• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

(Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha

Beras dan DPR)

Muhammad Sukri Nasution

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

Muhammad Sukri Nasution NIM P054050151

(3)

iii ABSTRACT

NASUTION M.S. The Role of Political Communication of Interest Functionary on Rice Policy Implementation (Case on Farmer Organization, Government, Rice Entrepreneur Asosiation and House of Representative). Under direction of AIDA VITAYALA S. HUBEIS and AMIRUDDIN SALEH.

Rice in Indonesia as basic need has a strategic role especially in economic. Rice issues also playing a sensitive role on social and political security. Rice is also a prime food for the majority of Indonesian people; therefore need a good and right management from upper course up to lower course. The strong role of political communication become one of the way on the making of rice policy implementation especially by involving those interest functionary on rice.

This research was designed as survey research with descriptive correlation, respondent comprised of farmer organization, government, rice entrepreneur and house of representative. Quantitative analysis used by descriptive statistical and correlation analysis with rank Spearman correlation statistical test.

The role of political communication of farmer organization are on the middle category, government on strong category, rice entrepreneur on middle category and house of representative on middle category. At the personal characteristic of farmer organization on formal education, experiences and average income on farmer organization and house of representative correlated significant (p<0,05) with the role of political communication on rice policy implementation. At the situational characteristic on communication access of government and house of representative, political participation of all interest functionary are high significantly correlated (p<0,01) and only house of representative political perception that not correlate (p>0,05) with the role of political communication on rice policy implementation. At political communication behavior, the information dependency on mass media on government correlated significant. Respons on public opinion for house of representative is correlate and political attitude all of interest functionary correlated with the role of political communication of rice policy implementation.

Mass media has their role as one of the information source which is considerably objective and public opinion on the subject of rice policy implementation has also considerably become one of intake correction. The choices of Political attitude at the current time are valuable to bring out cooperation and re-actualize strong and powerful policy implementation in the future.

(4)

iv

RINGKASAN

NASUTION M.S. Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR). Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS dan AMIRUDDIN SALEH.

Ketersediaan beras sebagai komoditas makanan pokok memerlukan penataan dan manajemen yang berbasis pada kemampuan sumberdaya masyarakat dalam negeri. Kebijakan perberasan dengan mekanisme impor telah memberi dampak dan konsekuensi politik yang tinggi bagi kemampuan dan kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok nasional. Kebijakan impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat, karena hal ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan revitalisasi pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya padi. Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar akan cepat mempengaruhi kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan beras terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras menjadi sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Pemerintah mengeluarkan instrumen pelaksanaan kebijakan perberasan meliputi: penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), mekanisme melakukan impor, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan perbaikan infrastruktur (Deptan, 2004). Hal ini merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah untuk menjawab persoalan perberasan di dalam negeri. Berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras di tahun 1984 juga merupakan salah satu peran komunikasi (Levis,1996).

Kebijakan perberasan merupakan kebijakan yang sarat dengan muatan kepentingan berbagai pihak, sehingga pelaksanaan kebijakan tersebut harus terbuka dan dapat dikritisi semua pihak. Lembaga legislatif (DPR) memiliki kewajiban untuk mengawasi kinerja eksekutif (pemerintah), organisasi masyarakat atau institusi sosial berkewajiban mengawasi dan memberi masukan terhadap lembaga negara baik eksekutif maupun legislatif. Peranan komunikasi politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima di masyarakat (Budiharsono, 2003).

Peran komunikasi politik pemangku kepentingan khususnya pemerintah tergolong kuat atau masih lebih dominan dibanding peran organisasi tani, pengusaha beras dan DPR dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Peranan komunikasi politik dalam pelaksanaan kebijakan perberasan yang diamati adalah peran para pemangku kepentingan pada penentuan instrumen kebijakan; Harga Pembelian Pemerintah, Melakukan Impor Beras, Subsidi Benih dan Pupuk, Pengembangan Teknologi dan Perbaikan Infrastruktur. Rush dan Althoff (2003) menjelaskan bahwa peranan komunikasi politik adalah sebagai katalisator karena peranan ini memberikan unsur sarana dinamik dengan nama informasi yang secara politis relevan bisa membentuk orientasi tujuan politik.

(5)

v

Tingkat pendidikan formal pemangku kepentingan pemerintah berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Jadi, semakin tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh pemangku kepentingan pemerintah maka peran komunikasi politik yang dilakukan juga makin tinggi. Dengan kata lain, semakin tinggi pendidikan yang dimiliki, maka tingkat penguasaan atas kebijakan perberasan semakin tinggi. Lamanya pengalaman menjabat pemangku kepentingan organisasi tani dan DPR berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Artinya, semakin lama menjabat bagi pengurus organisasi tani dan menjadi anggota DPR bagi DPR maka, peran komunikasi politik yang dilakukan semakin tinggi. Tingkat pendapatan pengurus organisasi tani dan DPR berhubungan nyata negatif dengan peran komunikasi politik pada politik perberasan di Indonesia.

Saluran komunikasi politik pemangku kepentingan pemerintah dan DPR berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan pada politik perberasan di Indonesia. Artinya, semakin tinggi memanfaatkan saluran komunikasi politik pada situasi politik perberasan saat ini, maka makin tinggi komunikasi politik pemerintah dan DPR didalam pengaturan kebijakan beras. Organisasi tani dan pengusaha beras tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan pemanfaatan saluran komunikasi politik. Dengan demikian, saluran komunikasi politik yang tersedia saat ini tidak optimal mendukung komunikasi politik pemangku kepentingan organisasi tani dan pengusaha beras.

Partisipasi politik pemangku kepentingan perberasan berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan komunikasi politik yang dilakukan pada politik perberasan Indonesia. Artinya, semakin tinggi partisipasi politik yang dilakukan maka diikuti dengan peran komunikasi politik yang makin tinggi. Semua pemangku kepentingan perberasan memiliki partisipasi politik yang tinggi didalam menyampaikan aspirasi masing-masing lembaga atau suara kostituenya. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan perberasan punya pandangan yang sama bahwa perlu dilakukan pembenahan dalam implementasi instrumen politik perberasan di Indonesia.

Persepsi politik pengurus organisasi tani dan pemerintah berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik. Semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan pengurus organisasi tani dan pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan maka semakin kuat persepsi politiknya. Dengan demikian, tingkat penilaian atas implementasi politik perberasan berhubungan terhadap frekuensi peran komunikasi politik yang dilakukan. Persepsi politik DPR tidak berhubungan nyata (p>0,05) dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan politik perberasan. Situasi ini disebabkan bahwa persepsi politik tidak selamanya akan diteruskan dengan tindakan politik seperti berpihak pada konstituen utama mereka yaitu petani padi. Persepsi akan cepat berubah sesuai dengan pandangan dan analisa terhadap politik perberasan dalam waktu periode tertentu. Biasanya, persepsi politik anggota DPR dari partai pendukung pemerintah cenderung sepaham dengan keinginan pemerintah. Sebaliknya anggota DPR yang berada di luar pemerintahan atau oposisi memiliki persepsi politik berbeda atau menolak politik perberasan saat ini. Keterdedahan organisasi tani, pengusaha beras dan DPR pada media massa berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik. Artinya, semakin tinggi tingkat pemberitaan politik perberasan pada media massa maka, peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan semakin tinggi.

(6)

vi

Asumsi ini dapat dikemukakan, karena semua pemangku kepentingan banyak mengakses berbagai media massa di dalam menambah informasi mengenai kebijakan politik perberasan.

Respons terhadap opini publik berhubungan nyata (p<0,05) dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan organisasi tani pada politik perberasan di Indonesia. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi politik yang dilakukan oleh organisasi tani juga semakin tinggi. Dengan kata lain, semakin banyak opini yang berupa tulisan, komentar baik pro maupun kontra yang terkait dengan implementasi kebijakan perberasan maka semakin tinggi peran komunikasi politik yang dilakukan. Respons terhadap opini publik berhubungan sangat nyata negatif (p<0,01) dengan peran komunikasi politik pemerintah pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi politik yang dilakukan oleh pemerintah semakin menurun. Hal ini disebabkan pemerintah sendiri merasa bahwa belum maksimal melakukan pembenahan pada beberapa implementasi pelaksanaan kebijakan perberasan karena keterbatasan anggaran. Respons terhadap opini publik berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan peran komunikasi politik DPR pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Berarti, semakin tinggi respons terhadap opini publik maka peran komunikasi yang dilakukan oleh DPR dalam politik perberasan semakin tinggi. Dengan kata lain, makin tinggi sorotan publik dalam merespons implementasi kebijakan perberasan maka seiring dengan tingginya respons yang dilakukan oleh DPR terhadap instrumen kebijakan perberasan pemerintah. Hal tersebut diperkuat dengan fungsi kontrol dan evaluasi melalui rapat dengar-pendapat dan melakukan hak interpelasi dan hak angket.

Sikap politik semua pemangku kepentingan perberasan berhubungan sangat nyata (p<0,01) terhadap peran komunikasi politik pada pelaksanaan politik perberasan. Hal ini berarti bahwa semakin kuat sikap politik yang dimiliki maka, peran komunikasi politik juga semakin tinggi. Ini menggambarkan bahwa semua pemangku kepentingan telah melakukan peran aktif di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan. Dengan demikian hal ini menggambarkan bahwa sikap politik akan mempertegas posisi masing-masing terhadap beberapa implementasi kebijakan perberasan. Keputusan akhir akan melahirkan sikap politik seperti menerima, abstain dan menolak. Sikap politik yang dipilih berpengaruh pada tingkat capaian perbaikan dan konsistensi keberlanjutan implementasi kebijakan perberasan.

(7)

vii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(8)

viii

PERAN KOMUNIKASI POLITIK PEMANGKU KEPENTINGAN

PADA PELAKSANAAN KEBIJAKAN PERBERASAN

(Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha

Beras dan DPR)

Oleh:

Muhammad Sukri Nasution

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi

Pengusaha Beras dan DPR) Nama : Muhammad Sukri Nasution

NIM : P054050151

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Dr. Ir. Amiruddin Saleh, M.S.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Prof. Dr. Ir. Sumardjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(10)

x

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian dan dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Desember 2007 adalah Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Kasus Organisasi Tani, Pemerintah, Asosiasi Pengusaha Beras dan DPR).

Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr.Ir.Aida Vitayala S. Hubeis selaku ketua komisi pembimbing dan Dr.Ir.Amiruddin Saleh, M.S. selaku anggota komisi pembimbing. Terima kasih kepada Dr.Ir.Basita Ginting, MA selaku dosen penguji luar komisi. Terima kasih kepada Dr.Ir.Rahmat Pambudy, M.S., Dr.Ir.Pasril Wahid, APU, Dr.Ir.Arie Lestario K.D. MSc, atas rekomendasinya melanjutkan studi Mangister Sains di SPs IPB. Terima kasih kepada Tanoto Foundation atas kepercayaannya menyediakan beasiswa pendidikan. Terima kasih kepada Yayasan Damandiri dan Lembaga Riset AROPI atas kepercayaannya menyediakan bantuan penelitian. Terima kasih disampaikan kepada responden dan pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada Ayahanda Muhri Nasution dan Ibunda Aripah Rangkuti atas peran dan dedikasinya dalam mendidik anak-anaknya hingga tumbuh dewasa. Ucapan terima kasih kepada Ir. Soepriyatno, MBA, Ahmad Farhan, PhD atas bantuan dan dukungannya selama ini. Terima kasih disampaikan kepada keluarga Mamak Ican, Saleh dan Etek Bibah atas bantuannya selama penulis menjalani perkuliahan di Bogor. Terimakasih buat Fitri atas semua kebaikan dan motivasinya selama ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada kawan-kawan Pascasarjana IPB atas kebersamaan dan persahabatannya selama ini dan rekan-rekan yang mendorong penyelesaian tesis ini (Usnul, Iksan, Riska, Fahir, Yusup, Erianus dan Melati) semoga hari-hari mendatang hubungan silaturrahmi tetap terbina.

Semoga kebaikan dan kebesaran hati dalam membantu penulis tercatat sebagai amal ibadah dan mendapat pahala dariNya.

Bogor, Agustus 2008

Muhammad Sukri Nasution P054050151

(11)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madina, Sumatera Utara pada tanggal 07 Februari 1981 dari ayah Muhri Nasution dan ibu Aripah Rangkuti. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Pendidikan SLTA ditempuh di SMUN 4 Padang Sidempuan. Pendidikan Sarjana ditempuh di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian UNB, lulus tahun 2004. Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Tanoto Foundation.

Penulis bekerja sebagai konsultan bidang Agribisnis, mitra kerja PT. Dahlia Duta Utama Jakarta tahun 2007 sampai 2008. Saat ini penulis sebagai Project Head di PT. Sampoerna Padi Jakarta, khususnya sektor Agribisnis Tanaman Pangan. Penulis juga aktif sebagai pengurus di organisasi HKTI pusat sejak tahun 2004.

Selama mengikuti program S2, penulis pengurus Forum Wacana mahasiswa Pascasarjana IPB. Organisasi yang didirikan oleh mahasiswa pascasarjana IPB dan tergabung dalam Forum wacana Indonesia.

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR.... ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

Ruang Lingkup Penelitian ... 7

Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 8

TINJAUAN PUSTAKA ... 11

Pengertian Komunikasi Politik ... 11

Paradigma Komunikasi Politik ... 13

Teori Model Komunikasi Politik ... 14

Peranan Komunikasi Politik ... 16

Faktor Situasional Politik Nasional ... 18

Saluran Komunikasi Politik ... 19

Partisipasi Politik ... 19

Persepsi Politik ... 20

Perilaku Komunikasi Politik ... 21

Keterdedahan Pada Media Massa ... 22

Opini Publik ... 23

Sikap Politik ... 23

Pemangku Kepentingan Perberasan ... 25

Kebijakan Perberasan Nasional ... 28

METODE PENELITIAN ... 29

Desain Penelitian ... 29

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

Populasi dan Sampel ... 29

Teknik Pengambilan Data ... 31

Instrumentasi Penelitian ... 32

Definisi Operasional ... 33

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ... 36

(13)

xiii

Halaman

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

Gambaran Umum Pemangku Kepentingan Perberasan ... 39

Gambaran Umum Kebijakan Perberasan Indonesia ... 47

Karakteristik Personal Pemangku Kepentingan Perberasan ... 49

Karakteristik Situasional Pemangku Kepentingan Perberasan ... 53

Perilaku Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan .. 65

Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Perberasan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ... 76

Hubungan Karakteristik Personal dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ... 96

Hubungan Karakteristik Situasional dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ... 100

Hubungan Perilaku Komunikasi Politik dengan Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan ... 101

SIMPULAN DAN SARAN ... 123

Simpulan ... 123

Saran ... 124

DAFTAR PUSTAKA ... 125

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan …….. 30

2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati... 52

3. Respons politik pada karakteristik situasional... 55

4. Respons politik pada perilaku komunikasi politik ... 65

5. Peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan Perberasan... 74

6. Hubungan karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan... 85

7. Hubungan karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan... 89

8. Hubungan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan... 99

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku

kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan..……….. 10 2. Perkembangan produksi, kebutuhan dan impor beras... 77

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil uji reliabilitas karakteristik personal……… 130 2. Hasil uji reliabilitas karakteristik situasional……… 131 3. Hasil uji reliabilitas perilaku komunikasi politik………... 132 4. Hasil uji reliabilitas peran komunikasi politik pada pelaksanaan

kebijakan perberasan………. 133 5. Kuesioner penelitian ……….. 167

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Beras sangat penting dalam memelihara stabilitas ekonomi, politik dan keamanan nasional, karena beras merupakan bahan pangan pokok utama sebagian besar masyarakat di Indonesia. Terjadinya kekurangan beras dalam jumlah besar akan cepat mempengaruhi kondisi stabilitas sosial masyarakat. Pentingnya peranan beras terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, mendorong kebijakan beras menjadi sorotan dan menjadi fokus perhatian publik. Setiap negara akan berupaya untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok masyarakatnya dari produksi dalam negeri sendiri.

Ketersediaan beras memerlukan penataan dan manajemen yang berbasis pada kemampuan sumberdaya masyarakat di dalam negeri. Kebijakan perberasan dengan mekanisme impor telah memberi dampak dan konsekuensi politik yang tinggi bagi kemampuan dan kemandirian bangsa dalam pengadaan makanan pokok nasional. Kebijakan impor beras menjadi pro-kontra di tengah-tengah masyarakat, karena hal ini tidak sesuai dengan komitmen pemerintah merealisasikan kebijakan revitalisasi pertanian. Hal ini juga bertentangan dengan realitas tingginya jumlah penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian khususnya tanaman padi.

Pemerintah telah mengeluarkan pelaksanaan kebijakan perberasan, meliputi: (1) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP); (2) mekanisme melakukan impor; (3) subsidi benih dan pupuk; (4) pengembangan teknologi beras; dan (5) penyediaan infrastruktur pendukung (Deptan, 2004). Hal ini merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah untuk menjawab persoalan perberasan di dalam negeri. Pemerintah, petani, organisasi tani, asosiasi pengusaha beras, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan masyarakat pengkonsumsi beras tentu punya kepentingan suksesnya kebijakan tersebut.

Sukses atau gagalnya kebijakan perberasan di Indonesia, sangat dipengaruhi oleh adanya informasi dan komunikasi yang tepat diterima oleh para petani dan pemangku kepentingan perberasan. Khususnya posisi keberpihakan para pengambil kebijakan perberasan di Indonesia, dengan dasar kepentingan produsen atau konsumen. Berhasilnya Indonesia dalam swasembada beras di tahun 1984 juga merupakan salah satu peran komunikasi (Levis,1996). Peranan komunikasi

(18)

politik menjadi sangat penting dalam menyampaikan kebijakan yang menyangkut kepentingan publik sebab diperlukan pengetahuan yang luas terutama proses pendekatan dalam penyampaian suatu maksud agar dapat diterima masyarakat. Budiharsono (2003) mengemukakan kebijakan adalah kumpulan keputusan yang dibuat oleh kelompok politik yang mempunyai kekuasaan untuk membangun masyarakat yang ingin dicapai bersama.

Komunikasi politik bersifat serbahadir dan multimakna, banyak definisi yang sudah dirumuskan (Arifin, 2003). Lasswell dalam Arifin (2003) membuat formula komunikasi politik dengan siapa berkata apa, kepada siapa, melalui saluran apa dan bagaimana efeknya (who says what, to whom, with what channel and with what effect). Selain itu, politik juga dipahami sebagai pembagian nilai-nilai oleh yang berwenang, kekuasaan dan pemegang kekuasaan.

Kebijakan perberasan diharapkan lahir melalui konsensus dan legitimasi politik yang kuat, sehingga terbangun tertib politik dan terhindar konflik di antara pemangku kepentingan perberasan. Pro-kontra terhadap kebijakan perberasan sering terjadi, dalam komunikasi politik dikenal sebagai proses komunikasi dari pemerintah sebagai sumber dan kepada masyarakat sebagai khalayak penerima serta dimungkinkan adanya respons balik. Peran komunikasi politik dan partisipasi aktif melalui saluran yang ada diharapkan mampu menjembatani perbedaan guna melahirkan konsensus bersama pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional.

Komunikasi politik mengantarkan setiap lembaga atau pemangku kepentingan untuk menentukan sikap politik dengan berpegang pada kepentingan dan cakupan konsekuensi atas bergulirnya kebijakan tersebut. Nimmo (2004) menyebutkan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media komunikasi politik, khalayak komunikasi politik dan efek (akibat) komunikasi politik.

Robin dan Ring (1985) menyatakan komunikasi politik sebagai penyebaran arti, makna atau pesan yang bersangkutan dengan fungsi suatu sistem politik. Komunikasi politik bisa juga dikatakan merupakan proses melakukan ekspresi pendapat, pandangan atau perilaku, baik perorangan maupun kelompok lembaga yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan mengenai masalah yang berhubungan dengan pemerintah dan pembangunan.

(19)

Keberlanjutan realisasi kebijakan politik pemerintah sangat tergantung dari sejauh mana hal tersebut mendapat dukungan kuat melalui sikap politik dari semua kalangan khususnya yang berkepentingan terhadap kebijakan perberasan. Kebijakan perberasan dapat berjalan mulus apabila komunikasi yang dijalankan sesama pemangku kepentingan menghasilkan komunikasi yang efektif. Lasswell

dalam Vardiansyah (2004) mengemukakan bahwa komunikasi yang efektif dan

sesuai dengan yang diharapkan apabila faktor-faktor kunci dalam komunikasi seperti

sender, enconding, pesan, media, decoding, penerima, respons, feedback dan

gangguannya diperhatikan dengan baik.

Era globalisasi informasi seperti saat ini, memerlukan pendekatan partisipasi politik yang lebih besar dan kuat dari berbagai pihak. Tujuannya adalah untuk mendorong terakomodirnya aspirasi dalam membangun manajemen perberasan yang tepat di Indonesia. Pendekatan partisipasi politik dan berhimpunnya petani dalam organisasi tani akan lebih memungkinkan terjalinnya integrasi antara kepentingan petani beras (produsen) dengan kepentingan masyarakat pengkonsumsi beras (konsumen) dimana pemerintah sebagai regulator utama. Pendekatan tersebut lebih menempatkan martabat petani secara lebih layak, sebagai produsen beras. Keberadaan keduanya dengan aspek kepentingan dan kemampuannya menjadi lebih dikenali dan dihargai, sehingga lebih mendorong terjalinnya partisipasi dan peran politik aktif masing-masing. Kesamaan makna komunikasi politik pemerintah, sebagai pengambil keputusan kebijakan perberasan dengan pemangku kepentingan lainnya sangat penting dilakukan. Budiharsono (2003) mengemukakan, komunikasi modern bukan saja harus sanggup mengubah sikap dan suasana yang makin kondusif, melainkan harus mampu membangun budaya baru yang sanggup menjaga perubahan itu sebagai suasana yang makin kondusif sehingga setiap insan makin mampu, bebas dan sanggup mengembangkan prakarsa serta berpartisipasi secara utuh dengan pilihan yang banyak dan demokratis dalam memutuskan kebijakan.

Beberapa organisasi tani di Indonesia memiliki tipologi dengan membangun basis ideologi politik sebagai salah satu cara agar dapat diperhitungkan pemerintah dalam melahirkan kebijakan. Di samping organisasi tani, kalangan DPR, pengusaha beras dan pemerintah sendiri memiliki kepentingan besar dalam membangun manajemen perberasan yang kuat di dalam negeri.

(20)

Salah satu cara dalam merealisasikan kebijakan politik adalah dengan turun langsung mensosialisasikan kebijakan tersebut. Selanjutnya membuka kesempatan kepada pemangku kepentingan lainnya dalam memperkuat kebijakan tersebut melalui peran komunikasi politik. Proses komunikasi politik berjalan dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat menjadi input sistem politik, pada waktu yang bersamaan ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau

output sistem politik (Rudini, 1993). Kebijakan politik perberasan akan menemui

jalan buntu ketika pesan kebijakan tersebut tidak memunculkan peran komunikasi politik yang melibatkan seluruh komponen pemangku kepentingan dari pesan kebijakan tersebut. Upaya untuk melahirkan konsensus dan legitimasi menjadi sangat sulit, sehingga yang terjadi pada akhirnya adalah respons “agitasi politik” dari pihak-pihak yang terimbas dampak kebijakan tersebut. Agitasi beroperasi untuk membangkitkan rakyat kepada suatu gerakan politik (Blumer, 1969 dalam Arifin, 2003).

Peran komunikasi politik pemangku kepentingan kebijakan perberasan sangat menentukan dalam pencitraan dari masing-masing kepentingan di mata publik. Proses komunikasi politik yang dilakukan pada akhirnya akan melahirkan kesimpulan politik atau sering disebut sikap politik. Sikap politik dan partisipasi komunikasi politik pemerintah, organisasi tani, kalangan DPR dan pengusaha beras diharapkan berperan dalam membangun manajemen perberasan yang adil bagi petani (produsen beras) dan kuat bagi pemerintah selaku otoritas utama di dalam mengatur perpolitikan beras di Indonesia. Wilayah Indonesia masih memiliki potensi besar dalam pengembangan tanaman padi, di samping secara historis mampu berswasembada beras. Kasus masalah pelaksanaan kebijakan perberasan, seperti penetapan HPP, melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur perlu kebijakan yang tepat. Permasalahan pada pelaksanaan kebijakan perberasan di dalam negeri dan adanya perbedaan sikap politik pemerintah dengan pemangku kepentingan lainnya menjadi masalah yang menarik untuk diteliti secara ilmiah. Hal ini sekaligus melihat peran komunikasi politik masing-masing pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sehingga pada tahap idealnya Indonesia mampu memenuhi kebutuhan beras sendiri dan mengekspor dalam jumlah besar, apabila masalah kebijakan di atas dapat dibenahi, termasuk mengikis budaya impor beras.

(21)

Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian di atas, maka fokus penelitian ini adalah pada pentingnya peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan mengungkapkan hubungan antara karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik terhadap peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada kebijakan perberasan nasional meliputi: penetapan harga pembelian pemerintah (HPP), penentuan melakukan impor, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi perberasan dan penyediaan infrastruktur perberasan.

Peran komunikasi politik pemangku kepentingan dipengaruhi karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan berhubungan erat dengan pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Secara spesifik, beberapa pertanyaan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Seperti apa karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan?

2. Bagaimana peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan?

3. Sejauh mana hubungan karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan?

(22)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Secara spesifik tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah meliputi:

1. Mendeskripsikan karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan.

2. Menjelaskan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.

Manfaat Penelitian

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh komponen masyarakat yang berkepentingan dalam membangun manajemen perberasan nasional. Secara khusus hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai rekomendasi untuk:

1. Bahan informasi bagi stakeholder pertanian, khususnya pemerintah, seperti Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum BULOG.

2. Bahan masukan bagi kalangan legislatif, khususnya komisi IV DPR dalam melakukan tugas dan fungsinya.

3. Bahan informasi dan masukan dalam melakukan advokasi kebijakan perberasan bagi organisasi tani dan LSM yang berbasis pertanian.

4. Bahan masukan dan studi banding bagi peneliti, pengusaha beras dan pihak-pihak yang membutuhkan data pelaksanaan kebijakan perberasan di Indonesia. 5. Data dasar bagi penelitian selanjutnya, terutama pihak-pihak yang mau

melanjutkan penelitian berikutnya khususnya keterkaitan kebijakan ekonomi politik pangan global dan starategi politik perberasan yang dianut Indonesia.

(23)

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian didesain sebagai penelitian survei yang bersifat deskriptif korelasional. Metode survei digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta yang faktual, baik tentang sosial, ekonomi dan politik dari kelompok pemangku kepentingan perberasan pada sejumlah sampel yang dipilih. Populasi penelitian adalah para pemangku kepentingan perberasan, pernah terlibat dalam perumusan kebijakan perberasan, berperan dalam mempengaruhi kebijakan perberasan dan memiliki fokus perhatian pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional serta memiliki konsentrasi terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan minimal satu tahun terakhir.

Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan yang diteliti, adalah peran komunikasi politiknya dalam pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan yang dimaksud terkait dengan perannya dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan nasional yang meliputi; penetapan harga pembelian pemerintah, mekanisme melakukan impor beras, penerapan subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur. Beberapa pemangku kepentingan perberasan utama di dalam negeri yang menjadi sampel dalam penelitan ini meliputi:

1. Organisasi tani, merupakan organisasi kemasyarakatan petani di Indonesia yang secara ideologis cenderung bergerak melalui saluran dan partisipasi politik. 2. Pemerintah, merupakan aktor utama pada pelaksanaan kebijakan perberasan

sekaligus bertanggung jawab dalam regulator manajemen perberasan di dalam negeri. Unsur utama pemerintah meliputi; Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan Perum Bulog yang masing-masing memiliki fungsi dan otoritas dalam pelaksanaan kebijakan perberasan.

3. Asosiasi pengusaha beras, merupakan para pengusaha yang terkait langsung dengan bisnis beras di dalam negeri dan tergabung dalam asosiasi atau organisasi pengusaha beras.

4. Dewan Perwakilan Rakyat, merupakan lembaga DPR yang membidangi masalah pertanian dan pangan, perkebunan dan kehutanan, perikanan dan kelautan, Bulog dan Dewan Maritim Nasional yaitu komisi IV DPR.

(24)

Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kerangka Pemikiran

Pemangku kepentingan perberasan merupakan orang-orang yang memiliki kepentingan dan peran strategis serta pengaruh di dalam pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Peran strategis tersebut ditandai dengan terbangunnya manajemen perberasan yang andal berbasis atau bertumpu pada kemampuan di dalam negeri sehingga tidak bergantung pada mekanisme impor. Pihak organisasi tani, asosiasi pengusaha beras, pemerintah dan DPR diduga punya peranan dalam mencapai suksesnya pelaksanaan kebijakan perberasan nasional. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan diduga dipengaruhi oleh karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik. Selanjutnya melalui peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan diduga berhubungan dan berpengaruh pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional.

Untuk mengetahui peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan nasional, maka dilakukan penelitian dengan mengkaji karakteristik personal, karakteristik situasional dan perilaku komunikasi politik sebagai peubah bebas. Peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan sebagai peubah tidak bebas. Penelitian ini mengamati dua peubah, yaitu peubah bebas atau sering juga disebut sebagai peubah pengaruh, dan peubah tidak bebas atau sering juga disebut sebagai peubah terpengaruh (Singarimbun dan Effendi, 2006)

Karakteristik personal, yang menjadi fokus pengamatan meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman menjabat, dan pendapatan. Karakteristik situasional, yang menjadi fokus penelitian meliputi respons pemanfaatan saluran komunikasi politik, partisipasi politik dan persepsi politik. Perilaku komunikasi politik pemangku kepentingan yang menjadi fokus pengamatan adalah respons mereka terhadap peran media massa khususnya yaitu keterdedahan pada media massa, respons terhadap opini publik dan sikap politik pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Indikator peubah peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan dilihat dari respons mereka sehubungan pelaksanaan kebijakan perberasan yang

(25)

meliputi: penentuan harga pembelian pemerintah (HPP), melakukan impor beras, subsidi benih dan pupuk, pengembangan teknologi dan penyediaan infrastruktur.

Keterkaitan antar peubah, seperti tersaji pada Gambar 1 berikut ini, diharapkan mampu mengungkap peran komunikasi politik masing-masing pemangku kepentingan (organisasi tani, pemerintah, asosiasi pengusaha beras dan DPR) pada pelaksanaan kebijakan perberasan. Sehingga dapat menghasilkan bahan rekomendasi membangun manajemen perberasan yang kuat dan tepat bagi produsen serta konsumen di dalam negeri untuk masa yang akan datang.

Peubah Bebas Peubah Tidak Bebas

H1

H2

H3

Gambar 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan Karakteristik Personal

X1 Umur

X2 Pendidikan Formal

X3 Pengalaman Menjabat

X4 Pendapatan

Peran Komunikasi Politik Pemangku Kepentingan Pada Pelaksanaan Kebijakan Perberasan (Y)

1. Harga Pembelian Pemerintah (HPP) 2. Melakukan Impor Beras

3. Subsidi Benih dan Pupuk 4. Pengembangan Teknologi 5. Perbaikan Infrastruktur Karakteristik Situasional (X5)

X5.1 Saluran Komunikasi Politik

X5.2 Partisipasi Politik

X5.3 Persepsi Politik

Perilaku Komunikasi Politik (X6)

X6.1 Keterdedahan pada Media

Massa

X6.2 Respons terhadap Opini

Publik X6.3 Sikap Politik

(26)

Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas dirumuskan hipotesis utama dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik personal dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.

2. Terdapat hubungan nyata antara karakteristik situasional dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.

3. Terdapat hubungan nyata antara perilaku komunikasi politik dengan peran komunikasi politik pemangku kepentingan perberasan pada pelaksanaan kebijakan perberasan.

(27)

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Politik

Komunikasi politik merupakan segala bentuk komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antar sistem tersebut dengan lingkungannya, yang mencakup jaringan komunikasi (organisasi, kelompok, media massa dan saluran-saluran khusus) dan determinan sosial ekonomi dari pola-pola komunikasi yang ada pada sistem tersebut (Nasution, 1990).

Komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan tindakan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan mengunakan simbol-simbol yang berarti (Harun dan Sumarno, 2006). Tindakan komunikasi politik dapat dilakukan dalam beragam konteks, yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

Komunikasi politik merupakan proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian ke bagian lainnya, dan di antara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik, serta merupakan proses yang berkesinambungan, dan melibatkan pertukaran informasi di antara individu-individu yang satu dengan kelompoknya pada semua tingkat masyarakat (Rush dan Althoff, 2003).

Penjelasan cakupan bidang komunikasi politik, maka perlu dijelaskan arti dua istilah penting pada aspek ini yaitu politik dan komunikasi. Pengertian pertama tentang politik sebagai berikut (Budiharsono, 2003): Satu, politik adalah bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan sistem tersebut. Dua, politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari masyarakat secara keseluruhan (public goals) dan bukan tujuan pribadi (private goals). Tiga, Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum menyangkut tindakan umum, terutama menyangkut kegiatan pemerintah (Jenkins dalam Budiharsono, 2003). Empat, politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat secara menyeluruh (Mitchell dan Jefkins dalam Budiharsono, 2003). Lima, politik adalah himpunan nilai, ide dan norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok yang mendasari penentuan sikapnya terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya dan menentukan tingkah laku politiknya (Jenkins dalam Budiharsono, 2003).

(28)

Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya. Komunikasi ialah hubungan; kontak. Jika terminologi politik dan komunikasi digabungkan, pengertiannya menunjuk pada salah satu dari ilmu terapan dari kelompok ilmu sosial yang mempelajari sikap penguasa dalam suatu negara terhadap komunikasi massa dan khalayak pada periode tertentu (Budiharsono, 2003).

Pada paradigma interaksional komponen utama komunikasi politik adalah peran, orientasi, kesearahan, konsep kultural dan adaptasi. Sehingga sumber atau penerima pesan atau umpan balik dan saluran, sama sekali tidak penting. Konsepsi ini sering juga dikatakan sebagai komunikasi dialogis atau komunikasi yang dipandang sebagai dialog (Arifin, 2003). Paradigma interaksional memberi penekanan pada faktor manusia, hal ini sangat relevan diterapkan dalam komunikasi politik yang demokratis. Konsep demokrasi yang memandang manusia sebagai mahluk rasional dan menunjang hak-hak asasi manusia serta mengembangkan prinsip-prinsip egaliter dan populis sangat sesuai dengan paradigma interaksional. Hal ini juga akan mendorong partisipasi politik yang tinggi karena komunikasi politik yang terbangun bersifat dialogis.

Lebih lanjut Arifin (2003) menjelaskan, pada paradigma pragmatis komunikasi politik mengingkari prinsip-prinsip utama mekanistik, psikologi dan interaksional. Sehingga paradigma pragmatis, teori sistem sosial dan teori informasi diterapkan secara bersama-sama dalam komunikasi. Komponen pokok dalam perspektif pragmatis adalah pola interaksi, fase, siklus, sistem, struktur dan fungsi. Sehingga jika diterapkan dalam komunikasi politik tindakan yang menyangkut kekuasaan, pengaruh, autoritas dan konflik. Karena tindakan dan perilaku sama dengan komunikasi dalam perspektif pragmatis, maka dapat dikatakan bahwa setiap orang tidak mungkin tidak berkomunikasi karena setiap orang tidak berhenti bertindak atau berperilaku.

Pada pelaksanaan kebijakan perberasan dapat dijelaskan bahwa pemerintah adalah lembaga kekuasaan, legislatif dan media massa sebagai pengontrol kekuasaan. Pengusaha beras sebagai kelompok pelaku ekonomi dan masyarakat petani padi serta organisasi tani dan konsumen beras adalah masyarakat yang menjadi bagian dari kebijakan tersebut. Selanjutnya berlaku

(29)

aturan kebijakan perberasan yang secara keseluruhan dimana aturan hukum dan sistem politik sama-sama memiliki peran dalam membangun manajemen perberasan di dalam negeri.

Komunikasi politik memelihara dan menggerakkan kehidupan manusia, sebagai penggerak dan alat yang menggambarkan aktivitas masyarakat dan peradaban; yang dapat mengubah naluri menjadi inspirasi melalui pelbagai proses untuk menjelaskan, bertanya, memerintah dan mengawasi (Budiharsono, 2003). Selanjutnya akan diuraikan beberapa paradigma dan teori model komunikasi politik.

Paradigma Komunikasi Politik

Komunikasi politik mendapat sejumlah keuntungan dan sekaligus mengalami banyak kesulitan karena fenomena komunikasi politik itu menjadi luas, ganda dan multi paradigma. Komunikasi politik dapat diterangkan berdasarkan empat perspektif atau paradigma sebagaimana disampaikan oleh Fisher (1990) meliputi; (1) paradigma mekanistis, (2) paradigma psikologis, 3) paradigma interaksional dan 4) paradigma pragmatis.

1. Paradigma Mekanistis

Paradigma mekanistis dalam komunikasi dan komunikasi politik adalah model yang paling lama dan paling banyak dianut sampai sekarang. Berdasarkan doktrin ini komunikasi dikonseptualisasikan sebagai proses yang mekanis di antara manusia. Dalam komunikasi politik paradigma mekanistis banyak didominasi pada studi mengenai pendapat umum, propaganda, perang urat saraf, kampanye, pengaruh media massa terhadap sosialisasi politik dan peranan komunikasi terhadap partisipasi politik, dan hal ini masih dominan dan populer di Indonesia. Paradigma mekanistik adalah paradigma yang paling tua dan tunduk pada dominasi ilmu fisika (Arifin, 2003).

2. Paradigma Psikologis

Konseptual paradigma psikologis dapat digambarkan sebagai sikap, keyakinan, motif, dorongan, citra, konsep diri, tanggapan dan persepsi yang dapat menjadi penangkal atau sebaliknya dari rangsangan yang menyentuh individu. Arifin (2003) menyebutkan komunikasi dalam model paradigma psikologis merupakan masukan dan luaran stimuli yang ditambahkan dan diseleksi dari stimuli yang terdapat dalam lingkungan informasi. Dasar konseptual model ini, ialah bahwa penerima adalah penyandi yang aktif atas stimuli terstruktur yang mempengaruhi pesan dan salurannya.

(30)

3. Paradigma Interaksional

Paradigma komunikasi politik perspektif ini merupakan reaksi atas paradigma mekanistis dan psikologis. Paradigma ini menurut Fisher (1990) komunikasi dikonseptualisasikan sebagai interaksi manusiawi pada masing-masing individu. Karakteristik utama dari paradigma interaksional, adalah penonjolan nilai karakteristik individu di atas segala pengaruh yang lain karena manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, saling berhubungan, masyarakat dan buah pikiran. Setiap bentuk interaksi sosial dimulai dengan mempertimbangkan diri manusia. Sehingga paradigma ini dianggap paling manusiawi di antara semua paradigma komunikasi yang ada.

4. Paradigma Pragmatis

Perspektif ini relatif baru dan masih dalam proses perkembangan, hal ini memusatkan perhatian pada tindakan. Dalam model komunikasi pragmatis tindakan yang diamati, yaitu tindakan atau perilaku yang berurutan dalam konteks waktu dalam sebuah sistem sosial. Fisher (1990) menjelaskan bahwa perspektif pragmatis, tindakan dan perilaku bukan hasil atau efek dari proses komunikasi melainkan tindakan atau perilaku itu sendiri sama dengan komunikasi. Dalam pragmatis berkomunikasi dan berperilaku adalah sama-sama komunikasi, sehingga berperilaku secara politik maka sama dengan tindakan komunikasi politik. Dalam perspektif pragmatis sesungguhnya yang terjadi adalah komunikasi (tindakan atau perilaku). Dalam komunikasi politik paradigma pragmatis adalah sebuah bentuk komunikasi politik yang penting (Arifin, 2003).

Teori Model Komunikasi Politik

Berdasarkan keempat paradigma komunikasi politik pada teori komunikasi politik juga terdapat empat teori dasar yang dapat digunakan dalam komunikasi politik, yaitu (1) teori jarum Hipodermik atau teori peluru (2) Teori khalayak kepala batu (The Obstinate Audience), (3) Teori empati dan teori homofili, dan (4) Teori informasi dan teori nonverbal (Arifin, 2003).

1. Teori Jarum Hipodermik

Tiap individu ternyata sangat aktif dalam menyaring, menyeleksi dan bahkan memiliki daya tangkal atau daya serap terhadap semua pengaruh yang berasal dari luar dirinya. Meskipun demikian teori Hipodermik tidak sepenuhnya runtuh, karena tetap dapat diaplikasikan atau digunakan untuk menciptakan efektivitas dalam komunikasi politik (Arifin, 2003). Hal ini tergantung kepada sistem politik, sistem organisasi dan situasi, terutama dalam sistem politik otoriter

(31)

dengan bentuk kegiatan indoktrinisasi, perintah, instruksi, penugasan dan pengarahan. Pada negara demokrasi model hipodermik atau teori peluru dibangkitkan dengan berkembangnya agenda setting. Model ini dimulai dengan asumsi, bahwa media massa menyaring berita, artikel dan tulisan yang disiarkan dan memusatkan perhatian pada efek kognitif khalayak. Sedangkan teori jarum hipordemik atau teori peluru memusatkan perhatian kepada efek afektif dan

behavioral (Rahkmat, 2007b).

2. Teori Khalayak Kepala Batu

Teori khalayak kepala batu dikembangkan oleh pakar psikologi, Raymond Bauer (1964) dalam Arifin (2003). Komunikasi tidak lagi bersifat linear tetapi merupakan transaksi. Media massa memang berpengaruh namun pengaruh tersebut disaring, diseleksi dan diterima atau ditolak oleh penyaring konseptual atau faktor personal. Teori khalayak kepala batu ini sangat penting, juga menjadi kerangka acuan dalam melaksanakan peran komunikasi politik di negara demokrasi. Itulah sebabnya di negara-negara demokrasi kegiatan public relation

politic tumbuh dan berkembang, sebaliknya kegiatan agitasi politik dan

propaganda politik ditolak (Arifin, 2003).

Komunikasi politik dalam model uses and gratification yang masuk dalam komunikasi politik paradigma psikologis berlangsung secara internal dalam diri individu, yang juga dikenal dengan nama komunikasi intrapersonal. Artinya, komunikasi berjalan hanya pada satu orang. Berbeda dengan komunikasi politik yang berjalan antara dua orang atau lebih yang dikenal dengan nama komunikasi antar personal. Pada dasarnya proses berpikir dimulai dengan rangsangan pesan politik dari luar yang diterima individu, kemudian diteruskan ke otak dan timbullah pengamatan. Dari pengamatan kemudian lahirlah pemikiran politik, yang biasa dikenal dengan ideologi politik atau filsafat politik.

3. Teori Empati dan Homofili

Teori empati dikembangkan oleh Berlo (1960); Larner (1978) dalam Arifin (2003) sedangkan teori homofili diperkenalkan oleh Rogers dan Shoemaker (1995). Secara sederhana dapat disebutkan bahwa empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi dan kondisi orang lain. Berlo (1960) memperkenalkan teori yang dikenal dengan nama influence theory of emphaty (teori penurunan dari penempatan diri dalam diri orang lain) artinya komunikator mengandaikan diri, bagaimana kalau ia berada pada posisi komunikan. Homofili dapat digambarkan sebagai suasana dan kondisi kepribadian dan kondisi fisik

(32)

dua orang yang berinteraksi dengan lancar karena memiliki kebersamaan usia, bahasa, pengetahuan, kepentingan, organisasi, partai, agama, suku, bangsa dan pakaian.

Komunikasi politik model homofili dengan mudah dilihat pada politikus atau kader partai di Indonesia, yaitu memiliki kostum yang seragam. Setiap bentuk komunikasi politik harus dimulai dan mempertimbangkan harkat manusia. Nimmo (2004) mengemukakan beberapa prinsip homopili dalam komunikasi dari hasil risetnya yaitu; pertama, orang-orang yang mirip dan sesuai satu sama lain, lebih sering berkomunikasi dibanding dengan orang yang tidak memiliki persamaan sifat dan pandangan. Kedua, komunikasi yang lebih efektif terjadi apabila sumber dan penerima adalah homofili karena orang-orang yang mirip cenderung menemukan makna sama dan diakui secara bersama. Ketiga, homofili dan komunikasi saling memelihara karena makin banyak komunikasi di antara mereka, makin cenderung dapat berbagi pandangan dan melanjutkan komunikasi.

4. Teori Informasi dan Nonverbal

Sejumlah pakar ilmu komunikasi telah mengembangkan teori informasi yang banyak digunakan dalam kegiatan komunikasi politik. Schramm dan Kincaid (1977) merumuskan informasi adalah setiap hal yang membantu kita dalam menyusun atau menukar pandangan tentang kehidupan. Informasi dapat diartikan sebagai semua hal yang dapat dipakai dalam bertukar pengalaman. Komunikasi politik nonverbal adalah merupakan tindakan dalam peristiwa komunikasi politik yang dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh khalayak. Titik berat studinya adalah perilaku politik atau tindakan politik dalam bentuk ucapan dan bukan ucapan oleh seorang politikus atau kader partai dalam sebuah peristiwa komunikasi politik (Arifin, 2003).

Peranan Komunikasi Politik

Peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) sesuai dengan kedudukannya dalam menjalankan suatu peranan (Soekanto, 2005). Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peranan komunikasi politik dimaksud dalam hal ini adalah peranan yang dilakukan untuk terlibat dan ikut serta sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan perberasan. Peran komunikasi tidaklah menyebabkan perubahan langsung melainkan di antara simbol-simbol dalam pesan dan perbendaharaan simbol si penerima. Peran komunikasi politik tidak mutlak

(33)

membawa perubahan, namun demikian komunikasi politik bisa memegang peranan kunci dalam melakukan perubahan. Pada tingkat organisasi berlaku bahwa semakin kita dapat memahami konsep peranan, maka semakin kita dapat memahami tepatnya keselarasan atau integrasi antara tujuan dan misi organisasi (Thoha, 1993). Peran komunikasi politik unsur kelembagaan para pemangku kepentingan perberasan didasari pada tujuan dan misi yang masing-masing kelembagaan untuk membangun manajemen perberasan di Indonesia serta bagaimana membawa aspirasi yang diinginkan para konstituennya.

Komunikasi politik memainkan peranan penting dalam proses pembuatan undang-undang, peraturan, kebijakan ataupun bentuk ketentuan lainnya yang memiliki dampak kepada khalayak. Dampak yang ditimbulkan bisa secara positif dan bisa juga negatif tergantung penafsiran audiens/khalayak dalam melihat dan merasakan konsekuensi dari keputusan politik. Peningkatan frekuensi peranan komunikasi politik oleh rakyat merupakan indikator peningkatan demokrasi politik, melalui terbukanya saluran komunikasi politik (Rauf, 1993).

Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. 2) peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3) peranan dapat juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

Pada perkembangannya peranan komunikasi politik akan melahirkan beberapa kebijakan seperti pelaksanaan harga pembelian pemerintah di tingkat petani, melakukan impor pada waktu dan kondisi yang tepat, adanya subsidi dalam mendorong peningkatan pendapatan, pengembangan infrastruktur perberasan guna mendorong produktivitas, pengembangan teknologi perberasan guna peningkatan mutu dan kualitas serta strategi manajemen perberasan dalam negeri. Peranan di sini termasuk juga posisi keterlibatan dalam membuat peraturan, lobi-lobi politik, lobi-lobi ekonomi dan bisnis (pengaturan harga tarif, harga pembelian, subsidi/nonsubsidi) aturan main pada pelaksanaan kebijakan sistem perberasan di dalam negeri.

(34)

Faktor Situasional Politik Nasional

Secara umum perkembangan komunikasi politik dan pembangunan menyeluruh merupakan masalah nasional yang harus dipecahkan oleh setiap negara dengan kekuatannya sendiri. Keputusan pada pelaksanaan kebijakan perberasan yang dilahirkan tidak lepas dari rangkaian proses politik yang terjadi dimana kebijakan perberasan melibatkan beberapa institusi seperti organisasi petani, peran pengusaha beras, pihak pemerintah dan komisi IV DPR.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia dikenal adanya lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Di antara pelbagai bentuk kekuasaan politik ada satu bentuk yang penting yaitu kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan. Untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa, yaitu pelaku yang memegang kekuasaan. Agar penggunaan kekuasaan pemerintah baik harus ada alat/sarana kekuasaan (Budiharsono, 2003).

Kondisi demokrasi akan terukur melalui beberapa pendekatan faktor situasional politik nasional dan peran komunikasi politik yang biasa dilakukan. Persepsi politik, budaya komunikasi politik yang bergulir, saluran komunikasi politik dan partisipasi politik yang dilakukan dalam mengkritisi konsekuensi dari proses keputusan politik yang berlangsung. Berdasarkan sifatnya sistem politik dapat di bagi dua, pertama sistem politik yang demokratis dan kedua sistem yang otoriter (Suryadi, 1993). Kedua sistem politik ini akan mempengaruhi pola situasional perpolitikan nasional, yakni pada sistem politik yang demokratis akan terlihat pola komunikasi politik dari satu masyarakat, sehingga membentuk partisipasi politik yang tergolong aktif. Pola kedua yakni sistem otoriter menampilkan komunikasi politik dari satu kepada semua, dimana pembicaraan politik lebih banyak ditemukan dalam media massa, yang didominasi oleh elite politik (Nimmo, 2001).

Saluran Komunikasi Politik

Saluran komunikasi politik adalah alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan. Terdapat tiga saluran komunikasi politik. Pertama, satu kepada banyak/komunikasi massa. Kedua, satu kepada satu/komunikasi interpersonal. Ketiga, penggabungan satu kepada satu dan satu kepada banyak/komunikasi organisasi (Nimmo, 2001).

(35)

Model interaksional merupakan salah satu model yang ideal dalam menyalurkan aspirasi individu, kelompok maupun organisasi. Blumer dalam Mulyana (2005) mengemukakan tiga premis yang menjadi dasar model ini. Pertama manusia bertindak berdasarkan makna yang diberikan individu terhadap lingkungan sosialnya (simbol verbal, simbol nonverbal, lingkungan fisik). Kedua, makna itu berhubungan langsung dengan interaksi sosialnya. Ketiga, makna diciptakan, dipertahankan dan diubah lewat proses penafsiran yang dilakukan individu dalam berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Saluran komunikasi yang dimanfaatkan organisasi petani bisa melalui komunikasi interpersonal, saluran komunikasi formal organisasi dan memanfaatkan saluran komunikasi massa dalam menyalurkan aspirasinya ke pengambil keputusan.

Organisasi petani sering dalam menyampaikan aspirasinya melalui demonstrasi besar-besaran untuk menuntut kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Demonstrasi di sini dianggap sebagai salah satu media yang dapat dimanfaatkan petani dalam menyalurkan aspirasinya, di samping peran komunikasi massa yang juga efektif dalam mensosialisasikan aspirasi petani.

Komunikasi politik mencakup bermacam-macam saluran komunikasi yang dapat mempengaruhi kebijakan berwenang dan telah diterima oleh masyarakat sebagai sarana yang umum di gunakan. Alat serta sarana yang memudahkan penyampaian pesan serta mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan tersebut meliputi media massa cetak dan elektronik. Pesan-pesan politik disampaikan melalui cara-cara yang memiliki nilai politis, sehingga pada kesempatan tertentu memiliki pengaruh dan nilai tawar dalam struktur politik. Rauf (1993) mengatakan pesan-pesan politik yang disampaikan harus mempunyai ciri politik, yaitu berkaitan dengan kekuasaan politik/pemerintahan komunikator dan komunikan terlibat di dalamnya dan bertindak sebagai pelaku kegiatan politik.

Partisipasi Politik

Biasanya diadakan perbedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan intensitas partisipasi politik dalam kelompok kepentingan. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara atau kelompok massa terhadap suatu kebijakan (Rahman, 2007). Huntington (2004) memandang partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, dengan maksud mempengaruhi

(36)

pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal dan efektif atau tidak efektif. Partisipasi politik rakyat menghasilkan masukan (input) yang memberikan petunjuk tentang aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, sehingga diharapkan kebijakan politik yang dihasilkan dapat memenuhi sebagian besar kepentingan yang diajukan rakyat (Rauf, 1993). Partisipasi politik akan menjadi pertimbangan pihak kekuasaan dalam merumuskan kebijakan.

Partisipasi merupakan suatu tingkat derajat keterlibatan seseorang dalam suatu tingkat aktivitas di lingkungan masyarakat. Partisipasi sendiri diartikan suatu proses identifikasi diri seseorang untuk menjadi peserta dalam suatu proses kegiatan bersama dalam situasi sosial tertentu (Soekanto, 2005). Dengan demikian partisipasi politik adalah tingkat derajad keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik.

Kekuasaan politik biasanya terbentuk dari hubungan dalam arti ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the rules and the ruled). Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi dari yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Setiap manusia pasti merupakan subyek dan obyek dari kekuasaan. Misalnya, seorang presiden membuat undang-undang (subyek dari kekuasaan), tetapi di samping itu ia tunduk pula pada undang-undang yang sama (obyek dari kekuasaan). Partisipasi politik muncul dan berhadapan dengan pengambil kebijakan dengan sikap kritisme. Partisipasi politik tinggi ketika ada momen yang menarik perhatian untuk terlibat atau mendukung atau menolak suatu kebijakan oleh penguasa.

Persepsi Politik

Menurut KBBI (1995), persepsi didefinisikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya. Rakhmat (2007b) mengartikan persepsi merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional.

Komunikasi politik dalam perspektif paradigma psikologis adalah persepsi politik, citra diri khalayak politik, penolakan konsep politik, motif yang menggerakkan unjuk rasa dan pemberontakan, dan perubahan pola pikir (Arifin, 2003). Politik adalah pelbagai kegiatan dalam suatu sistem politik yang

(37)

menyangkut proses penentuan tujuan dan pelaksanaan seluruh masyarakat melalui pengambilan keputusan berupa nilai, ide, norma, kepercayaan dan keyakinan seseorang atau kelompok terhadap suatu kejadian dan masalah politik yang dihadapinya.

Persepsi mempengaruhi rangsangan (stimulus) atau pesan apa yang kita serap dan apa makna yang kita berikan dalam kesadaran (Devito, 1997). Persepsi yang terbangun selama ini adalah adanya ketidakadilan pada nasib petani padi di dalam negeri. Petani padi sering menjadi sasaran ketidakadilan dari buah suatu kebijakan. Gitosudarmo dan Sudita (1997) mengemukakan persepsi adalah suatu proses memperhatikan, menyeleksi dan menafsirkan stimulus lingkungan, dimana proses tersebut terjadi karena interpretasi seorang berdasarkan pengalaman yang dialami maupun stimulus yang datang kepadanya.

Perilaku Komunikasi Politik

Perilaku komunikasi seseorang sangat dipengaruhi oleh karakteristik personal yang dimilikinya. Rogers dan Shoemaker (1995) mengemukakan bahwa karakteristik personal akan mempengaruhi persepsi sesorang dimana persepsi akan mempengaruhi perilakunya.

Menurut penelitian Jauhari (2004) peranan komunikasi politik dalam proses legislasi menyebutkan di masa orde baru, perilaku komunikasi politik anggota dewan lebih banyak dipengaruhi dan bahkan ditentukan oleh kepentingan yang dikehendaki eksekutif (pemerintah saat itu). Anggota DPR yang banyak bertanya, serba tahu, menggugat persoalan suatu kebijakan serta kritis dan korektif terhadap eksekutif, justru tidak disukai pimpinan fraksi maupun partai yang bersangkutan.

Perilaku yang dilihat pada penelitian ini adalah menyangkut perilaku yang diakibatkan sebagai efek dari pemberitaan media massa terhadap tingkat perubahan perilaku dan pengaruh opini publik yang mempengaruhi persepsi dan perilaku pemangku kepentingan. Suciawati (1997) membagi tujuan kognisi dalam kategori pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Dalam penelitian ini akan melihat bagaimana perilaku dan tindakan politik responden berdasarkan kekuatan dan sumber informasi media massa mempengaruhi perilakunya dalam peranan komunikasi politiknya terkait kebijakan perberasan.

(38)

Keterdedahan pada Media Massa

Keterdedahan terhadap media massa adalah mendengarkan, melihat membaca, atau secara lebih umum mengalami dan dengan sedikitnya ada perhatian minimal pada pesan media (Rakhmat, 2007b). Rogers (2003) menjelaskan tiap indikator keterdedahan pada media massa paling tidak dikotomikan sebagai sedikitnya pernah terdedah (minimalnya membaca surat kabar dalam seminggu) dan tidak terdedah. Peran media massa dalam komunikasi politik menggambarkan cara-cara tertentu dalam seluruh proses politik terintegrasi dengan jaringan komunikasi sosial yang lebih luas, pada umumnya media massa mutlak bersifat politis ataupun padat dengan masalah-masalah politik (Rush dan Althoff, 2003). Melalui media massa perannya dalam politik sangat penting bagi pemangku kepentingan perberasan terutama terkait dengan informasi perkembangan pelaksanaan kebijakan perberasan. Surat kabar, radio dan televisi pada umumnya memberikan banyak informasi kepada para pemakainya khususnya ke para pemangku kepentingan dalam merespons pelaksanaan kebijakan perberasan.

Suatu komunikasi publik berhasil apabila publik sasaran terdedah oleh aktivitas komunikasi yang dilakukan oleh media massa. Keterdedahan dipakai sebagai padanan kata media exposure yang umum dipakai dalam penelitian media massa. Keterdedahan terkait dengan aktivitas pencarian informasi berupa aktivitas mendegarkan, melihat, membaca atau secara umum mengalami, dengan sedikitnya sejumlah perhatian minimal pada pesan media.

Keterdedahan seseorang terhadap media massa mempunyai korelasi yang sangat tinggi antara satu dengan lainnya, sehingga dapat dibuat suatu indeks keterdedahan pada media massa (Rogers, 2003). Tubbs dan Moss, (1996) menjelaskan khalayak menerima pesan secara langsung dari sumber suatu medium tertentu dan jika suntikan tersebut cukup kuat maka akibat yang di timbulkan pada khalayak penerima ialah bentuk terpengaruh untuk bertindak menurut isi pesan yang dikomunikasikan. Pandangan serupa ini sering dikemukakan sebagai ” Model Jarum Hypodermis” (Rogers, 2003).

Gonzales dalam Jahi (1988) membagi efek komunikasi ke dalam tiga

dimensi, yaitu efek kognitif, afektif dan konatif. Efek kognitif meliputi peningkatan kesadaran belajar dan tambahan pemahaman individu terhadap sesuatu. Efek afektif berhubungan dengan emosi, perasaan dan sikap individu. Sedangkan efek konatif berhubungan dengan tindakan dan niat individu untuk melakukan

(39)

sesuatu. Efek komunikasi ini juga erat terkait dengan tingkat keterdedahan terhadap informasi yang diterima dari media massa oleh khalayak.

Rakhmat (2007b) menjelaskan bahwa seseorang akan mendengar dan membaca apa yang diinginkannya serta menolak apa yang tidak dikehendakinya. Bentuk keterdedahan terhadap media diduga berperan dalam mendapatkan informasi tentang kebijakan perberasan para pemangku kepentingan perberasan, sehingga informasi dari media massa juga mempengaruhi persepsi dan sikap politik pemangku kepentingan terhadap pelaksanaan kebijakan perberasan.

Opini Publik

Opini publik adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-beda (Santoso, 2004). Pengertian yang lain tentang opini yaitu pendapat, pikiran atau pendirian. Opini adalah pendapat terlepas secara teknis dari berita. Opini publik adalah pandangan orang banyak yang tidak terorganisir, tersebar dimana-mana, karena kesamaan pandangan terhadap sesuatu, secara sadar atau tidak dapat bergerak serentak dan bersatu padu menyikapi.

Opini atau pendapat bisa berbentuk komentar, tulisan artikel, rubrik tanya jawab dalam media cetak dan wawancara khusus mengenai sebuah berita dari narasumber. Mengingat komunikasi politik di masing-masing lembaga memiliki fungsi informatif, regulatif, persuasif dan integratif, dimana komunikasi yang efektif merupakan sebuah proses yang dapat merubah pendapat, sikap dan tindakan. Maka keputusan organisasi dan tingkat keefektivan komunikasi politik menjadi indikator tingkat pemahaman dan sikap masing-masing terhadap keputusan dan sikap politik terkait pelaksanaan kebijakan perberasan.

Sikap Politik

Sikap adalah kecenderungan untuk memberi respons terhadap suatu masalah atau suatu situasi tertentu. Sikap dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan perbuatan yang berdasar pada pendirian atau pendapat atau keyakinan. Dalam kebijakan perberasan sikap politik pemangku kepentingan merupakan sikap politik individu dan hasil keputusan lembaga masing-masing dalam bentuk sikap terhadap suatu kebijakan politis. Sikap politik mempertegas posisi masing-masing individu/lembaga terhadap suatu hal yang diputuskan melalui mekanisme politik atau pengambil kebijakan. Komunikasi politik juga

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran peran komunikasi politik pemangku                      kepentingan pada pelaksanaan kebijakan perberasan Karakteristik Personal
Tabel 1. Jumlah sampel penelitian pemangku kepentingan perberasan  No.  Unsur Pemangku Kepentingan Perberasan  Jumlah Sampel
Tabel 2. Distribusi sampel menurut karakteristik personal yang diamati  No Karakteristik
Tabel 3. Respons politik pada karakteristik situasional
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Manajemen Daerah (SIMDA) dan Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) berguna dalam rangka mendukung pelaksanaan keuangan daerah. SIMDA dan

Agar mampu berkomunikasi asertif, seperti ciri-ciri dan perilaku sebagaimana tertera pada tabel II dan tabel III di atas, seorang pejabat/ pegawai pada suatu

Salah satunya adalah dengan peningkatan layanan prima (service excellent) dan layanan yang berorientasi kepada pemangku kepentingan. Indikasi keberhasilan program dan

Peraturan Walikota Pekanbaru Nomor 10 Tahun 2014 tentang Penetapan tariff Bus Trans Metro Pekanbaru merupakan aturan yang harus di taati oleh semua penumpang angkutan umum

Untuk membangkitkan papan permainan yang memiliki ular dan tangga yang tidak saling bertabrakan, maka perlu dibuat perangkat lunak yang berbeda dari perangkat lunak yang telah

Klasifikasi kation berdasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan reagensia, reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak boleh dikatakan bahwa klasifikasi

Pada musuh alami golongan serangga dengan mangsa sesama serangga, maka ke- mapanan dapat dilihat dari tingkat kerapatan yang tinggi karena kemampuan menyebarnya tidak

Maka hal ini bermakna bahwa pemberian perlakuan yaitu buah kurma kering lebih berpengaruh terhadap penurunan tekanan darah sistolik pada penderita hipertensi di