DAFTAR ISI
Hal
LEMBAR PENGESAHAN. i
LEMBAR PERNYATAAN iii
ABSTRAK iv
KATA PENGANTAR………... v
UCAPAN TERIMA KASIH………. vi
DAFTAR ISI……….. ix
DAFTAR TABEL……….. xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN………. xv
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian………... 1
B Identifikasi dan Perumusan Masalah ………. 11
C Tujuan Penelitian ………..………. 14
D Manfaat Penelitian ... 14
1. Manfaat Teoritis .………... 15
2. Manfaat Praktis ………... 15
E Struktur Organisasi ... 16
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, HIPOTESIS A Kajian Pustaka ...……….. 17
1. Ruang Lingkup Administrasi Pendidikan ... 17
2. Bidang Garapan Administrasi Pendidikan ... 21
3. Kinerja Manajerial Kepala Sekolah ...……… 23
a. Pengertian Kinerja ...……... 23
b. Penilaian Kinerja Kepala Sekolah ...…...……….. 32
c. Manfaat dan Kegunaan Penilaian Kinerja ... 37
4. Konsep Manajerial Kepala Sekolah ... 39
H. Asep Suhendi, 2012
a. Konsep Motivasi Kerja ... 46
b. Faktor Motivasi ... 52
c. Motivsi Berprestasi ... 53
. d. Macam-macam Motivasi ... 54
. e. Karakteristik Motivasi Berprestasi ...….. 54
6. Konsep Pendidikan dan Pelatihan ... 55
a. Pengertian Pelatihan ... 55
b. Konsep Pendidikan dan Pelatihan ... 56
c. Tujuan Pelatihan ... 60
d. Manfaat Pelatihan ... 62
e. Prinsip-prinsip Pendidikan dan Pelatihan ... 64
B Kerangka Berpikir ...……….. 72
C Hipotesis ...……... 73
BAB III METODE PENELITIAN ... 74
A Pendekatan dan Rancangan Penelitian ... 74
B Populasi dan Sampel Penelitian ... 77
1. Populasi ... 77
2. Sampel ...………... 80
C Difinisi Operasional ... 81
D Teknik Pengumpulan Data ... 83
E Instrumen Penelitian ... 90
F Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Instrumen ... 93
G Analisis Data ... 101
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 105 A Hasil Penelitian ... 105
1.Gambaran Faktual Kinerja Manajerial Kepala sekolah 105 2. Gambaran Faktual Motivasi Kerja... 111
3. Kondisi Faktual Pendidikan dan Pelatihan... 117
B Uji Hipotesis ... 122
1. Kontribusi Motivasi Kerja (X1) Terhadap Kinerja
123
2. Kontribusi Pendidikan dan Pelatihan (X2) Terhadap
Kinerja Manajerial Kepala Sekolah Sekolah (Y)... 130
3. Kontribusi Motivasi Kerja (X1), Pendidikan dan Pelatihan (X2) Terhadap Kinerja Manajerial Kepala Sekolah (Y)... 137 a. Path Analysis (Analisis Jalur) ... 137
b. Menghitung Koefisien Jalur Secara Simultan (Keseluruhan)... 140
c. Pengujian Secara Individual... 141
C Temuan dan Pembahasan Hasil Penelitian ... 144
1. Temuan Tentang Motivasi Kerja di SMP Negeri se Kabupaten Karawang dan Kontribusinya terhadap Kinerja Manajerial Kepala Sekolah... 144 2. Temuan Tentang Pendidikan dan Pelatihan di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang dan Kontribusinya Terhadap Kinerja Manajerial Kepala Sekolah... 147 3. Temuan Tentang Motivasi Kerja, Pendidikan dan Pelatihan di SMP Negeri Se-Kabupaten Karawang dan Kontribusinya Terhadap Kinerja Manajerial Kepala Sekolah... 149 BAB V Kesimpulan, dan Saran ... 153
A Kesimpulan ... 153
B Saran... 155
DAFTAR PUSTAKA ... 159
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 161
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Sumber daya manusia merupakan elemen utama organisasi
dibandingkan dengan elemen lain seperti modal, teknologi, dan uang sebab
manusia itu sendiri yang mengendalikan yang lain. Membicarakan
sumberdaya manusia tidak terlepas dari kegiatan-kegiatan atau proses
manajemen seperti strategi perencanaan, pengembangan manajemen dan
pengembangan organisasi. Keterkaitan antara aspek-aspek manajemen itu
sangat erat sekali sehingga sulit bagi kita untuk menghindari dari
pembicaraan secara terpisah satu dengan lainnya.
Supriadi (1998:346) pernah mengungkapkan bahwa kepala sekolah
merupakan seorang manajer yang menjadi sumber daya manusia penting
dalam menentukan mutu pendidikan. Peran kepala sekolah menjadi strategis
dalam menentukan kualitas mutu pendidikan karena kepala sekolah adalah
bukan saja sebagai seorang manajer tetapi juga sebagai administrator,
penentu kebijakan dan pamong di sekolah tersebut. Oleh karena itu tidak
berlebihan jika kepala sekolah adalah variabel yang sering disorot dalam
penelitian pendidikan.
Dari beberapa kompetensi kepala sekolah, kompetensi manajerial
kepala sekolah merupakan komponen penting dalam meningkatkan program
Dalam kerangka inilah dirasakan perlu menelaah tentang kemampuan kepala
sekolah sebagai manajer dalam mensukseskan otonomi pengelolaan
pendidikan di tingkat sekolah.
Kualitas kepala sekolah sebagai manajer sangat dipengaruhi oleh
kinerja (capability) yang dimiliki dalam upaya memberdayakan guru
sehingga terwujud guru yang profesional yang selalu ingin mengaktualisasi
dalam bentuk peningkatan mutu pendidikan. Kepala sekolah yang
mempunyai kinerja manajerial yang baik yaitu seorang kepala sekolah yang
mempunyai kapasitas intelektual, emosional, dan spiritual yang baik serta
berwawasan luas dan futuristik.
Kapasitas intelektual, emosional dan spiritual kepala sekolah secara
formal didapatkan melalui pendidikan-pendidikan formal tetapi juga
didapatkan melalui pengalaman dan keterlibatan dalam pelatihan-pelatihan.
Kapasitas intelektual diperlukan dalam mencermati, memahami dan
menganalisis setiap informasi yang diperoleh. Kapasitas emosional
diperlukan dalam menghadapi berbagai tekanan dan dalam membangun
kontribusi. Sedangkan kapasitas spiritual diperlukan pada saat melakukan
pengambilan keputusan agar keputusan yang diambil merupakan keputusan
yang berpihak pada kebenaran. Adapun wawasan yang luas dan futuristik
merupakan modal dasar dalam membaca tanda-tanda perubahan lingkungan
sekolah sehingga dapat membawa sekolah yang dipimpinnya tetap eksis
Kepala sekolah bertanggung jawab atas manajemen pendidikan secara
mikro, yang secara langsung berkaitan dengan proses pembalajaran di
sekolah. Menurut Mulyasa (2006:89) bahwa “Kepala Sekolah profesional
dalam paradigma baru manajemen pendidikan akan memberikan dampak
positif dan perubahan di sekolah”. Dampak tersebut antara lain terhadap mutu
pendidikan, kepemimpinan sekolah yang kuat, pengelolaan tenaga
kependidikan yang efektif, budaya mutu, teamwork yang kompak, cerdas, dan
dinamis, kemandirian, partisipasi warga sekolah dan masyarakat, keterbukaan
manajemen, kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik), evaluasi dan
perbaikan berkelanjutan, responsif, dan antisipatif terhadap kebutuhan,
akuntabilitas dan sustainabilitas. Selain itu juga kemampuan manajerial
kepala sekolah diartikan sebagai seperangkat teknis dalam melaksanakan
tugas sebagai manajer sekolah untuk mendayagunakan segala sumber yang
tersedia untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien.
“Kemampuan manajerial kepala sekolah dapat juga diartikan sebagai suatu
kompetensi (kemampuan) mengelola yang harus dimiliki kepala sekolah yang
berkaitan dengan tuntunan tugas dan pekerjaan” (Akdon, 2002:34).
Sejalan dengan diberlakukannya Otonomi Daerah serta untuk
mengantisipasi perkembangan dunia pendidikan maka kita dituntut untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten agar mampu bersaing
dalam pasar kerja global, juga dituntut untuk melakukan perubahan dan
demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhan serta mendorong
peningkatan partisipasi masyarakat.
Salah satu usaha pemerintah daerah Jawa Barat dalam meningkatkan
mutu pendidikan di era otonomi pendidikan ini yaitu dengan diterapkannya
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Kebijakan strategis ini diterapkan
berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
No. 420/Kep. 2556-disdik/2001, tanggal 15 Juli 2001 tentang penerapan
Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat.
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan salah satu bentuk alternatif
pengelolaan sekolah dalam rangka desentralisasi bidang pendidikan, yang
ditandai adanya otonomi yang luas di tingkat sekolah. Diberikannya otonomi
kepada sekolah dimaksudkan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber
dayanya, yang mencakup orang, uang, bahan pelajaran, media pendidikan,
sarana prasarana dan informasi secara efektif dan efesien guna pencapaian
tujuan sekolah. Sehingga peran sumber daya manusia dalam hal ini kepala
sekolah akan memegang peranan penting untuk mewujudkan pengelolaan
MBS ideal.
Berbicara mengenai pembinaan kualitas sumber daya manusia,
pendidikan dan pelatihan memegang peran yang sangat penting dalam proses
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas
sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan
sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui
berbagai usaha pengembangan pendidikan dan pelatihan yang lebih
berkualitas antara lain melalui pengembangan dan pendidikan pelatihan harus
meningkatkan pelaksanaan tugas dan pengembangan karier pegawai,
pendidikan dan pelatihan harus menjadi suatu yang berkelanjutan atau paling
tidak merupakan satu bagian kehidupan dan pelaksanaan tujuan yang diulang
kembali, pendidikan pelatihan harus mempergunakan metodologi dan sistem
penyampaian baru program studi lapangan, diskusi, seminar konferensi,
performance role playing, simulasi studi kasus dan sistem evaluasi, perbaikan
sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan
bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi pada kenyataannya upaya
pemerintah tersebut belum cukup berarti dalam meningkatkan kuailtas kinerja
kepala sekolah. Ini terlihat dari masih rendahnya hasil penilaian kinerja
kepala sekolah khususnya perannya sebagai manajer di SMP Negeri
se-Kabupaten Karawang. Hal ini terlihat dari masih banyaknya siswa-siswi SMP
Negeri se-Kabupaten Karawang yang tidak lulus dalam Ujian Nasional Tahun
2010/2011. Hal tersebut mengindikasikan masih rendahnya peran kepala
sekolah sebagai manajer untuk mengendalikan mutu sekolah. Menurut
Umaedi dalam tembolok Google untuk http://www.ssep.net/director.html
yang ditampilkan pada tanggal 6 Mei 2011 terdapat dua faktor yang dapat
menjelaskan mengapa upaya perbaikan mutu pendidikan selama ini kurang
Pertama strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat
input oriented. Strategi yang demikian lebih berstandar kepada asumsi bahwa
bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan
buku-buku (materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan (sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran)
yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output
yang diperkenalkan oleh teori education production function (Hanushek,
1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah),
melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat
macro-oriented, diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak
faktor yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak
berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Atau dengan
singkat dapat dikatakan bahwa kompleksitasnya cakupan permasalahan
pendidikan, seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh dan akurat oleh
birokrasi pusat.
Kemampuan kepala sekolah merupakan kemampuan melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagaimana diungkapkan dalam Kep. Men. Dik. Nas
No. 162/U/2003 pasal 9 ayat 2 tugas dan tanggung jawab kepala sekolah
sebagai: (1) pimpinan (2) manajer (3) pendidik (4) administrator (5)
Tugas utama dari pengelolaan sumber daya lebih cenderung pada
usaha agar seseorang/personil dapat bekerja secara efektif. Bentuk
kecenderungan usaha itu diantaranya adalah meliputi pendidikan dan
pelatihan, perawatan kesehatan personil untuk kestabilan kerja dalam
organisasi, dan pertemuan ilmiah seperti seminar, simposium.
Pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi
suatu keniscayaan bagi organisasi, karena penempatan seseorang secara
langsung dalam pekerjaan tidak menjamin mereka akan berhasil. Begitu pula
dalam organisasi sekolah, pelatihan dalam jabatan akan menjadi kebutuhan
agar usaha menuju pengelolaan sekolah yang lebih efektif dan bermutu dapat
terwujud.
Otonomi dalam bidang pendidikan ini, khususnya otonomi pada
tingkat satuan pendidikan, sekolah-sekolah yang berada di Kabupaten
Karawang harus memiliki sosok seorang manajer, dalam hal ini kepala
sekolah yang handal dan terampil yang mampu memproyeksikan dirinya di
dalam sekolah guna mempengaruhi situasi kerja, semangat kerja,
anggota-anggota staf, sifat berkontribusi di antara sesamanya, dan akan mempengaruhi
hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga pendidikan tersebut.
Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Bartol (Pabundu Tika, 2005:63)
bahwa „kemampuan manajerial seseorang merupakan suatu proses untuk
mempengaruhi orang lain kearah tujuan organisasi‟.
Kualitas kepala sekolah di SMPN Kabupaten Karawang sebagai
hasil survai langsung ke lapangan 70 orang kepala sekolah terdiri dari 21
orang jurusan exact, 5 orang jurusan agama, 24 orang jurusan ilmu sosial dan
20 orang sudah strata 2. Jika dilihat dari keahlian yang dimiliki oleh kepala
sekolah, menurut peneliti ini belum mencerminkan tenaga yang profesional di
bidang manajerial sehingga kinerja kepala sekolah belum dapat
memperlihatkan hasil kerja secara optimal yang profesional, yang selalu ingin
mengaktualisasikan dalam bentuk peningkatan kinerja sebagai manager di
sekolah.
Ciri yang konkrit untuk meningkatkan efektifitas sumber daya
manusia adalah motivasi kerja dan program pendidikan pelatihan. Dua ciri
kongkrit tersebut cenderung selalu menjadi bahan penelitian untuk menelaah
adanya kontribusi atau tidak dalam meningkatkan mutu kerja seorang
personil, karena kebutuhan organisasi kerja dan masyarakat selalu berubah.
Sehingga, untuk lebih meningkatkan kinerja manajerial kepala sekolah di
SMPN Kabupaten Karawang maka perlu diadakan Pendidikan dan Latihan
(Diklat), khususnya pendidikan dan latihan di bidang manajerial kepala
sekolah. Pendidikan dan pelatihan merupakan bentuk pengembangan sumber
daya manusia yang amat strategis, sebab dalam program pendidikan dan
pelatihan selalu berkaitan dengan masalah nilai, norma dan prilaku individu
maupun kelompok. Dengan program pendidikan dan pelatihan selalu
pengembangan profesional, pemecahan masalah, tindakan yang remidial,
motivasi, meningkatkan mobilitas dan keamanan anggota masyarakat.
Menurut Wahjosumidjo, (1999:381) “Tujuan utama pendidikan dan pelatihan
adalah untuk memperoleh kecakapan khusus yang diperlukan oleh kepala
sekolah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas kepemimpinan sekolah.”
Salah satu tuntutan keberhasilan suatu pelatihan adalah sebagai salah
satu alat peningkatan karier peserta, maka timbullah tuntutan secara
pragmatis yang sangat esensial dalam pendidikan dan pelatihan itu harus
lebih bersifat responsif, dilaksanakan secara efektif dan efesien.
1. Bersifat responsif, artinya pendidikan dan pelatihan harus direncanakan
dan dilaksanakan untuk memenuhi persyaratan dan kebutuhan individu,
organisasi dan masyarakat yang lebih luas.
2. Bersifat efektif, artinya pendidikan dan pelatihan harus menghasilkan
produk yang diperlukan (diinginkan) dan diselenggarakan sedemikian
rupa dengan satu cara yang sungguh-sungguh serta memberikan
kepuasan kepada para peserta dan organisasi.
3. Bersifat efesien, artinya pendidikan dan pelatihan harus mampu berdaya
guna secara ekonomis dan memperoleh manfaat yang seoptimal
mungkin.
Selain dari pada pendidikan dan pelatihan, untuk meningkatkan
efektifitas sumber daya manusia memerlukan motivasi kerja dari seorang
pimpinan, karena manusia adalah insan yang dinamis, namun demikian bukan
itulah ada suatu dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lebih-lebih
karena kebutuhan dasar manusia itu banyak ragamnya. Ketika melakukan
pekerjaan perbuatan yang bersifat sadar, seseorang selalu didorong oleh
maksud atau motif tertentu, baik yang obyektif maupun subyektif. Motif atau
dorongan dalam melakukan pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya pada
hasil kerja. Seseorang bersedia melakukan pekerjaan bilamana motif yang
mendorongnya cukup kuat dan tidak mendapat saingan atau tantangan dari
motif lain yang berlawanan. Demikian pula sebaliknya orang lain yang tidak
didorong oleh motif yang kuat akan meninggalkan atau sekurang-kurangnya
tidak bergairah dalam melakukan pekerjaan.
Ada dua jenis motif dalam kerangka motivasi, yaitu motif intrinsik
dan motif ekstrinsik. Motif intrinsik yaitu dorongan dari dalam diri sendiri,
misalnya seseorang bekerja karena pekerjaan itu sesuai dengan bakat dan
minat, sehingga dapat diselesaikan dengan baik karena memiliki pengetahuan
dan ketrampilan dalam menyelesaikannya. Sedangkan motif ekstrinsik, yaitu
dorongan dari luar, misalnya bekerja karena upah atau gaji yang tinggi,
mempertahankan kedudukan yang kuat, merasa berjasa karena banyak
pengabdiannya dan lain-lain.
Menurut Sudarwan Danim, (2009:31) Banyak teori yang mendukung terhadap motivasi kerja diantaranya sebagai berikut:
1. Teori psikoanalisa dari Freud, menekankan pada pengalaman masa kanak-kanak sebagai motif yang dapat dan selalu mendorong seseorang melakukan suatu perbuatan. Orang merasa senang dan puas melakukan pekerjaan karena pengaruh masa lampaunya.
Menyadari hal tersebut, kepala sekolah dihadapkan pada tantangan
untuk melakukan perubahan dan pengembangan pendidikan secara
berencana, terarah dan berkesinambungan untuk meningkatkan mutu lulusan.
Banyak masalah yang diakibatkan oleh lulusan pendidikan yang tidak
bermutu, maka upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan yang dimulai
dari upaya perbaikan kinerja manajerial kepala sekolah akan menjadi hal
yang amat penting.
Penelitian terdahulu, Dody (2011) dengan judul “Pengaruh kemampuan
manajerial kepala sekolah dan pelaksanaan MBS terhadap kinerja mutu
sekolah di SMA Kabupaten Subang” di mana penelitian ini berangkat dari
masalah rendahnya mutu kinerja sekolah dalam kerangka Manajemen
Berbasis Sekolah. Berdasarkan analisis statistik, nilai koefesien determinasi
kemampuan manajerial kepala sekolah sebesar r2 = 0,299 atau 29,9% menunjukkan bahwa kemampuan manajerial kepala sekolah terhadap mutu
kinerja sekolah dirasakan oleh warga sekolah masih dirasakan lemah. Hal itu
telah berimplikasi pada tingkat perubahan mutu kinerja sekolah. Hal itu juga
mengandung makna bahwa jika mutu kinerja sekolah ingin ditingkatkan maka
perlu peningkatan pada aspek kemampuan manajerial kepala sekolah.
Hal yang sama berlaku untuk manajemen berbasis sekolah dengan nilai
koefesien determinasi terhadap mutu kinerja sekolah sebesar sebesar r2 =
0,1616 atau 16,16 % menunjukan bahwa manajemen berbasis sekolah tidak
berdiri sendiri untuk dapat melakukan perubahan pada mutu kinerja sekolah,
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa faktor manajerial kepala
sekolah menjadi faktor yang layak diteliti secara berkesinambungan dan
terencana untuk mengukur tingkat keberhasilan pencapaian mutu sekolah
yang baik melalui kinerja manajerial kepala sekolah yang dipengaruhi oleh
motivasi kerja dan pendidikan pelatihan kepala sekolah
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah
Menurut Sugiyono, (2008:35) definisi masalah adalah:
“Merupakan kesenjangan antara yang diharapkan dengan yang terjadi, maka
rumusan masalah itu merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan
jawabannya melalui pengumpulan data.”
Identifikasi masalah penelitian diantaranya:
1. Peran kepala sekolah sebagai manajer seperti yang dijelaskan di atas akan
berjalan lebih baik ketika kepala sekolah memiliki kesinergisan antara
keahlian yang dimiliki dengan tugas yang diembannya sebagai manajer di
sekolah.
2. Banyak mengikuti pelatihan-pelatihan, baik yang berkaitan langsung
dengan kekepalasekolahan maupun pelatihan manajemen guna
meningkatkan kualitas kinerja kepala sekolah sebagai manajer,
merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan atas kemampuannya dalam
mengelola dan mengendalikan mutu sekolah.
3. Untuk meningkatkan efektifitas sumber daya manusia memerlukan
perbuatan yang bersifat sadar, seseorang selalu didorong oleh maksud
atau motif tertentu, baik yang obyektif maupun subyektif. Motif atau
dorongan dalam melakukan pekerjaan itu sangat besar pengaruhnya pada
hasil kerja. Seseorang bersedia melakukan pekerjaan bilamana motif yang
mendorongnya cukup kuat dan tidak mendapat saingan atau tantangan
dari motif lain yang berlawanan, demikian pula sebaliknya.
4. Keragaman keahlian dan keragaman keikutsertaan dalam mengikuti
pelatihan-pelatihan dalam jabatan.
5. Adanya kesenjangan antara upaya maksimal kemampuan manajerial
kepala sekolah dengan mutu sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten
Karawang dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah masih
rendah/kurang.
6. Rendahnya hasil Ujian Nasional, yang ditandai dengan urutan kedua
terakhir tingkat Provinsi Jawa Barat di tahun 2010/2011.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, penulis menganggap
adanya dugaan bahwa hal itu terjadi karena kontribusi motivasi kerja dan
pendidikan pelatihan terhadap kinerja manajerial kepala sekolah
berbeda-beda sehingga berimplikasi terhadap pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah kurang efektif di sekolahnya masing-masing.. Fenomena itu sangat
menarik untuk dikaji lebih mendalam melalui sebuah penelitian yang
difokuskan pada judul penelitian ”Kontribusi Motivasi Kerja, dan Pendidikan
Pelatihan Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Manajerial Kepala Sekolah di
Berdasarkan uraian di atas muncul beberapa pokok pertanyaan yang
akan menjadi kajian dalam penelitian ini, pokok pertanyaan tersebut disusun
dalam bentuk rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran faktual tentang motivasi kerja kepala sekolah di
SMP Negeri se-Kabupaten Karawang?
2. Bagaimana gambaran faktual tentang pendidikan dan pelatihan yang
diikuti oleh kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang?
3. Berapa besar kontribusi motivasi kerja kepala sekolah terhadap kinerja
manajerial kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang?
4. Berapa besar kontribusi pendidikan dan pelatihan kepala sekolah terhadap
kinerja manajerial kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten
Karawang?
5. Berapa besar kontribusi motivasi kerja dan pendidikan pelatihan kepala
sekolah terhadap kinerja manajerial kepala sekolah di SMP Negeri
se-Kabupaten Karawang?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh data dan
informasi tentang kinerja kepala sekolah di SMP Negeri kabupaten
Karawang. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui:
1. Gambaran faktual tentang motivasi kerja kepala sekolah di SMP Negeri
2. Gambaran faktual tentang pendidikan dan pelatihan yang diikuti oleh
kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang
3. Kontribusi motivasi kerja terhadap kinerja manajerial kepala sekolah di
SMP Negeri se-Kabupaten Karawang.
4. Kontribusi pendidikan dan pelatihan terhadap kinerja manajerial kepala
sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang
5. Kontribusi motivasi kerja dan pendidikan pelatihan kepala sekolah secara
bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja manajerial kepala sekolah di
SMP Negeri se-Kabupaten Karawang.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terdiri dari manfaat teoritis yang berdasarkan
pertimbangan kontekstual dan konseptual dan manfaat praktis digunakan
untuk perbaikan bagi SMP Negeri di Kabupaten Karawang yang
bersangkutan. Manfaat penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan studi lanjutan yang
relevan dan bahan kajian bagi kepala sekolah maupun lembaga
terkait pelaksana pendidikan dan pelatihan kepala sekolah untuk
pengembangan konsep-konsep, serta kultur yang berkembang pada
dunia pendidikan dewasa ini.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat merumuskan asumsi tentang
mutu sekolah atau mutu lulusan di SMP Negeri se- Kabupaten
Karawang.
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kepuasan
(satisfaction), kepercayaan (trust) dan pelayanan (service) kepada
masyarakat luas dan pemakai jasa pendidikan (stakeholders)
terhadap institusi pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian secara praktis diharapkan dapat memiliki
kemanfaatan sebagai berikut:
a. Menjadi masukan bagi Dinas Pendidikans di Kabupaten Karawang
untuk dijadikan pertimbangan secara kontektual dan konseptual
operasional dalam merumuskan pola pengembangan motivasi kerja
dan pendidikan pelatihan terhadap kinerja manajerial kepala sekolah.
b. Menjadi masukan bagi kepala sekolah SMP Negeri di Kabupaten
Karawang mengenai materi pengelolaan kinerja manajerial kepala
sekolah terhadap mutu sekolah SMP Negeri di Kabupaten Karawang
dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
c. Bahan perbandingan bagi pimpinan Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Karawang untuk meningkatkan kualitas
pendidikan melalui pengembangan kinerja manajerial kepala sekolah
terhadap mutu sekolah.
d. Bagi para peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
temuan awal untuk melakukan penelitian lanjutan tentang model
sekolah sehingga berdampak positif terhadap peningkatan mutu
sekolah.
E. Struktur Organisasi
Bab I. Pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang penelitian,
identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan struktur organisasi.
Bab II. Menguraikan tentang landasan teoritis yang berkenaan dengan
masalah konsep motivasi kerja, pendidikan dan pelatihan, kinerja manajerial
kepala sekolah, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
Bab III. Berisikan tentang prosedur penelitian secara lebih detail, yaitu
mengenai pendekatan metode penelitian, oprasional variabel penelitian,
populasi dan sampel, langkah-langkah pengumpulan data penelitian, prosedur
dan teknik pengumpulan data, dan pengujian instrumen penelitian.
Bab IV. Memuat tentang hasil penelitian dan pembahasan yang akan
menjabarkan deskipsi dan analisis data penelitian.
Bab V. Merupakan kesimpulan dan saran penelitian. Sedangkan
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Rancangan Penelitian
Sebelum memilih dan menentukan metode yang tepat untuk
penelitian yang akan dilakukan, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu
pentingnya metodologi dalam penelitian. Penelitian harus menggunakan
metode ilmiah agar diperolah hasil penelitian yang ilmiah (Husen Umar,
2003:45).
Setiap melakukan penelitian, maka terlebih dahulu harus
ditentukan metode yang akan dipilih untuk digunakan sehingga tujuan
penelitian yang diiinginkan bisa tercapai. Sudah barang tentu metode
yang dipilih harus berhubungan erat dengan prosedur, alat dan desain
penelitian yang digunakan. Metode penelitian akan memberikan
gambaran yang jelas dan terarah kepada peneliti sehingga dapat dijadikan
sebagai acuan, terutama dalam pengumpulan dan analisis data (Nasir,
2003:51; Azis,2003:37). Metode Penelitian (terkadang disebut Metodologi)
merupakan cara seseorang mengumpulkan dan menganalisis data. Metode
ini telah dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan dengan prosedur
yang sah dan terpercaya (McMilan & (Schumaker, 1991:58).
Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk
penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian survei yang
digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, (3)
penjelasan (eksplanatory) atau (confirmatory), yakni menjelaskan hubungan
kausal dan pengujian hipotesis; (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan
kejadian tertentu di masa yang akan datang (6) penelitian operasional, dan (7)
pengembangan indikator-indikator sosial.
Metode survey menurut Kerlinger seperti dikutip Sugiyono (2004:7)
adalah:
Metode penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis dan psikologis.
Lebih lanjut David Kline sebagaimana dikutip Sugiyono (2004:7)
mengemukakan bahwa:
Metode survey pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Walaupun metode survey ini tidak memerlukan kelompok kontrol seperti halnya pada metode eksperimen, namun generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel yang refresentitatif.
Merujuk pada uraian-uraian tersebut, maka masalah motivasi kerja,
pendidikan dan pelatihan dan kinerja kepala sekolah sebagai manajer, pada
umumnya bersifat kontekstual yang diasumsikan mempunyai hubungan yang
kontekstual pula. Karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan metode survey dengan alasan bahwa metode survey
dianggap paling relevan untuk penelitian yang menggunakan populasi cukup
penelitian ini pun menggunakan metode lain supaya data yang dihasilkan
benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Metode lain yang dimaksud
adalah metode deskriptif evaluatif. Metode deskriptif dirancang untuk
memperoleh informasi tentang gejala pada saat penelitian berlangsung, tidak
ada perlakuan yang diberikan atau kondisi yang dikendalikan seperti pada
penelitian eksperimen. Penelitian deskriptif juga merupakan suatu metode
untuk meneliti status pada kelompok manusia, obyek, seperangkat kondisi,
sistem pemikiran atau pun suatu kelas peristiwa pada saat sekarang.
Tujuannya untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara faktual
dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki (Nasir, 1988:63). Sementara Koentjaraningrat (1991:29)
mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan
secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau
untuk menentukan frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat.
Metode evaluasi merupakan proses pengumpulan, analisis dan
penafsiran data yang hasilnya digunakan untuk perbaikan atau pengambilan
keputusan suatu program atau produk. Tujuannya untuk mengetahui sampai
sejauh mana tujuan-tujuan yang telah diprogram dapat berjalan secara efektif
dan efisien. Informasi hasil evaluasi ini kemudian dapat dijadikan umpan
inetode evaluasi digolongkan menjadi dua macam, yaitu: (1) pemantauan
program; dan (2) evaluasi program. Pemantauan program dilaksanakan untuk
dapat mengukur secara cermat, seberapa baik program dilaksanakan untuk
mencapai tujuan. Selain itu pemantauan ini pun bermanfaat sekali untuk
mengukur kekuatan dan kelemahan program yang telah dijalankan.
Sedangkan evaluasi program dilaksanakan untuk menilai apakah suatu
program memberi pengaruh pada populasi sasaran.
Metode evaluasi umumnya diterapkan tidak seperti halnya pada
penelitian dasar atau terapan. Penelitian dasar diarahkan untuk memajukan
dan mengembangkan ilmu pengetahuan, sedangkan penelitian terapan
diarahkan untuk menemukan pemecahan masalah-masalah sosial yang
spesifik. Metode evaluasi umumnya dilaksanakan dalam latar (setting)
organisasi atau lembaga dan untuk tujuan organisasi atau lembaga, baik untuk
perbaikan atau pun untuk penentuan kepatutan produk atau program yang
dihasilkan oleh organisasi atau lembaga.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Sugiyono (2004:90) mengemukakan bahwa populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesirnpulannya. Sementara Sudjana (1996:6) berpendapat
karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas
yang ingin dipelajari sifat-sifatnya. Sedangkan Riduan (2002:3) mengatakan
bahwa “Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil
pengukuran yang menjadi objek penelitian.
Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dengan demikian maka faktor
yang perlu diperhatikan dalam populasi adalah elemen atau unsur yang dapat
diamati. Oleh karena itu penentuan karakteristik populasi yang tepat
merupakan faktor penting dalam suatu penelitian, karena pada hakekatnya
suatu permasalahan itu baru akan memiliki makna apabila dikaitkan dengan
populasi yang relevan.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda
alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
obyek-obyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki
oleh subyek/obyek itu. Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk
mendapatkan data yang representatif penulis mengambil populasi Kepala
Sekolah SMP Negeri se-kabupaten Karawang yang berjumlah 70 sekolah
yang berarti 70 kepala sekolah. Pertimbangan ini diambil karena kepala
sekolah yang mengetahui dan mengalami langsung indikator-indikator yang
peneliti cantumkan dalam instrumen penelitian.
No KOMISARIAT NAMA SMP
18 SMPN 1 TELUKJAMBE BARAT
19 SMPN 2 TELUKJAMBE BARAT
20 SMPN 1 TELUKJAMBE TIMUR
21 SMPN 2 TELUKJAMBE TIMUR
22 SMPN SATU ATAP PANGKALAN
23
35 SMPN 1 RENGASDENGKLOK
36 SMPN 2 RENGASDENGKLOK
37 SMPN 1 TIRTAJAYA
38 SMPN 2 TIRTAJAYA
39 SMPN 3 TIRTAJAYA
40 SMPN SATU ATAP 1 BATUJAYA
41 SMPN SATU ATAP 2 BATUJAYA
KOMISARIAT
60 SMPN SATU ATAP PURWASARI
61
70 SMPN SATU ATAP JATISARI
JUMLAH 70 SMPN
2. Sampel
Sugiyono (2003:91) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari jumlah
dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sementara Sudjana (1996:6)
mendefinisikan sampel sebagai bagian yang diambil dari populasi. Dengan
demikian, sampel dapat didefinisikan sebagai bagian dari populasi yang mewakili
jumlah dan karakteristik dari seluruh populasi.
untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Yang dimaksud dengan
menggeneralisasikan adalah mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu
yang berlaku bagi populasi. Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel
Nasution (2005:135) bahwa, "mutu penelitian tidak selalu ditentukan oleh
besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya dasar-dasar teorinya, oleh desain
penelitiannya (asumsi-asumsi statistik), serta mutu pelaksanaan dan
pengolahannya." Berkaitan dengan teknik pengambilan sampel, Arikunto
(2005:120) mengemukakan bahwa: Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila
subjek kurang dari 100, maka lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya
merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika subjeknya besar, dapat diambil
antara 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih.
Sampel pada penelitian ini merupakan sampel populasi dan bersifat
homogen dimana sumber data memiliki sifat yang sama yaitu kepala sekolah
Menengah Pertama Negeri se-Kabupaten Karawangyang berjumlah 70 orang
seperti tertera pada tabel 3.1
C. Definisi Operasional
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu, variabel bebas
(independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Yang termasuk
variabel bebas adalah motivasi kerja (X1) dan pendidikan dan pelatihan (X2),
sedangkan variabel terikat adalah kinerja kepala sekolah sebagai manajer (Y).
Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel
mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam
petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi
operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti lain yang
ingin menggunakan variabel yang sama. Lebih lanjut beliau mengatakan: "dari
informasi tersebut akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel
itu dilakukan. Dengan demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur
pengukuran yang sama akan dilakukan (diperlukan) prosedur pengukuran baru.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa definisi
operasional itu harus bisa diukur dan spesifik serta bisa dipahami oleh orang lain,
adapun definisi operasional adalah sebagai berikut.
1. Kontribusi
“Kontribusi adalah sumbangan yang ada atau timbul dari suatu (manusia, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan dan perbuatan seseorang
(Balai Pustaka, 1984:664).”
Kontribusi yang dimaksud dalam penelitian ini, menurut pendapat peneliti
adalah sumbangan atau daya dukung kinerja manajerial kepala SMP Negeri
Kabupaten Karawang dalam sudut pandang motivasi kerja dan pendidikan dan
pelatihan.
2. Motivasi Kerja (X1)
Motivasi kerja adalah faktor-faktor pendorong atau mempengaruhi
gairah kepala sekolah dalam bekerja. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah disiplin, semangat kerja, ambisi, kompetisi, kreativitas, prestasi
Suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang
termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan tentang keterampilan dalam
memutuskan persoalan-persoalan yang menyangkut bidang tugas dan tujuan
lembaga yang telah ditetapkan (Mukaram dan Marwansyah, 1997:54).
4. Kinerja Manajerial Kepala Sekolah
Seperangkat teknis dalam melaksanakan tugas sebagai manajer
sekolah untuk mendayagunakan segala sumber yang tersedia untuk mencapai
tujuan sekolah secara efektif dan efisien. (Akdon, 2002:7).
Kinerja kepala sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini, menurut
pendapat peneliti adalah tingkat keberhasilan kepala sekolah dalam
melaksanakan tugas, yang didasari pengetahuan, sikap, ketrampilan dan
motivasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui planning,
actuating, organizing, controlling.
D. Teknik Pengumpulan Data
Nasir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data
merupakan alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu
penelitian. Data yang akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka,
keterangan tertulis, informasi lisan dan beragam fakta yang berhubungan
dengan fokus penelitian yang diteliti. Sehubungan dengan pengertian teknik
pengumpulan data dan wujud data yang akan dikumpulkan, maka dalam
penelitian ini digunakan tiga teknik utama pengumpulan data, yaitu studi
Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini
dimaksudkan sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan
mencatat bagian-bagian yang dianggap penting dari berbagai risalah resmi
yang terdapat baik di lokasi penelitian, maupun di instansi lain yang ada
hubungannya dengan lokasi penelitian. Studi Dokumentasi ditujukan untuk
memperoleh data langsung dari instansi/lembaga meliputi buku-buku, laporan
kegiatannya di instansi/lembaga yang relevan dengan fokus penelitian.
2. Teknik Angket
Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 70
responden. Pemilihan dengan model angket ini, didasarkan atas alasan bahwa:
(a) responden memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan atau
pernyataan-pernyataan, (b) setiap responder, menghadapi susunan dan cara
pengisian yang sama atas pertanyaan yang diajukan, (c) responden
mempunyai kebebasan memberikan jawaban, dan (d) dapat digunakan untuk
mengumpulkan data atau keterangan dari banyak responden dan dalam waktu
yang tepat. Melalui teknik model angket ini akan dikumpulkan data yang
berupa jawaban tertulis dari responden atas sejumlah pertanyaan yang
diajukan di dalam angket tersebut. Indikator-indikator yang merupakan
penjabaran dari variabel motivasi kerja (X1) dan pendidikan dan pelatihan
”skala likert”.
3. Tes (Test)
Tes sebagai instrumen pengumpul data adalah serangkaian pertanyaan
atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau
kelompok.
Tes yang digunakan pada penelitian ini berupa tes intelegensi yang
dapat mengukur intelektual akademik seseorang dengan cara memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang berpedoman pada standar kompetensi dan
kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh kepala sekolah.
Kisi-kisi instrumen penelitian sebagai berikut :
No Variabel Definisi
Operasional Dimensi Indikator
No.Ite
Kompetisi Promosi 19
Penghargaan / reward
20,21
Kreativitas Para pegawai 22,23
Proses 24,25
2. Pendidikan dan Pelatihan (X2)
No Variabel Definisi
Operasional Indikator Sub Indikator
No.
(efesiensi biaya)
3. Kinerja Manajerial Kepala Sekolah (Y)
Tabel 3.4
Kisi-kisi Instrumen Penelitian Variabel Kinerja Manajerial Kepala Sekolah (Y)
kinerja-kepala-sekolah/
Sekolah
12.Mengelola humas 27,28 13.Mengelola
keuangan
29,30
14.Mengelola unit layanan khusus kelembagaan
31,32
15.Mengelola guru, staff dan
mengkoordinasika nnya
33,34, 35,36, 37,38
Controlling (G.R. Terry : 1992)
16.Melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan
39,40
17.Laporan Akuntabilitas Sekolah
(Mulyasa, 2009 : 106-107)
41,42
E. Instrumen penelitian
pengukuran ordinal mengingat kuesioner yang disebarkan dengan
menggunakan skala likert dengan kisaran 1-5 dengan alternatif pilihan
jawaban sebagai berikut:
Untuk angket motivasi kerja dan pendidikan dan pelatihan pernyataan
dengan skala positif; Selalu = 5, Sering = 4, Kadang-kadang = 3, Jarang = 2,
Tidak Pernah = 1, dan skala negatif; Tidak Pernah = 1, Jarang = 2,
Kadang-kadang = 3, Sering = 4, Selalu = 5.
Untuk angket kinerja kepala sekolah sebagai manajer, setiap
pernyataan bernilai 5 = Sangat baik; 4 = Baik; 3 = Tidak tahu; 2 = Kurang
baik; 1 = Sangat tidak tahu.
2. Uji Validitas Instrumen
Uji validitas dilakukan berkenaan dengan ketepatan alat ukur terhadap
konsep yang diukur sehingga benar-benar mengukur apa yang seharusnya
diukur. Berkaitan dengan pengujian validitas instrumen, menurut Riduwan
(2004:109-110) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran yang
rnenunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Alat ukur
yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Untuk menguji validitas
alat ukur, terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat
ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur
dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk menghitung
1 1
1 1
Keterangan :
hitung
r
= Koefisien korelasi1 X
= Jumlah skor item 2
X
= Jumlah skor total (seluruh item)
n = Jumlah responden
Selanjutnya dihitung dengan Uji-t dengan rumus :
t
hitung= 2 12
r n r
Keterangan:
t = Nilai
t
hitungr = Koefisien korelasi hasil
t
hitung n = Jumlah respondenDistribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk = n – 2) Kaidah keputusan : Jika
t
hitung>t
tabel berarti valid sebaliknyahitung
t
<t
tabel berarti tidak validJika instrumen itu valid, maka dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks
korelasinya (r) sebagai berikut.
Antara 0,800 – 1,000 : sangat tinggi Antara 0,600 – 0,799 : tinggi
Antara 0,400 – 0,599 : cukup tinggi Antara 0,200 – 0,399 : rendah
Antara 0,000 – 0,199 : sangat rendah (tidak valid).
(keterandalan atau keajegan) alat pengumpul data (instrumen) yang
digunakan. Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus alpha. Metode
mencari reliabilitas internal yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu
kali pengukuran, rumus yang digunakan adalah Alpha sebagai berikut:
Langkah-langkah mencari nilai reliabilitas dengan metode Alpha sebagai
berikut.
Langkah 1: Menghitung Varians Skor tiap-tiap item dengan rumus:
Keterangan : S1 = Varians skor tiap-tiap item
Langkah 2 : Kemudian menjumlahkan Varians semua item dengan rumus
Keterangan :S1 = Jumlah Varians semua item
S1S2S3...Sn = Varians item ke-1, 2, 3...n
Langkah 3 : Menghitung Varians total dengan rumus :
Keterangan : S1 = Varians total
Langkah 4 : Masukkan nilai Alpha dengan rumus :
Keterangan : r11 = Nilai Reliabilitas
Kemudian diuji dengan Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan rumus
rb =
karenanya disebut r awal-akhir. Untuk mencari reliabilitas seluruh tes digunakan
rumus Spearman Brown yakni : r11 =
Untuk mengetahui koefisien
korelasinya signifikan atau tidak digunakan distribusi (Tabel r) untuk α =0,05
atau α = 0,01 dengan derajat kebebasan (dk = n – 2). Kemudian membuat
keputusan membandingkan r11 dengan rtabel. Adapun kaidah keputusan : Jika r11 >
rtabel berarti Reliabel dan r11 < rtabel berarti tidak Reliabel (Riduwan, 2004:115-116)
F. Hasil Uji Validitas dan Uji Reliabelitas Instrumen
1. Motivasi Kerja (X1)
Bedasarkan hasil uji coba instrumen penelitian untuk Variabel
Motivasi Kerja (X1) diperoleh kesimpulan bahwa dari 32 item tersebut ada
30 item valid dan reliabel. Dalam analisis ini apabila item dikatakan valid dan
reliabel harus dibuktikan dengan perhitungan. Untuk mengetahui tingkat
validitas perhatikan angka pada Corrected Item-Total Correlation yang
merupakan korelasi antara skor item dengan skor total item (nilai r hitung) di
bandingkan dengan nilai r Tabel. Jika nilai r hitung lebih besar dari nilai r Tabel
atau nilai r hitung> nilai r Tabel, maka item tersebut adalah valid.
No. Item Pertanyaan
Variabel Motivasi Kerja (X1)
item tersebut. Sehingga semua item yang dijadikan instrumen penelitian
menjadi 30 butir.
Tabel 3.6
Uji Reliabilitas Item Motivasi Kerja (X1)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value ,908
N of Items 16a
Part 2 Value ,896
N of Items 16b
Total N of Items 32
Correlation Between Forms ,868
Spearman-Brown
Coefficient
Equal Length ,929
Unequal Length ,929
Guttman Split-Half Coefficient ,927
a. The items are: No.1, No.2, No.3, No.4, No.5, No.6, No.7, No.8, No.9, No.10,
No.11, No.12, No.13, No.14, No.15, No.16.
b. The items are: No.17, No.18, No.19, No.20, No.21, No.22, No.23, No.24,
No.25, No.26, No.27, No.28, No.29, No.30, No.31, No.32.
Pengujian reliabilitas kita lihat nilai korelasi Guttman Split-Half
Coefficient = 0,927. Korelasi berada pada kategori sangat kuat. Bila
dibandingkan dengan r Tabel (0,468) maka r hitung lebih besar dari r Tabel.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa item motivasi kerja (X1) tersebut
adalah reliabel. Perhitungan reliabilitas instrumen variabel motivasi kerja
(X1) dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 19.0 dengan metode
Split half (belah dua)
dengan jumlah pertanyaan 20 item/butir. Secara lengkap hasil perhitungan
validitas instrumen dapat dilihat pada tabel 3.7, sedangkan peritungan per
item pernyataan terdapat pada lampiran-lampiran.
Tabel 3.7
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Pendidikan dan PelatihanX2)
Bedasarkan hasil uji coba instrumen penelitian untuk variabel
pendidikan dan pelatihan (X2) diperoleh kesimpulan bahwa dari 20 item
tersebut kesemuanya dinyatakan valild. Hal ini dikarenakan nilai t hitung lebih
besar atau sama dengan t tabel.
Berikutnya adalah memastikan keajegan instrumen penelitian dengan
menguji reliabilitas instrumen. Di bawah ini adalah tabel hasil koofisien: No.
Pertanyaan
Variabel Pendidikan dan pelatihan (X2)
Variabel Pendidikan dan pelatihan X2)
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Part 1 Value ,883
N of Items 10a
Part 2 Value ,869
N of Items 10b
Total N of Items 20
Correlation Between Forms ,893
Spearman-Brown
Coefficient
Equal Length ,944
Unequal Length ,944
Guttman Split-Half Coefficient ,939
a. The items are: No.1, No.2, No.3, No.4, No.5, No.6, No.7, No.8, No.9, No.10.
b. The items are: No.11, No.12, No.13, No.14, No.15, No.16, No.17, No.18,
No.19, No.20.
Pengujian reliabilitas kita lihat nilai korelasi Guttman Split-Half
Coefficient = 0,939. Korelasi berada pada kategori sangat kuat. Bila
dibandingkan dengan r Tabel (0,468) maka r hitung lebih besar dari r Tabel.
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa item–item yang valid yang
terdapat pada instrumen pendidikan dan pelatihan (X2) tersebut adalah
reliabel. Perhitungan reliabilitas instrumen variabel pendidikan dan pelatihan
(X2) dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 19.0 dengan metode Split
half (belah dua)
dengan jumlah pertanyaan 42 item/butir. Secara lengkap hasil perhitungan
validitas instrumen dapat dilihat pada tabel 3.9, sedangkan perhitungan per
item pernyataan terdapat pada lampiran-lampiran.
Tabel 3.9
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Kinerja Kepala Sekolah Sebagai Manajer (Y)
No. Item Pertanyaan
Variabel Kinerja Kepala Sekolah Sebagai Manajer (Y)
32 0,272 1,141 2,101 tidak valid
33 0,682 2,985 2,101 valid
34 0,740 3,287 2,101 valid
35 0,750 3,378 2,101 valid
36 0,740 3,381 2,101 valid
37 0,709 3,286 2,101 valid
38 0,517 2,413 2,101 valid
39 0,466 2,211 2,101 valid
40 0,476 2,302 2,101 valid
41 0,727 3,624 2,101 valid
42 0,564 2,841 2,101 valid
Hal yang sama juga ditunjukan pada instrumen kinerja manajerial kepala
sekolah (Y), Instrumen ini pula ditemukan sejumlah item atau pertanyaan yang
dianggap tidak valid karena hasil perhitungan t hitung masil lebih kecil
dibandingkan dengan t table. Nomor item pertanyaan yang tidak valid itu adalah 12
dan 32. Item soal pada nomor tersebut di drop atau dibuang karena bukan
merupakan item esensial.
Hal yang sama dengan instrumen kinerja manajerial kepaka sekolah (Y) juga diuji
reliabilitas isntrumennya. Di bawah ini adalah hasil uji reliabilitas instrumen
Tabel 3.10
Cronbach's Alpha Part 1 Value ,918
N of Items 21a
Part 2 Value ,952
N of Items 21b
Total N of Items 42
Correlation Between Forms ,724
Spearman-Brown Coefficient Equal Length ,840
Unequal Length ,840
Guttman Split-Half Coefficient ,836
a. The items are: No.1, No.2, No.3, No.4, No.5, No.6, No.7, No.8, No.9, No.10,
No.11, No.12, No.13, No.14, No.15, No.16, No.17, No.18, No.19, No.20, No.21.
b. The items are: No.22, No.23, No.24, No.25, No.26, No.27, No.28, No.29,
No.30, No.31, No.32, No.33, No.34, No.35, No.36, No.37, No.38, No.39, No.40,
No.41, No.42.
Pengujian reliabilitas kita lihat nilai korelasi Guttman Split-Half Coefficient =
0,918. Korelasi berada pada kategori sangat kuat. Bila dibandingkan dengan r Tabel
(0,468) maka r hitung lebih besar dari r Tabel. Dengan demikian bisa disimpulkan
bahwa item–item yang valid yang terdapat pada instrumen kinerja manajerial
kepala sekolah (Y) tersebut adalah reliabel. Perhitungan reliabilitas instrumen
variabel kinerja manajerial kepala sekolah (Y) dilakukan dengan bantuan program
SPSS versi 19.0 dengan metode Split half (belah dua)
Tabel 3.11
1 Motivasi kerja 32 2 30
2 Pendidikan dan pelatihan 20 - 20
3 Kinerja Manajerial Kepala Sekolah 42 2 40
Jumlah 94 4 90
G. Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memaparkan ciri-ciri sampel pada
variabel tunggal, baik variabel bebas maupun variabel terikat. Pemaparan
masing-masing variabel dilakukan dengan menggunakan bilangan statistika,
sepert: mean dan presentase. Pembuatan tabel distribusi frekuensi dilakukan
dengan menggunakan program SPSS Versi 14.0.
Untuk mengetahui kecenderungan umum persepsi responden terhadap
setiap variabel penelitian, digunakan formula sebagai berikut :
% 100
x Xid
X P
Keterangan :
P = Prosentase skor rata-rata yang dicari
X = Skor rata-rata setiap variabel
Xid = Skor ideal setiap variable
Penetapan skor pada kriteria persepsi responden terhadap
variabel-variabel yang diungkap adalah didasarkan pada prosedur penskoran yang sudah
umum digunakan, sebagaimana tertera pada tabel 3.12 berikut.
Tabe1 3.12
Sangat Baik 90%-100%
Baik 80%-89%
Cukup Baik 65%-79%
Kurang Baik 55%-64%
Tidak Baik < 55%
Sumber: (Ngalim Purwanto:1985)
2. Analisis Jalur
Teknik analisis jalur (Path Analysis). Analisis ini akan digunakan
dalam menguji besarnya kontribusi yang ditunjukkan oleh keoefisien jalur
pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1 dan X2
terhadap Y. Untuk mengetahui derajat hubungan antar variabel motivasi kerja
(X1) dan pendidikan dan pelatihan (X2) terhadap kinerja manjerial kepala
sekolah (Y) dilakukan penyebaran kuesioner yang bersifat tertutup dan
analisis digunakan teknik korelasi dan regresi yang merupakan dasar dari
perhitungan koefisien jalur. Kemudahan dalam perhitungan digunakan jasa
komputer berupa software dengan program Statistical Product and Service
Solutions (SPSS) Windows Version 19.
Al Rasyid dalam Sitepu (1994:24) mengatakan bahwa dalam
penelitian sosial tidak semata-mata hanya mengungkapkan hubungan variabel
sebagai terjemahan statistik dari hubungan antara variabel alami, tetapi
terfokus pada upaya untuk mengungkapkan hubungan kausal antar variabel.
Pada diagram jalur digunakan dua macam anak panah, yaitu: (a) anak
akibat) misalnya: X1 Y dan (b) anak panah dua arah yang
menyatakan hubungan korelasional antara variabel eksogen misalnya:
X1 X2
Langkah kerja analisis jalur ini pada garis besarnya adalah sebagai berikut:
1. Pengujian Secara Keseluruhan
Hipotesis statistik dirumuskan sebagai berikut:
Ha : ρyx1≠ ρyx2 = ρy1 = 0
Ho : ρyx1 = ρyx2 = ρy1= 0
Hipotesis bentuk kalimat :
Ha : motivasi kerja dan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama berkontribusi terhadap kinerja manajerial kepala sekolah
Ho : motivasi kerja dan pendidikan dan pelatihan secara bersama-sama tidak berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja manajerial kepala sekolah
2. Pengujian Secara Individual
Uji secara individual ditunjukkan oleh Tabel (Coelficients).
Hipotesis penelitian yang akan diuji dirumuskan menjadi hipotesis
statistik berikut.
Ha : ρyx1> 0;
Ho : ρyx1 = 0;
Hipotesis bentuk kalimat :
Ha : Motivasi kerjaberkontribusi terhadap kinerja manajerial kepala sekolah
Ho : Motivasi kerjatidak berkontribusi terhadap kinerja manajerial kepala sekolah.
Hipotesis bentuk kalimat :
Ha : Pendidikan dan pelatihanberkontribusi terhadap kinerja manajerial kepala sekolah.
Ho : Pendidikan dan pelatihantidak berkontribusi terhadap kinerja manajerial kepala sekolah
Kerangka hubungan kausal empiris antara jalur (X1 terhadap Y,
X2 terhadap Y dan X1, X2 terhadap Y) dapat dibuat melalui persamaan
struktural sebagai berikut. Y =ρyx1 x1 + ρyx2 x2 + ρy 1.
ρyx1
ρy 1
R2y x1 x2
ρyx2
Gambar 3.1
Struktur Hubungan Kausal X1, dan X2 terhadap Y
1
X
1Y
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap masalah
penelitian dapat disimpulkan bahwa :
Motivasi kerja kepala sekolah dan pendidikan pelatihan secara
sendiri-sendiri ataupun secara simultan langsung secara nyata memberikan nilai
signifikansi untuk kinerja manajerial kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten
Karawang. Secara lebih rinci kesimpulan penelitian ini adalah :
1. Bahwa kondisi aktual SMP yang ada di kabupaten karawang berjumlah 134
baik yang negeri maupun swasta. Dari banyaknya jumlah sekolah tersebut,
untuk memudahkan komunikasi antar kepala sekolah maka dibentuk
sekretariat yang terdiri dari 6 sekretariat. Dari sejumlah kepala sekolah yang
ada, kualifikasi pendidikan kepala sekolah di SMP Negeri se-kabupaten
karawang terdiri 50 lulusan Sarjana dengan 21 diantarnya jurusan program
exact dan 5 jurusan agama 24 jurusan ilmu-ilmu sosial. Sedangkan 20
diantaranya adalah lulusan Magister (S2) dengan jurusan ilmu manajemen.
Keadaan ini menunjukkan bahwa kualitas kinerja manajerial kepala sekolah
sepenuhnya bisa cukup terkendali dengan diperolehnya nilai kontribusi dari
Negeri se-Kabupaten Karawang kurang begitu kondusif. Hal ini terlihat dari
data yang mengikuti pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sebanyak 70
orang atau 100 %. Sedangkan pendidikan KTSP 4 orang, Supervisi 3 orang,
dan 35 Pendidikan dan Pelatihan MBS.
Dikatakan kurang begitu kondusif dikarenakan kepala sekolah SMP
Negeri se-Kabupaten Karawang sudah seluruhnya mengikuti diklat
kepemimpinan. Hal ini berarti dalam kerangka kinerja manajerial
seharusnya kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang memiliki
tingkat pengelolaan atau manajemen sekolah yang baik, hal ini ditunjukkan
dengan hasil atau output yang baik seperti nilai US/UN yang baik. Namun
ternyata rendahnya nilai UN yang menjadi indikator rendahnya kinerja
manajerial kepala sekolah yang memotori penelitian ini diakibatkan masih
rendahnya motivasi kerja kepala sekolah. Dari aspek ini kiranya lembaga –
lembaga terkait merumuskan formula atau program yang dapat
meningkatkan motivasi kerja kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten
Karawang.
3. Pada aspek lain, lemahnya pengawasan pada program pendidikan dan
pelatihan telah berimbas pada ditemukannya beberapa pelatihan
diperpendek jadwal pelaksanaan dari yang seharusnya, kemudian beberapa
moment pelaksanaannya pun berbentrokan dengan kesibukan di sekolah
sehingga ada diantara kepala sekolah yang tidak mengikuti dengan serius
banyak ditemukan pemateri yang dianggap oleh kepala sekolah belum
memiliki kualifikasi pemateri profesional sehingga hasil dari kegiatan
pelatihan dirasakan belum menyentuh pada perubahan sikap baik secara
kognitif maupun psikomotor kepala sekolah. Dari beberapa temuan ini
menunjukkan bahwa selama ini pendidikan dan pelatihan yang mereka ikuti
belum bisa mendongkrak atau memberi kontribusi yang sangat positif dan
signifikan terhadap kinerja kepala sekolah sebagai manajer. Hal ini juga
memberi gambaran terhadap kualitas pendidikan dan pelatihan dalam
jabatan yang selama ini bergulir. Keadaan seperti ini memberi
kecenderungan bahwa baik dari segi alokasi waktu, materi atau kompetensi
dari pemateri yang ada pada kegiatan pelatihan ini belum secara maksimal
diterapkan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perubahan
kualitas kinerja kepala sekolah sebagai manajer yang ada di SMPN
se-Kabupaten Karawang.
4. Bahwa gambaran motivasi kerja dan pendidikan pelatihan selama ini telah
menjadi variabel prediktor yang bisa digunakan untuk mengukur kinerja
manajerial kepala sekolah di SMP Negeri se-Kabupaten Karawang.
B. S a r a n
Berdasarkan temuan, pembahasan dan kesimpulan penelitian, beberapa
sebagai berikut:
1. Pendidikan dan pelatihan hendaknya dilaksanakan secara maksimal
dengan berdasarkan standar pelaksanaan dan standar kualitas. Dengan
standar pelaksanaan artinya penyelenggara pendidikan dan pelatihan
memperhatikan:
a) Sarana dan prasarana yang layak atau proporsional dan sesuai
dengan materi pelatihan
b) Waktu pelaksanaan yang tidak dilaksanakan pada waktu-waktu
dimana kepala sekolah memiliki kegiatan atau kesibukan yang
penting serta dengan tidak mengurangi jumlah jam atau hari
dengan maksud efesiensi biaya. Karena standar kualitas telah
memiliki ukuran-ukuran yang jelas dan ilmiah. Sehingga
pelaksanaan pelatihan tidak terkesan berorientasi pada proyek
tetapi betul-betul mengedepankan kualitas pelayanan dan kualitas
hasil yang ingin dicapai.
c) Materi pelatihan proporsinya harus lebih banyak materi praktek
dibandingkan dengan teori. Sementara pemateri hendaknya
memiliki porsi “jam terbang” sebagai seorang yang betul-betul
profesional dibidangnya dan sesuai dengan materi yang
disampaikan atau dengan istilah “the right man in the right place”.
2. Para kepala sekolah yang diundang untuk mengikuti pelatihan dalam
disampaikan pada saat pelatihan berlangsung.
3. Pelatihan dalam jabatan akan lebih baik jika sebelumnya dilakukan
studi untuk kebutuhan para kepala sekolah berdasarkan wilayah dan
kondisi sekolah yang bersangkutan.
4. Bagi kepala sekolah yang berkeinginan untuk melanjutkan ke jenjang
perguruan yang lebih tinggi, hendaknya dapat memilih atau
menentukan perguruan tinggi yang berkualitas dan memiliki reputasi
yang baik dari segi pelayanan, pengelolaan, pengawasan dan isi.
5. Hendaknya para kepala sekolah berinsiatif untuk mengembangkan
potensi dan memperdalam pengetahuan dan keterampilan dengan
kengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh pihak
swasta, agar tercipta nilai motivasi kerja yang baik untuk menjaga
kualitas kinerja manajerial di sekolahnya masing-masing.
6. Hendanyak para pengawas sekolah intens memberikan arahan dan
pengawasan baik langsung maupun tak langsung melalui
program-program yang dapat menumbuhkan motivasi kerja kepala sekolah.
Baik dengan pemberian reward maupun pemberian sanksi.
Berdasarkan kesimpulandi atas, peneliti memiliki saran bagi pihak-pihak
terkait dengan penelitian ini, diantaranya:
Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi kerja, dan pendidikan dan
pelatihan kurang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kinerja kepala