MAKNA KIASAN DALAM UNGKAPAN KIASAN MINANGKABAU DI KENAGARIAN KOTO BARU KECAMATAN KUBUNG
KABUPATEN SOLOK RIKA SYAFRIMA
ABSTRACT
Minangkabau society tends to convey something indirectly . Figurative expression as one of the Minangkabau culture that contains the value of education is a local potential which should be preserved and passed on to younger generations Minangkabau . Over time the use of figurative expressions for Minangkabau society has begun to disappear. This research is descriptive qualitative research method . Qualitative research aims to reveal phenomena that occur based on observations in the field. This study was conducted in New Koto Kenagarian Solok District lemur . Researcher is the main instrument in the study because the researcher directly to the field to see firsthand the phenomenon in the field . Techniques of data collection was through interviews . The results showed that 1 ) Shape figurative expression Minangkabau in New Koto Kenagarian lemur Solok district was 60 expression , the whole expression of the figurative form of sentence , 2 ) The meaning in figurative expressions Minangkabau in New Koto Kenagarian Solok District lemur is a meaning that is not true of the expression . metaphorical expression meaning that is not true , but there is the implied intent of the phrase is delivered , with the goal of receiving expressions do not feel offended , 3 ) figurative expression Minangkabau in New Koto Kenagarian lemur Solok District serves to express requests , advice , commands , prohibitions , to express joy , misery , resentment and anger and resentment expressed . Suggested for community leaders in order to preserve and promote the values contained in the Minangkabau and figurative expressions for Local Government in order to carry out the maintenance and preservation of the Minangkabau figurative expression , a culture is meaningless if there is no conservation effort .
A. PENDAHULUAN
Masyarakat Minangkabau dengan budaya dan bahasa Minangkabau termasuk salah satu suku bangsa yang memiliki keunikan. Keunikan ini dapat
diamati dari cara berbahasanya. Setiap penutur berkomunikasi dan menyampaikan ide-ide dan gagasannya dengan caranya sendiri, yang tidak dapat
disamakan dengan penutur bahasa lainnya.
Ungkapan adalah suatu usaha penutur untuk melahirkan fikiran, perasaan, pandangan, dan emosinya dalam bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat supaya lawan tuturnya paham dengan makna tersirat dalam ungkapan tersebut. Kiasan merupakan pertimbangan tentang suatu hal dengan perbandingan atau persamaan dengan hal yang lain yang ditujukan secara tidak langsung kepada sasaran dan dinilai sebagai suatu bahasa yang sopan tanpa merendahkan siapapun.
Dari segi kesopanan berbicara, masyarakat Minangkabau mengenal istilah
kato nan ampek. Kesantunan
berbicara yang diperlihatkan oleh penutur bahasa Minangkabau bertolak dari hubungan sosial yang menuntut adanya rasa saling menghormati dan menghargai. Tuturan yang mengandung penghargaan dan penghormatan itu ditampilkan dalam bentuk kiasan. Masyarakat Minangkabau
lebih memilih mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam fikirannya melalui ungkapan yang mengandung kiasan. Ungkapan kiasan sebagai salah satu budaya masyarakat Minangkabau yang mengandung nilai pendidikan merupakan potensi lokal yang seharusnya dilestarikan dan diwariskan kepada generasi muda Minangkabau. Di dalamnya terdapat petuah-petuah dan pengetahuan yang dapat memperkaya akhlak dan budi
pekerti masyarakat
Minangkabau. Oleh karena itu, masyarakat Minangkabau harus bisa dan memahami kata kiasan atau kata sindiran. Masyarakat Minangkabau yang tidak memahami kata kiasan atau kata sindiran akan dipandang tidak beradat atau tidak sopan.
Ungkapan kiasan memang mengandung makna yang abstrak tetapi sebenarnya memberikan nilai pendidikan kepada masyarakat Minangkabau untuk bersifat arif dan tidak menyampaikan sesuatu secara
terus terang. Misalnya, ungkapan
barundiang siang caliak-caliak, mangecek malam agak-agak
(berunding siang lihat-lihat, berbicara malam perlahan-lahan), maksud dari ungkapan ini adalah berbicaralah dengan penuh hati-hati dan jangan menyinggung orang lain. Apabila diartikan secara denotatif maksud ungkapan tersebut adalah jika bertukar pendapat ketika siang hari harus melihat-lihat dan bertukar pendapat malam ditahan-tahan. Makna abstrak dalam ungkapan Minangkabau di satu sisi terkesan negatif. Namun, di sisi lain sikap yang demikian memberikan penghargaan dan penghormatan terhadap lawan tutur, sekaligus tidak terkesan mendikte atau menggurui.
Tuturan yang
mengandung kiasan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung sudah sangat jarang sekali diucapkan oleh masyarakat, sehingga generasi muda kurang memahami ungkapan kiasan tersebut. Pemeliharaan dan pelestarian
ungkapan kiasan perlu dilakukan. Suatu kebudayaan tidak akan berarti apabila tidak ada usaha pelestariannya.
Orang Minangkabau harus mahir dan memahami kata kiasan atau kata sindiran. Jika seseorang tidak memahami kata kiasan atau kata sindiran akan dipandang tidak beradat atau tidak sopan apabila berbicara terus terang. Kata kiasan bagi masyarakat Minangkabau memiliki kekuatan budaya yang dominan di dalam pergaulan bertata krama. Bila seseorang tidak mengerti dengan kiasan yang ditujukan kepadanya, maka ia dipandang sebagai orang “kurang” atau orang yang rendah pikir, sehingga digambarkan dengan ungkapan berikut “tak
tahu dirundiang kato putuihtak tahu dikieh kato sampai” (tak
tahu pada rundingan kata putus tak tahu pada kiasan kata sampai) maksudnya orang yang memiliki sifat dan tingkah laku yang kurang baik atau rendah pikir. (Idrus Hakimy, 2001:15)
Ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam bahasa Minangkabau disampaikan sesuai dengan sifat dan tingkah laku masyarakat. Sifat dan tingkah laku serta kepribadian orang Minangkabau tergambar dari bahasa dan tuturan serta kata-kata yang diucapkan dengan bahasa kias, terutama dalam tuturan yang terselubung. Kebiasaan masyarakat Minangkabau mempergunakan bahasa kiasan atau ungkapan dalam percakapan bertolak dari landasan sosial masyarakat Minangkabau dulu. Struktur kekerabatan yang berkaitan menyebabkan setiap orang saling menyegani.
Ungkapan kiasan Minangkabau sarat dengan nilai “raso jo pareso”, keduanya akan selalu mengisi. Di sini pula terlihat keharusan materi pendidikan untuk sebisanya dapat mempertimbangkan aspek rasa dan aspek logika dalam masyarakat. Bagi orang yang paham adat di Minangkabau hal ini disadari sebagai tanggung jawab mereka. Tanggung jawab
untuk mewariskan kepada generasi pelanjut yang akan datang. Hal ini dimaksudkan supaya tidak menghadirkan konflik baik bagi yang mengungkapkan, apalagi bagi yang akan menerima. Kehati-hatian dengan perilaku seseorang sangat penting, oleh karena akibatnya tidak ditanggung oleh individu saja tetapi bagi masyarakat banyak.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai makna yang terkandung dalam ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah dalam penelitian ini:
1. Bentuk ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok 2. Makna ungkapan kiasan
Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi masalah dalam penelitian ini pada bentuk dan makna ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa saja bentuk dan makna ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok?”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bentuk dan makna ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak diantaranya: 1. Bagi peneliti, untuk
menambah wawasan terhadap sastra dan budaya daerah
Minangkabau yakni ungkapan kiasan.
2. Bagi mahasiswa, untuk bahan inspirsai dalam penelitian sel;anjutnya dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian lain dalam melakukan penelitian yangs sejenis dengan objek yang berbeda.
3. Bagi pembaca, dapat mengetahui dan menambah wawasan dan melestarikan tentang kebudayaan masyarakat Minangkabau. 4. Bagi peneliti selanjutnya,
sebagai bahan rujukan dalam melakukan penelitian yang pengkajiannya lebih dalam lagi.
5. Bagi guru mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya dalam pembelajaran sastra lisan.
B. METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Moleong (2009:3) mengatakan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Sejalan dengan itu, Moleong (2002:3) mendefenisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubunngan dengan orang tersebut dalam peristilaahannya.
Secara umum kehadiran peneliti di lapangan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
1. Penelitian pendahuluan yang bertujuan mengenal lapangan penelitian
2. Pengumpulan data, dalam bagian ini peneliti secara khusus mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam proses penelitian
3. Evaluasi data yang bertujuan menilai data yang diperoleh di lapangan penelitian dengan kenyataan yang ada.
Data dalam penelitian ini adalah ungkapan kiasan
masyarakat Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok.
Informan dalam
penelitian ini adalah penghulu dan pemuka adat yang ada di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Peneliti mengetahui penghulu tersebut berdasarkan informasi dari Bapak Wali Nagari Koto Baru. Informan penelitian ini adalah sebanyak 6 orang karena penghulu suku yang ada di Nagari Koto Baru berjumlah 6 orang karena suku yang ada di Nagari Koto Baru berjumlah 6 suku yaitu
pagacancang, patapang, melayu, kutianyie, piliang dan supanjang.
C. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Ungkapan Kiasan
Sesuai dengan rancangan penelitian, mulai tanggal 5 Agustus 2013 sampai 25 Agustus 2013 dilaksanakan pengumpulan ungkapan kiasan. Ungkapan kiasan yang diperoleh dengan melakukan wawancara dengan
masyarakat dan pemuka masyarakat. Informan dalam penelitian ini berjumlah 4 orang
pangulu dan 2 orang masyarakat
yang mengerti dan paham mengenai ungkapan kiasan.
Ungkapan kiasan yang peneliti temukan di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok selama melakukan penelitian berjumlah 85 ungkapan kiasan, tetapi setelah dianalisis terdapat beberapa ungkapan kiasan yang sama dari informan yang berbeda. Jumlah ungkapan kiasan tersebut setelah dianalisis, yaitu 60 ungkapan kiasan. Dalam menentukan makna yang terkandung dalam ungkapan kiasan ini, informan memberikan langsung pada peneliti tentang makna tersirat yang ingin disampaikan melalui penyampaian ungkapan kiasan tersebut. Makna ungkapan kiasan merupakan oposisi dari arti yang sebenarnya atau bukan makna yang sebenarnya tetapi ada maksud tersirat dari ungkapan kiasan yang disampaikan
tersebut, dengan tujuan supaya penerima ungkapan kiasan tidak merasa tersinggung.
Berdasarkan ungkapan kiasan yang terkumpul selama penelitian, ditemukan 60 ungkapan kiasan. Ungkapan kiasan yang disampaikan oleh masing-masing informan dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 1. Jumlah Ungkapan kiasan yang Disampaikan Informan
No Nama Suku Ungkapan Jumlah kiasan
1 Yandri, Datuak
Putiah Pagacancang 10 ungkapan kiasan 2 Yanuardi, Datuak Sampono Kayo Piliang 10 ungkapan kiasan 3 Syafrino, Datuak Rajo Magek Melayu 8 ungkapan kiasan 4 Yasverni, Datuak Rajo Pangeran Kutianyia 8 ungkapan kiasan 5 Safriadi,
Datuak Tanbasa Patapang 8 ungkapan kiasan 6 Anwar, Datuak
Marajo Supanjang 8 ungkapan kiasan Setelah data terkumpul, peneliti mentranskripsikan data dalam bentuk rekaman ke dalam bentuk tulis. Peneliti kemudian memilih data hasil rekaman ungkapan kiasan. Jumlah seluruh ungkapan kiasan yang
disampaikan oleh informan adalah 85 ungkapan kiasan, tetapi setelah dianalisis terdapat beberapa ungkapan kiasan yang sama dari informan yang berbeda. Jumlah ungkapan kiasan tersebut setelah dianalisis, yaitu 60 ungkapan kiasan.
2. Analisis Data
1. Bentuk Ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dianalisis 60 ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Analisis data digunakan untuk mengetahui bentuk ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok. Bentuk ungkapan kiasan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi kata, frase, klausa dan kalimat. Setelah semua data terkumpul, peneliti menganalisis sebanyak 60 ungkapan kiasan dan dikelompokkan berdasarkan
bentuknya yaitu kata, frase, klausa dan kalimat. Dari 60 ungkapan kiasan peneliti hanya menemukan bentuk ungkapan kiasan berupa kalimat. Tidak ada satupun ungkapan kiasan yang berbentuk kata, frase, dan klausa. Ungkapan kiasan 1 jan sarupo rantiang anyuk ‘janganlah seperti ranting hanyut’ Ungkapan kiasan 1 di atas adalah berupa kalimat. Maksudnya adalah apabila melakukan perjalanan jangan suka berhenti ditempat-tempat yang bukan tujuan utama Ungkapan kiasan tersebut berupa kalimat larangan.
2. Makna Ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru
Hubungan antara ungkapan kiasan dengan maknanya bersifat arbitrer, oleh sebab itu dalam pertuturan sehari-hari makna sebuah kata, frase dan kalimat dapat dianalisis berdasarkan sifat
instrinsik kata tersebut, hubungan dengan benda yang unik dan tidak dapat dianalisis, makna dalam kamus, konotasi kata, suatu efektifitas yang diproyeksikan pada suatu objek, suatu peristiwa yang dimaksud, tempat sesuatu di dalam sistem, pengunaan lambang dengan apa yang dirujuk, kepercayaan menggunakan lambang sesuai dengan apa yang dimaksud, tafsiran lambang.
Makna yang dianalisis dalam ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok adalah makna leksikal dan makna gramatikal.
Makna leksikal adalah makna leksikon atau leksem atau kata yang berdiri sendiri, tidak berada dalam konteks, atau terlepas dari konteks. Makna leksikal adalah makna lambang kebahasaan yang masih bersifat dasar, yakni belum mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain (Aminunuddin 1988: 87). Makna gramatikal adalah makna yang
muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat. Selain itu makna gramatikal juga disebut makna yang timbul karena peristiwa gramatikal (Hardiyanto, 2008: 21). Makna gramatikal ada jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan kompossisi.
Ungkapan kiasan 1
jan sarupo rantiang anyuk ‘janganlah seperti ranting hanyut’ Maksudnya adalah apabila melakukan perjalanan jangan suka berhenti ditempat-tempat yang bukan tujuan utama Makna dari ranting adalah bagian cabang yang kecil-kecil, dan makna hanyut adalah terbawa oleh arus. Jadi makna leksikal dari ungkapan kiasan ini adalah cabang kayu yang terbawa oleh arus. Apabila dianalisis secara gramatikal maksud dari penutur menyampaikan ungkapan kiasan
ini adalah untuk menyatakan kekesalan karena seseorang yang selalu singgah dimana saja. Ungkapan kiasan ini dikiaskan pada seseorang yang mau pergi ke suatu tempat, tetapi diperjalanan ia berhenti di setiap tempat yang dilaluinya. Akibatnya membutuhkan waktu yang lama untuk sampai ke tujuannya. Orang yang suka berbual-bual menghabiskan waktu.
3. Pembahasan
Berdasarkan deskripsi data dan analisis data diketahui bahwa ungkapan kiasan masyarakat Minangkabau dikenagarian Koto Baru berbentuk kalimat karena ungkapan kiasan tersebut digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakat untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Makna yang terkandung dalam Makna Kiasan
dalam Ungkapan Kiasan
Minangkabau dikenagarian Koto
Baru Kecamatan Kubung
Kabupaten Solok. Seluruhnya
mengandung makna gramatikal
yaitu makna yang yang muncul sebagai akibat berfungsinya kata dalam kalimat, jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan kompossisi. Misalnya JHa sarupo rantiang anyuik,makna ranting adalah bagian cabang yang kecil-kecil, dan makna hanyut adalah terbawa arus. Jadi makna leksikal dalam kiasan ini adalah cabang kayu yang terbawa arus. Jika dianalisis secara gramatikal penutur menyampaikan ungkapan kiasan ini untuk menyatakan kekesalan karena seseorang yang singgah dimana saja. Ungkapan kiasan ini dikiaskan pada seseorang yang mau pergi ke suatu tempat, tetapi di perjalanan ia berhenti disetiap tempat yang dilaluinya.
D. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan tentang ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok sebagai berikut:
1. Bentuk ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok berjumlah 60 ungkapan, seluruh ungkapan kiasan tersebut berupa kalimat 2. Makna yang terkandung
dalam ungkapan kiasan Minangkabau di Kenagarian Koto Baru Kecamatan Kubung Kabupaten Solok adalah makna yang tidak sesungguhnya dari ungkapan tersebut. ungkapan kiasan mengandung makna yang bukan sebenarnya tetapi ada maksud tersirat dari ungkapan yang disampaikan tersebut, dengan tujuan supaya penerima ungkapan tidak merasa tersinggung E. DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2008. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Badudu, J.S. 1983. Semantik.
Bandung: Penerbit TB Pustaka Prima.
Bertens, K. 2002. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Chaer, Abdul. 2009. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi ke Empat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Djajasudarma, F. (2008). Semantik 1
Pengantar ke Arah Ilmu Makna. Bandung: PT. Refika
Aditama
Hasbullah. 1996. Dasar-Dasar Ilmu
pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Idris, Zahara. 1987. Dasar-dasar
Kependidikan I. Padang:
Angkasa Raya.
Keraf, Gorys. 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Manaf, Ngusman Abdul. 2008.
Semantik: Teori dan
Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina
Offset.
Moleong J. Lexy . 2009. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang
Jadi Guru. Jakarta: Pustaka
Grafitipers.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori
Pengkajian Fiksi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press. Pateda, Mansoer. 2001. Semantik
Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Ramlan, M. 1983. Sintaksis: Ilmu
Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
CV. Karyono
Risni, Nadia. 2000. Ungkapan Makian dalam Bahasa Minangkabau di Nagari Kurai Taji Pariaman Selatan. Skripsi. Padang: UNP.
Semi, M. Atar. 1993. Metode
Penelitian Sastra. Bandung:
Angkasa Raya.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Ullman, Sthepen. 2007. Pengantar
Semantik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Yuhelnida, Yeti. 2008. Ungkapan Kepercayaan Rakyat dalam Kehidupan Masyarakat di Ranah Pesisir. Skripsi. Padang: UNP.