1
I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si.
NIDN: 0008037704
Dr. Budi Rahayu TP., S.Pt., MM.
NIDN: 0026127805
Ir. Suciani, M.Si..
NIDN: 0031035201
Dibiayai oleh:
DIPA PNBP Universitas Udayana
2 1. Judul Penelitian : Analisis Pemasaran Babi Bali dalam Rangka
Meningkatkan Pendapatan Petani di Daerah Miskin 2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si.
b. NIP/NIDN : 197703082003121001
c. NIDN : 0008037704
c. Jabatan fungsional : Lektor d. Program Studi : Peternakan e. Fakultas/Jurusan : Peternakan/.
f. Alamat : Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar
g. Telpon/Faks : (0361)702771 / (0361)702771
h. Alamat Rumah : Jl. Raya Penginyahan, Desa Puhu, Payangan.Gianyar i. Telpon/Faks/E.mail : 081353248994/./nata_suka@yahoo.com
3. Anggota (1)
a. Nama Lengkap : Dr. Budi Rahayu TP., S.Pt., MM.
b. NIDN : 0026127805
c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana 4. Anggota (2)
a. Nama Lengkap : Ir. Suciani, M.Si.
b. NIDN : 0031035201
c. Perguruan Tinggi : Universitas Udayana
5. Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun 6. Biaya tahun Berjalan : Rp. 22.250.000,.
7. Biaya Keseluruhan : Rp. 22.250.000,. 5. Pembiayaan
Jumlah biaya yang diajukan ke fakultas: Rp. 25.000.000,.
Denpasar, 10 Nopember 2015
Mengetahui, Ketua Peneliti,
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana
(Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS.) (I Wayan Sukanata, S.Pt., M.Si.)
NIP: 195903121986011001 NIP: 197703082003121001
Mengetahui
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana
3 Babi bali yang merupakan sumber flasma nutfah asli bali, memiliki berbagai keunggulan dibandingkan babi ras. Babi ini lebih tahan terhadap lingkungan yang ekstrim, masih dapat berproduksi walaupun pakan yang diberikan seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan peternak di daerah.daerah kering. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah, dalam membuat babi guling untuk sesaji masih fanatik harus menggunakan jenis babi bali.
Dalam beternak babi, aspek pemasaran sangat penting diperhatikan karena akan sangat mempengaruhi pendapatan peternak dan keberlanjutan dari usahatani tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani penggemukan babi bali mampu memberikan tambahan pendapatan kepada peternak yaitu sebesar Rp. 98.056/ekor dengan R/C 1,17, sedangkan usahatani pembibitan babi bali mampu memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 1.447.729 per periode per ekor induk.Ada empat saluran pemasaran babi bali yang dihasilkan peternak, yaitu ; 1) peternak memasarkan langsung kepada peternak konsumen, dan 2) peternak memasarkan kepada konsumen lokal, 3) peternak memasarkan langsung kepada pengepul, dan 4) peternak memasarkan kepada bpengepul melalui penyotek . Lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali antara lain: penyotek, pengepul, pedagang antar daerah, dan pedagang babi guling. Penyotek mempunyai fungsi fasilitas, sedangkan pengepul, pedagang perantara, dan pedagang babi guling mempunyai fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, Struktur pasar yang dihadapi peternak di pasar output adalah struktur pasar yang mengarah kepada pasar oligogsoni.Secara umum pemasaran babi bali yang dihasilkan oleh peternak kurang efisien, yang ditunjukkan oleh
yang rendah, yaitu berkisar antara 40,63%.100% dengan rataan hanya 61,41%, sementara margin pemasaran diantara lembaga.lembaga pemasaran juga kurang merata, yaitu berkisar antara 0,94%.37,5% dari harga di konsumen. Rasio keuntungan terhadap biaya diantara lembaga.lembaga pemasaran juga sangat berbeda dengan yang dicapai peternak. Rasio keuntungan terhadap biaya tersebut berkisar antara 172,73% . 700%, sedangkan rasio kentungan terhadap biaya yang dicapai peternak berkisar anatara 15,16%.24,02%.
Proteksi lahan pertanian sangat penting untuk dapat terus menjamin keberlanjutan usahatani babi bali. Disamping itu, perbaikan manajemen produksi sangat penting dilakukan sehingga dapat mengurangi mortalitas anak. Untuk meningkatkan farmer’s share maka perbaikan manajemen pemasaran juga sangat penting dilakukan.
4 Om Swastyastu.
Puja dan puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rakhmat beliau penelitian ini dapat berjalan dengan baik. Penelitian
ini diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan.pertanyaan yang sering muncul
ketika kami melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat khususnya
mengenai pendapatan usaha dan pemasaran babi bali. Hasil penelitian ini
diharapkan akan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam rangka menyusun
kebijakan yang lebih tepat khususnya dalam pengembangan dan pemasaran babi
bali di daerah miskin, sehingga pemasaran babi bali akan lebih efisien dan
selanjutnya akan dapat meningkatkan pendapatan petani.
Melalui kesempatan ini kami selaku tim peneliti mengucapkan
terimakasih kepada bapak Rektor Unud yang telah memberikan kepercayaan dan
dana kepada kami untuk melaksanakan penelitian ini. Demikian pula kepada
peternak babi bali yang ada di Desa Gerokgak dan Desa Datah, beserta semua
pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini, kami mengucapkan
terimakasih yang sebesar.besarnya. Sebagai akhir kata, andaikata selama
berlangsungnya kegiatan ini ada hal.hal yang tidak berkenan kami minta maaf
dengan setulus hati.
Om Shantih Shantih Shantih Om.
5
HALAMAN PENGESAHAN ... 2
RINGKASAN ... 3
PRAKATA ... 4
DAFTAR TABEL ... 7
DAFTAR GAMBAR ... 7
DAFTAR LAMPIRAN ... 7
BAB I. PENDAHULUAN……….………...…... 9
1.1. Latar Belakang ……….………...…………...…..……... 9
1.2. Tujuan Khusus Penelitian...………...………... 10
1.3. Urgensi Penelitian ... 10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …...……... 11
2.1. Babi Bali …………...……... 11
2.2. Usahatani ... 13
2.3. Penerimaan, Pendapatan, dan Biaya Usahatani ... 14
2.4. Pemasaran ... 15
2.5. Saluran dan Lembaga Pemasaran ... 16
2.6 Fungsi Pemasaran... 17
2.7. Struktur Pemasaran ... 18
2.8. Efisiensi Pemasaran... 18
BAB III. METODE PENELITIAN... 20
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20
3.2. Jenis Data, Responden, dan Metode Pengumpulan Data... 20
3.3. Pengolahan dan Analisis Data ... 20
3.3.1. Analisis Pendapatan... 21
3.3.2. Analisis R/C ... 22
3.3.3. Analisis Titik Impas ... 22
3.3.4. Analisis Lembaga dan Saluran Pemasaran... 23
3.3.5. Analisis Fungsi Pemasaran ... 23
3.3.6. Analisis Struktur Pasar ... 24
6
3.3.8. Analisis ... 24
3.3.9. Analisis Rasio Keuntungan terhadap Biaya ... 25
3.4. Bagan Alir Penelitian ... 26
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Babi Bali... 27
4.1.1. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali ... 27
4.1.2. Analisis Pendapatan Dari Usahatani Pembbibitan Babi Bali ... 28
4.2. Gambaran Umum Pemasaran Babi Bali ... 30
4.3. Efisiensi Pemasaran Babi Bali... 32
4.3.1. Struktur Pasar ( ) ... 32
4.3.2. Perilaku Pasar ( ) ... 32
4.3.3. Keragaan Pasar ( ) Babi Bali ... 33
4.3.3.1. Saluran Pemasaran Babi Bali ... 33
4.3.3.2. Lembaga Pemasaran Babi Bali ... 35
4.3.3.3. Fungsi.Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali ... 36
4.3.4. Farmer’s share, marjin, dan Rasio Keuntungan terhadap Biaya... 40
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan... 47
5.2. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA………...…...…………..…………. 49
7
Nomor Halaman
1. Populasi Babi di Bali pada Tahun 2013... 11
2. Pendapatan Dari Usahatani Penggemukan Babi Bali... 28
3. Pendapatan Dari Usahatani Pembibitan Babi Bali ... 30
4. Fungsi.Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali ...37
5. , Marjin, dan Rasio Keuntungan Saluran 1... 41
6. , Marjin, dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya, Saluran 2... . 42
7. , Marjin, dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Pemasaran Babi Bali Umur 3 Bulan pada Saluran Pemasaran 3, Tahun 2015...43
8
Nomor Halaman
1. Bagan Alir Penelitian... 26
2. Saluran Pemasaran Babi Bali ... 34
Nomor Halaman 1. Laporan Penggunaan Anggaran... 51
2. Catatan Harian Penelitian... 52
3. Susunan Organisasi Tim Peneliti ... ... 54
4. Biodata Peneliti ... 55
5. Data Mahasiswa ... 70
9 !"
Babi mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat Bali, baik
dari sisi ekonomi maupun sosial budaya. Dari sisi ekonomi, ternak babi
merupakan mesin biologis yang dapat menghasilkan daging, di samping juga
sebagai sumber pendapatan bagi masyarakat. Ternak babi juga memberikan
multiflier efek yang besar, karena mempunyai keterkaitan yang besar baik dengan
industri di hulu dan di hilirnya. Dari sisi sosial budaya, ternak babi merupakan
salah satu sarana upacara agama dan adat yang tidak tergantikan.
Salah satu jenis babi yang banyak dipelihara di Bali adalah babi bali yang
merupakan sumber flasma nutfah asli Bali. Babi tersebut memiliki berbagai
keunggulan dibandingkan babi ras, seperti lebih tahan terhadap lingkungan/cuaca
yang ekstrim, dapat tumbuh dengan baik walaupun pakan yang diberikan
seadanya, serta hemat air. Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi
pilihan petani di daerah.daerah kering/miskin, seperti Kecamatan Kubu,
Gerokgak, Nusa Penida, dan yang lainnya, karena di daerah itu ia masih mampu
berproduksi dengan baik. Di samping itu, daging babi bali memiliki citarasa yang
lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling. Di beberapa daerah,
dalam membuat babi guling untuk sesaji masih fanatik menggunakan babi bali.
Pemasaran ternak babi merupakan suatu proses kegiatan untuk
mentransformasi hasil produksi berupa babi menjadi pendapatan berupa uang
secara berkelanjutan. Pemasaran tersebut sangat penting untuk diperhatikan
karena akan sangat mempengaruhi pendapatan peternak dan keberlanjutan dari
usahatani tersebut. Sistem pemasaran yang lebih baik akan dapat memberikan
pendapatan yang lebih besar kepada petani, dan sebaliknya. Namun demikian,
selama ini belum ada kajian mengenai pemasaran babi bali, sehingga penelitian
ini sangat penting dilaksanakan. Hasilnya diharapkan akan dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam rangka menyusun kebijakan yang lebih tepat khususnya
dalam pengembangan dan pemasaran babi bali di daerah miskin, sehingga
pemasaran babi bali akan lebih efisien dan selanjutnya akan dapat meningkatkan
10 #$# ! %#&#& ! ' ' !
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tingkat pendapatan yang diperoleh peternak dari budidaya babi bali
2. Menganalisis saluran pemasaran dalam pendistribusian babi bali dari tangan
peternak hingga sampai ke tangan konsumen.
3. Menganalisis lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi
bali serta fungsi.fungsinya.
4. Menganalisis struktur pasar yang dihadapi oleh peternak.
5. Menganalisis tingkat efisiensi pemasaran babi bali
( " !&' ! ' ' !
Hasil penelitian ini sangat penting sebagai bahan informasi mengenai
pendapatan dan pemasaran babi bali. Informasi tersebut meliputi struktur biaya,
pendapatan, dan imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dari budidaya babi bali.
Informasi pemasaran meliputi, saluran pemasaran, lembaga.lembaga pemasaran
serta fungsi.fungsi yang dilakukannya, keragaan struktur pasar, sebaran marjin di
antara lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat, rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran pada masing.masing lembaga pemasaran, serta .
Informasi.informasi tersebut di atas tentu akan sangat bermanfaat bagi
pemerintah, peternak, dosen, mahasiswa, dan peneliti lainnya. Bagi pemerintah,
informasi ini sangat bermanfaat dalam rangka membuat kebijakan dan melakukan
pembinaan.pembinaan yang berkaitan dengan pemasaran babi bali dalam
mendukung program pengentasan kemiskinan terutama di daerah.daerah kering.
Bagi peneliti, hasil penelitian ini akan sangat membantu dalam menyusun rencana
penelitian lanjutan, yaitu menyusun strategi pemasaran babi bali yang efisien, dan
selanjutnya akan dijadikan sebagai bahan pengabdian masyarakat khususnya
dalam hal bagaimana meningkatkan efisiensi pemasaran babi bali sehingga
pendapatan peternak dapat ditingkatkan. Di samping itu, hasil penelitian ini akan
dijadikan sebagai bahan yang sangat berguna dalam menyusun bahan ajar untuk
matakuliah . Bagi peternak, hasil penelitian ini akan menjadi informasi
penting tentang pemasaran babi bali sehingga dapat memilih saluran pemasaran
11 )
*' '
Beternak babi merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat
Bali yang telah digeluti sejak lama. Pada awalnya, jenis babi yang dikembangkan
hanyalah jenis babi lokal, yaitu babi bali. Seiring dengan keberhasilan di dalam
pemuliabiakan ternak babi di beberapa negara lain di luar negeri, maka terciptalah
jenis.jenis babi baru yang dikenal dengan babi ras, seperti babi landrace, large
white, duroc, pietrain, saddleback, dan lain sebagainya yang produktivitasnya
dianggap lebih baik di bandingkan babi bali. Sejak sekitar tahun 1979, babi ras
diimpor dari luar negeri untuk meng. babi bali (Suarna dan Suryani,
2014). Saat ini populasi babi di Bali sebagian besar merupakan babi ras maupun
persilangannya. Namun demikian, ternyata di beberapa daerah di Bali yang
termasuk daerah kering, seperti di Kabupaten Buleleng, Karangasem, dan
Klungkung, justru populasi babi didominasi oleh babi bali, seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan keunggulan babi bali dibandingkan
babi ras terhadap berbagai keterbatasan sumberdaya yang ada di daerah kering.
Tabel 1. Populasi Babi di Bali pada Tahun 2013
Kabupaten/ Kota
Babi Bali
Babi Ras dan Persilangannya
Total (ekor) Jumlah
(ekor) %
Jumlah
(ekor) %
Denpasar . . 16.335 100,00 16.335 Badung 1.087 1,28 83.684 98,72 84.771 Gianyar 2.606 1,94 131.732 98,06 134.338
#!" #!" + , ( (-++ .( /,- (/ /+
!" & 0 1( ,11 - , 1 /+ /.-// / 1
Bangli 12.601 18,46 55.646 81,54 68.247
# !" (/ 1./ ,/-. 1 +. ( - 1 ,+.
Jembrana 5.785 8,40 63.109 91,60 68.894 Tabanan 4.796 5,23 86.976 94,77 91.772 Bali 253.959 29,80 598.360 70,20 852.319 Sumber: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali 2013 (diolah)
Menurut Sihombing (1997) dan Budaarsa (2012), babi bali ada dua jenis.
12 moyangnya berasal dari Ciri.cirinya: berwarna hitam dan bulunya
agak kasar, punggungnya agak melengkung ke bawah namun perutnya tidak
sampai menyentuh tanah, serta cungurnya relatif panjang. Jenis yang kedua
terdapat di Bali bagian utara, tengah, barat, dan selatan. Jenis ini mempunyai ciri.
ciri hampir sama dengan jenis yang pertama. Jenis yang kedua ini punggungnya
sangat melengkung ( ), perutnya besar dan sering menyentuh tanah pada
saat bunting atau gemuk. Warnanya hitam kecuali di garis perut bagian bawah dan
keempat kakinya serta kadang.kadang di dahinya ada belang berwarna putih,
kepalanya pendek sekitar 24.28 cm, telinga tegak dan pendek (10.11 cm), tinggi
pundak sekitar 48.54 cm, panjang tubuh sekitar 90 cm, lingkar dada 81.94 cm,
dan panjang ekor sekitar 20.22 cm. Puting susu induk 12.14 buah dan rata.rata
jumlah anak per kelahiran 12 ekor.
Babi bali memiliki kelemahan tapi juga kelebihan dibandingkan babi ras.
Kelemahan babi bali adalah dalam hal pertumbuhan, tapi ia memiliki berbagai
kelebihan dalam hal pemeliharaan, ketahanan terhadap lingkungan yang ekstrim,
citarasa, dan sangat cocok sebagai babi guling. Pertumbuhan babi bali lebih
lambat dibandingkan babi ras. Menurut Budaarsa (2012; 2014), babi bali dapat
mencapai berat 90.100 kg dalam waktu 8.10 bulan, sedangkan babi ras hanya 5.6
bulan. Babi bali mempunyai persentase karkas 56,25% (daging 48,50%, lemak
13,46%, tulang 16,24%, dan kulit 21,80%), sedangkan landrace 67,47%
(Budaarsa, 1997). Namun demikian, ia juga menyatakan bahwa babi bali adalah
babi yang tahan menderita, masih mampu bertahan hidup walau diberi pakan
seadanya, dan lebih hemat terhadap air, sehingga peternak di daerah miskin
memberikan istilah (bisa diajak hidup melarat) pada babi ini.
Keunggulan tersebut membuat babi jenis ini menjadi pilihan peternak di daerah.
daerah kering atau miskin, karena di daerah itu ia masih mampu berproduksi
dengan baik, sementara jenis babi ras tidak. Contohnya, di Kecamatan Grokgak
76,17% dari populasi babi yang ada di daerah itu merupakan babi bali, dan
bahkan di Kecamatan Nusa Penida mencapai 91,10%. Babi ras walaupun
pertumbuhannya lebih cepat tapi ia juga menuntut pakan yang juga berkualitas.
Hal ini membuat pemeliharaan babi ras tidak bisa terlepas dari penggunaan pakan
13 Disamping berbagai kelebihan di atas, babi bali juga memiliki citarasa
yang lebih gurih, dan sangat cocok dipakai sebagai babi guling (Budaarsa, 2012;
2014). Ia menyatakan bahwa babi bali yang merupakan babi tipe lemak, memiliki
lemak punggung yang lebih tebal, sehingga akan menghasilkan kulit babi guling
yang lebih tebal pula dan lebih empuk dibandingkan babi ras. Kulit Babi guling
merupakan bagian dari babi guling yang paling disukai oleh konsumen. Selain itu
ia juga menjelaskan bahwa lemak di bawah kulit pada babi bali ketika diguling
akan mencair dan meresap ke dalam daging dan keluar melumuri kulit dan
memberi aroma yang spesifik. Hal ini juga di dukung oleh Suarna dan Suryani
(2014) yang menyatakan bahwa babi bali sangat potensial sebagai babi guling
karena komposisi lipatan lemak di bawah kulit akan memberikan aroma dan
tekstur babi guling yang sangat baik. Kelebihan tersebut membuat permintaan
babi bali untuk dijadikan babi guling sangat tinggi. Namun karena
ketersediaannya terbatas, tingginya permintaan tersebut belum dapat dipenuhi
secara maksimal. Menurut Miwada (2014), sekitar 37,20% dari jumlah
warung makan babi guling di Bali menggunakan babi bali sebagai bahan bakunya.
Bahkan di beberapa daerah, karena adanya suatu kepercayaan tertentu, dalam
membuat babi guling untuk sesaji, masih fanatik harus menggunakan babi bali.
& % !'
Merurut Soeharjo dan Patong (1973), usahatani merupakan proses
pengorganisasian faktor.faktor produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan
pengeloaan, yang diusahakan oleh perorangan maupun sekumpulan orang untuk
menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang
lain disamping motif untuk mencari keuntungan. Hal ini juga didukung oleh
Tjakrawiralaksana dan Soeriatma (1983) yang mendefinisikan usahatani sebagai
suatu organisasi produksi dilapangan pertanian dimana terdapat unsur lahan yang
mewakili unsur alam, unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga
tani, unsur modal, dan unsur pengelolaan yang perannya dibawakan oleh
seseorang yang disebut sebagai petani. Menururt Soekartawi (1990), tujuan
usahatani dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu memaksimumkan keuntungan
14 mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk
memperoleh keuntungan yang maksimum. Sedangkan konsep minimisasi biaya
adalah bagaimana menekan biaya produksi sekecil.kecilnya untuk mencapai
tingkat produksi tertentu.
( ! '0 !- !2 3 !- 2 ! ' 4 & % !'
Manurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah nilai produksi
( ) dari suatu usahatani, yang sering juga disebut sebagai
penerimaan kotor usahatani ( ) atau pendapatan kotor usahatani . Nilai
produksi tersebut merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. bagi produk yang dihasilkan tapi tidak dijual, misalnya karena
dikonsumsi sendiri juga harus diperhitungkan sebagai penerimaan. Analisis
penerimaan usahatani dapat dibedakan menjadi analisis parsial dan analisis
keseluruhan usahatani. Analisis parsial dilakukan untuk mengetahui penerimaan
dari satu cabang usahatani, sedangkan analisis keseluruhan dilakukan untuk
mengetahui penerimaan dari keseluruhan cabang usahatani.
Biaya usahatani disebut juga sebagai pengeluaran usahatani (
! ), yang didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai
atau dikeluarkan di dalam produksi (Soekartawi 1986). Menurut Soekartawi
(2002), biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: 1) biaya tetap
( ! ); dan 2) biaya tidak tetap ( " ). Biaya tetap merupakan biaya
yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang
diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya.kecilnya biaya ini tidak tergantung
pada besar.kecilnya produksi. Sedangkan biaya tidak tetap yang juga sering
disebut sebagai biaya variabel, merupakan biaya yang besar.kecilnya berubah.
ubah sesuai dengan besar.kecilnya produksi. Jadi biaya ini sangat dipengaruhi
oleh besar.kecilnya produksi. Menurut Soekartawi (1986), pengeluaran
usahatani mencakup pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. Pengeluaran
tunai merupakan pengeluaran apa adanya yang secara nyata dilakukan oleh petani,
baik untuk biaya tetap maupun biaya tidak tetap, seperti biaya untuk membeli
pakan ternak, obat.obatan, dan upah tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan
15 tapi tetap diperhitungkan sebagai biaya, misalnya biaya sewa lahan milik sendiri
dan upah tenaga kerja keluarga.
Pendapatan usahatani atau sering disebut sebagai pendapatan bersih
usahatani ( ) merupakan selisih antara penerimaan usahatani atau
pendapatan kotor dengan biaya usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur
imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor.faktor produksi tenaga
kerja, lahan, modal, dan pengelolaan (Soekartawi . 1986). Ia menambahkan
pula jika pendapatan bersih tersebut dikurangi dengan bunga untuk membayar
modal pinjaman maka hasilnya disebut sebagai penghasilan bersih usahatani (
).
Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar
tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Salah satu ukuran pendapatan
yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi pencapaian pendapatan adalah
# $ ) Analisis R/C digunakan untuk mengetahui
besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Semakin
besar nilai R/C tersebut maka semakin baik usahatani tersebut. Nilai R/C
yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usaha tersebut
menguntungkan, dan sebaliknya jika kurang dari satu. Dan jika R/C dari
suatu usaha sama dengan 1, berarti usaha tersebut tidak untung tetapi juga tidak
rugi, yang sering disebut berada dalam keadaan impas (" ).
/ 0 & !
Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses
sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa
yang mereka butuhkan dan inginkan lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik
produk dan nilai dengan orang lain. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus
(1987), pemasaran pertanian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik barang hasil pertanian dari
produsen ke konsumen, termasuk kegiatan yang merubah bentuk produk yang
ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih
tinggi kepada konsumen. Dengan demikian, pemasaran tidak hanya sebatas
16 pelanggan. Hal.hal yang penting diperhatikan dalam memasarkan suatu produk
antara lain: pemahaman terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen,
mengembangkan produk yang mempunyai nilai superior, penetapan harga yang
sesuai, dan promosi yang efektif.
# ! 2 ! 0* " 0 & !
Adanya jarak antara produsen dan konsumen menyebabkan proses
penyaluran produk (barang dan jasa) dari produsen ke konsumen sering
melibatkan beberapa lembaga perantara. Rangkaian organisasi atau lembaga yang
saling tergantung yang terlibat dalam proses berpindahnya barang atau jasa dari
tangan produsen ke konsumen di sebut dengan saluran pemasaran (Kotler, 2002).
Lembaga.lembaga perantara yang terlibat tersebut dapat berbentuk perorangan
maupun dalam bentuk kelembagaan atau badan usaha yang disebut sebagai
lembaga tataniaga/pemasaran. Lembaga pemasaran timbul karena adanya
keinginan konsumen untuk memperoleh produk sesuai dengan waktu, tempat, dan
bentuk yang diinginkan. Panjang pendeknya atau banyaknya lembaga.lembaga
pemasaran yang dilalui oleh suatu produk akan sangat mempengaruhi keuntungan
dari produk tersebut dan pembagian penerimaan yang diterima oleh masing.
masing lembaga pemasaran yang terlibat. Semakin jauh jarak antara produsen
dengan konsumen, maka saluran pemasaran yang terbentuk akan semakin
panjang, dan dapat melibatkan lembaga pemasaran yang juga semakin banyak.
Menurut Sudiyono (2002), tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan
fungsi.fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal
mungkin. Konsumen akan memberikan balas jasa kepada lembaga pemasaran
tersebut berupa marjin pemasaran. Ia juga menambahkan bahwa lembaga
pemasaran dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan kepemilikan dan
penguasaannya terhadap produk yang dipasarkan. Pertama, lembaga yang tidak
memiliki tapi menguasai produk, seperti agen perantara, makelar (" ,
" dan " % " ). Kedua, lembaga yang memiliki dan menguasai
produk yang dipasarkan, seperti pedagang pengumpul, tengkulak, eksportir, dan
17 yang dipasarkan, seperti perusahaan.perusahaan penyedia fasilitas transportasi,
asuransi pemasaran, dan perusahaan penentu kualitas produk pertanian.
, #!"&' 0 & !
Berbagai tindakan.tindakan sering kali sangat diperlukan untuk
meningkatkan nilai “guna” suatu produk untuk dapat memenuhi keinginan
konsumen sesuai dengan waktu, tempat, dan bentuk yang diinginkan. Dengan
demikian maka hal tersebut akan dapat memperlancar proses penyampaian barang
atau jasa dari tingkat produsen ke konsumen. Peningkatan nilai “guna” ini
terwujud hanya apabila lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat melaksanakan
tindakan.tindakan tertentu yang dapat meningkatkan nilai “guna” tersebut. Setiap
bentuk kegiatan atau tindakan.tindakan yang dapat meningkatkan nilai “guna”
suatu produk disebut sebagai fungsi pemasaran (Sudiyono, 2002). Menurut
Limbong dan Sitorus (1987), fungsi.fungsi pemasaran dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu 1) fungsi pertukaran ( ! ), 2) fungsi fisik
( % % ), dan 3) fungsi fasilitas ( ).
Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan yang terdiri atas
fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian bertujuan sebagai
sarana untuk memperoleh persediaan barang, sedangkan fungsi penjualan
bertujuan untuk meningkatkan nilai dari suatu barang. Dalam melaksanakan
fungsi penjualan, produsen atau lembaga pemasaran yang berada pada rantai
pemasaran sebelumnya harus memperhatikan kualitas, kuantitas, tempat, bentuk,
waktu, dan harga, yang diinginkan oleh konsumen ataupun lembaga pemasaran
yang berada pada rantai pemasaran berikutnya. Fungsi fisik merupakan semua
tindakan yang berhubungan langsung dengan barang dan jasa sehingga menambah
guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk. Fungsi ini sangat penting dalam
pemasaran, karena mempertahankan atau bahkan dapat meningkatkan nilai mutu
suatu produk. Fungsi fisik dapat dibagi atas fungsi pengolahan, fungsi
penyimpanan, dan fungsi pengangkutan. Fungsi fasilitas merupakan semua
tindakan yang berhubungan dengan kegiatan standarisasi, grading, penanggungan
18
1 # # &
Menurut Limbong dan Sitorus (1987), struktur pasar dinyatakan sebagai
suatu dimensi yang menjelaskan pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun
industri, jumlah perusahaan ( ) dalam suatu pasar, distribusi perusahaan
menurut berbagai ukuran (pangsa pasar yang terkonsentrasi atau menyebar),
deskripsi produk, dan syarat.syarat untuk keluar masuk pasar. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi struktur pasar antara lain: (1) banyaknya penjual dan
pembeli serta bagaimana sebaran pangsa masing.masing, (2) produk yang dijual
apakah homogen atau terdiferensiasi, (3) ada tidaknya hambatan untuk keluar
masuk pasar, dan (4) tingkat kemudahan dalam akses informasi oleh pelaku pasar.
Berdasarkan faktor.faktor tersebut maka secara garis besar struktur pasar
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar tidak
bersaing sempurna (Kotler, 2003, dan Sugiarto et al, 2005). Suatu ciri dari pasar
yang bersaing sempurna adalah terdapat banyak penjual dan pembeli, barang dan
jasa yang diperdagangkan bersifat homogen, penjual dan pembeli berperan
sebagai serta bebas keluar masuk pasar. Pasar bersaing tidak sempurna
dapat dibedakan menjadi beberapa macam, ditinjau dari sisi penjual dan sisi
pembeli. Dari sisi penjual, pasar tidak bersaing sempurna dapat dibedakan
menjadi pasar monopoli, monopolistik, dan oligopoli. Sedangkan dari sisi pembeli
dapat dibedakan menjadi pasar monopsonistik, pasar monopsoni, dan pasar
oligopsoni.
+ 5'&' !&' 0 & !
Kinerja pemasaran dapat dinilai dengan menggunakan konsep efisiensi
pemasaran. Menurut Mubyarto (1991), kegiatan pemasaran dikatakan efisien
apabila kegiatan ini dapat memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada
semua pihak yang terlibat seperti petani dan pedagang perantara, serta mampu
menyampaikan komoditas hasil pertanian dari petani ke konsumen. Pendekatan
yang dapat digunakan dalam penentuan efisiensi pemasaran, yaitu melalui
pendekatan yang dikenal dengan S.P.C Melalui pendekatan ini,
19
keragaan pasar ( ), dan tingkah laku pasar ( ).
Menurut Sudiyono (2002), beberapa indikator yang dapat digunakan untuk
mengukur efisiensi pemasaran adalah margin pemasaran, harga ditingkat
konsumen, ketersediaan fasilitas fisik, dan intensitas persaingan pasar. Indikator
lain yang juga sering digunakan untuk melihat efisiensi pemasaran adalah pangsa
produsen ( ), dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang dibayarkan
oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Semakin panjang
saluran pemasaran, maka semakin besar margin pemasaran (Daniel, 2004).
Margin pemasaran terdiri atas biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Biaya
pemasaran merupakan pengorbanan atau biaya yang dikeluarkan oleh lembaga.
lembaga yang terlibat untuk melakukan fungsi.fungsi pemasaran. Sedangkan
keuntungan pemasaran adalah selisih antara penerimaan dengan biaya pemasaran.
Keuntungan tersebut merupakan pendorong bagi lembaga pemasaran untuk ikut
memasarkan produk yang bersangkutan. Semakin banyak lembaga.lembaga
pemasaran yang terlibat dalam penyaluran produk dari titik produsen ke
konsumen maka akan semakin besar margin pemasaran tersebut. Tingginya
margin pemasaran yang diakibatkan oleh tingginya biaya pemasaran
menunjukkan bahwa pemasaran tersebut belum efisien. Melalui analisis margin
pemasaran dapat diketahui penyebab tingginya margin pemasaran sehingga dapat
dicari solusi permasalahan agar distribusi margin pemasaran dapat tersebar merata
diantara lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat.
Pangsa produsen ( ) merupakan bagian yang diterima petani
dari harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam bentuk
persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). memiliki hubungan yang
negatif dengan margin pemasaran. Semakin tinggi margin pemasaran maka
akan semakin rendah. Tingkat efisiensi pemasaran suatu produk
pertanian juga dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.
Melalui Rasio keuntungan terhadap biaya dapat ditentukan apakah pemasaran
suatu produk tertentu memberikan suatu balas jasa yang adil kepada semua pihak
yang terlibat dalam memasarkan produk tersebut. Hal ini juga akan menunjukkan
20
( 6 &' 2 ! 7 # ! ' ' !
Penelitian ini merupakan penelitian survei yang akan dilaksanakan di Desa
Gerokgak Kabupaten Buleleng dan Desa Datah Kabupaten Karangasem.
Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja didasarkan pada pertimbangan bahwa
kedua daerah tersebut merupakan basis peternakan babi bali. Penelitian ini akan
dilaksanakan sejak Bulan Juni hingga Nopember 2015.
( ) !'& - &36!2 !- 2 ! 62 !"#03# !
Jenis data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder, yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer akan
dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan wawancara langsung terhadap
responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan bantuan kuisioner.
Responden dalam penelitian ini terdiri atas: peternak babi bali, lembaga.lembaga
pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali, dan beberapa %
yang kompeten dalam bidang babi bali. Jumlah peternak yang akan dijadikan
responden berjumlah 100 orang. Penelusuran terhadap lembaga.lembaga
pemasaran yang terlibat akan dilakukan dengan teknik &" ' %
yang akan dijadikan responden adalah tokoh.tokoh yang kompeten
dalam bidang babi bali, yang berasal dari Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan, perguruan tinggi, dan tokoh peternak. Sedangkan data sekunder akan
dikumpulkan dari dokumentasi yang dimiliki oleh instansi.instansi yang terkait.
( ( !"6 % ! 2 ! ! '&'&
Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif
yang diperoleh digunakan untuk mendeskripsikan saluran pemasaran, lembaga
pemasaran dan fungsi.fungsinya, dan struktur pasar babi bali. Sedangkan data
kuantitatif berupa biaya.biaya dan penerimaan dari usahatani babi bali yang
21 (" ( $ marjin pemasaran, rasio keuntungan terhadap
biaya, dan . Pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer.
( ( ! '&'& !2 3 !
Pendapatan dari usahatani babi bali merupakan selisih antara penerimaan
dari usahatani babi bali dengan semua biaya usahatani babi bali. Dengan
demikian maka pendapatan dari usahatani babi bali dapat ditentukan dengan
rumus berikut (Soekartawi, 2002):
Pd = TR . TC
dimana,
Pd = pendapatan dari usahatani babi bali (Rp/kg), TR = penerimaan dari usahatani babi bali (Rp), TC = total biaya usahatani babi bali (Rp).
Penerimaan dari usahatani babi bali (TR) merupakan nilai produksi (
( dari usahatani babi bali dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan
tersebut akan ditentukan berdasarkan perkalian antara jumlah produksi dengan
harganya, yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = Q . PQ
dimana,
Q = produksi yang diperoleh dari usahatani babi bali (kg),
PQ = harga produk yang dihasilkan dari usahatani babi bali (Rp/kg).
Biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Dengan demikian biaya usahatani babi bali akan ditentukan dengan rumus
berikut:
22 Zi = jumlah fisik dari input ke.i yang membentuk biaya tidak tetap (unit) Pxi = harga dari input ke.i yang membentuk biaya tetap (Rp/unit)
Pzi = harga dari input ke.i yang membentuk biaya tidak tetap (Rp/unit) i = 1,2,3,...,n
Biaya investasi seperti bangunan kandang, peralatan, dan lain.lain akan
diperhitungkan sebagai biaya penyusutan dan akan di kelompokkan ke dalam
biaya tetap. Biaya penyusutan akan diperhitungkan dengan metode garis lurus
(Ibrahim 2003) sebagai berikut:
n NS HB
P = −
dimana,
P = biaya penyusutan (Rp/periode waktu) HB = harga beli aset (Rp)
NS = nilai sisa aset (Rp)
n = umur ekonomis (perode waktu)
( ( ! '&'& 89
Besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan
pada usahatani babi bali akan ditentukan dengan mencari nilai R/C . Nilai
R/C yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani tersebut
menguntungkan, dan sebaliknya jika kurang dari satu. Jika R/C sama dengan
1, berarti usaha tersebut berada dalam keadaan impas. R/C akan ditentukan
dengan membagi total penerimaan (TR) dengan total biaya (TC) dari usahatani
babi bali, seperti rumus berikut ini.
TC TR
R/C =
( ( ( ! '&'& ' ' 03 &
Suatu usaha dikatakan berada dalam keadaan impas (" ) yaitu
ketika usaha tersebut berada dalam keadaan tidak untung tetapi juga tidak rugi.
Keadaan tersebut menandakan bahwa total penerimaan ( ) sama
dengan total biaya ( ). Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat
23 produksi dalam kondisi impas (Ibrahim, 2003). Produksi dalam keadaan impas
akan ditentukan sebagai berikut:
VC) (P
TFC Q
Q BEP
− =
dimana,
QBEP = Produksi babi dalam keadaan impas (kg),
PQ = harga babi per kg (Rp), TFC = total biaya tetap (Rp), VC = biaya tidak tetap per kg (Rp).
Sedangkan harga babi bali dalam keadaan impas akan ditentukan sebagai berikut:
Q TVC TFC
PBEP = +
dimana,
PBEP = harga babi per kg dalam keadaan impas (Rp) , TFC = total biaya tetap (Rp),
TVC = total biaya tidak tetap (Rp),
Q = produksi babi (kg).
( ( / ! '&'& 0* " 2 ! # ! 3 0 & !
Lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat, serta saluran pemasaran dalam
pemasaran babi bali dapat diidentifikasi dengan melakukan wawancara terhadap
para peternak. Dari hasil wawancara tersebut akan diketahui kepada siapa mereka
menjual, dan terus ditelusuri hingga babi tersebut sampai ke tangan konsumen.
Dengan demikian akan diketahui lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat
dalam pemasaran babi bali serta saluran pemasarannya.
( ( ! '&'& #!"&' 0 & !
Analisis ini digunakan untuk mengetahui kegiatan pemasaran yang
dilakukan oleh lembaga.lembaga pemasaran dalam menyalurkan babi bali dari
peternak hingga sampai ke tangan konsumen. Fungsi.fungsi lembaga pemasaran
tersebut akan dilihat berdasarkan fungsi pertukaran yang terdiri dari fungsi
pembelian dan penjualan, fungsi fisik yang terdiri dari fungsi pengangkutan,
penyimpanan, dan pengolahan, serta fungsi fasilitas yang terdiri dari standarisasi,
24 ( ( , ! '&'& # # &
Analisis struktur pasar dapat diidentifikasi dari jumlah penjual dan
pembeli, pangsa pasar dari penjual maupun pembeli, apakah produk homogen
atau terdiferensiasi, hambatan keluar masuk pasar, dan mudah.tidaknya
memperoleh informasi pasar.
( ( 1 ! '&'& "'! 0 & !
Margin pemasaran merupakan perbedaan antara harga yang diterima
petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen. Semakin kecil perbedaan
tersebut maka pemasaran dikatakan semakin efisien. Margin pemasaran terdiri
dari dua komponen yaitu biaya pemasaran dan keuntungan pemasaran. Dengan
demikian secara matematis, margin pemasaran tersebut akan ditentukan sebagai
berikut (Limbong dan Sitorus, 1987):
Mi = Psi . Pbi
Mi = Ci + πi
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut maka diperoleh
keuntungan dari lembaga pemasarean pada tingkat ke.i adalah
πi = Psi . Pbi . Ci
dimana:
Mi ) margin pemasaran pasar tingkat ke.i (Rp/kg) Psi = harga jual pasar di tingkat ke.i (Rp/kg) Pbi = harga beli pasar di tingkat ke.i (Rp/kg)
πi = keuntungan lembaga pemasaran pada tingkat ke.i (Rp/kg) i = 1,2,3,...,n
( ( + ! '&'&
, merupakan bagian yang diterima oleh peternak dari harga
yang dibayarkan oleh konsumen akhir, yang dinyatakan dalam bentuk persentase.
Semakin besar maka pemasaran dikatakan semakin efisien.
Secara matematis akan ditentukan sebagai berikut:
100% . P P F
k p
25 dimana:
FS = (%)
Pp = harga babi di tingkat peternak (Rp/kg)
Pk = harga babi yang dibayarkan oleh konsumen akhir (Rp/kg)
( ( 1 ! '&'& &'6 #! #!" ! % 2 3 ' 4
Rasio keuntungan terhadap biaya pada masing.masing lembaga pemasaran
akan ditentukan sebagai berikut :
Rasio Keuntungan terhadap Biaya (%) = π !100%
dimana:
πi = Keuntungan lembaga pemasaran ke.i Ci = Biaya pemasaran lembaga ke.i i = 1,2,3,...,n
Semakin merata Rasio Keuntungan terhadap Biaya diantara lembaga.
lembaga pemasaran yang terlibat, maka kegiatan pemasaran tersebut semakin adil
memberikan balas jasa kepada lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat tersebut,
sesuai pengorbanan yang dilakukan. Artinya, kegiatan pemasaran tersebut
26
( / " ! ' ! ' ' !
0* " ! ' ! ' ' !
Data Analisis
Pemasaran
Output 1 :
1. Saluran pemasaran 2. Lembaga-lembaga
pemasaran dan fungsinya 3. Struktur pasar
Analisis Pendapatan dan Pemasaran
Pengumpulan Data (primer dan
sekunder)
Analisis Kuantitatif-Deskriptif
Output 3 :
Efisiensi Pemasaran 1. Margin pemasaran 2. Farmer’s share 3. Rasio keuntungan
terhadap biaya Survei Analisis
Kualitatif -deskriptif
Output 2 :
1. Penerimaan, Biaya, Pendapatan 2. R/C Ratio
27
/ ! '&'& !2 3 ! & % !' *' '
Analisis pendapatan peternak pada usahatani penggemukan babi bali di
daerah penelitian meliputi analisis Pendapatan dari Usahatani Penggemukan dan
Pembibitan
/ ! '&'& !2 3 ! ' & % !' !"" 0# ! *' '
Rata.rata jumlah babi yang dipelihara peternak dalam satu periode
penggemukan berkisar antara 1.60 ekor. Babi yang mulai digemukkan adalah
setelah lepas sapih (umur 2 bulan). Lama penggemukan berkisar dari 1.10 bulan.
Namun yang paling banyak dilakukan peternak adalah selama 1 bulan. Hal ini
terjadi karena permintaan babi pada umur tersebut sangat tinggi disamping juga
perputaran uang yang cukup cepat.
Pakan yang diberikan pada masa penggemukan berupa pakan tradisional
hasil sampingan dari pertanian seperti pelepah daun talas, batang pisang, ketela
rambat, dagdag see, daun pisang, dan lain.lainya, bungkil kelapa ( ) serta sisa
dapur dimana pakan tersebut diperoleh dengan tanpa mengeluarkan biaya. Namun
demikian peternak juga memberikan pakan tambahan seperti polar (dedak
gandum) dan pakan pabrikan komersial (c ). Pemberian polar rata.rata
sekitar 0,44 kg/ekor/hari sedangkan pakan komersial 0,22kg/ekor/hari. Obat.
obatan hanya diberikan ketika babi peliharaan mengalami sakit. Peternak tidak
melakukan vaksinasi maupun memberikan vitamin pada ternak yang dipelihara.
Biaya pakan pada usaha ini mencapai 22,44% dari total biaya. Sedangkan biaya
bibit mencapai 70,87% dari biaya total. Hasil survei menunjukkan bahwa seorang
karyawan dapat memelihara 60 ekor babi penggemukan dengan waktu bekerja
selama 3 jam per hari.
Hasil analisa pendapatan terhadap usahatani penggemukan dengan skala
pemeliharaan sebanyak 60 ekor dalam satu periode produksi (1 bulan)
menunjukkan bahwa usahatani penggemukan babi bali cukup menguntungkan
28 adalah sekitar Rp. 5.883.333 atau sekitar Rp. 98.056/ekor. Usaha ini
menghasilkan R/C sebesar 1,17. Artinya, besarnya penerimaan peternak dari
setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1,17 seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
* !2 3 ! ' & % !' !"" 0# ! *' '
Usahatani pembibitan babi bali yang dimaksud dalam hal ini merupakan
usahatani pengembangbiaakkan babi bali dengan tujuan untuk menghasilkan
anak.anak babi yang selanjutnya anak.anak tersebut akan dijual. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa satu siklus atau satu periode produksi dari usaha
pembibitan yaitu rata.rata sekitar 205,02 hari yang terdiri atas masa bunting 115,4
29 kembali (masa kering) selama 25,33 hari. Hasil survei menunjukkan bahwa
jumlah anak per kelahiran per induk ( * ) mencapai 9.13 ekor dengan
rataan 10,52 ekor. Namun sayang angka kematiannya ( ) masih cukup
tinggi, yaitu berkisar antara 4.33,33% dengan rataan 15,91%. Dengan demikian
rata.rata jumlah anak yang bisa dipanen per ekor induk per kelahiran hanya 8,85
ekor. Hal ini terjadi karena manajemen pemeliharaan yang masih perlu
ditingkatkan. Misalnya kandang yang lebih bagus sehingga anak babi terhindar
dari cuaca buruk (panas, hujan, angin), anjing yang sering memangsa babi,
maupun hal.hal lain yang merugikan. Di masa depan perbaikan tata laksana
perbibitan sangat penting untuk ditingkatkan sehingga jumlah anak yang dapat
dipanen meningkat sehingga pendapatan peternak juga meningkat.
Sistem pengawinan induk babi dilakukan dengan cara kawin alami
(menggunakan pejantan) yang biasanya diperoleh dari menyewa milik peternak
lain di sekitar lokasi peternak. Biaya mengawinkan induk dalam satu kali kawin
rata.rata adalah Rp. 50.000,.. dari induk rata.rata
mencapai 1,30.
Jenis pakan yang diberikan pada induk baik pada ketiga masa tersebut
sama yaitu berupa pakan tradisional hasil sampingan dari pertanian seperti
pelepah daun talas, batang pisang, ketela rambat, dagdag see, daun pisang, dan
lain.lainnya, bungkil kelapa (usam), serta sisa dapur dimana pakan tersebut
diperoleh dengan tanpa mengeluarkan biaya. Namun demikian peternak juga
memberikan pakan tambahan seperti polar (dedak gandum) dan dedak padi yang
diperoleh membeli. Pemberian polar maupun dedak padi rata.rata sekitar 0,5
kg/ekor/hari. Obat.obatan hanya diberikan ketika babi peliharaan mengalami
sakit. Peternak tidak melakukan vaksinasi maupun memberikan vitamin pada
ternak yang dipelihara. Biaya pakan pada usaha ini mencapai 51,49% dari total
biaya. Peternak melakukan pemeliharaan babi hanya dengan menggunakan tenaga
kerja keluarga. Biaya tenaga kerja diperhitungkan dengan pendekatan upah buruh
sebesar Rp. 60.000/hari (per HKSP = 1 hari kerja setara pria). Share biaya ini
mencapai 26,37% dari total biaya.
Hasil analisa pendapatan terhadap usahatani pembibitan babi bali
30 menguntungkan bagi peternak. Besarnya pendapatan yang diperoleh peternak dari
usaha tersebut adalah sekitar Rp. 1.447.729,. per periode per ekor induk. Usaha
ini menghasilkan R/C sebesar 1,69. Artinya, besarnya penerimaan peternak dari
setiap Rp. 1 biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1,69 seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 3. Jika biaya tenaga kerja tidak diperhitungkan sebagai biaya
tentu akan menambah pendapatan bagi peternak, sehingga menjadi Rp.
1.999.442,. per ekor induk per periode produksi.
* ( !2 3 ! ' & % !' 0*'*' ! *' '
No Jumlah Satuan
Harga (Rp/satuan)
Jumlah (Rp)
Share dari Total Biaya (%)
1 Penerimaan
Penjualan anak 8,85 Ekor 400.000 3.539.940 169,20
2 Biaya
A Biaya Variabel
Biaya Pakan
Polar 134,65 Kg 5.500 740.588 35,40
Dedak Padi 134,65 2.500 336.631 16,09 Obat-obatan (insidentil) 1 Unit 50.000 50.000 2,39 Biaya mengawinkan 1,3 Unit 50.000 65.000 3,11
Kastrasi 1 Unit 50.000 50.000 2,39
Jumlah Biaya Variabel 1.242.219 59,37
B Biaya Tetap
Penyusutan kandang 1 unit 110.779 110.779 5,29 Penyusutan Induk 1 Unit 187.500 187.500 8,96 Tenaga Kerja 9,20 HKSP 60.000 551.713 26,37
Jumlah Biaya Tetap 849.992 40,63
Total Biaya 2.092.211 100,00
3 Pendapatan 1.447.729 69,20
4 R/C 1,69
/ 0* ! 0#0 0 & ! *' '
Pemasaran sebagai salah satu mata rantai sistem agribisnis peternakan
memainkan peranan yang sangat penting bagi pengembangan usaha. Walaupun
peternakan babi di daerah penelitian merupakan peternakan rakyat dengan skala
31 responden menyatakan bahwa alasan utama mereka memelihara babi adalah
untuk meningkatkan pendapatan keluarga, dengan memanfaatkan hijauan atau
limbah pertanian lainnya yang merupakan hasil sampingan dari kebun, dan atau
tegalan mereka serat pemanfaatan limbah dapur. Hal ini sesuai juga dengan hasil
penelitian pada peternakan rakyat yaitu ternak sapi yang disponsori oleh ACIAR
(2010) yang menyatakan bahwa alasan utama peternak memelihara sapi adalah
untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Hal ini mengindikasikan bahwa sapi
yang dihasilkan harus dipasarkan dengan cara yang lebih efisien sehingga
memberikan tambahan pendapatan yang lebih tinggi bagi para peternak. Dengan
demikian maka pemasaran merupakan salah satu kunci sukses yang harus
diperhatikan untuk mencapai hal tersebut.
Pemasaran babi bali yang dihasilkan oleh peternak di lakukan di lokasi
kandang. Para pembeli biasanya datang langsung ke lokasi kandang untuk
membeli babi. Para pembeli yang datang adalah para peternak lainnya untuk
dipelihara maupun para pengepul (pedagang pengumpul) untuk dijual kembali.
Sistem penjualan babi bali yang dihasilkan peternak dilakukan secara sendiri.
sendiri tanpa dikoordinir oleh suatu organisasi kelompok. Penjualan babi bali
umumnya dilakukan dengan tanpa timbangan, namun beberapa pembeli sudah
menggunakan timbangan khususnya pada babi dewasa (celeng). Peternak
biasanya memperoleh informasi harga dari para peternak lain yang sudah lebih
dahulu menjual maupun dari pengepul (pedagang pengumpul) dan penyotek
(informan).
Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, peternak babi dapat digolongkan
menjadi peternak pembibitan (memelihara induk untuk menghasilkan bibit),
peternak penggemukan. Peternak pembibitan biasanya menjual anak.anak babi
pada umur sekitar 70 hari. Sedangkan peternak penggemukan biasanya membeli
babi dari peternak pembibitan untuk kemudian dipelihara sebelum dijual.
Penggemukan dilakukan selama 1 bulan sampai 10 bulan. Sebagian besar babi
yang banyak dipasarkan adalah babi muda dengan umur sekitar 3 bulan yaitu
untuk memenuhi permintaan bahan baku babi guling pelengkap upakara yadnya
(banten). Daerah utama tujuan pemasaran babi bali jenis ini adalah beberapa
32 (celeng) hasil penggemukan umumnya untuk memenuhi permintaan lokal di
sekitar daerah penelitian. Rata.rata harga babi bali pada umur 70 hari (lepas sapih
Rp. 400.000/ekor, setelah digemukkan selama 1 bulan (sampai umur 3 bulan)
harganya mencapai Rp. 662.500/ekor. Harga babi dewasa hasil penggemukan
rata.rata Rp. 25.000/kg.
/ ( 5'&' !&' 0 & ! *' '
Efisiensi pemasaran babi bali dianalisis melalui model SCP ( structure,
conduct, and performance) pemasaran.
/ ( # # & : ;
Babi bali yang dijual oleh peternak mempunyai karakteristik yang hampir
sama. Babi yang dipasarkan umumnya anak babi, babi muda maupun babi
dewasa. Anak babi biasanya dipasarkan sebagai ternak bibit baik untuk
penggemukkan maupun induk. Pembelinya adalah peternak lainnya yang
memelihara babi. Sedangkan babi muda umur sekitar 3 bulan pembelinya
umumnya adalah pedagang pengumpul (pengepul), yang selanjutnya akan dijual
kembali. Ternak dewasa (celeng) umumnya dijual kepada konsumen (masyarakat)
yang membutuhkan babi yang biasanya digunakan untuk keperluan ucara
keagamaan. Lembaga pemasaran yang menjadi responden dan terlibat dalam
sistem pemasaran babi bali terdiri atas 100 peternak selaku produsen, 5 penyotek,
3 pengepul, 3 pedagang antar daerah, 5 Pembuat babi guling. Jika dilihat dari
jumlah pembeli dan penjual yang terlibat dalam pemasaran babi bali, di tingkat
Desa, peternak menghadapi struktur pasar yang mengarah pada pasar oligopsoni
(pasar tidak bersaing sempurna). Artinya, di tingkat desa hanya ada beberapa
pengepul yang beroperasi membeli babi sedangkan para peternak jumlahnya
banyak. Dengan demikian pedagang pengepul merupakan penentu haraga (
) sedangkan peternak menjadi pengikut harga ( )
/ ( ' # & : ;
Dalam penelitian ini perilaku pasar dilihat dari kegiatan pembelian,
33 pasar. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa proses pembentukan harga pada
peternak produsen di desa dengan pedagang pengumpul (pengepul) yang datang
melalui proses tawar menawar, namun demikian pengepul lebih dominan atau
mempunyai posisi tawar yang lebih kuat dalam penentuan harga. Sebelum
menjual babi peternak biasanya mencari informasi harga dari penyotek, pedagang
pengumpul, dan juga dari peternak dari peternak lainnya yang sebelumnya telah
menjual babi. Informasi tersebut digunakan oleh peternak untuk menentukan
kepada siapa dan harga berapa mereka harus menjual babinya. Peternak responden
pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam memasarkan babinya terutama
pada hari.hari menjelang hari raya Agama Hindu. Hal ini terjadi karena babi bali
banyak dibutuhkan untuk dijadikan sebagai bahan babi guling pelengkap upakara
yadnya. Dalam memperoleh babi, para pengepul umumnya mempunyai informan
yang ada di desa.desa disekitar lokasi peternak yang disebut sebagai penyotek.
Penyotek biasanya diberikan imbalan berupa komisi sebesar Rp. 15.000,. per ekor
babi yang diperoleh pengepul. Sistem pembayaran yang dilakukan pengepul pada
umumnya adalah tunai, dimana pembayaran akan dilakukan sebelum babi diambil
oleh pengepul. Pengepul dan peternak umumnya memiliki hubungan yang sangat
baik dan akrab, sehingga peternak biasanya sudah berlangganan dengan pengepul
tertentu. Persaingan yang terjadi di antara pedagang biasanya dalam bentuk harga.
Harga yang diberikan oleh pedagang pengepul bervariasi sesuai dengan kualitas
babi yang diperjualbelikan. Kualitas tersebut menyangkut kondisi tubuh (gemuk
atau kurus). Yang lebih gemuk tentu lebih disukai oleh pembeli sehingga
harganya lebih mahal. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa Jumlah
pengepul yang membeli babi di daerah penelitian sangat terbatas, yaitu hanya 3
orang. Siasat pasar yang dilakukan oleh peternak produsen adalah melakukan
penjualan kepada pembeli yang menawar dengan harga paling tinggi.
/ ( ( " ! & : ; *' '
/ ( ( # ! 0 & ! *' '
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemasaran babi bali memiliki
beberapa macam saluran pemasaran. Saluran.saluran tersebut dapat dilihat pada
34 Berdasarkan gambar tersebut di atas, pemasaran babi bali memiliki 4 macam
saluran pemasaran yaitu:
1. Peternak → Peternak Konsumen
2. Peternak → Konsumen Lokal
3. Peternak → Pengepul → Pedagang Antar Daerah → Pedagang
Pembuat Babi Guling → Konsumen
4. Peternak → Penyotek→ Pengepul→Pedagang Antar Daerah →
Pedagang Pembuat Babi Guling → Konsumen
Berdasarkan gambar di atas, peternak menyalurkan babinya kepada peternak
konsumen, konsumen lokal, penyotek, dan pengepul. Peternak konsumen
merupakan konsumen yang membeli babi dengan tujuan untuk dipelihara
kembali. Sedangkan konsumen lokal merupakan konsumen yang berada disekitar
lokasi peternak, yang membeli babi dengan tujuan untuk dipotong. Hasil Pengepul
Gambar 2. Saluran Pemasaran Babi Bali
Pedagang antar Daerah Konsumen
Lokal
Pedagang Babi Guling
Konsumen Lembaga
Peternak
Produsen Konsumen Peternak
10% 25%
40%
Keterangan:
: Lembaga Pemasaran : Saluran babi hidup : Saluran babi guling
Penyotek
35 penelitian ini menunjukkan bahwa sekitar 65% babi yang dipasarkan oleh
peternak dibeli oleh pengepul, baik melalui penyotek (40%) maupun tanpa
melalui penyotek (25%). Sekitar 10% babi yang dipasarkan peternak, dibeli
langsung oleh peternak konsumen, dan sisanya (20%) dibeli oleh konsumen lokal
yang berada disekitar lokasi peternak dengan tujuan untuk dipotong.
/ ( ( 0* " 0 & ! *' '
Lembaga pemasaran adalah lembaga atau orang yang menjadi perantara
dalam penyaluran babi bali yang dihasilkan oleh peternak ke tangan konsumen
Lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali yang dihasilkan
peternak adalah pengepul, pedagang antar daerah, dan pedagang pembuat babi
guling.
!" 3#
Pengepul merupakan pedagang pengumpul yang berkeliling di desa sekitar
tempat tinggalnya untuk membeli babi dari para peternak dengan tujuan untuk
dijual kembali. Pengepul umumnya adalah orang yang sudah dikenal oleh
peternak. Hubungan Pengepul dan peternak sangat baik/dekat, sehingga ketika
peternak ingin menjual babi, ia akan menghubungi pengepul tersebut secara
langsung atau melalui anak buah pengepul yang ada di desa.desa yang disebut
sebagai Penyotek. Pengepul akan berfungsi sebagai yaitu menberikan
informasi kepada pengepul berupa babi yang akan dijual, siapa penjualnya
(peternak), dan dimana lokasinya. Jika pengepul berhasil membeli babi yang telah
diinformasikan tersebut maka ia akan memberikan imbalan kepada penyotek
berupa komisi yaitu sebesar Rp. 15.000,. per ekor. Atas informasi dari penyotek
atau dari peternak langsung, belantik mendatangi alamat peternak (lokasi
kandang) dan melakukan dengan peternak. Setelah terjadi kesepakatan harga
maka babi akan dibayar sebelum di bawa oleh pengepul tersebut.Pengepul
biasanya sudah memiliki langganan yang membeli babinya yang disebut sebagai
36
2 " !" ! %
Pedagang antar daerah merupakan pedagang yang membeli babi dari
pengepul yang selanjutnya akan disalurkan kepada pedagang pembuat babi guling
yang banyak terdapat di Kota.kota seperti di Kota Denpasar, Badung, dan
Tabanan. Pedagang ini umumnya juga sudah memiliki beberapa orang pembeli
yang sudah menjadi langganan. Pedagang antar daerah biasanya mendatangi
pengepul untuk mengambil babi yang telah dipesan. Pengiriman babi dilakukan
dengan menggunakan mobil Dalam satu pengiriman, jumlah babi yang
dikirim berkisar antara 30.70 ekor. Babi tersebut selanjutnya di sebarkan kepada
pedagang pembuat babi guling sesuai dengan pesananya. Jumlah pengiriman
sangat dipengaruhi oleh hari raya keagamaan khususnya Agama Hindu.
Menjelang hari.hari raya Hindu jumlah permintaan babi meningkat dan
puncaknya terjadi pada menjelang Hari Raya Sugian.
2 " !" 0*# *' # '!"
Pedagang pembuat babi guling merupakan pedagang perantara yang
membeli babi dari pedagang antar daerah untuk diolah menjadi babi guling yang
selanjutnya akan dijual kepada konsumen yang telah memesan sebelumnya.
Pedagang ini menjual babi guling dalam bentuk utuh (satu ekor utuh). Pedagang
ini merupakan penentu harga ( ). Konsumen dari babi guling adalah
konsumen perorangan maupun konsumen lembaga seperti hotel, restoran dan lain.
lain. Babi guling dibeli konsumen dengan tujuan untuk langsung dikonsumsi
misalnya untuk pesta maupun dipakai sebagai sarana pelengkap upakara yadnya
(" ). Setelah upakara yadnya selesai dihaturkan sebagai persembahan, maka
babi gulingnya biasanya akan dikonsumsi. Babi yang banyak digunakan sebagai
babi guling adalah babi bali dengan berat sekitar 12.20 kg per ekor.
/ ( ( ( #!"&'< #!"&' 0* " 0 & ! *' '
Setiap bentuk kegiatan atau tindakan.tindakan yang dapat memperlancar
proses penyampaian barang tersebut disebut sebagai fungsi pemasaran. Berbagai
37 pemasaran tersebut. Fungsi pemasaran di atas dapat dikelompokkan menjadi
fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas.
Lembaga.lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran babi bali
melakukan fungsi.fungsi pemasaran untuk memperlancar penyampaian babi bali
tersebut ke tangan konsumen. Fungsi.fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
lembaga.lembaga pemasaran tersebut adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan
fungsi fasilitas, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Fungsi.Fungsi Lembaga Pemasaran Babi Bali
Lembaga Pemasaran Fungsi
Pemasaran
Aktifitas Saluran
Pemasaran
Peternak Pertukaran penjualan 1,2
Pengepul Pertukaran Pembelian dan
penjualan
3,4
Fisik Pengangkutan 3,4
Pemeliharaan (penyimpanan)
3,4
Fasilitas Penanggungan risiko 3,4
Informasi pasar 3,4
Penyotek Fasilitas Informasi pasar 4
Pedagang Antar Daerah Pertukaran Pembelian dan penjualan
3,4
Fisik Pengangkutan 3,4
Fasilitas Penanggungan risiko 3,4
Informasi pasar Pedagang Pembuat
Babi Guling
Pertukaran Pembelian dan penjualan
3,4
Fisik Pengolahan 3,4
Penyimpanan 3,4
Fasilitas Penanggungan risiko 3,4
Tabel ini menunjukkan bahwa fungsi.fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
lembaga.lembaga pemasaran sapi bibit menyangkut beberapa aktifitas yang secara
rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
#!"&' !" 3#
Dalam pemasaran babi bali, pengepul mempunyai fungsi.fungsi
pemasaran antara lain; fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi
pertukaran merupakan kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak
38 penjualan. Dalam menjalankan fungsi ini pengepul melakukan aktifitas pembelian
dan penjualan. Aktifitas pembelian dilakukan sebagai sarana untuk memperoleh
persediaan babi bali, sedangkan fungsi penjualan bertujuan untuk meningkatkan
nilai dari babi bali tersebut dengan melakukan penjualan terhadap babi tersebut.
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pengepul dapat dilihat pada saluran 3 dan
saluran 4.
Fungsi fisik merupakan semua tindakan yang berhubungan langsung
dengan kegunaan bentuk, waktu, dan tempat. Aktifitas yang dilakukan oleh
pengepul dalam hal ini adalah aktifitas pengangkutan dan aktifitas penyimpanan
(pemeliharaan sementara). Aktifitas pengangkutan merupakan aktifitas
mengangkut babi dari kandang peternak ketempat penampungan sementara
(kandang stok). Aktifitas ini dapat dilihat pada saluran 3 dan 4.
Aktifitas penyimpanan merupakan aktifitas pemeliharaan sementara yang
dilakukan oleh pengepul untuk menimbulkan kegunaan bentuk dan waktu.
Kegunaan bentuk yang dimaksud disini adalah dengan pemeliharaan tersebut
maka kualitas bibit tersebut dapat ditingkatkan. Dalam hal ini pengepul membeli
bibit yang agak kurus kemudian dengan aktifitas pemeliharaan yang baik babi
tersebut akan menjadi lebih gemuk dan baru kemudian akan dijual. Aktifitas ini
dapat dilihat pada saluran 3 dan 4. Selain menimbulkan kegunaan bentuk, aktifitas
penyimpanan (pemeliharaan sementara) tersebut juga menimbulkan kegunaan
waktu. Kegunaan waktu maksudnya adalah dimana belantik akan menjual babi
tersebut di atas pada waktu yang tepat sehingga harganya menjadi lebih tinggi.
Fungsi fasilitas dari pengepul merupakan aktifitas yang berhubungan
dengan kegiatan penanggungan resiko dan informasi pasar. Aktifitas ini dapat
dilihat pada saluran 3 dan 4. Aktifitas penanggungan risiko yang dimaksud di sini
adalah bahwa semua risiko atau kemungkinan negatif yang terjadi setelah babi itu
berpindah tangan dari peternak ke pengepul adalah ditanggung oleh pengepul
tersebut. Misalnya dalam aktifitas pengangkutan bisa saja terjadi kecelakaan, babi
mengalami patah tulang dan lain sebagainya merupakan tanggung jawab
pengepul. Pengepul juga berfungsi sebagai sumber informasi pasar terutama