• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konversi Nilai Piksel Citra Satelit ke Besaran Fisika.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konversi Nilai Piksel Citra Satelit ke Besaran Fisika."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

KONVERSI NILAI PIKSEL CITRA SATELIT

KE BESARAN FISIKA

Oleh :

I Made Yuliara, S.Si., M.T I Gde Antha Kasmawan, S.Si., M.Si

Jurusan Fisika

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Udayana

(2)
(3)

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmatNya

karya ilmiah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Karya ilmiah ini disusun untuk

dapat dipergunakan sebagai bahan rujukan atau tambahan ilmu pengetahuan bagi

mahasiswa/ pembaca.

Terimakasih kami sampaikan kepada rekan-rekan staf dosen Jurusan Fisika FMIPA

UNUD yang telah banyak memberikan masukkan dan mendiskusikan karya ini.

Karya ilmiah ini tidaklah sempurna, untuk itu segala bentuk kritik dan saran yang

konstruktif sangat diharapkan untuk memperbaiki karya ini.

Akhirnya kami ucapkan terimakasih semoga dapat menambah cakrawala ilmu

pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

Desember 2015

Penyusun,

(4)

DAFTAR ISI

Kata pengantar ………...…..…………...i

Daftar isi ………...………….………….ii

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah ...2

1.3. Tujuan...2

Bab II Pembahasan 2.1. Konversi DN Ke Nilai Radiansi Pada Citra Satelit...…….…3

2.2. Iluminasi Sinar Surya………...………..…….3

2.3. Permukaan Lambertian………4

2.4. Jalur Radiansi (Path Radiance)………..……….6

2.5. Efek Iluminasi, Gains, Offset Dan Jalur Radiansi Dalam Penginderaan Jauh……7

2.6. Penggunaan Area Referensi………...10

2.7. Albedo……..………….……….13

Bab III Penutup 3.1. Kesimpulan...15

3.2. Saran...15

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam beberapa kasus, tetapi tidak semua, akan lebih baik mengkonversi data mentah citra

satelit gelombang pendek ke kuantitas-kuantitas fisika, sebelum data tersebut digunakan untuk

menginterpretasi kondisi lanskap atau obyek di permukaan bumi. Konversi nilai-nilai piksel

citra, yang dikenal dengan nilai digital dari piksel (Digital Number, DN), melibatkan beberapa

kuantitas fisika, diantaranya adalah radiansi ( radiances ) baik di tanah ataupun di satelit,

reflektansi ( reflectance ) dan Albedo.

Sebagai contoh, nilai pantulan (reflektansi) dari tanah akan merepresentasikan

karakteristik dari jenis permukaan tertentu, dan tidak bergantung pada karakteristik

pencahayaan/ iluminasi ( illumination ) maupun karakteristik atmosfer.

Nilai radiansi menunjukkan besarnya energi gelombang elektromagnetik per satuan luas

bidang yang terpancar dari suatu obyek. Proses konversi ke nilai radiansi akan mengubah

nilai-nilai digital piksel ( bilangan integer, untuk grey scale nilainya antara 0 sampai 255)

menjadi bilangan riil dengan kisaran nilai yang berbeda pada setiap panjang gelombang atau

masing-masing band.

Secara visual, citra hasil konversi terhadap DN pada tingkat keabuan (grey scale),

sebenarnya tidak mengalami perubahan rona, akan tetapi hanya DNnya yang berubah.

Beberapa pendekatan dapat dipergunakan untuk mengembangkan data spasial DN dengan

membentuk kuantitas data fisika.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah komputasi konversi DN ke besaran radiansi, reflektansi dan albedo ?

1.3. Tujuan

Membahas beberapa pendekatan komputasi radiansi, reflektansi dan albedo untuk

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konversi DN Ke Nilai Radiansi Pada Satelit

Sebagai contoh, misalkan untuk Landsat (lihat secara online Landsat Science Data User

Handbook), radiansi pada satelit harus dihitung berdasarkan fungsi kalibrasi instrumennya.

Dalam hal ini besarnya radiansi diekspresikan oleh :

I = a(DN) + b ………...………..(1)

yang mana DN adalah nilai piksel (Digital Number)

a dan b adalah gain dan offset.

Setiap band spektral akan memiliki nilai-nilai gain dan offset yang berbeda. Satuan

radiansi adalah Watts per meter persegi per steradian per mikron ( W m-2sr-1μm-1 ).

2.2. Iluminasi Sinar Surya

Dalam banyak situasi, fluks yang masuk ke dalam suatu celah sempit didominasi oleh sinar

radiasi yang datang langsung dari matahari. Kekuatan berkas-berkas sinar matahari tersebut

pada masing-masing panjang gelombang dikenal dengan "Irradiansi Spektral Surya" ( S ).

Sebagai contoh, yaitu nilai Irradiansi Spektral Surya untuk panjang gelombang pada band 1

dari Landsat ETM adalah S = 1969 Watts per meter persegi per mikrometer ( Wm-2μm-1).

Catatan bahwa perhitungan nilai irradiansi dapat diselesaikan secara angular atau tidak

bergantung sudut ( tidak "per radian"). Besarnya sudut berkas-berkas radiasi adalah sekitar

0,5244 derajat (sekitar 31 menit), namun nilai ini biasanya tidak diperlukan dalam perhitungan.

Nilai irradiansi surya di luar atmosfer bumi berubah sedikit sesuai dengan musim dan orbit

bumi yang elips. Irradiansi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak bumi-matahari. Jika jarak

bumi-matahari meningkat sebesar 1%, maka irradiasi menurun sebesar 2%.

Iluminasi dari permukaan horizontal bumi bergantung pada sudut zenithmatahari (φ) yang

diekspresikan oleh persamaan :

(7)

Saat matahari mulai terbenam, iluminasi akan menjadi berkurang, hingga mencapai nol.

Jika permukaan pantul miring, maka iluminasi dihitung bukan menggunakan sudut zenith

melainkan menggunakan sudut antara vektor permukaan normal dengan matahari. Suatu

contoh, misalnya untuk target hutan kompleks, iluminasi dari daun-daun tertentu mungkin akan

sama besarnya dengan Sλ. Akan tetapi iluminasi rata-rata tetap diberikan oleh persamaan (2).

Iluminasi hutan pada lereng bukit dapat dihitung dengan persamaan (2) dengan permukaan

bukit sebagai vektor normalnya.

2.3. PERMUKAAN LAMBERTIAN

Ketika berkas sinar surya tiba/ menyentuh pada permukaan yang kompleks, maka secara

umum radiasi yang dipantulkan dapat dijelaskan oleh medan-medan radiansi, yaitu harus

memperhitungkan sudut yang dibentuk oleh medan radiasi. Ini bukan sinar sempit lagi.

Deskripsi umum tentang bagaimana permukaan yang kompleks memantulkan radiasi,

dijelaskan dalam Bi-directional Reflectance Distribution Function (BRDF). Rasio dari radiansi

yang dipantulkan terhadap irradiansi yang datang diekspresikan oleh :

R(θ,,θF,F) = I(θ,)/ F

yang memiliki satuan steradians terbalik. Secara umum terdapat dua sudut, yaitu sudut radiasi

yang datang dan sudut radiasi yang dipantulkan. Dalam beberapa kasus, ketika radiasi berada

pada medan isotropik, maka seluruh subjek akan lebih mudah memantulkan radiasi.

Menurut asumsi Lambertian (isotropic), radiasi yang dipantulkan tidak bergantung pada

sudut pantul dan sudut di mana obyek diterangi (iiluminated). Dalam kasus distribusi radiasi

isotropik (over the upper hemisphere ), irradiansi ke atas berkaitan dengan radiansi ke atas

yang diekspresikan oleh :

Fλ= ∫ Iλ(θ,) cos dΩ……….………. (3)

yang mana dΩ adalah sudut solid yang meliputi belahan bumi. Jika radiansi tak

bergantung pada sudut puncaknya (zenith angle), maka persamaan (3) akan menjadi :

(8)

Demikian juga R = π-1. Rumus ini cukup terkenal dan banyak digunakan. Dengan

menggunakan persamaan (4), hubungan antara iiradiansi illuminasi dengan radiansi yang

dipantulkan diekspresikan oleh :

I = ρF / π………..………(5)

yang mana ρ adalah reflektansi spektral. Pemecahan persamaan (5) untuk reflektansi dan

dengan menggunakan persamaan (2) akan memberikan :

ρ= πI / F= πd / Scos ……….(6)

Ini adalah rumus yang sering ditemukan pada textbooks dan dalam Landsat Science Data Users

Handbook. Kadang-kadang koreksi jarak bumi-matahari diikutsertakan dalam perhitungan.

Jika diketahui irradiasi spektral surya dan radiansi yang dipantulkan, maka persamaan (6) dapat

dihitung. Untuk membuktikan asumsi Lambertian, dapat dilakukan dengan meletakkan

selembar kertas putih di meja. Kemudian lihatlah kertas tersebut dari sudut yang berbeda.

Apakah tampak terjadi perubahan kecerahan ?

2.4. Jalur Radiansi (Path Radiance)

Atmosfir bumi memodifikasi radiansi illuminasi pada objek dan juga memodifikasi

radiansi yang dipantulkan ke satelit. Dalam banyak situasi, efek atmosfer yang dominan dalam

penginderaan jauh adalah jalur radiansi/ jalan radiasi, hamburan radiasi dari sinar matahari ke

arah satelit oleh molekul udara atau oleh partikel-partikel tersuspensi. Berikut adalah

asumsi-asumsi yang dapat dibuat ketika kita fokus hanya pada jalur radiansi.

a) Abaikan penyerapan dan emisi radiasi oleh gas

b) Abaikan semua efek pada pencahayaan (illumination) objek

c) Abaikan hamburan radiasi yang dipantulkan diluar tangkapan sensor

d) Anggaplah bahwa hanya hamburan radiasi matahari yang ditangkap oleh sensor.

Jika sebuah objek tampak dalam keadaan terang (misalnya lapangan salju), maka radiasi

yang dipantulkan akan intens dan hamburan diluar jalur/jalan radiansi akan melebihi hamburan

(9)

akan menjadi lemah dan hamburan yang masuk akan melebihi hamburan keluar. Hamburan

terbesar terjadi pada benda-benda bumi yang cukup gelap (misalnya tanah, air, vegetasi),

kecuali untuk salju (80%) dan pasir yang cerah (50%). Selain itu, kabut juga menyebabkan

jalur/jalan radiansi bervariasi dari hari ke hari. Jadi, jika tidak dikoreksi, maka akan

melemahkan setiap hasil studi deteksi perubahan. Untuk pendekatan, jalur radiansi dianggap

merupakan efek aditif. Radiansi yang diterima di satelit diberikan oleh jumlah radiansi yang

dipantulkan ke atas dan jalur radiansi. Jadi, berlaku :

Isat = Isurf + IPR………..(7)

pada setiap panjang gelombang (subscript lambda dihilangkan). Jalur radiansi akan tergantung

pada kekuatan iluminasi/ pencahayaan dan kerapatan hamburan partikel di bidang pandang.

2.5. Efek Iluminasi, Gains, Offset Dan Jalur Radiansi Dalam Penginderaan Jauh

Seringkali dianggap bahwa aspek-aspek kalibrasi sensor tidak akan menimbulkan masalah

jika kita selalu menggunakan rasio band, peningkatan kontras ataupun metode klasifikasi.

Beberapa hal dapat dipakai menyelidiki kondisi ini, yaitu (Song et al., 2001) :

a. Normalized Diference Vegetasi Index (NDVI)

Anggaplah kuantitas pertama yang dinormalisasi adalah NDVI. Jika dinyatakan dalam

bentuk reflektansi permukaan, maka NDVI dapat ditulis :

1

Sepertinya kuantitas ini dapat ditentukan dengan menggunakan spektrometer portabel.

Akan tetapi, dapatkah nilai ini ditentukan dengan menggunakan data satelit ? Apakah kuantitas

ini yang harus dimasukkan dalam rumus: DN, radiansi di tanah atau radiansi di-satelit? Jika

kita menggunakan persamaan (1) dan (6) serta faktor π (pi) diabaikan, maka persamaan (8)

menjadi :

…..… (9)

Persamaan (9) mengidentifikasi keadaan khusus yang mana nilai-nilai DN dapat

(10)

gain atau iluminasi yang sama. Hanya dalam hal ini mau tidak mau NDVI dari persamaan (8,

Dalam kondisi tertentu, NDVI dari permukaan yang identik harus tetap konstan dari waktu

ke waktu. Seperti dengan pendefinisian sebelumnya, setidaknya memungkinkan melakukan

perubahan NDVI. Jika NDVI didefinisikan dikalibrasi dengan reflektifitas pada-satelit (Isat),

maka dengan menggunakan persamaan (7), NDVI akan menjadi :

..……….. (11)

dimana h adalah beberapa ukuran dari kerapatan kabut (haze density) dan efisiensi hamburan.

Menurut persamaan (12), definisi NDVI pada persamaan (11) memberikan nilai yang

bervariasi dan bergantung pada iluminasi. Perubahan nilai h mengakibatkan NDVI berubah.

Jika jalan/ jalur radiasi diabaikan (misalnya h = 0, hari yang cerah), maka persamaan (12)

kembali ke persamaan (8).

Masalah khusus muncul dengan awan. Dalam awan atau bayangan gunung misalnya,

NDVI dapat bergeser (berkurang) karena iluminasi skylight piksel lebih banyak dalam cahaya

biru, dan sangat kurang dalam NIR.

b. Peregangan Kontras

Dapatkah prosedur peregangan kontras mengoreksi iluminasi, gain, offset dan jalur

radiansi/ jalan cahaya yang belum diketahui ? Ya dapat, pada prinsipnya!. Setiap transformasi

linear pada radiansi (seperti menambahkan jalan cahaya persamaan (7)) atau dalam

mengkonversi nilai DN Radiance (gain dan offset, persamaan (1)) dapat dengan mudah

(11)

dalam suasana yang ada kabut atmosfer, dapat ditampilkan seperti tanpa kabut dengan

menggunakan peregangan kontras. Dalam hal ini, diasumsikan bahwa resolusi radiometrik dan

nilai saturasi sensor, dapat mencegah terjadinya kehilangan informasi dengan transformasi

aslinya. Peranan mata juga diperlukan, harus bisa menyesuaikan peregangan kontras yang

menggunakan nilai-nilai tertentu untuk mengimbangi faktor-faktor lingkungan maupun

instrumennya.

c. Klasifikasi

Sekarang kita mempertimbangkan dampak dari suatu transformasi linear pada klasifikasi

(Song et al., 2001). Sebagaimana transformasi linear yang hanya akan menggeser dan

meregangkan titik pada diagram pencar ( scatter diagram ), hasil dari banyak algoritma

klasifikasi tidak akan demikian. Sebagai contoh, pertimbangkanlah suatu algoritma maximum

likelihood. Seperti menormalkan, jarak Euclidean antara piksel-piksel dengan varians dihitung

dengan cara Euclidean yang sama, dan hasil klasifikasi tidak akan diubah oleh suatu

transformasi linear ( shift atau peregangan).

2.6. Penggunaan Area Referensi

Ketika radiansi di-tanah atau data reflektansi tidak tersedia, daerah/ area referensi

kadang-kadang dapat digunakan untuk mengembangkan hasil kuantitatif penginderaan jauh. Sebagai

contoh:

a. Dark Object Substraction (DOS)

Sebuah piksel gelap/ hitam didefinisikan sebagai piksel yang memiliki reflektansi nol pada

salah satu atau semua band ( Iref = 0). Sesuai dengan persamaan (7), maka untuk suatu piksel

gelap akan diperoleh :

Isat = IPR………..(13)

Dengan mendefinisikan Idark = Isat untuk piksel tersebut, maka nilai-nilai radiansi lainnya

dalam suatu scene dapat dikoreksi dengan menggunakan :

(12)

Jika iluminasi di tanah diketahui, maka reflektansi di tanah dapat dihitung dengan

persamaan (14) dan (6). Bintik-bintik hitam merupakan air jernih yang dalam, hutan lebat,

bayangan awan/ kabut dan pembakaran biomassa. Bahkan akan lebih baik bila terjadi

bayangan awan di atas air jernih yang dalam atau hutan yang gelap.

b. Dark Spot / Scaling White Spot Untuk Mendapatkan Reflektansi

Jika gelap sempurna (DND) dan bintik putih (DNW) teridentifikasi, maka nilai DN untuk

piksel lainnya dapat dikonversi ke nilai reflektansi menggunakan persamaan :

D

Untuk memperoleh persamaan (15), gunakan persamaan (1), (6) dan (14), sehingga reflektansi

untuk ketiga piksel diekspresikan sebagai :

………...(16)

hitam dan putih sempurna, tetapi reflektansinya diketahui, maka didapat rumus seperti

persamaan (15).

Dalam prakteknya, sulit untuk menemukan piksel dengan reflektansi yang sempurna.

Pilihan terbaik dalam interval tampak akan menjadi awan yang sangat tebal. Hal ini berlaku

juga untuk salju yang bersih. Dalam daerah tampak, reflektansi yang dapat melebihi 90%,

tetapi menurun dengan cepat di daerah NIR. Sulit untuk menemukan permukaan alami yang

memiliki reflektansi melebihi 70% di NIR, sehingga persamaan (15) mungkin akan bekerja

(13)

MODIS) adalah bahwa sensor akan jenuh (misalnya DN = 255) untuk piksel yang sangat

reflektif. Piksel ini terlalu terang untuk sensor. Jadi tidak ada piksel dengan reflektansi yang

mendekati sempurna yang ada pada citra.

c. Daerah Referensi Untuk Deteksi Perubahan

Ketika membandingkan dua citra yang diambil pada tanggal yang berbeda, mungkin akan

terjadi perbedaan jalan sinar / jalur radiansi akibat adanya kabut. Selain itu, pencahayaan

(illumination) mungkin juga akan berbeda karena sudut matahari yang berbeda.

Perbedaan-perbedaan ini akan mengakibatkan beberapa kesalahan dalam teknik deteksi perubahan.

Perbedaan ini dapat dihapus jika dua daerah invarian dapat diidentifikasi dalam scene. Kita

mungkin memilih danau, hutan berdaun jarum atau bidang kerikil kering.

Untuk menghindari kesalahan numerik, dua daerah harus dipergunakan sebagai referensi

spektral yang mungkin berbeda (namun tetap invarian). Jika kita mendefinisikan dua nilai

invariant DN sebagai DN1 dan DN2, maka nilai DN skala diberikan oleh :

1

Jika DN2 > DN1, maka piksel yang lebih cerah dari piksel 2 akan memiliki nilai DN skala

yang lebih besar daripada satu. Sebuah piksel yang lebih gelap dari piksel 1, akan memiliki

nilai DN skala kurang dari nol. Ketika layer-layer nilai DN skala dihitung untuk setiap scene,

maka mereka dapat dibandingkan untuk mendeteksi perubahan. Dengan metode ini, nilai-nilai

DN skala pada dua piksel referensi tidak akan berubah antara dua tanggal tersebut (misalkan 0

dan 1). Metode tambahan untuk deteksi perubahan dapat juga dilihat pada Song et al, 2001.

2.7. Albedo

Albedo merupakan kuantitas yang penting dalam teori iklim. Albedo didefinisikan sebagai

rasio dari total irradiasi yang dipantulkan terhadap irradiasi yang datang. Secara matematis

besaran albedo dapat diekspresikan sebagai :

Albedo = total irradiasi yang dipantulkan / total iiradiasi yang datang……..…(20)

Di lapangan, pengukuran yang akurat dari Albedo akan memerlukan dua hemispheric

(14)

irradiansi yang ke bawah atau ke atas (insiden/ yang datang atau dipantulkan) dapat dihitung

dengan rumus :

F = ∫ ∫ Icos dd……….(21)

Dalam aplikasi cuaca, penentuan pola global Albedo dilakukan menggunakan data satelit.

Sebetulnya hal ini sulit dilakukan, karena dua alasan (Liang dan Strahler, 1999). Pertama,

satelit hanya mengukur reflektansi dalam beberapa band spektral sempit. Untuk Albedo, perlu

reflektansi di semua panjang gelombang di mana matahari bersinar. Kedua, satelit biasanya

mengukur reflektansi hanya pada satu sudut datang, dan satu sudut pantul. Jika permukaan itu

Lambertian, ini berarti satu sudut saja sudah cukup. Namun, asumsi dari permukaan

Lambertian tidak cukup akurat untuk beberapa perhitungan Albedo. Masalah ketiga dapat

timbul dalam kaitannya dengan sudut. Dalam dunia nyata, sifat sudut iluminasi/ pencahayaan

dapat bervariasi dari jam ke jam. Jika langit cerah, radiasi yang datang/ insiden akan menyentuh

permukaan bumi dengan berkas sempit sinar matahari. Jika langit berawan, radiasi yang

datang/ insiden akan menyebar, hampir isotropik. Dalam kasus yang terakhir ini, satelit tidak

akan bisa digunakan untuk mengamati proses reflektif. Namun masalah ini dapat diatasi.

Bi-directional Reflection Distribution Function (BRDF) yang mendeskripsikan reflektansi

sebagai fungsi dari sudut datang/insiden dan sudut refleksi, merupakan properti konstan dari

permukaan tanah setempat. Ini adalah invarian dalam perubahan kondisi iluminasi/

pencahayaan. Jika hal ini dapat disimpulkan dari pengukuran multi-sudut satelit selama

hari-hari langit cerah, maka Albedo total dapat dihitung untuk setiap distribusi sudut radiasi yang

datang.

Keadaan khusus untuk Albedo :

• Dark Sky Albedo: Albedo permukaan di bawah kondisi iluminasi matahari langsung

• White Sky Albedo: Albedo permukaan di bawah kondisi iluminasi difusi isotropik

Jika kedua medan Albedo dikenal secara global, maka Albedo aktual untuk setiap situasi

(15)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari pembahasan mengenai konversi nilai digital piksel (DN) citra satelit ke besaran

radiansi, reflektansi dan albedo dapat disimpulkan bahwa :

Komputasi konversi DN ke besaran fisika bergantung pada beberapa hal, yaitu nilai piksel citra

dan faktor kalibrasi instrumennya, kondisi sinar matahari sebagai sumber energi, permukaan

dan sudut pantul, jalur radiansi dan kondisi atmosfer.

3.2. Saran

Untuk pengembangan, disarankan memberikan lebih banyak contoh aplikasi yang khusus

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Liang, S., A.H. Strahler, C. Waltall, 1999, Retrieval of Land Surface Albedo from Satellite

Observations: A simulation study, J. Appl. Met., 38, 713-725

Rees, W.G., 2001, Physical principles of remote sensing, Cambridge, 343p

Schaaf. C.B. et al., 2002, First operational BRDF, albedo nadir reflectance products from

MODIS, Remote, Sens. Envir., 83, 135-148

Song, C., et al., 2001, Classification and change detection using Landsat TM data: When and

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh mahasiswa dari Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu

Akibatnya hasil simulasi cenderung menghasilkan biaya pengiriman, biaya pemesanan dan biaya setup produksi yang lebih besar dari model matematis. Dari Tabel 3 juga terlihat

Tangkahan merupakan salah satu pintu masuk ke Taman Nasional Gunung Leuser dengan berbagai macam atraksi alam yang akhir-akhir ini semakin memikat wisatawan baik domestik maupun

[r]

Dalam rangkaian finalisasi seluruh tahapan dan proses Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan SPPIP Kota Muara Bungo Tahun Anggaran 2011, Satuan

Hasil penelitian ini adalah sebuah purwarupa yang berbentuk aplikasi yang dapat melakukan identifikasi presensi kehadiran yang memanfaatkan chip pada e-KTP sebagai

Kita mempercayai dan menyaksikan: Pemerintah yang berwibawa datang dari Allah untuk mewujudkan keadilan, melindungi, memelihara, melawan kejahatan dan menyediakan

Verifikasi dilakukan dengan menganalisis dari bentuk eksperimen mulai dari dimensi geometri hingga kondisi batas kom- putasi.Diambil sebanyak 100 titik sampel data hasil