• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang

Komunikasi antar pribadi sangat potensial untuk menjalankan fungsi instrumental sebagai alat untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena kita dapat menggunakan kelima alat indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan kepada komunikan kita. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antar pribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih mempunyai emosi. Kenyataannya komunikasi tatap-muka ini membuat manusia merasa lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan komunikasi lewat media massa seperti surat kabar, televisi, ataupun lewat teknologi tercanggih pun.

Berkomunikasi antar pribadi, atau secara ringkas berkomunikasi, merupakan keharusan bagi manusia. Manusia membutuhkan dan senantiasa berusaha membuka serta menjalin komunikasi atau hubungan dengan sesamanya. Selain itu ada sejumlah kebutuhan dalam diri manusia yang hanya dapat dipuaskan lewat komunikasi dengan sesamanya. Komunikasi antar pribadi sangat penting bagi kehidupan manusia (http://digilib.petra.ac.id;Supratiknya, 1995, p.9)

Dalam menciptakan hubungan yang lebih mendalam maka manusia melakukan komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologi, dan proses psikologis selalu mengakibatkan keterpengaruhan. Komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi antar

(2)

pribadi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku manusia berhubung prosesnya dialogis; (http://digilib.petra.ac.id; Liliweri, 1997, p.12).

Demikian pula komunikasi yang dilakukan oleh anak-anak cacat. Banyak penderita cacat yang menganggap bahwa keadaan cacatnya tersebut sebagai penghalang yang telah merampas mereka dari kehidupan ini. Penderita cacat tersebut merasa kemampuan dirinya terbatas, bahkan tak sedikit pula yang merasa bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa dan kurang percaya diri karena keterbatasan yang dimilikinya itu. Sikap dan usaha-usaha guru sebagai suatu bentuk reaksi untuk menolong dan membantu anak tersebut sangatlah mempengaruhi kualitas watak dan kepribadian si anak. Guru mengajarkan berbagai hal kepada anak-anak cacat agar mampu untuk berkembang dan berkarya secara mandiri. Guru juga akan membantu anak-anak cacat untuk tidak merasa malu akan kecacatan yang dimilikinya. Sebaliknya, guru akan membantu dan membuat anak-anak cacat bisa mandiri dan membanggakan kedua orang tuanya. Guru mengajarkan bagaimana cara mengucapkan lafal huruf, mengenal diri anak, mengikuti gerakan, berpikir, dan membuat sesuatu. Hal ini diajarkan kepada anak-anak cacat untuk membuka wawasan yang mereka miliki walaupun dengan keterbatasan yang mereka miliki. Anak-anak cacat juga akan menerima rasa kasih sayang dari guru seperti layaknya kasih sayang orang tua terhadap anaknya. Walaupun demikian, sering terjadi orang tua enggan mengakui bahwa anak tersebut mempunyai cacat. Keengganan menerima situasi seperti itu sering disertai perasaan menyalahkan diri sendiri atau menyalahkan anak tersebut.

(3)

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa suasana emosional dalam keluarga sangatlah penting bagi perkembangan kepribadian anak. Terlebih lagi karena setiap anak yang cacat adalah anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan emosional khusus. Mereka sangat tergantung pada kasih sayang, perhatian dan perlindungan orang tua. Maka hubungan anak yang cacat dengan orang tua dan saudara-saudaranya lebih penting daripada anak yang normal karena selain diajarkan di sekolah tentang kasih sayang, pelajaran, dan bagaimana berbicara serta pelafalan, anak cacat harus mendapat pelatihan di rumah oleh orang tuanya agar apa yang telah diajarkan di sekolah dapat lebih diterapkan dan anak akan tetap terlatih. Sehingga, disinilah komunikasi antara orang tua dan anak sangat dibutuhkan.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah penyampaian dan penerimaan suatu pesan (message). Komunikasi antar pribadi adalah semacam suatu transaksi, hubungan atau spiritual yang terjadi ketika dua atau lebih manusia rela dan mampu untuk bertemu sebagai orang-orang yang saling berbagi satu sama lain dengan keunikan mereka, memilih secara aktif, emosi, bernilai dan sadar akan kehadiran yang lainnya.

Dalam hal ini pendekatan behaviorisme menekankan kepada tingkah laku yang boleh dilihat dan diukur. Pendekatan ini dipelopori oleh John B. Watson di Universiti John Hopkins Amerika Serikat pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa tingkah laku dipengaruhi oleh persekitaran dan bukannya unsur-unsur dalaman. Situs e-psikologi.com mengutip dari para ahli; Menurut Bernstein (1994), ide-ide Watson inilah yang mengembangkan pendekatan behaviorisme

(4)

yang menekankan ide bahwa tingkah laku dan proses adalah hasil daripada pembelajaran. Menurut pendekatan ini, tingkah laku ialah satu sisi gerak balas yang dipelajari dengan wujudnya rangsangan. Pendekatan ini dikenali sebagai psikologi rangsangan gerak balas atau ringkasnya R-G. Selain J.B Watson, ahli-ahli psikologi behaviorisme yang lain ialah B.F Skinner, Ivan Pavlov dan E.L. Thorndike.

Menurut situs e-psikologi.com, Pavlov (1962), setiap rangsangan akan menimbulkan gerak balas dan berlaku pembelajaran apabila terdapat kaitan antara rangsangan dan gerak balas. Hal ini bermaksud pembelajaran yang berlaku apabila ada kaitan antara rangsangan dan gerak balas. Menurut situs e-psikologi.com, Mahani Razali (2002), hal yang berlaku adalah pembelajaran yang berlaku akibat dari dua rangsangan ini. B.F. Skinner (1904-1990) setuju dengan pendapat Pavlov tetapi menyatakan bahawa tingkah laku dapat diperhatikan dalam jangka panjang supaya dapat mengubah perlakuan yang mudah kepada perlakuan kompleks. Menurut beliau, bimbingan, latihan, ganjaran, pengukuhan dan pengajaran yang terus-menerus adalah penting bagi menjamin perubahan tingkah laku yang berkesan. Bagi E.L. Thorndike, walaupun pembelajaran berlaku hasil gabungan antara stimulus (rangsangan) dan response (gerak balas) seperti pendapat Pavlov dan Skinner, beliau memberi penekanan terhadap pembelajaran keberhasilan dan pengulangan. Contohnya, Ghazali, seorang murid dalam tahun enam akan terus memperbaiki kelemahan matematikanya hasil dari pengajaran dan pujian dari gurunya setelah ia berhasil menyelesaikan masalah matematika yang diberikan kepadanya.

(5)

Berdasarkan pendekatan behaviorisme, anak-anak cacat berkomunikasi sesuai dengan karakteristik pribadinya berdasarkan stimulus, respon, dan reaksi. Tetapi bagi setiap anak-anak cacat tentu memiliki karakteristik yang berbeda berdasarkan pendekatan behaviorisme dalam komunikasi antar pribadi dalam perkembangan kepribadian masing-masing. Untuk lebih mengenal lebih jauh seperti apa peranan metode pendekatan behaviorisme pada anak-anak cacat berdasarkan stimulus, respon dan reaksi maka perlu dilakukan penelitian. Subjek yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah anak-anak YPAC Tuna Daksa (anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi dan otot) sedemikian rupa dan Tuna Grahita (anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial) usia 8-15 tahun yang berlokasi di Jl.Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec.Medan Timur, mengingat YPAC adalah suatu Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang mengajarkan hal pribadi dan sosial serta memberikan kasih sayang kepada anak-anak cacat. Penelitian ini bersifat mendalam dan kontinu. Beberapa anak cacat Tuna Daksa dan Tuna Grahita akan diamati secara mendalam untuk mendapatkan karakter komunikasi dalam pendekatan behaviorisme. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak yang berkaitan dalam berkomunikasi dengan anak-anak cacat.

Melihat situasi demikian, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap peranan komunikasi antar pribadi terhadap perkembangan kepribadian

(6)

anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita melalui pendekatan behaviorisme; Bagaimana stimulus, respon dan reaksi yang terjadi pada anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita dalam berkomunikasi. Penelitian dilakukan di sebuah Yayasan Pembinaan Anak Cacat yang berlokasi di Jl. Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec.Medan Timur karena peneliti ingin melihat bagaimana komunikasi yang dilakukan oleh anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita dengan guru terhadap perkembangan kepribadian melalui pendekatan behaviorisme.

I.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka dapat dikemukakan perumusan sebagai berikut:

“Bagaimanakah peranan komunikasi antar pribadi terhadap perkembangan kepribadian anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita di YPAC Jl.Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec. Medan Timur melalui pendekatan behaviorisme?”

I.3 Pembatasan Masalah

Agar ruang lingkup penelitian tidak terlalu luas dan menjadi spesifik, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah adalah sebagai berikut:

1. Penelitian bersifat deskriptif, yaitu menerangkan dan memberikan gambaran ilmiah dari komunikasi antar pribadi.

2. Penelitian ini meneliti peranan pendekatan behaviorisme komunikasi antar pribadi guru dalam perkembangan kepribadian anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita yang dilakukan oleh staf pengajar YPAC.

(7)

3. Objek penelitian adalah anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita usia 8-15 tahun yang berlokasi di JL. Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec.Medan Timur.

4. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei 2009.

I.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kegiatan anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita dalam berkomunikasi dengan guru dan orang tua sehingga tercipta suatu komunikasi yang komunikatif diantara anak-anak cacat dan guru serta orang tua.

b. Untuk mengetahui bagaimana stimulus, respon dan reaksi terhadap perkembangan kepribadian anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita di YPAC Jl.Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec.Medan Timur.

c. Untuk mengetahui peranan komunikasi antar pribadi guru dalam perkembangan kepribadian anak-anak Tuna Daksa dan Tuna Grahita di YPAC Jl.Adinegoro No.2 Medan Kel.Gaharu Kec.Medan Timur melalui pendekatan behaviorisme.

I.4.2 Manfaat Penelitian

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya bahan referensi, terutama dalam bidang komunikasi antar pribadi.

(8)

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam bidang komunikasi, sumber informasi bagi yang membutuhkannya. c. Secara praktis, penelitian ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

agar bagi yang memerlukan pemahaman tentang karakter komunikasi manusia dapat menerapkannya pada bidang-bidang baik itu di bidang kedokteran, psikologi, pendidikan ataupun sosial.

I.5 Kerangka Teori

Kerangka teori berfungsi sebagai pendukung untuk menganalisa variabel yang akan diteliti. Untuk itu, perlu disusun kerangka teori yang akan memuat pokok-pokok fikiran dari sudut mana masalah penelitian akan disoroti (Nawawi, 1994: 40). Kerangka teori merupakan hasil berfikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat dalam masalah dan atau sub masalah.

Adapun teori-teori yang dianggap relevan dengan masalah penelitian ini adalah Teori S-O-R, Komunikasi antar pribadi, Teori Kepribadian dan Teori

Behaviorisme.

Teori S-O-R

Menurut Effendy (1993: 254), Teori S-O-R adalah singkatan dari

Stimulu-Organism-Response yang awalnya berasal dari ilmu psikologi. Objek material

psikologi dan komunikasi adalah sama yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus,

(9)

sehingga orang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Model stimulus-response (rangsangan-tanggapan), atau lebih populer dengan sebutan model S-R menjelaskan tentang pengaruh yang terjadi pada pihak penerima (receiver) sebagai akibat dari komunikasi. Menurut model ini, dampak atau pengaruh yang terjadi pada pihak penerima, pada dasarnya merupakan suatu reaksi tertentu dari stimulus (rangsangan) tertentu. Dengan demikian, besar kecilnya pengaruh serta dalam bentuk apa pengaruh tersebut terjadi, tergantung pada isi dan penyajian stimulus. Model S-R dapat digambarkan sebagai berikut:

(Sumber: Effendy, 1993: 255)

Komunikasi antar pribadi

Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan diantara manusia dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat kerja, organisasi sosial dan sebagainya. Semuanya ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan, frekuensi bertemu, jenis relasi, mutu dari interaksi-interaksi diantara mereka tetapi

Organisme - Perhatian - Pengertian - Penerimaan Stimulus Response (Perubahan Sikap)

(10)

juga terletak pada seberapa jauh keterlibatan diantara mereka satu dengan yang lainnya, saling mempengaruhi.

Orang menamakan peristiwa seperti dilukiskan di atas sebagai suatu peristiwa komunikasi. Didalam buku Alo Lili Weri (1991: 12), mengutip pendapat beberapa para ahli; menurut Schramm (1974) di antara manusia yang bergaul, mereka saling berbagi informasi, gagasan, sikap. Demikian pula menurut Merrill dan Lownstein (1971) terjadi penyesuaian pikiran, penciptaan, perangkat simbol bersama dalam pikiran para peserta, singkatnya suatu pengertian. Menurut Theodorson (1969) komunikasi adalah pengalihan informasi dari satu orang atau kelompok kepada yang lain, terutama dengan menggunakan simbol.

Proses pengaruh mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antar manusia yang memiliki suatu pribadi dan memberikan peluang bakal terbentuknya suatu kebersamaan dalam kelompok yang tidak lain merupakan tanda adanya proses sosial.

Masih dalam buku Alo Lili Weri (1991: 12), komunikasi antar pribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh De Vito (1976) bahwa, komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain atau, sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Effendy (1986: 12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antar pribadi (penulis, pribadi) adalah komunikasi antara komunikator dengan

(11)

seorang komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam hal upaya mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung. Komunikator mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga, pada saat komunikasi dilancarkan. Komunikator mengetahui pasti apakah komunikasinya itu positif atau negatif, berhasil atau tidak.

Dari berbagai sumber di atas, Alo Lili Weri (1991: 12-13) dapat dirumuskan bahwa komunikasi antar pribadi mempunyai cir-ciri sebagai berikut:

1. Spontan dan terjadi sambil lalu.

2. Tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu.

3. Terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas terlebih dahulu.

4. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja. 5. Kerap kali berbalas-balasan.

6. Mempersyaratkan adanya hubungan paling sedikit dia orang, serta hubungan harus bebas, bervariasi, adanya pengaruh.

7. Harus membuahkan hasil.

8. Menggunakan berbagai lambang bermakna.

Teori Kepribadian

Di dalam buku Paulus Budiraharjo (1997: 34); menurut B.F.Skinner, kepribadian manusia adalah sekelompok pola-pola kebiasaan yang menjadi ciri khas suatu individu. Ia memandang kebiasaan individu sebagai hasil dari paksaan

(12)

Skinner juga lebih menyukai menyelidiki kepribadian dengan memfokuskan pada aspek belajar dengan perilaku-perilaku yang banyak mengizinkan individu melangsungkan hidup dan berhasil dalam transaksinya dengan lingkungan atau sesorang selama hidup belajar tentang kemungkinan-kemungkinan yang menghasilkan kepuasan dan kesakitan dalam situasi tertentu. Anak belajar membedakan stimulus atau situasi yang merupakan kesempatan untuk memperoleh penguatan karena perilaku tertentu atau situasi yang tidak mengarah ke penguatan perilaku yang sama. Perilaku yang dipelajari kemudian disebut sebagai perilaku di bawah kontrol stimulus. Misalnya, seorang anak yang belajar menangis di muka umum biasanya langsung diberi perhatian dan kenyamanan oleh ibunya sedangkan menangis di rumah biasanya diabaikan. Keterampilan yang sederhana dipelajari lebih dahulu kemudian perilaku yang lebih kompleks diperoleh dan digunakan. Tetapi seseorang tidak dilihat sebagai organisme yang pasif yang menanggapi tanda-tanda penguatan secara otomatis. Melainkan, orang mengadakan kontrol diri terhadap lingkungan dengan secara aktif memilih dan mengubah variabel-variabel lingkungan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka.

Skinner tidak hanya tertarik dengan jadwal penguatan (schedules of

reinforcement) yang menentukan perilaku tetapi juga dalam peranan self control process. Individu dikatakan melatih self control bila mereka secara aktif

mengubah variabel-variabel yang menentukan perilaku mereka. Misalnya, ketika seseorang tidak dapat belajar karena ada radio dengan suara musik yang sangat keras, kita mematikannya. Dengan demikian, kita secara aktif mengubah variabel

(13)

yang mempengaruhi perilaku kita. Skinner telah menguraikan sejumlah teknik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku, yang kemudian banyak diantaranya telah dipelajari oleh social-learning theorist yang tertarik dalam modeling dan modifikasi perilaku. Teknik tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengekangan fisik (physical restraints) 2. Bantuan fisik (physical aids)

3. Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus conditions)

4. Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional conditions) 5. Melakukan respons-respons lain (performing alternative responses) 6. Menguatkan diri secara positif (positif self reinforcement)

7. Menghukum diri sendiri (self punishment)

Pendekatan Skinner memperhatikan fenomena yang dapat diamati yang dibagi dalam dua kelas utama: stimulus-stimulus, yaitu ciri-ciri lingkungan yang dapat diamati yang mempengaruhi organisme dan respons-respons, perilaku yang tampak dari organisme tersebut. Semua variabel yang ada diantara atau menengahi stimulus dan respons dan tidak dapat dijelaskan berkenaan dengan stimulus atau respon, dianggap ada di luar daerah kepentingan pendekatan tersebut.

Teori Behaviorisme

Radical behaviorism pada awal pemunculannya hanya mempercayai hal

yang observable (dapat diamati) dan measurable (dapat diukur) sebagai sesuatu yang sah dalam pengukuran kepribadian. Mimpi, fantasi, intuisi, perasaan

(14)

hal yang abstrak. Kemudian, kaum behavioris muda mulai mengadakan revisi terhadap behaviorisme ortodoks dengan menerima fenomena kejiwaan yang abstrak seperti ego, id, ilusi, mimpi dan sebagainya. Kelompok ini menamakan diri sebagai methodological behaviorism.

Optimisme kaum behavioris terhadap kondisi objektif yang memperngaruhi perilaku manusia membuat teori ini banyak dikritik tidak banyak memberi sumbangan berarti terhadap pemahaman (teori-teori) kepribadian manusia. Akan tetapi, bukan berarti bahwa behaviorisme tidak memberi kontribusi apa pun terhadap psikologi. Behaviorisme banyak dipakai dalam terapi, terutama dalam usaha menyembuhkan perilaku menyimpang yang sudah lama tidak ditolong.

The token economy adalah contoh penerapan behavioristik di rumah sakit

jiwa, di mana pasien yang may mengatur hidupnya dengan baik diberikan stimulus berupa uang-uangan yang bisa ditukar dengan makanan atau minuman. Setelah pasien menjadi sadar akan tugas keseharian, disiplin diri, terapi lain harus diterapkan untuk mengobati akar masalah psikologis yang sebenarnya.

Behaviorisme disini sangat bermanfaat sebagai sistem terapi darurat, karena behaviorisme tidak pernah mempersoalkan kompleksitas kejiwaan yang muncul

sebagai akar persoalan psikis individu. Behaviorisme hanya memandang perilaku yang malajusted adalah hasil belajar dari lingkungan secara keliru.

Jadi, pada prinsipnya dibutuhkan berbagai pendekatan lain yang menyertai strategi behavioristik dalam sistem terapeutik yang efektif. Karena perilaku manusia yang tampak, bagaimanapun, bukanlah tolok ukur yang akurat dari apa

(15)

yang dipikirkan dan dirasakannya. Mengubah perilaku individu yang dianggap menyimpang tanpa memahami lebih mendalam kompleksitas problematika psikis manusia akan menghasilkan terapi yang sia-sia.

Pendekatan behaviorisme ini memandang perubahan perilaku manusia dari stimulus, respon dan reaksi yang nantinya akan menentukan perilaku manusia itu sendiri.

Stimulus

Apa saja yang menyentuh alat indera – dari dalam atau dari luar – disebut stimulus. Saat ini Anda sedang membaca tulisan saya (stimulus eksternal), padahal pikiran Anda sedang diganggu oleh perjanjian utang yang habis waktu ini (stimulus internal). Anda serentak menerima dua macam stimulus. Alat penerima Anda segera mengubah stimulus ini menjadi energi saraf untuk disampaikan ke otak melalui proses transduksi. Agar dapat diterima pada alat indera Anda, stimulus harus cukup kuat. Batas minimal intensitas stimulus disebut ambang mutlak (absolute threshold). Demikian juga dalam menerima informasi yang disampaikan tentu sesuai dengan kapasitas stimulus yang dimiliki.

Respon

Tanggapan yang diberikan informan dari informasi yang disampaikan dalam mengolah dan memanipulasi informasi. Respon yang diberikan ini tentu akan berbeda-beda sesuai dengan hasil pengolahan informasi oleh informan. Respon ini juga akan membantu informan untuk menghasilkan reaksi yang baginya tentu akan mengubah perilaku.

(16)

Reaksi

Hasil dari stimulus dan respon yang dihasilkan dalam mengubah perilaku. Dalam reaksi tersebut manusia memilih dan menjalankan hasil perubahan perilaku tersebut yang merupakan kunci dalam melakukan pendekatan behaviorisme. Dalam pendekatan behaviorisme ini, perubahan perilaku akan terus berubah sesuai dengan stimulus yang datang dan bagaimana respon itu terjadi sehingga timbulnya reaksi yang menentukan perilaku manusia.

I.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil yang akan dicapai (Nawawi, 1993: 40). Kerangka konsep memuat variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian tersebut. Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang akan diteliti, yaitu: a. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gajala/unsur yang lain yaitu variabel terikat (Nawawi, 1993: 56).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi antar pribadi, indikatornya adalah:

1. Stimulus 2. Respon 3. Reaksi 4. Kedekatan

(17)

b. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel bebas (Nawawi, 1993: 457)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perkembangan kepribadian anak-anak cacat, indikatornya adalah:

1. Arah pandangan mata 2. Gaya bicara

Referensi

Dokumen terkait

To avoid having to comment about trivial exceptions to general statements we assume that G can not be written as the direct sum of two independent Gaussian vectors G ′ and G ′′. This

Sebagai contoh, peserta didik yang mampu menemukan tarian baru, ia memiliki kemampuan mengreasi suatu tarian yang unik atau yang lain dari semua tarian yang sudah ada, ia mau

Kerangka Konsep Penelitian tentang Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Ibu dalam Pemijatan Bayi di Puskesmas Pamulang.

1) Prinsip sentralistis (centrality) menegaskan bahwa kerja proyek merupakan esensi dari kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana siswa

Kemudian dari Tabel 5a, diketahui nilai R square sebesar 0,088, dengan kata lain sikap ilmiah, motivasi dan kemandirian belajar hanya memberikan kontribusi 8,80%

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah- Nya laporan Skripsi dengan judul “ Sistem Pemesanan dan Pengendalian

The first two papers quantify the prevalence of maternal and child undernutrition and consider the short-term consequences in terms of deaths and disease burden, as

Menurut Gardner, anak dapat dikatakan siap menjalani toilet training bila sudah mampu berjalan dengan baik, mampu duduk dan asyik bermain selama kurang lebih lima menit,