• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KONDISI TERUMBU KARANG DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. KONDISI TERUMBU KARANG DAN KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

4.1. Kondisi Terumbu Karang

Secara umum hasil yang diperoleh dari 17 lokasi yang diamati memperlihatkan hasil yang berbeda. Persentase penutupan karang batu yang terdiri dari hard coral (Acropora) dan hard coral (non-Acropora) merupakan acuan dalam menentukan kondisi terumbu karang. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka terumbu karang di lokasi studi dengan persentase penutupan karang batu yang terdiri dari bentuk hidup hard coral (Acropora) dan hard coral (non-Acropora) adalah sebagai berikut: Lirang 41.77% termasuk kategori sedang; Nusu 49.98% kategori sedang; Kareko kategori 87.83% kategori baik sekali; Binuang 32.39% kategori sedang; Pintu Kota 44.15% kategori sedang; Batuwoka 44.65% kategori sedang; Mawali 11.50% tergolong sebagai kondisi buruk; Papusungan 11.34% tergolong sebagai kondisi buruk; Batulubang 8.57% kategori buruk; Paudean 43.20% kategori sedang; Pasir panjang 32.01% kategori sedang; Kasawari 29.32% kategori sedang; Makawidey 49.56% kategori sedang; Tandurusa 27.71% kategori sedang; Aertembaga 0% tergolong sebagai kondisi buruk; Manembo-Nembo 12.06% kategori buruk; dan Tanjung Merah 43.2% kategori sedang. Pembagian kategori tersebut mengacu pada : 0-24,9% maka tergolong sebagai kondisi buruk, 25-49,9% adalah sedang; 50-74,9% baik; dan 75-100% adalah baik sekali (Gomes dan Yap, 1998).

Terumbu karang tidak ditemukan di lokasi Aertembaga, dimana pada lokasi tersebut terdapat aktifitas pelabuhan, baik pelabuhan perikanan, pelabuhan domestik dan pelabuhan container, serta merupakan daerah padat industri. Komunitas karang di Papusungan dan Manembo-Nembo mengalami degradasi kearah kepunahan. Pada saat sekarang komunitas karang di kedua lokasi tersebut sudah tidak dapat dikatakan sebagai terumbu karang lagi karena rendahnya presentasi tutupan karang hidup dan jarangnya pertumbuhan karang.

Persentase penutupan karang hidup yang termasuk kategori baik sekali hanya dapat dijumpai di Kareko yang letaknya di sebelah utara Selat Lembeh. Degradasi karang terus berlanjut hingga saat ini, khususnya di daerah Pesisir Bitung dan daerah Pulau Lembeh yang berdekatan dengan zona pelabuhan dan

(2)

industri. Terumbu karang di wilayah Pesisir Bitung menunjukkan semakin rendah persentase tutupan, menurunnya jumlah koloni dan diameter rata-rata koloni serta berkurangnya jumlah jenis karang. Pada wilayah tersebut banyak ditemukan koloni dengan ukuran yang kecil (<10 cm). Hal ini mungkin dapat dikatakan sebagai komunitas karang muda yang sedang mengalami regenerasi, akan tetapi jika dibandingkan dengan lokasi yang lebih ke utara Selat Lembeh ternyata jumlah koloni dengan ukuran kecil masih lebih mudah. Regenerasi dan suksesi berjalan sangat lambat karena jumlah koloni dengan ukuran yang lebih besar sangat sedikit yang berarti banyak terjadinya kematian pada ukuran yang lebih besar. Bak dan Luckhurst (2000) mengamati komunitas karang di Curacao menemukan kematian karang banyak terjadi pada karang yang berukuran lebih besar dari 30 cm dan penyebabnya lebih banyak karena faktor alami.

Penyebab degradasi karang di Selat Lembeh diduga disebabkan karena menurunnya kondisi perairan setempat akibat aktivitas industri, aktivitas pelabuhan dan aktivitas manusia. Penurunan kecerahan air oleh adanya sedimentasi terutama pada saat musim hujan. BPS Kota Bitung (2005), melaporkan bahwa DAS yang bermuara di Selat Lembeh yaitu Girian, Sagerat, Tanjung Merah, Tewaan, dan Rinondoran. Penurunan tingkat kecerahan juga membawa akibat penurunan kedalaman maksimal dimana karang masih dapat hidup dan menurunnya kecepatan tumbuh karang (Scoffin, 1996). Penelitian tentang kondisi terumbu karang di selat Lembeh ditemukan 47 genera karang batu. Berdasarkan lokasi pengamatan, Kareko memperlihatkan jumlah genera terbanyak yaitu 41 genera dan terendah di lokasi Aertembaga (Gambar 8). Penelitian serupa juga dilaporkan oleh Pratasik et al. (2003), menemukan sekitar 43 genera karang batu di Selat Lembeh.

(3)

-10 0 10 20 30 40 50 Li ra ng Nu s u Ka re k o Bin u a n g P int u K ot a Ba tu w o k a Ma w a li P a pus unga n B a tul u ba ng P a ude a n P s . pa nj a ng Ka s a w a ri M a kaw id e y Ta ndur us a A e rt e m ba ga Man e m b o T j. M er ah Lokasi Ju m la h Ge n e ra

Gambar 8. Jumlah genera karang batu di Selat Lembeh

Pratasik et al., (2003), melaporkan bahwa genus Montipora mendominasi

jumlah koloni sebanyak 116 koloni, diikuti oleh Acropora 97 koloni, Porites 72 koloni, Fungia 46 koloni dan Pectinia sebanyak 42 koloni (Gambar 9). Hasil ini menunjukan bahwa perairan Selat Lembeh mempunyai karakteristik perairan yang relatif tidak terlalu jernih dengan visibility rata-rata berkisar antara 10-15 m. Genus Montipora dan Porites dikenal sebagai genera yang lebih eksis pada perairan yang relatif keruh dengan daya adaptasi yang tinggi untuk daerah-daerah

bervisibility rendah seperti daerah rataan terumbu yang merupakan daerah

terumbu yang dominan di perairan Selat Lembeh, sedangkan Fungia merupakan genus karang batu yang lebih memilih substrat pasir sebagai habitat utamanya.

-50 0 50 100 150 200 Mo nti po ra Acr op ora Po rite s Fu ng ia Pe ctin ia Genera J u m la h K o lo n i

(4)

0 20 40 60 80 100 120 Li ran g Nus u Ka re k o B inuan g P int u K ot a B a tuwo k a M awa li P apu s ung an B at ul uban g P aude an P s . pan ja ng K a s awa ri Ma k a w id e y T and ur u s a A e rt em bag a M ane m bo Tj .M e ra h Lokasi % P e nut upa n K a ra ng

Acropora Non-Acropora Dead-Coral Algae Other Fauna Abiotic

Gambar 10. Persentase tutupan dari kategori benthic lifeforms di Selat Lembeh Gambar 10 di atas memperlihatkan hasil analisis dari Line Intercept

Transect (LIT) untuk kategori benthic lifeform dari karang batu, Acropora dan

non-Acropora, dead coral, algae, other fauna, dan abiotik di lokasi studi. Nilai-nilai dari kategori tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan kategori penilaian Yap dan Gomez (1984), penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi terumbu karang di selat Lembeh umumnya cukup baik dengan rata-rata persentase tutupan karang hidup berkisar 35,28%. Persentase tutupan karang tertinggi diperoleh di lokasi Kareko sebesar 87,83%, dan terendah ditemukan di lokasi Aertembaga dengan presentase tutupan 0,00% (Gambar 11).

-20.00 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 Li ra ng Nu s u Ka re k o B inua ng Pin tu Ko ta Ba tu w o k a Ma w a li P apu s ung an B at u luba ng P aude an P s .P anj a ng Ka s a w a ri Ma k a w id e y T and urus a A e rt e m ba ga M anem bo Tj .M e ra h Lokasi % P e nut upa n K a ra ng

(5)

Pada Lampiran 2 dan 3 dapat dilihat peta sebaran persentase tutupan karang di pesisir Bitung dan peta sebaran persentase tutupan karang di Pulau Lembeh.

4.2. Karakteristik Lingkungan Perairan

Karakteristik lingkungan perairan berperan penting bagi seluruh organisme perairan untuk menunjang proses kehidupannya. Dalam studi ini pengamatan karakteristik lingkungan perairan dilakukan dengan tujuan untuk menentukan

present status kondisi perairan Selat Lembeh. Terdapat 17 stasiun pengamatan

yang ditentukan dengan alat bantu GPS (Global Positioning System). Hasil pengamatan karakteristik lingkungan perairan dapat dilihat pada Lampiran 4. Untuk mengkaji karakteristik lingkungan perairan dianalisis dengan menggunakan Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis/PCA) (Legendre dan Legendre, 1983; Ludwig dan Reynolds, 1988); (Bengen, 2000). Lebih lanjut Bengen (2000), menyatakan bahwa PCA dapat digunakan untuk memperoleh hubungan antara parameter biofisik sekaligus mendeterminasi pengelompokan stasiun berdasarkan parameter biofisik. Adapun matrik korelasi parameter kondisi perairan Selat Lembeh disajikan pada Tabel 8 berikut.

Hasil Analisis matriks korelasi data karakteristik lingkungan perairan di kawasan Selat Lembeh memperlihatkan bahwa ragam pada komponen utama dari tiga sumbu adalah tinggi, yaitu 73,144% (Tabel 9). Dengan demikian berarti ketiga komponen utama sudah dapat menjelaskan sekitar 73,144% dari seluruh informasi yang terkandung dalam parameter. Gambar 12 dan 13 menjelaskan bahwa stasiun Tandurusa dan Papusungan dicirikan oleh parameter pH, kekeruhan, BOD5, dan nitrat yang tinggi. Keasaman (pH) suatu perairan

merupakan salah satu parameter kimia yang cukup penting dalam memantau kualitas perairan. Pada umumnya pH air laut nilainya relatif stabil, dengan kisaran antara 7,5 – 8,4. Perubahan nilainya sangat berpengaruh terhadap proses kimia maupun biologis dari jasad hidup yang berada dalam perairan tersebut (Pescod, 1978) dalam (Susana, 2005). Hasil pengamatan pH di perairan Selat Lembeh menunjukkan variasi yang normal untuk perairan pantai (Lampiran 4). Batas toleransi organisme akuatik terhadap nilai pH bervariasi, tergantung pada suhu air laut, konsentrasi oksigen terlarut serta adanya anion dan kation. (Pescod, 1978)

(6)

dalam (Susana, 2005), memberikan batasan nilai pH yang ideal bagi kehidupan

biota laut yaitu berkisar antara 6,5 – 8,5. Alaert & Santika (1987), menyatakan bahwa kekeruhan perairan berasal dari partikel-partikel run-off, aliran sungai, buangan industri dan rumah tangga. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen. Hasil pengukuran kekeruhan diperairan Selat Lembeh berkisar antara 0,12 – 1,51 ntu (Lampiran 4). Stasiun Tandurusa dan Papusungan dicirikan oleh parameter kekeruhan, hal tersebut diduga bahwa pada lokasi tersebut telah terjadi masukan zat-zat/bahan-bahan yang dapat menurunkan kualitas perairan. Namun demikian kadar kekeruhan tersebut masih di bawah baku mutu yang ditetapkan oleh Kepmen KLH/51/2004 yakni 5 ntu. Menurut Monoarfa (2002), BOD adalah jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegrdasi bahan organik secara biokimia, juga dapat diartikan sebagai ukuran bahan yang dapat dioksidasi melalui proses biokimia. Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan BOD adalah untuk menentukan pencemaran air akibat limbah domestik atau limbah industri. Kandungan BOD5 memperlihatkan nilai yang cukup bervariasi selama

pengamatan, nilainya berkisar antara 1,10 – 3,80 mg/l (Lampiran 4). Lokasi/stasiun Tandurusa memiliki kandungan BOD5 sebesar 2,52 mg/l dan

Papusungan 3,80 mg/l. Menurut Effendi (2000), Nitrogen di dalam perairan dapat berupa nitrogen anorganik maupun organik. Nirogen organik terdiri dari bentuk ammonia (NH3), ammonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) serta

molekul-molekul nitrogen (N2) berupa gas. Sementara itu nitrogen organik adalah berupa

protein, asam amino dan urea. Di dalam perairan, bentuk-bentuk tersebut akan selalu mengalami perubahan bentuk atau dikenal dengan siklus nitrogen. Nitrat merupakan komponen nitrogen yang sangat penting bagi proses-proses biologis di laut antara lain dalam fotosintesis organisme autotrof. Kandungan nitrat diperairan dapat dijadikan sebagai indikator tingkat kesuburan perairan. Menurut Wetzel (1975), perairan dikatakan dalam kondisi oligotrofik bila kandungan nitratnya antara 0 – 1 mg/l, mesotrofik antara 1 – 5 mg/l, dan eutrofik berkisar antara 5 – 50 mg/l. Hasil pengukuran terhadap kandungan nitrat di lokasi penelitian memperlihatkan nilai yang cukup bervariasi antar stasiun, yaitu berkisar antara

(7)

0,011 – 0,078 mg/l. Stasiun Tandurusa memiliki nilai 0,078 mg/l dan Papusungan dengan nilai 0,042 mg/l.

Stasiun Pasir Panjang, Paudean, Tanjung Merah, Batulubang, Makawidey, Kareko, dan Mawali dicirikan oleh parameter substrat, salinitas, ammonia, dan kecepatan arus yang tinggi. Menurut Brower dan Zar (1997), tekstur substrat terdiri atas campuran pasir, lumpur dan liat. Tidak ada substrat yang terdiri atas satu fraksi saja. Menurut Blott dan Pye (2001), berdasarkan diameter butirannya, maka sedimen dibagi atas beberapa kelas yaitu batuan besar (boulder), kerikil (gravel), pasir (sand), lumpur (silt) dan liat (clay). Hasil pengamatan substrat di lokasi penelitian bervariasi, yaitu Pasir berlumpur; karang berpasir dan pasir. Lebih lanjut Blott dan Pye (2001), menyatakan bahwa perbedaan dalam komposisi sedimen dan distribusi butirannya disebabkan oleh perbedaan energi gelombang dan arus yang terjadi antar lokasi penelitian, selain sumber sedimennya. Hasil pengamatan substrat di Selat Lembeh menunjukkan bahwa stasiun bagian utara dan selatan memiliki substrat lebih kasar dibandingkan dengan stasiun di bagian tengah Selat Lembeh, hal ini disebabkan oleh lebih besarnya energi gelombang dan kecepatan arus-nya. Hasil pengukuran salinitas di lokasi tersebut adalah masing-masing berkisar 32,6 0/00, 32,6 0/00, 32,5 0/00, 32,6 0/00, 32,4 0/00, 32,4 0/00,

32,6 0/00, 32,4 0/00, dan 32,5 0/00. Menurut Hutabarat dan Evans (1986), salinitas

akan turun secara tajam akibat oleh besarnya curah hujan. Lebih lanjut Nontji (2003), salinitas di lautan pada umumnya berkisar antara 33 0/00 – 37 0/00. Untuk

daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34 0/00 (Romimohtarto dan Juwana,

1999), sedangkan untuk laut terbuka umumnya salinitas berkisar antara 33-37 0/00

dengan rata-rata 35 0/00. Salinitas ini juga masih baik untuk kehidupan organisme

laut, khususnya ikan. Ammonia (NH3-N) merupakan senyawa nitrogen yang pada kadar tinggi bersifat racun terhadap organisme perairan. Sumber ammonia pada air permukaan adalah air seni dan tinja, dan juga hasil oksidasi senyawa organik secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau limbah industri dan domestik. Kadar ammonia yang tinggi dapat menimbulkan pencemaran dan membahayakan kehidupan biota laut. Hasil pengukuran kadar ammonia di stasiun Pasir Panjang, Paudean, Tanjung Merah, Batulubang, Makawidey, Kareko, dan Mawali, masing-masing 0,042 mg/l, 0,025 mg/l, 0,062 mg/l, 0,041 mg/l, 0,054

(8)

mg/l, 0,045 mg/l, 0,052 mg/l, 0,032 mg/l,, dan 0,047 mg/l. Kadar ini lebih rendah dari Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh KMNLH (2004) untuk biota laut yakni sebesar 0,3 mg/l.

Stasiun Kasawari, Lirang, Binuang, Nusu, Pintu Kota, dan Batuwoka dicirikan oleh parameter suhu, kecerahan, dan kedalaman yang tinggi, sedangkan lokasi Aertembaga dan Manembo-Nembo dicirikan oleh parameter COD dan fosfat yang tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa lokasi studi yang menerima limpahan air dari aliran sungai dan menerima limbah dari aktifitas industri dan pelabuhan sangat mempengaruhi parameter karakteristik lingkungan perairan. BPS Kota Bitung (2005), melaporkan bahwa terdapat 5 (lima) buah sungai utama yang bermuara ke Selat Lembeh, yaitu Sungai Girian, Sagerat, Tanjung Merah, Tewaan dan Rinondoran. Sungai-sungai ini mengalir sepanjang tahun, anak sungai yang berada disekitarnya bersifat sungai tadah hujan.

Pengukuran kondisi perairan Selat Lembeh yang dilakukan oleh Manengkey et al., (2005), menyimpulkan bahwa kondisi perairan wilayah Bitung Timur lebih banyak mendapat tekanan dari aktifitas industri dan aktifitas pelabuhan sehingga menyebabkan beberapa parameter seperti DO, TDS dan TSS cukup tinggi, namun demikian kondisi tersebut masih di bawah baku mutu. Pada dasarnya baku mutu air laut sesuai dengan peruntukannya, yakni: kategori air laut untuk wisata mandi, renang dan selam, untuk budidaya laut, untuk konservasi, untuk bahan baku industri, dan untuk keperluan umum.

Hasil pengukuran suhu diperairan Selat Lembeh berkisar antara 27,50C - 28,40C (Lampiran 4). Stasiun Kasawari memiliki suhu perairan sekitar 28,40C , Lirang 28.10C, Binuang 28.40C, Nusu 27.90C, Pintu Kota 27.90C, dan Batuwoka dengan nilai suhu peraoran sekitar 28.30C. Menurut Ilahude dan Liasaputra (1980), suhu dipermukaan laut yang normal berkisar antara 25,6-32,30C dan antara 20-300C (Nybakken, 1988. Menurut Mulyanto (1992) suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25-320C. Sebaran rata-rata salinitas permukaan untuk semua lokasi/stasiun pengamatan secara umum tidak menunjukkan perubahan yang besar. Sebaran salinitas berkisar antara 32,0-32,6

0

/00 (Lampiran 4). Cahaya dapat berubah dengan lintang dari variasi musiman

(9)

simbionnya sebagaimanan ketergantungannya terhadap kedalaman perairan (Campbell dan Aarup, 1989). Pengaruh keberadaan cahaya terhadap distribusi karang pada berbagai kedalaman dan lintang kemungkinan mempunyai perbedaan yang kecil pada kecerahan perairan, suhu, pertumbuhan musiman mikroalga, kebutuhan cahaya zooxanthellae dan mekanisme foto adaptasi. Di wilayah yang berbeda letak lintangnya, misalnya di Izu Jepang (350 LU) dan Pulau Lord Howe (31,50 LS) serta Kepulauan Houtman Abrolhos (28,50 LS), karang secara reguler ditemukan pada perairan jernih sampai kedalaman 30 m dan kadang juga ditemukan di kedalaman 40 m dimana suatu substrat horizontal yang sesuai tersedia. Hasil pengukuran rara-rata kedalaman di lokasi penelitian berkisar antara 10 – 15 meter.

Tabel 9. Akar ciri dan persentase konstribusi setiap sumbu faktorial terhadap total variansi

F1 F2 F3

Akar Ciri 6.442 2.097 1.701

% variance 46.018 14.977 12.150

(10)

Variables (axes F1 and F2: 60.99 %) Suhu Sal. pH DO B OD5 Keruh COD A mmo nia Fo sfat Nitrat Kecerahan Kedalaman A rus Substrat -1 -0.5 0 0.5 1 -1 -0.5 0 0.5 1 - - a xis F 1 ( 4 6 .0 2 %) - - >

Observations (axis F1 and F2: 60.99 %)

Lirang Nusu Kareko B inuang P intu Ko ta B atuwo ka M awali P apusungan B atulubang P audean P asir panjang Kasawari M akawidey Tandurusa A ertembaga M anembo Tj.M erah -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 - - a xis F 1 ( 4 6 .0 2 %) - - >

Gambar 12. Grafik analisis komponen utama parameter fisika-kimia perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama kedua (F2): A : Lingkaran korelasi antar parameter, dan B : Penyebaran lokasi pengamatan

(11)

Variables (axes F1 and F3: 58.17 %) Suhu Sal. pH DO B OD5 Keruh COD

A mmo nia Fo sfat

Nitrat Kecerahan Kedalaman A rus Substrat -1 -0.5 0 0.5 1 -1 -0.5 0 0.5 1 - - a xis F 1 ( 4 6 .0 2 %) - - >

Observations (axis F1 and F3: 58.17 %)

Tj.M erah M anembo A ertembaga Tandurusa M akawidey Kasawari P asir panjang P audean B atulubang P apusungan M awali B atuwo ka P intu Ko ta B inuang Kareko Nusu Lirang -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 -8 -6 -4 -2 0 2 4 6 8 - - a xis F 1 ( 4 6 .0 2 %) - - >

Gambar 13. Grafik analisis komponen utama parameter kondisi perairan antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen uatama kedua (F3): A : Lingkaran korelasi antar parameter, dan B : Penyebaran lokasi pengamatan

(12)

4.3. Keterkaitan Karakteristik Lingkungan Perairan dengan Penutupan Karang

Terumbu karang sangat sensitif terhadap bahan pencemar yang dihasilkan dari kegiatan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Perairan Selat Lembeh menampung berbagai bahan pencemar limbah kota Bitung. Limbah tersebut berupa buangan industri, aktifitas pelabuhan, buangan rumah tangga, dan sedimentasi, bahan pencemar ini dibawa ke perairan Selat Lembeh. Berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh para pakar menunjukkan adanya pengaruh buruk bahan pencemar terhadap komunitas karang, seperti pengaruh minyak bumi terhadap karang (Loya dan Rinkevich, 2000, Peter et al., 2001), limbah rumah tangga (Dollar, 2001) pengaruh limbah panas (Jokiel dan Coles, 2000, Suharsono dan Brown, 1990), pengaruh sedimentasi (Chansang et al., 2001, Dollar dan Grigg, 2001, Yamazato, 1996, pengaruh logam berat (Harland, 1989) dalam Suharsono 1994.

Distribusi persentase tutupan dari kategori benthic lifeforms karang batu,

Acropora, non-Acropora, dead coral, algae, other fauna, dan abiotik pada setiap

stasiun dan keterkaitannya dengan karakteristik lingkungan perairan dikaji dengan menggunakan Analisis Faktor Koresponden (Correspondence Analysis/CA). Kategori benthic lifeforms yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan Acropora, non-Acropora, dead coral, algae, other fauna, dan abiotik merupakan baris dalam matriks data yang digunakan dalan AFK. Sedangkan kolom dalam matriks data adalah stasiun pengamatan.

Berdasarkan hasil Analisis Faktorial Koresponden (CA) memperihatkan informasi utama sebaran dari kategori benthic lifeforms pada setiap lokasi pengamatan, bahwa penyebaran lifeforms terpusat pada 3 sumbu faktor utama (F1, F2 dan F3) yang masing-masing sumbu mampu menjelaskan sebesar 38,99 %, 28,86 % dan 15,14 % dari ragam total (Tabel 10).

(13)

Tabel 10. Akar ciri dan kontribusi inersi total pada 3 sumbu utama faktorial

F1 F2 F3

Akar Ciri 0.344 0.254 0.134

Kontribusi Inersi Total 38.997 28.864 15.143

Cumulative % 38.997 67.861 83.004

Dengan menggunakan Analisis Faktor Koresponden (CA), maka Sumbu Utama Faktorial yang dikaji untuk mendapatkan informasi adalah 3 (tiga) sumbu faktor utama. Hal ini ditentukan berdasarkan pertimbangan bahwa dengan mengambil 3 (tiga) sumbu faktor tersebut (F1, F2 dan F3), maka sudah dapat merepresentasikan 83,00% dari variabel total atau sebaran kategori benthic

lifeforms pada setiap stasiun pengamatan. Hasil analisis yang telah dilakukan

mampu mengelompokkan titik-titik pengamatan beberapa kelompok besar asosiasi atau yang mempunyai keterkaitan antara kategori benthic lifeforms dengan stasiun.

Hasil analisis pada Sumbu Utama Faktorial 1 dan 2 (F1 dan F2) dapat memisahkan 3 (tiga) kelompok asosiasi atau dicirikan oleh kategori benthic

lifeforms dengan stasiun pengamatan. Kelompok I dicirikan oleh alga,

non-Acropora dan dead coral yang tinggi dan berasosiasi dengan stasiun Binuang, Kasawari, dan Makawidey yang memiliki parameter kedalaman, kecerahan, suhu, kecepatan arus yang tinggi. Kelompok II terdiri dari lokasi Papusungan, Manembo-Nembo, Tandurusa dan Aertembaga yang dicirikan oleh abiotik yang tinggi. Sedangkan kelompok III adalah Acropora dan other fauna yang berasosiasi dengan lokasi Pintu Kota, Batuwoka, Nusu, Lirang, Mawali, Batulubang, Paudean, Pasir Panjang, Kareko dan Tanjung Merah yang memiliki parameter substrat, ammonia dan salinitas yang tinggi (Gambar 14).

(14)

Symmetric Plot (axes F1 and F2: 67.86 %) Tj.M erah M an A ertembaga Tandur M akawidey Kasawari P s. pa Do rbo laang P ancuran P o so kan M o tto P audean B atulubang M awali B atuwo ka P intu Ko ta B inuang Kareko Nusu Lirang Other Fauna A lgae Dead-Co ral No n-A cro po ra A cro po ra -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 - - a xis F 1 ( 3 9 .0 0 %) - - > embo usa njang P apusungan A bio tic

Gambar 14. Analisis Faktorial Koresponden lokasi dengan kategori benthic

lifeforms pada Sumbu Utama Faktorial 1 dan 2 (F1 dan F2).

Hasil asosiasi tersebut menujukkan bahwa kategori benthic lifeforms pada kelompok yang sama mempunyai kemiripan dan dapat digunakan sebagai pencirian stasiun. Dengan demikian asosiasi dari ketiga kelompok ini, menujukkan hubungan keeratan antara lifeforms dengan karakteristik lingkungan perairan. Hasil asosiasi pada masing-masing lokasi ini menunjukkan keeratan hubungan antara lifeforms pada beberapa stasiun.

Symmetric Plot (axes F1 and F3: 54.14 %)

Tj.M erah M anembo A ertembaga Tandurusa M akawidey Kasawari P s. panjang Do rbo laang P ancuran P o so kan M o tto P audean B atulubang P apusungan M awali B atuwo ka P intu Ko ta B inuang Kareko Nusu Lirang A bio tic Other Fauna A lgae Dead-Co ral No n-A cro po ra A cro po ra -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 - - a xis F 1 ( 3 9 .0 0 %) - - >

Gambar 15. Analisis Faktorial Koresponden lokasi dengan kategori benthic

(15)

Hasi Analisis pada Sumbu Utama Faktorial 1 dan 3 (F1 dan F3) dapat memisahkan 2 (dua) kelompok asosiasi atau dicirikan oleh kategori benthic

lifeforms dengan stasiun pengamatan. Kelompok I terdiri dari Abiotik yang

berasosiasi dengan lokasi Papusungan, Aertembaga, Manembo-Nembo dan Tandurusa yang memiliki parameter pH, BOD5, Kecerahan, COD, fosfat dan nitrat yang tinggi. Hasil studi ini memperkuat hasil penelitian Suharsono dan Yosephine (1994), menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara persentase tutupan karang hidup dengan kecerahan air di 27 pulau di Kepulauan Seribu. Semakin rendah transparasi air semakin kecil pula persentase tutupan karang hidup. Terlihat ada korelasi negatif antara pertumbuhan karang Porites lutea dan kecerahan air (r2=0,2;P<0,02). Scoffin (1996), menyatakan bahwa semakin tinggi kekeruhan air semakin lambat pertumbuhan karang. Lebih lanjut, Anderson et al. (2004), menyatakan bahwa peran nutrient N, P, C, Fe yang berasal dari bahan organik dan anorganik dari perairan laut akan berperan penting dalam pengkayaan nutrien laut dan berpengaruh nyata terhadap keberadaan bakteri laut (Atlas, 1993). Masuknya sedimentasi dan nutrien yang dibawa oleh aliran sungai juga menyebabkan terjadinya pengayaan nutrien di Selat Lembeh. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan meningkatnya kadar fosfat dan nitrat di Selat Lembeh, khususnya di kawasan Pesisir Bitung. Akibat adanya pengayaan nutrien menyebabkan terjadinya ledakan populasi algae. Konsentrasi nitrat yang tinggi di perairan diperkirakan mempunyai efek yang cukup nyata bagi kehidupan terutama dalam menentukan struktur dan komposisi organisme penyusunnya. Salah satu penyebabnya adalah bahwa hewan karang memerlukan perairan yang sangat bersih pada habitat yang dihuninya, salah satu aspek paling krusial dari kualitas air tersebut adalah konsentrasi nutrien dalam perairan. Nutrien adalah elemen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan semua mahluk hidup dan bila mereka tidak tersedia dengan cukup, maka organisme tidak akan mampu untuk tumbuh dengan baik. Di perairan pesisir, dua nutrien utama yaitu nitrogen dan fosfor hadir dengan konsentrasi rendah sehingga mereka akan menghalangi pertumbuhan yang penuh (full growth).

Terumbu karang adalah ekosistem yang memerlukan nutrien lingkungan dengan konsentrasi rendah, seperti di lautan tropis, dimana tumbuhan dan

(16)

organisme autotrof lainnya seringkali memanfaatkan nitrogen dan fosfor yang tersedia. Kondisi nutrien yang kaya di perairan (perairan eutrofik) akan membahayakan karang dan bahkan mampu membunuh terumbu karang, salah satunya adalah akibat kompetisi antara karang dengan alga yang sudah sangat luas terjadi di sejumlah terumbu karang dengan melibatkan sejumlah interaksi. Pergantian secara luas komunitas karang yang didominasi oleh makroalga sering mengindikasikan adanya gangguan eksternal, tidak hanya akibat kompetisi

overgrowth, namun juga sampai pada penghambatan kompetitif rekruitmen

karang dengan konsekuensi terhalangnya pemulihan terumbu karang. berdasarkan uraian tersebut diduga pemulihan terumbu karang melalui rekruitmen karang di Pesisir Bitung khususnya lokasi/stasiun dekat industri dan pelabuhan akan terhalang akibat tingginya kandungan nutrien di perairan dibandingkan dengan Pulau Lembeh.

Kelompok II terdiri Acropora, non-Acropora, dead coral, algae, dan other

fauna yang berasosiasi dengan lokasi Binuang, Kasawari, Makawidey, Pintu

Kota, Batuwoka, Nusu, Lirang, Mawali, Batulubang, Pancuran, Pasir Panjang, Kareko, dan Tanjung Merah yang memiliki parameter Suhu, Substrat, Ammonia, Kecepatan arus, kekeruhan, kedalaman dan salinitas yang tinggi. Hasil studi ini mendukung pendapat Suharsono dan Yosephine (1994), bahwa terdapat korelasi positif antara kedalaman maksimum karang hidup dengan kecerahan air (r2 = 0,49; P < 0,0004). Kedalaman maksimum karang yang hidup di pulau yang dekat dengan Jakarta lebih dangkal jika dibandingkan dengan pulau-pulau yang lebih jauh dari Jakarta.

Degradasi komunitas karang di Selat Lembeh berhubungan erat dengan penurunan kualitas perairan. Penurunan kualitas perairan ini sebagai dampak negatif aktivitas pertanian di Pulau Lembeh dan aktivitas industri di Pesisir Bitung. Pertambahan penduduk yang sangat pesat dan cepatnya perkembangan industri-industri kecil sampai berskala besar membutuhkan pembukaan lahan baru untuk pemukiman dan industri. Semua ini membawa dampak penambahan bahan buangan dari daerah pembukaan lahan baru, bahan pencemaran dari berbagai industri, pertanian dan buangan rumah tangga yang akhirnya masuk ke perairan Selat Lembeh.

(17)

Hasil asosiasi tersebut menujukkan bahwa kategori benthic lifeforms pada kelompok yang sama mempunyai kemiripan dan dapat digunakan sebagai penciri dari masing-masing stasiun (Gambar 15). Dengan demikian asosiasi dari ke-dua kelompok ini, menunjukkan keeratan hubungan antara kategori benthic lifeforms dengan karakteristik lingkungan perairan pada setiap stasiun. Hasil asosiasi pada masing-masing stasiun menunjukkan keeratan hubungan antara kategori benthic

lifeforms pada beberapa stasiun. D’Elia dan Webb (1977) dalam Mann (1992),

menyatakan bahwa koloni Pocillopora elegans aktif mengambil senyawa nitrat dalam air laut pada siang hari maupun malam hari. Demikian pula dengan ammonia, jumlah pengambilan ammonia dua kali lebih besar dari jumlah pengambilan nitrat. Hal tersebut membuktikan bahwa nitrogen yang diambil oleh

Pocillopora, 2/3 bagian diperoleh dari ammonium dan 1/3 sisanya dari nitrat,

dimana proses ini dilakukan oleh zooxanthellae. Selain nitrat dan ammonium langsung diambil dari air laut sebagian sumber nitrogen, ketersediaan zooplankton dan detritus juga merupakan sumber nitrogen bagi karang dalam jumlah yang kecil, karena sebagian besar nutrient bagi karang diperoleh dari hasil fotosintesis zooxanthellae.

(18)

Parameter Suhu Salinitas pH DO BOD5 Keruh COD Ammonia Fosfat Nitrat Kecerahan Kedalaman Arus Substrat Suhu 1 0.051 -0.385 0.517 -0.647 -0.634 -0.403 0.483 -0.275 -0.395 0.578 0.170 0.211 0.588 Salinitas 0.051 1 0.322 0.264 -0.253 -0.433 -0.584 0.158 -0.545 -0.524 0.148 0.127 0.305 0.072 pH -0.385 0.322 1 -0.130 0.235 0.191 0.039 -0.064 0.004 0.099 -0.125 0.029 -0.211 -0.121 DO 0.517 0.264 -0.130 1 -0.622 -0.657 -0.449 0.489 -0.357 -0.440 0.549 0.155 0.247 0.489 BOD5 -0.647 -0.253 0.235 -0.622 1 0.913 0.591 -0.493 0.487 0.588 -0.727 -0.525 -0.153 -0.714 Keruh -0.634 -0.433 0.191 -0.657 0.913 1 0.585 -0.438 0.478 0.666 -0.771 -0.567 -0.126 -0.473 COD -0.403 -0.584 0.039 -0.449 0.591 0.585 1 -0.622 0.831 0.765 -0.438 -0.267 -0.564 -0.612 Ammonia 0.483 0.158 -0.064 0.489 -0.493 -0.438 -0.622 1 -0.427 -0.341 0.329 0.136 0.524 0.616 Fosfat -0.275 -0.545 0.004 -0.357 0.487 0.478 0.831 -0.427 1 0.488 -0.330 -0.097 -0.495 -0.442 Nitrat -0.395 -0.524 0.099 -0.440 0.588 0.666 0.765 -0.341 0.488 1 -0.561 -0.469 -0.162 -0.480 Kecerahan 0.578 0.148 -0.125 0.549 -0.727 -0.771 -0.438 0.329 -0.330 -0.561 1 0.721 -0.093 0.462 Kedalaman 0.170 0.127 0.029 0.155 -0.525 -0.567 -0.267 0.136 -0.097 -0.469 0.721 1 -0.307 0.148 Arus 0.211 0.305 -0.211 0.247 -0.153 -0.126 -0.564 0.524 -0.495 -0.162 -0.093 -0.307 1 0.259 Substrat 0.588 0.072 -0.121 0.489 -0.714 -0.473 -0.612 0.616 -0.442 -0.480 0.462 0.148 0.259 1 In bold, significant values (except diagonal) at the level of significance alpha=0.050 (two-tailed test)

(19)

Gambar 16. Peta sebaran ekosistem pesisir dan lokasi penyelaman di Selat Lembeh (Mitra Pesisir Sulut, 2005)

(20)
(21)

Gambar

Gambar 9. Dominasi jumlah koloni karang batu di Selat Lembeh
Gambar 10.  Persentase tutupan dari kategori benthic lifeforms di  Selat Lembeh
Tabel 9. Akar ciri dan persentase konstribusi setiap sumbu faktorial terhadap total  variansi
Gambar 12.   Grafik analisis komponen utama parameter fisika-kimia perairan  antara komponen utama pertama (F1) dengan komponen utama  kedua (F2): A : Lingkaran korelasi antar parameter, dan B :  Penyebaran lokasi pengamatan
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan makna asosiatif, yaitu untuk memberi pemahaman mengenai setiap kata ang diucapkan, yang bermakna diluar bahasa atau berhubungan dengan kepercayaan kelompok

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan alat penghitung benih seed counter sebanyak 100 butir benih padi diulang sebanyak delapan kali, kemudian benih ditimbang setiap ulangan

Hal tersebut dapat diketahui dari: Prosedur pelayanan pembuatan paspor yang di atur dalam Peraturan Menteri Hukum dam HAM Nomor 8 Tahun 2014 telah diupayakan

Sebagai anak yang berbudi pekerti baik, mempunyai perilaku sopan santun baik, dalam berbahasa, betindak, bergaul dan belajar di lingkungan masyarakat dan sekolah

Tahun depan proyeksi laba bersih diperkirakan tumbuh 15% dengan tambahan pendapatan dari penjualan listrik yang dimilikinya di Kalimantan Selatan yakni PLTU 2x30 MW menjadi

Dengan pembangunan proyek ini dapat meningkata kapasitas voluem yang akan dimiliki, dimana saat ini perseroan memiliki kapasitas terminal sebesar 180.000

Dengan adanya masalah tersebut maka dilakukan penelitian dengan Metode Heuristik Silver Meal sehingga dapat melakukan perencanaan pengendalian persediaan bahan baku yang

Daya saing perekonomian meningkat melalui peningkatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai potensi daerah