• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITI,A KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RISALAH RAPAT PANITI,A KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

RISALAH

RAPAT PANITI,A KHUSUS RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

Tahun Sidang Masa Sidang Jenis Rapat Rapat Pansus Sifat Rapat Hari, Tanggal Jam Undangan A car a

Tempat

Ketua Rapat Sekretaris Rapat Had i r

: 2005 - 2006 : III

: Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) : Ke - 8 (delapan)

: Terbuka

: Kamis, 26 Januari 2006 : Pukul 09.35 s.d. 12.05 WIB

: 1. Pembukaan oleh Ketua Pansus;

2. Masukan dan saran terhadap RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis oleh Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Lembaga Anti Diskriminasi Indonesia (LADI), dan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP);

3. Penutup.

: Ruang Rapat PANJA

Gedung Nusantara II Paripurna Lantai 2 : ALBERT YAPUTRA

: Dra. Prima M. B. Nuwa : 35 Anggota dari 50 Anggota

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(2)

RAPAT OIBUKA PUKUL 09.35 WIB KETUA RAPAT (ALBERT YAPUTRA):

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh;

Salam sejahtera bagi kita semua;

Salom, amitaba.

Saudara-saudara Pimpinan Pansus, Para Anggota Pansus; dan

Undangan yang saya hormati.

Terlebih dahulu saya mengajak hadirin untuk memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita bisa menghadiri rapat dengar pendapat umum Pansus RUU tentang Penghapusan Oiskriminasi Ras dan Etnis dalam keadaan sehat wal'afiat.

Pada hari ini sesuai dengan acara yang kita rencanakan maka kita akan mengadakan rapat dengan acara tunggal yaitu rapat dengar pendapat umum dalam rangka meminta masukan dan saran dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara dan Indonesian Conference on Religion and Peace (Lembaga Anti Oiskriminasi Indonesia) untuk melengkapi naskah rencana undang-undang tersebut.

Bapak-bapak Pimpinan;

Para Anggota Pansus; dan Undangan yang kami hormati.

OPR RI memandang perlu untuk membentuk Pansus RUU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan hal ini telah dilakukan dalam Rapat Paripurna pada tahun 2005 yang lalu, dimana pansus ini terdiri dari 50 orang anggota Dewan dari 10 unsur fraksi yang ada. Perlu kami informasikan bahwa pansus ini telah memilih pimpinan dengan susunan sebagai berikut :

1. Bapak H.M. Said Abdullah dari Fraksi PDI Perjuangan sebagai Ketua Pansus yang mana sekarang telah diganti oleh Ibu Ora.

Elviana, M.Si sebagai Ketua Pansus;

2. Bapak Bambang Sadono dari Fraksi Partai Golkar sebagai Wakil Ketua Pansus yang mana berhalangan;

3. Bapak H.M. Syumli Syadli, SH dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan sebagai Wakil Ketua Pansus;

4. Bapak Albert Yaputra dari Fraksi Partai Demokrat sebagai Wakil Ketua Pansus yang mana hari ini dipercaya untuk memimpin rapat ini;

5. Bapak Drs. Mufid A. Busyiri, M.Pd. dari Fraksl Kebangkitan Bangsa sebagai Wakil Ketua Pansus.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(3)

Sebelumnya juga kami perlu menyampaikan beberapa pengganti keanggotaan Pansus dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yaitu:

1. Ibu Ora. Elviana, M.Si menggantikan Bapak H.M. Said Abdullah.

2. Bapak Drs. H. Mardjono, MM menggantikan Ibu Ora. Hj. Siti Soepami.

3. Bapak Drs. H. Dharmono K. Lawi, M.Si menggantikan Bapak Jaka Aryadipa Singgih.

4. Bapak Deddy Sutomo menggantikan Bapak Drs. H. Sumaryoto.

Adapun nama-nama Anggota Pansus Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis adalah sebagai berikut, dari Fraksi Partai Golongan Karya yaitu Bapak Drs. Made Suwendha, Ibu Hj. Tyas Indyah Iskandar, SH, M.KN, Bapak Drs. Mukhtarudin, dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yaitu Ibu Hj. Elva Hartati Murman, S.lP, MM, Bapak Dr. Drs. H.

Moch. Hasib Wahab, dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan yaitu Bapak H. Husairi Abdi, Lc, Bapak H.M. Hifnie Sarkawie, dari Fraksi Partai Demokrat yaitu Bapak Ir. Asfihani, Bapak H. Zaenudin, dari Fraksi Partai Amanat Nasional yaitu Ibu Hj. Azlaini Agus, SH, MH, dari Fraksi Kebangkitan Bangsa yaitu Bapak Tony Wardoyo, Bapak H. Abdul Hamid Wahid, dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera yaitu Bapak H. Abdul Aziz Arbi, Lc. Demikian Anggota Dewan yang hadir.

RUU ini merupakan inisiatif DPR RI, digulirkannya RUU ini didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

1. Bahwa umat manusia berkedudukan sarna dihadapan Tuhan Yang Maha Esa dan umat manusia dillahirkan bebas, memiliki martabat dan hak-hak yang sarna tanpa perbedaan apapun baik ras maupun etnis;

2. Bahwa segala tindakan diskriminasi berdasarkan ras dan/atau etnis adalah bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia;

3. Bahwa seluruh warga negara adalah sarna dihadapan hukum dan berhak atas perlindungan terhadap setiap bentuk diskriminasi maupun terhadap proses menuju diskriminasi;

4. Bahwa diskriminasi antar warga negara berdasarkan atas ras dan atau etnis merupakan hambatan bagi hubungan persahabatan perdamaian, keserasian, keamanan dan kehidupan bermatapencaharian diantara warga negara yang hidup berdampingan.

Kita ketahui bersama bahwa masalah hak-hak warga negara, hak asasi dan diskriminasi telah terdapat di dalam Undanq-Uncanq Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 20, 21 dan seterusnya. Kita juga sudah mempunyai undang-undang antara lain Undang-undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial tahun 1965 dan Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta banyak Peraturan Pemerintah dan aturan-aturan lain yang menyangkut hak asasi manusia. DPR berpendapat bahwa RUU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis perlu disahkan menjadi undang-undang.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(4)

Dalam rangka pembahasan RUU ini maka sesuai dengan Tata Tertib DPR RI Nomor 8/DPR-RI/1/2005-2006 Pasal 143 disebutkan bahwa selain berdasarkan permintaan masyarakat, Alat Kelengkapan Dewan yang menyiapkan atau membahas RUU dapat melakukan kegiatan untuk mendapat masukan dari masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Pansus RUU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis mengundang bapak dan ibu sekalian untuk memberikan masukan dalam rangka penyempurnaan naskah RUU yang akan dibahas bersama Pemerintah.

Untuk mempersingkat waktu kami persilahkan Bapak/lbu untuk memberikan masukan-masukan yang telah dipersiapkan.

Kami persilahkan:

1. Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia 2. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), 3. Lembaga Anti Diskriminasi Indonesia (LADI)

4. Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP)

Pertama kami mempersilahkan kepada Matakhin dan sekaligus memperkenalkan anggotanya.

Terima kasih.

MATAKHIN (CHANDRA SETIAWAN):

Terima kasih

Bapak/lbu Pimpinan;

Anggota Dewan yang saya muliakan.

Kami dari Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, saya Chandra Setiawan didampingi teman-teman yaitu ... Wanajaya, ... Wijaya. Kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk hadir memberikan masukan terkait dengan RUU tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Di dalam RUU ini kami melihat memang ada hal-hal yang masih memerlukan penyempurnaan. Misalnya berkaitan dengan ketentuan umum, kami memandang ketentuan umum khususnya pengertian mengenai etnis disini sangat luas karena mencakup agama, sejarah, geografis dan sebagainya sehingga di dalam undang-undang ini penjabarannya tidak secara spesifik.

Ini bisa mengundang masalah kalau memang cakupannya seperti itu, misalnya berdasarkan geografis berarti semua etnis di geografis tertentu itu akan mengklaim sebagai etnis, misalnya etnis pulau tertentu, etnis macam-macam. Demikian pula dengan agama, agama sebagai at more religion sebetulnya tidak dikenal, kalau agama-agama besar tidak mungkin sebagai at more religion, agama hanya khusus untuk suku tertentu atau agama tertentu yang langsung mengklaim bahwa dia etnis tertentu.

Ini menimbulkan masalah yang kami pandang bahwa undang- undang ini mesti spesifik, misalnya kalau konvensinya mengenai ras saja sehingga tidak menyentuh aspek yang lain atau memang mau melebar, mau menyelesaikan semuanya, diskriminasi berdasarkan agama dan lain sebagainya yang sering dialami di Indonesia. Karena kita tahu sampai sekarang ini Departemen Agama hanya melayani 5 (lima) agama.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(5)

8etapa banyaknya agama-agama yang lain, agama-agama yang lokal yang tidak dilayani, padahal itu diskriminasi yang nyata di depan kita kalau memang itu mesti diatur.

Kemudian pada Nomor 11 ketentuan umum mendefinisikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang disebut Komnasham adalah komisi yang bertugas memantau, mendorong dan menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan ini. Ini tidak mungkin terlaksana kata menjamin, dari mana Komnasham itu bisa menjamin. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tidak memberikan kewenangan itu. Kewenangan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 itu Komnasham menjalankan yaitu fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi.

Dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 itu tidak memberi sanksi hukum bagi orang-orang yang melanggar Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 kecuali pelanggaran HAM berat. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM itu baru mengatur kewenangan Komnasham yang itu pun merupakan bagian dari sistem hukum yaitu penyelidikan saja. Saya takut nanti Komnasham ini menjadi kambing hitam kalau tidak terlaksana karena Komnasham tidak melaksanakan, karena tidak mampu menjamin, padahal dia tidak punya kewenangan untuk itu.

Darimana dia bisa menjamin terlaksananya peraturan ini padahal dia tidak diberi kewenangan untuk itu, kecuali kita mau mengamandemen Undang- undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Komnasham.

Kemudian konsekuensi bahwa kalau etnis didefinisikan sedemikian, berarti ada pengaturan yang lain-lain. Hal lain yang tidak dicakup oleh undang-undang ini bahwa institusi pemerintah itu melakukan diskriminasi, sanksinya apa? Padahal yang sering melakukan diskriminasi juga institusi pemerintah balk dari pusat maupun daerah. Pemda mengeluarkan peraturan daerah yang sekarang ini banyak terkait dengan diskriminatif, artinya ada orang keharusan mengenakan busana tertentu dan sebagainya walaupun dia bukan beragama itu dan sebagainya di peraturan daerah itu juga akan menjadi masalah, siapa yang menindak?

Karena tidak ada, yang dikenakan sanksi pidana itu hanya non pemerintah. Padahal pemerintah juga sering melakukan tindakan diskriminatif, itu perlu diatur.

Kemudian kewajiban pemerintah itu rasanya perlu ditambahkan kewajiban yang kalau kita lihat disini pada Pasal 7 harusnya secara tegas.

Misalnya kita tahu sebelum kenaikan 88M dan sebagainya ada beredar SMS yang sangat SARA, pemerintah harusnya bisa menindak tegas, atau ada sekelompok masyarakat yang menyerang etnis tertentu, kalau perlu pemerintah sudah harus melarang apakah kegiatannya maupun organisasinya, disini tidak ada. Artinya pemerintah harus melarang penyebarluasan gagasan yang menimbulkan kebencian yang nyata-nyata terhadap ras tertentu termasuk organisasinya kalau memang tujuan organisasi tersebut untuk mempropagandakan, menyebarluaskan dan mendorong diskriminasi ras, Pemerintah harus punya kewajiban seperti tugasnya, di dalam Pasal 7 itu tidak jelas.

Kemudian ada yang dihilangkan di Pasal 10 penjelasan halaman 16 di draft yang kami terima, di dalam hak-hak sipil kalau kita lihat konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi ras yang diacu juga di konsiderat mengingat, hak berpikir, berkeyakinan, beragama, di dalam konvensinya pun dimasukkan.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(6)

Jadi disini hanya hal-hal untuk berpikir, pembahasan, berekspresi melalui pendapat dengan bebas. Apalagi kalau kita lihat ketentuan umum etnis itu adalah menyangkut agama, tapi hak untuk berpikir, berkeyakinan, beragama, berkeyakinan beragamanya dihapus, itu harus sipil.

Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 maupun di konvensi internasional tentang hak-hak sipil yang sekarang sudah diratifikasi itu sudah jelas sekali, selalu kalau bicara hal untuk berpikir selalu digandengkan dengan berpikilr, berkeyakinan, beragama, dalam draft ini dihilangkan. Saya pikir itu perlu dimasukkan karena mengingat konsideran mengingatnya itu memasukkan undang-undang itu yang mungkin konsiderannya perlu ditambah. Karena kita sudah meratifikasi International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) perlu dimasukkan ke dalam konsideran.

Terima kasih, untuk sementara masukan dari kami Matakhin demikian. Kami kembalikan kepada Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Silahkan.

MATAKHIN:

Bisa menambahkan,

Ada satu point pada pasal, menjelaskan yang tadi disampaikan, saya akan menjelaskan point yang ke-4, itu dijelaskan .... untuk memilih pasangan hidup dalam perkawinan. Dan saya pikir point ini memang penting sekali. Kita memilih pasangan itu biasanya bebas tapi saya pikir di negara kita ini jangankan perkawinan beda agama, perkawinan satu agama saja belum bisa atau satu keyakinan. Saya senang sekali kalau ini dicantumkan. Sebagai warga negara berhak untuk memilih pasangan hidup dalam perkawinan.

INTERUPSI F-PG (Hj. TYAS INDYAH ISKANDAR, S.H., M.Kn):

Interupsi,

Yang disampaikan itu pasal berapa, dimana? Pasal 10 dalam penjelasan, point berapa?

MATAKHIN:

Saya berterima kasih sekali point ini ada. Tetapi di lapangan tidak bisa dijalankan. Contoh misalnya... dan konghucu kawin, itu ditolak. Itu satu agama, satu keyakinan. Apalagi kalau keyakinannya berbeda.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Cukup dari MATAKHIN?

Sebelum kita lanjutkan ke pembicara selanjutnya kami perkenalkan Anggota Dewan yang baru datang yaitu Ibu Trulyanti Habibie Sutrasno.

Kami persilahkan yang berikutnya.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(7)

A.M.A.N. (EMIL G.):

Terima kasih Pimpinan.

Pertama-tama kami ucapkan terima kasih atas kesempatan Rapat Dengar Pendapat Umum yang telah mengundang kami dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Saya sendiri Emil Gleden sebagai Sekretaris Eksekutif dari organisasi ini. Saya datang bersama salah seorang Koordinator Region Jawa Bapak Ugi Suganda yang persis di sebelah saya.

Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua.

Pimpinan yang kami hormati,

Para Anggota Pansus yang kami muliakan,

Ada beberapa hal yang akan kami komentari menyangkut dengan Rancangan Undang-Undang ini. Pertama, apakah sudah ada SK Akademik tentang Rancangan Undang-Undang ini. Seandainya ada, alangkah baiknya bila naskah akademik itupun bisa di share dengan berbagai pihak yang diundang untuk terlibat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum. Karena itulah dasar untuk menilai isi dari Rancangan Undang-Undang ini.

Kedua, mengenai substansinya sendiri. Pertama mungkin dalam bagian menimbang kami berpendapat bahwa perlu juga dalam pertimbangan atau bagian mengingat. Ini kami sendiri kurang pasti karena kami tidak begitu paham soal konsideran ini. Alangkah baiknya kalau juga dimasukan klausul tentang kewajiban negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Itu menjadi dasar pertimbangan utama. Karena itu, dalam asas pendirian negara disebutkan bahwa negara ini didirikan untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dalam bagian mengingat apakah memungkinkan karena kita sudah meratifikasi ICRP dan ICR. Jadi Resifel dan. ecosof itu sudah diratifikasi sehingga tidak perlu itu dimasukan ke dalam bagian mengingat. Kemudian dalam ketentuan umum, kewajlban : negara adalah memberikan perlindungan. Dalam Undang-Undang ini hampir seluruhnya ditekankan soal perlindungan. Kami mengusulkan ada juga tambahan soal perlindungan dan penghormatan. Karena itu dua hal yang berbeda.

Perlindungan itu menyangkut seal segala produk hukum yang dijadikan landasan untuk melindungi tapi soal penghormatan itu soal implementasi yang desainnya di dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan organik lainnya.

Terkait dengan itu juga sebetulnya pertanyaan mengenai isi dari ini, ini ada soal asas dan tujuan dan juga ada penjelasan bakti dasar. Dan isi- isinya tentang tindakan yang bersifat diskriminasi. Kemudian upaya penghapusan, kemudian penyelenggaraan perlindungan di Bab 5, pemantauan dan penilaian, hak dan kewajiban, peran warga negara, dan seterusnya.

Alangkah baiknya kalau ada satu bab atau satu bagian yang juga menjelaskan, bukan saja tindakan diskriminasi tapi juga subyek yang melakukan diskriminasi yang sebagaimana yang sudah diungkapkan pembicara sebelumnya. Menyangkut soal HAM, konteksnya itu sangat kekuasaan sehingga negara harus selalu disebutkan dalam persoalan pelanggaran HAM.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(8)

Karena itu tindakan yang bersifat diskriminasi itu menurut pertimbangan kami alangkah perlunya jika juga disebutkan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan dan juga pihak yang sangat mungkin melakukan pelanggaran HAM. Jadi pelanggaran HAM itu bukan hanya oleh perorangan tapi juga oleh institusi negara dan juga oleh negara itu sendiri. Kemudian obyek yang menjadi pelanggaran HAM selain juga kelompok-kelompok minoritas juga dapat disebutkan secara lebih detail dalam Rancangan Undang-Undang ini.

Dalam Pasal 5 ayat (1) upaya penghapusan itu tadi sudah kami sebutkan supaya dimasukan tambahan soal penghormatan. Mengenai paham fluralisme itu hanya disebutkan di Pasal 5 ayat (3a). Apakah ini memungkinkan karena ini sangat penting bicara soal ras dan etnis adalah bicara paham pluralisme. Ada bagian khusus yang menjelaskan apa yang dimaksud paham pluralisme di sini. Menyangkut substansi lebih lanjut, mungkin perlu juga dijelaskan dalam pasal-pasal ada klausul mengenai, di sini sudah ada etnis dan ras namun persoalan pelanggaran HAM yang dialami sejauh ini lebih dalam konteks minoritas baik religius minority maupun culture dan etnic minority. Jadi yang ada itu misalnya persoalan agama, kelompok-kelompok kepercayaan tertentu ataupun juga kelompok- kelompok suku tertentu yang minoritas. Sehingga ada berbagai kelompok minoritas.

Satu pernyataan lagi adalah menyangkut bagaimana sebetulnya posisi Rancangan Undang-Undang ini terhadap berbagai insiatif atau berbagai produk Perundang-Undangan yang sudah ada. Kita Iihat misalnya saat ini kalau saya tidak salah sedang dibahas di DPR Rancangan Undang-Undang tentang Rahasia Negara. Sebuah hal yang sebetulnya sangat potensial menimbulkan terjadinya pelanggaran HAM.

Dalam beberapa pasal dalam RUU Rahasia Negara itu disebutkan tentang misalnya informasi publik. Informasi publik itu bisa sangat terbatas, saya lupa persisnya bunyi pasal itu tapi "publik bisa dibatasi haknya untuk mendapatkan informasi apapun baik menyangkut ekonomi, politik, sosial, dan budaya jika itu sudah ditetapkan sebagai rahasia negara. Sementara konteks rahasia negara di situ sangat luas. Kemudian posisi Undang- Undang ini sendiri terhadap Undang-Undang Nomor 32, tadi sudah disebutkan tentang bagaimana berbagai Pemerintah Daerah menetapkan Peraturan Daerahnya sendiri yang konteksnya bisa melanggar HAM.

Ketiga, bagaimana posisi Undang-Undang ini terhadap Undang- Undang Mahkamah Institusi yang dalam salah satu pasalnya menyebutkan bahwa yang mengajukan gugatan adalah badan hukum. Jika terjadi pe!anggaran HAM terhadap sekelompok orang, bagaimana ketentuan hukum yang menjamin sekelompok orang itu mengajukan gugatan.

Apakah mereka bisa diperlakukan sebagai sebuah badan hukum? Orang Cigugur, orang Badui, kelompok-kelompok etnis Dayak dan macam- macam.

Ketentuan ini harusnya juga diatur di dalam regulasi negara. Dalam kaitan dengan masyarakat hukum adat, itu juga dalam Prolegnas sebetulnya sudah ada salah satu bagiannya itu yaitu nomor 106 kalau saya tidak salah. Itu tentang RUU tentang Masyarakat Hukum Adat. Posisi Undang-Undang ini terhadap RUU itu seandainya nanti akan dijadikan agenda di DPR juga bagaimana. Itu harus dipikirkan karena masyarakat hukum adat sendiri sejauh ini sudah mendapat banyak tempat dalam berbagai Undang-Undang Dasar. Ada di Pasal 18b ayat (1) dan Pasal 28i,

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(9)

Undang-Undang tentang HAM, dan juga Rancangan Undang-Undang tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Masyarakat hukum adat sendiri sudah mendapatkan sebuah definisi.

Bagaimana ini diposisikan terhadap definisi etnis dan ras. Karena, konteks diskriminasi dalam Pasal 25 itu misalnya disebutkan soal pengambilalihan tanah masyarakat itu juga termasuk diskriminasi soal dibatasinya akses masyarakat hukum adat terhadap sumber daya a/am, itu juga diskriminasi.

Sehingga itu penting untuk dipertimbangkan.

Yang terakhir pertanyaannya adalah apakah tidak penting juga bila dipertimbangkan Konvensi /LO 169 untuk menjadi masukan bagi perlindungan kelompok minoritas misalnya di dalam Rancangan Undang- Undang ini. Karena, dalam Konvensi 169 itu sangat terkait dengan search dan ekosof, disebutkan tentang perlindungan adat berbagai kelompok masyarakat hukum adat atau aboriginal people yang memiliki sejumlah yang spesifik yang tidak dapat dipisahkan walaupun dapat dibedakan.

Untuk sementara demikian pendapat kami. Kami mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Barangkali kalau ada tambahan dari Pak Ugis.

Terima kasih.

AMAN (LUSIS):

Terima kasih.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Sapak Pimpinan Sidang Pansus; dan Para Anggota Pans us, serta

Hadirin yang saya hormati,

Saya dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara sangat berterima kasih terutama dalam forum-forum seperti ini ternyata sekarang Pemerintah sudah lebih aktif untuk mengakomodir apa-apa yang ada di masyarakat terutama di daerah-daerah yang terpencil.

Saya mohon apabila RUU ini jadi, tolong hal-hal yang sifatnya spesifik itu dihargai. Jangan membuat Undang-Undang itu di kulit mukanya saja. Yang penting Undang-Undang ini untuk rakyat Indonesia, sedangkan asas kita itu adalah keanekaragaman. Terutama dalam Undang-Undang Nomor 41 hanya secara emplisit di situ ada sedikit pengakuan. Tetapi untuk peraturan di bawahnya itu semacam di Perda tingkat kabupaten, ini belum. Kami pernah dengan Bupati Sukabumi, Perda seperti apa untuk masyarakat adat? Saya bingung, bupati kok bertanya pada saya.

Saya bilang ada Pak di Undang-Undang Nomor 41 tentang Masyarakat Adat itu. Tinggal Bapak itu apakah ini inisiatif, atau bekerja sandungan legislatif membuat. Ini salah satu contoh saja. Terutama saja di Pulau Jawa ada tiga komunitas : Baduy, Sidulusikep dan Cigugur. Di situ hak-hak sipilnya terpasung sekali. Salah satu faktor dalam perkawinan menurut adat. Karena dia di KUA tidak dilayani, sedangkan dia membawa surat keterangan dari kepala desa misalnya pergi ke catatan sipil, tolong catatan sipiil dicatat perkawinan adat ini. Sebab hal ini sangat substansi sekali.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(10)

Ternyata catatan sipil di sana tidak mau juga, katanya tidak ada juknis dan juklak dari atas. Ini salah satu contoh. Saya mohon dalam RUU ini tolong ada ruang untuk memberikan kepada Pemerintah Daerah sebagai pelayanan untuk pencatatan pernikahan seperti itu. Saya kira itu, kemudian dalam hal urusan KTP. Ini hak sipil. Di sana misalkan ada, karena agamanya ini penhayatan, sehingga diberi tanda min. Hal ini juga apakah termasuk diskriminasi?

Kembali ke masalah tadi yaitu perkawinan, mungkin dampak lebih luasnya begini. Apalagi anak-anak dan golongan penghayat itu akan melanjutkan sekolah, kan dia harus membuat akte kelahiran. Akte kelahiran itu membutuhkan sebentuk surat nikah sebagai persyaratan.

Begitu juga untuk sumpah jabatan. Saya kira cukup dulu dari saya, mungkin ada sesi lain kita bisa bicara leblh banyak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebelum kita lanjutkan, kami memperkenalkan Anggota Dewan yang baru datang yaitu Bapak Drs. H. Bisri Romli dari Fraksi PKB.

Kami persilahkan kepada Lembaga Anti Diskriminasi Indonesia.

L.A.DJ (REBECCA):

Selamat pagi Bapakllbu, Salam sejahtera.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Kami dari Lembaga Anti Diskriminasi Indonesia yang mendampingi para ibu miskin Tionghoa, China-China di Benteng, China Tangerang, perbatasan DKI Jakarta dengan Tangerang. Mungkin kita juga akan membantu China yang miskin lainnya seperti korban perkosaan, yang tadinya kaya menjadi miskin. Itu juga kita akan kategorikan sebagai miskin.

Karena, China miskin sebenarnya banyak tetapi masyarakat selalu menganggap itu semua kaya, pedagang. Tetapi Ibu-ibu yang pada siang hari ini sudah siap untuk memberikan kesaksian.

Sehari-harinya itu kerjanya apa, bagaimana mereka mengurus surat-suratnya. Tapi sebelum kami hanya memberikan pengantar bahwa kami setuju dengan tadi wakil dari AMAN yang mengatakan bahwa harus ada suatu bab pengaturan yang mengatur subyek dalam hal ini Pemerintah sebagai penanggung jawab atau pemberi perlindungan dan yang menjamin terlaksananya Undang-Undang ini. Apakah dari korban diskriminasi itu bisa memberikan gugatan pada orang yang seharusnya memberikan perlindungan tapi ternyata tidak jadi atau tidak mampu atau bahkan sengaja mempersulit memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia. Saya sangat setuju dengan bagian itu.

Kedua, untuk menambahkan bahwa disamping perlu disebut di dalam Undang-Undang ini mengenai pengaturan catatan sipil maupun ketenagakerjaan misalnya. Sepertinya tidak secara spesifik disebut, kemudian yang tadi sudah disebutkan adalah dalam pencatatan KTP misalnya dalam perkawinan. Tetapi saya rasa juga perlu pengaturan khusus tentang pendidikan, keterlambatan akte akhir. Karena pada Undang-Undang Kewarganegaraan dan Undang-Undang Catatan Sipil, itu mengatur administrasi kependudukan, dimana akte lahir itu menjadi issue penting di dalam kependudukan.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(11)

Tetapi tanpa adanya pasal yang mengatur keterlambatan akte lahir, terutama dalam pengadaannya, saya rasa Undang-Undang ini nanti tidak berkoordinasi dan berintegratif dengan undang-undang lainnya. Karena Ibu-ibu yang hari ini hadir disini adalah yang perkawinannya tidak tercatatkan karena waktu itu perkawinan secara pesta adat istiadat Tionghoa saja.

Tetapi tidak bisa mencatat di pengadilan negeri karena keterlambatannya sudah sangat lama. Undang-Undang ini apakah juga ada satu pasal yang mengatakan mencabut staatblad atau undang-undang catatan sipil yang lama, saya tidak tahu apakah ini memang tempatnya, karena undang-undang ini kelihatannya netral saja, dia hanya mengatur masyarakat. Tetapi saya rasa masyarakat itu sudah cukup sibuk, setiap hari harus mencatatkan dirinya, harus ikut pemilihan umum, harus berpartisipasi, BBM naik dia juga harus kena pengaturan itu, tetapi sebaliknya ketika kita ingin mencatatkan, apakah Pemerintah itu mau mencatatkan dan justru kondusif.

Undang-undang ini tidak membicarakan, misalnya perlakuan diskriminasi itu bisa berupa kata-kata. Yang disebutkan "bahwa negara harus secara efektif memberikan perlindungan"I pada pasal 5 upaya penghapusan, undang-undang ini tidak secara spesifik menghapuskan staatblad Belanda itu. Misalnya negara memang ingin mempromosikan pluralisme, saya rasa yang paling penting disebut dalam undang-undang ini adalah mencabut staatblad Belanda. Karena justru dengan administasi kependudukan yang membedakan itu, sehingga kepenqurusan pengusaha, membuka perusahaan, mau masuk ke sekolah SD sampai Universitas, itu didasarkan kepada status sosial. Tetapi staatblad Belanda itu tidak disebut sarna sekali didalam undang-undang ini.

Kami sebagai LSM dan Ibu-ibu dari Perhimpunan Perempuan Tionghoa Miskin sedang menuju kearah sana. Staatblad Belanda itu perlu dicabut, kami sekedar sebagai pintu masuk supaya anggota rakyat lainnya juga bisa ikut mengangkat akar pohon yang besar ini. Karena undang- undang staatblad Belanda itu sudah puluhan tahun kita pakai dan sejak Abad 18, untuk mencabutnya itu sangat susah. Saya pikir itu masukan dari kami, sekedar untuk catatan sipilnya.

Kedua, untuk perkenalan dahulu, orang-orang China Miskin ini juga tidak mendapatkan Jaringan Pengaman Sosial padahal mereka itu sudah jelas Warga Negara Indonesia. Ini dari aspek hak-hak sipil dan politik.

Yang tadi kami bicarakan tentang sipil. Orang Tionghoa Miskin ini setiap hari terlunta-Iunta tidak bisa makan, sebaliknya sebagai masyarakat sipil dan sebagai warga negara Indonesia mereka perlu adanya perlindungan karena mereka fakir miskin. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 34 mengatakan "fakir miskin adalah tanggung jawab negara".

Tetapi JPS yang berupa beras miskin, kartu keluarga sehat, kemudian modal usaha dari kelurahan yang sekarang diramaikan dikoran itu tentang PPMK, yang jelas China Miskin dimanapun di Indonesia tidak pernah dapat, sembako itu tidak pernah dapat. Jadi kalau ada bencana banjir itu, Supermie dibagi dimana-mana, mereka dari kejauhan didalam rumahnya mendengar orang lain sedang dibagi sembako, mereka yang di dalam air, di loteng terpaksa hanya bertahan hidup dengan nasi dan garam. Itu yang langsung nanti bisa didengarkan dari kesaksian orang- orang di sini yang saya bawa.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(12)

Jadi hak-hak sipil dan politik yang dimaksudkan dalam perlindungan itu, saya tidak tahu secara spesifik menyebutkan, bahwa untuk orang fakir miskin jelas-jelas tidak bisa terjadi diskriminasi, sekalipun orang Tionghoa itu akan dikenakan alternative actions. Hanya karena dikira masyarakat adat atau etnis di Indonesia itu pasti miskin. Dikira orang Batak, Aceh, Maluku dan Ambon tidak ada yang kaya, sebaliknya orang Aceh ataupun Batak berpesta-pesta, orang Batak ataupun Aceh yang miskin juga tidak diperdulikan. Oleh karena itu negara harus tidak ada diskriminasi tentang orang miskin tanpa melihat ras dan etnis, walaupun ada mitos bahwa orang Tionghoa itu biasanya kaya.

Saya rasa itu semacam masukan untuk sekarang ini, dan Ibu-ibu, kami akan masuk kepada masalah kesaksian Ibu-ibu. Ibu Tju Mei dahulu memberikan kesaksian mengenai keterlambatan akte lahir, selama ini membuatkan untuk ibu-ibu yang anaknya sudah 42 tahun, tetapi staatblad- nya mengatur bahwa keterlambatan akte lahir untuk orang Tionghoa harus ada penetapan pengadilan sedangkan pribumi tidak. Sehingga orang Tionghoa ini mengurus di Pengadilan, berbelit-belit prosedurnya. Silahkan Ibu Tju Mei mengenai tiga nama itu.

LIE TJU MEl:

Selamat siang Bapak-bapak dan Ibu-ibu.

Disini saya akan memberikan kesaksian. Nama saya Ibu Lie Tju Mei, saya dari Tegal Alur, saya datang bersarna Ibu Rebecca dan Ibu-ibu lainnya, teman aya seperjuangan dalam mengurus sural. Saya akan memebri kesaksian bahwa anak saya 8 orang, banyak. Anak saya 8 tetapi yang memiliki akte lahir hanya 3 orang. Karena waktu itu dari kesatu sampai kelima tidak ada akte lahirnya karena saya tidak mempunyai SBKRI. Ke bawahnya, setelah punya SBKRI, Bapaknya yang mengurus.

Bapak bekerja sebagai sopir Bajaj. Dengan menghidupi 8 orang anak yang penghasilannya pas-pasan. Saya waktu itu tidak kerja, tidak dagang, hanya mengandalkan dari suami, sedangkan anak-anak butuh biaya pendidikan, sekolah dan untuk makan sehari-hari. Karena mengurus surat rasanya sangat repot sekali.

Anak saya kesatu sampai kelima tidak punya akte lahir karena saya tidak punya SBKRI, pernikahan saya tidak dicatat dicatatan sipil, karena saya tidak punya akte nikah. Jadi otornatis anak ikut Ibu. Saya tidak dapat mengurus akte lahir, karena diminta SBK RI dari Ibunya. Waktu itu ada pemutihan SBKRI, saya jugta dengar. Tetapi saya mengurusnya tetapi pada waktu itu saya tidak punya uang dan kebetulan dapat arisan, saya ingin sekali mempunyai SBKRI, saya mengurusnya waktu itu. Setelah saya punya SBK RI juga saya bingung mengurus akte anak-anak saya, karena semuanya sudah terlambat. Saya mengurus SBK RI juga sangat sulit, pukul 04.00 WIB itu sudah berangkat dan kalau kesiangan tidak dapat nomor.

Setelah saya punya SBK RI saya tidak langsung mengurus akte kelahiran anak saya, karena sudah keterlambatan. Karena saya tidak punya uang, penghasilan dari suami pas-pasan untuk sehari-hari dan pendidikan anak-anak, saya bingung harus mengurus kemana. Waktu itu ada pemutihan di kelurahan saya juga pernah mengurus, karena saya ingin sekali anak-anak saya punya akte lahir. Yang tiga ada sedangkan yang lima tidak ada, saya bingung waktu itu.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(13)

Pemutihan di kelurahan saya coba mengurusnya tetapi ditolak karena tidak untuk keturunan. Jadi hanya khusus pribumi waktu itu.

Belakangan saya mengurus lagi, sarna juga ditolak. Jawabannya begitu juga sarna, waktu itu saya mengurusnya di Yayasan Tunas Kasih, semua berkasnya saya kasih, tetapi setelah diperiksa dikembalikan, karena namanya tiga huruf, jadi tidak bisa. Setelah itu saya tidak mengurusnya karena saya bingung. Uang tidak ada, karena mengurus juga pakai uang.

Sesudah begitu keterlambatan semua yang lama kelamaan sudah puluhan tahun umur anak-anak saya. Setelah itu saya mendengar bahwa Ibu Rebecca dari Tegal Alur.

Saya dengar dari ternan-ternan dan tetangga, katanya bisa mengurus akte lahir bagi orang-orang yang tidak mampu dan keterlambatan. Jadi saya coba datang menemui Ibu Rebecca. Saya mengurus disuruh berjuang, jadi kita tidak menyuruh Ibu Rebecca karena dia bukan makelar surat, saya dididik, berjuang bersama ternan-ternan, mereka juga merasa kesulitan mendapatkan surat tidak mampu. Ketika saya datang, menurut mereka sedikit susah juga di daerah lain. setelah itu, sekarang anak-anak saya yang lima itu juga sudah ada akte lahirnya. Puji tuhan berkat jasanya Ibu Rebecca.

Dari ternan-ternan kami di Tangerang membuat surat tidak mampunya sedikit susah, tetapi kami kebetulan di Tegal Alur, yang saya pribadi mudah. Tetapi katanya ternan-ternan ada juga yang susah membuatnya.

Terima kasih Bapak-bapak dan Ibu.

L.A.DJ. (REBECCA):

Salah satu kesaksian mengenai bahwa mereka itu sebenarnya mau bercerita tentang pendekatan pengadilan ketika dari catatan sipil ada pengantar ke Pengadilan Negeri, dari Pengadilan Negeri kembali lagi ke Kantor Catatan Sipil. Pada kalangan Tionghoa harus ada semacam tes tentang otentisitas berkas-berkas. Ini yang paling diskriminatif. Dikiranya orang Tionghoa yang namanya tiga, dengan sendirinya WNA. Ada pemahaman itu di RT/RW maupun dikalangan bawah birokrasi. Namanya Lie Tju Mei dikira sudah pasti WNA, padahal belum tentu. Kwik Kian Gie namanya juga tiga. Tetapi selalu dianggap bahwa orang ini lahir di RRC.

Lie Tju Mei ini sebenarnya neneknya ada yang Islam, dan Ibu-ibu yang lain juga.

Jadi penetapan pengadilan itu hanya dipakai untuk pembuktian.

Kami lewat kesempatan ini juga ingin menyampaikan dicabutnya penetapan pengadilan untuk keterlambatan akte lahir Tionghoa, supaya dengan demikian sarna dengan pribumi. Apakah pribumi tidak pakai penetapan pengadilan sementara ibu-ibu ini bolak-balik setengah mati.

Misalnya nanti Ibu Nursiah, anaknya banyak, asli Solo, menikah dengan laki-Iaki Tionghoa dipersulit harus dengan SBKRI, berapa kali harus balik ke pengadilan untuk penetapan hakimnya.

NURSIAH:

Selamat siang Bapak dan Ibu.

Nama saya Nursiah, orang Islam asli tetapi suami saya orang China.

Jadi karena saya ingin membuat KTP, diminta sejumlah besar uang tetapi tidak jadi juga. Orang-orang mau membuatkan KTP anak saya dengan jumlah besar tetapi tidak jadi juga.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(14)

Apalagi membuat surat Akte susah, sudah puluhan tahun, jadi anak saya keterlambatan semua. Kalau yang tiga orang bisa, sedangkan anak saya enam orang. Yang tiga orang sampai sekarang tidak mempunyai akte. Satu hakim satu anak untuk membuat akte ke pengadilan. Jadi saya pergi sendiri. Saya tidak punya apa-apa, suami saya juga tidak punya.

Suami saya lahir di Jakarta.

(L.A.DJ. REBECCA):

Saya terpaksa menjelaskan, waktu di pengadilan tangerang, dan juga pengadilan Jakarta Barat di Cengkareng. Karena Tegal Alur ini termasuk kelurahan Cengkareng. Pengadilan itu mengharuskan hakimnya satu, anaknya satu. Misalnya Ibu Nursiah anaknya empat, Ibu Tju Mei anaknya empat, jadi hakimnya satu anaknya satu, Ibu Tju Mei harus datang menemani anaknya setiap hari. Satu hakim, dia bisa bilang tiga kali datang, empat kali datang untuk persidangan pembuktian surat-surat, kemudian harus attachment formulir, kemudian surat tidak mempunyai harus kita lampirkan bersama dengan satu permohonan kepada pengadilan bahwa ini plodeo.Oleh karena itu prosedurnya lama bisa mencapai 8 bulan, sementara saya sebagai LSM, 530 yang pribumi langsung tidak sampai dua minggu jadi. Betapa diskriminasinya itu terasa sekali.

Bapak-bapak dan Ibu, saya terang-terangan saja, ada orang Batak Kristen ditolak oleh catatan sipil. Waktu saya buatkan pribumi yang gratis itu, dia bilang alasannya, semua harus yang islam, yang kristen pribumi, waktu itu ada sembilan keluarga, dan ibu-ibu semacam Ibu Nursiah ini yang kawin campur dengan laki-Iaki Tionghoa, seharusnya kalau diluar nikah, termasuk kepada ibunya. Secara undang-undang itu termasuk kepada istri, tetapi tetap oleh catatan sipil Jakarta Barat ditolak, hanya berdasarkan suami. Saya pertahankan, ini tetap harus termasuk staatblad nomor 1917. Sedangkan untuk pribumi islam nomor 1920. Kami membuat hanya dua minggu jadi, 530 tanpa pengadilan. Ketika diluar nikah, itu cukup dengan materai, lalu menjadi suami istri pribumi itu.

Tetapi kalau di Tionghoa, kalau diluar nikah, tidak punya surat kawin, tidak bisa pakai surat materai seperti itu. Semua akte lahir yang dibuatkan, berstatus diluar nikah, artinya kumpul kebo. Saya ingin .peraturan yang staatblad itu dicabut, karena semua orang tiu kawin dengan cinta dan resmi mereka didepan masyarakat adatnya, dengan semua tetangga melihat bahwa dia sudah menikah. Tetapi dalam aturannya pemerintah Belanda, secara sengaja orang Tionghoa inilah yang harus kumpul kebo. Memangnya etnis lain tidak boleh ini.

Saya melihat cross program yang kemarin kami konverensi pers dengan Gus Our, supaya cross program itu kami tuntutkan, dalam momen- momen Imlek ini, karena cross program itu artinya penyederhanaan prosedur cara membuat keterlambatan akte lahir. Oiperkirakan 300 ribu orang Tionghoa yang keterlambatan diseluruh Indonesia, dan saya khawatir jumlahnya sudah multiplikasi banyak sekali.

Sekarang Ibu Poami dari Pengadilan Negeri Tangerang.

KETUA RAPAT:

Mohon maaf Ibu Rebecca, ini waktu yang terakhir. Waktu lima menit kami persilahkan.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(15)

L.A.OJ. (REBECCA):

Dari Ibu Poami, membuat surat mampu maupun subsidi BBM dapat atau tidak juga.

POAMI:

Selamat siang Bapak-bapak dan Ibu, nama saya Poami.

Suami saya petani, suka keliling dagang rokok apabila sedang ada tontonan. Saya ingin membuat akte lahir susah diminta RT dan RW nya.

Jadi saya tidak punya WNI, disuruh pakai nama WNI Bapak Wie Kang Yang tidak boleh, disuruhnya menggunakan nama ibu Lie Oh Nyih, ibu saya tidak punya, waktu

Jtu

ada pernutihan orang China tidak boleh, hanya untuk pribumi saja. Dahulu Bapak juga suruh buat, "gaceng" juga tidak kuat bikin, sekarang pinjam juga tidak dapat. Jadinya Bapak saya tidak kuat bikin. Sampai terpaksa jual nipah, hanya sepuluh perak, akhirnya saya bikin. Anak Bapak saya banyak, ada 12, anak saya enam dan satupun tidak ada yang punya akte lahir.

Sekarang karena saya kenai dengan Ibu Rebecca, saya mau dibuatkan tetapi susah. kehakimannya sidangnya juga susah. saya punya anak 6 disangka menyelundupkan. Saya tidak mau karena takut, yang tiga mudah dan yang tiga susah. sampai staf Balai Desa dipanggil untuk kesaksian, kalau tidak ada dia saya tidak dapat dibuatkan.

L.A.OJ. (REBECCA):

Dengan tanggal ijazah, dan bidan semuanya berbeda. Karena dia buat dan karena dia buta huruf, jadi semua yang buat bidan dan dia tidak mengerti. Sekertaris Kelurahan membuat seadanya saja, tanggal dikarang- karang tidak karuan. Jadi dia tidak mengerti karena dia buta huruf. Orang- orang semacam ini.

INTERUPSI F-PAN (PATRIALIS AKBAR, SH):

Ingin bertanya sedikit Ibu.

Ibu suaminya orang Warga Negara Indonesia, orang tuanya sudah WNI juga. Jadi sudah ada akte kelahiran Bapak dan Ibunya.

POAMI:

Bapak dan Ibu punya, tetapi saya tidak punya. Jadi saya diminta buat dari Ibu saya. Sudah bikin Bapak saya Wie Kang Yong, jadinya saya disuruh pakai punya Ibu, tidak boleh punya Bapak.

L.A.OJ. (REBECCA):

Saksi dari Bidan dipanggil semua, dimarah-rnarahi sama Hakimnya, dan Ibu ini sampai keringetan. Karena dia takut bahwa dia dikira penyelundup anak hanya karena ijazah, KK dan semua tidak sama. Dia tidak mengerti bahwa dia salahnya apa. Jadi kita hanya bisa mengatakan didepan Anggota Rakyat siang hari ini, bahwa orang Tionghoa banyak yang seperti itu, dan yang kaya sepertinya juga tidak mengerti bahwa surat itu caranya membuat bagaimana. Di Indonesia saya rasa banyak sekali, karena mereka sangat ketakutan diperas. Harganya mahal sekali, jadi dia tidak mengerti bagaimana caranya membuat KK, begitu lama dan dia tidak mengerti bahwa itu carut marut.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(16)

Dengan adanya cross program, ada perhatian dari Pemerintah untuk bisa menyederhanakan prosedur, kalau tidak ibu-ibu ini setiap hari bolak- balik ke Pengadilan, tetapi kalau dengan cross program, Departemen Kehakimannya disitu, Departemen Dalam Negeri, semacam pemutihan, tetapi kata-kata "pemutihan" itu untuk SBKRI. Tetapi ini untuk akte lahir.

Dengan demikian, anak-anak cucu dari orang-orang China miskin ini tidak lost generation tanpa ada perlindungan hukum.

Untuk penutupnya, saya mengatakan tanpa ada KTP dan akte lahir, mereka tidak bisa bekerja, melamar kerja. Suami mereka ini semuanya penganggur. Kemudian anaknya juga tidak bisa sekolah karena akte lahir dan SBKRI harus dilampirkan. Ketika subsidi BBM-pun, kemarin kami ke BPS, tidak bisa diberikan subsidi BBM hanya karena KTP tidak ada. Jadi tercerabut dari lingkungan masyarakat dan hak-hak sipil politik lainnya.

Tetapi lucunya apa? Ketika pemilihan umum, semuanya harus ikut. Ketika pemilihan umum selesai, KTP tidak dibuatkan. Semua ini ada Kartu Pemilu-nya, semua orang Tionghoa harus memilih. Tetapi begitu ada sembako tidak diberikan apa-apa.

F-PAN (PATRIALIS AKBAR, SiH):

Jadi tolong memberikan nama untuk status itu jangan lagi menamakan diri sebagai orang China. Itu salah besar. Kalau Ibu datang ke sana lalu mengatakan bahwa Ibu orang China, maka dia tidak mau berikan. Saya ini orang Indonesia yang memang keturunan etnis Tionghoa. Jadi jangan mengaku orang China, mengaku orang Indonesia.

INTERUPSI (L.A.DJ REBECCA):

Sebentar, sepertinya Pak Patrialis Akbar salah. Terus terang saja, justru ibu-ibu di sini tidak mengerti kata-kata China. Ketika saya pertama kali mendampingi mereka, mereka hanya tahu bahwa mereka ini pribumi.

Begitu saya bicara pribumi, yang saya maksudkan itu orang Islam atau orang asli sana, lalu mereka katakan bahwa mereka ini adalah orang asli sini. Jadi baru kali ini mereka tahu bahwa mereka ini orang China. Justru karena diskriminasi oleh Pemerintah, mereka baru mengetahui bahwa mereka itu China. Jadi jangan dibolak-balik, dikira kita tidak nasionalis.

Saya menolak, karena orang-orang China banyak yang merasa dirinya orang Indonesia.

F-PAN (PATRIALIS AKBAR, SH):

Tadi anda katakan bahwa kita ini orang Indonesia. Jadi tolong disosialisasikan bahwa kita ini orang Indonesia dan kebetulan etnis kita adalah keturunan Tionghoa. Ini yangl harus kita betulkan, sehingga nanti posisi hak dan kewajibannya kita berikan sebaik-baiknya.

INTERUPSI F-PDS (Ir. APRI HANANTO SUKANDAR, M.DIV):

Interupsi, Ketua.

Jadi kalau suasana diskusi ini seolah-olah kita berdiskusi di warung kopi. Kita serahkan kepada Pimpinan Sidang sesuai dengan Tata Tertib, sehingga mekanisme acara kita terlihat bahwa kita memarig sedang membahas RUU.

Terima kasih.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(17)

F-PAN (PATRIALIS AKBAR, SH):

Tadi saya sudah meminta izin kepada Pimpinan, karena memang tadi kita mendengarkan kesaksian. Rebeca dengan saksinya juga kita dengarkan baik. Saya hanya ingin meluruskan, termasuk juga LSM, bahwa harus menyampaikan sosialisasi bahwa mereka ini bukan orang China.

Saya hanya ingin menyampaikan itu saja.

Terima kasih, Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Ibu Rebeca, nanti ada waktunya untuk tanya jawab.

Sebelum kita lanjutkan yang berikutnya, izinkan kami memperkenalkan anggota Dewan yang baru datang. Anggota Dewan yang baru datang adalah Pak Murdaya Poo dari Fraksi PDI Perjuangan, Pak Patrialis Akbar dari Fraksi PAN yang belum diperkenalkan tetapi sudah nyelonong saja, kemudian Bapak Apri Hananto dari Fraksi PDS, dan Pak Tony Wardoyo dari PKB.

Kami persilahkan kepada Indonesian Conference on Religion and Peace.

I.C.R.P (MUSDAH MULlA):

Terima kasih, Bapak Pimpinan.

Bapakllbu dan hadirin yang berbahagia,

Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) adalah sebuah organisasi yang mempromosikan pluralisme agama di Indonesia, mempromosikan dialog antar iman dan kebebasan berkeyakinan serta kebebasan beragama, juga mengadvokasikan hak-hak sipil, hak-hak kebebasan beragama, dan juga mengadvokasikan pentingnya demokrasi dan masyarakat terbuka.

Bersama saya di sini telah hadir Romo Haryanto sebagai salah satu Ketua. Lalu di sampingnya sebenarnya juga dari ICRP, tetapi hari ini datang atas nama MATAKHIN, Chandra. Kemudian di belakang sana ada Mbak Eiga dari Jogja, Mbak Silvana selaku Ketua Bidang Perempuan, Nurcholis dari bidang Infokom, kemudian ada juga Rudi Soraya, lalu ada Mbak Elma dan Mbak lima. Saya sendiri adalah Musdah Mulia selaku Sekjen ICRP.

Pertama-tama, kami dari ICRP menyatakan apresiasi yang sangat tinggi kepada Pansus dan kepada DPR secara umum yang telah menggagas atau mempromosikan Rancangan Undang-Undang Anti Diskriminasi Rasial. karena ini sudah lama sekali. Oleh karena itu, kami berharap tidak lewat dari tahun 2006 Undang-Undang ini sudah bisa diwujudkan, karena kita tahu bahwa kita sudah meratifikasi tahun 1999. itu berarti sudah 6 (enam) tahun, rasanya sudah terlalu lama kita merindukan adanya RUU Anti Diskriminasi Rasia!.

Kemudian kami ingin bahwa spirit dari Undang-Undang ini betul- betul dalam rangka penghormatan dan penghargaan kepada semua manusia tanpa membedakan apapun. Oleh karena itu, spirit itu harus lebih dipertegas di dalam bangunan Undang-Undang itu sendiri.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(18)

Kami ingin juga bahwa dalam landasan RUU ini nantinya juga menyebutkan beberapa hal yang prinsiip, misalnya ketentuan deklarasi universal (Pasal 1 dan 2), Deklarasi Kairo yang juga penting untuk dijadikan semacam landasan (Deklarasi Kairo dalam Pasal 1 juga memuat hal ini). Kemudian Convenant International mengenai hak-hak sipil politik, lalu Konvensi Internasional, saya kira sudah ada di dalamnya, dan Deklarasi tentang Anti Rasial dan Prasangka Rasia!.

Kami juga ingin RUU ini mempertegas apa yang dimaksud dengan perilaku diskriminatif, apakah itu juga menyangkut pilihan agama, apakah itu juga menyangkut pilihan perkawinan, apakah itu juga menyangkut status perkawinan, apakah itu juga menyangkut soal pilihan politik, status orang tua dan sebagainya.

Terakhir dari saya, bahwa RUU ini juga harus disinkronkan dengan RUU Catatan Sipil yang sedang kita godok. Kebetulan saya termasuk dalam Konsorsium Penyiapan RUU Catatan Sipi!. Harus dilihat dari kaitan ini, karena problem-problem yang diceritakan tadi oleh Kelompok Rebeca dan kawan-kawannya itu menyangkut karena sampai sekarang kita masih belum memiliki Undang-Undang Catatan Sipil secara nasional dan kita masih menggunakan peraturan staatblad zaman Belanda itu. Kemudian juga harus disinkronkan dengan RUU mengenai Administrasi Kependudukan yang saat ini juga sedang digodok. Selanjutnya juga harus disinkronkan dengan Undang-Undang Kewarganegaraan kita.

Saya kira itu dari saya. Pasal per pasal nanti akan disampaikan oleh Romo Haryanto.

Silahkan, Romo.

I.C.R.P (ROMO HARYANTO):

Selamat siang.

Saya mencoba sedikit membaca dari apa yang saya dapatkan sebagai draft. Semoga yang saya baca iini sarna dengan yang Bapakllbu pegang. Saya tidak mendapat resmi dari DPR.

Menimbang pada poin "a" disebutkan "umat manusia". Di dalam convenant PBB selalu disebut satu-persatu: laki-Iaki, perempuan, pemuda, anak-anak, orang tua. Jadi kata umat manusia itu sendiri sangat bias.

Siapa yang disebut sebagai umat manusia? Karena bagi sekelompok orang dan kelompok orang lain tidak dianggap sebagai manusia. Saya mengusulkan agar ini lebih dirinci, sehingga jelas apakah laki-Iaki atau perempuan, apakah muda atau tua dan seterusnya, sehingga di sini tidak ada lagi perbedaan, tidak ada lagi alasan untuk mengatakan bahwa anda berbeda.

Kemudian Menimbang pada poin "d", di sana disebutkan

"diskriminasi antara warga negara". Dalam pembicaraan dari berbagai masukan tadi jelas bahwa pelaku diskrlmlnasl adalah sebagian besar oleh negara atau oleh perangkat aparat negara atau oleh lembaga publik melalui peraturan, melalui pelaksanaan praktek-praktek dan seterusnya.

Maka di sini hendaknya cukup jelas dibedakan antara wilayah publik yang memang menjadi jangkauan Undang-Undang ini dan wilayah privat. Kalau saya mempunyai ternan orang Batak dan kemudian saya mengatakan,"

Batak gila, Lo ", kalau menurut Undang-Undang ini saya masuk penjara.

Tetapi kalau itu dalam relasi personal sebetulnya itu bukan urusan negara karena ini bukan diskriminasi. Jadi di sini tidak jelas. '

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(19)

Oleh karena itu, seluruh suasananya menjadikan tindakan warga negara terhadap warga negara yang lain yang berdasarkan perbedaan ras dan sebagainya, apabila itu dimunculkan, maka itu langsung dikriminalisasikan. Sisa dibayangkan. Kalau saya punya Warteg, saya akan cenderung mencari pembantu orang Tegal. Apakah dengan demikian saya diskriminatif? Kalau Warung Padang juga mempunyai pelayan yang juga datang dari sanak saudaranya yang datang darl.Mmanq, apakah juga diskriminatif? Dengan demikian, harus dibedakan dengan jelas antara wilayah publik yang diatur oleh Undang-Undang ini dan wilayah privat yang memang di luar jangkauan Undang-Undang ini dan tidak dimaksudkan untuk itu.

Pasal 1 ayat (1) :

"Diskriminasi ras dan/atau etnis adalah suatu bentuk perbedaan, pengecualian, pembatasan, pemilihan didasarkan pada ras dan/atau etnis "

Sekali lagi, yang ditanyakan adalah ini harus dijelaskan bila dilakukan oleh siapa dan dalam tataran apa?

Kemudian tadi sudah disebut oleh Pak Chandra mengenai definisi etnis. Menurut saya kepercayaan, nilai, kebiasaan, adat istiadat, norma, bahasa, agama, sejarah, geografi tidak termasuk begitu saja dengan etnis.

Saya orang Indonesia, saya punya darah China, saya punya darah Jawa.

Lalu saya apa? Saya tidak berbahasa China, bahasa ibu saya Jawa, saya lebih tahu Mahabharata dan Ramayana daripada Sun Gho Khong. Lalu saya siapa? Kalau dicek dengan DNA mungkin bisa diketahui sekian persen ke arah ini, sekian persen ke arah itu. Tetapi masalahnya bukan itu. Masalahnya adalah hak sebagai warga negara. Maka di sini sangat diperluas, sehingga nanti ini menimbulkan masalah apabila dikaitkan dengan kepercayaan, agama, kebudayaan dan sebagainya, karena akan terjadi polarisasi, seolah-olah semua orang Satak itu Kristen, semua orang beretnis ini beragama itu, berkebudayaan ini. Saya rasa itu adalah ide yang bertentangan dengan ide kesatuan Iindonesia. Ini bukan Indonesia.

Kemudian Nomor (6) Pasal 1:

"Hak warga negara adalah hak asasi, hak warga negara yang wajib dilindungi "

Menurut saya, dalam tata bahasa ini totologi diulang. Warga negara itu memang mempunyai hak asasi, tidak perlu dikatakanpun itu sudha diakui.

Kemudian Nomor (7) :

"Kewajiban warga negara adalah kewajiban untuk mematuhi segala peraturan perundang-undangan yang melekat yang menentang segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras dan/atau etnis "

Jika demikian, negaranya tidak wajib mematuhi. Jadi warga negara saja yang wajib mematuhi.

Selanjutnya Nomor (8) :

"Tindakan diskriminasi berdasarkan ras dan/atau etnis adalah tindakan yang mempunyai tujuan menghilangkan, merusak pengakuan, kebanggaan dan seterusnya "

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(20)

Sekali lagi, soal pelakunya tidak dijelaskan. Di dalam United Nation Declaration on Elimination All form Recie! Discrimination selalu disebut rumusannya adalah (artikel 2): "No state institution groups or individual shall make any discrimination".

Jadi disebutkan satu-persatu : ada negara, ada institusi, ada kelompok, komunitas, perorangan. Di sini semua yang terkena adalah perorangan. Menurut saya, ini soal kata. Saya lebih suka menggunakan kata kesetaraan daripada persamaan, karena kita equal. Kita tidak sama satu sama lain, kita tidak similar. Equal is about rights, sementara itu similar itu adalah hidung kita sama, mukanya sama. Jadi penghapusan diskriminasi ras dan etnis berdasarkan azas kesetaraan, karena ini berkaitan dengan kesetaraan di depan hukum, bukan kesamaan di depan hukum. Pasal 4 (a), kembali soal private dan public menjadi tidak jelas.

Lalu Pasal 7 (c), sekali lagi pertanyaannya adalah bagaimana kalau Pemerintah tidak melakukan kewajibannya? Jadi Pemerintah tiba-tiba membela, mendukung, mendorong setiap tindakan. Kalau tidak dilakukan menjadi trial by commission dan itu sangsinya apa?

Sekali lagi ketentuan pidana Pasal 16 dikatakan bahwa 'setiap orang', sekali lagi negaranya tidak disebut. Jadi rancangan ini sangat melakukan kriminalisasi tindakan perorangan dan negara seolah-olah bebas dari kesalahan apapun. Pasal 17 dikatakan sekali lagi bahwa 'setiap orang' dan Pasal 18 sekali lagi dikatakan 'setiap orang' dan Pasal 21 dikatakan "Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud sebagai bab ini dan oleh atas nama badan hukum (LSM) atau semacamnya". Tetapi kalau itu dilakukan oleh Pejabat Negara, apakah Pejabat Negara badan hukum itu bagi saya kurang jelas? Bagaimana kalau yang melakukan itu sesuatu yang sifatnya komunal, lalu siapa yang bertanggungjawab untuk tindakan semacam itu?

Jadi sekali-kali dalam sejarah pra-Indonesia dan Indonesia selalu di atas namakan komunal. Tetapi jelas ini adalah tindakan diskriminasi anti rasialisme. Bagaimana kalau hal-hal itu terjadi apakah cukup dimasukkan ke dalam KUHP sebagai tindakan kriminal biasa. Kalau itu dimasukkan ke KUHP kemudian Undang-Undang ini sendiri tidak ada gunanya lagi dan untuk apa dibuat like specialist untuk ini? Kalau dimasukkan di dalam tindak kriminal biasa. Saya rasa itu catatan saya dan mungkin dari teman saya yaitu Ibu Eiga dan Ibu Silvana ingin menambahkan.

KETUA RAPAT:

Kami persilahkan.

I.C.R.P (ELGA):

Terima kasih atas kesempatan yang diberikan ini.

Saya akan menambahkan 2 (dua) hal yang sebenarnya sejak pertama tadi Pak Chandra mengatakan misalnya kalau kita melihat rancangan ini untuk ketentuan umum di poin ke-3 rumusan tentang Ras dan Etnis. Karena, ini memberi implikasi kepada Bab IV pasal 5 poin ke-3 dan juga dalam penjelasan Halaman 12.

Ketika saya membaca ini ada kesan bahwa kita bukan hanya ragu- ragu tetapi ada ketakutan untuk menguraikan secara eksplisit tentang apa yang kita maksudkan dengan etnis itu. Misalnya begitu, di sini kita jelas mencantumkan kepercayaan dan agama dalam bagian etnis.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(21)

Padahal ketika kita menguraikan pasal-pasal berikutnya sampai ke soal penjelasan itu sama sekali tidak ada yang mengatakan atau menguraikan tentang apa implikasinya dalam penghapusan diskriminasi bila kita berhadapan dengan persoalan-persoalan pluralitas, agama atau kepercayaan, sebagaimana beberapa kasus yang sudah disampaikan tadi.

Oi Indonesia itukan sebenarnya riil tidak hanya 5 (lima) agama bahwa ada banyak agama yang hidup, yang berkembang dan bukan hanya berapa tahun yang lalu ada dan hidup berkembang di Indonesia dan Masyarakat di Indonesia menganut agama itu termasuk yang namanya agama-agama suku. Itu yang sama sekali tidak terurai, tidak tergambar dalam pasal-pasal yang ada dalam RUU ini.

Pertanyaan saya adalah apakah relevan ketika RUU ini menempatkan agama dan kepercayaan itu pada poin etnis tanpa ada uraian penjelasan yang lebih rinci tentang itu? Ataukan perlu karena konteks kita di Indonesia justru persoalan agama dan kepercayaan ini yang sangat banyak masalahnya dan hampir setiap hari? Pasti Bapakllbu tahu sekali kasus-kasus yang bukan hanya di Jakarta, di Jawa tetapi di daerah-daerah. Kalau kita Iihat itu, kalau kita amati itu ada sekian banyak kasus yang justru menampakkan bagaimana sebenarnya dinamika pluralitas agama dan kepercayaan yang kita bisa rasakan, bisa Iihat dan mungkin ada Saudara kita yang di daerah-daerah yang lain. Karena ini poin tentang ini, saya pikir, saya menekankan memberi stressing lagi bahwa ini sangat penting untuk dikaji kembali, kita coba melihat.

Yang dimaksudkan dengan implikasi itu tadi Bapak sudah mention dengan Bab IV Pasal 5 poin ke-3 tentang kalimat di situ yang menjelaskan

"penyelenggaraan tentang pendidikan nasional yang bermuatan pluralisme dan penghargaan terhadap Hak Asasl Manusia. Kalau kita Iihat ke ke halaman 12 tentang penjelasan maka di sana menguraikan bahwa ada alinea yang paling akhir tentang Pancasila sebagai Oasar dan Falsafah Negara dan seterusnya. Kemudian ada kalimat di bawah 'karena itu untuk memantapkan penegakan serta perlindungan hukum yang berkaitan dengan diskriminasi ras' ini saya kira ada kekurangan kata juga disini karena seharusnya ada kata 'etnis'. Maka perlu ada suatu sistem hukum yang dapat menata kehidupan masyarakat bangsa Indonesia yang pluralis.

Kembali ke pertanyaan tadi, saya hanya ingin menekankan lagi mengenai pemahaman kita tentang pluralis itu seperti apa dan konkritnya seperti apa dan apa-apa yang masuk disitu dalam kaitan dengan Rancangan Undang-Undang ini. Ini perlu ada penekanan yang lebih konkrit lagi dan saya membayangkan ketika nanti ini berhadapan dengan peraturan-peraturan atau Perda-Perda misalnya yang sekarang di beberapa daerah itu sedang marak. Saya tidak tahu misalnya fatwa diperhadapkan dengan RUU seperti ini, bagaimana implikasinya fatwa- fatwa yang ada. Apakah itu dari segi muatan dan implikasinya seperti apa ketika kita berbicara tentang diskriminasi.

Terakhir juga seperti ini, beberapa waktu yang lalu kami di Yogya ada seminar tentang Laporan Penelitian yang dilakukan oleh I.C.R.P tentang Eksistensi Departemen Agama. Kaji Ulang Departemen Agama dalam konteks kita sekarang. Oalam pertemuan itu, ada banyak hasil dari penelitian itu termasuk komentar-komentar dari peserta yang merasakan bahwa benar-benar fungsi Oepag itu tidak berjalan dengan baik karena melakukan diskriminasi.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(22)

Dalam arti, mengapa hanya mengakui 5 (lima) agama sementara dipihak lain ada pertanyaan kritis, apa memang kita dilndonesia ini butuh pengakuan Departemen Agama untuk beragama? Kemudian ada penjelasan dari Litbang Depag pada waktu itu bahwa sebenarnya itu keliru bahwa kita di Indonesia itu tidak hanya mengakui 5 (lima) agama tetapi kita mengakui agama-agama yang lain juga. Ada beberapa poin agama yang menurut Undang-Undang itu menyebutkan beberapa nama agama.

Menurut Litbang Depag waktu itu bahwa selama ini kita keliru kalau mengatakan Pemerintah atau Negara hanya mengakui 5 (lima) agama karena sebenarnya yang diakui itu lebih dari 5 (lima) agama. Ketika pertanyaan masuk pada, baik kalau memang benar seperti itu maka negara terhadap agama-agama yang ada dan hidup di Indonesia ini.

Tetapi mengapa muncul kasus-kasus yang seperti dikatakan tadi mengapa orang tidak bisa menulis d~ KTP bahwa dia beragama Konghucu, I "

atau agama apa saja. Inikan salah satu contoh kecil dan belum lagi urusan catatan sipil dan lain-lain.

Jadi ini menurut saya pembohongan terhadap rakyat (publik). Jadi bagaimana kita menempatkan ini dihadapan RUU seperti ini, sehingga saya pikir perlu ada ketegasan yang benar-benar dari Pemerintah, Negara bahwa yang dimaksud dengan pluraliitas agama di Indonesia adalah pengakuan bukan hanya perlindunqan Tetapi saya setuju sekali kalau ditambahkan kata 'menghormati' karena saya sendiri kalau melihat setiap kali dalam pasal-pasal ini bahwa pemerintah berhak melindungi warga negara. Ini kata-kata 'melindungi' terlalu mengandung unsur kekuasaan di situ. Jadi seolah-olah warga negara ini yang perlu dilindungi dan implikasi kata 'dilindungi' luar biasa melekat dengan kekuasaan. Kalau sudah melekat dengan kekuasaan ini makanya mungkin karena itu juga dalam pasal-pasal ini tidak tergambar secara jelas. Sebenarnya kewajiban negara itu apa saja? Oleh karena faktor melindungi tadi. Warga negara saja dilindungi, kalau kita bicara apa pastilah dilindungi tetapi melindungi sepertiapa?

KETUA RAPAT:

Ibu Elga, kalau bisa dipersingkat atau poinnya saja.

I.C.R.P (ELGA):

Baik, terima kasih Pak.

Jadi itu poin saya tentang yang terakhir tadi yaitu kata 'melindungi' itu kalau dia hanya berdiri sendiri itu mengerikan untuk konteks kita di Indonesia dari banyak pengalaman. Sehingga perlu menambahkan, menghormati dan juga dalam penjelasan itu perlu lebih detail.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Ibu Eiga.

Sebelum kita membuka sesi untuk para Anggota Dewan, Bapak dan Ibu untuk memperdalam atau menambah atas penyampaian para undangan. Saya akan mengenalkan Bapak Anggota Dewan yang baru datang yaitu dari partai Golkar adalah Drs. H. Wasman Prayitno.

Kami Persilahkan kepada para Anggota Dewan untuk menyampaikan. Baik bisa 2 (dua) menit Bu.

Silahkan

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(23)

I.C.R.P. (SILVANA):

Terima kasih Bapak atas kesempatan ini.

Saya Silvana dari I.C.R.P. dan saya hanya mempunyai 2 (dua) poin untuk menegaskan apa yang sudah disampaikan oleh kawan-kawan saya yang lain.

Pertama adalah berdasarkan observasi pribadi saya dan diskusi dengan beberapa ternan. Kami mendapat kesan bahwa RUU ini ketika mendefinisikan ras, etnis dan sebagainya terkesan justru kurang pluralis dan multicultural, tidak berangkat dari konteks Indonesia yang sangat pluralis dan multikultural. Memang ada beberapa kali disebut kata 'semangat pluralis' seperti yang sudah disebutkan oleh beberapa teman- ternan saya.

Satu contoh misalnya kalau kita mendefinisikan etnis secara luas seperti yang terdapat pada Pasal 1 Ayat (3) itu terlalu menyederhanakan seolah-olah masyarakat kita jika di ber-etnis A maka agamanya dan seterusnya identik milik etnis itu. Ini berarti kita memahami identitas secara monolitik, sementara kalau ini mungkin diterapkan di masyarakat tradisional yang tertutup, mungkin di pedalaman barangkali ini masih bisa.

Tetapi sekarang sulit bagi kita untuk terus-menerus memakai pemahaman seperti ini karena masyarakat semakin plural dan semakin multikultural. Tadi Romo Haryanto sudah menjelaskan contoh pribadinya, saya sendiri juga berayahkan Ambon, Ibu Sangir, saya lahir dan besar di Banyuwangi. Saya beragama kristen melakukan tradisi masyarkat Banyuwangi, Islam, NU, itu agak sulit mau mendefinisikan diri saya sebagai identitas yang monolitik. Sehingga saya pikir definisi mengenai ras, etnis dan sebagainya harus diperjelas.

Kedua adalah kalau kita mau mencari dimana kasus-kasus diskriminasi ras dan etnis. Kita juga harus mencarinya dari kasus-kasus yang lain, dalam arti diskriminasi ras dan etnis juga agama bertumpang tindih dengan hak-hak sipil yang lainnya. Seperti yang disampaikan oleh beberapa ternan saya yang terdahulu, hak dan akses seseorang atau sekelompok orang terhadap pendidikan, terhadap naturalis resources, pengembangan ekonomi tenaga kerja dan lainnya.

Saya beberapa kali melakukan penelitian di Papua dan disana banyak sekali terjadi diskriminasi yang bertumpang tindih. Ada diskriminasi etnis, ada diskriminasi agama, ada diskriminasi hak ekonomi dan sebagainya. Jadi saya pikir sebuah kajian yang menyeluruh mengenai dimana terjadi diskriminasi itu akan memperkaya isi RUU kita ini.

Kemudian ternan-ternan saya tadi sudah memberi masukan mengenai aspek perlindungan kepada agama. Saya juga ingin menekankan bahwa Religius civil right perlu diatur dan saya melihat ini tidak ada dalam RUU ini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Saya persilahkan kepada Pak Poo.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(24)

F-PDIP (MURDAYA POO):

Terima kasih.

Yang saya hormati kawan-kawan sekallan yang hadir di sini.

Saya hanya kebetulan minta maaf terlambat tetapi saya mendengar Saudari Rebecca tentang Kewarganegaraan. Kebetulan di samping saya adalah Pak Patrialis itu banyak memberikan penjelasan soal kewarganegaraan dan kebetulan saya salah satu pimpinan di RUU Kewarganegaraan. Jadi mungkin sebaiknya kalau bisa saya minta Pak Patrialis untuk menjelaskan soal kewarganegaraan, baik itu kewarganegaraan Indonesia asli atau tidak asli. Bapak Patrialis adalah salah satu yang ikut merubah masalah kewarganegaraan di Undang- Undang Dasar 1945. Jadi kalau bolleh kepada Pak Patrialis untuk menjelaskan.

Silahkan.

F-PAN (PATRIALIS AKBAR, SH):

Tidak apa-apa ini oleh-oleh untuk Saudara-Saudara kita. Kalau bisa Ibu-ibu tadi dimana Ibu Rebecca? Sebetulnya perlu sekali biar mereka menjadi tokoh-tokoh kita.

Jadi saya ingin menjelaskan sedikit Pak Ketua dan Ibu-ibu masyarakat ini yang penting. Jadi di dalam Undang-Undang Dasar kita itu sudah mengenai asal-usul warga negara. Asal-usul warga negara itu ada 2 (dua). Yang menjadi Warga Negara Indonesia itu adalah

1. Bangsa Indonesia asli

2. Bangsa-bangsa lain yang disahkan menjadi warga negara berdasarkan Undang-Undang.

Jadi hanya 2 (dua) asal-usul itu, siapa itu bangsa Indonesia asli?

Bangsa Indonesia asli itu adalah

1. Orang yang menjadi Warga Negara Indonesia yang tidak melalui proses kewarganegaraan. Jadi kalau dia tidak melalaui proses kewarganegaraan maka berarti dia bangsa Indonesia.

2. Kalau ibunya sudah orang Indonesia, Bapaknya orang Indonesia maka anaknya otomatis orang Indonesia.

Itu namanya bangsa Indonesia asli, mau darimana keturunannya, mau apa warna kulitnya, itu adalah bangsa Indonesia asli. Makannya saya tadi bilang sama ibu, ibu itu oarng Indonesia. Ibu punya hak, ibu yakin bahwa ibu itu bangsa Indonesia asli. Jadi misalnya kalau ada masalah muncul di kelurahan mengatakan bahwa ibu bukan bangsa Indonesia, ibu bisa protes. Kata DPR, saya itu bangsa Indenesia asli. Begitu ya. Itu penting.

Itu makannya kita sampaikan kepada teman-teman kita, kepada tetangga-tetangga kita yang satu, kebetulan juga keturunan. Ibu kita tanya, kita ini kan tidak ada yang minta dilahirkan kedunia ini sebagai apa.

Sebagai kulilt putih, sebagai kulit hitam, sebagai kulit apa? Tidak ada kan.

Kita ini kan takdir dilahirkan, iya tidak Pak, Pak Romo ya. Kita lahir ke dunia ini ya lahir begitu. Itu penciptaan Yang Maha Kuasa kan. Mau jadi orang Indoensia, oarang Amerika. Jadi ibu, mulai hari ini harus yakin ya.

Bahwa ibu harus yakin kalalu ibu bangsa Indonesia.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

(25)

Ibunya bangsa Indonesia tidak, bapaknya bangsa Indonesia tidak?

Kalau bangsa Indonesia ya bangsa Indonesia. Apalagi sudah turun- temurun. Saya hanya mau memberikan keyakinan saja supaya jangan lagi ada oarng merasa bahwa saya ini bukan orang Indonesia, begitu loh. Ya ibu ya. Saya kira begitu saja Pak.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. Kami persilahkan bu.

F-PDIP (Hj. ELVA HARTATI MURMAN, S.lp.,MM):

Terima kasih Pimpinan.

Bapak-Ibu anggota Pansus yang saya hormati, Yang saya hormati Bapak-Ibu Narasumber.

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Saya untuk Majelis Ting,gi Agama Konghucu indonesia. Karena di Negara Indonesia ini baru diakui 5 agama. Maka untuk agama yang lain juga supaya dirancang undang-undang ini diadopsi menjadi Undanq- undang, juga didalam jiwa kita ini Rancangan Undang-Undang itu memang untuk menghapuskan diskriminasi, Pak. oleh sebab itu kita mendukung.

Kedua, Aliansi Masyarakat AMAN dan Nusantara. Perkawinan menurut adat, disana tidak ada surat nikah. Kemudian , akte kelahiran anak, oleh sebab itu kita mengusulkan ke Pimpinan kita juga harus mengundang pihak Departemen Hukum dan HAM karena itu perlu Bapak Ketua, dalam hal ini pengadilannya yang kita ambil. Kemudian Departemen Dalam Negeri, dalam hal ini camat dan kelurahan. Agar upaya kita jelas dalam merancang Undang-Undang ini menjdai Undang- Undang. kemudian, perkawinan yang tidak dicatat di pengadilan sehingga ibu-ibu yang masyarakat yang Tionghoa yang miskin ini bisa kita bantu melalui Undang-undang ini. itu saja saran dari saya.

Terima kasih.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KETUA RAPAT:

Terima kasih.

Ada penanya berikutnya? Lady's firstya. Oh itu dulu silahkan.

F-PDS (Ir. APRI HANANTO SUKANDAR, M.DIV):

Terima kasih.

Kepada kita semuanya, yang saya hormati ternan-ternan, anggota DPR beserta seluruh masyarakat Indonesia yang kami cintai.

Jadi tadi saya tanggapi dulu Undang-Undang Kewarganegaraan meskipun kita disini, tidak ada disitu saya. Bisa ibu-ibu ketahui bahwa di DPR sekarang 60% untuk Masa Sidang sekarang itu untuk membahas Undang-undang. datang pergi, datang pergi itu untuk memenuhi tugas- tugas yang lain. Seperti saya 4 (empat) Undang-undang mungkin yang lain lebih. Bukan sebenarnya DPR malas-malas datang. Jam 9.00 sudah datang kemana-mana sampai malam juga bahkan Sabtu juga untuk ke daerah.

ARSIP

DAN

MUSEUM

DPR

RI

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

memberikan jaminan tidak adanya diskriminasi berdasarkan ras dan/atau etnis yang dapat atau diperkirakan menghambat kegiatan, maupun prakarsa perorangan, kelompok

Yang pertama saya ingin menyampaikan bahwa RUU Tentang Veteran ini sejak awal kami mengikuti jadi kami masuk dalam Anggota team yang menyiapkan RUU ini dan membahas dan pada saat

Pimpinan Panitia Khusus Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dipilih oleh dan dari Anggota

Pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Penelitian ini bertujuan mengetahui posisi relatif kabupaten Jember sebagai penghasil beberapa jenis sayuran khususnya kacang panjang; cabe merah; kubis dan bawang

Saya tadi berpikirnya mungkin dari DIM Nomor 64 sampai DIM Nomor 78 itu masuk Panja karena satu bab. Tadikan kita belum sepakat apakah mau dikecilkan. Tapi kalau kita tetap mau

Tabel 3.7.1.6 Persentase Perokok Saat Ini Pada Laki-Laki Umur 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jumlah Batang Rokok Yang Dihisap Per Hari Menurut Karakteristik Di Provinsi Sulawesi

Jumlah Waran Yang Ditawarkan Sebanyak-banyaknya sebesar 402.781.000 lembar Waran Seri I (32,22% dari Jumlah Modal Ditempatkan dan Disetor Perseroan pada saat