KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN DAN PENGAWASAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH DI PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI
DAERAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JUNCTO
UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG
PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
ABSTRAK
Menghadapi era globalisasi perdagangan bebas, isu mengenai kemandirian daerah dalam mengelola pembangunan harus segera mendapat perhatian. Pemerintah Daerah harus memiliki kemandirian dan inisiatif bagi kemampuan pembangunan daerahnya. Salah satu sumber alternatif pembiayaan yang dapat ditempuh oleh Pemerintahan Daerah adalah mengenai penerbitan obligasi daerah yang bertujuan untuk membiayai pembangunan infrastruktur di daerah. Namun pengajuan penerbitan Obligasi Daerah oleh Pemerintah Daerah banyak sekali hambatan yang terjadi di lapangan dalam hal persyaratan administratif salah satunya yaitu ketidakpastian hukum antara peraturan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini ialah mengenai kewenangan dan pengawasan penerbitan Obligasi Daerah. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penulisan ini adalah kewenangan Pemerintahan Daerah dalam Penerbitan Obligasi Daerah pasca diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah dan Pengawasan Penerbitan Obligasi Daerah pasca diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,khususnya di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode yuridis normatif. sifatnya deskriptif analisis yaitu menjelaskan suatu segala peristiwa yang sedang diteliti dengan data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Teknis analisis dalam penulisan ini menggunakan teknik analisis normatif kualitatif.
Hasil yang diperoleh dari penulisan ini adalah bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan untuk menerbitkan obligasi daerah dan pada prinsipnya Pemerintahan Daerah dimungkinkan menerbitkan obligasi dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pengawasan melalui sektor pasar modal yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan juga harus mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. Bagi Pemerintahan Provinsi Jawa Barat perlu langkah strategis agar Penerbitan Obligasi Daerah dapat direalisasikan dan perlu membuat kebijakan yang mendukung teralisasinya Penerbitan Obligasi Daerah.
ix
LEGAL CERTAINTY OF AUTHORITYAND SUPERVISION ON MUNICIPAL BONDS ISSUE IN WEST JAVA REGIONAL GOVERNMENT IN THE IMPLEMENTATION BASED ON LAW
GOVERNMENT TOWARD LAW NUMBER 23 YEAR 2014 REGARDING REGIONAL GOVERNMENT JUNCTO NUMBER 33 YEAR 2004 REGARDING FISCAL BALANCE BETWEEN CENTRAL
GOVERNMENT AND REGIONAL GOVERNMENT
ABSTRACT
In the era of free trade globalization, the issue of regional autonomy in managing development must be addressed. Regional Government should have the independence and initiative for regional development capabilities. One alternative source of financing that can be taken by the Regional Government is the issuance of municipal bonds intended to finance infrastructure development in the region. However, the submission of the Municipal Bond issuance by regional governments a lot of obstacles that occur in the field in terms of administrative requirements, one of which is the legal uncertainty between the rules made by the Central Government in this case is the authority and supervision of the issuance of Municipal Bonds. Based on this, the problem in this research is the authority of the regional government in Issuance of Municipal Bonds after the adoption of the Law Number 23 Year 2014 Regarding Regional Governance and Oversight Issuance of Municipal Bonds after the adoption of the Law Number 23 Year 2014 Regarding Regional Government, particularly in Government West Java Province.
The research is using, method normative. its descriptive analysis of the data used are secondary data consists of primary legal materials, secondary law and tertiary legal materials. Data collection techniques used is a literature study. Technical analysis in this study uses qualitative normative analysis techniques.
The results showed that law the Regional Government has the authority to issue municipal bonds and, in principle, the Regional Government is possible to issue municipal bonds with the examination of financial statements by the Board of Audit and Oversight through the capital markets sector are carried out by the Service Authority Finance and also must get approval from the Central Government. For the Government of West Java province needs a strategic step in order Issuance of Municipal Bonds can be realized and the need to create policies that support teralisasinya Municipal Bond Issuance
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ...i
PERNYATAAN KEASLIAN ...ii
PENGESAHAN PEMBIMBING ...iii
PERSETUJUAN PANITIA SIDANG ...iv
PERNYATAAN TELAH MENGIKUTI SIDANG ...V PERSETUJUAN REVISI ...vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...vii
KATA PENGANTAR ...ix
DAFTAR ISI ...xii
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah ...11 1
B. Identifikasi Masalah ...h 8
xiv
D. Kegunaan Penelitian ... 10
E. Kerangka Pemikiran...10
F. Metode Penelitian ...14
G. Sistematika Penulisan ...18
BAB II PENYELENGGARAAN OTONOMI SEBAGAI PEMENUHUAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ...20
A. Konsep Negara Kesejahteraan...20
B. Konsep Otonomi Daerah ...25
1. Pengertian dan Prinsip Otonomi Daerah ...25
2. Tujuan Otonomi Daerah di Indonesia ...28
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia ...30
C. Kewenangan Daerah Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah ...36
1. Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ...36
2. Pembagian Urusan Pemerintahan Daerah dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ...36
1. Pengertian keuangan daerah ...48
2. Kemandirian keuangan daerah ...51
3. Hubungan antara Keuangan Daerah dan Keuangan Negara ...53
BAB III OBLIGASI DAERAH SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN KERANGKA OTONOMI DAERAH ...57
A.Alternatif Sumber Pembiayaan Dalam Pembangunan Daerah...57
1. Pajak Daerah ...57
2. Retribusi Daerah ...60
3. Bantuan Luar Negeri dan Hibah ...62
4. Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ... 64 5. Badan Usaha Milik Daerah ...66
B. Obligasi Daerah ...68
1. Pengertian Obligasi Daerah ...68
2. Pengaturan Obligasi Daerah ...70
3. Jenis-Jenis Obligasi Daerah ...74
xvi
C.Pengawasan Penerbitan Obligasi Daerah ...81
1. Penerbitan Obligasi Daerah ...81
2. Pengawasan Oleh Otoritas Jasa Keuangan ...86
3. Pengawasan oleh Badan Pemeriksa Keungan ...89
D.Peran Pasar Modal Penerbitan Obligasi Daerah...91
1. Definisi Pasar Modal ...91
2. Instrumen Pasar Modal ...93
3. Peran Pasar Modal ...95
BAB IV KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN DAN PENGAWASAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH DI PROVINSI JAWA BARAT ...98
A. Kewenangan Pemerintahan Daerah Jawa Barat terkait Penerbitan
Obligasi Daerah Pasca diberlakukanya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Juncto
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ...
98
B. Pengawasan Penerbitan Obligasi Terhadap Pemerintahan
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Juncto
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ...
119
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...134
A. Kesimpulan ...134
B. Saran ...135
DAFTAR PUSTAKA ...136
CURRICULUM VITAE ...140
MATRIKS REVISI ...142
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut telah
memberikan batasan yang jelas bagi seluruh warga negara Indonesia
bahwa semua aspek kehidupan kita diatur berdasarkan hukum yang
bersifat adil dan berlaku secara menyeluruh. Dalam konteks negara hukum
ini, yang menganut desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan,
sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai Pemerintah Daerah, yang diatur dengan Undang-Undang“.
Sebagai negara hukum, setiap penyelenggaraan urusan
pemerintahanan haruslah berdasarkan pada hukum yang berlaku
(wetmatigheid van bestuur). Sebagai negara yang menganut desentralisasi
mengandung arti bahwa urusan pemerintahan itu terdiri atas Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah, artinya ada perangkat Pemerintah Pusat
dan ada perangkat Pemerintahan Daerah, yang diberi otonomi yakni
kebebasan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan rumah
tangga daerah.1
1
Secara hukum, pelaksanaan Otonomi Daerah sebelumnya diatur
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, akan tetapi Undang-Undang tersebut telah dicabut
dan diganti oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang menegaskan kembali pelaksanaan Otonomi
Daerah. Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah diartikan sebagai kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah pada intinya mengatur bahwa Pemerintahan Daerah diarahkan
untuk mampu menyelenggarakan kewenangan dan urusannya secara lebih
efektif dan efisien untuk mewujudkan pelayanan publik dan kesejahteraan
umum secara lebih baik. Hal ini merujuk pada rumusan tujuan negara yang
tercantum dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa: “Memajukan Kesejahteraan Umum”.
Bagir Manan berpendapat, bahwa dimensi sosial ekonomi dari
negara berdasarkan atas hukum adalah berupa kewajiban negara atau
Pemerintah untuk mewujudkan dan menjamin kesejahteraan sosial
(kesejahteraan umum) dalam suasana sebesar-besarnya kemakmuran
menurut asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Dimensi ini secara
3
Universitas Kristen Maranatha
state) yang berarti adanya kewajiban Pemerintah Pusat maupun
Pemerintahan Daerah untuk mencapai tujuan negara, yang dijalankan
melalui pembangunan nasional.2 Oleh karenanya, khususnya dalam hal ini Pemerintahan Daerah telah merancang berbagai rencana pembangunan di
berbagai bidang dan sektor untuk mendorong pembangunan di daerah
secara lebih berarti.
Untuk mendorong pembangunan di daerah, Pemerintahan Daerah
senantiasa berupaya untuk mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang
berbasis potensi lokal yang diharapkan akan memiliki dampak positif
terhadap bidang dan sektor pembangunan lainnnya. Pada pelaksanaannya,
guna mewujudkan pertumbuhan perekonomian daerah yang baik
diperlukan dukungan berbagai stuktur maupun infrastuktur di daerah yang
lebih memadai.
Guna menyediakan stuktur dan infrastuktur yang memadai, pada
umumnya Pemerintahan Daerah terkendala oleh berbagai keterbatasan,
khususnya dalam pembiayaan pembangunan infrastuktur, Pemerintahan
Daerah masih mengandalkan dari APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah) yang bersumber dari PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan
Dana Perimbangan, sehingga Pemerintahan Daerah perlu meningkatkan
kemampuan pembiayaan pembangunan di daerah melalui sumber-sumber
pembiayaan baru baik bersifat konvensional maupun non konvensional.
2
Pada kondisi tersebut, Regulasi telah mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan alternatif pembiayaan pembangunan di daerah yang
dapat diperoleh dari pajak daerah dan retribusi daerah. Selain itu
berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah terdapat salah satu
alternatif pembiayaan yaitu melalui Pinjaman Daerah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pinjaman
daerah tersebut dapat dilaksanakan melalui cara penerbitan Obligasi oleh
Pemerintahan Daerah untuk membiayai proyek atau kegiatan yang
memiliki kriteria tertentu, namun demikian Pemerintahan Daerah
seyogyanya perlu mengkaji mengenai kemungkinan penerbitan Obligasi
Daerah tersebut sekaligus mencermati resiko yang akan dihadapi dalam
penerbitan Obligasi.
Secara teoritik yang dimaksud dengan Obligasi Daerah ialah
sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintahan Daerah sebagai bukti bahwa
Pemerintahan Daerah tersebut telah melakukan pinjaman atau utang
jangka panjang kepada masyarakat, dan akan dibayarkan berdasarkan
jangka waktu tertentu dengan persyaratan yang telah sama-sama disetujui.
Artinya, di Indonesia Obligasi Daerah yang diterbitkan oleh Pemerintahan
Daerah harus dijual kepada masyarakat melalui transaksi di pasar modal.
5
Universitas Kristen Maranatha dimanfaatkan sebagai sumber dana alternatif untuk membiayai
pembangunan daerah.3
Penerbitan Obligasi Daerah diaharapkan akan memberikan banyak
manfaat,baik bagi Pemerintahan Daerah sebagai pihak emiten, investor,
pelaku pasar modal lainnya, serta tentu saja masyarakat luas. Lebih jauh,
manfaat penerbitan Obligasi Daerah antara lain adalah sebagai berikut:4 1. Membiayai defisit anggaran Pemerintahan Daerah yang dapat
memenuhi ketidakcukupan sumber pembiayaan sendiri yang
diakibatkan oleh lemahnya local tax income, minimnya dan transfer
dari Pemerintah Pusat;
2. Percepatan pembangunan daerah dapat memicu dan memacu
pembanguan di daerahnya. Pembangunan tersebut akan menciptakan
multiplier effect (pelipatgandaan manfaat ekonomi)antara lain dalam
penciptaan lapangan kerja dan kesempatan kerja, tersedianya sarana dan
prasarana yang dapat mempercepat perputaran roda perekonomian
sehingga akan meningkatkan kesejahteraan rakyat;
3. Terciptanya instrumen investasi baru. Selain memberikan manfaat
langsung dengan dibangunnya infrastruktur, masyarakat juga dapat
menikmati imbal hasil (yield) dan mungkin juga insentif lain atas
investasinya dalam Obligasi Daerah.
Pemerintah Pusat melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan dan Pertanggungjawaban
3
Budi Purnomo, Obligasi Daerah, Bandung: Alfabeta, 2009, hlm. 50.
4
Obligasi Daerah, menghimbau bahwa terhadap Obligasi Daerah harus
dilakukan pengawasan oleh lembaga khusus yang berwenang sebagai salah
satu proses agar alternatif pembiayaan melalui Penerbitan Obligasi Daerah
berjalan dengan lancar. Pada saat ini pengawasan dalam penerbitan
Obligasi Daerah dilakukan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan daerah,
segala dokumen dan pemeriksaan mengenai anggaran keuangan daerah
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat, dalam pengawasan yang dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan Daerah, yang selanjutnya disebut (BPK).
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
dijelaskan bahwa Penerbitan Obligasi harus melalui Pengawasan yang
dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di Pasar Modal.
Pada saat ini salah satu daerah yang menempuh alternatif
pembiayaan yaitu Provinsi Jawa Barat pada tanggal 27 Desember 2013
melalui Surat Gubernur Nomor 588/6253/Admrek telah mengajukan
Permohonan Persetujuan DPRD tentang Rencana Penerbitan Obligasi
Daerah Provinsi Jawa Barat kepada Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat
mengenai Penerbitan Obligasi Daerah untuk merealisasikan pembangunan
Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati, Majalengka yang
berdasarkan hasil kajian memerlukan dana sebesar 4 trilyun dengan tenor
selama-lamanya 10 tahun dan bunga kupon setinggi-tingginya 10 tahun
dengan pertimbangan akan berdampak pada peningkatan pembangunan
ekonomi Jawa Barat serta mampu menghasilkan pendapatan bagi daerah.
Namun demikian pada tahun 2016, pengajuan penerbitan Obligasi
7
Universitas Kristen Maranatha salah satunya ialah dalam regulasi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat
dalam ketidaksinkronan aturan Undang-Undang dalam penerbitan Obligasi
Daerah, ketika Pemerintah Pusat menyatakan bahwa pengawasan untuk
terbitnya Obligasi Daerah harus dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, akan tetapi dalam aturan Obligasi Daerah harus melalui Pasar
Modal, Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal disebutkan bahwa pengawasan Penerbitan Obligasi harus
dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar di Pasar Modal.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu ditelaah mengenai Kepastian
Hukum terhadap kewenangan dan pengawasan Penerbitan Obligasi Daerah
khususnya di Pemerintah Provisnsi Jawa Barat dikaitkan dengan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa Obligasi
Daerah dapat diterbitkan melalui penerbitan Obligasi Daerah.
Berdasarkan permasalahan yang timbul dari gambaran diatas yaitu
terkait dengan:
1. Kewenangan Pemerintahan Daerah khususnya Pemerintah Provinsi
Jawa Barat dalam Penerbitan Obligasi Daerah Pasca Diberlakukanya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Juncto Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
2. Pengawasan Penerbitan Obligasi Daerah terhadap Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat pasca diberlakukanya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Juncto
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, penulis
melakukan sebuah penelitian dalam bentuk Skripsi dengan judul:
“KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN DAN PENGAWASAN
PENERBITAN OBLIGASI DAERAH DI PEMERINTAHAN DAERAH
PROVINSI JAWA BARAT DALAM PENYELENGGARAAN
OTONOMI DAERAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH”
B. Identikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang yang terungkap tersebut di atas, dalam
penelitian ini ditemukan beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kewenangan Pemerintahan Daerah, khususnya Pemerintah
Provinsi Jawa Barat dalam Penerbitan Obligasi Daerah pasca
diberlakukanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
9
Universitas Kristen Maranatha tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah ?
2. Bagaimana Pengawasan yang dilakukan terhadap Pemerintahan Daerah
Jawa Barat dalam Penerbitan Obligasi Daerah pasca diberlakukanya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Juncto Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah penelitian di atas, menjadi tujuan
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk memahami dan mengkaji kewenangan Pemerintahan Daerah,
khususnya di Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat dalam
Penerbitan Obligasi Daerah pasca diberlakukanya Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Juncto
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2. Untuk memahami dan mengkaji pengawasan penerbitan obligasi
terhadap Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Pasca diberlakukanya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Juncto Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik
secara teoritis maupun praktis.
1. Secara teoritis yaitu bermanfaat bagi pengembangan hukum, khususnya
Hukum Administrasi Negara terkait kewenangan dan pengawasan
penerbitan Obligasi Daerah, khususnya di Pemerintahan Daerah
Provinsi Jawa Barat.
2. Secara praktis, dari penelitian ini dapat menjadi masukan dan
rekomendasi bagi brbagai pihak, khususnya di Pemerintahan Daerah
Provinsi Jawa Barat terkait Kewenangan dan pengawasan Penerbitan
Obligasi Daerah.
E. Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya setiap penyelenggaraan pemerintahan didasarkan
pada hukum yang berlaku sebagaimana dinyatakan dalam konsep Negara
Hukum. Konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan
antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan
lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Konsep
Negara hukum atau Negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat atau the
rule of law), yang mengandung prinsip-prinsip asas legalitas, asas
pemisahan (pembagian) kekuasaan, dan asas kekuasaan kehakiman yang
merdeka, semuanya itu bertujuan untuk mengendalikan negara atau
pemerintah dari kemungkinan bertindak sewenang-wenang atau
11
Universitas Kristen Maranatha berdasarkan hukum (Negara hukum demokratis),5 terkandung pengertian bahwa kekuasaan dibatasi oleh hukum dan sekaligus pula menyatakan
bahwa hukum adalah supreme dibanding semua alat kekuasaan yang ada.6 Berdasarkan pengertian tersebut, maka negara yang menempatkan
hukum sebagai dasar kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan
tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum.7 Oleh karena itu dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan terbagi
menjadi 2 yaitu penyelenggaran pemerintah secara sentralisasi yang berarti
seluruh bidang-bidang pemerintahan diselenggarakan oleh Pemerintah
Pusat dan penyelenggaraan pemerintah secara desentralisasi yang berarti
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan tidak hanya dijalankan oleh
Pemerintah Pusat, tetapi juga oleh satuan Pemerintahan Daerah, yang
umumnya bertumpu pada prinsip otonomi, yaitu “vrijheid en
zelfstandigheid” atau yang dikenal dengan sebutan Otonomi Daerah yang
berarti terdapat kebebasan dan kemandirian daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga daerah (huishoding).8
Agar kebebasan berotonomi tidak terlepas begitu jauh dari dasar
Negara Kesatuan, diperlukanlah suatu pengikat kesatuan yaitu pengawasan
terhadap daerah. Kemandirian otonomi dan pengawasan terhadap daerah
5 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia,
Bandung: Alumni, 1993, hlm. 128.
6 Bagir Manan, Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-undangan dan Perbuatan Administrasi
Negara di Indonesia, Yogyakarta: Makalah Dalam Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas
Atmajaya, 1994, hlm.8.
7
A. Hamid S. Attamimi, Teori Perundang-undangan Indonesia (Suatu sisi Ilmu Pengetahuan
Perundang undangan Indonesia yang Menjelaskan dan Menjernihkan Pemahaman), Jakarta:
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992, hlm.8
8
merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan supaya otonomi tidak
menciptakan suatu keadaan yang anarkis, maka harus selalu ada cara-cara
pengendalian yang menempatkan kebebasan tersebut dibawah
kepemimpinan yang bersifat Nasional.9
Secara hukum pelaksanaan Otonomi Daerah diatur dalam Pasal 1
angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah menyatakan bahwa:
“ Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Oleh karenanya, Pemerintahan Daerah telah merancang berbagai
rencana pembangunan di berbagai bidang dan sektor untuk mendorong
pembangunan di daerah secara lebih berarti.
Guna mendorong pembangunan di Daerah, Pemerintah Daerah
senantiasa berupaya untuk mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang
berbasis potensi lokal yang diharapkan akan memiliki dampak positif
terhadap bidang dan sektor pembangunan lainnnya. Dalam pelaksanaannya
untuk mewujudkan pertumbuhan perekonomian daerah yang baik
diperlukan dukungan berbagai stuktur maupun infrastuktur di Daerah
yang lebih memadai.
Dalam penyediaan stuktur dan infrastuktur yang memadai, pada
umumnya Pemerintahan Daerah terkendala oleh berbagai keterbatasan,
khususnya dalam membiayai pembangunan infrastuktur di daerah,
13
Universitas Kristen Maranatha Pemerintah Daerah masih mengandalkan dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Perimbangan, sehingga Pemerintah Daerah perlu meningkatkan
kemampuan pembiayaan pembangunan di Daerah melalui sumber-sumber
pembiayaan baru baik bersifat konvensional maupun non konvensional
dengan adanya perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Umum Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
dan Pemerintah Daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang
adil, proporsional, demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam
rangka pendanaan penyelenggaraan desentralisasi, dengan
mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah.
Suatu sistem hubungan keuangan Pusat Daerah hendaknya dapat
memberikan kejelasan mengenai berapa luas kewenangan yang dipunyai
oleh Pemerintahan Daerah dalam kebebasanya untuk mengadakan
pungutan-pungutan, menetapkan tarif dan seberapa luas kebebasan
Pemerintahan Daerah dalam menentukan besar dan arah pengeluaranya.10 Salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diperoleh Pemerintahan
Daerah ialah melalui Pinjaman Daerah dengan cara melakukan Penerbitan
Obligasi Daerah, Adapun yang dimaksud dengan Obligasi Daerah ialah
sertifikat yang diterbitkan oleh Pemerintahan Daerah sebagai bukti bahwa
Pemerintahan Daerah tersebut telah melakukan pinjaman atau utang
jangka panjang kepada masyarakat, dan akan dibayarkan berdasarkan
10
jangka waktu tertentu dengan persyaratan yang telah sama-sama disetujui.
Artinya, di Indonesia obligasi daerah yang diterbitkan oleh Pemerintahan
Daerah harus dijual kepada masyarakat melalui transaksi di pasar modal.
Hasil penjualan obligasi daerah oleh Pemerintahan Daerah akan
dimanfaatkan sebagai sumber dana alternatif untuk membiayai
pembangunan daerah.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode yuridis-normatif, karena merupakan penelitian hukum normatif
(legal research) atau penelitian hukum doktriner11, yaitu cara pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan meneliti
data sekunder.
Penelitian yuridis normatif digunakan karena dalam penelitian ini
akan berusaha menemukan sampai sejauh mana kewenangan dan
pengawasan penerbitan Obligasi Daerah, khususnya di Pemerintahan
Provinsi Jawa Barat.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian
Sifat Penelitian ini menggunakan deskriptif analisis yaitu
menjelaskan suatu segala peristiwa yang sedang diteliti dan berkaitan
dengan kejadian sekarang. Dalam penelitian ini peneliti mencoba
15
Universitas Kristen Maranatha menjelaskan bagaimana kewenangan dan pengawasan penerbitan obligasi
daerah di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat Pasca diberlakukanya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Juncto Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan dengan menggunakan Pendekatan
Undang-Undang (statue approach) dan pendekatan konseptual
(conceptual approach). Pendekatan Undang-Undang dilakukan dengan
menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut isu hukum
yang sedang ditangani.
Pendekatan konseptual beranjakan dari pandangan-pandangan dan
doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum denagn mempelajari
pandangan-pandangan, doktrin dan doktrin didalam ilmu hukum, akan
menghasilkan pengertian hukum dan asas-asas hukum yang relevan.
3. Jenis Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal
(normatif), maka jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder, yang mencakup:
a. Bahan Hukum Primer, menggunakan peraturan perundang-undangan
baik Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 33
dan Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2011 tentang Pinjaman Daerah, Peraturan Menteri Keuangan Nomor
111/PMK.07/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Obligasi Daerah dan
Peraturan Perundang-Undangan lain yang berkaitan perimbangan
keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat.
b. Bahan Hukum Sekunder dalam penelitian ini adalah data hasil
observasi yang terdapat dalam beberapa jurnal penelitian hukum,
beberapa hasil telusuran beberapa situs internet mengenai penelitian
ketentuan perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, serta wawancara pada beberapa tokoh dan pelaku sosial yang
berkenaan ketentuan perimbangan keuangan Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder, karena sulitnya untuk mendapatkan data primer yang
berupa pengamatan langsung di lapangan mengenai pelaksanaan
penerbitan obligasi di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Untuk
mengumpulkan data sekunder tersebut dipergunakan teknik pengumpulan
data dengan cara studi lapangan dan studi kepustakaan yaitu membaca dan
ketentuan-17
Universitas Kristen Maranatha ketentuan hukum lainnya yang berkaitan dengan kewenangan pemerintah
pusat dan daerah mengenai penerbitan obligasi.
Jenis data yang diperlukan dalam rangka menjawab permasalahan
dan tujuan penelitian ini, yaitu primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui wawancara, sedangkan data sekunder menyangkut baik
dalam wujud bahan-bahan pustaka, yang dikumpulkan melalui studi
kepustakaan (library research).
5. Analisis Data
Semua data yang telah berhasil diperoleh, setelah dilakukan editing
dan disusun secara sistematis akan dianalisis berdasarkan teknik analisa
data secara yuridis kualitatif, dengan langkah-langkah kategorisasi dan
intepretasi. Analisa kualitatif tersebut dilakukan melalui penalaran
berdasarkan logika untuk dapat menarik kesimpulan yang logis, sebelum
disusun dalam bentuk sebuah laporan penelitian.12
Analisis data yang dilakukan secara kualitatif untuk penarikan
kesimpulan-kesimpulan tersebut, tidak hanya bertujuan mengungkapkan
kebenaran saja, tetapi juga bertujuan untuk memahami gejala-gejala
yang timbul dalam pelaksanaan suatu ketentuan hukum mengenai
penerbitan obligasi. Analisis kualitatif juga dilakukan untuk
mengungkapkan sampai sejauh mana konsistensi dari implementasi
kewenangan Pemerintahan Jawa Barat mengenai Obligasi, dalam
kaitannya untuk mewujudkan pengelolaan tempat lapangan penerbangan
yang ada di majalengka yang sudah pasti ada payung hukumnya.
12
G. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian sistematika penulisan yang disusun oleh peneliti diuraikan
secara berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang latar belakang,
identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : PENYELENGGARAAN OTONOMI SEBAGAI PEMENUHAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai konsep negara
kesejahteraan, konsep otonomi daerah, kewenangan daerah dalam
penyelengaaraan otonomi daerah, aspek keuangan daerah.
BAB III: OBLIGASI DAERAH SEBAGAI SUMBER PEMBIAYAAN
KERANGKA OTONOMI DAERAH
Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai obligasi
daerah, alternatif pembiayaan, pengawasan penerbitan obligasi
daerah, peran pasar modal.
BABIV: KEPASTIAN HUKUM KEWENANGAN DAN
PENGAWASAN PENERBITAN OBLIGASI DAERAH DI
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT
DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH
DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23
19
Universitas Kristen Maranatha JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2004
TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH.
Dalam bab ini penulis akan menganalisis jawaban dari
identifikasi masalah yang telah diuraikan dalam BAB I.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini penulis akan memberikan suatu masukan maupun
perbaikan dan urusan dari apa yang diteliti selama penulisan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab IV dan sesuai dengan identifikasi
masalah pada awal bab, maka kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat memiliki
kewenangan untuk menerbitkan obligasi daerah serta memperhatikan
kemampuan daerah dalam memenuhi segala kewajibanya. Landasan
hukumnya yaitu Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang
menyatakan bahwa urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
disertai dengan sumber pendanaan,pengalihan sarana dan prasarana.
2. Pada prinsipnya Pemerintahan Daerah dimungkinkan menerbitkan obligasi
dengan peroses antara lain dengan pengawasan yang dilakukan oleh Badan
Pemeriksa Keuangan dan Pengawasan melalui sektor pasar modal yang
dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dan juga selain itu harus
mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat. Persetujuan Pemerintah
Pusat diperlukan karena obligasi daerah memiliki resiko yang lebih tinggi
ketimbang obligasi negara. Di samping itu kuantitas dan waktu
135
Universitas Kristen Maranatha mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Perlu
kehati-hatian yang luar biasa untuk menerbitkan obligasi daerah, sebab, jika
terjadi gagal bayar dampaknya bukan hanya mempengaruhi keuangan
daerah, tetapi juga keuangan negara dalam penerbitan obligasi yang
dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi Jawa Barat.
B. Saran
Sesuai dengan kesimpulan dari penelitian ini, maka saran yang dapat
peneliti ajukan adalah:
1. Perlu langkah strategis yang dilakukan oleh Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat agar Penerbitan Obligasi Daerah dapat direalisasikan.
2. Perlu merancang peraturan daerah provinsi jawab arat yang mendukung
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Abdullah Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala
Daerah Secara Langsung, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007.
Alwi Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2008
Azhary, Negara Hukum Indonesia: Analisis Yuridis Normatif tentang
Unsur-unsurnya, Jakarta, UI-Press, 2007.
Busrizalti H.M, Hukum Pemda: Otonomi Daerah dan Implikasinya,
Yogyakarta, Total Media, 2013.
Bratakusumah Deddy dan Dadang Solihin, Otonomi Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Dermawan Sjahrial, Manajemen Keuangan, Jakarta, Mitra Wacana Media,
2009.
Fauzi Noer dan R. Yando Zakaria, Mensiasati Otonomi Daerah,
Yogyakarta, Konsorsium Pembaruan Agraria Bekerjasama dengan
INSIST Press, 2000.
Halim Abdul, Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP AMP
137
Universitas Kristen Maranatha Holsti K.J, International Politics: Framework of Analysis (Politik
International: Suatu Kerangka Analisis), Terjemahan, Bandung,
Bina Cipta, 2000.
Huda Ni‟matul, Otonomi Daerah, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2013.
HR Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajagrafindo Persada,
2013.
Idjehar Muhammad Budairi , HAM versus Kapitalisme, Yogyakarta,
INSIST Press, 2003.
Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung, Alumni, 2008.
Kencana Syafiie dan Inu, Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung,
Refika Aditama, 2005.
Kuncoro Mudrajat, Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang, Jakarta, Erlangga, 2007.
Lubis Irwansyah, Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis Dengan
Pelaksanaan Hukum, Jakarta, Kompas Gramedia, 2010.
Mahmud Peter, Penelitian Hukum, Jakarta, Prenamedia Group, 2005.
Manan Bagirdan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata
Negara Indonesia, Bandung,Alumni, 1993.
Manan Bagir, Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-undangan dan
Kuliah Umum Fakultas Hukum Universitas Atmajaya, Yogyakarta,
1994.
Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Yogyakarta, Andi Yogyakarta,
2009.
Moechdie Abi dan Haryajid Ramelan, Gerbang Pintar Pasar Modal,
Jakarta, Capital Bridge Advisor, 2012.
Ndraha dan Talidziduhu, Kybernology 1 (Ilmu Pemerintahan Baru),
Jakarta, Rineka Cipta, 2003.
Nurcholis Hanif, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah,
Jakarta, Gramedia, 2007.
Nurmantu Safri, Pengantar Perpajakan, Jakarta, Granit, 2005.
Purnomo Budi, Obligasi Daerah, Bandung, Alfabeta, 2009.
Rosidin Utang, Otonomi Daerah Dan Desentralisasi, Bandung, Pustaka
Setia, 2010.
Siswanto dan Sunarno, Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia,
jakarta, Sinar Grafika Offset, 2008.
Suryaningrat Bayu, Mengenal Ilmu Pemerintahan, Jakarta, Rineka Cipta,
139
Universitas Kristen Maranatha Suharto Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan
Sosial, Bandung, Refika Aditama, 2005.
Syarifin Pipin, Pemerintahan Daerah Di Indonesia, Bandung, Pustaka
Setia, 2006.
Triwibowo Darmawan dan Sugeng Bahagijo, Mimpi Negara
Kesejahteraan: Peran Negara dalam Produksi dan Alokasi Kesejahteraan Sosial, Jakarta: LP3ES, 2006.
Widjaja HAW, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Yani Ahmad, Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008.
B. Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan.
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah.
C. Sumber lain-lain
Ahmad Heryawan, “Dalam Penerbitan Obligasi Daerah, Jawa Barat Jadi
Pelopor”. http://www.ahmadheryawan.com/lintas-jabar. diakses
pada tanggal 19 Januari 2016.
Syarif Hidayat, “Tantangan Otonomi Daerah”, Majalah Amanat Nasional,