• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbedaan Kesiapan Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) Antara Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Anak dari Orangtua Tunggal Dengan Orangtua Utuh

Wenny Febryanti

Prof. Dr. M.M.W. Tairas, MA

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya e-mail: weny.febrianti@yahoo.com

Abstract

The main purpose of this research was to find out the differences of school readiness kindergarten between children from single parent and intact parents. Family structure is a variable X (the independent variable) which consists of two variables: the single parent (X1) and the intact parent (X2). School readiness is a variable Y (dependent variable). School readiness is comprised of five domains of social competence, health and physical well-being, emotional maturity, language and cognitive development, and communication skills and general knowledge. This research was conducted on 36 kindergarten students level B in Surabaya. Of the total subjects were 36 students consisted of 18 students who from single parent and 18 students who from intact parents. The sampling technique used was purposive sampling. Data collection tool by adopting the questionnaire Early Development Instrument (EDI), which consists of 103 items. Data analysis was performed with independent sample t-test technique using SPSS 19.0 for windows. The result of the analysis of research data obtained t value of 6.45 with a mean difference of 2.32.

This suggests that there are very significant differences of school readiness in kindergarten student from a single parent and intact parents.

Keywords: school readiness, kindegarten students, single parent, intact parents

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kesiapan sekolah Taman Kanak- Kanak (TK) antara anak dari orangtua tunggal dengan orangtua utuh. Struktur keluarga merupakan variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas 2 variabel yaitu orangtua tunggal (X1) dan orangtua utuh (X2). Kesiapan sekolah merupakan variabel Y (variabel tergantung). Kesiapan sekolah terdiri dari lima domain yaitu kompetensi sosial, kesehatan dan kesejahteraan fisik, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif serta keterampilan komunikasi dan pengetahuan umum. Penelitian ini dilakukan pada 36 siswa TK tingkat B di Surabaya. Jumlah subjek penelitian sebanyak 36 siswa. Dari jumlah subyek sebanyak 36 siswa tersebut terdiri atas 18 siswa yang berasal dari orangtua tunggal dan 18 siswa yang bersal dari orangtua utuh. Dengan menggunakan teknik sampling yaitu purposive sampling. Alat pengambilan data dengan mengadopsi kuesioner Early Development Instrument (EDI) yang terdiri atas 103 aitem. Analisis data dilakukan dengan teknik independent sample t-test dengan bantuan program statistik SPSS versi 19. Hasil analisis data penelitian diperoleh nilai t sebesar 6,45 dengan perbedaan mean sebesar 2,32. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan sangat signifikan kesiapan sekolah anak Taman Kanak-Kanak (TK) yang berasal dari orangtua tunggal dan orangtua utuh yang sangat signifikan.

Kata Kunci: kesiapan sekolah, anak TK, orangtua tunggal, orangtua utuh

(2)

PENDAHULUAN

Pendidikan Nasional menggariskan lima misi utamanya, dimana salah satunya adalah membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemerintah Indonesia mengakui bahwa pendidikan itu penting dan mengupayakan pendidikan sejak usia dini. Program PAUD sendiri dimaksudkan untuk memberikan fasilitasi pendidikan yang sesuai bagi anak, agar anak pada saatnya memiliki kesiapan baik secara fisik, mental, maupun sosial/emosional dalam rangka memasuki pendidikan lebih lanjut (Latief, dkk., 2013).

Kesiapan sekolah memiliki peranan penting bagi anak dimana salah satunya adalah terkait prestasi sekolah nantinya. Zyl (2011) menemukan bahwa kesiapan sekolah memiliki hubungan yang signifikan dengan prestasi akademik di kelas 1 dan kelas 4.

Kesiapan sekolah sebagai faktor penting dalam p r e s t a s i p e n d i d i k a n , p e r ke m b a n g a n d a n pembelajaran anak, penyelesaian sekolah termasuk sekolah dasar dan kesuksesan di masa dewasa (Britto

& Rana, 2012). Pemerintah Indonesia sendiri juga memandang kesiapan sekolah sebagai salah satu hal yang penting bagi anak-anak untuk mengikuti pendidikan dasar serta menyangkut strategi

pembangunan masyarakat dan ekonomi yang berkelanjutan (NSCDC, 2007 dalam Pandia, dkk., 2012). Dengan demikian, diharapkan tingkat pengulangan kelas dan putus sekolah siswa kelas satu dan dua sekolah dasar (SD) semakin berkurang (Pandia, dkk., 2012).

Sebaliknya jika anak belum memiliki kesiapan, mereka akan frustasi bila ditempatkan di lingkungan akademis. Berbagai bentuk perilaku sebagai cerminan frustasi ini diantaranya adalah untuk menarik diri, berlaku acuh tak acuh, menunjukkan gejala-gejala sakit fisik, atau kesulitan menyelesaikan tugasnya di sekolah (Rowen dkk, 1980 dalam Sullistyaningsih, 2005). Anak-anak yang tidak memiliki kesiapan sekolah, mereka masuk sekolah tanpa cukup siap untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan aktivitas di kelas. Hal ini dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka dan berhubungan dengan masalah perilaku (Ladd, dkk., 1999 dalam Britto &

Rana, 2012). Sedangkan menurut Hurlock (2007 dalam Handari, 1998) akan menimbulkan rasa tertekan dan terpaksa dalam melakukan sesuatu termasuk belajar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan dalam bidang pendidikan.

Beberapa kasus kegagalan di bidang pendidikan terjadi di Indonesia. Salah satunya meningkatnya angka tidak naik kelas dari tahun ke tahun. Angka mengulang kelas yang masih cukup tinggi di SD/MI

(3)

yakni sebanyak 841.662 siswa pada tahun 2002/2003.

Kondisi ini menunjukkan bahwa kesiapan memasuki Sekolah Dasar (SD) masih rendah (Ali, 2009).

Dibandingkan dengan negara Kazakhstan, Kenya, Cina, India, Philipina, dan Thailand, ternyata Indonesia memiliki angka tidak naik kelas tertingggi di banding Negara lain (Choi, 2005). Hal ini menjadi suatu permasalahan tersendiri bagi Negara Indonesia untuk lebih mempersiapkan peserta didiknya memasuki pendidikan dasar.

Terbukti ternyata memang kesiapan anak di Indonesia belum mencapai secara optimal. Suatu penelitian membandingkan kemampuan anak-anak Indonesia dengan anak-anak di Negara Kanada, Australia, Indonesia, Meksiko, Yordania, Cile, Mozambik, Filipina. Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum m e n c a p a i p o te n s i y a n g m a k s i m a l d a l a m mempersiapkan anak agar berhasil dan mampu menyesuaikan diri dengan baik di sekolah dan luar sekolah (Potret perkembangan anak usia dini di Indonesia, 2010).

Kesiapan sekolah anak yang satu belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini tidak hanya disebabkan faktor anak saja. Anak tidak secara bawaan dikatakan siap atau tidak siap untuk sekolah (Janus, 2000).

Ketrampilan dan perkembangannya juga dipengaruhi kuat keluarga mereka dan melalui interaksinya

dengan orang lain dan lingkungan sebelum masuk ke sekolah (Maxwell & Clifford, 2004). Pengalaman di keluarga berdampak pada kesiapan sekolah (Walker, 1994 dalam Luneburg, 2000).

Banyak penelitian yang setuju bahwa variabel keluarga paling penting dalam perkembangan anak.

Keluarga dan suasana hidup keluarga sangat b e r p e n g a r u h a t a s t a r a f - t a r a f p e r m u l a a n perkembangan (Gunarsa & Gunarsa, 2012). Salah satu f a k t o r d a l a m l i n g k u n g a n k e l u a r g a y a n g mempengaruhi perkembangan anak adalah struktur keluarga. Janus & Duku (2007) menyatakan bahwa ada hubungan kesiapan sekolah dengan variabel sosioekonomi, kesehatan dan struktur keluarga.

Status sebagai orang tua tunggal berhubungan signifikan dengan skor pada kelima domain EDI (Early Development Instrument).

Hair, dkk (2006) menemukan bahwa anak dengan resiko sosial/emosional dan resiko kesehatan memiliki faktor sosio-demografik yang beresiko dengan karakteristik latar belakangnya (penghasilan rendah, orang tua tunggal dan remaja, minoritas, dll), sedangkan anak dengan kekuatan pada semua dimensi kesiapan sekolah (kesehatan fisik, perkembangan sosio-emosional, pendekatan belajar, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif ) secara umum berasal dari latar belakang yang menguntungkan. Rafoth, dkk (2004) menyatakan

(4)

bahwa anak yang berasal dari orang tua utuh cenderung lebih memiliki kesiapan sekolah dibanding anak yang berasal dari orang tua tunggal.

Chilton (1991) melakukan penelitian terkait pengaruh struktur keluarga terhadap kesiapan sekolah.

Hasilnya menyatakan bahwa anak yang dibesarkan orang tua utuh mendapatkan skor kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan anak yang dibesarkan orang tua tunggal.

Tetapi di sisi lain Derrick (1977) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam kinerja kognitif anak yang dikarenakan struktur keluarga dan jenis kelamin anak (dalam Chilton, 1991).

Ferrell (2009) juga tidak menemukan perbedaan nilai akademik antara siswa yang tinggal dengan orang tua tunggal dan orang tua utuh. Anak dari keluarga orangtua tunggal juga lebih mandiri karena mereka memiliki lebih banyak tanggung jawab pekerjaan rumah tangga (Amato, 1987; Coley, 1998; Walker &

Hennig, 1997 dalam Papalia, dkk., 2008).

Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut, penulis ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan kesiapan sekolah Taman Kanak-Kanak (TK) antara anak dari orangtua tunggal dengan orangtua utuh.

KESIAPAN SEKOLAH

Kesiapan sekolah harus dipahami tidak hanya sekedar keterampilan kognitif, tapi lebih sebagai konsep holistik yang menyertakan beberapa area

perkembangan seperti kognitif, sosio-emosional, dan fisik (Jimerson, Egeland, & Teo, 1999; Love et al., 1994;

Meisels, 1999 dalam Janus & Offord, 2007). Kesiapan sekolah berbeda dengan kesiapan belajar. Kesiapan belajar mengacu pada keadaan neurosistem anak yang siap untuk mengembangkan berbagai ketrampilan dan neuropathways berdasarkan stimulus yang diterimanya. Seorang anak yang siap belajar adalah sejak lahir bahkan di dalam rahim. Sedangkan kesiapan sekolah merupakan konsep yang sempit lagi, berfokus pada kemampuan anak untuk memenuhi tuntutan tugas sekolah (Janus, dkk., 2007). Seperti senang bereksplorasi dan bertanya, kemampuan memegang pensil, mendengarkan guru, bermain dan bekerja dengan anak lain, mengingat dan mengikuti aturan. Menurut Janus (2006) bahwa untuk mengukur kesiapan sekolah anak-anak dari lima domain yaitu kompetensi sosial, kesehatan dan kesejateraan fisik, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif, keterampilan komunikasi dan pengetahuan umum. Sedangkan faktor-faktor yang berkontribusi pada kesiapan sekolah adalah status sosioekonomi, struktur keluarga, kesehatan anak dan orang tua, dan keterlibatan orangtua pada perkembangan keaksaraan (Janus & Duku, 2007).

METODE PENELITIAN

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik pengumpulan data adalah

(5)

penelitian kuantitatif. Struktur keluarga merupakan variabel X (variabel bebas) yang terdiri atas 2 variabel yaitu orangtua tunggal (X1) dan orangtua utuh (X2).

Orangtua utuh adalah orangtua yang terdiri atas ayah dan ibu kandung yang masih lengkap keduanya dan bertanggung jawab merawat anaknya secara bersama.

Orangtua tunggal adalah keluarga yang hanya terdiri dari ibu saja yang bertanggung jawab merawat anak setelah perceraian. Kesiapan sekolah merupakan variabel Y (variabel tergantung) yaitu kemampuan anak baik keterampilan kognitif dan non kognitif untuk memenuhi tuntutan tugas sekolah yang melibatkan serangkaian domain-domain diantaranya kesehatan dan kesejahteraan fisik, kompetensi sosial, kematangan emosi, perkembangan bahasa dan kognitif, ketrampilan komunikasi dan pengetahuan umum. Subyek dalam penelitian adalah murid taman kanak-kanak tingkat B yang diasuh ibu kandung sebagai orangtua tunggal karena perceraian dan yang diasuh kedua orangtua kandung di Surabaya. Teknik sampling digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data

dengan mengadopsi alat ukur EDI (Early Development Instrument) yang disusun oleh Dr.

Offord dan Dr. Magdalena Janus yang dikembangkan di Offord Centre of Child Studies, McMaster University (Hamilton, Ontario, Canada) tahun 1998 dan selesai pada tahun 2000. Teknik analisa data

kuantitatif yang digunakan dalam penelitian adalah uji beda parametrik. Teknik statistik parametrik yang digunakan untuk menguji hipotesa komparatif data ratio atau interval adalah teknik statistik t-test (Sugiyono, 2012).

HASIL ANALISIS DATA

Hasil analisis data menunjukkan bahwa mean kesiapan sekolah dari orangtua utuh sebesar 9,20, sedangkan mean kesiapan sekolah dari orangtua tunggal sebesar 6,88. Meskipun data tidak homogen, masih bisa menggunakan uji t. Namun analisis data menggunakan asumsi tidak homogen yakni terdapat pada tabel independent samples t-test baris kedua.

Berdasarkan hasil analisis data, pada kolom Sig. (2 tailed) menunjukkan nilai 0. Menurut teori bahwa jika signifikansi kurang dari 0,05 maka ada perbedaan pada taraf signifikansi 5 %. Dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif dalam penelitian ini diterima.

Berdasarkan kaidah uji hipotesa alternatif jika p<0,01 maka sangat signifikan (Hadi, 1997).

PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kesiapan sekolah anak taman kanak-kanak yang berasal dari orangtua tunggal dan orangtua utuh. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, didapatkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kesiapan sekolah anak yang berasal dari orangtua tunggal dengan orangtua

(6)

utuh. Hal ini dapat diketahui dari nilai signifikansi 0 (Sig. < 0,05) yang berarti bahwa hipotesis kerja diterima dan hipotesis nihil ditolak. Hipotesis kerja dalam penelitian ini adalah ada perbedaan kesiapan sekolah anak yang berasal dari orangtua tunggal dengan orangtua utuh.

Pada penelitian ini, kelompok subyek yang berasal dari orangtua utuh mempunyai mean kesiapan sekolah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok subyek yang berasal dari orangtua tunggal. Hal ini bisa dilihat dari mean kesiapan sekolah dari orangtua utuh sebesar 9,20, sedangkan mean kesiapan sekolah dari orangtua tunggal sebesar 6,88. Perbedaan mean antara dua kelompok dalam penelitian ini sebesar 2,32. Hal tersebut juga terjadi pada kelima domain kesiapan sekolah. Anak yang berasal dari orangtua tunggal memiliki nilai mean yang lebih rendah dibanding anak yang bersal dari orangtua utuh pada semua domain.

Penemuan tersebut sesuai dengan pendapat Rafoth, dkk (2004) menyatakan bahwa anak yang berasal dari orang tua utuh cenderung lebih memiliki kesiapan sekolah dibanding anak yang berasal dari orang tua tunggal. Pendapat ini didukung juga oleh penelitian yang dilakukan oleh Hair, dkk (2006) menemukan bahwa anak yang berasal dari orangtua utuh memiliki kekuatan pada semua dimensi kesiapan sekolah (kesehatan fisik, perkembangan

sosio-emosional, pendekatan belajar, perkembangan bahasa, perkembangan kognitif ). Chilton (1991) menemukan bahwa anak yang dibesarkan orang tua utuh mendapatkan skor kesiapan sekolah lebih tinggi dibandingkan anak yang dibesarkan orang tua tunggal.

Hasil penelitian ini mendukung teori Urie B ro n f e n b re n n e r ya n g m e nya t a k a n b a hwa perkembangan anak termasuk kesiapan sekolah dipengaruhi lingkungannya. Salah satunya adalah lingkungan keluarga, yang termasuk dalam sistem mikrosistem dimana anak bertindak mempengaruhi sistem ini dan juga dipengaruhi sistem ini. Untuk memahami anak dalam keluarga, kita harus melihat lingkungan keluarga tersebut yaitu atmosfer dan struktur atau komposisinya (Papalia, dkk., 2008).

(7)

Perubahan komposisi dalam keluarga yang termasuk pada sistem kronosistem, dapat menyebabkan keutuhan keluarga menjadi terganggu.

Setiap keluarga adalah sebuah sistem yaitu suatu kesamaan yang dibentuk oleh bagian- bagiannya yang saling berhubungan dan berinteraksi (Santrock, 2007). Berdasarkan teori sistem keluarga bahwa semua yang terjadi pada setiap anggota keluarga berdampak pada anggota lain dalam keluarga (Goldenberg & Goldenberg, 2007 dalam Olson & DeFrain, 2011). Hal ini d i k a re n a k a n a n g go t a ke l u a rg a s a l i n g berhubungan dan beroperasi sebagai sebuah kelompok, kelompok ini disebut sistem keluarga.Carl Whitaker (1992 dalam dalam Olson

& DeFrain, 2011) menyatakan bahwa manusia

sangat terkait erat dengan keluarganya.

Apabila terjadi perubahan pada satu anggota keluarga maka anggota keluarga lain pasti mengalami perubahan untuk mencapai suattu keseimbangan. Berdasarkan teori sistem keluarga, perubahan adalah suatu proses yang sulit baik untuk individu maupun keluarga (Olson & DeFrain, 2011). Salah satu perubahan yang menuntut anggota keluarga lain juga beradaptasi dengan perubahan adalah perceraian. Jika terjadi gangguan dari sistem ini

seperti perceraian orangtua, akan mengganggu perkembangan anak, yang menghasilkan serangkaian krisis yang dapat mengurangi kapasitas anak untuk berkembang normal (Fomby & Cherlin, 2007). Anak merasa tidak aman, tidak diinginkan, kesepian, marah, kehilangan, dan menyalahkan diri sendiri (Agency, 2011).

Apalagi saat anak berusia prasekolah dimana termasuk masa emas perkembangan. Seperti yang telah diketahui masa prasekolah adalah masa yang tepat dalam meletakkan dasar-dasar perkembangan fisik, bahasa, sosial emosional dan kognitif sehingga pada saatnya anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak prasekolah membutuhkan pendampingan yang tepat dan cukup dari keluarga mereka. Jika lingkungan sekitar anak, utamanya keluarga tidak dapat menyediakan kondisi yang nyaman sebaliknya selalu terjadi konflik perkawinan diantara kedua orangtua sebelum maupun sesudah perceraian maka justru dapat merugikan perkembangan anak ke depannya.

Maka dari itu, hasil penelitian menunjukkan anak dalam keluarga orangtua tunggal memiliki kesiapan sekolah yang lebih rendah dibanding anak dalam keluarga orangtua utuh

(8)

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa data, maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan kesiapan sekolah anak Taman Kanak-Kanak (TK) yang berasal dari orangtua tunggal dan orangtua utuh.

SARAN

Saran untuk orangtua diharapkan menciptakan lingkungan keluarga yang positif untuk anak.

Dengan mengupayakan menjaga kesatuan dan keharmonisan rumah tangga. Orangtua juga hendaknya memperhatikan dan mengoptimalkan aspek-aspek kesiapan sekolah anak, baik kemampuan kognitif maupun non kognitif. Ibu sebagai orangtua tunggal diharapkan mampu mengontrol emosinya dan tetap menciptakan atmosfir keluarga yang positif bagi perkembangan anak. Walaupun telah bercerai, tugas pengasuhan anak harus tetap dilakukan bersama dan terjalin kerjasama diantara keduanya.

Bagi sekolah, dapat bekerja sama dengan orangtua untuk dapat saling bertukar informasi mengenai perkembangan anak guna meningkatkan kesiapan sekolah. Disamping itu, guru harus m e nya d a r i b a hwa s e t i a p s i s wa m e m i l i k i latarbelakang keluarga yang berbeda-beda sehingga disarankan bagi para guru memperhatikan kebutuhan masing-masing anak tanpa dipengaruhi

persepsi tertentu.

Bagi masyarakat, diharapkan agar mengubah persepsi negatif terhadap status orangtua tunggal.

Hal ini dikarenakan agar tidak menambah beban psikologis ibu sebagai orangtua tunggal.

Bagi penelitian selanjutnya, diadakan sebelum kenaikan kelas agar kesempatan untuk mengambil data menjadi lebih mudah. Metode penelitian selanjutnya dapat menggunakan teknik probability sampling. Salah satu pilihan alternatif respon “tidak

tahu” dalam kuisioner yang dianggap sebagai jawaban kosong, perlu direvisi lagi. Hal ini lebih dikarenakan guru yang belum mendapati dan mengamati perilaku tertentu pada siswa. Untuk penelitian selanjutnya disarankan mengadaptasi alat ukur, dengan meminta bantuan kepada ahli bahasa, ilmuwan psikologi, dan pakar budaya untuk meminimalisir aitem-aitem yang kurang sesuai dengan budaya Indonesia. Untuk memperoleh informasi yang komprehensif dan lengkap maka diperlukan data tambahan dengan melakukan wawancara pada orangtua subyek penelitian.

Penelitian selanjutnya dapat melibatkan variabel lain yang juga berpengaruh pada kesiapan sekolah seperti sosioekonomi, pendidikan orangtua, pola pengasuhan, kualitas interaksi ibu-anak, keterlibatan ayah, variabel konflik yang terjadi dalam keluarga dan kemampuan penyesuaian diri anak.

(9)

PUSTAKA ACUAN

Agency, Beranda. (2011). Ketika orangtua bercerai. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan untuk pembangunan nasional: menuju bangsa Indonesia yang mandiri dan berdaya saing tinggi. Grasindo.

Britto, P.R., & Rana, A.J. (2012). School Readiness: a conceptual framework. New York: Unicef.

Chilton, T.Y. (1991). Effect of family structure on school readiness?. Washington, D. C.: ERIC.

Choi, Soo-Hyang. (2005). Laporan review kebijakan: pendidikan dan perawatan anak usia dini di Indonesia. Jakarta:

Unesco.

Ferell, R.T. (2009). The effects of single-parent households versus two-parent households on student academic success, attendance, and suspensions. United States: ProQuest LLC.

Fomby, P., & Cherlin, A.J. (2007). Family Instability and Child Well-Being. American Sosiological Review, 72.

Gunarsa, S.D., & Gunarsa, Y.S.D. (2012). Psikologi untuk keluarga. Jakarta: Libri.

Hadi, S. (1997). Manual SPS Paket Midi. Yogyakarta: UGM.

Hair, E., Helle, T., Terry-Humen, E., Lavelle, B., & Calkins, J. (2006). Children’s school readiness in the ECLS-K:

Predictions to academic, health, and social outcomes in first grade. Early Childhood Research Quarterly, 21, 431- 454.

Handari, Woelan. (1998). Uji validitas dan reliabilitas tes NST (tes kesiapan sekolah). Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.

Janus, M. Offord, D (2000). Readiness to learn at school. ISUMA , 1(2), 71-75.

Janus, Magdalena. (2006). Measuring community early child development. Canadian Association of Principals Journal, 14 (3).

Janus, Magdalena. Brinkman, Sally. Duku, Eric. Hertzman, Clyde. Santos, Robert. Sayers, Mary. Schroeder, Joanne.

Walsh, Cindy. (2007). The Early Development Instrument: A Population-based Measure for Communities.

Canada: Offord Centre for Child Studies.

Janus, M., & Duku, E. (2007). The school entry gap: Socioeconomic, Family, and health factors associated with children’s school readiness to learn. Early Education And Development, 18(3), 375-403.

Janus, Magdalena & Offord, D.R. (2007). Development and Psychometric Properties of the Early Development Instrument (EDI): A Measure of Children’s School Readiness. Canadian Journal of Behavioural Science, 39, 1, 1- 22.

Latief, M., Zukhairina, Z.R., & Afandi, M. (2013). Orientasi baru pendidikan anak usia dini: teori dan aplikasi. Jakarta:

Kencana.

Lunenburg, Fred C. (2000). Early childhood education programs can make a difference in academic, economic, and social arenas. ProQuest, 120, 3.

Maxwell, K.L., & Clifford, R.M. (2004). School readiness assessment. National Association for the Education of Young Children.

Olson, D.H., & DeFrain, J. (2011). Marriage and Families. Boston: McGrawHill.

Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2008). Human development (psikologi perkembangan) edisi kesembilan.

Jakarta: Kencana.

Pandia, W.S.S., Widyawati, Yapina., Irwan, A.Y.S., & Irwanto. (2012). Kesiapan bersekolah dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Lembaga Penelitian SMERU, 33.

Potret perkembangan anak usia dini di Indonesia. (2010). Jakarta: Unit Pendidikan Kantor Bank Dunia.

Rafoth, M.A., Buchenauer, E.L., Crissman, K.K., & Halko, J.L. (2004). School readiness-preparing children for kindergarten and beyond: information for parents. National Association of School Psychologists.

Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak Jilid 2 (edisi 11). Jakarta: Erlangga.

Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sullistyaningsih, W. (2005). Kesiapan sekolah ditinjau dari jenis pendidikan pra sekolah anak dan tingkat pendidikan orang tua. Psikologia, 1(1).

Zyl, Erna van. (2011). The relationship between school readiness and school performance in grade 1 and grade 4. South African Journal of Childhood Education, 1(1), 82-94.

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai ibu kota Jawa Tengah dan terbesar ke lima di Indonesia, tentu saja di Semarang juga telah berdiri usaha penginapan mulai dari homestay, losmen, hotel

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa yang dimaksud dengan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk

Keefektifan Sekolah ditentukan secara langsung oleh Budaya Organisasi Sekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) se-eks Karesidenan Pati. Adapun sumbangan dari setiap

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa terdapat 3 tipe kesalahan yang dilakukan mahasiswa dalam menyelesaikan soal persamaan garis lurus yaitu (1) Kesalahan

Protein lain yang terletak pada diskus interkalaris, seperti zona occludens-1, desmosom memungkinkan hemichannel yang tersusun dari protein connexin43 dapat ditranspor ke

Apabila tidak ada sanggahan dan/atau sanggahan banding (hasil sanggahan dapat dilihat pada tabulasi sanggahan di aplikasi SPSE sesuai paket pekerjaan), selanjutnya

Pegawai, Belanja Barang&amp;Jasa dan Belanja Modal perlu melihat RKAS yang memuat 11 komponen penggunaan dana BOS.  Terkait jumlah komponen yang berbeda

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai focal point UNWTO di Indonesia, berperan aktif dalam berbagai program yang diselenggarakan UNWTO antara lain dengan duduk