• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SAKARIFIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK GULA CAIR SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH SUHU DAN WAKTU SAKARIFIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK GULA CAIR SORGUM (Sorghum bicolor (L.) Moench) TUGAS AKHIR"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SAKARIFIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK GULA CAIR SORGUM (Sorghum bicolor

(L.) Moench)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :

Gema Aulia Ramadhan 13.302.0216

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2019

CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

(2)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SAKARIFIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK GULA CAIR SORGUM (Sorghum bicolor

(L.) Moench)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :

Gema Aulia Ramadhan 13.302.0216

Menyetujui :

Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

(3)

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SAKARIFIKASI TERHADAP KARAKTERISTIK PRODUK GULA CAIR SORGUM (Sorghum bicolor

(L.) Moench)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Sarjana Teknik Program Studi Teknologi Pangan

Oleh :

Gema Aulia Ramadhan 13.302.0216

Mengetahui,

Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknik

Universitas Pasundan Bandung

(4)

INTISARI

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh suhu sakarifikasi dan waktu sakarifikasi terhadap karakteristik gula cair sorgum. Manfaat penelitian ini adalah mengenalkan pada masyarakat mengenai bahan pangan alternatif berbahan dasar sorgum dan memanfaatkan produktivitas pangan lokal.

Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 3 ulangan, adapun faktor yang digunakan adalah suhu sakarifikasi 27 oC, 30 oC , 35 oC dan waktu sakarifikasi 24 jam, 48 jam, 72 jam. Pengamatan karakteristik produk akhir menggunakan kadar air, kadar abu, derajat brix dan gula reduksi.

Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu sakarifikasi dan waktu sakarifikasi memiliki pengaruh terhadap respon kadar air, derajat brix dan gula reduksi pada gula cair sorgum tetapi tidak memiliki pengaruh terhadap respon kadar abu.

(5)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the effect of saccharification temperature and saccharification time on the characteristics of sorghum liquid sugar. The benefit of this research is to introduce to the public about alternative food ingredients based on sorghum and utilize local food productivity.

The research method used was a randomized block design with 3 replications, while the factors used were saccharification temperature 27 oC, 30 oC , 35 oC and saccharification time 24 hours, 48 hours, 72 hours. Observation of the characteristics final product using water content, ash content, degrees brix and reducing sugars.

The result showed that the saccharification temperature and saccharification time had an influence on the response of water content, degree brix and reducing sugars on sorgum liquid sugar but did not have an influence on the response of ash content.

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 5

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ... 6

1.6. Hipotesis Penelitian ... 11

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Sorgum ... 12

2.1.1. Klasifikasi Tanaman Sorgum ... 12

2.1.2. Taksonomi Tanaman Sorgum ... 13

2.1.3. Morfologi Tanaman Sorgum ... 14

2.1.4. Variasi Spesies Tanaman Sorgum ... 16

2.1.5. Kandungan Kimia Sorgum ... 17

2.2. Tepung ... 19 2.2.1. Tepung Sorgum ... 19 2.3. Glukosa ... 21 2.4. Pati ... 22 2.4.1. Gelatinisasi Pati ... 24 2.5. Hidrolisis ... 25 2.5.1. Asam Klorida ... 27 2.5.2. Enzim α-Amilase ... 28

(7)

2.5.3. Enzim Glukoamilase ... 31

2.6. Mekanisme Enzim ... 32

III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

3.1. Bahan dan Alat Penelitian ... 35

3.1.1. Bahan Penelitian ... 35 3.1.2. Alat Penelitian ... 35 3.2. Metode Penelitian ... 36 3.2.1. Rancangan Perlakuan ... 36 3.2.2. Rancangan Percobaan ... 36 3.2.3. Rancangan Analisis ... 38 3.2.4. Rancangan Kimia ... 40 3.3. Prosedur Penelitian ... 40

3.3.1. Deskripsi Prosedur Penelitian ... 40

3.3.2. Diagram Alir Penelitian ... 44

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Kadar Abu ... 46

4.2. Kadar Gula Reduksi ... 48

4.3. % Brix ... 51

4.4. Kadar Air ... 53

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(8)

I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian

1.1. Latar Belakang

Sorgum adalah salah satu tanaman sereal yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Biji sorgum mengandung nilai gizi yang tidak kalah dengan tanaman serealia lainnya, mengandung pati cukup tinggi sering digunakan sebagai bahan baku seperti industri bir pati, gula cair, etanol, dan lain lain (Singh dkk., 2011).

Menurut data dari FAO (2006) Indonesia merupakan negara pengimpor sorgum meskipun jumlahnya kecil dan sangat berfluktuasi setiap tahunnya. Rata-rata nilai impor sorgum Indonesia dari tahun 2000-2002 mencapai 53.670 USD. Pada tahun 2003 Indonesia sempat mengekspor sorgum meskipun jumlahnya hanya berkisar 16 ton.

Di Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan makanan substitusi beras, namun karena kandungan tanin cukup tinggi (0,40-3,60%), hasil olahanya tidak disukai oleh konsumen. Menurut Sudaryono (1996), masalah ini telah dapat diatasi dengan memperbaiki teknologi pengolahan. Kulit biji dan lapisan testa dikikis dengan menggunakan mesin penyosoh beras merek “Satake Grain Testing

Mill” atau “Satake Polisher Rice Machine” yang kasar. Kandungan nutrisi

sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan lainya, sehingga cukup potensial sebagai bahan pangan substitusi beras.

(9)

Pati merupakan komponen utama dari sorgum dan merupakan karbohidrat yang unik karena berbentuk granula. Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan antara lain permen, glukosa, dekstrosa sirup fruktosa dan lain-lain (Olayinka dkk., 2008).

Pati merupakan polisakarida yang mempunyai ikatan glikosidik dalam rantai cabang. Pati terdiri dari dua jenis berdasarkan rantai cabangnya yaitu adalah amilosa dan amilopektin (Sumbono, 2016).

Menurut Rooney (1974), kandungan pati dari biji dari sorgum berkisar antara 60-77 persen, yang banyak terdapat dalam endosperm. Pada umumnya pati sorgum jenis beras mengandung amilosa 27 % dan amilopektin 73 %. Sedangkan sorgum jenis ketan hampir semuanya terdiri dari amilopektin.

Hidrolisis pati menghasilkan larutan rasa manis yang disebut glukosa. Hidrolisis pati dibagi dua yaitu hidrolisis enzimatik dan non enzimatik (Permata, 2014).

Hidrolisis enzimatik menggunakan enzim sebagai katalisator sedangkan hidrolisis non enzimatik menggunakan katalisator asam. Hidrolisis pati dengan hidrolisis enzimatik memiliki kelebihan dibanding asam dimana hidrolisis enzimatik biaya lebih murah dan hasil lebih spesifik (Nasrulloh, 2009).

Hidrolisis enzimatik menggunakan dua enzim untuk menguraikan pati menjadi glukosa yaitu enzim α-amilase dan glukoamilase dimana kedua enzim akan memisahkan ikatan glikosidik pati menjadi ikatan lebih sederhana yang disebut glukosa (Hobbs, 2009).

(10)

Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku industri pakan dan pangan seperti industri gula dengan kata lain sorgum merupakan komoditas pengembang untuk diversifikasi industri secara vertikal.

Gula merupakan sumber bahan pemanis paling dominan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Tingkat konsumsi gula di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, sehingga diperkirakan konsumsi gula akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Pada tahun 2014, kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,8 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,9 ton untuk memenuhi kebutuhan industri (BPS, 2015).

Salah satu usaha dalam memenuhi kebutuhan bahan pemanis adalah pembuatan sirup glukosa atau sirup fruktosa. Pembuatan ini dilakukan dengan pemanfaatan potensi hasil pertanian dalam negeri sebagai bahan dasar. Sorgum merupakan bahan yang mempunyai potensi dan prospek yang baik, karena dapat tumbuh dengan baik di Indonesia serta mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah tahan terhadap kekeringan dan genangan dibanding tanaman palawija lainnya.

Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia dan enzimatik (SNI 01-2978-1992). Proses hidrolisis pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati (C6H12O6)n menjadi monosakarida (C6H12O6).

(11)

Sirup glukosa yang mempunyai nama lain dextrose adalah salah satu produk bahan pemanis makanan dan minuman. Sirup glukosa dibuat melalui proses hidrolisis pati dengan cara asam dan dengan cara enzimatis (Kurniawati, 1997).

Sirup glukosa atau sering disebut juga dengan gula cair mengandung D-glukosa, maltose dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati (Richana, N. 2013). Bahan baku yang dapat digunakan yaitu bahan berpati seperti tapioka, pati umbi-umbian, sagu atau jagung. Sirup glukosa dapat dibuat dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis (Richana, 2013).

Proses hidrolisis pati menjadi gula cair meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi. Pada proses lukuifikasi menggunakan enzim α-amilase dan menghasilkan produk berupa dekstrin. Untuk menghasilkan gula cair/larutan glukosa diperlukan proses lanjutan berupa proses sakarifikasi dengan menggunakan enzim amiloglukosidase. Enzim ini juga dikenal dengan nama α-1,4 glikan glukohidrolase. Dengan penggunaan enzim ini diharapkan ikatan α-1,6 glikosidik juga akan terhidrolisis sehingga produk dekstrin yang dihasilkan pada tahap likuifikasi akan terkonversi menjadi unit-unit glukosa (Virlandia, 2008).

Gula cair yang dibentuk menggunakan hidrolisis enzimatik dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah suhu hidrolisis dan waktu hidrolisis, dimana suhu proses sakarifikasi berpengaruh terhadap aktifitas enzim dalam menghidrolisis pati sedangkan waktu hidrolisis berpengaruh terhadap banyaknya perubahan pati menjadi glukosa.

(12)

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Apakah suhu sakarifikasi berpengaruh terhadap karakteristik gula cair sorgum?

2. Apakah waktu sakarifikasi berpengaruh terhadap karakterisitik gula cair sorgum?

3. Apakah interaksi antara suhu sakarifikasi dan waktu sakarifikasi berpengaruh terhadap karakteristik gula cair sorgum?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu sakarifikasi terhadap karakteristik gula cair sorgum.

2. Untuk mengetahui pengaruh waktu sakarifikasi terhadap karakterisitik gula cair sorgum.

3. Untuk mengetahui interaksi antara suhu sakarifikasi dan waktu sakarifikasi terhadap karakteristik gula cair sorgum.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan dan meningkatkan produktivitas pangan lokal.

2. Mengenalkan pada masyarakat mengenai bahan pangan alternatif berbahan dasar sorgum.

(13)

1.5. Kerangka Pemikiran

Sorgum merupakan tanaman serealia yang memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Pemanfaatan sorgum sebagai sumber pangan fungsional belum banyak tersentuh, sorgum mengandung banyak nutrisi seperti karbohidrat, protein, serat, kalsium, fosfor, besi dan vitamin B1 (Budijanto, 2012).

Biji sorgum mengandung 65-73% pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana. Menurut Sumarno dan Karsono (1996), biji sorgum dapat dibuat gula atau glukosa cair atau sirup glukosa sesuai dengan kandungan gula pada biji. Sirup glukosa didefinisikan sebagai cairan penjernih dan kental yang komponen utamanya adalah glukosa yang diperoleh yang diperoleh dari hidrolisis pati. Bahan baku pembuatan sirup glukosa dapat digunakan bermacam-macam sumber karbohidrat seperti sorgum, ubi kayu, ubi jalar, sagu, jagung, kimpul dan sebagainya.

Menurut Purba (2009), hidrolisis merupakan pemecahan pati menjadi bagian penyusunnya yang lebih sederhana seperti glukosa. Untuk mengubah pati menjadi gula diperlukan proses hidrolisis baik menggunakan hidrolisis enzimatik yang menggunakan enzim sebagai katalisator dan hidrolisis kimiawi yang menggunakan asam sebagai katalisator.

Proses hidrolisis pati menjadi glukosa menggunakan hidrolisis enzimatik oleh enzim α-amilase dan glukoamilase tahapnya pertama enzim α-amilase akan memisahkan ikatan glikosidik pati menjadi maltosa kemudian oleh enzim glukoamilase maltosa dirubah menjadi glukosa (Larry, 2009).

(14)

Enzim α-amilase adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisis dari ikatan glikosidik polisakarida untuk menghasilkan dekstrin, oligosakarida, maltosa, dan D-glukosa. Amilase bisa berasal dari jamur sedangkan enzim glukoamilase yang dikenal juga dengan amiloglukosidase merupakan enzim yang dibuat dari jamur dan digunakan dalam proses sakarifikasi pati dimana enzim ini merubah maltodekstrin yang diproduksi oleh α-amilase dari pemurnian pati menjadi glukosa (Ariandi, 2016).

Mekanisme kerja α-amilase tediri dari 2 tahap, yaitu : tahap pertama degradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Hal ini diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap ini pembentukan relatif sangat lambat, sedangkan pada molekul amilopektin kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno, 1995).

(15)

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reaksi enzimatik, seperti reaksi kimia pada umumnya, kenaikan suhu sampai optimum akan diikuti pula oleh kenaikan kecepatan reaksi enzimatik. Kepekaan enzim terhadap suhu pada keadaan suhu melebihi optimum disebabkan terjadinya perubahan fisikokimia protein penyusun enzim. Umumnya enzim mengalami kerusakan (denaturasi) pada suhu diatas 50 oC (Wolfe, 1975).

Penelitian yang dilakukan oleh Rob Mudjishono (1990), dalam analisa, ekstraksi dan alternatif penggunaan pati sorgum sebagai bahan baku pembuatan sirup glukosa, menggunakan proses sakarifikasi dengan suhu 60 oC sebagai acuan bahwa varietas sorgum, pH dan konsentrasi enzim berpengaruh terhadap gula pereduksi, nilai setara dekstrosa dan kadar abu serta warna dan kejernihan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Komang Putra (2008), dalam pembuatan gula cair pati ubi gadung dengan membandingkan suhu hidrolisis antara 55, 60, dan 65 0C. Pada suhu 55 0C dalam proses sakarifikasi didapat derajat kemanisan paling tinggi diantara suhu-suhu lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Kadek Adi Wijaya (2015), dalam analisa pengaruh suhu dan konsentrasi enzim pada proses sakarifikasi gula cair pati ubi talas dengan membandingkan suhu sakarifikasi 55, 60 dan 65 oC, didapat bahwa pada suhu 55 oC merupakan suhu terbaik dikarenakan hasil kadar air (52,36%), derajat kemanisan (63,50 oBrix, kadar abu (0,19%).

Menurut penelitian oleh Azwar dan Erwanti (2009), yaitu pembuatan sirup glukosa berbahan kimpul melalui hidrolisa enzimatis dengan hasil variabel yang paling berpengaruh adalah suhu sakarifikasi dan kadar suspensi pati, sehingga

(16)

kondisi hidrolisa pati secara enzimatis yang relatif paling baik berada pada 65 0C suhu sakarifikasi dan 35% suspensi pati dengan kadar glukosa sebesar 27,98%.

Silaban (2004), menyatakan bahwa semakin lama waktu hidrolisis maka kadar glukosa semakin meningkat. Waktu yang semakin lama akan memecah pati semakin sempurna sehingga kadar glukosanya semakin tinggi.

Menurut Fullbrook (1984), Proses sakarifikasi memiliki batas waktu yang digunakan untuk merubah dekstrin menjadi glukosa karena jika melebihi batas tidak akan meningkatkan kadar gula pereduksi, fenomena ini terjadi karena sudah banyak susbstrat terhidrolisis menjadi gula-gula pereduksi hal ini disebabkan oleh sisi aktif enzim telah jenh oleh substratnya sehingga tidak ada lagi substrat yang dapat melekat pada sisi aktif enzim.

Menurut penyataan Kearsley dan Dziedzic (1995), bahwa peningkatan nilai gula pereduksi dan DE mempunyai titik batas, setelah titik terlampaui maka tidak akan terjadi perubahan nilai gula pereduksi yang lebih tinggi lagi meskipun konsentrasi enzim ditambahkan dan waktu sakarifikasi diperpanjang..

Penelitian yang dilakukan oleh Erik Widiarto (2017), dalam analisa produksi glukosa cair dan karakterisasi tepung jagung, tepung sagu, dan tepung tapioka, pada proses sakarifikasi dengan suhu 60 oC pembentukan glukosa pada tepung jagung membutuhkan waktu sekitar 40 jam untuk terbentuknya 95,60 % glukosa, pada tepung sagu membutuhkan waktu 40 jam untuk terbentuknya 98,70 % glukosa dan pada tepung tapioka 75 jam untuk 95,6 % glukosa.

Penelitian yang dilakukan oleh Jariyah (2011), dalam analisa produksi sirup glukosa hasil hidrolisis enzimatis pati garut dengan membandingkan waktu

(17)

proses sakarifikasi 6 , 12, dan 24 jam, didapat bahwa proses sakarifikasi dengan waktu 24 jam memiliki kadar air, gula reduksi, %DE, dan viskositas paling tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sumarno dan Karsono (1996), dalam pembuatan gula dari biji sorgum yaitu suspensi pati dilakukan pengaturan pH yaitu sekitar 6,5-6,8 lalu Campuran pati dan air dipanaskan dengan suhu 80 0C. Proses likuifikasi dilakukan pada suhu 95-100 0C dalam kurun waktu 1 jam dan proses sakarifikasi pada suhu 600C dengan kadar pH 4 dengan waktu yang dibutuhkan selama 60 jam..

Enzim α-amilase memiliki suhu optimum yaitu 37 - 40 oC, untuk enzim glukoamilase memiliki suhu optimum 40 - 60 oC . suhu optimum produksi enzim amilase yang dihasilkan oleh suatu organisme memiliki keterkaitan dengan suhu optimum pertumbuhan selnya. pH optimum untuk enzim alfa amilase yaitu 5.0 - 6.0 dan untuk glukoamilase yaitu 4,5-5.0 (Sivaramakrishan, 2006).

Dalam pembuatan gula cair dibutuhkan adsorben untuk menyerap dan menjernihkan produk, secara umum adsorben dibagi menjadi 2 jenis yaitu adsorben polar dan adsorben non polar. Adsorben polar disebut juga hydrophilic, jenis adsorben yang termasuk ke dalam kelompok ini yaitu sillika gel, alluminia aktif, dan zeolit. Sedangkan adsorben non polar disebut juga sebagai hydrophobic, jenis adsorben yang termasuk kedalam kelompok ini adalah polimer adsorben dan karbon aktif atau arang aktif.

Pemakaian bahan penjernih seperti arang aktif dapat menjernihkan sirup glukosa, dimana mekanisme penjernihan tergantung bentuk dan konsentrasi arang

(18)

aktif yang digunakan. Konsentrasi arang aktif yang biasa digunakan dalam penjernihan sirup glukosa adalah 2% (Tjokroadikoesoemo, 1986).

Menurut Penelitian yang dilakukan oleh Fauizia Liana dan Noor Erliza (2017) dalam analisa pemurnian ekstrak gula cair stevia bahwa kadar tanin pada produk ekstrak gula cair stevia dapat menyebabkan kekeruhan pada gula cair. Kekeruhan pada gula cair dapat diatasi dengan pemurnian dengan suhu 50 oC

1.6. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis :

1. Diduga suhu sakarifikasi berpengaruh terhadap karakteristik gula cair sorgum

2. Diduga waktu sakarifikasi berpengaruh terhadap karakteristik gula cair sorgum.

3. Diduga adanya interaksi antara suhu sakarifikasi dan waktu sakarifikasi terhadap karakteristik gula cair

1.7. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan, Universitas Pasundan, Jl. Dr. Setiabudhi No.193, Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Febuari 2019 sampai dengan Maret 2019.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, A. 2007. Kajian Penggunaan Sukrosa Terhadap Pencoklatan

non-Enzimatis Dodol Susu. Fakultas Peternakan Unibraw.

Andriani, A., dan Muzdalifah, I. 2015. Morfologi dan Fase Pertumbuhan

Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Ariandi, M. 2016. Pengenalan Enzim Amilase (Alpha-Amylase) dan Reaksi

Enzimatisnya Menghidrolisis Amilosa Pati menjadi Glukosa.Universitas

Cokroaminoto Palopo.

Ardianysah, R. 2011. Pemanfaatan Pati Umbi Garut Untuk Pembuatan

Plastik Biodegradable. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Depok.

Azwar, D., dan Erwanti, R.. 2010. Pembuatan Sirup Glukosa dari Kimpul

(Xanthosoma violaceum Schott) dengan Hidrolisa Enzimatis. AOAC.

2005. Official Methods of Analysis of Association of Official Analytical

Chemist. 18th Edition. AOAC int. Washington DC.

Bait, Y. 2012. Formulasi Permen Jelly dari Sari Jagung dan Rumput Laut. Skripsi Universitas Negeri Gorontalo.

Beti, Y. A., Ispandi, A., dan Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5 Balai Penelitian Tanaman Pangan, Malang.

Biro Pusat Statistik, 2015, Statistik Tebu Indoneisa 2013. Jakarta.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G.H. Fleet dan M. Wooton. 2007. Ilmu Pangan. Edisi ke-4. Terjemahan: Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press. Jakarta. Budiyanto, A., Martosuyono, P., dan Richana N. 2005. Optimasi Proses

Produksi Tepung Kasava dari Pati Ubi Kayu Skala Laboratorium.

Buletin Balai Besar Pascapanen

Budijanto, S. 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum Dan Aplikasinya Pada

Pembuatan Beras Analog. Jurnal Teknologi Pertanian Vol.13 No.3.

DeMan,. 1989. Kimia Makanan. Penerjermah Padmawinata K,. Penerbit ITB Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura. 1996. Prospek sorgum

Sebagai Bahan Pangan dan Industri Pangan. Risalah Simposium prospek

Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian No. 4-1996 : 2-5.

(20)

Erik, W. 2017. Produksi Glukosa Cair dan Karakterisasi Tepung Jagung,

Tepung Sagu dan Tepung Tapioka. Malang.

Fardiaz. 1986. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Filianty, F. 2007. Teknik Penghambatan Degradasi Sukrosa dalam Nira Tebu

(Saccharum officinarum) Menggunakan Akar Kawao (Millettia sericea) dan Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.). Tesis. Institut Pertanian

Bogor. Bogor.

Fullbrook, P. 1984. The Enzymatic Production of Glucose Syrup. London :

Blackie Academic and Profesional.

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung.

Hobbs, L. 2009. Sweeteners from Starch: Production, Properties and Uses. Chemistry and Technology Third Edition : Elsevier Inc.

Ikhsan, M., 1996, Pemakaian Amilum Termodifikasi sebagai Sediaan Bahan

Pembantu Pembuatan Tablet Asam Askorbat secara Cetak Langsung.

Skripsi Sarjana Farmasi FMIPA Universitas Andalas, Padang.

Iriani, N., dan Makkuwalu, T. 2015. Asal Usul dan Taksonomi Tanaman

Sorgum. Balai Penelitian Tanaman Serealia.

Jariyah, N, R. 2011. Produksi Sirup Glukosa Hasil Hidrolisis Enzimatis Pati

Garut. Surabaya.

Kadek, A.W. 2015. Pengaruh Suhu dan Kosentrasi Enzim Amiloglukosidase

Pada Proses Sakarifikasi Terhadap Produksi Gula Cair Pati Ubi Talas.

Bali.

Kearsley, M.W. & Dziedzic. 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derviates. Blackie Academic and Professional. London.

Kirk dan Othmer, 1965. Dextrose and Starch Syrup, Encyclopedia of Chemical

Technology, Second Completely Reviced Edition, vol 6. John Willey and

Son, Inc., New York.

Komang, P. 2015. Pengaruh Suhu dan Konsentrasi Enzim Amiloglukosidase

Pada Proses Sakarifikasi Produksi Gula Cair Pati Ubi Gadung. Skripsi

Fakultas Teknologi Industri Pertanian UNUD. Bali.

Kurniawati, T. 1997. PT. Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya. Laporan Kerja Praktek. Fakultas Teknik Pangan Universitas Pasundan. Bandung.

(21)

Liana, F., Erliza, N. 2017. Proses Adsorpsi Untuk Pemurnian Ekstrak Gula

Cair Stevia. Skripsi IPB. Bogor

Lubis, I. H. 2008. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan Terhadap Mutu

Tepung Pandan. Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian Universitas

Sumatera Utara.

Minarni,. 1996. Mempelajari Pembuatan dan Penyimpanan Permen Jelly

Gelatin dan Sari Buah Kweni. Skripsi IPB. Bogor

Mudjisihono, R. 1990. Analisa, Ekstraksi dan Alternatif Penggunaan Pati

Sorgum Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sirup Glukosa Secara Enzimatis. Bali.

Muhammad, A. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung

Tapioka dan Mocal Sebagai Penyalut Kacang Pada Produk Kacang Salut. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Nasrulloh,. 2009. Hidrolisis Asam dan Enzimatis Pati Ubi Jalar (ipomea

batatas l) menjadi glukosa sebagai substrat fermantasi etanol.

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulloh : Jakarta

Olayinka, O. O., Adebowale, K. O., & Olu-Owulabi, B. I. 2008. Effect of

heat-moisture treatment on physicochemical properties of white sorghum starch. Food Hydrocolloids. 22,225-230.

Olsen, H. S., 1995. Enzymatic Production of Glucose Syrups. Di dalam S.Z. Dziedzic dan M.W. Kearsley (eds). Handbook of Starch Hydrolysis Product

and Their Derivatives. Blackie Academic and Professional, London

Permata, A. 2014. Sirup Gula Buah (Nanas dan Rambutan) yang Diproses

Secara Hidrolisis Asam dan Pemanasan. Politeknik Negeri Sriwijaya.

Palembang.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Purba, E. 2009. Hidrolisis Pati Ubi Kayu dan Pati Ubi Jalar menjadi Glukosa

secara Cold Process. Jakarta.

Richana, N., Lestari, P., Chilmijati, N., dan Widowati, S. 1999.Karakterisasi

Bahan Berpati ( tapioka , garut, sagu ) dan Pemanfaatanya Menjadi Glukosa Cair. Prosiding PATPI.

Rooney, L.W., 1974. Sorghum. Dalam A.H Johnson dan Peterson (eds.).

Encylocpedia of Food Technology. The Avi Publ. Co. Westport,

(22)

Richana, N. 2013. Menggali Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar. Penerbit Nuansa Cendekia. Bandung.

Sakawulan, D. 2011. Formulasi Bahan Baku Mie Basah Dari Tepung Sorgum

(Sorghum bicolor L.) Dengan Penambahan Rumput Laut ( Gracilaria Sp.) Sebagai Alternatif Substitusi Tepung Gandum (Tricilium Aestivum) Yang kaya Serat. Institut Pertanian Bogor.

Silaban, S.M., 2004. Pengaruh Konsentrasi Larutan Pati dan lama hidrolisis

pada pembuatan Sirup Glukosa dari Tapioka Secara Hidrolisis Asam.

Skripsi. Departemen Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Singh, A.K., 2011. Influence of heatmoisturetreatment and annealing on

functional properties of sorghum starch. Food Research, 44. 2949-2954.

Suarni,. 2004. Evaluasi Sifat Fisik Dan Kandungan Kimia Biji Sorgum

Setelah Penyosohan. Jurnal Stigma XII (1):88-91.

Sudaryono,. 1996. Prospek Sorgum di Indonesia : Potensi, Peluang, Dan

Tantangan Pengembangan Agribisnis. Risalah Simporsium Prospek

Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian No. 4-1996: 25-38.

Sudarmadji, S. 2003. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Sudarmadji,S., Haryono, B., dan Suhardi,. 2006, Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian, Edisi Kedua Cetakan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta

Sugeng, W. (1994). Hidrolisis Lanjut Tape Ubi Kayu secara Enzimatis

sebagai Alternatif Pembuatan Sirup Glukosa. Skripsi IPB. Bogor.

Sumbono, A. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Yogyakarta. Deepublish

Sumarno,. Karsono, S. 1996. Perkembangan Produksi Sorgum di Dunia dan

Penggunaanya. Risalah Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk

Pengembangan Agroindustri, 17-18 Januari 1995. Edisi Khusu Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian No. 4-1996 : 13-14

Suprijadi,. 2012. Karakterisasi Sifat Fisik dan Kimia Tepung Sorgum Rendah

Tanin. Bogor.

(23)

Tjitrosoepomo, G. 2000. Taksonomi Tumbuhan (Spermathophyta). Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Tjokroadikusoemo, S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, Penerbit PT Gramedia, Jakarta.

USDA (United States Department of Agriculture). 2015. USDA Agricultural Research Service National Nutrient Database for Standard Reference Nutrient Data Laboratory Home Page.

Virlandia dan Feby, 2008. Pembuatan Sirup Glukosa dari Pati Ubi Jalar

(Impomonea batatas) dengan metode Enzimatis. Jakarta

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Wolfe, S.L. 1993. Molecular and Cellular Biology. Wadsworth Publishing Company. California.

Yunianta,. Sulistyo T., Apriliastuti., Estiasih T., & Narsito S. 2008. Hidrolisis

Secara Sinergis Pati Garut (Marantha Arundinaceae l.). Oleh Enzim

a-amilase, glukoa-amilase, dan pullunase untuk Produksi Sirup Glukosa. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Yunita, F.A., & Fetty, I. 2018. Pengaruh Lama Penyimpnan Terhadap Mutu

Gula Cair dari Nira Aren. Balai Riset dan Standardisasi dan Industri.

Referensi

Dokumen terkait

44 Saya selalu berusaha menginspirasi orang lain untuk mencapai tujuan pelayanan yang lebih mulia. 45 Saya selalu memberikan jalan keluar yang efektif dalam

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan lindunganNya kami FAKULTAS TEKNIK – UNIVERSITAS WARMADEWA dapat menyelenggarakan kegiatan

Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung pada tanggal 7 Maret 2018, Memori. Banding mana telah diberitahukan dan diserahkan kepada para pihak

Sebagai upaya untuk menuju kondisi ideal yang diharapkan, maka perlu dilakukan upaya terobosan yang melibatkan semua pihak terkait dalam pendayagunaan aparatur

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.. Kediri, 17 November 2015 Saya

Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara

Peraturan Kepala BKPM Nomor 14 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal.. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Cara

Karakteristik ini ditambah dengan konsistensi yang sangat licin menyebabkan manitol menjadi eksipien pilihan untuk formulasi tablet kunyah.