• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI OLEH:"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA

KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI

OLEH: KISWAN STB: 20908029

SKRIPSI

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari.

Judul : Pelaksanaan Tertib Administrasi Pemerintahan Kelurahan Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Di Kelurahan Konda Kecamatan Konda Kabupaten Knawe Selatan)

Nama : HENI SARIPA

No. Stambuk : 20908095

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kendari, Juni 2013 Menyetujui:

Pembimbing I

Drs. Akhyar Abdullah, M.Si

Pembimbing II

Andi Syaiful, S.Sos, M.Si

Mengetahui: Ketua Program Studi

Ilmu Pemerintahan

(3)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA

KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI

OLEH: KISWAN STB:20908029

Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari pada tanggal 20 Juni 2013 untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dengan sebutan S.IP dan hasilnya dinyatakan telah memenuhi syarat dan dinyatakan lulus.

PANITIA UJIAN SKRIPSI

Ketua : Dr. RifaiNur, M.Hum (………...) Sekretaris : Drs. Akhyar Abdullah, M.Si (………...) Anggota : Wahyuddin, S.IP, M.Si (………...)

Kendari, 22 Juni 2013 Mengetahui,

Dekan Fisip UMK

(4)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Kiswan

Stambuk : 20908029

Program Studi : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan jiplakan atau plagiat dari tulisan orang lain.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan atau plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Kendari, Juni 2013 Yang membuat pernyataan

(5)

ABSTRAK

Kiswan (20908029) : Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali, di bawah bimbingan: Dr. Rifai Nur, M.Hum selaku Pembimbing I dan Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia, dan untuk mengetahui berbagai faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi tersebut.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) yang berjumlah 147 KK. Adapun sampel ditetapkan secara acak dan sederhana diambil 5% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 30 KK. Untuk mendukung data yang ada, maka dalam penelitian ini ditetapkan informan sebanyak 5 orang dari pengurus BPD.

Hasil penelitian menunjukkan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD diketahui bahwa (1) Fungsi menetapkan peraturan desa kurang terlaksana karena adanya hambatan dalam pelaksanaannya yaitu minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi, (2) Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kurang terlaksana karena masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya yaitu masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga dalam proses menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sering mendapat pertentangan atau perdebatan dari masyarakat, (3) Pelaksanaan fungsi pengawasan telah terlaksana dengan baik sesuai implementasi karena di dukung koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang ada di desa. Adapun faktor pendorong pelaksanaan fungsi BPD diketahui bahwa (1) Koordinasi dan kerjasama antar lembaga, (2) Kemampuan dan pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD. Sedangkan faktor penghambat yaitu, (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga dalam pelaksanaan fungsi BPD seringkali mendapat pertentangan atau perbedaan dari masyarakat, dan (2) Minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Oleh karena itu terdapatnya berbagai faktor pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga dalam pelaksanaan fungsi tersebut dapat berjalan dan juga kadang terhambat dalam pelaksanaannya.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga tulisan ini bisa terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan keberadaan penulis maka apa yang tertuang dalam tulisan ini merupakan perwujudan dari upaya optimal yang telah penulis lakukan.

Penulis menyadari bahwa proses kegiatan penulisan, penyusunan, serta perbaikan materi skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada BapakDr. Rifai Nur, M.Humselaku pembimbing I dan Bapak Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus dan ikhlas, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Kemudian yang teristimewa saya haturkan sembah sujud tak terhingga kepada Ayahanda Bapak Kayum dan Ibunda tercinta Sa’adia yang telah memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanan atas segalanya demi keberhasilan penulis dalam penyelesaian studi.

Oleh karena itu patutlah kiranya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Rifai Nur, M.Hum, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari.

2. Bapak Drs. Muh. Arsyad, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga tulisan ini bisa terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan keberadaan penulis maka apa yang tertuang dalam tulisan ini merupakan perwujudan dari upaya optimal yang telah penulis lakukan.

Penulis menyadari bahwa proses kegiatan penulisan, penyusunan, serta perbaikan materi skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada BapakDr. Rifai Nur, M.Humselaku pembimbing I dan Bapak Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus dan ikhlas, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Kemudian yang teristimewa saya haturkan sembah sujud tak terhingga kepada Ayahanda Bapak Kayum dan Ibunda tercinta Sa’adia yang telah memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanan atas segalanya demi keberhasilan penulis dalam penyelesaian studi.

Oleh karena itu patutlah kiranya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Rifai Nur, M.Hum, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari.

2. Bapak Drs. Muh. Arsyad, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga tulisan ini bisa terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan keberadaan penulis maka apa yang tertuang dalam tulisan ini merupakan perwujudan dari upaya optimal yang telah penulis lakukan.

Penulis menyadari bahwa proses kegiatan penulisan, penyusunan, serta perbaikan materi skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada BapakDr. Rifai Nur, M.Humselaku pembimbing I dan Bapak Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus dan ikhlas, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Kemudian yang teristimewa saya haturkan sembah sujud tak terhingga kepada Ayahanda Bapak Kayum dan Ibunda tercinta Sa’adia yang telah memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanan atas segalanya demi keberhasilan penulis dalam penyelesaian studi.

Oleh karena itu patutlah kiranya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Rifai Nur, M.Hum, selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Kendari.

2. Bapak Drs. Muh. Arsyad, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari

(7)

3. Bapak Wahyuddin, S.IP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari

4. Para Dosen Civitas Akademik lainnya yang telah memberikan pengetahuan dan pelayanan administrasi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

5. Bapak Kepala Desa, Pengurus BPD, dan Sekretaris Desa Fatufia beserta seluruh pihak yang telah banyak membantu memberikan data dan informasi selama penulis mengadakan penelitian.

6. Kakakku tercinta yakni Karlina dan adikku tersayang yakni Zulkifli dan Jefri, serta iparku yakni Albert dan teman terdekatku yakni Herawati Waode yang tulus membantu penulis dalam menyelesaikan studi.

7. Teman-teman seperjuangan dari BMB (Bungku Muna Buton) yaitu Bang Sahid, Bang Bayu, Aswar, Harto, La Samurani dan teman-teman lain yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu.

8. Rekan-rekan seangkatan Program Studi Ilmu Pemerintahan angkatan 2009 yang senantiasa membantu penulis selama proses perkuliahan. Penulis berdoa apa yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dan amal disisi Allah SWT serta senantiasa mendapat perlindungan-Nya dalam menjalankan aktivitas kehidupan, Amin.

Kendari, Juni 2013

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Persepsi ... 10

B. Proses Terbentuknya Persepsi... 12

C. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 16

D. Faktor-Faktoryang Menjadi Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD ... 23

E. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 31

B. Populasi dan Sampel ... 31

C. Teknik Pengumpulan Data ... 31

D. Teknik Analisis Data ... 32

E. Defenisi Operasional ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 36

B. Data Umum Responden yang Diteliti ... 42

C. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi BPD ... 46

1. Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa 46 2. Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat ... 49

3. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan ... 52

D. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD ... 55

(9)

a. Koordinasi/kerjasama antar lembaga ... 55 b. Kemampuan/pengalaman organisasi

pengurus BPD ... 57 2. Faktor Penghambat ... 59

a. Masyarakat belum sepenuhnya memahami

Fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD ... 60 b. Sarana dan prasarana penunjang ... 62 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 64 B. Saran-Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Fatufia Menurut Usia dan

Jenis Kelamin Tahun 2012 ... 37

Tabel 2 Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 ... 38

Tabel 3 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 ... 39

Tabel 4 Sebaran Agama yang Dianut oleh Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 ... 40

Tabel 5 Sebaran Suku Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 ... 41

Tabel 6 Sebaran Responden Menurut Tingkat Umur ... 42

Tabel 7 Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin ... 43

Tabel 8 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan ... 44

Tabel 9 Sebaran Responden Menurut Mata Pencaharian ... 45

Tabel 10 Sebaran Responden Menurut Agama yang Dianut ... 46

Tabel 11 Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa ... 47

Tabel 12 Jenis-Jenis Peraturan Desa Fatufia yang Sudah di Tetapkan ... 49

Tabel 13 Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat ... 50

Tabel 14 Jenis-Jenis Aspirasi yang ditampung dan disalurkan oleh BPD ... 52

Tabel 15 Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan ... 53

Tabel 16 Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Koordinasi/Kerjasama Antar Lembaga Oleh BPD ... 55

(11)

Tabel 18 Tanggapan Responden Terhadap Pengalaman

Organisasi Kemasyarakatan Pengurus BPD ... 57 Tabel 19 Tanggapan Responden Terhadap Masyarakat yang

Belum Sepenuhnya Memahami Fungsi-Fungsi yang

Diemban Oleh BPD ... 60 Tabel 20 Tanggapan Responden terhadap Sarana dan Prasarana

Penunjang Pelaksanaan Fungsi BPD ... 62 Tabel 21 Keadaan Sarana dan Prasarana BPD Desa Fatufia

(12)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa atau yang sering disingkat BPD atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, BPD adalah unsur lembaga dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil yaitu desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk ditiap-tiap desa di seluruh Indonesia yang pembentukannya di latar belakangi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maupun

(13)

Undang-Undang penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan fungsi dari lembaga ini yakni sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjalankan fungsi pengawasan, maka diharapkan dengan efektifnya pelaksanaan fungsi tersebut dapat diwujudkan keseimbangan kekuatan antara elemen masyarakat yang direpresentasikan oleh BPD dengan pemerintah desa. Di level desa perlu dibangun good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa yang direpresentasikan melalui kelembagaan BPD dalam setiap urusan publik, penyelenggaraan pemerintahan serta merumuskan kepentingan desa. Tentunya ini dapat terwujud apabila BPD memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat tidak hanya terhadap pemerintah desa tetapi juga terhadap pemerintah supra desa.

Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut meskipun dinilai baik, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD di Desa Fatufia yaitu masih adanya sejumlah elemen masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain yaitu menetapkan peraturan desa dan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi

(14)

masyarakat, dimana merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya.

Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang dinilai masih minim, tentu tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi tersebut yaitu faktor pendorong dan penghambat. Salah satu faktor pendorong yang cukup berpengaruh dalam pelaksanaan fungsi tersebut adalah pengalaman individu yang dimiliki oleh anggota BPD perihal pelaksanaan fungsinya, seperti pengalaman kegiatan organisasi kemasyarakatan, dan adapun salah satu faktor-faktor yang dapat menghambat yaitu kurangnya sarana dan prasarana. Mengutip pendapat yang menyorot tentang kinerja Lembaga Musyawarah Desa (LMD) menyatakan bahwa: berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan para anggota Lembaga Musyawarah Desa masih terbatas sehingga dengan keterbatasan itu para anggota Lembaga Musyawarah Desa belum memahami, mengkaji dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam undang-undang, maupun yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan pelaksanaannya.

Identik dengan masalah yang melingkupi Lembaga Permusyawaratan Desa, kondisi itu juga masih terjadi pada pembentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), apalagi dengan nuansa yang lebih dinamis, dimana Badan Permusyawaratan Desa semakin dituntut untuk dapat berperan secara aktif menjalankan fungsinya dalam rangka peran partisipatif lembaga dalam membangun desa.

(15)

Peran partisipatif tersebut akan terhambat secara kolektif, apabila kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat rendah dan atau konteks pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di arahkan kepada tujuan dan maksud tertentu, demi kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Karena begitu kompleksnya fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan fungsinya, perlu kiranya dikenali beberapa faktor penghambat yang sering terjadi dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai suatu lembaga yaitu antara lain : (1) Dari aspek hubungan dalam organisasi pemerintahan Desa, (2) Komunikasi dan kerjasama organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan (3) dari Aspek kemampuan individual anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi, merupakan salah satu wilayah Desa yang secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah. Di lihat dari segi geografisnya, wilayah Desa Fatufia sangat dekat dengan Ibukota Kabupaten Morowali. Kondisi ini menyebabkan Desa Fatufia harus dapat memposisikan diri secara administrasi dan struktural untuk dapat mengikuti dinamisasi perkembangan wilayah desa-desa yang ada disekitarnya.

Dinamisasi pertumbuhan pembangunan di Desa Fatufiia, seluruh komponen dalam struktur Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan aparaturnya beserta BPD) dituntut untuk dapat berinisiatif secara aktif dalam rangka

(16)

pemikiran perkembangan dan pertumbuhan Desa Fatufia. Perkembangan dan pertumbuhan Desa Fatufia sangat di dukung oleh tingkat kemampuan Pemerintah Desa untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, tingkat perekonomian dan pendapatan masyarakat Desa, pertumbuhan produksi dan hasil usaha masyarakat. Untuk kesemua itu, diperlukan tatanan peraturan yang bersifat mengikat. Dalam arti bahwa ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat Desa Fatufia tumbuh dan berkembang berdasarkan aspirasi dan dinamika masyarakat.

Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu bentuk struktur kelembagaan BPD sebagai perumus, dan pengayom dalam ketentuan peraturan desa, dimana hal ini harus didukung oleh koordinasi struktural intern kelembagaan, kemampuan individu yang berupa kecakapan dalam merumuskan aspirasi masyarakat ke dalam peraturan desa yang bersifat mengikat.

Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut dapat saja menjadi faktor Pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi. Faktor tersebut dapat saja bersumber dari individu pengurus BPD yang berupa tingkat pendidikan dan pengalaman, hubungan organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan lembaga lain yang ada di desa, dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap fungsi BPD, sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi.

Dikalangan masyarakat Desa Fatufia, masih terdapat perbedaan pandangan terhadap realisasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

(17)

Hal ini menyebabkan realisasi pelaksanaan fungsi badan tersebut masih sering disalah artikan atau tidak dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat, karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang fungsi yang diemban oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal pokok yang menjadi perdebatan adalah adanya pandangan yang sempit dan keliru yaitu bahwa BPD hanya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dari Kepala Desa. Sementara tugas dan kewajiban BPD yang harus dilakukan sangat kompleks di antara (1) Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa, (2) Mengayomi adat istiadat, (3) Merumuskan rencana pembangunan desa bersama dengan pemerintah desa, (4) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, (5) Mengawasi atas kebijakan yang dijalankan pemerintah desa, (6) Melaksanakan peraturan desa, (6) Menyetujui anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes), (7) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, (8) Membentuk panitia pemilihan kepala desa.

Adanya keinginan untuk mengetahui persepsi masyarakat, dilakukan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kinerja dan kualitas sebagai wadah pengayom, legislasi dan menampung aspirasi masyarakat di desa. Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik jika adanya peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial yang harus tetap dijaga dan dipatuhi seperti mengedepankan nilai-nilai sosial musyawarah dalam menyelesaikan

(18)

perselisihan yang timbul di dalam masyarakat akan menghasilkan jalan keluar yang dapat memuaskan hasil yang diterima. Fungsi BPD dalam Pemerintahan Desa sangat penting, salah satunya sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Usulan atau masukan untuk rancangan suatu Peraturan Desa dapat datang dari masyarakat dan disampaikan melalui BPD. Inisiatif juga bisa datang dari Kepala Desa. Usulan-usulan tersebut dilakukan pemeriksaan oleh BPD apakah usulan tersebut mencakup semua keperluan warga desa atau masalah tersebut datangnya hanya dari satu golongan tertentu untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri.

Berkenaan dengan hal di atas, BPD harus tanggap terhadap kondisi sosial masyarakat, setiap keputusan yang dihasilkan diharapkan mampu membawa sebuah perubahan yang bersifat positif bagi semua warga desa. Inisiatif dalam pembuatan Peraturan Desa baik yang datangnya dari anggota BPD maupun dari Kepala Desa terlebih dahulu dituangkan dalam rancangan Peraturan Desa. Rancangan yang datang dari Kepala Desa diserahkan kepada BPD untuk dibahas dalam rapat BPD untuk mendapatkan persetujuan dari anggota BPD, demikian juga sebaliknya apabila rancangan Peraturan Desa datang dari BPD maka harus dimintakan persetujuan Kepala Desa. Setelah mendapatkan persetujuan bersama, maka rancangan tersebut diserahkan kepada Desa untuk dijadikan sebuah Peraturan Desa.

BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa berpedoman kepada kebijakan yang telah disepakati bersama yaitu program kerja, APBDes serta berbagai peraturan

(19)

perundang-undangan yang berlaku. Konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah ditetapkan bersama akan mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan dilakukan pengawasan yaitu agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dan mencapai hasil sebagaimana yang telah direncanakan atau diprogramkan sebelumnya.

Di Desa Fatufia, fungsi BPD belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya persepsi masyarakat yang menganggap BPD tidak menjalankan fungsinya yakni fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan program yang telah disepakati, sehingga banyak program yang dijalankan oleh kepala desa sering terjadi penyelewengan. Begitu juga dengan Aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD belum representatif. Berdasarkan pemikiran di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian khusus mengenai persepsi masyarakat tentang pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam suatu judul penelitian yaitu: “Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali”.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia.

(20)

2. Faktor - faktor apakah yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia. C. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia.

2. Untuk mengetahui faktor - faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Akademik

Sebagai bahan referensi dan bahan pembanding dalam pembahasan dan pengkajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD demi kemajuan dan penyempurnaan kelembagaan Desa di Desa Fatufia dan bagi peneliti lain yang berminat pada topik yang sama meskipun lokasi yang berbeda.

2. Manfaat Praktis

Bagi Pemerintah Desa khususnya di Desa Fatufia dalam rangka meningkatkan pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa demi kemajuan Sistem Pemerintahan Desa.

(21)

BAB II

TINJAUN PUSTAKA A. Konsep Persepsi

Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (Inggris) dan berasal dari bahasa latin perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445).

Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006: 358).

Selanjutnya menurut Leavit (dalam Sobur, 2003: 445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Definisi persepsi menurut para ahli sangat beragam, seperti yang dikemukakan berikut ini. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008: 105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang

(22)

kita terima dari stimuli lingkungan.

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009: 110).

Menurut Wittig (1977: 76) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets sensory stimuli). Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya.

Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996: 51) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori.

Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002: 94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.

(23)

Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003: 54), persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu.

Menurut Thoha (2007: 141),bahwa: Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman, pada dasarnya memahami persepsi bukan suatu pencatatan yang benar terhadap suatu situasi yang dihadapi, melainkan merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi.

Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (2006: 239), mengemukakan dengan adanya persepsi tentang sesuatu, mengakibatkan sikap menerima, menolak, atau bisa juga mengabaikan.

B. Proses Terbentuknya Persepsi

Persepsi menurut Slameto (2010: 102) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya.

Persepsi dalam pengertian diatas merupakan Proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek, persepsi tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi menjadikan diri berinteraksi dengan sekitarnya, khususnya antar manusia. Kehidupan sosial salah satunya

(24)

di dalam kelas tidak lepas dari interaksi antara masyarakat dengan masyarakat serta antara masyarakat dan pemerintah. Adanya interaksi antar komponen yang ada menjadikan masing-masing komponen (masyarakat dan pemerintah) akan saling memberikan tanggapan, penilaian dan persepsinya. Persepsi penting adanya untuk menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas interaksi dalam masyarakat.

Feigi (dalamYusuf,1991: 108), menjelaskan proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984: 12-13) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting.

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus yang diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian, stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi. Sejalan hal tersebut dapat

(25)

disimpulkan bahwa proses terbentuknya persepsi berawal dari sebuah rangsangan atau stimulus yang kemudian diinterprestasikan sesuai dengan pengenalan, penalaran, dan perasaan individu yang disebut juga sebagai variabel psikologis yang muncul diantara rangsangan dan tanggapan.

Selanjutnya Sobur (2003: 447), mengemukakan dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama yaitu:

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang.

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang diterima, sehingga menghasilkan sebuah bentuk tingkah laku sebagai reaksi.

Dalam menelaah proses terbentuknya persepsi sangat dipengaruhi oleh faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat1998:55). Selanjutnya Rakhmat menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli.

Persepsi meliputi juga kognitif (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan

(26)

(Gibson,1986:54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto (2001:19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi.

Dalam pengertian diatas secara lebih jauh akan melahirkan lima prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui agar menjadi komunikator yang efektif seperti diungkapkan Slameto (2010:103-105) yaitu:

1. Persepsi Itu Relatif Bukan Absolut

Artinya: pada dasarnya manusia bukan merupakan instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan yang sebenarnya. 2. Persepsi Itu Selektif

Artinya: Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu. Persepsi itu selektif berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah dipelajari, pada suatu yang menarik perhatian dan kearah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan. Keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan. 3. Persepsi Itu Tatanan

Artinya: orang yang menerima rangsangan dilakukan dengan hubungan-hubungan atau kelompok- kelompok. Jika rangsangan datang tidak lengkap maka akan dilengkapi dengan sendirinya sehingga hubungan itu menjadi jelas.

(27)

4. Persepsi Dipengaruhi Oleh Harapan dan Kesiapan

Artinya: harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya pesan yang dipilih akan ditata dan kemudian pesan akan di interpretasi.

5. Persepsi Seseorang atau Kelompok Berbeda dengan Persepsi Orang atau Kelompok Lain Walaupun Situasinya Sama.

Artinya: perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individual, perbedaan-perbedaan dalam kepribadian, perbedaan-perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi.

C. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Sebelum dikemukakan mengenai fungsi Badan Permusyawaratan. Desa, akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai pengertian Badan Permusyawaratan Desa. Di era otonomi daerah ini pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengurus daerahnya sendiri sesuai dengan prinsip demokrasi. Dalam mewujudkan prinsip demokrasi tersebut maka didalam pemerintahan desa dibentuklah suatu badan yang dapat mewujudkan aspirasi dari masyarakat desa. Badan tersebut dinamakan Badan Permusyawaratan Desa atau sering kita sebut dengan BPD.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unsur lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil

(28)

yaitu desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dianggap sebagai parlemennya desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.

BPD merupakan salah satu bentuk pemerintahan permusyawaratan yang terdapat di desa. Menurut Ndraha dalam buku Napitupulu (2007: 15) menjelaskan bahwa konsep pemerintahan permusyawaratan dapat dijelaskan dari konsep Governance relationship yaitu terjadinya hubungan pemerintahan diterangkan melalui berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan parlementologi ,ilmu politik, sosiologi, dan antropologi

Pemerintahan Permusyawaratan merupakan lembaga yang berperan aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa agar pembangunan dapat dilaksanakan secara bersama-sama . Hal tersebut sejalan dengan Napitupulu (2007: 15) yang menyatakan inti dari konsep pemerintahan permusyawaratan itu adalah “rakyat bersama-sama membentuk negara dan mengisi jabatan-jabatan negara serta menyusun suatu sistem pemerintahan melalui suatu mekanisme pemilihan tertentu”.

Dengan demikian pemerintah Permusyawaratan akan menjaring aparatur yang benar-benar mewakili seluruh kelompok dalam masyarakat. Praktik pemerintahan yang demokratis itu akan melembagakan suatu sistem pemerintahan permusyawaratan yang memberikan kesempatan yang sama

(29)

kepada semua rakyat untuk memimpin suatu wilayah dalam proses pemerintahan.

Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam bab XI bagian ket iga pasal 209 bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Badan Permusyawaratan Desa memiliki kedudukan sejajar dengan pemerintah desa, dengan fungsi utama pengawasan kinerja pemerintah desa (fungsi legislasi) meliputi pengawasan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan menetapkan peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

BPD terbentuk sebagai salah satu implementasi dari pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang erat kaitannya dengan pemerintahan desa dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa. Berdasarkan atas pergantian undang-undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maka kata perwakilan diganti dengan Permusyawaratan dengan demikian BPD berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Sesuai dengan fungsinya maka BPD ini dapat dikatakan sebagai lembaga permusyawaratan atau DPR kecil yang berada di desa yang mewadahi aspirasi masyarakat desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa di desa dibentuk pemerintahan desa dan badan

(30)

Permusyawaratan desa, jadi BPD berkedudukan sebagai bagian dari pemerintah desa. BPD merupakan badan Permusyawaratan di desa sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila.

Kedudukan sejajar sebagai mitra pemerintahan desa ini terlihat dalam pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa, “badan Permusyawaratan desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa”. Sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka BPD dapat disebut sebagai lembaga permusyawaratan desa, yang memiliki fungsinya: 1) Pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan peraturan lainnya. 2) Mengawasi pelaksanaan keputusan kepala desa. 3) Mengawasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. 4) Mengawasi kebijakan desa.

Perlu untuk lebih diperjelas soal fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam pasal 34 PP No 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa dalam rangka pemantapan pelaksanaan kinerja pemerintah Desa. Dengan fungsi yang demikian kuat, maka BPD sewajarnya berada pada posisi yang setingkat di atas pemerintah desa. Untuk itu kemudian BPD mempunyai wewenang ialah diantaranya: 1. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

(31)

3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. 4. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa

5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan

6. Menyusun tata tertib BPD

Bab II Wewenang BPD Pasal 2 Tentang Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa Fatufia, memutuskan bahwa:

1. BPD sebagai lembaga permusyawaratan rakyat di desa, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila.

2. BPD mempunyai wewenang

a) Melaksanakan pengawasan terhadap:

1. Pelaksanaan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan lainnya yang khusus mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

2. Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. b) Menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat desa.

Yang harus dipikirkan lebih jauh adalah: (a) Mengupayakan standarnisasi penilaian hasil kerja pemerintah desa; (b) Batasan kewenangan pemerintah desa, dan (c) Mekanisme penyelesaian masalah yang terjadi antar lembaga pemerintah desa.

BPD akan berfungsi sebagai sebuah lembaga yang mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa, kemudian akan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kepala Desa sebagai eksekutif, melalui sebuah

(32)

mekanisme kontrol dari BPD, hingga pada penerimaan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan kepada BPD. Dengan demikian kelembagaan BPD akan mengatur soal-soal: (a) Mekanisme penampungan serta penggalian aspirasi rakyat; (b) Mekanisme pembuatan peraturan agar aspirasi yang diterima tadi dapat direalisasikan; (c) Mekanisme melakukan kontrol pengawasan agar pelaksanaan dan aspirasi tersebut dapat berjalan sesuai yang diharapkan; (d) Mekanisme penerimaan pertanggung pertanggungjawaban dari hasil-hasil yang telah dilaksanakan (Team work lapera, 2011: 103).

Untuk pelaksanaan fungsi-fungsi ini, biasanya akan dibuatkan suatu aturan tersendiri dalam kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Realisasi pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut di atas tentunya memerlukan berbagai sarana dan prasarana Pendorong, terutama integritas lembaga, kemampuan individu anggota lembaga dan koordinasi antar lembaga sebagai bentuk kerja sama yang sinergis dalam mewujudkan rencana-rencana yang telah dirumuskan dalam bentuk aplikasi kegiatan untuk menuju sasaran yang dihadapi.

Jika suatu keputusan tepat dan pelaksanaannya, maka sukses yang dicapai akan sangat memuaskan. Jika keputusan tepat, sedangkan pelaksanaannya jelek, maka hal itu bisa menghambat tercapainya sasaran, apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya baik, hasilnya bisa dua kemungkinan yaitu menyelamatkan kebijaksanaan yang kurang baik atau mempercepat kegagalan. Apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya

(33)

jelek, maka hasilnya adalah kegagalan total. Rumusan ini mengandung makna bahwa suatu keputusan yang tepat harus dibarengi pula dengan pelaksanaannya atau langkah-langkah yang tepat. Jika keduanya sulit tercapai maka kegagalan yang akan diperoleh (Salusu. 198 : 118)

Selain dari faktor teknik pengambilan keputusan dalam konsep kelembagaan, faktor yang harus diperhatikan dalam perumusan keputusan adalah objek penerima kebijaksanaan atau keputusan tersebut yaitu masyarakat. Diharapkan bahwa setiap keputusan yang dibuat harus memperhatikan hasil akhir (dampak) dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut terhadap masyarakat sebagai kelompok sasaran penerima, karena kelompok sasaran tersebut memiliki kondisi dan peranan yang saling berbeda dan beraneka ragam.

Peran strategis Badan Permusyawaratan Desa terletak pada kewenangan memutuskan setiap kebijakan yang akan dijalankan oleh Pemerintah Desa, dimana hal itu sangat terkait dengan konsep pelaksanaan kebijaksanaan yang dalam kajiannya menelaah sekurang-kurangnya 3 unsur yaitu: (1) Adanya program yang dijalankan; (2) Adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran serta (3) Adanya unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan serta pengawasan dari proses pelaksanaan tersebut

Dengan demikian, dalam lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menurut ketentuannya adalah perumus suatu kebijakan strategis di Desa dan sekaligus bertindak sebagai pengawas dari pelaksanaan kegiatan

(34)

tersebut harus mampu membuat keputusan atau kebijakan yang tepat terarah sesuai kondisi dan prioritas dalam masyarakat, serta harus mampu melakukan evaluasi dan pengawasan yang optimal, agar apa yang telah digariskan dalam kebijakan yang permanen tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Untuk hal itu tentunya dibutuhkan kesatuan pemahaman, koordinasi yang mantap antar seluruh unsur atau lembaga di dalam desa dan yang paling utama adalah kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa harus memadai

D. Faktor–Faktor yang Menjadi Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi (BPD)

Sebelum dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi BPD, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian pelaksanaan. Dimana untuk mewujudkan suatu tujuan atau target, maka haruslah ada pelaksanaan yang merupakan proses kegiatan yang berkesinambungan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Santoso Sastropoetro (1982: 183) sebagai berikut: pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program dalam kenyataannya.

Selanjutnya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarmita (1986: 553), mengemukakan batasan mengenai pelaksanaan tersebut dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian pelaksanaan sebagai berikut: Pelaksana adalah orang yang mengerjakan atau melakukan

(35)

rencana yang telah disusun. Sedangkan pelaksanaan adalah perihal (perbuatan, usaha) melaksanakan rancangan.

Berdasarkan batasan dikemukakan oleh Poerwadarmita di atas, maka dapat dibedakan antara pengertian pelaksanaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh pelaksana. Jadi dengan demikian kedua pengertian tersebut diatas mempunyai arti yang berbeda namun keduanya berasal dari kata laksana.

Sedangkan pengertian pelaksanaan menurut The Liang Gie (1977: 191) sebagai berikut: Usaha-usaha yang dijalankan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi segala kebutuhan alat-alat yang diperlukan, dimana pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan berakhir, dan bagaimana cara dilaksanakan.

Kemudian SP. Siagian (1984: 120), menyatakan bahwa jika suatu rencana yang terealisasi telah tersusun dan jika program kerja yang “achievement oriented” telah dirumuskan maka kini tinggal pelaksanaannya. Lebih lanjut, Siagian (1984: 121) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Membuat rencana detail, artinya merubah rencana strategis (jangka panjang) menjadi rencana teknis (jangka pendek) dan mengorganisir sumber-sumber dan staf dan selanjutnya menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tertentu.

(36)

dan tujuan selanjutnya melakukan pembagian tugas- sumber-sumber 3. Monitor artinya pelaksanaan dan kemajuan pelaksanaan tugas jangan

sampai terjadi hal-hal yang berhubungan dengan rencana praktis. Dalam hal ini diperlukan untuk memeriksa hasil-hasil yang dicapai.

4. Review artinya pelaporan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan, analisis pelaksanaan tugas-tugas, pemeriksaan kembali dan penyusunan jadwal waktu pelaksanaan selanjutnya dalam laporan diharapkan adanya saran dan perbaikan bila ditemui adanya perbedaan dan penyimpangan.

Pelaksanaan sebagaimana dikatakan oleh Jones (dalam Idrus, 1992: 9) adalah suatu yang sederhana dan mudah dimengerti, “ambil pekerjaan dan laksanakan”. Suatu definisi yang teramat sederhana karena hanya berbentuk suatu istilah, tetapi “laksanakan” memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Demikian juga kata “kerjakan” juga memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Dengan kata lain pelaksanaan adalah suatu proses yang memerlukan ekstra sumber agar dapat memecahkan masalah pekerjaan.

Pressman dan Widalusky (dalam Muh. Idrus Mufty, 1992: 11) memandang pelaksanaan sebagai suatu proses interaksi antara penentuan tujuan dengan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian pelaksanaan menjadi jaringan yang mampu untuk mengaitkan hubungan yang menjadi mata rantai hubungan berikutnya yang memungkinkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Karena itulah unsur

(37)

yang saling terkait merupakan konsep penting dari pelaksanaan.

Allison (dalam Abdullah, 1987: 44) mengemukakan bahwa konsep pelaksanaan merupakan tahap yang penting dan kritis yang memerlukan kerja sama segenap pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu kebijaksanaan.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi pelaksanaan itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran kebijaksanaan dapat diwujudkan secara “out come” (hasil akhir). Sebab itu fungsi pelaksanaan mencakup pula penciptaan apa yang ada yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran yang dikehendaki.

Menurut Abdullah (1988) pengertian dan unsur-unsur pokok dari proses pelaksanaan adalah sebagai berikut:

1. Proses pelaksanaan program (kebijaksanaan) ialah rangkaian tindak lanjut (setelah sebuah program atau kebijaksanaan diterapkan), yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program (kebijaksanaan) yang ditetapkan.

2. Proses pelaksanaan dalam kenyataan sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali, ditinjau dari sudut hasil yang dicapai atau “out come”, karena dalam proses tersebut turut bermain dan terlibat sebagai unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung maupun

(38)

menghambat pencapaian sasaran program.

3. Dalam proses pelaksanaan sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu: (i) Program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan yang dapat menjadi ukuran utama dalam melaksanakan kegiatan; (ii) Target group yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut; dan (iii) Unsur pelaksanaan (implementer) baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari pelaksanaan tersebut.

Faktor pelaksanaan menempati posisi yang paling penting dalam menentukan keberhasilan suatu program untuk diwujudkan. Maka dalam proses kegiatannya menurut Bintoro (1991: 199) perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain

1. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau badan/lembaga mana secara fungsional akan diserahi wewenang mengkoordinasikan program didalam suatu sektor.

2. Perlu diperhatikan penyusunan program pelaksanaan yang jelas dan baik. Dalam program pelaksanaan itu, dasar prinsip fungsional perlu dituangkan kedalam rangkaian prosedur yang serasi, jelas dan ditaati oleh semua pihak yang terlibat dalam hubungan pelaksanaan program tersebut. 3. Perlu dikembangkan hubungan kerja yang lebih baik, antara lain dalam

bentuk badan kerjasama atau suatu panitia kerjasama dengan tanggung jawab dan koordinasi yang jelas.

(39)

4. Perlu diusahakan koordinasi melalui proses penyusunan anggaran dan pelaksanaan pembiayaannya.

5. Bertolak dari rumusan di atas maka dapatlah diambil sebuah kesimpulan, bahwa pelaksanaan itu adalah suatu kegiatan dalam proses merealisasikan suatu program dengan melalui prosedur dan tata cara yang dianggap tepat. Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa hendaknya suatu pelaksanaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa segi yang berpengaruh diantaranya adalah pelaksanaan itu sesuai dengan kepentingan masyarakat. Seperti yang dikemukakan Bintoro (1991: 219), suatu segi lain dari dapatnya dipertanggungjawabkan suatu pelaksanaan pemerintah adalah apakah pelaksanaannya itu sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan sebagai suatu kegiatan untuk merealisasikan tujuan terhadap sebuah sasaran sehingga suatu pelaksanaan akan mengarah kepada usaha yang sesuai dengan kepentingan masyarakat.

Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi BPD.

1. Faktor Pendorong

Koordinasi antar lembaga atau jalinan kerjasama yang baik antar lembaga, diperlukan dalam menunjang kegiatan pembangunan (Cause dalam Abdullah, 1990: 21). Selain itu Pengalaman organisasi juga adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses interaksi individu dalam masyarakat. Dengan pengalaman organisasi yang cukup, dapat melakukan

(40)

tugas-tugasnya merumuskan keputusan yang tepat bagi organisasi, dan menyusupi keseluruhan cara bertindak organisasi (Salusu, 1989: 114).

Jadi dapat disimpulkan faktor Pendorong pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut: (1) Koordinasi/kerjasama antar lembaga (2) Kemampuan pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus.

2. Faktor Penghambat

Masyarakat sepenuhnya belum memahami fungsi yang diemban oleh BPD, hal ini akan mengakibatkan perbedaan pemahaman antara masyarakat dengan anggota BPD dalam merealisasikan fungsinya. Faktor penghambat yang lain adalah sarana dan prasarana yang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tanpa sarana dan prasarana yang memadai, maka tidak mungkin Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal.

Jadi dapat disimpulkan faktor penghambat pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, (2) Minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi.

E. Kerangka Pikir

Persepsi masyarakat terhadap Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tentunya tidak terlepas dari keberadaan dan pelaksanaan fungsi yang di emban oleh BPD sebagai lembaga perwujudan demokrasi yang terbentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Keberadaan BPD akan diterima dan

(41)

menimbulkan persepsi yang baik di tengah-tengah masyarakat dalam melaksanakan serta mewujudkan kinerjanya jika dalam melaksanakan fungsinya berhasil menetapkan peraturan desa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah ditentukan dalam wewenang BPD, siap menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa, dan mampu mengawasi pelaksanaan peraturan desa. Namun dalam pelaksanaan fungsi BPD tidak terlepas dari faktor pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi tersebut antara lain, faktor pendorong yaitu koordinasi/kerjasama antar lembaga, dan kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, selain itu ada juga faktor penghambat yakni, masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD dan minimnya sarana dan prasarana pendukung.

Adapun bagan kerangka pikir mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD, dapat di gambarkan sebagai berikut:

BAB III Persepsi Masyarakat

Tentang Fungsi BPD

Fungsi BPD

1. Menetapkan peraturan desa 2. Menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat

3. Mengawasi pelaksanaan peraturan desa

Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD 1. Faktor Pendorong

 Koordinasi / kerjasama antar lembaga

 Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD

2. Faktor Penghambat

 Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali. Pemilihan lokasi ini didasarkan pertimbangan bahwa di Desa ini terdapat persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di nilai belum optimal. Adapun waktu penelitian untuk memperoleh data dan informasi dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2013 tentang pelaksanaan fungsi BPD tahun 2012.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan Kepala Keluarga yang berjumlah 147 KK. Mengingat jumlah populasi cukup banyak, maka penarikan sampel dilakukan secara simple random sampling sebesar 5% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 30 KK, selain itu di tetapkan informan sebanyak 5 orang dari pengurus BPD.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, baik data primer maupun sekunder yaitu:.

1. Angket / Quesioner, yaitu dengan cara pembagian quesioner (daftar pertanyaan) kepada responden yang telah dipilih untuk diisi. Teknik ini

(43)

dipergunakan untuk mengetahui Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Fatufia.

2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Wawancara digunakan untuk mengetahui faktor Pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

3. Dokumentasi, yaitu menelaah berbagai dokumen-dokumen resmi yang dimiliki seperti, arsip-arsip, buku, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.

D. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu mendeskripsikan serta menganalisis data yang diperoleh di lokasi penelitian kemudian diolah dan ditabulasi berdasarkan sifat dan jenisnya selanjutnya di interpretasi secara deskriptif untuk menjawab rumusan masalah. Miles dan Huberman (2007:16-20 Penerjemah: Rohidi), mengemukakan bahwa analisis terdiri dari beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Berikut penjelasan dari alur kegiatan dari analisis sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Data collecting atau pengumpulan data yaitu pengumpulan data pertama atau data mentah yang dikumpulkan dalam suatu penelitian. 2. Reduksi Data

(44)

Data reduction atau penyederhanaan data adalah proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan, dengan membuat abstraksi, mengubah data mentah menjadi yang dikumpulkan dari penelitian kedalam catatan yang telah diperiksa. Tahap ini merupakan Tahap analisis data yang mempertajam atau memusatkan, membuat sekaligus dapat dibuktikan. 3. Penyajian Data

Data Display atau penyajian data adalah menyusun informasi dengan cara tertentu sehingga diperlukan penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Pengambilan data ini membantu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan mengarah pada analisa atau tindakan lebih lanjut berdasarkan pemahaman.

4. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Conclutions drawing atau penarikan kesimpulan adalah merupakan langkah ketiga meliputi makna yang telah disederhanakan, disajikan dalam pengujian data dengan cara mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan secara logis dan metodologis, konfigurasi yang memungkinkan diprediksi hubungan sebab akibat melalui hukum-hukum empiris.

Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman digambarkan dalam skema berikut.

(45)

Gambar

Siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman

E. Definisi Operasional

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai variabel penelitian ini yaitu variabel bebas, maka persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD yaitu:

1. Fungsi menetapkan Peraturan Desa, yaitu peranan BPD dalam menetapkan Peraturan Desa yang di mulai dari proses rancangan, pembahasan sampai pada tahap penetapan Peraturan Desa bersama Kepala Desa.

2. Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi, yaitu menangani aspirasi yang diterima dari masyarakat kemudian menindak lanjuti aspirasi tersebut kepada Pemerintah Desa atau instansi yang berwenang.

3. Fungsi mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BPD kepada Pemerintah Desa agar menjalankan programnya sesuai dengan rencana, tujuan dan ketentuan peraturan desa yang berlaku. Pengumpulan Data Penyajian Data Menarik Kesimpulan / Verifikasi Reduksi Data

(46)

Faktor Pendorong pelaksanaan fungsi BPD yaitu:

1. Koordinasi antar lembaga, yaitu suatu aktifitas atau kegiatan mengintegrasikan dan mengsinkronkan berbagai pelaksanaan fungsi dari berbagai elemen yang terkait, instansi maupun organisasi dalam hal ini koordinasi antar lembaga yang dilaksanakan oleh anggota BPD kepada pemerintah desa, maupun lembaga-lembaga lain di tingkat desa dan yang diatasnya.

2. Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, yaitu suatu pengalaman berorganisasi yang dimiliki oleh pengurus BPD baik itu didapatkan melalui organisasi formal maupun tidak formal.

Faktor penghambat

1. Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, yaitu fungsi BPD belum seluruhnya dipahami dengan baik oleh masyarakat, sehingga menimbulkan perbedaan pandang antara masyarakat dengan anggota BPD dalam merealisasikan fungsinya.

2. Minimnya sarana dan prasarana, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki masih sangat minim sehingga berpengaruh kepada kinerja BPD di dalam melaksanakan fungsinya.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian

1. Letak Wilayah

Desa Fatufia merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah yang terbentuk pada tanggal 12 Oktober Tahun 1970 yang secara geografis berada di sebelah Selatan Ibukota Kabupaten Morowali. Adapun jarak Desa Fatufia ke Ibukota Kecamatan Bahodopi adalah ± 5 Km dan Ibukota Kabupaten Morowali ± 45 Km, jarak dari Ibukota Propinsi ± 500 Km. Adapun yang menjadi batas-batas wilayah adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Keurea - Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Labota

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Trans Bahomakmur

Adapun luas wilayah Desa Fatufia 119,79 km2, yang sebagian besar merupakan lokasi lahan pertambangan yang berada pada kawasan pegunungan dan lokasi lahan perkebunan yang berada pada kawasan rata dan berbukit. Selain itu dari luas wilayah Desa Fatufia meliputi 5 Dusun yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, Dusun V.

Sejak defenitifnya menjadi desa otonom hingga sekarang Desa Fatufia baru dipimpin oleh 6 Orang Kepala Desa.

(48)

2. Jumlah dan Usia Penduduk

Mengenai jumlah penduduk Desa Fatufia untuk tahun 2012 berjumlah 825 jiwa yang terdiri dari 415 Jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 410 berjenis kelamin perempuan serta jumlah kepala keluarga yaitu 147 KK. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Fatufia Menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2012

No Klasifikasi Usia (Tahun)

Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Laki-laki Perempuan 1 0–4 29 32 61 7,39 2 5–9 22 17 39 4,73 3 10–14 30 28 58 7,03 4 15–19 23 20 43 5,21 5 20–24 36 44 80 9,70 6 25–29 49 43 92 11,15 7 30–34 53 49 102 12,36 8 35–39 52 45 97 11,76 9 40–44 40 48 88 10,67 10 45–49 31 30 61 7,39 11 50–54 25 21 46 5,58 12 55–59 19 24 43 5,21 13 60–Ke atas 6 9 15 1,82 Total 415 410 825 100,00

Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari jumlah penduduk perempuan, demikian pula dengan tingkat usia produktif yaitu antara 15-54 tahun menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu mencapai 7,82% (609 jiwa) dari jumlah penduduk.

(49)

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitas penduduk cukup tinggi dari besarnya jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif yang juga ditunjang oleh daya dukung lahan yang cukup luas untuk bidang pertanian dan perkebunan.

3. Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk a. Tingkat Pendidikan

Mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Fatufia dapat dikatakan mengikuti berbagai level pendidikan mulai dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Begitu pula dengan yang belum masuk sekolah. Mengenai tingkat pendidikan tersebut dikemukakan dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No Klasifikasi Usia (Tahun) Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Laki– laki Perempuan 1 Belum Sekolah/ Tidak Pernah Sekolah 107 121 228 27,64 2 SD/Sederajat 91 104 195 23,64 3 SMP/Sederajat 124 103 227 27,52 4 SMA/Sederajat 87 75 162 19,64 5 Diploma 4 3 7 0,85 6 Sarjana 4 2 6 0,73 Total 417 408 825 100,00

Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012

Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Fatufia yang belum/tidak pernah sekolah merupakan

(50)

kelompok terbesar yaitu mencapai 28%, sedangkan yang terkecil yaitu kelompok penduduk yang berlatar belakang pendidikan Perguruan Tinggi (Diploma, Sarjana) yaitu hanya 2% dari jumlah penduduk Desa Fatufia b. Mata Pencaharian Penduduk

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali bekerja sebagai karyawan di perusahaan tambang nikel. Hal ini disebabkan karena terbukanya lowongan kerja oleh perusahaan untuk masyarakat Desa Fatufia, dimana perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan PT. Bintang Delapan Mineral yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di Kabupaten Morowali. Mata pencaharian lain yang terdapat di Desa Fatufia ialah petani/berkebun, nelayan, pedagang, pegawai negeri sipil, TNI, POLRI dan pertukangan. Sebaran mata pencaharian penduduk dapat terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)

1 Karyawan Perusahaan Tambang 81 55,10

2 Petani/Berkebun 26 17,69

3 Nelayan 15 10,20

4 Pedagang 11 7,48

5 Pegawai Negeri Sipil 8 5,44

6 TNI 1 0,68

7 POLRI 1 0,68

8 Pertukangan 4 2,72

(51)

Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa 55,10% dari jumlah Kepala Keluarga Penduduk Desa Fatufia bermata pencaharian sebagai karyawan dan merupakan kelompok terbesar, disusul petani/berkebun 17,69%, selanjutnya nelayan 10,20%, pedagang yaitu sebanyak 7,48%, pegawai negeri sipil sebanyak 544%, pertukangan sebanyak 2,72%, dan kelompok terkecil adalah kepala Keluarga yang bermata pencaharian sebagai (TNI dan POLRI) yaitu hanya 1,36% dari jumlah Kepala Keluarga Desa Fatufia.

4. Sosial Budaya a. Agama

Masyarakat Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali yang saat ini berjumlah 825 Jiwa yang terdiri dari laki-laki 415 dan perempuan 410 jiwa dengan jumlah 147 KK memeluk agama Islam dan Kristen Protestan. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Desa Fatufia, sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut.

Tabel 4. Sebaran Agama yang Dianut oleh Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012

No Agama Yang Dianut Jumlah Persentase (%)

1 2 Islam Kristen Protestan 809 16 98,06 1,94 Total 825 100,00

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Fatufia Menurut Usia dan  Jenis Kelamin Tahun 2012
Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No Klasifikasi Usia (Tahun) Jenis Kelamin Jumlah(Jiwa) PersentaseLaki –(%) laki Perempuan 1 Belum Sekolah/Tidak Pernah Sekolah 107 121 228 27,64 2 SD/Sederajat 91 104 195 23,64 3 SMP/
Tabel 3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
Tabel 4. Sebaran Agama yang Dianut oleh Penduduk Desa Fatufia Tahun  2012
+7

Referensi

Dokumen terkait

respek terhadap setiap orang merupakan hal penting, pada perusahaan yang kualitasnya tergolong kelas dunia, setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki

Hutchison Indosat Telkomsel

Keempat buku tersebut sangat berguna dan dapat membantu penulis menjelaskan permasalahan yang terdapat dalam adaptasi terknik permainan biola dengan gaya rebab Jawa dalam

Dalam hal ini, film dibuat dari chitosan, PVA dan antosianin ekstrak dari beras merah.PVA mempunyai sifat yang elastic/plastis, dengan pencampuran chitosan dan

Metode Six Sigma, dapat dipandang sebagi pendekatan metodologi, konsep bahkan stategi, yang menurut penelitian membuktikan bahwa penerapan konsep Six Sigma pada industri

Kematian bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada ibu yang memang berisiko tinggi untuk hamil dan melahirkan (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun). Dan lebih

Penerbitan Profil Dinas Kesehatan juga merupakan upaya publikasi yang dilakukan Dinas Kesehatan, memuat informasi tentang keadaan kesehatan masyarakat di Kabupaten Tojo Una Una

Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat ditarik simpulan. Simpulan tersebut antara lain: 1) Hasil analisis deskriptif variabel fasilitas perpustakaan menunjukkan bahwa