• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. mengklasifikasikan tanah menurut sistem standar klasifikasi, batas-batas tanah pada

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. mengklasifikasikan tanah menurut sistem standar klasifikasi, batas-batas tanah pada"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Survei Tanah

Survei tanah menggambarkan karakteristik tanah pada daerah tertentu, mengklasifikasikan tanah menurut sistem standar klasifikasi, batas-batas tanah pada peta, dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana respon dari manajemen yang dianggap mempengaruhi mereka. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu dalam pengembangan rencana penggunaan lahan dan mengevaluasi serta memprediksi efek penggunaan lahan terhadap lingkungan (NRCS, 2014).

Tujuan survei tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya kedalam satuan peta tanah yang sama serta melakukan interpretasi kesesuaian lahan dari masing-masing satuan peta tanah tersebut untuk penggunaan-penggunaan lahan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Survei tanah memberikan informasi ilmiah yang diperlukan untuk benar mengelola dan melestarikan tanah. Survei tanah memberikan data tentang kimia, fisika, dan biologi tanah, mereka menunjukkan hubungan tanah untuk tanaman dan air, mereka menyediakan peta untuk menampilkan hubungan untuk penilaian dan penggunaan, memberikan dasar untuk memprediksi dan meminimalkan degradasi tanah dan sumber daya air, memungkinkan penilaian dampak manajemen pada perubahan ekologi dan lingkungan, dan memungkinkan pengguna lahan untuk mengelola lahan secara berkelanjutan (NRCS, 2012).

Survei tanah berperan penting pada suatu penelitian lahan potensi sumber daya, khususnya untuk pengembangan pertanian. Tanah, sama seperti media utama

(2)

untuk pengolahan, membutuhkan survey, yang akan digunakan sebagaimana potensi alaminya. Untuk memproses data survey tanah, Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat digunakan (Kundarto dan Virgawati, 2004).

Sifat Kimia Tanah pH

Derajat ionisasi dan disosiasi ke dalam larutan tanah menentukan khuluk kemasaman tanah. Ion-ion H+ yang dapat dipertukarkan merupakan penyebab terbentuknya kemasaman tanah potensial atau cadangan. Besaran dari kemasamana tanah potensial ini dapat ditentukan dengan titrasi tanah. Ion-ion H+ bebas menciptakan kemasaman aktif. Kemasaman aktif diukur dan dinyatakan sebagai pH tanah (Tan, 1998).

Nilai pH tanah yang rendah tidak hanya membatasi pertumbuhan tanaman tetapi juga mempengaruhi faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. pH rendah menurunkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, menurunkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan keracunan aluminium (Damanik et al., 2011).

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah, yang dinyatakansebagai –log[H+]. Peningkatan konsentrasi H+ menaikkan potensial larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas merupakan elektrode selektif khusus H+, hingga memungkinkan untuk hanya mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H+ (Sulaeman et al., 2005).

PH tanah dapat berubah sepanjang tahun. Hal ini tergantung pada suhu dan kondisi kelembaban, dan bervariasi sebanyak seluruh unit pH selama musim tanam. Karena pH merupakan ukuran aktivitas ion hidrogen [H+], banyak reaksi kimia yang

(3)

berbeda dapat mempengaruhi hal tersebut. Suhu mengubah aktivitas kimia, sehingga sebagian besar pengukuran pH meliputi koreksi suhu standar 25 oC (77oF). PH tanah umumnya dicatat sebagai rentang nilai untuk kedalaman tanah yang dipilih (NRCS, 1998).

Setiap tanaman memiliki tingkat adaptasi yang berbeda pada tanah masam. Beberapa tanaman mampu beradaptasi pada tanah yang berpH rendah tetapi sebagian besar tanaman akan tumbuh baik pada pH diatas 5,5. Terhambatnya pertumbuhan tanaman di tanah masam berkaitan erat dengan beberapa permasalahan kesuburan tanah (Damanik et al., 2011).

Tabel Kelas Kemasaman (pH) Tanah

Kelas pH tanah Sangat masam <4,5 Masam 4,5 – 5,5 Agak masam 5,6 – 6,5 Netral 6,6 – 7,5 Agak alkalis 7,6 – 8,5 Alkalis >8,5 Sumber : Ritung et al., 2007

N Total

Nitrogen di dalam tanah berada dalam dua bentuk yaitu bentuk N-organik dan N-anorganik. Bentuk organik merupakan yang terbesar yakni berada dalam ikatan-ikatan senyawa organik misalnya bahan-bahan organik yang berasal dari hasil pelapukan tumbuhan dan hewan. Bentuk-bentuk anorganik terdapat sebagai bentuk ammonium, nitrat, N2O, NO dan gas N2 yang hanya dapat digunakan setelah

(4)

Kurangnya sinkronisasi pada mineralisasi nitrogen dan serapan tanaman, dan N yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh kopi untuk mempertahankan hasil yang tinggi. Karena sejak N total bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan dari ketersediaan N, praktek manajemen N harus didasarkan pada hasil yang diharapkan dan penilaian empiris spesifik antara aplikasi pupuk N dan respon tanaman secara ekonomi (Nunez, 2011).

Tinggi rendahnya kandungan nitrogen total tanah ini dipengaruhi oleh jenis dan sifat bahan organik yang diberikan terutama tingkat dekomposisinya. Dengan semakin lanjut dekomposisi suatu bahan organik maka semakin banyak pula nitrogen organik yang mengalami mineralisai sehingga akumulasi nitrogen di dalam tanah semakin besar jumlahnya (Ningsih, 2011).

C-Organik

Bahan organik di wilayah tropika berperan menyediakan unsur N, P, dan S yang dilepaskan secara lambat, meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah masam, menurunkan fiksasi P karena pemblokan sisi fiksasi oleh radikal organik, membantu memantapkan agregat tanah, memodifikasi retensi air dan membentuk komplek dengan unsur mikro. Meskipun kandungan bahan organik kebanyakan tanah hanya berkisar 2-10% peranannya sangat penting (Supriyadi, 2008).

Kandungan C-organik yang rendah merupakan indikator rendahnya jumlah bahan organik tanah yang tersedia dalam tanah. Rendahnya kandungan bahan organik disebabkan antara lain letak lahan yang berlereng. Hal ini menyebabkan terjadinya pencucian unsur hara pada saat hujan, sehingga menghanyutkan partikel-partikel tanah yang ada. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah sekitar 3-5%. Tanah yang ba-nyak mengandung bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah semakin menurun seiring

(5)

dengan penambahan ke-dalaman tanah. Semakin dalam, maka bahan organik semakin berkurang (Njurumana et al., 2008).

Penyimpanan karbon dalam tanah menunjukkan keseimbangan dinamis antara input detrital (terutama oleh sampah, pemangkasan ranting dengan daun dan akar mati) dan output bahan organik dalam bentuk karbon dioksida penghabisan dari tanah. Suhu dan kelembaban adalah dua faktor lingkungan vertikal mempengaruhi respirasi tanah dan penyimpanan karbon tanah. Biasanya, karbon organik tanah adalah fungsi dari iklim dan penggunaan lahan. Nilai karbon organik tanah terutama diinterpretasikan berdasarkan iklim yang berlaku di daerah tersebut, Secara umum, peningkatan karbon organik tanah dengan peningkatan curah hujan, penurunan suhu dan rasio penguapan presipitasi (Devi dan Kumar, 2009).

Tabel Kelas Kandungan C-Organik

Kelas C-organik Nilai

Sangat Rendah < 1 0

Rendah 1 – 2 1

Sedang 2,1 – 3 2

Tinggi 3,1 – 5 3

Sangat Tinggi >5 (gambut) 4

Sumber : Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007)

P Tersedia

Unsur P merupakan komponen utama dari proses fotosintesis. Unsur P biasanya terkandung dalam berbagai pupuk. Pupuk tersebut penting untuk tanah yang mengalami defisiensi unsur P, terutama tanah yang sering tidak dipupuk. Seperti halnya nitrogen, unsur P harus ada dalam bentuk anorganik sederhana sebelum diadsorpsi oleh tanaman. Unsur P biasanya dalam bentuk ion ortophosphat (H2PO4-

(6)

ion ortophosphat diendapkan atau desorpsi oleh ion-ion Al3+ dan Fe3+. merupakan jenis paling tersedia untuk tanaman (Suhariyono dan Menry, 2005).

Dalam analogi potensial air tanah, potensial fosfat yang rendah mengisyaratkan ketersediaan P yang tinggi, sedangkan potensial fosfat yang tinggi menunjukkan ketersediaan P yang lebih rendah bagi tanaman. Oleh karena ketersediaan P bagi tanaman berkaitan dengan kelarutan P, potensial fosfat dapat digunakan untuk membuat prediksi tak langsung ketersediaan fosfat bagi tanaman (Tan, 1998).

Fosfat dalam suasana asam akan diikat sebagai senyawa Fe, Al-fosfat yang sukar larut. NH4F yang terkandung dalam pengekstrak Bray akan membentuk

senyawa rangkai dengan Fe & Al dan membebaskan ion PO43-. Pengekstrak ini

biasanya digunakan pada tanah dengan pH <5,5 (Sulaeman et al., 2005).

Menurut Nyakpa et al (1988) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu : tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, temperatur, jumlah dan tingkat dekomposisi bahan organik, ion Fe, Al dan Mn, adanya mineral yang mengandung Fe, Al dan Mn, tersedianya Ca, dan kegiatan jasad renik disamping itu penggenangan juga mempengaruhi.

Kapasitas Tukar Kation

Kapasitas tukar kation (KTK) tanah didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk menjerap dan mempertukarkan kation. KTK biasanya dinyatakan dalam miliekuivalen per 100 gram. Kation-kation yang sesungguhnya terjerap tidak disertai oleh anion-anion. Akan tetapi kation-kation bebas bisa jadi terikut dan membawa serta anion lawan, sehingga anion-anion tersebut dapat teranalisis bersama-sama dengan kation yang dapat dipertukarkan. Ion-ion dari garam bebas tersebut harus dikurangkan untuk mendapatkan KTK yang sesungguhnya (Tan, 1998).

(7)

Kation tukar letaknya di tempat yang dapat diperoleh pada permukaan partikel dan juga antara lapisan kisi kristal diperluas oleh montmorilonit dan vermiculite. Mereka tertarik pada partikel dengan muatan negatif yang keberadaannya dapat ditunjukkan oleh perpindahan partikel tanah liat menuju kutub postitf ketika arus listrik dilewatkan melalui suspensi tanah liat dalam air, perilaku yang disebut sebagai electrophoresis (Marshall dan Holmes, 1988).

Nilai KTK suatu tanah dipengaruhi oleh tingkat pelapukan tanah, kandungan bahan organik tanah dan jumlah kation basa dalam larutan tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik tinggi memiliki KTK yang lebih tinggi, demikian pula tanah-tanah muda dengan tingkat pelapukan baru dimulai dari tanah-tanah dengan tingkat pelapukan lanjut mempunyai nilai KTK rendah (Tambunan, 2008).

Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada jumlah dan jenis pembagian mineral halus dan partikel organik yang ada. Tanah berpasir umumnya memiliki kapasitas tukar kation rendah karena proporsi kecil dari materi bermuatan negatif. Tanah tinggi akan bahan organik memiliki kapasitas tukar kation besar karena muatan negatif besar dikembangkan oleh humus. Sejauh tanah liat diperhatikan kapasitas tukar kation dari montmorillonoid dan vermikulit seperti mineral, ditemukan di tanah Midwest dan tanah dari daerah kering yang luas (Coleman dan Mehlich, 1957).

Nilai KTK suatu tanah tidak tetap, tergantung kepada pH larutan ekstraktan yang dipergunakan. Ditetapkan bahwa jumlah muatan koloid tanah tersusun dari dua bagian yaitu muatan tetap dan muatan yang tergantung kepada pH (Permanent charge dan pH-dependent charge), muatan listriknya berasal dari gugus karboksil dan fenol, serta pengionan hidrogen dari gugus OH yang timbul pada patahan bagian ujung tepi mineral lempung tipe 1:1 (Damanik et al., 2011).

(8)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan sifat kimia tanah yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Karena unsur-unsur hara terdapat dalam kompleks jerapan koloid maka unsur-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi dari pada tanah-tanah dengan kadar bahan organik rendah atau berpasir (Soewandita, 2008).

Kejenuhan Basa

Nilai kejenuhan basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukat kation (KTK) yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB. Laju pelepasan kation terjerap bagi tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa (Tan, 1991).

Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya ≥ 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80 – 50%, dan tidak subur jika kejenuhan basanya ≤ 50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran merupakan cara yang umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah (Tan, 1998).

Istilah kejenuhan basa digunakan untuk menggambarkan bagaimana penyerapan benar-benar terjadi (permukaan tertahan) pada situs mineral tanah dan partikel organik oleh kation basa. Kation basa tersebut umumnya ditemukan di dalam

(9)

tanah adalah kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), dan natrium (Na). Kation asam adalah aluminium (Al) dan hidrogen (H). Jadi, kejenuhan basa menggambarkan bagaimana partikel tanah permukaan diisi dengan kation basa (Ca, Mg, K, dan Na) (Johnston dan Karamanos, 2005).

Semakin besar KTK suatu tanah maka semakin besar pula aktivitas koloidnya untuk mengadsorpsi dan mempertukarkan kation. Namun nilai KTK suatu tanah tidak dapat dipakai untuk mengukur kesuburan tanah. Oleh sebab itu digunakan kejenuhan basa sebagai parameter untuk menentukan tingkat kesuburan tanah. Semakin besar kejenuhan basa maka tanah lebih subur (Mukhlis et al., 2011).

Kation-kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Disamping itu basa-basa umumnya mudah tercuci, sehingga tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur. Kejenuhan basa berhubungan erat dengan pH tanah, dimana tanah-tanah dengan pH rendah umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah, sedang tanah-tanah dengan pH yang tinggi mempunyai kejenuhan basa yang tinggi pula (Soewandita, 2008).

Tanaman Kopi

Tanaman kopi sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila penerapan teknologi budidaya di perkebunan kopi rakyat tersebut diperbaiki, produksinya bisa ditingkatkan. Teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan adalah teknologi budidaya kopi poliklonal (Ernawati et al., 2008).

Tanaman kopi menghendaki reaksi yang agak masam dengan pH 5,5-6,5. Tetapi hasil yang baik sering kali diperoleh pada tanah yang lebih masam, dengan catatan keadaan fisiknya baik. Pada umumnya tanah yang lebih masam kandungan

(10)

mineralnya lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah dapat dipenuhi dengan baik (AAK, 1990).

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh optimal pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl. Sedangkan kopi arabika menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari lokasinya daripada kopi robusta, yaitu antara 500-1.700 m dpl (Bank Indonesia, 2014).

Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh optimalnya adalah 18-26o C. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap. Umumnya berbuah sekali dalam setahun (Najiyati dan Danarti, 1997).

Produktivitas kopi pada situasi tertentu tergantung pada faktor-faktor agro-iklim dan teknologi produksi. Ada gagasan bahwa konversi hutan menjadi sistem pertanian akan menyebabkan degradasi lahan dan merusak sistem berkelanjutan. Konversi vegetasi alami untuk tanaman tahunan menyebabkan kerugian tanah C terbesar. Namun, ada laporan perkebunan kopi memperkaya karbon organik tanah. Status karbon organik akan memberikan indikasi tidak langsung keberlanjutan penggunaan lahan itu (Devi dan Kumar, 2009).

Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi tetapi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya suhu. Faktor suhu inilah yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi, terutama terhadap pembentukan bunga dan buah serta kepekaannya terhadap serangan penyakit. Setiap

(11)

jenis kopi menghendaki suhu atau ketinggian tempat yang berbeda-beda (Najiyati dan Danarti, 1997).

Dari segi produksi yang menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis arabika, andilnya dalam pasokan dunia tak kurang dari 70 persen. Jenis robusta yang mutunya dibawah arabika, mengambil bagian 24 persen produksi dunia, sedangkan Liberika dan Ekselsia masing-masing 3 persen. Arabika dianggap lebih baik daripada robusta karena rasanya lebih enak dan jumlah kafeinnya lebih rendah, maka Arabika lebih mahal daripada robusta (Hakim, 2011).

Faktor pembatas yang dapat membatasi pertumbuhan dan hasil kopi adalah bahan organik tanah, Nitrogen, dan Fosfor. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan pemupukan seperti dengan pupuk kandang, urea, dan SP-36 (Adnyana, 2011).

Kopi arabika memiliki persyaratan tanah yang khusus, meskipun dapat tumbuh dengan baik pada jenis tanah yang berbeda. Banyak contoh menunjukkan bahwa itu tumbuh dengan baik pada tanah yang berasal dari vulkanik, seperti di Khe Sanh, tetapi juga pada tanah berbasis granit yang ditemukan di Huong Phung. Meskipun jenis tanah adalah kurang penting, tekstur dan struktur yang menentukan bagi kinerja tanaman. pH harus 4,5-6, tetapi perkebunan baik juga dapat ditemukan pada netral (pH 7) tanah. Bahan organik tanah harus dari 2 sampai 4%. Pada sebagian besar tanah di Huong Hoa kopi yang ditanam berhasil. Namun, penting untuk menyadari bahwa tanah yang berbeda memerlukan manajemen yang berbeda( Kuit et al., 2004).

Unsur hara tanaman yang utama bagi pertumbuhan vegetatif adalah nitrogen (N). Diimbangi dengan pemberian fosfat yang cukup, nitrogen menjamin pertumbuhan tanaman kopi muda dengan cepat dan kuat. Penambahan N yang cukup juga menambah jumlah cabang produktif. Bagi tanaman muda, asam fosfat sebagai

(12)

perangsang akar dan cabang yang baik. Jika N mendorong pertumbuhan vegetatif maka fosfat akan meningkatkan pertumbuhan generatif. Oleh karena itu unsur ini mempengaruhi kecepatan pertumbuhan tanaman dan pembentukan buah. Dengan memperbesar kemampuan mengambil lebih banyak unsur di dalam tanah dan mempengaruhi daya pembuahannya, maka asam fosfat secara langsung turut menentukan produktivitas tanaman (AAK, 1988).

(13)

GAMBARAN UMUM

Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten di kawasan Pesisir Barat (Pantai Barat) Sumatera Utara. Daerah ini terletak antara 0o 10’ – 1o 50’ Lintang Utara dan 98o 10’ – 100o 10’ Bujur Timur pada ketinggian 4.145 m dpl dengan luas wilayah 6.620 km2 atau 9.23% dari luas Sumatera Utara. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan di bagian Utara, Propinsi Sumatera Barat pada sebelah Timur dan Selatan. Sedangkan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Kabupaten Mandailing Natal terbagi dalam 3 (tiga) bagian topografi, yaitu: 1. Dataran rendah, merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0o – 2o dengan luas

sekitar 160.500 hektar atau 18,68% dari luas Kabupaten Mandailing Natal. 2. Dataran landai, dengan kemiringan 2o – 15o, dengan luas 36.385 hektar atau

(14)

3. Dataran tinggi, dengan kemiringan 7o – 40o, dengan luas 662.139 hektar atau 77,08% dari luas Kabupaten Mandailing Natal. Dataran tinggi ini dibedakan lagi menjadi dua jenis, yaitu :

- Daerah perbukitan dengan luas 308.954 hektar atau 46,66% - Daerah pegunungan dengan luas 353.185 hektar atau 53,34%

Suhu di daerah ini berkisar antara 23oC – 32oC dengan kelembaban antara 80-85%. Kabupaten ini terdiri dari 23 kecamatan dan 386 desa/kelurahan dengan jumlah penduduk 413.750 jiwa, terdiri dari 203.565 laki-laki (49,20%) dan 210.185 perempuan (50,80%). Data tersebut tentu sudah berubah karena data bersangkutan pada tahun 2006.

Gambar

Tabel Kelas Kemasaman (pH) Tanah
Tabel Kelas Kandungan C-Organik

Referensi

Dokumen terkait

Pada lahan pengolahan tanah konservasi memiliki kandungan bahan organik yang lebih tinggi, stabilitas agregat tanah yang lebih baik, pergerakan air tanah yang lebih cepat,

Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan yang

Pengembangan kedelai pada lahan kering masam akan dihadapkan kepada kondisi tanah yang kurang subur karena rendah pH (4,3-5,5), kandungan Al tinggi, kandungan bahan

Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah, atau kandungan P sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia

Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa

Dari warna tanah tersebut yang berwarna cokelat kehitaman bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang tinggi atau memiliki kandungan asam humus terbentuk dari

Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu

Proses pembentukan tanah dimulai dari hasil pelapukan batuan induk (regolit) menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses pencampuran bahan organik yaitu sisa-sisa tumbuhan