• Tidak ada hasil yang ditemukan

2013 (Kementrian Keuangan 2018). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan di Indonesia masih kurang konsisten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2013 (Kementrian Keuangan 2018). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan di Indonesia masih kurang konsisten."

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENDAHULUAN

Penghasilan negara Indonesia diketahui bersumber dari berbagai aspek, baik pendapatan yang bersumber dari pajak maupun bukan pajak. Dalam hal ini, pajak menjadi perhatian utama pemerintah, melihat besaran pendapatan pajak yang tinggi bagi penerimaan negara. Menurut data yang disampaikan oleh Kementrian Keuangan dalam APBN 2017, Kementrian Keuangan (2017) menunjukkan bahwa pajak menjadi penghasilan nomor satu yang mendominasi pendapatan negara Indonesia. Pajak menjadi tanggungjawab serta kewajiban yang perlu untuk diperhatikan oleh masyarakat Indonesia, melihat peran pendapatan pajak begitu besar bagi negara. Pajak merupakan kewajiban mutlak yang harus dilaksanakan oleh pelaku pajak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Pemerintah memiliki macam-macam kebijakan yang mengatur tentang sistem perpajakan di Indonesia, dengan tujuan untuk mengatur serta memberi arahan kepada masyarakat khususnya pelaku pajak mengenai tata cara perpajakan. Kebijakan perpajakan merupakan suatu aturan yang pemerintah tujukan kepada pelaku pajak dengan maksud, untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia melalui sektor perpajakan. Kebijakan yang disusun pemerintah menjadi pedoman untuk pelaku pajak dalam mengikuti sistem perpajakan di Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan merupakan komponen penting yang mendukung keberlangsungan sistem perpajakan di Indonesia.

Namun, saat ini kebijakan yang mengatur tentang perpajakan di Indonesia, sebagai sumber pedoman masyarakat dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak masih memiliki kekurangan. Hal ini disampaikan oleh Yustinus Prastowo sebagai Direktur Eksekutif Center For Indonesia (CITA) yang menyatakan bahwa, kebijakan di Indonesia khususnya di bidang perpajakan masih memiliki kendala yaitu mengenai kejelasan, kepastian maupun konsistensi dari kebijakan perpajakan itu sendiri (CNN Indonesia 2018).

Fakta yang terjadi di Indonesia menunjukkan bahwa penyampaian kebijakan

perpajakan masih belum optimal, hal ini dibuktikan dengan pemahaman pelaku pajak

mengenai kebijakan tax amnesty yang kurang tepat. Pelaku pajak beranggapan bahwa

kebijakan tax amnesty hanya berlaku untuk warga negara Indonesia yang memiliki

(2)

2

kekayaan di luar negeri, sehingga hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakjelasan dalam mengkomunikasikan kebijakan tax amnesty yang berakibat pada kurangnya pemahaman pelaku pajak mengenai kebijakan pajak yang terkait. Pemahaman seseorang mengenai peraturan pajak adalah aspek yang penting berkaitan dengan tujuan dari kebijakan perpajakan, hal ini menunjukkan bahwa kejelasan dari kebijakan menjadi aspek yang perlu untuk diperhatikan ( CNN Indonesia 2018).

Pemahaman seseorang tentang peraturan pajak kenyataannya dapat meningkatkan pendapatan penerimaan pajak di Indonesia. Arviana dan Sadjiarto (2014) menyatakan bahwa, ketika pemahaman pelaku pajak tentang peraturan atau kebijakan pajak meningkat akan meningkatkan pula kepatuhan dari pelaku pajak untuk pembayaran pajak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pelaku pajak yang lebih memahami peraturan pajak, akan cenderung lebih taat dibandingkan dengan pelaku pajak yang kurang paham dengan peraturan pajak. Hal ini membuktikan bahwa aspek dari kejelasan, kepastian maupun konsistensi dari kebijakan pajak menjadi hal yang perlu untuk diperhatikan.

Kemauan untuk membayar pajak diketahui dapat terpengaruh oleh beberapa faktor, faktor yang diketahui dapat mengubah minat atau kemauan dari seseorang untuk membayar pajak diantaranya adalah pelayanan pajak yang diberikan oleh fiskus, pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan, sanksi pajak, kesadaran untuk membayar pajak, serta faktor lain yang dapat memberikan pengaruh bagi kemauan seseorang dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak.

Salah satu hal yang dapat merubah atau memotivasi kemauan untuk membayar pajak adalah pelayanan yang diberikan oleh petugas saat membayar pajak di Kantor Pelayanan Pajak. Ketika pelaku pajak merasa senang dan puas dengan pelayanan fiskus, akan dapat mendorong minat ataupun kemauan dari pelaku pajak itu sendiri dalam melakukan pembayaran pajak. Hal tersebut disebabkan karena rasa nyaman yang dibangun oleh kualitas pelayanan yang baik dari petugas pajak, pernyataan tersebut telah dibuktikan oleh (Hardiningsih 2011) dan (Poli 2015).

Selain pelayanan dari petugas pajak, hal lain yang dapat merubah atau

mendorong kemauan seseorang untuk membayar pajak adalah kesadaran diri sendiri

untuk melakukan pembayaran pajak sebagai pemenuhan kewajiban. Kesadaran yang

(3)

3

timbul bukan karena adanya dorongan dari orang lain, melainkan niat yang dimiliki dari dalam diri seseorang atas kesadarannya sebagai wajib pajak. Hal tersebut disampaikan dalam penelitian (Permadi, Nasir dan Anisma 2013) dan (Masinambow 2013). Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa kemauan seseorang dalam membayar pajak dapat timbul dari dalam diri sendiri tanpa adanya dorongan dari pihak manapun, sehingga memiliki kesadaran atas kewajiban untuk melakukan pembayaran pajak.

Faktor lain yang diindikasikan dapat memiliki pengaruh dengan kemauan membayar pajak adalah pengetahuan serta pemahaman tentang peraturan perpajakan, pelaku pajak yang paham tentang peraturan pajak akan terdorong untuk melakukan pembayaran pajak karena pengetahuan tentang perpajakan yang tinggi (Permadi, Nasir dan Anisma 2013). Namun demikian, hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Siti (2014), menunjukkan temuan yang berbeda dengan hasil yang menunjukkan bahwa kemauan pelaku pajak dalam pembayaran pajak tidak dipengaruhi oleh pemahaman serta pengetahuan tentang peraturan perpajakan.

Dari hasil penelitian terdahulu banyak faktor yang dapat mempengaruhi kemauan seseorang dalam melakukan pembayaran pajak, salah satunya adalah pemahaman seseorang mengenai kebijakan perpajakan. Pemahaman seseorang akan timbul ketika kebijakan perpajakan yang disampaikan memiliki kejelasan yang baik sehingga mudah untuk dipahami.

Kebijakan perpajakan yang konsisten juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kemauan pelaku pajak dalam membayar pajak, sehingga kejelasan don konsistensi merupakan salah satu hal yang perlu untuk diperhatikan pemerintah terkait dengan peraturan pajak yang diberlakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Muchtar (2011) menunjukkan bahwa hasil dari penelitian tersebut didapatkan temuan yang menunjukkan bahwa kejelasan serta kepastian peraturan pajak dapat meningkatkan pendapatan penerimaan pajak.

Fakta yang terjadi di Indonesia terdapat kebijakan perpajakan yang baru-baru

ini diberlakukan, yaitu PP Nomor 23 Tahun 2018 mengenai pajak penghasilan yang

diterima oleh pelaku pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan tersebut

ditujukan untuk pelaku usaha yang memiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM), peraturan tersebut diberlakukan sebagai pengganti PP Nomor 46 Tahun

(4)

4

2013 (Kementrian Keuangan 2018). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan perpajakan di Indonesia masih kurang konsisten.

Kejelasan kebijakan perpajakan di Indonesia juga masih memiliki kendala, hal ini dibuktikan dengan fakta yang terjadi di Indonesia yang menunjukkan bahwa penyampaian kebijakan perpajakan masih belum optimal, hal ini dibuktikan dengan pemahaman pelaku pajak mengenai kebijakan tax amnesty yang kurang tepat. Pelaku pajak beranggapan bahwa kebijakan tax amnesty hanya berlaku untuk warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan di luar negeri, sehingga hal ini menunjukkan bahwa terjadi ketidakjelasan dalam mengkomunikasikan kebijakan tax amnesty yang berakibat pada kurangnya pemahaman pelaku pajak mengenai kebijakan pajak yang terkait. Pemahaman seseorang mengenai peraturan pajak adalah aspek yang penting berkaitan dengan tujuan dari kebijakan perpajakan, hal ini menunjukkan bahwa kejelasan dari kebijakan menjadi aspek yang perlu untuk diperhatikan ( CNN Indonesia 2018).

Berdasarkan fakta yang ada di Indonesia, penelitian ini ingin mengetahui apakah menurut pelaku pajak di Kota Salatiga kebijakan pajak terkait dengan pajak penghasilan telah memiliki kejelasan dan konsistensi yang baik. Penilaian pelaku pajak mengenai kebijakan pajak penghasilan akan mengetahui bahwa pelaku pajak orang pribadi di Kota Salatiga menilai bahwa kebijakan pajak penghasilan telah jelas dan konsisten.

Penilaian pelaku pajak yang baik mengenai kebijakan pajak penghasilan akan berdampak pada kemauan dalam melaksanakan pembayaran pajak penghasilan, hal ini dikarenakan bahwa pelaku pajak yang menilai bahwa kebijakan pajak penghasilan telah baik dan konsisten akan lebih mengerti tentang pesan maupun aturan yang disampaikan dalam kebijakan tersebut. Pelaku pajak yang merasa jelas akan lebih paham tentang isi kebijakan tersebut, sehingga pelaku pajak akan terdorong untuk membayar pajak karena mengerti tentang ketentuan perpajakan.

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah, guna mengetahui pengaruh

kejelasan kebijakan pajak penghasilan dan konsistensi kebijakan pajak penghasilan

terhadap kemauan membayar pajak oleh wajib pajak orang pribadi di Kota Salatiga.

(5)

5

KAJIAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Pengertian Variabel

Kemauan Membayar Pajak

Kemauan membayar pajak atau yang biasanya disebut dengan willingness to pay tax memiliki makna sebagai suatu nilai yang dikontribusikan oleh seseorang, yang menunjukkan bahwa orang tersebut rela untuk mengeluarkan sesuatu (ditetapkan didalam peraturan), hasil dari pengeluaran tersebut akan digunakan untuk membantu pembiayaan pengeluaran negara namun dengan tidak mendapatkan timbal jasa (kontraprestasi) secara langsung (Rantung dan Adi 2009).

Kesimpulan dari pengertian diatas adalah bahwa kemauan untuk membayar pajak merupakan niat yang dimiliki oleh seseorang untuk membayar pajak yang timbul bukan karena paksaan, niat tersebut muncul atas dorongan diri sendiri untuk melakukan kewajibannya membayar pajak sehingga seseorang secara sukarela membayar pajak atas dasar niat yang dimilikinya.

Kebijakan Perpajakan

Kebijakan menurut Ramdhani dan Ramdhani (2017), merupakan suatu usaha yang digunakan untuk mencapai sebuah tujuan tertentu sekaligus untuk memecahkah suatu masalah, pemecahan masalah dilakukan menggunakan sarana-sarana tertentu serta dalam tahapan waktu tertentu. Dalam penyusunan kebijakan perlu memperhatikan sifat yang mendasar dari kebijakan itu sendiri, kebijakan yang disusun harus memiliki sifat terarah dan terukur.

Penyusunan kebijakan melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di bidang- bidang tertentu, sehingga dapat menciptakan kebijakan sesuai dengan maksud dan tujuan pemerintah itu sendiri. Menurut Tanjung dan Tjondro (2013) kebijakan perpajakan merupakan suatu langkah atau strategi yang disusun oleh pemerintah, sebagai pencapaian suatu tujuan tertentu dalam melaksankan serta mempertahankan keberlangsungan sistem perpajakan.

Simpulan yang didapat dari pengertian diatas adalah, bahwa kebijakan

perpajakan merupakan pedoman tertulis dari pemerintah sebagai landasan untuk

bertindak bagi pelaku pajak, yang berisi mengenai aturan-aturan untuk pelaku pajak.

(6)

6

Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pajak merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan perpajakan demi terlaksanakannya tujuan dari sistem perpajakan di Indonesia. Kebijakan perpajakan yang disusun memiliki sifat yang terarah dan terukur sehingga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai pedoman dalam melakukan tindakan yang berhubungan dengan perpajakan.

Penyusunan kebijakan perpajakan dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan yang berkaitan dengan pajak. Dari adanya kebijakan tersebut diharapkan sistem perpajakan di Indonesia dapat berjalan dengan lancar, aman, tertib serta adil agar terciptanya keselarasan dari adanya kebijakan perpajakan yang disusun oleh pemerintah.

Kebijakan Pajak Penghasilan

Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dibebankan atau dikenakan kepada perseorangan, perusahaan ataupun badan hukum lainnya yang telah diatur didalam kebijakan pajak penghasilan berdasarkan subjek yang dikenakan pajak tersebut (Herryanto and Toly 2013). Pajak penghasilan dibebankan kepada subjek pajak yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pajak penghasilan, pajak ini dikenakan untuk penghasilan yang diterima oleh subjek pajak pada satu tahun pajak. Salah satu subjek pajak dalam pajak penghasilan adalah orang pribadi, orang pribadi yang menerima penghasilan dan telah melebihi pendapatan yang dikenakan pajak, wajib untuk menggitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya secara mandiri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan alamat tempat tinggalnya.

Menurut Watung (2013) pajak penghasilan merupakan pungutan yang

dibebankan kepada masyarakat yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah,

untuk penghasilan yang diperoleh selama satu tahun pajak yang nantinya pajak

tersebut akan digunakan untuk kepentingan bersama, baik untuk negara ataupun

masyarakat. Dalam penelitian ini, berfokus pada wajib pajak orang pribadi, wajib

pajak yang memiliki pendapatan lebih dari PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

berkewajiban untuk menghitung, menyetor serta melaporkan pajaknya dengan tarif

yang telah ditentukan.

(7)

7

Tarif yang digunakan untuk menghitung pajak penghasilan untuk orang pribadi menggunakan tarif Pasal 17 yaitu 5% untuk penghasilan ≤ Rp 50.000.000 pertahun, 15% untuk penghasilan Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000, 25% untuk penghasilan Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000, dan diatas Rp 500.000.000 yang dikenakan sebesar 30%. Sedangkan untuk PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) wajib pajak orang pribadi adalah Rp 54.000.000 untuk wajib pajak orang pribadi, sedangkan jika telah menikah mendapatkan tambahan sebesar Rp 4.500.000 dan jika memiliki anak mendapatkan tambahan Rp 4.500.000, namun tanggungan anak yang dapat diakui maksimal hanya tiga orang.

Kejelasan Kebijakan Pajak Penghasilan

Kejelasan kebijakan pajak penghasilan merupakan sebuah gambaran yang digunakan untuk menggambarkan suatu kebijakan, kebijakan pajak yang dimaksud memiliki kejelasan tujuan, isi serta sasaran yang mudah untuk dimengerti sehingga tidak menimbulkan kesalahan presepsi (Muchtar 2011) . Menurut Sawyer (1992), kejelasan tujuan merupakan suatu keberadaan tujuan serta sasaran hasil yang ingin dicapai dari suatu pekerjaan, yang mana kebijakan tersebut telah didefinisikan secara jelas dan gamblang.

Kebijakan yang memiliki kejelasan yang baik akan membantu pelaku pajak untuk memahami mengenai maksud dari kebijakan tersebut, karena kebijakan yang disusun memiliki sifat yang jelas dan dapat dimengerti. Dari pengertian diatas, kejelasan kebijakan pajak penghasilan dapat dideskripsikan sebagai kebijakan yang dianggap memiliki maksud dan tujuan yang jelas sehingga seseorang yang membaca dapat merasa paham mengenai maksud serta isi dari kebijakan.

Konsistensi Kebijakan Pajak Penghasilan

Konsistensi kebijakan pajak penghasilan merupakan sifat yang dimiliki oleh

suatu kebijakan yang menunjukkan bahwa kebijakan pajak dianggap tetap dan tidak

berubah-ubah. Konsistensi menurut Fitria (2016), merupakan kunci dari keberhasilan

implementasi kebijakan yang telah disusun oleh pemerintah. Agar

pengimplementasian kebijakan pemerintah berjalan dengan efektif, maka perlu untuk

memperhatikan isi maupun perintah dari kebijakan tersebut.

(8)

8

Efektifitas dari implementasi kebijakan bergantung pada sifat dari kebijakan tersebut yang harus konsisten dan jelas. Kebijakan perpajakan yang merupakan suatu aturan yang disusun oleh pemerintah merupakan salah satu elemen penting yang menjadi salah satu cara untuk mencapai keberhasilan pencapaian dalam bidang perpajakan. Faktor-faktor yang menjadi pendorong keberhasilan pengimplementasian suatu kebijakan dipengaruhi oleh salah satunya kejelasan serta konsistensi dari kebijakan tersebut (Haedar 2010).

Keberlangsungan kebijakan akan berjalan dengan baik jika pelaksanaan dari kebijakan tersebut selalu berpegang teguh dengan tujuan serta norma yang telah ditetapkan sebelumnya (Mutiasari, Yamin dan Alam 2016). Sehingga, konsistensi kebijakan pajak penghasilan mengarah pada seberapa konsisten isi yang disampaikan didalam kebijakan pajak penghasilan tersebut.

Pengembangan Hipotesis

Pengaruh Kejelasan Kebijakan Pajak Penghasilan Terhadap Kemauan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak

Kejelasan kebijakan pajak penghasilan merupakan sifat yang ada pada suatu kebijakan, kebijakan yang dimaksud memiliki sifat yang jelas serta gamblang sehingga mudah untuk dipahami apa maksud dari kebijakan tersebut. Kebijakan perpajakan berisi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem perpajakan, baik itu berupa informasi ataupun perintah yang harus dilaksanakan oleh pelaku pajak.

Kebijakan pajak tidak hanya dapat diterima oleh pelaku pajak sebagai objek dari kebijakan tersebut, hal lain yang perlu untuk diperhatikan dari suatu kebijakan adalah komunikasi dari suatu kebijakan agar tetap jelas sehingga mudah untuk dipahami (Fitria 2016). Ketidakjelasan dari suatu kebijakan akan mendorong terjadinya intrepretasi yang salah atau mungkin bertentangan dengan makna maupun isi dari kebijakan.

Penelitian yang dilakukan oleh Muchtar (2011), menunjukkan bahwa kejelasan

dan kepastian peraturan pajak diketahui dapat meningkatkan penerimaan pendapatan

pajak. Kebijakan pajak memiliki tingkat kejelasan yang baik, akan mendorong

kemauan seseorang dalam melakukan pembayaran pajak. Semakin kebijakan yang

(9)

9

disusun memiliki kejelasan yang baik, maka seseorang akan semakin mengerti dan paham mengenai maksud dari kebijakan tersebut, sehingga akan meningkatkan pemahaman mengenai kebijakan yang berkaitan.

Kejelasan penting untuk diperhatikan, karena kejelasan kebijakan perpajakan dapat memberikan pengaruh dengan pemahaman mengenai kebijakan tersebut. Ketika pemahaman pelaku pajak mengenai aturan pajak meningkat, maka akan meningkatkan pula kepatuhan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dan kewajiban perpajakan (Prajogo dan Widuri 2013).

Kebijakan pajak penghasilan yang memiliki tingkat kejelasan yang baik akan meningkatkan serta mendorong kemauan seseorang dalam melakukan pembayaran pajak. Hal ini disebabkan karena seseorang yang merasa jelas dengan kebijakan pajak akan paham tentang peraturan pajak tersebut, sehingga mengerti mengenai sanksi dan hukuman jika lalai dengan kewajibannya dalam membayar pajak penghasilan.

Seseorang yang paham mengenai peraturan perpajakan akan lebih patuh dalam pembayaran pajak, dibandingkan dengan sesorang yang tidak paham dengan peraturan pajak. Berdasarkan argumentasi dan hasil penelitian terdahulu dapat dirumuskan hipotesis pertama sebagai berikut:

H1 : Kejelasan kebijakan pajak penghasilan berpengaruh positif terhadap kemauan wajib pajak dalam membayar pajak.

Pengaruh Konsistensi Kebijakan Pajak Penghasilan Terhadap Kemauan Wajib Pajak dalam Membayar Pajak

Konsistensi kebijakan pajak penghasilan adalah kondisi yang menunjukkan

bahwa kebijakan pajak penghasilan tersebut memiliki sifat pasti, tetap dan tidak

berubah-ubah. Menurut Fitria (2016), penyusunan kebijakan tidak hanya perlu untuk

memperhatikan unsur kejelasan saja, namun konsistensi dari suatu kebijakan juga

dituntut demi keberlangsungan kebijakan tersebut. Sehingga, efektifitas kebijakan

akan terjaga jika konsistensi dari suatu kebijakan tetap di perhatikan.

(10)

10

Kebijakan yang tidak memiliki konsistensi yang baik akan menimbulkan suatu kesenjangan, kebijakan yang sering berubah-ubah atau tidak konsisten dalam jangka waktu yang relatif singkat akan menimbulkan masalah bagi pelaku pajak yang menjadi objek dari kebijakan tersebut. Ketika kebijakan yang dikeluarkan tidak konsisten, pelaku pajak akan merasa bingung serta merasa tidak paham mengenai kebijakan apa saja yang berlaku saat ini, sehingga akan menimbulkan opini yang beragam pelaku pajak pajak tersebut.

Kebijakan pajak yang memiliki konsistensi mengenai tujuan serta aturan yang baik, akan berdampak pada minat ataupun kemauan dari dalam diri seseorang dalam membayar pajak. Dalam hal ini, kepastian peraturan pajak telah dibuktikan dapat meningkatkan penerimaan pendapatan pajak, Muchtar (2011). Hal ini menunjukkan ketika peraturan pajak memiliki kepastian yang tinggi, akan memberikan dorongan atas kemauan seseorang dalam melakukan pembayaran pajak.

Ketika kemauan membayar pajak meningkat, maka hal tersebut juga akan berdampak pada peningkatan pendapatan penerimaan pajak. Kebijakan yang tetap dan konsisiten akan membangun pemikiran seseorang tentang isi dari kebijakan tersebut, jika seseorang mengetahui apa saja peraturan dan kebijakan pajak yang berlaku saat ini akan mendorong kemauannya dalam membayar pajak.

Ketika kebijakan pajak penghasilan memiliki tingkat konsistensi yang baik, akan memberikan pengaruh yang baik pula terhadap kemauan seseorang dalam membayar pajak. Jadi, semakin baik tingkat konsistensi kebijakan pajak penghasilan maka akan meningkatkan kemauan seseorang dalam membayar pajak. Hal ini disebabkan karena, ketika kebijakan perpajakan berkepastian tinggi, maka seseorang akan paham mengenai kebijakan yang berlaku saat itu. Ketika pelaku pajak paham tentang kebijakan yang berlaku, akan meningkatkan pemahaman tentang kebijakan pajak serta mempengaruhi kemauan dalam membayar pajak. Dari hasil penelitian terdahulu dan logika yang telah disajikan dapat dirumuskan hipotesis kedua yaitu:

H2 : Konsistensi kebijakan pajak penghasilan berpengaruh positif terhadap

kemauan wajib pajak dalam membayar pajak.

(11)

11 METODE PENELITIAN

Populasi, Sampel dan Data

Penelitian ini adalah penelitian yang tergolong penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini data yang telah didapatkan, diolah menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah disusun sebelumnya. Data penelitian yang didapatkan dalam penelitian ini bersumber dari data primer, yang didapatkan secara langsung melalui penyebaran kuesioner kepada responden.

Populasi sebagai objek penelitian adalah wajib pajak orang pribadi di Kota Salatiga, wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Kota Salatiga pada Tahun 2018 sebanyak 137.809 jiwa. Wajib Pajak orang pribadi sebagai objek dalam penelitian ini bersifat homogen, yaitu wajib pajak orang pribadi yang memiliki penghasilan. Sampel untuk mewakili populasi yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah sebanyak 100 wajib pajak orang pribadi di Kota Salatiga.

Untuk menentukan sampel penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria untuk memenuhi responden sebagai sampel untuk penelitian ini adalah wajib pajak orang pribadi di Kota Salatiga yang memiliki penghasilan dan membayar atau melaporkan pajak penghasilannya ke KPP Pratama Salatiga.

Definisi Operasional Variabel

Variabel yang nantinya akan diukur dalam penelitian ini antara lain adalah

kemauan membayar pajak sebagai variabel dependen dan kejelasan kebijakan pajak

serta konsistensi kebijakan pajak sebagai variabel independen. Variabel operasional

diukur menggunakan beberapa indikator empirik, yang mana indikator penelitian ini

telah disiapkan sesuai dengan variabel-variabel terkait. Indikator-indikator empirik

yang telah disusun nantinya akan dikembangkan dan dicantumkan didalam kuesioner-

penelitian. Indikator penelitian ini nantinya akan diukur menggunakan skala linkert 1-

5 untuk mengetahui berapa tingkat jawaban responden sesuai dengan pertanyaan.

(12)

12

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel dan Indikator Variabel

Variabel Definisi Variabel Indikator

Kejelasan Kebijakan Pajak Penghasilan (X1)

Kejelasan kebijakan pajak merupakan sebuah gambaran yang digunakan untuk menggambarkan suatu kebijakan, kebijakan pajak yang dimaksud memiliki kejelasan tujuan, isi serta sasaran yang mudah untuk dimengerti sehingga tidak menimbulkan kesalahan presepsi (Muchtar 2011).

a. Kejelasan objek yang dikenakan pajak penghasilan.

b. Kejelasan subjek pajak penghasilan.

c. Kejelasan tarif pajak penghasilan,

d. Pemahaman tentang isi dari kebijakan pajak penghasilan.

Konsistensi Kebijakan Pajak Penghasilan (X2)

Konsistensi kebijakan pajak merupakan sifat yang dimiliki oleh suatu kebijakan, kebijakan pajak dianggap tetap dan tidak berubah-ubah. Konsistensi merupakan kunci dari keberhasilan implementasi kebijakan yang telah disusun oleh pemerintah, maka dari itu perlu untuk memperhatikan isi maupun arahan dari kebijakan tersebut (Fitria 2016).

a. Konsistensi objek pajak yang dikenakan pajak penghasilan.

b. Konsistensi tarif pajak untuk pajak penghasilan.

c. Konsistensi tanggal jatuh tempo pembayaran pajak penghasilan.

d. Konsistensi denda untuk pajak penghasilan.

Kemauan Membayar Pajak (Y)

Kemauan membayar pajak adalah suatu nilai yang dikontribusikan oleh seseorang, yang rela untuk berkontribusi (ditetapkan didalam peraturan), yang akan digunakan untuk membantu pembiayaan pengeluaran negara namun dengan tidak mendapatkan timbal jasa (kontraprestasi) secara langsung (Rantung and Adi 2009).

a. Melakukan konsultasi sebelum membayar pajak b. Dokumen yang berkaitan dengan pembayaran pajak.

c. Informasi mengenai cara ataupun tempat untuk membayar pajak.

d. Informasi mengenai batas waktu untuk pembayaran pajak.

e. Merancang alokasi dana untuk membayar pajak.

(13)

13 Teknik Analisis Data

Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas bertujuan untuk melakukan pengukuran kuesioner yang digunakan sebagai instrumen penelitian, pengujian ini akan mengetahui apakah kuesioner yang digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data telah disusun dengan tepat dan dapat diandalkan untuk penelitian ini.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melakukan penilaian terhadap model regresi berganda. Pengujian asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, heteroskedastisitas dan multikolinearitas.

Uji Regresi Berganda

Data yang telah diperoleh dari responden akan dianalisis menggunakan persamaan regresi berganda dengan tujuan untuk mengetahui adanya pengaruh dari masing-masing variabel. Berdasarkan hipotesis yang telah disusun maka persamaan regresi yang didapat adalah sebagai berikut:

Y = α + β𝑋 1 + β𝑋 2 + ε Y = kemauan membayar pajak

α = konstanta

β = Koefisien Regresi

𝑋 1 = Kejelasan kebijakan pajak penghasilan

𝑋 2 = Konsistensi kebijakan pajak penghasilan

ε = error

(14)

14 HASIL PENELITIAN

Gambaran umum objek penelitian dan profil responden

Pengumpulan data penelitian yang dilakukan adalah menggunakan kuesioner yang didistribusikan secara langsung kepada pelaku pajak perseorangan di Kota Salatiga, khususnya yang memiliki penghasilan. Kuesioner yang dapat didistribusikan kepada responden adalah sebanyak 150, perincian penyebaran, kuesioner yang diterima dan kuesioner yang dapat diolah adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Penyebaran dan Pengumpulan Data Jumlah kuesioner disebar

Jumlah kuesioner tidak kembali Jumlah kuesioner kembali Jumlah kuesioner tidak lengkap Jumlah kuesioner diolah

Tingkat pengembalian (response rate) (115/150 x 100%)

Tingkat pengembalian yang diolah (usable response rate)

(108/150 x 100%)

150 35 115 7 108 76,6 % 72%

Sumber : Data primer (diolah 2019)

Dari data tersebut, kuesioner yang didistribusikan kepada responden sebanyak

150. Namun, dari 150 kuesioner yang didistribusikan hanya 108 kuesioner yang

memenuhi kriteria. Terdapat 35 kuesioner yang tidak dikembalikan dan terdapat pula

7 kuesioner yang tidak memenuhi kriteria, seperti responden tidak memiliki NPWP.

(15)

15

Berdasarkan data yang telah didapatkan, dapat dijelaskan mengenai profil responden dalam penelitian ini. Profil responden ini berguna untuk mengetahui gambaran umum mengenai wajib pajak orang pribadi terkait dengan pajak penghasilan di Kota Salatiga yang menjadi responden dalam penelitian ini. (lihat tabel 3).

Tabel 3 Profil Responden

Karakteristik Jumlah

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

49 59 108 Usia

< 30 tahun 30 - 40 tahun

> 40 tahun Total

51 17 40 108 Pendidikan Terakhir

SMA DIII S1 Magister Other Total

24 15 60 2 7 108 Pekerjaan

PNS Swasta Other Total

39 44 25 108 Memiliki NPWP

Total 108

Sumber : Data Primer (diolah 2019)

Responden dalam penelitian ini merupakan wajib pajak orang pribadi di Kota

Salatiga, gambaran responden tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden

dalam penelitian ini merupakan pekerja swasta, Guru, Polisi maupun pekerja dibidang

lain. Responden dalam penelitian ini bersifat homogen, karena keseluruhan responden

dalam penelitian ini dilihat dari penghasilan yang diterima dari gaji.

(16)

16 Statistik Deskriptif

Untuk menggambarkan hasil dari jawaban responden yang telah didapatkan, maka digunakan rata-rata (mean) untuk mengetahui berapa rata-rata jawaban yang diberikan oleh responden untuk setiap pertanyaan, standar deviasi, nilai minimum dan juga maksimum. Hasil perhitungan stastistik deskriptif dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Statistik Deskriptif Variabel-Variabel Penelitian

Variabel N Minimum Maximum Mean Std.

Deviasi Kejelasan Kebijakan Pajak

Penghasilan

Konsistensi Kebijakan Pajak Penghasilan

Kemauan Membayar Pajak

108 108 108

2,60 2,83 2,86

5 5 5

3,69 3,70 4,09

0,56 0,50 0,44 Sumber : Data primer (diolah 2019)

Dari hasil rata-rata perhitungan pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa responden umumnya merasa cukup jelas dengan kebijakan pajak penghasilan. Nilai N yaitu sebesar 108 dalam hasil tersebut menunjukkan jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Rata-rata jawaban dari variabel kejelasan kebijakan pajak penghasilan adalah 3,69 sedangkan nilai terendah adalah 2,60 dan nilai tertinggi adalah 5. Hal tersebut juga selaras dengan konsistensi kebijakan pajak penghasilan, hasil perhitungan menunjukkan bahwa umumnya responden merasa kebijakan pajak penghasilan cukup konsisten.

Rata-rata dari jawaban reponden untuk konsistensi kebijakan pajak

penghasilan adalah 3,70 dan nilai terendah adalah 2,83 sedangkan nilai tertinggi adalah

5. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 3, rata-rata responden memiliki kemauan

yang tinggi untuk melakukan pembayaran pajak. Hal ini dibuktikan dengan hasil

perhitungan dengan angka 4,09 yaitu rata-rata menjawab setuju dengan pernyataan

yang telah diberikan dan nilai terendah sebesar 2,86 dengan nilai tertinggi sebesar 5.

(17)

17 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji Validitas

Validitas dalam penelitian ini menggunakan Teknik item to total corerelation dan melihat nilai r hitung yang hasilnya akan diperbandingkan dengan nilai r tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 atau 5%. Jumlah data yang dapat diolah sebesar 108 data dari responden sehingga dari jumlah tersebut didapatkan nilai r tabel sebesar 0,187, berikut hasil perhitungan uji validitas.

Tabel 5 Hasil Uji Validitas

Variabel Nilai R

Hitung

Nilai R Tabel

Nilai Sig.

Keterangan Kejelasan Kebijakan Pajak

Penghasilan X1.1

X1.2 X1.3 X1.4 X1.5

0,798 0,724 0,862 0,821 0,682

0,187 0,187 0,187 0,187 0,187

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Valid Valid Valid Valid Valid Konsistensi Kebijakan Pajak

Penghasilan X2.1

X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6

0,794 0,775 0,856 0,807 0,726 0,707

0,187 0,187 0,187 0,187 0,187 0,187

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Kemauan Membayar Pajak

Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7

0,779 0,801 0,778 0,662 0,833 0,669 0,694

0,187 0,187 0,187 0,187 0,187 0,187 0,187

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000

Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Sumber : Data primer (diolah 2019)

Hasil perhitungan Tabel 4 menunjukkan bahwa setiap pertanyaan kuesioner

yang disajikan utuk variabel independen maupun variabel dependen memiliki nilai r

hitung > r Tabel dan nilai signifikansi < 0,05, sehingga dari hasil tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa semua item pertanyaan yang ada didalam kuesioner dapat

dinyatakan valid.

(18)

18 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas yang digunakan untuk menguji pertanyaan pada kuesioner penelitian ini adalah dengan menggitung Cronbach’s Alpha dari variabel penelitian.

. Tabel 6 Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Cronbach Alpha Keterangan

Kejelasan Kebijakan Pajak Penghasilan (X1) Konsistensi Kebijakan Pajak Penghasilan (X2) Kemauan Membayar Pajak (Y)

0,836 0,869 0,866

Reliabel Reliabel Reliabel Sumber : Data primer (diolah 2019)

Uji reliabilitas pada Tabel 5 memberikan hasil bahwa seluruh instrumen dapat dikatakan reliabel, hal ini dapat dilihat dari perhitungan yang ada. Hasil tersebut memberikan indikasi bahwa seluruh instrument penelitian mempunyai nilai diatas 0,6 yang artinya instrumen tersebut dapat dinyatakan reliabel.

Uji Asumsi Klasik

Data yang telah didapatkan akan dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu sebulum melakukan uji regresi berganda. Dari hasil pengujian asumsi klasik yaitu uji normalitas, multikolinearitas serta heteroskedastisitas menunjukkan bahwa data yang diperoleh telah lolos dari uji asumsi klasik. (lihat pada lampiran 2).

Pengujian Hipotesis

pengujian hipotesis berguna untuk mengetahui pengaruh kejelasan dan konsistensi kebijakan pajak penghasilan terhadap kemauan untuk membayar pajak dengan menggunakan uji regresi berganda. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 7 Hasil Uji Regresi

Variabel Beta Nilai t Sig. Keterangan

X1 0,289 2,136 0,035 H1 Diterima

X2 0,312 2,307 0,023 H2 Diterima

R Square 0.327

Sumber : Data primer (diolah 2019)

(19)

19

Berdasarkan jumlah data yang diolah, yaitu sebanyak 108 responden maka didapatkan nilai r tabel sebesar 1.982 yang diperoleh dari t = (0.05/2 ; n-k-1). Dari hasil uji regresi berganda untuk hipotesis 1 pada Tabel 6 diketahui bahwa, nilai t hitung 2,136 > t tabel 1,982 nilai signifikansi yang didapatkan sebesar 0,035 yang berarti lebih kecil dari 0.05. Perolehan tersebut dapat dinyatakan jika kejelasan kebijakan pajak penghasilan diindikasikan memiliki pengaruh dengan kemauan dalam melaksanakan pembayaran pajak, sehingga H1 diterima.

Hipotesis 2 dari hasil perhitungan pada Tabel 6, didapatkan nilai t hitung 2,307

> t tabel 1,982 didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,023 yang menjelaskan jika kurang dari 0,05. Melalui perhitungan ini didapatkan kesimpulan yaitu H2 Diterima.

Hal ini menunjukkan bahwa variabel konsistensi kebijakan pajak penghasilan diindikasikan dapat mempengaruhi kemuan dalam melakukan pembayaran pajak oleh pelaku pajak orang pribadi.

Hasil perhitungan 𝑅 2 adalah sebesar 0,327, kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil tersebut adalah, bahwa variabel independen terbukti berpengaruh secara signifikan dengan variabel dependen. Variansi variabel dependen yakni kemauan pelaku pajak dalam melakukan pembayaran pajak, dapat secara statistik dijelaskan oleh variabel independen yakni kejelasan kebijakan pajak penghasilan dan konsistensi kebijakan pajak penghasilan sebesar 32,7%, sedangkan 67,3 % yang menjadi sisa dari perhitungan tersebut dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan pada penelitian ini.

PEMBAHASAN

Hasil yang didapatkan dari perhitungan hipotesis 1 menunjukkan bahwa, semakin baik kejelasan kebijakan pajak penghasilan maka kemauan dari pelaku pajak untuk membayar pajak akan semakin bertambah. Hasil tersebut selaras dengan penelitian yang telah dilaksanakan oleh Muchtar (2011), semakin jelas kebijakan pajak maka akan mendorong kemauan pelaku pajak dalam melakukan pembayaran pajak.

Ketika banyak pelaku pajak yang terdorong untuk melakukan pembayaran pajak maka

akan meningkatkan pula pendapatan yang diperoleh negara melalui pajak.

(20)

20

Kebijakan yang memiliki kejelasan tentang isi yang ingin disampaikan melalui kebijakan tersebut, maka pelaku pajak yang menjadi objek dari kebijakan tersebut akan mudah untuk mengerti apa yang ingin disampaikan dari isi kebijakan perpajakan.

pembuktian penelitian ini telah dilaksankan oleh Prajogo dan Widuri (2013), Ketika pelaku pajak mengerti akan isi dari kebijakan pajak penghasilan. Maka, pelaku pajak akan terdorong untuk memenuhi kewajibannya sebagai pelaku pajak. Karena telah mengetahui bagaimana cara menghitung pajak penghasilan, apa saja kewajiban yang harus dipenuhi dan juga hak-hak yang perlu didapatkan yang telah disampaikan didalam kebijakan pajak penghasilan.

Berdasarkan pengujian hipotesis 2 didapatkan hasil bahwa, variabel konsistensi kebijakan pajak penghasilan terbukti memiliki pengaruh terhadap kemauan pelaku pajak dalam melakukan pembayaran pajak. Hasil tersebut selaras dengan penelitian Muchtar (2011), konsistensi kebijakan yang baik akan membantu wajib pajak untuk mengetahui kebijakan pajak yang berlaku, karena ketika kebijakan pajak konsisten dan berkepastian akan memberikan pengaruh pada kemauan pelaku pajak saat melakukan pembayaran pajak. Sehingga, jika kemauan untuk melaksanakan pembayaran pajak naik akan meningkatkan juga penerimaan negara yang berasal dari pajak.

Artinya, dari kebijakan pajak penghasilan yang disampaikan, wajib pajak merasa bahwa kebijakan tersebut sudah cukup konsisten yang ditunjukkan dengan isi kebijakan yang tidak sering berubah-ubah. Sehingga, ketika konsistensi kebijakan pajak penghasilan semakin baik maka hal tersebut akan mempengaruhi dan memberikan nilai tambah bagi kemauan dari pelaku pajak untuk melaksanakan pembayaran pajak penghasilan.

Tidak hanya unsur kejelasan yang dapat mempengaruhi baik tidaknya suatu

kebijakan, namun konsistensi yang baik juga terbukti memberikan pengaruh terhadap

kemauan untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak. Hal ini selaras dengan

penelitian yang telah dilaksanakan oleh Fitria (2016), bahwa keberhasilan serta

efektifitas suatu kebijakan tidak hanya diukur dari jelas atau tidaknya kebijakan

tersebut. Namun, konsistensi dari kebijakan yang berkaitan juga memiliki peran yang

cukup penting.

(21)

21

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kejelasan dan konsistensi kebijakan pajak penghasilan memiliki pengaruh bagi kemauan pelaku pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak. Sehingga, untuk meningkatkan pendapatan yang didapatkan negara yang bersumber dari pajak. Maka, pemerintah perlu untuk memberikan perhatian yang lebih untuk setiap kebijakan perpajakan yang diberlakukan, baik untuk penyampaian ataupun konsistensi kebijakan yang ingin diberlakukan.

PENUTUP Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kejelasan kebijakan pajak penghasilan dan konsistensi kebijakan pajak penghasilan terbukti memiliki pengaruh terhadap kemauan pelaku pajak di Kota Salatiga dalam membayar pajak.

Pelaku pajak memiliki penilaian yang baik atas kejelasan serta konsistensi kebijakan pajak penghasilan, sehingga pelaku pajak di Kota Salatiga cukup mengerti ketentuan kebijakan pajak penghasilan yang berakibat pada meningkatnya kemauan dalam melakukan pembayran pajak.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah data responden yang

menjadi sumber data dalam penelitian ini kurang teridentifikasi secara mendalam,

responden dalam penelitian ini merupakan wajib pajak orang pribadi yang bekerja

dengan sumber penghasilan dari gaji. Keterbatasan yang ada dalam penelitian ini

adalah sumber penghasilan yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi tidak

teridentifikasi, sehingga peneliti tidak tahu wajib pajak tersebut hanya berpenghasilan

dari gaji atau memiliki tambahan penghasilan dari usaha lain. Dampak dari

keterbatasan tersebut merujuk pada kurangnya keakuratan informasi penghasilan

pelaku pajak yang diterima, hal ini disebabkan penghasilan tidak diketahui bersumber

hanya berasal dari gaji atau gabungan dari penghasilan lainnya.

(22)

22 Saran

Saran secara teknis untuk hasil temuan penelitian, masih terdapat beberapa responden yang belum sepenuhnya merasa jelas dengan kebijakan pajak penghasilan.

Sehingga untuk pemerintah, diharapkan untuk lebih memperhatikan kejelasan penyampaian tatacara membayar pajak penghasilan. Pemerintah, khususnya Direktorat jenderal pajak dapat lebih memberikan sosialisasi mengenai penjelasan tentang besar pendapatan yang dikenakan pajak penghasilan, tarif pajak penghasilan maupun bagaimana cara untuk menghitung pajak penghasilan yang dibebankan.

Sosialisasi akan lebih efektif karena DJP dapat secara langsung berkomunikasi dengan pelaku pajak, sehingga dapat mengerti bagian mana yang masih dirasa kurang jelas maupun kurang konsisten oleh pelaku pajak.

Saran untuk keterbatasan penelitian adalah penelitian mendatang dapat lebih

rinci memberikan pertanyaan kepada responden terkait dengan sumber pendapatan

yang diterima. Penelitian selanjutnya dapat menambah pertanyaan mengenai sumber

penghasilan yang didapatkan, untuk mengetahui penghasilan yang diterima hanya

berasal dari gaji atau memiliki usaha lain sebagai tembahan penghasilan.

(23)

23 DAFTAR PUSTAKA

Arviana, Nerissa, and Arja Sadjiarto. 2014. "Pengaruh Pemahaman Peraturan, Omset, Pemeriksaan, Sanksi, Relasi Sosial, dan Persaingan Usaha Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Restoran di Mojokerto Tahun 2014." Tax & Accounting Review Vol. 04 No. 01:

1-9.

Fitria, Nurul. 2016. "Konsistensi Pemerintah Daerah Kota Pekanbaru dalam Menjaga Ketertiban Umum." Jom FISIP Vol. 03: 1-15.

Haedar, Akib. 2010. "Implementasi Kebijakan: apa, mengapa dan bagaimana." Jurnal Administrasi Publik Vol 1 No 1: 1-11.

Hardiningsih, Pancawati. 2011. "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak." Dinamika Keuangan dan Perbankan Vol.3 No.1: 127-143.

Herryanto, Marisa, and Agus Arianto Toly. 2013. "Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kegiatan Sosialisasi Perpajakan dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan di KPP Pratama Surabaya Sawahan." Tax & Accounting Review Vol. 1 No. 1.

Indonesia, CNN. 2018. Berita Ekonomi.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180103134916-532-266411/pemerintah- didesak-bikin-kebijakan-pajak-yang-konsisten.

Indonesia, CNN. 2018. Lima Mitos dan Fakta Tax Amnesty Versi Yustinus Prastowo.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20160830170610-78-154912/lima-mitos- dan-fakta-tax-amnesty-versi-yustinus-prastowo.

Kementrian Keuangan. 2017. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

https://www.kemenkeu.go.id/apbn2017.

Keuangan, Kementrian. 2018. Kemenkeu.go.id.

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-turunkan-pph-final-umkm- jadi-0-5/.

Masinambow, Andree. 2013. "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado." Jurnal EMBA Vol.1 No.04: 1857-1867.

Muchtar, Ferry M. 2011. "Pengaruh Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan Terhadap Penerimaan Pajak Daerah Provinsi Jawa Barat." Jurnal Indonesia Membangun Vol. 10 No. 1: 1-17.

Mutiasari, Muh Nur Yamin, and Syamsul Alam. 2016. "Implementasi Kebijakan Perizinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat pada Kepolisian Resort (Polres) Kota Kendari." e-Journal-Publica Vol. 1 No. 1: 1-14.

Permadi, Tedi, Azwir Nasir, and Yuneita Anisma. 2013. "Studi Kemauan Membayar Pajak

pada Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Kasus pada KPP

Pratama Tampan Pekanbaru)." Jurnal Ekonomi Vol 21 No.2: 1-18.

(24)

24

Poli, Vicky. 2015. "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Memenuhi Kewajiban Membayar Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bitung." Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi Volume 15 No. 03: 210-221.

Prajogo, Josephine Nidya, and Retnaningtyas Widuri. 2013. "Pengaruh Tingkat Pemahaman Peraturan Pajak Wajib Pajak , Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, dan Presepsi atas Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM di Wilayah Sidoarjo."

Tax & Accounting Review Vol. 3 No. 2: 1-12.

Ramdhani, Abdullah, and Muhammad Ali Ramdhani. 2017. "Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik." Jurnal Publik Vol.11 No.01: 1-12.

Rantung, Tatiana Vanessa, and Priyo Hari Adi. 2009. "Dampak Program Sunset Policy Terhadap Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak." Makalah Simposium Nasional Perpajakan II 1-22.

Sawyer, J. E. 1992. "Goal and Process Clarity: Specification of Multiple Constructs of Role Ambiguity and a Structural Equation Model of Their Antecedents and Consequences."

Journal of Applied Psychology Vol. 77: 130-142.

Siti, Nurlaela. 2014. "Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman, Kesadaran, Presepsi Terhadap Kemauan Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Melakukan Pekerjaan Bebas." Jurnal Paradigma Vol.11 No.02: 89-101.

Tanjung, Sally, and Elisa Tjondro. 2013. "Pengaruh Kebijakan Perpajakan, Peraturan Perpajakan, Sanksi Administrasi dan Pemeriksaan Pajak, Persepsi Wajib Pajak Terhadap Perencanaan Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi yang Merupakan Klien dari Kantor Konsultan Pajak X." Tax & Accounting Review Vol. 1 No. 1: 146-151.

Watung, Debora Natalia. 2013. "Analisis Perhitungan dan Penerapan Pajak Penghasilan Pasal

21 serta Pelaporannya." Jurnal EMBA Vol. 1 No. 3: 265-273.

(25)

25

LAMPIRAN 1 KUESIONER PETUNJUK

Berilah tanda (X) atau (V) pada jawaban yang Bapak / Ibu anggap sesuai dengan pendapat Bapak / Ibu responden sesuai dengan kriteria jawaban sebagai berikut :

SK : Sangat Kurang K : Kurang

C : Cukup B : Baik

SB : Sangat Baik

STS : Sangat Tidak Setuju TS : Tidak Setuju

R : Ragu S : Setuju

SS : Sangat Setuju

PENGARUH KEJELASAN KEBIJAKAN PAJAK DAN KONSISTENSI KEBIJAKAN PAJAK TERHADAP KEMAUAN MEMBAYAR PAJAK OLEH

WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI KOTA SALATIGA Kejelasan kebijakan pajak

No. Pertanyaan SK K C B SB

1. Kejelasan objek yang dikenakan atas pajak penghasilan.

2. Kejelasan siapa saja yang wajib membayar pajak penghasilan.

3. Kejelasan batas minimal pendapatan yang dikenakan pajak penghasilan.

4. Kejelasan cara menghitung pajak penghasilan yang harus dibayarkan.

5. Pemahaman wajib pajak mengenai isi kebijakan pajak penghasilan.

Konsistensi Kebijakan Pajak

No. Pertanyaan SK K C B SB

1. Konsistensi objek yang dikenakan pajak penghasilan 2. Konsistensi batas minimal penghasilan yang

dikenakan pajak penghasilan.

(26)

26

3. Konsistensi besarnya PTKP (Pendapatan Tidak Kena Pajak) sebagai pengurang pendapatan.

4. Konsistensi tarif yang dikenakan untuk pajak penghasilan.

5. Konsistensi tanggal jatuh tempo pembayaran pajak penghasilan.

6. Konsistensi besarnya denda yang dikenakan untuk pajak penghasilan.

Kemauan Membayar Pajak (willingness to pay tax)

No. Pertanyaan STS TS R S SS

1. Saya selalu menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk membayar pajak.

2. Saya selalu berusaha mencari informasi mengenai tempat dan cara membayar pajak.

3. Saya berusaha mencari tahu tentang informasi batas waktu pembayaran pajak.

4. Sebelum melakukan pembayaran pajak, saya melakukan konsultasi dengan pihak yang paham tentang peraturan pajak.

5.. Saya menyampaikan SPT atas kemauan dan keinginan saya sendiri.

6. Saya mengalokasikan dana untuk membayar pajak.

7. Saya membayar pajak sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Sumber : Hardiningsih (2011)

(27)

27

LAMPIRAN 2 HASIL UJI ASUMSI KLASIK Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 108

Normal Parameters

a,b

Mean .0000000

Std. Deviation .36707550

Most Extreme Differences Absolute .077

Positive .049

Negative -.077

Test Statistic .077

Asymp. Sig. (2-tailed) .123

c

Sumber : data primer (diolah 2019) Hasil Uji Multikolinearitas

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 2.218 .270 8.227 .000

X1 .228 .107 .289 2.136 .035 .349 2.864

X2 .279 .121 .312 2.307 .023 .349 2.864

Sumber : data primer (diolah 2019)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficients

a

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) .355 .158 2.254 .026

X1 -.108 .062 -.281 -1.726 .087

X2 .091 .071 .209 1.286 .201

Sumber : data primer (diolah 2019)

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pelayanan jemput bola di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Batang dilakukan oleh 5 marketing (Hery Rusyadi, Reza Widi Saksana, Sigit Sumartomo, Gunawan Widodo

Puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan

Mengingat skala prioritas teknologi pengolahan sampah yang terpilih relatif tidak sensitif terhadap perubahan preferensi aspek lingkungan, sosial, teknis, dan ekonomi, maka

Berdasarkan data dan analisis data yang telah dilakukan pada penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa Alat ukur kadar air pada gabah dengan sistem sensor yang terdiri dari LED,

Jika dikaitkan dengan teori dari Whetten &amp; Cameron (1991, dalam David S. Cameron, 1992), ketiga faktor lingkungan tersebut mempengaruhi pengalaman anak dalam memecahkan

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

Sejak adanya Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) penghasilan masyarakat Desa Kalikurmo mengalami peningkatan yang berpengaruh terhadap kemampuan

Proses ini akan menghasilkan hasil dari sebuah klasifikasi pada dokumen rekam medis untuk digunakan proses informasi ekstraksi teks kedalam database yang akan