• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat bahwa setiap manusia dalam perjalanan hidupnya akan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sudah menjadi kodrat bahwa setiap manusia dalam perjalanan hidupnya akan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sudah menjadi kodrat bahwa setiap manusia dalam perjalanan hidupnya akan melewati suatu masa, dilahirkan, hidup di dunia dan meninggal dunia. Masa-masa tersebut tidak terlepas dari kedudukan kita sebagai mahluk Allah, karena dari Allah-lah kita berasal dan suatu saat kita akan kembali berada dipangkuan-Nya. Selain sebagai mahluk individu manusia juga berkedudukan sebagai mahluk sosial bagian dari suatu masyarakat yang mempunyai hak dan kewajiban terhadap anggota masyarakat lainnya.

Agama Islam merupakan agama yang berusaha mengatur umatnya agar tercipta keadilan, kesejahteraan dan kedamaian dengan melaksanakan norma-norma hukum yang ada dalam agama. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku sampai pada saat ini selain hukum perkawinan, hukum kewarisan juga merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.1

Hukum kewarisan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kehidupan manusia, khususnya dalam hal keluarga. Hal ini disebabkan karena setiap manusia akan mengalami suatu peristiwa hukum yang sangat penting dalam hidupnya dan

1Hazairin,Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Quran dan Hadist,Cetakan V, Tintamas, Jakarta, 1981, Hal 1.

(2)

merupakan suatu peristiwa hukum yang terakhir pula dalam hidupnya, yaitu meninggal dunia. Dalam suatu peristiwa hukum meninggal dunia maka dengan sendirinya akan menimbulkan suatu akibat hukum yaitu mengenai pengurusan hak dan kewajiban bagi orang yang ditinggalkannya. Penyelesaian dan pengurusan hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggal dunia seseorang diatur oleh hukum kewarisan.2Termasuk pula ke dalam hak dan kewajiban tersebut adalah pengurusan harta dari orang yang meninggal dunia.

Peristiwa hukum meninggalnya seseorang adalah suatu peristiwa yang pasti dan dapat dibuktikan dengan adanya jasad si meninggal dan disaksikan oleh para keluarga. Masalah kemudian timbul apabila orang yang akan diurus hak dan kewajibannya dan termasuk pula hartanya tidak jelas keberadaannya dan tidak ada kabar mengenai keadaannya, maupun mengenai hidup matinya orang tersebut dan dapat dikatakan sebagai orang hilang. Kejadian ini menimbulkan polemik kepada orang-orang yang memiliki hak dan kewajiaban sebagai orang yang ditingalkan.

Beberapa kasus mengenai orang hilang dapat dikarenakan adanya suatu keadaan seperti saat terjadinya revolusi atau peperangan pada suatu negara, dan berpotensi menimbulkan suatu keadaan orang-orang yang ada dalam kondisi tersebut memilih untuk pergi meninggalkan daerah asalnya demi menghindari peperangan. Selain itu hilangnya seseorang juga dapat terjadi dikarenakan kecelakaan atau peristiwa bencana alam.

2M. Idris Ramulyo,Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan Kewarisan

(3)

Hukum Islam menyebut orang hilang sebagai mafqud, namun dalam menetapkan seseorang berstatus sebagai mafqud memiliki aturan-aturan tersendiri.

Mafqud adalah orang yang terputus beritanya sehingga tidak diketahui hidup atau matinya. Orang ini sebelumnya pernah hidup dan tidak diketahui secara pasti keberadaannya apakah masih hidup atau tidak oleh keluarganya.3

Penetapan mafqud bagi orang yang hilang sangat penting, karena penetapan inilah yang akan digunakan untuk mengetahui posisimafqud dalam hal memperoleh hak dan kewajiban kewarisan.4 Jika dia merupakan pewaris, maka ahli warisnya memerlukan kejelasan status tentang keberadaannya (apakah yang bersangkutan masih hidup atau sudah meninggal dunia ) agar jelas hukum kewarisan dan harta warisannya, dan jika sebagai ahli waris, mafqud berhak mendapatkan bagian sesuai statusnya.5

Kata Mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasarFaqada yang berarti hilang. Menurut para Faradhiyun, Mafqud itu diartikan dengan orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalya, tidak diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan meninggal dunia.

Dalam kajian fikih Islam, penentuan statusmafqud, apakah yang bersangkutan masih hidup atau sudah meninggal dunia sangat penting karena menyangkut banyak

3Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Prenada Media, Jakarta, Cetakan II,2005, Hal 132

4Akhmad Faqih Mursid, Arfin Hamid, Muammar Bakry, Penyelesaian Perkara Mafqud di

Pengafilan Agama, Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Jurnal Universitas Hasanuddin, Makassar, Hal 5.

5 Abdul Manaf (Hakim Tinggi Pengadilan Agama Medan), Yurisdiksi Peradilan Agama

(4)

aspek, antara lain dalam hukum kewarisan. Sebagai ahli waris, mafqud berhak mendapatkan bagian sesuai statusnya, apakah ia sebagai dzawil furud atau sebagai

dzawil asobah. Sedangkan sebagai pewaris, tentu ahli warisnya memerlukan

kejelasan status meninggal dunianya, karena status ini merupakan salah satu syarat untuk dapat dikatakan bahwa kewarisanmafqudbersangkutan sebagai telah terbuka.6

Dalam menetapkan status bagimafqud(apakah ia masih hidup atau meninggal dunia), para ulama fikih cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat dibuktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah meninggal dunia. Imam Syafi’i berpendapat bahwa orang yang hilang (mafqud) dalam waktu yang lama dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia, maka orang tersebut harus dihukumi hidup sampai diketahui dengan pasti.7

Sikap yang diambil ulama fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu, menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukan hukum lain. Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus, karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud (para ulama fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah meninggal dunia atau belum.8

Dalam suatu perkara mafqud, pihak yang ingin mengajukan permohonan penetapanmafqud,dapat mengajukan permohonannya kepada Pengadilan Agama.

6Ibid

7Akhmad Faqih Mursid,op.cit, Hal 7 8Ibid

(5)

Perkara mafqud merupakan salah satu wewenang atau kompetensi dari Pengadilan Agama.Wewenang ini sebagaimana diatur dan dijelaskan dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yaitu :

“Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, kewarisan, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sadaqah dan Ekonomi Syariah”

Pasal 96 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga dijadikan sebagi acuan, sebagaiman dijelaskan dalam pasal tersebut yaitu :

“Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian meninggal dunia yang hakiki atau meninggal dunia secara hukum atas dasar putusan Pengadilan Agama”.

Selain pasal di atas, secara fikih untuk menentukan keadaan dan jangka waktu bahwa seseorang itu dianggap sebagai telah mafqud menjadi kewenangan hakim lembaga peradilan (hakim), bukan kewenangan lembaga lain, apalagi orang perorang. Hakim dalam memutuskan seseorang yang mafqud telah meninggal dunia dalam keadaan sebagai berikut:9

a. Yang bersangkutan hilang dalam situasi yang patut dianggap bahwa ia sebagai telah binasa, seperti karena ada serangan mendadak atau dalam keadaan perang. b. Yang bersangkutan pergi untuk suatu keperluan, tetapi tidak pernahkembali.

Dalam dua hal ini hakim dapat memutuskan bahwa yang bersangkutan telah

9

Muhammad Toha Abul 'Ula Kholifah, Ahkamul Mawarits, Dirosah Tatbiqiyyah, 1400 Masalah Mirotsiyyah Tasymulu Jami'a Halatil Mirotsi,Darussalam, 2005, Hal 543

(6)

meninggal dunia setelah berlangsung tenggang waktu 40 tahun sejak kepergiannya (mazhab Imam Ahmad).

c. Yang bersangkutan hilang dalam suatu kegiatan wisata atau urusan bisnis. Dalam kasus ini hakim memutuskan kematian yang bersangkutan berdasarkan pertimbangan sendiri).

Kemudian terdapat dua pendapat mengenai diputuskannya orang hilang yaitu, ditunggu sampai yang bersangkutan berusia 90 tahun karena biasanya di atas usia ini sudah tipis kemungkinannya bagi seseorang untuk dapat bertahan hidup. Atau diserahkan pada petimbangan hakim.

Bukan hanya dalam kajian fikih Islam saja penentuan soal wafatnya mafqud

ini menjadi kewenangan hakim. Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga menentukan demikian. Hal ini dapat dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 171 huruf b yang menyatakan bahwa :

“Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal duniaatau yang dinyatakan meninggal dunia berdasarkan putusan pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan”

Selain itu dalam Buku II juga telah secara tegas dinyatakan bahwa salah satu muatan yurisdiksi voluntair Pengadilan Agama (PA) adalah soal permohonan agar seseorang dinyatakan dalam keadaanmafqud.10Untuk mengetahui keadaan status ahli waris yang mafqud tersebut, makaperkara ini diserahkan kepada hakim Pengadilan

10

Mahkamah Agung RI,Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama, Buku II,

(7)

Agama untuk memberikan penetapan dengan memperhatikan kemaslahatan baik untuk si mafqud sendiri atau untuk ahli waris yang lain, yang dalam penetapannya, seorang hakim harus menggunakan alasan-alasan yang jelas. Sehingga nantinya dapat memberikan implikasi secara jelas atas hilangnya ahli waris tersebut.

Permasalahan mafqud sendiri dapat terjadi karena diluar kuasa manusia, karena Allah yang mengatur setiap kejadian di muka bumi ini. Mafquddapat terjadi karena orang yang telah pergi dari tempat tinggal atau kampung halamannya dan meninggalkan semua keluarganya, namun tidak ada kabar apapun mengenai kondisi orang tersebut di perantauan. Tidak diketahui keadaan hidup atau matinya. Mafqud

juga dapat terjadi dalam suatu peristiwa kecelakaan atau musibah kejadian alam yang menelan banyak korban jiwa, dan tidak dapat diidentifikasi atau diketahui apakah masih hidup atau tidak.

Penelitian ini mengambil kasus khusus yang terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004 yaitu, kejadian tsunami yang menelan banyak korban. Di mana tidak semua korban dapat diindentifikasikan identitasnya, sehingga tidak diketahui apakah masih hidup atau sudah meniggal dunia. Karena terdapat beberapa kejadian di mana korban yang selamat, terseret jauh bahkan sampai ke Luar Negeri. Pada Pengadilan Agama (PA) di Banda Aceh (selanjutnya disebut Mahkamah Syariah, karena di Aceh memiliki kekhususan dalam penyebutan untuk Pengadilan Agama), terdapat beberapa perkara permohonan penetapan mafqud untuk seseorang dan permohonan untuk penetapan ahli waris.

(8)

Sebagaimana terdapat pada kasus di Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh kasus Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna, dimana pemohon memohon kepada ketua / Majelis Hakim Syari’ah Kota Banda Aceh untuk menjatuhkan penetapan yaitu menetapkan simafqud telah meninggal dunia pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa bumi disertai gelombang tsunami, dan menetapkan pemohon/ahli waris untuk dapat mengurus dan membalikkan namakan nama pada sertifikat hak milik tanah nomor: 2020 Desa Lampaseh menjadi nama pemohon/ahli waris, Pemohon telah mengajukan permohonan yang diterima dan di daftar di Kepaniteraan Mahkamah Syari’ah Banda Aceh tanggal 5 Juni 2013 dan telah terdaftar dibawah register Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-BNA, yang dimaksudnya sebagaimana dapat dilihat dalam berkas perkara dan berita acara persidangan perkara ini, Bahwa pada tanggal 26 Desember 2004 telah meninggal dunia saudara kandung Pemohon bernama X akibat gempa bumi disertai gelombang tsunami, semasa hidup anak kandung keempat mempunyai satu istri bernama NL binti UM dan meninggal dunia pada saat gempa bumi disertai gelombang, dalam perkawinan antara anak kandung keempat dengan NL binti UM tidak dikaruniai anak, ayah kandung dari anak keempat yang bernama ZZ bin IU dan ibu kandung dari anak keempat bernma R binta P. Keduanyatelah meninggal dunia sebelum tragedi gempa bumi dan gelombang tsunami melanda Kota Banda Aceh; Bahwa dari perkawinan ZZ bin IU dengan R binti P dikaruniai anak kandung sebanyak 7 (tujuh) orang, masing-masing yang telah meninggal dunia dan masih hidup adalah :

(9)

1) Anak kandung pertama ( meninggal dunia) 2) Anak kandung kedua (meninggal dunia) 3) Anak kandung ketiga ( meninggal dunia)

4) Anak kandung keempat ( meninggal dunia saat gempa tsunami) 5) Anak kandung kelima ( meninggal dunia)

6) Anak kandung keenam (masih hidup)

Bahwa setelah meninggal dunia anak kandung keempat, ahli waris yang ditinggalkan dan masih hidup adalah :

1) Pemohon

2) Anak kandung keenam

Bahwa Pemohon mengajukan permohonan penetapan meninggal dunia serta ahli waris untuk keperluan mengurus/membalik namakan sertifikat tanah atas nama Almarhumah anak kandung keempat dengan sertifikat nomor : 2020 Desa Lampaseh Aceh, Kecamatan Neuraxa, Kota Banda Aceh, menjadi nama Ahli Waris Pemohon dan saudara dari pemohon bin ZZ.

Penentuan status orang hilang, apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia amatlah penting. Karena menyangkut beberapa hak dan kewajiban orang yang hilang tersebut serta hak dan kewajiban keluarganya sendiri. Untuk itu putusan Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh terhadap perkara orang hilang tersebut sangat menentukan bagi keluarganya. Karena dari penetapan Mahkamah SyariahKota Banda Aceh tersebut akan menimbulkan akibat hukum, dimana salah satunya adalah tentang

(10)

hak waris bagi orang hilang. Baik dalam posisinya sebagai pewaris, maupun dalam posisi sebagai ahli waris.

Berdasarkan uraian di atas maka, penting untuk ditelititentang pengurusan harta orang hilang (mafqud) menurut Hukum Islam, dengan judul: “ANALISIS

YURIDIS TENTANG TANGGUNG JAWAB TERHADAP PENGURUSAN

HARTA KEKAYAAN ORANG HILANG MENURUT HUKUM ISLAM” ( STUDI PENETAPAN NOMOR 137/PDT.P/2013/MS-BNA)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka, dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Tanggung Jawab Ahli Waris Terhadap PengurusanHarta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum Islam ?

2. Bagaimana Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Ahli Waris Terhadap Harta Kekayaan Orang Hilang(Mafqud) Menurut Hukum Islam ?

3. Bagaimana Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh dalam Penetapan Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-BNA terhadap Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah di atas maka, penelitian ini memiliki tujuan untuk:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab terhadap pengurusan harta kekayaan seseorang yangmafqudmenurut hukum Islam.

(11)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dapat dilakukan ahli waris terhadap harta kekayaan seseorang yangmafqudmenurut hukum Islam. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah

Kota Banda Aceh dalam Penetapan Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna terhadap harta kekayaan orang hilang (Mafqud) .

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini penulis berharap dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta sebagai literatur tambahan tentang harta kekayaan dan waris, khususnya kepada tanggung jawab terhadap pengurusan harta kekayaan orang hilang (mafqud)yang berdasarkan hukum Islam.

2. Secara praktis, penelitian ini adalah untuk menerapkan pengetahuan penulis secara praktis dan diharapkan dari hasil penelitian ini agar masyarakat mengetahui tentang tata cara penetapan orang hilang, tanggung jawab harta orang hilang dan upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal menyangkut harta kekayaan orang hilang (mafqud).

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran sementara dan pemeriksaan yang telah dilakukan baik di kepustakaan penulilsan karya ilmiyah Magister Hukum maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, ditemukan

(12)

beberapa penelitian mengenai tanggung jawab terhadap pengurusan harta kekayaan , tetapi dibahas secara terpisah

1. Tesis saudara Syuhada, NIM: 077005028/Magister Ilmu Hukum, dengan judul analisis hukum terhadap kewenangan balai harta peninggalan dalam pengelolaan harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya. Dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaturan perluasan ketidakhadiran subjek hukum pada balai harta peninggalan dan mengapa terjadi perluasan ketidakhadiran subjek hukum tersebut ?

b. Bagaimanakah pelaksanaan dalam pengelolaan terhadap harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya ?

c. Bagaimanakah kendala dan upaya yang dilakukan balai harta peninggalan dalam melakukan pengelolaan terhadap harta kekayaan yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya ?

2. Muhammad Iqbal, NIM 087011162/MKn dengan Judul Peran dan Tanggung Jawab Baitul Mal Dalam pengelolaan Harta Kekayaan Tidak Diketahui Pemilik dan Ahli Warisnya (Studi di Baitul Mal Kota Banda Aceh). Dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Bagaimanakah pengaturan kedudukan dan kewenangan Baitul Mal Kota Banda Aceh?

b. Bagaimanakah pelaksanaan pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya di Baitul Mal Kota Banda Aceh?

(13)

c. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi terhadap pelaksanaan pengelolaan harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya tersebut ? Penelitian ini adalah asli adanya. Artinya secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keaslilan, karena belum ada yang melakukan penelitian yang sama antara judul dengan permasalahan yang diambil dalam penelitian ini, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pemikiran atas butir-butir pendapat, atau teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problematika) yang menjadi perbandingan, pegangan teoritis.11Kerangka teori juga merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan12. Penelitian hukum dalam tataran teori ini diperlukan bagi mereka yang ingin mengembangkan suatu bidang kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam penerapan aturan hukum. Sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional

11M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, Hal 80.

12Muhammad Abdulkadir,Hukum dan Penelitian Hukum, , PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, Hal 72-73.

(14)

digabungkan dengan pengalaman empiris13. Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variable bebas tertentu dimasukan dalam penelitian.14 Selain itu teori bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap topik yang sedang dikaji.

MenurutShorter Oxford Dictonary, teori mempunyai beberapa defenisi yang salah satunya lebih tepat sebagai suatu disiplin akademik “ suatu skema atau sistem gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari sekelompok fakta atau fenomena suatu pernyataan tentang suatu yang dianggap sebagai hukum, prinsip umum atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati. Maka teori hendaknya meliputi semua pernyataan yang disusun dengan sengaja yang dapat memenuhi kriteria yaitu :15

a. Pernyataan itu harus abstrak, yaitu harus dipisahkan dari praktek-praktek sosial yang dilakukan. Teori biasanya mencapai abstraksi melalui pengembangan konsep teknis yang hanya digunakan dalam komunitas sosiologis dan sosial;

b. Pernyataan itu harus tematis. Argumentasi tematis tertentu harus diungkapkan melalui seperangkat pernyataan yang menjadikan pernyataan itukoherendan kuat;

c. Pernyataan itu harus konsisten secara logika. Pernyataan-pernyataan itu tidak boleh saling berlawanan satu sama lain dan jika mungkin dapat ditarik kesimpulan dari satu dan lainnya;

d. Pernyataan itu haus dijelaskan. Teori harus mengungkapkan suatu tesis atau argumentasi tentang fenomena tertentu yang dapat menerangkan bentuk substansi atau eksistensinya

e. Pernyataan itu harus umum pada prinsipnya. Pernyataan itu harus dapat digunakan dan menerangkan semua atau contoh fenomena apapun yang mereka coba terangkan;

13M.Solly. Op.Cit., Hal 27

14J. Supranto,Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rieka Cipta,Jakarta, 2003. Hal 192.

15H.R.Otje Salman dan Anton F.Susanto,Teori Hukum,PT. Refika Aditama, , Bandung, 2004,Hal 21.

(15)

f. Pernyataan-pernyataan itu harus independen. Pernyataan itu tidak boleh dikurangi hingga penjelasan yang ditawarkan para partisipan untuk tingkah laku mereka sendiri.

g. Pernyataan-pernyataan itu secara substansi harus valid. Pernyataan itu harus konsisten tentang apa yang diketahui dunia sosial oleh partisipan dan ahli-ahli lainnya. Minimal harus ada aturan-aturan penerjemahan yang dapat menghubungkan teori dengan ilmu bahkan pengetahuan lain. Terkait dengan fungsi maupun kegunaan teori dalam suatu peneliatian sebagaimana telah dijelaskan, maka teori yang digunakan sebagai landasan analisis adalah Teori Kepastian Hukum dan Teori Kemashlahatan.

Menurut Jan Michiel Otto, untuk menciptakan kepastian hukum harus memenuhi syarat-syarat, yaitu :16

a. Ada aturan hukum yang jelas dan konsisten ;

b. Instansi pemerintah menerapkan aturan hukum secara konsisten, tunduk dan taat terhadapnya;

c. Masyarakat menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan hukum tersebut; d. Hakim-hakim yang mandiri, tidak berpihak dan harus menerapkan aturan

hukm secara konsisten serta teliti sewaktu menyelesaikannya sengketa hukum; e. Putusan pengadilan secara konkret dilaksanakan.

Seorang yang mafqud yang tidak diketahui keberadaannya apakah seseorang itu masih hidup atau sudah meninggal dunia merupakan hal yang penting untuk menentukan status hukumnya, karena menyangkut berbagai macam hal, diantaranya adalah hukum keperdataan dan hukum kewarisannya. Terkait dalam kasus Perkara Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna, untuk dapat mewujudkan suatu status hukum, maka orang yang berkepentingan harus dapat melakukan suatu penetapan dari Mahkamah Syariah agar harta kekayaan serta ahli waris yang masih hidup medapatkan kepastian

16 Jan Michiel Otto, “ Reele Rechtszekerheidin Ontwikkelingslanden”, Kepastian Hukum

Yang Nyata di Negara Berkembang,Penerjemah Tristam Moeliono, Cetakan Pertama, Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, 2003, Hal 5

(16)

hukum. Sehingga dengan adanya penetapan dari Mahkamah Syariah, maka harta yang ditinggalkan olehmafquddapat diwariskan kepada ahli waris yang masih hidup.

Teori Kemashlahatan dikenal dalam konteks sistem Hukum Islam, digunakan sebagai teori penerapan atau aplikasi dalam penerapan ini yang memiliki pandangan bahwa dalam mewujudkan sesuatu lebih baik dilihat dari sejauh mana aturan itu dapat memberikan manfaat yang terbanyak diantara banyak orang, artinya disamping memberikan manfaat kepada banyak orang tetapi manfaat itu tidak bertentangan pula dengan ketentuan Perundang-Undangan baik dalam konteks Hukum Nasional maupun dalam Konteks Hukum Islam.

Teori Kemashlahatan adalah teori manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Istilah ini dikemukakan ulama Ushul Fiqih dalam membahas metode yang dipergunakan saat melakukan istinbath (menetapkan hukum berdasarkan dalil-dalil yang terdapat padanash).

Imam Al-Ghazali, ahli Fikih mazhab al-Syafi’I, seperti di kutip oleh Zamakhsyari :

“Mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memlihara tujuan-tujuan syarak”. Ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan tujuan syarak, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Alasannya, kemashlahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syarak, tetapi sering didasarkan kepada kehendak hawa nafsu17

Selanjutnya, Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan syara’ yang harus dipelihara tersebut ada lima bentuk, yaitu : memelihara agama, jiwa, akal, keturunan,

17Zamakhsyari,Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqh dan Ushul FiqihCita pustaka Media

(17)

dan harta. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan yang intinya bertujuan memelihara kelima aspek tujuan syarak tersebut, maka perbuatannya dinamakan mashlahat. Di samping itu, upaya untuk menolak segala bentuk kemudharatan yang berkaitan dengan kelima aspek tujuan syarak tersebut juga dinamakan mashlahat.18

Dalam hal ini, Imam Asy-Syatibi, ahli ushul Fiqih mazhab Maliki, mengatakan tidak dibedakan antara kemashlahatan dunia dan kemashlahatan akhirat, karena apabila kedua kemashlahatan tersebut bertujuan untuk memelihara kelima tujuan syarak diatas, maka keduanya termasuk ke dalam konsep mashlahat. Karena menurut Imam Asy-Syatibi, kemashlahatan dunia yang dicapai seorang hamba Allah SWT harus bertujuan untuk kemaslahatan di akhirat.19 Teori ini digunakan untuk mengetahui bahwa penyelesaian dalam Putusan Kasus diatas harus benar-benar membawa kemaslahatan bagi semua pihak.

2. Konsepsi

Konsep merupakan sebuah hal yang penting dalam melakukan sebuah penelitian. Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan Teori Observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.20 Konsep itu sendiri didefinisikan sebagai generalisasi dari sebuah fenomena yang ada.

18Ibid,Hal 37.

19As-Syathibi,Al-Muwafaqaat Fi Ushul al-Syari’ah, Jilid 4, Hal 36.

(18)

Konsep ini ada sebagai penjelas atas fenomena-fenomena tertentu yang saat itu sedang ada.21Konsep menjadi penting karena pada dasarnya konsep itu sendiri adalah sebuah ide yang bersifat abstrak yang mampu digunakan untuk mengklasifikasikan dan menggolongkan sesuatu lewat suatu istilah atau rangkaian kata.

Disini terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis, yang sering sekali masih bersifat abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit di dalam proses penelitian22

Orang hilang atau dalam bahasa belanda disebut Afwezig merupakan orang yang telah meninggalkan tempat tinggalnya untuk suatu jangka waktu yang relatif lama, tanpa menunjuk orang lain untuk mewakili dan mengurus kepentingannya.23 Sedangkan dalam Islam, orang hilang atau yang disebut sebagaimafqudadalah orang yang hilang dan telah terputus informasi tentang dirinya dan tidak diketahui lagi tempat tinggalnya secara pasti sehingga tidak dapat dipastikan apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia.24 Jika seseorang pergi dan terputus beritanya, tidak diketahui apakah ia masih hidup atau meninggal dunia, sedangkan seorang hakim menetapkan bahwa ia telah meninggal dunia, maka yang demikian ini dinamakan

mafqud.25

21

Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian Kualitatif, Rajawali Pers, Jakarta, 2001, Hal 73 22Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, Hal 298.

23J. Satrio, S.H.,Hukum Pribadi Bagian I (Persoon Alamiah), Cipta Aditya Bakti, Bandung, 1999, Hal 20.

24 Muhammad Toha Abul 'Ula Kholifah, Ahkamul Mawarits, Dirosah Tatbiqiyyah, 1400

Masalah Mirotsiyyah Tasymulu Jami'a Halatil Mirotsi,Darussalam, 2005, Hal 542.

25 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah, Penerjemah Nur Hasanuddin, Jilid 4, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2004, Hal 510.

(19)

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.26 Kemudian, harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian untuk keperluan waris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

Pengertian dari waris sendiri adalah berasal dari bahasa Arab, dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan, kata “waris “ berasal dari bahasa arab warisa-yarisu-warsanatau irsan/turas, yang berarti “mempusakai”, waris adalah ketentuan tentang pembagian harta pusaka, orang yang berhak menerima waris, serta jumlahnya. Istilah waris sama denganfaraid, yang berarti”kadar” atau “bagian”.27

Istilah ‘hukum Islam’ terdiri dari dua kata dasar ‘ hukum’ dan ‘Islam’. Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesiakata ‘hukum’ diartikan:

1. Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah;

2. Undang-undang, peraturan, dan sebagainya, untuk mengaturpergaulan hidup; 3. Patokan (kaidah, ketentuan) mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang

tertentu, dan

4. Keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan), vonis

Secara sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik

26Lebih lanjut lihat dalam pasal 171 ( e ) KHI.

27

(20)

peraturan atau norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa28. Dalam wujudnya, hukum ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Adapun kata kedua yaitu ‘ Islam’ adalah agama Allah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, untuk disampaikan kepada umat manusia guna mencapai kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Jadi hukum Islam adalah merupakan seperangkat norma atau peraturan yang bersumber dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk mengatur tingkah laku manusia di tengah-tengah masyarakatnya. Dalam bahasa sederhana hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran Islam.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian maka jenis penelitian yang digunakan adalahyuridisnormatif, yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum dan yurisprudensi yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas29

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis karena hanya memaparkan obyek yang diteliti, diselidiki dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan

perundang-28

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam diIndonesia,Rajawali Pers, Jakarta, Edisi 5, Cet. V, 1996, Hal 8.

29

Rony Hanitijo Soemitro,Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri,Ghalia Indonesia,Jakarta, 1988,Hal 9.

(21)

undangan yang menyangkut permasalahan yaituBagaimana Tanggung Jawab Terhadap Pengurusan Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum Islam, Bagaimana Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Ahli Waris Terhadap Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud) Menurut Hukum Islam dan Bagaimana Pertimbangan Hakim Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh dalam Penetapan Nomor 137/Pdt.P/2013/MS-Bna terhadap Harta Kekayaan Orang Hilang (Mafqud).

2. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang memiliki kekuatan hukum mengikat kedalam dan dibedakan dalam :

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, seperti Al-quran, Hadist, Kitab Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pengadilan Agama, Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Peraturan Pemerintah yang berhubungan dengan penelitian ini dan menjadi dasar hukum dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan hasil penelitian sebelumnya.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petujuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, Ensiklopedia dan sebagainya.

(22)

3. Teknik Pengumpul Data

Teknik pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara menelaah bahan kepustakaan atau dokumen-dokumen terkait. Studi ini meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier, selain itu akan dilakukan wawancara dengan informan yaitu Hakim Mahkamah Syariah .

4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu penelitian dilakukan dengan menganalisis terhadap data-data atau bahan-bahan hukum. Selanjutnya, ditarik kesimpulan dengan metode deduktif, yakni berfikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif.

Referensi

Dokumen terkait

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti

Salah satu model hari tenang yang menjadi referensi dalam kegiatan penentuan pola hari tenang adalah model yang diperkenalkan oleh McPherron (2005).. • Download tabel

Tujuan penelitian dalam Tugas Akhir ini adalah mempelajari perilaku lentur balok baja yaitu riwayat pembebanan mulai dari nol sampai kondisi plastis, mempelajari

Meliputi daftar produk nutrisi, tabel kesetaraan dosis dari obat-obat yang mirip dengan obat kortikosteroid, formula nutrisi parenteral baku, pedoman perhitungan dosis bagi anak-anak,

Kasim maupun Ketua Muhammadiyah pada waktu itu, dimutasi paksa oleh Pemerintah Belanda ke Makassar (1934). Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa struktur politik yang

Selain itu mereka memiliki pergaulan yang berbeda - beda berdasarkan organisasi yang ada dilingkungan sekolah misalnya organisasi paskibra kebanyakan golongan atas

Oleh karena itu, menurut Honadalean Van Sant, lembaga penyangga yang berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dituntut untuk memenuhi beberapa

tidak ada yang