• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR HIPOTETIKAL DEDUKTIF 7E UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA KONSEP PEMBIASAN CAHAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL SIKLUS BELAJAR HIPOTETIKAL DEDUKTIF 7E UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SMA PADA KONSEP PEMBIASAN CAHAYA."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

BAB II. MODEL SIKLUS BELAJAR HIPOTETIKAL DEDUKTIF 7E, PENGUASAAN KONSEP, KETERAMPILAN PROSES SAINS, PEMBIASAN CAHAYA………... 13

A. Teori Konstruktivisme ... 13

B. Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 15

C. Pembelajaran Konvensional ... 20

D. Penguasaan Konsep Fisika Siswa ... 23

E. Keterampilan Proses Sains ... 25

F. Deskripsi Konsep Pembiasan Cahaya ... 29

G. Penelitian yang Relevan... 46

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 48

A. Desain Penelitian ... 48

H. Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran ... 63

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 64

A. Hasil Penelitian ... 64

1. Penguasaan Konsep Pembiasan Cahaya ... 64

a. Deskripsi Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi ... 64

(2)

c. Penguasaan Siswa terhadap setiap Subkonsep Pembiasan

Cahaya ... 70

d. Penguasaan Konsep Siswa untuk setiap Ranah Kognitif ... 71

2. Peningkatan Keterampilan Proses Sains ... 72

a. Deskripsi Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi ... 72

b. Uji Normalitas, Homogenitas, dan Uji Hipotesis Keterampilan Proses Sains ... 75

c. Penguasaan Siswa terhadap Indikator Keterampilan Proses Sains ... 78

3. Deskripsi Keterlaksanaan Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E Dari Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 79

a. Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 79

b. Aktivitas Siswa dalam Pelaksanaan Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 80

4. Tanggapan Guru Terhadap Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 81

5. Tanggapan Guru Terhadap Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 82

B. Pembahasan ... 84

1. Penguasaan Siswa Terhadap Konsep pembiasan Cahaya ... 84

2. Penguasaan Siswa Terhadap keterampilan proses Sains ... 89

3. Keterlaksanaan Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E Dari Aktivitas Guru dan Siswa Selama Proses Pembelajaran ... 92

4. Tanggapan Guru Terhadap Proses Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 94

5. Tanggapan Siswa Terhadap Proses Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E ... 95

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 97

(3)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Perbedaan Sintak Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E

... dan Pembelajaran Konvensional ... 21

Tabel 2.2. Indikator Keterampilan Proses Sains dan Karakteristiknya ... 27

Tabel 2.3. Tahapan Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E dan Keterampilan Proses Sains yang Diterapkan ... 28

Tabel 2.4. Perjanjian Tanda yang Digunakan dalam Persoalan Lensa Tipis.... 42

Tabel 3.1. Desain Penelitian ... 48

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data ... 53

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal ... 55

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes ... 56

Tabel 3.5. Kriteria Indeks Kesukaran ... 57

Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda ... 58

Tabel 3.7. Kategori Tingkat Gain yang Dinormalisasi... 59

Tabel 3.8. Hasil Ujicoba Soal Penguasaan Konsep pembiasan Cahaya dan Keterampilan proses Sains Siswa ... 62

Tabel 3.9. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 63

Tabel 4.1. Skor Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi Penguasaan ... Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 64

Tabel 4.2. Kategori Gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Posttest dan Gain yang ... Dinormalisasi Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen dan Kontrol 67 Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen dan Kontrol 68 Tabel 4.5. Uji Beda Rata-rata Skor Pretest Penguasaan Konsep Pembiasan ... Cahaya Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 69

Tabel 4.6. Uji Beda Rata-rata Skor Posttest dan Gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .... 69

Tabel 4.7. Skor Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi Keterampilan ... Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 73

Tabel 4.8. Kategori Gain yang Dinormalisasi Keterampilan Proses Sains ... Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 74

Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas Skor Pretest, Posttest dan Gain yang ... Dinormalisasi Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75

Tabel 4.10. Hasil Uji Homogenitas Skor Pretest, Posttest dan Gain yang Dinormalisasi Keterampilan Proses Sains Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 76

Tabel 4.11. Uji Beda Rata-rata Keterampilan Proses Sains pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 77

Tabel 4.12. Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Model Siklus Belajar ... Hipotetikal Deduktif 7E oleh Guru ... 80

(4)

Tabel 4.14. Persentase Tanggapan Guru terhadap Model Siklus Belajar

... Hipotetikal Deduktif 7E ... 82 Tabel 4.15. Persentase Tanggapan Siswa terhadap Model Siklus Belajar

(5)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Diagram Spiral Siklus Belajar ... 16 Gambar 2.2. Model Siklus Belajar 7E ... 17 Gambar 2.3. Skema Pembiasan Cahaya ... 30 Gambar 2.4. Geometri untuk Menurunkan Hukum Snellius tentang

Pembiasan Cahaya dari Prinsip Fermat ... 31 Gambar 2.5. Geometri untuk Menghitung Waktu Minimum dalam

Penurunan Hukum Snellius dari Prinsip Fermat ... 32 Gambar 2.6. Bentuk lensa cembung ... 35 Gambar 2.7. Berkas-berkas Paralel Difokuskan oleh Lensa Cembung …… 36 Gambar 2.8. Sinar Istimewa pada Lensa Cembung ... 37 Gambar 2.9. Diagram Sinar untuk Lensa Cembung dengan Sinar Utama .... 37 Gambar 2.10. Bentuk Lensa Cekung... 38 Gambar 2.11. Berkas-berkas Cahaya Dibiaskan oleh Lensa Cekung ... …… 38 Gambar 2.12. Sinar istimewa pada lensa cekung ... 39 Gambar 2.13. Diagram sinar untuk lensa cekung dengan menggunakan

tiga sinar utama... 39 Gambar 2.14. Diagram Pembiasan dengan Menggunakan Sinar Sembarang . 40 Gambar 2.15. Penurunan persamaan lensa untuk lensa cembung ... 41 Gambar 2.16. Penurunan persamaan lensa untuk lensa cekung ... …… 42 Gambar 2.17. Diagram berkas yang melewati lensa untuk penurunan

Persamaan pembuat lensa………... 44 Gambar 3.1. Alur Penelitian ... 49 Gambar 4.1. Diagram Perbandingan Skor Rata-rata Pretest, Posttest,

dan Gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep Siswa

Kedua Kelas... 65 Gambar 4.2. Diagram Perbandingan Kategori Gain yang Dinormalisasi

Penguasaan Konsep Siswa Kedua Kelas ... 66 Gambar 4.3. Diagram Gain yang Dinormalisasi Kelas Eksperimen dan

Kontrol setiap Subkonsep Pembiasan Cahaya ... 71 Gambar 4.4. Diagram Gain yang Dinormalisasi Penguasaan Konsep untuk

setiap Ranah Kognitif Kelas Eksperimen dan Kontrol…….. 72 Gambar 4.5. Diagram Perbandingan Skor Rata-rata Pretest, Posttest, dan

Gain yang Dinormalisasi Keterampilan Proses Sains Siswa

Kedua Kelas... 73 Gambar 4.6. Diagram Perbandingan Kategori Gain yang Dinormalisasi

Keterampilan Proses Sains Siswa Kedua Kelas ... 74 Gambar 4.7. Diagram Gain yang Dinormalisasi Kelas Eksperimen dan

(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A : Perangkat Pembelajaran ... 104

Lampiran B : Instrumen Penelitian ... 128

Lampiran C : Hasil Uji Coba Instrumen ... 189

Lampiran D : Data Tes Awal, Tes Akhir, N-Gain dan Angket... 193

Lampiran E : Pengolahan Data ... 222

(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peraturan pemerintah RI nomor 19 tahun 2005 bab IV standar proses pasal 19 ayat 1, tentang standar nasional pendidikan menyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, dan memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan harus mengacu pada tujuan pendidikan nasional. Sedangkan tujuan pendidikan nasional itu adalah untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2006). Dengan demikian, untuk mengembangkan potensi siswa, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas pendidikan.

Kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan sains masih rendah. Hal ini terungkap dalam hasil studi The Third International Mathematics and

Science Study (TIMSS) tahun 2003 menyatakan bahwa kemampuan sains siswa

(8)

sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan siswa. Selama ini pola pengajaran yang terjadi terlalu menekankan pada tuntutan hasil akhir yang akan diperoleh siswa, tanpa melihat bagaimana proses yang harus dijalani.

Selain itu, proses pembelajaran pada umumnya dilakukan dengan cara mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Siswa kurang terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Kelas masih didominasi oleh guru sebagai sumber pengetahuan (Depdiknas, 2004). Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila konsep yang telah tertanam tidak akan bertahan lama dan akan mudah hilang.

Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Hamalik (2002) salah satu kunci utama dalam memajukan kualitas pendidikan adalah guru. Guru menempati kedudukan sentral, sebab peranannya sangat menentukan. Guru harus mampu menerjemahkan dan menjabarkan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum, kemudian mentransformasikan nilai-nilai tersebut kepada siswa melalui proses pengajaran di sekolah. Oleh karena itu, bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas pembelajaran, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas guru tidak akan membawa hasil pembelajaran yang diharapkan.

(9)

pengetahuannya, sedangkan guru harus merancang kegiatan pembelajaran bagi siswa untuk meningkatkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa.

Seiring dengan adanya tuntutan pembelajaran ke arah itu, Jean Piaget seorang tokoh filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa dalam proses belajar anak akan membangun sendiri skemanya serta membangun konsep-konsep melalui pengalaman-pengalamannya (Suparno, 1997). Selain itu, Pines & West (1985) menyatakan bahwa proses belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa dari apa yang mereka lakukan, lihat dan dengar. Makna yang dibangun bergantung pada pengetahuan yang sudah ada pada diri seseorang. Dengan demikian, guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, pelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Selain itu, pelajaran fisika diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Oleh karena itu, model pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran sains adalah memadukan antara pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung.

(10)

Menurut Liliasari (2002), konsep merupakan aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan proses kognitif dari berpikir secara umum.

Sejalan dengan hal tersebut, Gagne (Dahar, 1996) menyebutkan bahwa dengan mengembangkan keterampilan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), siswa akan dibuat kreatif sehingga mereka akan mampu mempelajari IPA di tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat. Dengan menggunakan keterampilan proses, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai. Seluruh irama, gerak atau tindakan dalam proses belajar seperti ini akan menciptakan kondisi belajar yang melibatkan siswa lebih aktif dan mampu menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, proses pembelajaran fisika tidak cukup dilaksanakan dengan menyampaikan informasi tentang konsep dan prinsip-prinsip. Akan tetapi, siswa juga harus memahami proses terjadinya dengan melakukan penginderaan sebanyak mungkin. Hal ini berarti pada saat belajar fisika, siswa harus secara aktif mengamati, melakukan percobaan, terlibat diskusi dengan sesama teman dan guru, atau lebih dikenal dengan “hand-on and mind-on activity” yang dapat diartikan bahwa belajar dilakukan melalui aktivitas pengetahuan (knowledge) dan kerja praktik.

(11)

proses sains membuat para siswa untuk mengembangkan proses mental yang lebih tinggi (Lee et al., 2008). Selain itu, Carey (Hancer & Yilmaz, 2007) menyatakan bahwa keterampilan proses sains dapat mengkonstruksi pengetahuan siswa.

Berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat dan lebih bermakna bagi siswa yaitu model pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses pembelajarannya. Model pembelajaran itu lebih berorientasi ke hakikat sains yaitu adanya tiga dimensi dalam belajar sains (sebagai produk, proses, dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah). Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model siklus belajar.

Model siklus belajar (learning cycle) dikelompokkan dalam tiga tipe, yaitu deskriptif (descriptive), empirikal-abduktif (empirical-abductive), dan hipotetikal-deduktif (hypothetical-deductive). Perbedaan penting yang ada di antara ketiganya hanya pada tingkat usaha siswa untuk mendeskripsikan sifat-sifat atau menggeneralisasikan secara eksplisit dan menguji hipotesis alternatif (Lawson, 1988).

Model siklus belajar terdiri dari beberapa tahapan dalam proses pembelajaran. Tahap-tahap dalam model siklus belajar ini terus berkembang dimulai dari model siklus belajar 3E, 4E, 5E sampai 7E. Hal ini disebabkan oleh perkembangan penelitian untuk menyempurnakan proses pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam menciptakan pembelajaran yang efektif (Eisenkraft dalam Huang et al., 2008).

(12)

materi pelajaran yang telah mereka dapatkan sebelumnya; memberikan motivasi kepada siswa untuk menjadi lebih aktif dan menambah rasa ingin tahu siswa; melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan eksperimen; melatih siswa untuk menyampaikan secara lisan konsep yang telah mereka pelajari; memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari; guru dan siswa menjalankan tahapan-tahapan pembelajaran yang saling mengisi satu sama lainnya; guru dapat menerapkan model ini dengan metode yang berbeda-beda (Lorsbach, 2006).

(13)

juga penelitian yang dilakukan oleh Karyadi (2009) tentang model siklus belajar, hasilnya menunjukkan bahwa penerapan model siklus belajar lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran konvensional.

Salah satu konsep dalam mata pelajaran fisika di SMA sesuai dengan KTSP pada kelas X semester II adalah konsep pembiasan cahaya. Alasan pemilihan konsep ini karena konsep pembiasan cahaya banyak sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diaplikasikan, namun pada kenyataannya masih sulit dipahami oleh siswa. Dengan demikian, agar siswa dapat menguasai konsep-konsep dan hukum-hukum fisika khususnya pembiasan cahaya, maka perlu diadakan penelitian untuk mencari model pembelajaran yang sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa dan keterampilan proses sains siswa.

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Penerapan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa pada konsep pembiasan cahaya”.

B. Rumusan Masalah

(14)

pada konsep pembiasan cahaya?” Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana perbandingan peningkatan penguasaan konsep antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional? 2. Bagaimana perbandingan peningkatan keterampilan proses sains antara

siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dengan siswa yang mendapatkan model pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E pada konsep pembiasan cahaya?

C. Asumsi dan Hipotesis Penelitian 1. Asumsi

Model pembelajaran yang terdiri dari tahap elicit, tahap engage, tahap

explain, tahap explore, tahap elaborate, tahap extend, dan tahap evaluate dapat

(15)

2. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dalam pembelajaran konsep pembiasan cahaya secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

( : > ).

2. Penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dalam pembelajaran konsep pembiasan cahaya secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan penggunaan model pembelajaran konvensional.

( ∶ > ).

D. Tujuan Penelitian

(16)

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang efektif atau tidaknya model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dalam meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.

F. Definisi Operasional

Untuk memberikan konsep yang sama dan menghindari kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dijelaskan definisi operasional sebagai berikut:

(17)

siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dalam pembelajaran konsep pembiasan cahaya digunakan lembar observasi.

2. Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa memahami dan menerapkan konsep-konsep dalam hal ini konsep pembiasan cahaya, baik konsep secara teori maupun penerapannya. Indikator penguasaan konsep pada penelitian ini didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada tingkatan domain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi

(C3), dan analisis (C4). Penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes

penguasaan konsep dalam bentuk pilihan ganda.

3. Keterampilan proses sains didefinisikan sebagai keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan intelektual (pada saat siswa melakukan keterampilan proses sains dan menggunakan pikirannya), manual (melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat) dan sosial (dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, siswa berinteraksi dengan sesamanya). Keterampilan-keterampilan tersebut diukur dengan menggunakan tes keterampilan proses sains berdasarkan masing-masing indikator keterampilan (Rustaman, 2005). Pertanyaan tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa dibatasi pada indikator sebagai berikut: melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), berkomunikasi, berhipotesis dan menerapkan konsep atau prinsip.

(18)

Palembang yang menjadi tempat penelitian. Pembelajaran ini didominasi oleh metode ceramah dan terkadang menggunakan metode eksperimen, dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional dalam penelitian ini yaitu diawali oleh guru memberi informasi, kemudian melakukan praktikum, lalu menerangkan suatu konsep, guru memeriksa apakah siswa sudah mengerti atau belum, guru memberikan contoh soal aplikasi konsep, selanjutnya guru meminta siswa untuk mengerjakan latihan soal dari buku paket, kegiatan terakhir siswa mencatat materi yang diterangkan dan diberi soal-soal pekerjaan rumah.

(19)

48 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dan metode deskriptif. Metode eksperimen semu digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan penguasaan konsep pembiasan cahaya dan keterampilan proses sains antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Desain eksperimen yang digunakan adalah ”The randomized Pretest-Posttest control group design” (Fraenkel & Wallen, 2007) dimana penentuan kelas kontrol dilakukan secara acak perkelas. Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen O X1 O

Kontrol O X2 O

Keterangan:

X1 : Perlakuan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E

X2 : Perlakuan berupa pembelajaran konvensional

(20)

49 B. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.1:

Gambar 3.1 Alur Penelitian Validasi, Uji Coba, Revisi

Studi Literatur: Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E, Penguasaan Konsep, Keterampilan Proses Sains, Pembiasan Cahaya

Penyusunan Perangkat

Kelompok Kontrol Pretest Kelompok Eksperimen

Perumusan Masalah

(21)

50 C. Subyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X semester 2 salah satu SMA di kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan. Sampel penelitian dipilih dua kelas dari empat kelas yang memiliki kemampuan yang setara. Sampel dipilih dengan teknik random perkelas tanpa mengacak siswa. Pengelompokkan sampel terdiri atas satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol.

D. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu tes penguasaan konsep dan tes keterampilan proses sains sebagai instrumen utama, observasi serta angket sebagai instrumen pelengkap. Berikut ini uraian secara rinci masing-masing instrumen:

1. Tes Penguasaan Konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa terhadap konsep yang diajarkan. Pemberian pretest untuk melihat kemampuan siswa sebelum mereka mendapat perlakuan pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dan pembelajaran konvensional sedangkan posttest untuk melihat hasil yang dicapai siswa setelah mendapatkan perlakuan. Tes penguasaan konsep berbentuk pilihan ganda. Pertanyaan tes berhubungan dengan level berpikir dari domain kognitif Bloom yang dibatasi dari C1 sampai C4 yaitu

(22)

51 2. Tes Keterampilan Proses Sains

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains siswa terhadap konsep pembiasan cahaya. Seperti halnya tes penguasaan konsep, item soal yang dikembangkan berbentuk pilihan ganda. Pertanyaan tes untuk melihat keterampilan proses sains siswa dibatasi pada indikator melakukan pengamatan (observasi), menafsirkan pengamatan (interpretasi), berkomunikasi, berhipotesis dan menerapkan konsep atau prinsip. Alasan pembatasan ini karena dalam penerapan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E kegiatan inti pembelajarannya adalah melakukan praktikum sehingga aspek yang paling sering dilakukan siswa adalah observasi, interpretasi, mengajukan hipotesis, mengkomunikasikan hasil eksperimen, dan menerapkan konsep atau prinsip. 3. Angket Tanggapan Siswa yang Mendapatkan Pembelajaran dengan Model

Siklus Belajar Hipotetikal Dedukti 7E

(23)

52

ini, penulis ingin mengetahui sikap siswa (positif atau negatif) terhadap pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E pada konsep pembiasan cahaya di kelas X SMA.

4. Angket Tanggapan Guru Terhadap Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E

Angket bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai tanggapan guru terhadap model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E. Skala pengukuran sikap guru yang digunakan adalah skala Likert. Guru diminta untuk menjawab suatu pertanyaan dengan alternatif jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan positif pemberian skor adalah SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sebaliknya, untuk pernyataan negatif pemberian skor adalah SS = 1, S = 2, TS = 3 dan STS =4. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui tanggapan guru (positif atau negatif) terhadap pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E pada konsep pembiasan cahaya di kelas X SMA.

5. Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E

Lembar observasi ini bertujuan untuk mengamati keterlaksanaan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E sesuai dengan skenario kegiatan pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E. Skenario pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E mencakup tujuh tahap utama yaitu tahap

elicit (mendatangkan pengetahuan awal siswa); tahap engage

(24)

53

explain (menjelaskan); tahap elaborate (menerapkan); tahap extend

(memperluas) dan evaluate (menilai). Bertindak sebagai pengamat yaitu peneliti dan dibantu oleh dua orang guru fisika pada sekolah yang bersangkutan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan tiga cara pengumpulan data yaitu melalui tes, angket, dan observasi. Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data, kemudian jenis data, teknik pengumpulan data dan instrumen yang digunakan. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data

No Sumber Data Jenis Data Teknik dan setelah mendapat perlakuan.

2. Siswa Keterampilan proses

sains siswa sebelum memuat keterampilan proses sains.

3. Siswa dan Guru Tanggapan siswa

terhadap penggunaan model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E

Kuesioner Angket

4. Siswa dan Guru Keterlaksanaan model

siklus belajar

hipotetikal deduktif 7E

Observasi Pedoman observasi aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran.

F. Teknik Analisis Data

(25)

54

Ketentuan-ketentuan yang akan digunakan bagi keperluan analisis data di atas adalah:

1. Uji Instrumen Penelitian a. Validitas Butir soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product

moment pearson (Arikunto, 2009) berikut:

=

(3.1)

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan. X = Skor item

Y = Skor total N = Jumlah siswa

(26)

55

Tabel 3.3. Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,80 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < ≤ 0,80 Tinggi

0,40 < ≤ 0,60 Cukup

0,20 < ≤ 0,40 Rendah

0,00 < ≤ 0,20 Sangat Rendah

(Arikunto, 2009) Kemudian untuk mengetahui signifikansi korelasi dilakukan uji-t dengan rumus (Sudjana, 2002) berikut:

=

! (3.2)

Keterangan:

t : Daya pembeda dari Uji t : Koefisien korelasi

N : Jumlah subyek b. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran lainnya. Menghitung reliabilitas tes dengan rumus (Arikunto, 2009) berikut:

!!

=

$!%"# "#

"# "# & (3.3)

Keterangan:

(27)

56

!# !# = Koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

korelasi product moment pearson (Arikunto, 2009):

= ' ∑ () − ∑ ( ∑ )

' ∑ ( − ∑ ( ' ∑ ) − ∑ )

Keterangan:

= Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel

yang dikorelasikan. X = Skor item

Y = Skor total N = Jumlah siswa

Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes (Arikunto, 2009) dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Kategori Reliabilitas Tes

Batasan Kategori

0,80 < !! ≤ 1,00 Sangat Tinggi (sangat baik)

0,60 < !! ≤ 0,80 Tinggi (baik)

0,40 < !! ≤ 0,60 Cukup (sedang)

0,20 < !! ≤ 0,40 Rendah (kurang)

≤ 0,20 Sangat Rendah (sangat kurang)

c. Tingkat Kesukaran Butir Soal

(28)

57

soal tersebut terlalu mudah. Indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi) yang dihitung dengan rumus (Arikunto, 2009) yaitu:

+ =

-., (3.4)

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Kriteria indeks kesukaran suatu tes dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5. Kriteria Indeks Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < + ≤ 0,30 Soal Sukar

0,30 < + ≤ 0,70 Soal Sedang

0,70 < + ≤ 1,00 Soal mudah

(Arikunto, 2009) d. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi (Arikunto, 2009) adalah:

1 =

,2-2

,3-3

= +

4

− +

, (3.5)

Keterangan:

J = Jumlah peserta tes

(29)

58 JB = Banyak peserta kelompok bawah

BA = Banyak kelompok atas yang menjawab benar

BB = Banyak kelompok bawah yang menjawab benar

PA = Proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi kelompok bawah yang menjawab benar.

Kategori daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6. Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < 1 ≤ 0,20 Kurang

020 < 1 ≤ 0,40 Cukup

0,40 < 1 ≤ 0,70 Baik

0,70 < 1 ≤ 1,00 Baik sekali

(Arikunto, 2009)

Selanjutnya, analisis yang dilakukan meliputi validitas butir soal, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda menggunakan Anates V4, setelah instrumen tes di-judgement terlebih dahulu.

2. Peningkatan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus Hake (Cheng et al., 2004):

5 =

.<=>8.6789 .6:;.6:; (3.6)

Keterangan:

Spost = Skor posttest

Spre = Skor pretest

(30)

59

Gain yang dinormalisasi (N_Gain) ini diinterpretasikan untuk menyatakan

peningkatan penguasaan konsep pembiasan cahaya dan keterampilan proses sains dengan kriteria dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7. Kategori Tingkat Gain yang dinormalisasi

Batasan Kategori

5 > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ 5 ≤ 0,7 Sedang

5 < 0,3 Rendah

(Cheng et al., 2004)

Sedangkan efektivitas penggunaan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dapat dilihat dari perbandingan nilai g kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan g lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006).

3. Uji Hipotesis

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS for

windows versi 17.0. Sebelum dilakukan uji hipotesis (analisis inferensial), terlebih

dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas data sebagai berikut: a. Uji normalitas data

(31)

60 b. Uji homogenitas data

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya kesamaan varians kedua kelas. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Levene test. Uji tersebut didasarkan pada rumus statistik (Ruseffendi, 1998) yaitu :

(3.7)

c. Uji Kesamaan Dua Rerata

Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pretest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, keadaan nilai rata-rata posttest siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, dan uji kesamaan rata-rata untuk g. Uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows 17.0 yaitu uji-t dua sampel independen (Independent-Sample t Test).

Ada dua rumus untuk uji-t dua sampel independen (Uyanto, 2009):

(32)

61

G

H

= D

I ! . %JI !K.

I %I

F

(3.9)

Keterangan: nx = besar sampel pertama

ny = besar sampel kedua

2) Dengan asumsi kedua variance tidak sama besar (equal variances not

assumed):

=

̅ A

.BCLEM %ME N

(3.10)

Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney (Ruseffendi, 1998).

d. Pengolahan data yang diperoleh melalui angket dilakukan secara kuantitatif melalui perhitungan persentase jumlah siswa dan guru atas tanggapan terhadap pernyataan-pernyataan yang terkait dengan model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E yang digunakan. Untuk penskoran data yang diperoleh digunakan skala Likert.

G. Hasil Uji Coba Instrumen

(33)

62

menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal. Hasil uji coba secara terperinci tertera pada lampiran C.

Hasil uji coba soal penguasaan konsep pembiasan cahaya dapat dilihat pada Tabel 3.8.

Tabel 3.8. Hasil Ujicoba Soal Penguasaan konsep pembiasan Cahaya dan Soal Keterampilan Proses Sains Siswa

Ujicoba Daya Pembeda Tingkat Kesukaran Validitas Reliabilitas

Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria

Penguasaan

Uji coba instrumen soal penguasaan konsep pembiasan cahaya terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba, terdapat 17 soal valid dan 3 soal yang tidak valid. Selanjutnya, soal yang tidak valid diganti. Jumlah soal penguasaan konsep yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 20 soal. Hasil uji coba instrumen penguasaan konsep secara rinci tertera pada Lampiran C.

Uji coba instrumen keterampilan proses sains, soal terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Soal tersebut terdapat 18 soal valid dan 2 soal yang tidak valid, soal yang tidak valid diganti. Jumlah soal yang digunakan untuk pretest dan

posttest berjumlah 20 soal. Hasil uji coba instrumen keterampilan proses sains

(34)

63 H. Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran

Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Jadwal Kegiatan Penelitian

No Tanggal Kegiatan Keterangan

1. 8 Januari 2010 Ujicoba Kelas XI IPA 1

2. 16 Januari 2010 - Pretest - Pretest

Kelas Kontrol X.2 Kelas Eksperimen X.1 3. 18 Januari 2010 -Pelaksanaan pembelajaran

model konvensional.(1)

Kelas kontrol X.2 4. 20 Januari 2009 -Pelaksanaan pembelajaran

Model siklus belajar hipotetik deduktif 7E (LKS 1)

Kelas Eksperimen X.1

5. 23 Januari 2010 -Pelaksanaan pembelajaran model konvensional.(2) -Pelaksanaan Pembelajaran

Model siklus belajar hipotetik deduktif 7E (LKS 2)

Kelas Kontrol X.2 Kelas Eksperimen X.1

6. 25 Januari 2010 -Pelaksanaan pembelajaran model konvensional.(3)

Kelas Kontrol X.2 7. 27 Januari 2010 -Pelaksanaan Pembelajaran

Model siklus belajar hipotetik deduktif 7E (LKS 3)

Kelas Eksperimen X.1

8. 30 Januari 2010 -Pelaksanaan pembelajaran model konvensional.(4) -Pelaksanaan Pembelajaran

Model siklus belajar hipotetik deduktif 7E (LKS 4)

Kelas Kontrol X.2 Kelas Eksperimen X.1

9. 1 Februari 2010 Pembahasan soal-soal Kelas Kontrol X.2 10. 3 Februari 2010 Pengisian angket oleh siswa

(35)
(36)

97 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model siklus belajar hipotetik deduktif 7E untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains siswa SMA pada konsep pembiasan cahaya dapat disimpulkan bahwa :

1. Model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep pembiasaan cahaya dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.

2. Model siklus belajar hipotetikal deduktif 7E secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan proses sains siswa dibandingkan model pembelajaran konvensional.

3. Guru dan siswa memberikan tanggapan positif setelah memperoleh pembelajaran dengan model siklus belajar hipotetik deduktif 7E pada konsep pembiasan cahaya.

B. Saran

(37)

98

1. Model pembelajaran siklus belajar hipotetikal deduktif 7E menggunakan alat-alat praktikum yang sederhana dan mudah didapat dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat menggunakan model pembelajaran ini pada konsep-konsep yang memiliki karakteristik sama dengan konsep pembiasan cahaya.

2. Agar praktikum pada penerapan model siklus belajar hipotetik deduktif 7E terlaksana dengan baik, guru dapat memberikan tugas membuat rancangan alat sederhana untuk pembelajaran di kelas, sehingga tidak tergantung dengan alat yang tersedia di laboratorium.

3. Agar siswa merespon permasalahan yang diajukan pada awal pembelajaran dengan baik maka pada tahap elicit dan engage, hendaknya guru mengawali penyajian masalah dengan bahasa yang mudah dipahami siswa.

4. Kegiatan penyelidikan mengalami kendala yang disebabkan oleh kurang terbiasanya siswa melakukan kegiatan praktikum dalam kelompok. Oleh karena itu, guru sebaiknya meningkatkan proses bimbingan pada saat siswa bekerja.

5. Agar kegiatan presentasi pada tahap explain berlangsung dengan baik, guru hendaknya dapat memberikan pengarahan terlebih dahulu pada awal pembelajaran bagaimana mempresentasikan hasil penyelidikan agar penggunaan waktu lebih efektif.

(38)

99

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, L.W., et al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching, and

Assessing. New York: Longman.

Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Ates, S. (2005). “The Effect of Learning Cycle on College Studens’ Understanding of Different Aspects in Resistive DC Circuits”. Eletronic

Journal of Science Education. 9, (4).

Bodner, G.M. (1986). Constructivist A Theory of Knowledge. Purdue University.

Journal of Chemical Education. 63, (10).

Cheng, K.K., et al. (2004). “Using an Online Homework System Enhances Students’ Learning Of Physics Consepts in an Introdutory Physics Course”.

Journal American Association of Physic Teacher. 72, (11), 1447–1453.

Dahar, R.W. (1985). Kesiapan Guru Mengajar Di Seklah Dasar Ditinjau Dari Segi Pengembangan Keterampilan Proses Sains (suatu studi iluminatif tentang proses belajar mengajar sains di kelas 4,5, dan 6 sekolah dasar. Disertasi Doktor pada FPS IKIP Bandung: Tidak Diterbitkan.

. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (1994). Kurikulum Penddikan Dasar Garis-garis Besar Program

Pengajaran Sekolah lanjutan Tingkat Pertama. Jakarta: Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

. (2004). Silabus Kurikulum 2004. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat Menengah.

________. (2006). Daftar Silabus Fisika KTSP 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dimyati & Mudjiono. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Druxes, H. (1995). Kompedium Didaktik Fisika. Bandung: Remaja Rosdakarya. Eisenkraft, A. (2003). “Expanding the 5E Model”. The Science Teacher. 70, (6),

57-59.

Fraenkel, J. R. & Wallen, N. E. (2007). How to Design and Evaluate Research in

(40)

Giancoli, D.C. (2001). Physics Fifth Edition. Alih Bahasa: Yuhilza Hanum. Fisika Edisi Kelima, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Gonzales, P. (2009). Highlights from TIMSS 2007: Mathematic and Science

Achievement of U.S. Fourthand Eighth-Grade Students in an International Context. Washington: National Center for Education Statistics. [Online].

Tersedia: http://nces.ed.gov/pubs2009/2009001.pdf. [10 Februari 2010] Hamalik, O. (2002). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru

Algesindo.

Hancer & Yilmaz. (2007). “The Effects of Characteristics of Adolescence on The Science Process Skills of The Child”. Journal of Applied Sciences. 7, (23). Harini, T. (2005). Model Pembelajaran Inquiry untuk Meningkatkan

Keterampilan Proses Sains pada Pembelajaran Biologi SMP. Tesis SPs UPI

Bandung: Tidak Diterbitkan.

Huang, K.J., et al. (2008). “Embedding Mobile Technology To Outdoor Natural Science Learning Based on the 7E Learning Cycle”. the National Science Council of the Republic of China. NSC 097-2811-S-008-001.

Kanginan, M. (2007). Fisika SMA. Bandung: Erlangga.

Karyadi, F. (2009). Model Siklus Belajar Abduktif Empiris untuk Meningkatkan

Penguasaan Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP pada Materi Bunyi. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kneller, G.F. (1984). Introduction to the Philosophy of Education. New York: John Willey Sons Inc.

Lawson, A.E. (1988). Science Teaching and Development of Thinking. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Lee, Y., et al. (2008). Technology-Enhanced Homework Assignments to

Facilitate Conceptual Understanding in Physics. Paper on ICCE 2008.

[Online]. Tersedia: http://www.apsce.net/ICCE2008/papers/ICCE2008-paper83.pdf [2 Oktober 2009]

Liliasari. (2002). Pengembangan Model Pembelajaran Kimia untuk Meningkatkan Strategi Kognitif Calon Guru dalam Menerapkan Berpikir Konseptual Tingkat Tinggi (Studi Pengembangan Berpikir Kritis dan Kreatif). Laporan Penelitian Hibah Bersaing IX Perguruan Tinggi. UPI

(41)

. (2005). Membangun Keterampilan Berpikir Manusia Indonesia Melalui Pendidikan Sains. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap

dalam Ilmu Pendidikan IPA pada Fakultas PMIPA UPI Bandung.

Lindgren, J. & Bleicher, R.E. (2005). “Learning the Learning Cycle: The Differential Effect on Elementary Preservice Teachers”. Journal Science

and Mathematics. 105, (2), 61-72.

Lorsbach, Anthony W. (2006). The Learning Cycle as a Tool for Planning

Science Instruction. [Online]. Tersedia:

http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/Lorsbach2571rcy.htm. [10 Oktober 2009]

Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, & Bellisimo, Y. (2006). “The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics”. The Interdisciplinary Journal of

Problem-based Learning. 1, (2).

Mursell, J & Nasution. (2008). Mengajar dengan Sukses. Jakarta: Bumi Aksara. Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi

Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Nuhoglu, H & Yalcin, N. (2006). “The Effectiveness of the Learning Cycle Model to Increase Student’ Achievement in the Physics Laboratory”. Journal of

Turkish Science Education. 3, (2), 49-65.

Nur, M & Wikandari, P. (2000). Pengajaran Berpusat Pada Siswa dan

Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi MIPA

Universitas Negeri Surabaya.

Piaget, J.(1979). The Child’s Conception of Physical Causality. New Jersey: Little Field, Adams & Co.

Pines & West. (1986). Conceptual Understanding and Science Learning: an

Interpretation of Research within a Sources of Knowledge Framework, Science Education. 70 (5), 583-604.

Ruseffendi, H.E.T. (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: Andira.

Rustaman, N & Andrian Rustaman. (1997). Pokok-pokok Pengajaran Biologi dan

Kurikulum 1994. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(42)

Sudjana. (2002). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suparno, S.J. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Jakarta: Kanisius.

Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York: Macmillan College Publishing Company, Inc.

Tatang. (2005). Penerapan Model Learning Cycle untuk Meningkatkan

Pemahaman Konsep Siswa Kelas II SMA pada Pokok Bahasan Getaran dan Gelombang. Tesis SPs UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Tias, W., Tapilouw, F.S. & Widodo, A. (2008). ”Perbandingan Pembelajaran Berbasis Inkuiri Melalui Metode Eksperimen dan Demonstrasi pada Topik alat Indera Di SMA”. Jurnal Penelitian Pendidikan IPA. 2, (3), 339-358. TIMSS. (2003). Highlihts from The Trends in International Mathematics and

Science Study (TIMSS). Washington, D.C: National Center for Statistics

(NCES), Institute of Education Sciences, U.S. Departement of Education. Tipler, P.A. (2001). Physics for Scientists and Engineers. Alih bahasa: Bambang

Soegijono. Fisika untuk Sains dan Teknik. Edisi ketiga, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Uyanto, S. (2009). Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wartono. (1996). “Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pendidikan Sains di SD” dalam Khazanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA. Vol I/No 2/1996. Bandung: IMAPIPA PPS & PPS IKIP Bandung.

Williams, P. (2007). “Implementing Interactive Lecture Demonstrations (ILDs) With a Classroom Response System”. Department of Physics, Austin

Community College Physics Workshop for The 21st Century Project.

Winkel, W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Yilmaz, H & Huyuguzel-Cavas, P. (2006). “The Effect of The 4-E Learning Cycle Methode on Students’ Understanding of Electricity” Journal of Turkish

Gambar

Tabel 4.15. Persentase Tanggapan Siswa terhadap Model Siklus Belajar Hipotetikal Deduktif 7E  ..............................................................
Tabel 3.1. Desain Penelitian Perlakuan
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Tabel 3.2. Teknik Pengumpulan Data
+7

Referensi

Dokumen terkait

a) vier Hochschullehrer/innen, wobei jeweils zwei aus der Rechtswissenschaftlichen Fakultät der Universität zu Köln und zwei aus der Rechtswissenschaftlichen Fakultät der

terdapat perbedaan biaya diantara antidiabetes yang digunakan pada pengobatan pasien DMT2 rawat jalan di RSUP H.Adam Malik.. 1.4

ناك نم ةيحان ةيرظّلا ةيمداكآا ّنأ دئاوف نم اذ ثحبلا فوس لّهسي سّرد ا وأ ذيتاسأا ي ّرري ذيماّتلا ىلع ةردق ةءارق صوصّلا ةيبرعلل فوسو نوكي ةناعإ كفّتلا ىلع

Pengusaha kecil yang memiliki keterbatasan dalam modal usaha untuk promosi serta media pemasaran yang terbatas, tentunya dapat memperoleh berbagai manfaat dengan mempromosikan

Effect of Temperature and Hydraulic Retention Time on Volatile Fatty Acid Production Based on Bacterial Community Structure in Anaerobic Acidogenesis Using Swine

ةّيبرعلا صوصّنلا صيخلت رابتخا بولسأ مدختست ا يّلا ةطباّضلا ةقرفلا يهف ( TSA ) ةلماع ا ا ىطعت ا وأ.. وهف راتخ

Kajian makna Simbolik Motif Batik Tulis Sukapura (Studi Kasus Motif Batik Tulis Karya Perajin Batik Tulis Sukapura Kampung Pasar kolot, Desa Sukapura, Kecamatan

Promoter : orang-orang yang merespon dengan memberikan skor 9 atau 10 yang menandakan bahwa mereka antusias terhadap suatu produk dan.. melakukan pembelian kembali pada