebenaran, menurut teori empirisme yang dikembangkan oleh john lock dari inggris menyatakan bahwa nilai kebenaran dapat dicapai melalui pengalaman empiris, pengalaman yang diperoleh secara indrawi, pengalaman melalui pengamatan.12 Berikut ini penjabaran dari metode penelitian yang akan digunakan yaitu :

1. Metode pendekatan

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian hukum sosiologis (empiris) tanpa mengesampingkan metode pendekatan penelitian hukum normatif sebagai

12 Prof. Dr. H. Abdurrahmat Fathoni, M.Si, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta, Jakarta, 2006, hlm. 93.

(20)

bahan acuan terhadap objek yang akan diteliti. Dimana penelitian hukum sosiologis (empiris) yang dilakukan dengan cara terutama meneliti data primer yang diperoleh dari lapangan selain juga meneliti data sekunder dari perpustakaan.13 Sedangkan metode pendekatan hukum normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, asas- asas hukum, kaedah hukum, dan sistematika hukum serta mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lainnya.14

Dengan demikian Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan metode field research. Dimana data yang diperoleh melalui wawancara dan pengkajian dokumen dari instansi terkait yaitu Kantor Pertanahan Kota Medan. Data akan dikomparasikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku, khususnyaPERMEN ATR/KBPN Nomor 28 tahun 2016 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 4 tahun 2015dan PERMEN ATR/KBPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang merupakan perubahan atas PERMEN ATR/KBPN Nomor 35 Tahun 2017 jo. PERMEN ATR/KBPN Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap serta peraturan terkait lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

2. Teknik pengumpulan data

13 Tampil Anshari Siregar, Metodologi Penelitian Hukum, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 23.

14 Johny Ibrahim,Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, Bayu Media Publishing, Jakarta, 2005, hlm.57 .

(21)

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Observasi

Teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran.15

b. Wawancara

Teknik pengumpulan data melalui proses tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang dari pihak yang mewancarai dan jawaban diberikan oleh yang diwawancarai.16 Ditinaju dari segi kegiatan yang dilaksanakan wawancara ini menggunakan wawancara standart yaitu wawancara yang direncanakan berdasarkan pedoman atau daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan lebih dahulu.17 Hal ini dilakukan untuk menghindari pertanyaan ataupun jawaban yang tidak berkaitan dengan objek masalah.

c. Studi kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-buku, tulisan ilmiah, peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan objek penelitian dalam skripsi ini.

d. Inventarisasi data

Data hasil penelitian, baik yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan study kepustakaan pada umumnya masih berupa data mentah, bersifat

15 Prof. Dr. H. Abdurrahmat Fathoni, M.Si, op.cit., hlm.104.

16Ibid., hlm. 105.

17Ibid., hlm. 108.

(22)

argumentasi untuk menjadi data-data tersebut sebagai data yang siap disajikan dalam tabulasi data perlu diinventarisasi dan dianalisis lebih dahulu.18

Dikarenakan kesulitan dalam mengumpulkan data terkait Pendaftaran Tanah melalui Prona di Kota Medan , maka penelitian ini hanya menggunakan data pada tahun 2015 saja dan data pada tahun sebelum tahun 2015 sangat sukar untuk ditelusuri lagi. Sedangkan untuk PTSL dalam penelitian ini menggunakan data pada tahun 2017-2018 sebagai data pembanding. Adapun data-data tersebut langsung bersumber dari Kantor Pertanahan Kota Medan sehingga terjamin kebenaran dan keaslian data yang dimuat dalam skripsi ini.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, dimana masing-masing bab terbagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematis, dan saling berkaitan antara satu sama lain. Berikut ini sistematika penulisan skripsi ini:

BAB I PENDAHULUAN

Di dalam bab ini pada umumnya memuat mengenai latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan dari penelitian dan penulisan skripsi ini serta metode-metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini.

BAB II PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA

Pada bab ini akan membahas megenai pendaftaran tanah di Indonesia secara garis besar menurut Undang-undang

18Ibid., hlm. 112.

(23)

Pokok Agraria serta Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Pembahasan dalam bab ini lebih menitikberatkan terhadap pendaftaran tanah untuk pertama kalinya di Indonesia serta kegiatan-kegiatan apa saja yang dilakukan dalam proses pendaftaran tanah tersebut.

BAB III PELAKSANAAN PERCEPATAN PENDAFTARAN

TANAH MELALUI PROYEK OPERASI NASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KOTA MEDAN.

Adapun yang termuat dalam bab ini yaitu pemahaman mengenai PRONA serta yang menjadi landasan hukum pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Kemudian pembahasan lebih lanjut akan termuat mengenai kegiatan pendaftaran tanah melalui Prona serta pencapaian yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam kaitan percepatan pendaftaran tanah di Kota Medan.

BAB IV PELAKSANAAN PERCEPATAN PENDAFTARAN

TANAH SITEMATIK LENGKAP DI KOTA MEDAN.

Adapun yang termuat dalam bab ini yaitu pemahaman mengenai PTSL serta yang menjadi landasan hukum pelaksanaan dari kebijakan tersebut. Kemudian pembahasan lebih lanjut akan termuat mengenai kegiatan pendaftaran tanah sistematik lengkap serta pencapaian yang telah

(24)

dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan dalam kaitan percepatan pendaftaran tanah di Kota Medan.

BAB IV PENUTUP

Bab ini memuat saran dan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan berdasarkan metode-metode yang digunakan dalam skripsi ini sehingga mampu memberikan saran yang baik terhadap kegiatan percepatan pendaftaran tanah di Kota Medan.

(25)

BAB II

PENDAFTARAN TANAH DI INDONESIA A. Gambaran Umum Pendaftaran Tanah Di Indonesia

1. Landasan Hukum Pendaftaran Tanah Di Indonesia

Dalam rangka untuk melaksanakan pendaftaran tanah di Indonesia, Pemerintah selaku pembuat kebijakan atas dasar kehendak oleh Pasal 19 yaitu:

“untuk membuat suatu Peraturan Pemerintah yang kelak dapat menjamin kepastian hukum atas tanah bagi setiap pemilik tanah”19

Atas dasar inilah oleh Pemerintah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang mulai berlaku pada tanggal 25 Maret 1961. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 ini mempunyai kedudukan yang strategis dan menentukan, bukan saja hanya sekadar sebagai pelaksana ketentuan Pasal 19 UUPA, tetapi lebih dari itu ia menjadi tulang punggung yang mendukung berjalannya administrasi pertanahan dan hukum pertanahan di Indonesia.20 Akan tetapi, pendaftaran tanah di indonesia yang sudah terlaksana sejak berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 baru pada tingkatan kota-kota dan sebagian besar di luar kota pada perkebunan-perkebunan (pada umumnya dengan pemetaan udara).21 Beberapa kendala seperti kekurangan anggaran, alat, dan tenaga menjadi faktor penghambat pelaksanaan perndaftaran tanah ditambah lagi keadaan objektif tanah yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia yang sebagian besar

19 Zaidar.,Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia , Pustaka Bangsa Press, Medan, 2012, hlm. 134.

20 Soedjono dan H. Abdurahman.,Prosedur Pendaftaran Tanah, Rineka Cipta, 2008, Jakarta, hlm. 29.

21Zaidar.,loc.cit.

(26)

penguasaannya tidak didukung oleh alat-alat pembuktian yang mudah diperoleh dan dapat dipercaya kebenarannya. Setelah diberlakukan selama 36 tahun, selanjutnya digantikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, yang diundangkan pada tanggal 8 Juli 1997 dan berlaku efektif sejak 8 Oktober 1997.

Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah 21 Tahun 1997 maka telah dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Petanahan Nasional Nomor 3 tahun 1997 Tentang ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Beberapa hal yang cukup prinsip apabila membandingkan antara dua ketentuan tersebut yakni, bahwa PP No. 10/1961 lebih banyak menitikberatkan kegiatan pendaftaran tanah dalam artian kegiatan yang menyeluruh seperti pengukuran, pemetaan, dan yang menyangkut tata usaha pendaftaran tanah dalam arti pendaftaran tanah secara umum, akan tetapi PP No. 24/1997 yang dilakukan adalah lebih banyak tertuju pada pendaftaran tanah dalam artian sebagai pendaftaran hak.22

Untuk diketahui, bahwa sesuai dengan pasal 64 ayat (1) dan ayat (2), Ketentuan Peralihan PP No. 24/1997, tertanggal 8 Juli 1997 ditegaskan :23

1) Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 ini, semua Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10/1961 yang telah ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau diubah-ubah berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

22 Soedjono dan H. Abdurahman.,Op.cit, hlm. 31.

23Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

(27)

2) Hak-hak yang didaftar serta hal-hal lain yang dihasilkan pendaftaran tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1961, tetap sah sebagai hasil pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah ini.

Kemudian akhirnya dengan pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 ditentukan bahwa :24

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftarn Tanah sebagai dimuat dalam Lembaga Negara tahun 1961, Nomor 28 Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171, dinyatakan tidak berlaku.

2. Pengertian Pendaftaran Tanah

Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada di suatu wilayah tertentu dengan tujuan tertentu.25

Rudolf Hemanses, S.H, seorang mantan Kepala Jawatan Pendaftaran Tanah dan Menteri Agraria juga telah mencoba merumuskan mengenai apa yang dimaksud pendaftaran tanah atau kadaster. Menurut beliau yang dimaksud dengan pendaftaran tanah atau kadaster adalah pendaftaran atau pembukuan bidang-

24Pasal 65 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

25Hasan Wargakusuma.,Hukum Agraria I, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hlm.

80.

(28)

bidang tanah dalam daftar-daftar, berdasarkan pengukuran dan pemetaan, yang seksama dari bidang-bidang itu.26

Dalam konteks yang lebih luas lagi pendaftaran tanah selain memberi informasi mengenai suatu bidang tanah baik penggunaannya, pemanfaatannya maupun informasi mengenai untuk apa tanah itu sebainya dipergunakan, demikian pula informasi mengenai kemampuan apa yang terkandung didalamnya dan demikian pula informasi mengenai bangunannya sendiri, harga bangunan dan tanahnya dan pajak yang ditetapkan untuk tanahnya.27

Pengertian lebih lanjut mengenai pendaftaran tanah terdapat dalam pasal 1 PP No 24/1997 yang antara lain :28

“Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan perjanjian serat pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebani hak-haknya.

Jadi secara singkat, pendaftaran tanah dapat dirumuskan sebagai Pengukuran, Pemetaan, dan Pembukuan Tanah seperti dirumuskan dalam pasal 19 ayat 2, sub a, UUPA sebagai dimaksud dalam undang-undang Nomor 5 Tahun 1960,

26H. Ali Achmad Chomzah.,Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2004, hlm. 1.

27Zaidar.,Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010, hlm. 131.

28Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

(29)

tertanggal 24 September 1960. Pendaftaran atau pembukuan bidang-bidang tanah dalam daftar merupakan bagian administrasi dari kadaster yang disebut pembukuan tanah sedangkan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah merupakan teknis dari kadaster.29

3. Bentuk Pendaftaran Tanah

Dari sejarah perkembangan pendaftaran di Indonesia, dikenal ada 2 macam bentuk pendaftaran tanah yakni :

a. Kadaster Pajak (Kadaster Fiskal)

Yang dimaksud dengan kadaster pajak adalah suatu bentuk pendaftaran tanah yang diadakan untuk keperluan pemungutan pajak atas tanah yang adil dan merata. Agar dapat memungut pajak atas tanah secara adil dan merata dari si wajib pajak, perlu diketahui luas tanah yang dipunyai oleh setiap wajib pajak maupun penggunaannya, karena nilai tanah ditentukan oleh luas tanah dan penggunaannya.30

Adapun yang menjadi objek kadaster pajak adalah bidang-bidang tanah menurut penggunaannya, yang kemudian disebut bidang-bidang tanah pajak (Belasting perceel). Batas-batas pada peta-peta kadaster pajak pada umumnya merupakan batas-batas penggunaannya yang merupakan batas-batas yang dapat dilihat dengan nyata di mana pengukurannya dan pemetaannya tidak memerlukan ketelitian tinggi.

29H. Ali Achmad Chomzah.,loc.cit.

30Hasan Wargakusuma.,op.cit, hlm. 9.

(30)

b. Rechts Kadaster (Kadaster Hak)

Yang dimaksud dengan Rechts Kadaster atau kadaster hak adalah bentuk kadaster yang dibentuk dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum atas tanah.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan kadaster hak ini meliputi :31

1) Kegiatan dalam bidang juridis, berupa pengumpulan keterangan atau mengadakan inventarisasi :

a) Hak atas tanah (status hukum atas tanah) b) Siapakah si pemegang Haknya

c) Hak-hak lain atau beban-beban lain yang ada di atas tanah. Dengan kegiatan ini, akan diperoleh data.

2) Kegiatan dalam bidang Teknis Geodesi, berupa Pengukuran, dan Pemetaan Tanah, dengan hasil : Peta-peta Pemilikan tanah dan Surat Ukur. Dengan kegiatan ini akan diperoleh kepastian letak, batas dan luas tanah yang menjadi objek hak dan tanah.

3) Kegiatan dalam Bidang Administrasi, berupa pembukuan dan kegiatan- kegiatan pada angka 1 dan 2, dalam daftar umum, secara continue.

4) Pemberian surat-surat tanda bukti dan pemberian keterangan dan pelayanan kepada yang berkepentingan, mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan hak atau tanah, sebagai yang tercantum dalam daftar umum.

31Ibid.,hlm. 10.

(31)

4. Asas Dan Tujuan Pendaftaran Tanah a. Azas dari Pendaftaran Tanah

Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia yaitu merupakan bagian dari pelaksanaan hukum agraria, maka seyogyanya azas yang mendasari pendaftaran tanah itu tidak jauh dari konsepsi hukum tanah nasional yang tentu saja lebih baik berasal dari hukum tanah adat yang individualistic komunalistik religious dengan pengertian bahwa setiap kepemilikan hak atas tanah perseoranagan merupakan bagian dari dan untuk kepentingan bersama yang diyakini oleh setiap pribadi-pribadi bangsa Indonesia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri antara lain dengan cara memelihara tanah, bangsa dan hubungan haknya.32 Azas memang diperlukan untuk melahirkan pemikiran dasar dalam perbuatan hukum (law making), juga diperlukan ketika menghadapi suatu konflik akibat tuntutan kebutuhan dan keinginan yang saling bertentangan di dalam masyrakat, seperti tercermin di dalam konsep azas pendaftaran tanah dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pendaftaran tanah di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Azas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka.

Untuk diketahui bahwa maksud sederhana dalam pendaftaran tanah adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dipahami oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama pada pemegang ha katas tanah.

32 S. Chandra.,op.cit, hlm. 110.

(32)

Sedang azas aman adalah untuk menunjukan bahwa pendaftaran tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat, sehingga hasilnya dapat memberi jaminan kepastian hukum, sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.

Azas terjangkau adalah keterjangkauan bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Jadi pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.

Azas mutakhir adalah menentukan data pendaftaran tanah secara terus- menerus dan berkesinambungan sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapanagan dan masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula azas terbuka.

b. Tujuan Pendaftaran Tanah

Sesuai dengan pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, maka pendaftaran tanah bertujuan :33

1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas sesuatu bidang tanah satuan rumah susun. Hak-hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.

2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang

33 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

(33)

diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang terdaftar.

3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Untuk diketahui bahwa pendaftaran tanah itu bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak-hak atas tanah, dengan adanya pendaftarn tanah tersebut terdapatlah jaminan tertib hukum dan kepastian hak dari tanah.

Inilah yang disebut recht kadaster.34 Sesuai dengan tujuan pendaftaran tanah, maka Undang-undang Pokok Agraria, menghendaki agar untuk pendaftaran tanah itu, diwajibkan kepada para pemegang hak. Apabila hal itu tidak diwajibkan, maka banyak tenaga, alat dan biaya pada Kantor Pertanahan akan tidak ada artinya sama sekali.

Di dalam memori penjelasan atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah khususnya dalam pasal 3-nya maka tujuan pendaftaran tanah sebagai tercantum dalam pasal 3-nya merupakan tujuan utama pendaftaran tanah.35

Di samping itu juga dengan terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksud terciptanya suatu pusat reformasi mengenai bidang-bidang tanah, sehingga pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukummengenai tanah dan rumah susun yang sudah didaftarkan dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan.

34H. Ali Achmad Chomzah.,op.cit , hlm. 6.

35Ibid.

(34)

5. Objek Pendaftaran Tanah

Menurut Pasal 16 UUPA , sistem penguasaan tanah di Indonesia yang merupakan hak perorangan mengakui adanya berbagai objek hak atas tanah berikut:36

1) Hak milik

Hak milik digambarkan sebagai “hak yang paling penuh dan paling kuat yang bisa dimiliki atas tanah dan yang dapat diwariskan turun temurun”. Suatu hak milik dapat dipindahkan kepada pihak lain. Hanya warga negara Indonesia (individu) yang bisa mendapatkan hak milik, sedangkan jika menyangkut korporasi maka pemerintah akan menentukan korporasi mana yang berhak mendapatkan hak milik atas tanah dan syarat syarat apa yang harus dipenuhi oleh korporasi untuk mendapatkan hak ini. Hak atas tanah menurut hukum adat yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 Ayat (1) UUPA dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional setelah mendengar kesaksian dari masyarakat setempat, dikonversi menjadi hakmilik.

2) Hak Guna Usaha

Suatu hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikontrol secara langsung oleh negara untuk waktu tertentu, yang dapat diberikan kepada perusahaan yang berusaha dibidang pertanian, perikanan atau peternakan. Suatu hak guna usaha hanya dapat diberikan atas tanah seluas minimum 5 ha, dengan catatan bahwa jika tanah yang bersangkutan lebih luas

36Pasal 16 Undang-undang Pokok Agraria.

(35)

dari 25 hektar, investasi Sistem Penguasaan Tanah dan Konflik yang cukup akan dilakukan dan pengelolaan usaha secara baik akan diberlakukan. Hak guna usaha bisa dipindahkan ketangan pihak lain. Jangka waktu pemberian hak guna usaha diberlakukan dengan ketat (maksimum 25 tahun). Hanya warga negara Indonesia dan badan usaha yang dibentuk berdasar undang undang Indonesia dan berdomisili di Indonesia dapat memperoleh hak guna usaha. Hak guna usaha dapat digunakan sebagai kolateral pinjaman dengan menambahkan hak tanggungan (security title)

3) Hak Guna Bangunan

Hak guna bangunan digambarkan sebagai hak untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk jangka waktu maksimum 30 tahun. Suatu hak guna bangunan dapat dipindahkan kepada pihak lain. Kepemilikan hak guna bangunan juga hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan perusahaan yang didirikan dibawah hukum Indonesia yang berdomisili di Indonesia.

4) Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk memanfaatkan, dan/atau mengumpulkan hasil dari tanah yang secara langsung dikontrol oleh negara atau tanah yang dimiliki oleh individu lain yang memberi pemangku hak dengan wewenang dan kewajiban sebagaimana dijabarkan di dalam perjanjian pemberian hak.

Suatu hak pakai dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, atau selama tanah dipakai untuk suatu tujuan tertentu, dengan gratis, atau untuk bayaran tertentu, atau dengan imbalan pelayanan tertentu. Selain diberikan kepada

(36)

warga negara Indonesia, hak pakai juga dapat diberikan kepada warga negara asing yang tinggal di Indonesia. Dalam kaitannya dengan tanah yang langsung dikontrol oleh negara, suatu hak pakai hanya dapat dipindahkan kepada pihak lain jika mendapatkan ijin dari pejabat yang berwenang.

5) Hak milik atas Satuan Bangunan Bertingkat

Hak milik atas suatu bangunan tertentu dari suatu bangunan bertingkat yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah untuk keperluan tertentu dan masing- masing mempunyai sarana penghubung ke jalan umum yang meliputi antara lain suatu bagian tertentu atas suatu bidang tanah bersama. Hak milik atas satuan bangunan bertingkat terdiri dari hak milik atas satuan rumah susun dan hak milik atas bangunan bertingkatlainnya.

6) Hak sewa

Suatu badan usaha atau individu memiliki hak sewa atas tanah berhak memanfaatkan tanah yang dimiliki oleh pihak lain untuk pemanfaatan bangunan dengan membayar sejumlah uang sewa kepada pemiliknya.

Pembayaran uang sewa ini dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, baik sebelum maupun setelah pemanfaat lahan tersebut. Hak sewa atas tanah dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, warga negara asing, badan usaha termasuk badan usaha asing. Hak sewa tidak berlaku di atas tanahnegara.

7) Hak untuk membuka tanah dan hak untuk memungut hasil hutan

Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan hanya bisa didapatkan oleh warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Menggunakan suatu hak memungut hasil hutan secara hukum tidaklah serta

(37)

merta berarti mendapatkan hak milik (right of ownership) atas tanah yang bersangkutan. Hak untuk membuka lahan dan memungut hasil hutan merupakan hak atas tanah yang diatur di dalam hukumadat.

8) Hak Tanggungan

Hak tanggungan tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 sehubungan dengan kepastian hak atas tanah dan objek yang berkaitan dengan tanah (Security Title on Land and Land-Related Objects) dalam kasushipotek.

6. Sertifikat Tanah

Secara etimologi sertifikat berasal dari bahasan Belanda “Certificat” ‟ yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi Sertifikat Tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain keadaan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemiliknya itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 19 UUPA sertifikat adalah merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, maka hal ini diulang lagi penegasannya dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Namun dengan satu klausula bahwa hal ini berlaku selama belum berhasil dibuktikan, sebaliknya dapat melemahkan kedudukan sertifikat sebagai alat bukti yang kuat, akan tetapi dengan adanya tenggang waktu 5

(38)

tahun untuk mengajukan gugatan maka kepastian itu justru lebih terjamin.37 Hasil dari rangkaian proses pendaftaran hak atas tanah adalah sertifikat tanah. Sehingga sertifikat tanah tersebut memiliki fungsi tertentu. Menurut Adrian Sutedi (2012 : 57) fungsi dari sertifikat tanah antara lain :

1) Sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Seseorang atau badan hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas suatubidang tanah.

Apabila telah jelas namanya tercantum dalam sertifikat itu. Semua keterangan yang tercantum dalam sertipikat itu mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar sepanjang tidak ada bukti lain yang dapat membuktikansebaliknya.

2) Memberikan kepercayaan bagi pihak bank/kreditor untuk memberikan pinjaman uang kepada pemiliknya. Dengan demikian, apabilan pemegang hak atas tanah itu seorang pengusaha maka akan memudahkan baginya mengembangkan usahanya karena kebutuhan akan modal mudahdiperoleh.

3) Bagi pemerintah, dengan adanya sertipikat hak atas tanah membuktikan bahwa tanah yang bersangkutan telah terdaftar pada Kantor Pertanahan.

Ini tentu akan membantu dalam memperbaiki administrasi pertanahan diIndonesia.

37 Soejono dan H. Abdurahman.,op.cit, hlm. 37.

(39)

B. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali terdapat dalam pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 yakni :38

1) Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.

2) Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan diwilayah wilayah yang ditetapkan oleh menteri.

3) Dalam hal suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai wilayah pendaftaran tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sporadik.

4) Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.

Penjelasan lebih lanjut terkait hal di atas akan diperinci sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sistematik

Pendaftaran tanah secara sistematis sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 butir 10 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 di atas adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan, yang dibiayai dari anggaran pemerintah pusat atau daerah atau secara swadaya oleh masyarakat dengan persetujuan Menteri, dengan kata lain pendaftaran tanah tersebut dilaksanakan atas prakarsa

38Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

(40)

pemerintah dengan kegiatan yang didasarkan pada suatu rencana kerja yang ditetapkan oleh Menteri.39

Adapun ketentuan formal yang mengatur secara teknis mengenai tahapan kegiatan pendaftaran tanah secara sistematis tersebut tercantum dalam pasal 46 sampai dengan 72 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997 terdiri dari:40

1) Penetapan lokasi

Dalam hal ini ditetapkan oleh Menteri atas usul Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi yang didasarkan atas rencana kerja Kantor Pertanahan, dengan satuan lokasi adalah seluruh atau sebagian wilayah satu desa/kelurahan.

2) Persiapan

Dalam hal Kepala Kantor Pertanahan menyiapkan peta dasar pendaftaran, berupa peta dasar berbentuk peta garis atau peta foto, memuat pemetaan bidang - bidang tanah yang sudah terdaftar haknya dalam bentuk peta indeks grafik.

3) Pembentukan panitia ajudikasi dan satuan tugas

Dalam hal ini oleh Menteri untuk setiap desa/kelurahan yang sudah ditetapkan sebagai lokasi, sedang apabila dilaksanakan dengan swadaya masyarakat dibentuk olch Kepala Kantor Wilayah, sebelum melaksanakan tugas, wajib mengangkat sumpah di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Setelah dibentuk panitia ajudikasi di suatu lokasi, maka apabila ada permohonan hak, jika diproses melalui konversi dan sudah diperiksa oleh

39M. Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis.,op.cit, hlm. 417.

40Pasal 42-72 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 tahun 1997

(41)

Panitia A dan atau sudah diumumkan, diteruskan olch Kepala Kantor Pertanahan, namun jika belum diperiksa oleh Panitia A dan atau belum dimohonkan, berkasnya disampaikan olch Kepala kantor Pertanahan kepada Panitia Ajudikasi untuk diselesaikan.

4) Penyuluhan

Dalam hal ini dilakukan sebelum dimulainya ajudikasi dan berkoordinasi dengan instansi yang terkait yaitu : Pemerintah Dacrah, Kantor Departemen PeneranganKabupaten Kota, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Instansi lain yang dianggap perlu, bertujuan untuk memberitahukan kepada pemegang hak atau pihak lain yang berkepentingan, dengan menyebut hak dan kewajibannya dalam kegiatan tersebut.

5) Pengumputan Data Fisik

Dalam hal ini dilakukan sebelum penetapan batas batas bidang tanah dan pemasangan tanda- tanda batas tanah, setelah itu dilakukan kegiatan pengukuran dan pemetaan.

6) Pengumpulan dan penelitian data yuridis

Dalam hal ini pengumpulan terhadap alat bukti mengenai kepemilikan/

penguasaan tanah, baik bukti tertulis berupa keterangan saksi dan atau keterangan yang bersangkutan yang ditunjukkan olch pemengang hak atas tanah atau pihak lain yang berkepentingan, bila alat bukti tidak lengkap atau tidak ada, pembuktian dapat dilakukan dengan bukti lain yang dilengkapi dengan permyataan yang bersangkutan disaksikan dua orang saksi yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar pemilik bidang tanah

(42)

tersebut. Bila sama sekali tidak ada bukti tertulis dapat dibuat surat pernyataan penguasaan secara fisik bidang tanah selama 20 tahun atau lebih secara berturut turut oleh yang bersangkutan. Setelah itu panitia meneliti kebenaran keterangan tersebut.

7) Pengumuman data fisik dan data yuridis dan pengesahannya

Dalam hal ini panitia membuat rekapitulasi data yuridis yang dituangkan di dalam risalah penelitian data yuridis dan penctapan batas dan dimasukkan di dalam daftar data yuridis dan data fisik bidang tanah atau daftar isian, kemudian diumumkan untuk memberi kesempatan bagi yang berkepentingan mengajukan keberatan, dengan jangka waktu selama 30 (tiga puluh ) hari di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa / Keluralengkchan. Setelah itu disahkan olch Panitia dengan berita acara. Bila ada data yang belum lengkap atau ada keberatan pengesahan dilakukan dengan catatan, kepada yang mengajukan keberatan disampaikan pemberitahuan tertulis agar segera mengajukan gugatan ke pengadilan.

8) Penegasan konversi, pengakuan dan pemberian hak

Dalam hal ini berdasarkan berita acara pengesahan data fisik dan data yuridis, maka melaksanakan kegiatan sebagai berikut :

 Hak atas tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap atau alat bukti tertulisnya tidak lengkap tetapi ada keterangan saksi maupun pernyataan yang bersangkutan olch ketua Panitia Ajudikasi ditegaskan konversinya menjadi hak milik atas nama pemegang hak yang terakhir.

(43)

 Hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi telah dibuktikan kenyataan penguasaan fisiknya selama 20 ( dua puluh) tahun atau lebih secara berturut - turut, oleh Ketua Panitia Ajudikasi diakui sebagai hak atas tanah dengan memberi catatan, tanpa penerbitan surat keputusan pengakuan hak, lalu berita acara secara kolektif kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk pemberian hak atas tanah dengan menggunakan daftar usulan pemberian hak atas tanah Negara Penetapan pemberian hak dikeluarkan secara kolektif dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya usul dari ketua panitia ajudikasi dengan cara memberikan catatan pada halaman terakhir tersebut. Setelah itu diserahkan kembali kepada Ketua Panitia Ajudikasi untuk dijadikan dasar pendaftaran haknya.

9) Pembukuan hak

Dalam hal ini baik penegasan konversi dan pengakuan hak maupun penetapan pemberian haknya selesai diproses maka hak tersebut dibukukan dalam buku tanah dan ditandatangani oleh ketua panitia ajudikasi Apabila data fisik dan data yuridis kurang lengkap atau disengketakan dibukukan dengan catatan, termasuk adanya catatan pembatasan haknya apabila ada.

10) Penerbitan sertifikat

Dalam hal ini apabila ada yang sudah didaftar dalam buku tanah, diterbitkan sertifikatnya, da dokumen alat bukti hak lama yang menjadi dasar pembukuan dicoret silang dengan tinta selanjutrys disimpan sebagai warkah Sertifikat

(44)

ditandatangani oleh Ketua Panitia Ajudikasi dan Kepala Kantor Pertanahan selanjutnya diserahkan kepoda pemegang hak.

11) Penyerahan hasil kegiatan

Dalam hal ini setelah berakhimya penyelenggaraan pendaftaran tanah secara sistematik, Ketua Panitia Ajudikasi menyerahkan hasil kegiatannya dengan Berita Acara Serah Terima kepada Kepala Kantor Pertanahan berupa semua dokumen mengenai bidang- bidang tanah di lokasi pendaftaran tanah secara sistematik, meliputi peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, daftar nama, sertifikat hak atas tanah yang belum diserahkan kepada pemegang hak, daftar hak atas tanah, warkah-warkah dan daftar isian lainnya.

2. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Secara Sporadik

Sementara itu pendaftaran tanah secara sporadik sebagaimana diterangkan dalam pasal 1 angka 11 tersebut adalah kegiatan pendaftarantanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal, dengan teknis yang terdiri dari :

1) Permohonan pendaftaran tanah secara sporadik

Dalam hal ini dilakukan atas permohonan yang bersangkutan untuk melakukan pengukuran dan mendaftar haknya (baik hak baru maupun hak lama). Untuk permohonan pengukuran bidang tanah tergantung keperluannya seperti untuk mendapatkan hak baru, pemecahan, pengembalian batas dan

(45)

lain - lain, berkasnya harus disertai dengan dokumen asli untuk membuktikaan hak atas bidang tanah tersebut.

2) Pengukuran

Dalam hal ini pengukuran bidang tanah secara sporadik pada dasarnya merupakan tanggung jawab Kepala Kantor Pertanahan, namun untuk optimasi tenaga dan peralatan pengukuran serta dengan mempertimbangkan kemampuan teknologi petugas ukur, maka pengukuran suatu bidang tanah yang luasnya 10 Ha sampai 1000 Ha dilaksanakan oleh Kantor Wilayah BPN Provinsi dan yang luasnya lebih dari 1000 Ha dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Permohonan pengukuran diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan, kecuali atas permohonan pengukuran Hak Guna Usaha diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi, sedangkan pelaksanaannya dapat saja dilakukan oleh petugas pada kantor yang bersangkutan, dapat juga didelegasikan kepada petugas di wilayah kerja yang lebih rendah, atau juga dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga dengan syarat harus disupervisi dan hasilnya disahkan oleh pejabat yang berwenang. Dalam melaksanakan tugasnya petugas ukur harus menetapkan batas bidang tanah, membantu penyelesaian sengketa mengenai batas bidang tanah, melaksanakan pengukuran batas bidang tanah, dan membuat gambar ukur.

3) Pengumpulan dan penelitian data yuridis bidang tanah

Dalam hal ini untuk keperluan pendaftaran hak baru dilakukan oleh seksi Survey, pengukuran dan pemetaan untuk data fisik dan seksi hak tanah dan pendaftaran tanah untuk data yuridisnya. Apabila bukti - bukti sudah lengkap

(46)

, dapat dilakukan pengisian, namun jika belum lengkap, dapat ditindaklanjuti penelitian data yuridisnya oleh panitia pemeriksaan tanah A ( panitia A) yang hasilnya dituangkan dalam risalah penelitian data yuridis dan penetapan batas. Setelah itu baru disiapkan pengumuman data fisik dan data yuridisnya.

4) Pengumuman data fisik dan data yuridis dan pengesahannya

Dalam hal ini untuk memberi keberatan atas data fisik dan data yuridis mengenal bidang tanah yang di mohon pendaftarannya, maka peta bidang tanah yang bersangkutan diumumkan di Kantor Pertanahan dan kantor Kepala Desa Kelurahan letak tanah. Jangka waktu pengumumannya, untuk pendaftaran tanah secara sistematik dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari sedangkan pendaftaran tanah secara sporadik pengumuman ditetapkan selama 60 (enam puluh ) hari. Pengumuman dapat juga melalui sebuah harian umum setempat dan atau di lokasi tanah tersebut atas biaya pemohon. Setelah berakhir jangka waktu pengumuman, Kepala Kantor Pertanahan membuat berita acara pengesahan data fisik dan data yuridis. Jika ada keberatan dari pihak lain dan belum diselesaikan, maka diberitahukan secara tertulis agar yang bersangkutan mengajukan keberatan gugatan ke pengadilan.

5) Penegasan konversi dan pengakuan hak

Dalam hal ini berdasarkan berita acara panitia pengesahan data fisik dan data yuridis, dilaksanakan kegiatan, yakni hak atas bidang tanah yang alat bukti tertulisnya lengkap dan tanahnya dikuasai oleh pemohon, ditegaskan konversinya menjadi hak milik atas nama pemegang hak yang terakhir, sedang hak atas tanah yang alat bukti kepemilikannya tidak ada tetapi

(47)

dikuasai secara fisik selama 20 ( dua puluh) tahun diakui sebagai hak milik, dan untuk pengakuan hak tersebut tidak diperlukan penerbitan surat keputusan pengakuan hak.

6) Pembukuan hak

Dalam hal ini terhadap hak atas tanah yang sudah ditegaskan konversinya dan diakui hak, maka hak yang bersangkutan dibukukan dalam buku tanah.

Apabila datanya belum lengkap atau haknya masih disengketakan, dibukukan dengan catatan dalam buku tanah mengenai hal - hal yang kurang lengkap atau disengketakan tersebut Selanjutnya penandatanganan buku tanah dilakukan olch Kepala Kantor pertanahan.

7) Penerbitan sertifikat

Dalam hal ini untuk hak hak atas tanah yang sudah didaftar dalam buku tanah dan memenuhi syarat untuk diberikan tanda bukti haknya, diterbitkan sertifikat yang ditandatangani oleh Kepala Kantor Pertanahan, selanjutnya sertifikat diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya, sedang dokumen alat bukti hak lama disimpan sebagai warkah.

Gambar

Tabel 3.1 Lokasi Kegiatan PRONA Tahun 2016
Tabel 3.2 HASIL REKAPITULASI LAPORAN LEGALISASI ASET PRONA   TAHUN ANGGARAN 2016 KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
Tabel 3.3 HASIL REKAPITULASI LAPORAN LEGALISASI ASET PRONA   TAHUN ANGGARAN 2016 KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
Tabel 3.5 HASIL REKAPITULASI LAPORAN LEGALISASI ASET PRONA   TAHUN ANGGARAN 2016KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Dalam penulisan rumus struktur , untuk mempelajari kimia organik maka dapat. dilakukan dengan beberapa cara misalnya untuk rumus molekul C 5 H 12

Menimbang bahwa dengan telah terpenuhinya seluruh unsur-unsur ketentuan dalam pasal 351 ayat (2) KUHidana dalam dakwaan lebih lagi lebih subsidair lagi, maka

Pengertian surat paksa yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa yang berbunyi bahwa surat paksa merupakan

Made Prama Astika, 2011, Analisis Hukum Penanganan Imigran Ilegal sebagai Pencari Suaka dan Pengungsi Di Indonesia berdasarkan perpektif Hukum Internasional, Fakultas Hukum

Sinar matahari yang masuk ke dalam rumah sangat penting bagi kesehatan penghuni rumah karena sinar matahari karena mengandung ultraviolet sehingga dapat berfungsi

Perhatian khusus seperti pelayanan dan fasilitas pendidikan khusus memang perlu diberikan pada anak berkebutuhan khusus agar mereka dapat meningkatkan potensi dan

2) Oleh karena nyata-nyata telah terbukti secara sah menurut hukum Termohon I, Termohon II dan Termohon III mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya

Apakah motivasi dan prestasi kerja berpengaruh terhadap kepuasan kerja Pegawai Negeri Sipil Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk.. KAJIAN PUSTAKA