SITUS GUA HUNIAN DI UJUNG BARAT DAN UJUNG TIMUR SUNDA
KECIL (PULAU NUSA PENIDA DAN PULAU ALOR)
Oleh Ati Rati Hidayah
Webinar Balai Arkeologi Bali Jejak Okupasi
Manusia Prasejarah di Kepulauan Sunda Kecil
29 Desember 2020
Kepulauan Sunda Kecil
■ Kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara merupakan gugusan pulau di sebelah timur Pulau Jawa, dari Pulau Bali di sebelah barat hingga Pulau Timor di sebelah timur.
■ Mr. Muhamad Yamin yang pada 1950-an ketika menjadi Menteri P. dan K. mengganti istilah Kepulauan Sunda Kecil menjadi
Kepulauan Nusa Tenggara. Oleh karena itu, istilah Kepulauan Sunda Besar juga tidak lagi digunakan dalam ilmu bumi dan perpetaan nasional Indonesia – meskipun dalam perpetaan Internasional istilah Greater Sunda Islands dan Lesser Sunda Islands masih tetap digunakan
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Sunda
Latar Belakang pembahasan;
menelusuri jejak penyebaran manusia di wilayah Kepulauan Sunda Kecil melalui situs gua hunian
■ Sejarah Perkembangan Penyebaran Manusia Secara Garis Besar ada tiga migrasi yang menjadi pokok bahasan dalam ilmu arkeologi, dan kehidupan serta budaya manusia yang dipelajari oleh arkeolog;
■ 1. Migrasi Manusia berciri Arkaik
■ 2. Migrasi Manusia Modern awal
■ 3. Migrasi Manusia penutur budaya Austronesia yang menjadi akar budaya di
sebagian besar wilayah nusantara
Studi Kasus Situs Gua Hunian di ujung barat dan ujung timur sebelah utara Kepulauan Sunda Kecil (Pulau Nusa Penida dan Pulau Alor)
■ Situs gua hunian sebagai bukti migrasi manusia dan budayanya di Kepulauan Sunda Kecil yang merupakan wilayah penting dalam penyebaran manusia menuju wilayah timur.
■ Materi ini akan mengulas mengenai situs Gua Hunian di Pulau Nusa Penida yang
mewakili ujung barat Kepulauan Sunda Kecil dan Gua Hunian di Pulau Alor dan
Pantar yang merupakan wilayah Kepulauan Sunda Kecil bagian timur sebelah
utara.
Sumber: https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=64059762
Jalur migrasi
manusia modern awal (jalur utara dan jalur selatan)
■ Sumber:
https://www.researchgate.net/publicatio n/344382766_Forty-
thousand_years_of_maritime_subsistenc e_near_a_changing_shoreline_on_Alor_I sland_Indonesia/link/5fdefa5fa6fdccdc b8e5a0d2/download
1. Situs Song Gede di Pulau Nusa Penida Bali
■ Situs gua hunian di Pulau Nusa Penida yang akan diulas adalah Situs Song Gede.
■ Situs Song Gede menarik karena merupakan situs yang berada di ujung Paparan Sunda bagian timur.
■ Pada Kala Pleistosen Pulau Bali Bersatu dengan Pulau Jawa, dan merupakan bagian dari Paparan Sunda
(kedalaman Selat Bali ± 60 m)
■ Pulau Nusa Penida dan Pulau Bali tetap terpisah hingga pada masa glasial permukaan turun hingga 123 m, dan terdapat dataran yang menghubungkan Pulau Bali dengan Nusa Penida.
lokasi Situs Song Gede
■ Situs Song Gede di Pulau Nusa Penida, terletak di Dusun Pendem Desa
Pejukutan, Kecamatan Nusa Penida Bali.
■ Merupakan gua yang
potensial sebagai salah satu situs untuk mengungkap kehidupan dari Masa Pleistosen akhir hingga Holosen.
Morfologi Situs Song Gede
■ Mulut Song Gede tampak atas, berada di sisi bukit dan nampak di depan Song Gede Sungai Celagi yang
merupakan sungai periodik yang dimanfaatkan sebagai lahan kebun oleh penduduk.
Penelitian di Situs Song Gede
■ Ekskavasi dilakukan sejak tahun 2001 hingga tahun 2020 dan telah membuka sebanyak 13 kotak berukuran 2 x 2 meter.
■ Hasil ekskavasi di Situs Song Gede,
berupa artefak, ekofak dan juga fitur.
DENAH GUA DAN KOTAK EKSKAVASI PENELITIAN DI SITUS SONG GEDE SEJAK TAHUN 2001 HINGGA 2020
Sumber: Balai Arkeologi Bali, modifikasi Thomas Sutikna 2020 Sumber: Balai Arkeologi Bali
■ Kegiatan ekskavasi di Situs Song Gede pada tahun 2019
Sumber: Balai Arkeologi Bali, modifikasi Thomas Sutikna 2020
Sumber: Balai Arkeologi Bali, modifikasi Thomas Sutikna 2020
Beberapa artefak dari Situs Song Gede
■ Terdapat satu alat batu yang memiliki tajaman seperti gurdi dan terdapat jejak bekas pemakaian pada ujung gurdi
■ Artefak tulang dan tanduk di Situs Song Gede
Sumber: Balai Arkeologi Bali
FAUNA DARI MASA PLEISTOSEN AKHIR DI SONG GEDE
■ Penelitian Desk Study Tahun 2020, menghasilkan
temuan beberapa fauna mamalia besar di lapisan Pleistosen Akhir, berupa Bovidae, Cervidae dan Suidae.
Sumber: Balai Arkeologi Bali, modifikasi Prakoso 2020
2. Situs gua hunian di Pulau Alor Nusa
Tenggara Timur
■ 1. Situs Jareng Bori di Pulau Pantar
■ 2. Situs di Desa
Lerabaing Pulau Alor
■ 3. Situs Di Bloing, Pulau Alor
■ 4. Situs Youbleni, Pulau Alor
■ 5. Situs Gua Makpan di Pulau Alor
Sumber:
https://media.australian.museum/media/dd/documents/1726_complete.6c65e2a.pdf?_ga=2.210 351954.65317175.1609065062-636429703.1609065062
1. ROCK SHELTER ATAU CERUK JARENG BORI, DARI MASA PERUNDAGIAN, 1800 CAL. BP TERLETAK DI SEBELAH TIMUR PULAU PANTAR, KABUPATEN ALOR,
Sumber:
https://media.australian.museum/media/dd/documents/1726_complete.6c65e2a.pdf?_ga=2.210 351954.65317175.1609065062-636429703.1609065062
2. Situs di Desa Lerabaing di Pulau Alor, yang merupakan kawasan situs hunian berupa ceruk dan juga terdapat rock art atau seni cadas.
Sumber: Sofía C. Samper Carro Sue O'Connor, Julien Louys, Stuart Hawkins, Mahirta Mahirta, Quaternary International xxx (2015) 1e16
Tron Bon Lei 1 ■ Salah satu rock art di Tron Bon Lei 1
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018 2018
Situs ceruk Tron Bon Lei 2
■ Ceruk huninan dari masa plesitosen akhir hingga holocen.
■ Terdapat rock art di dinding ceruk
Sumber: Sofía C. Samper Carro Sue O'Connor, Julien Louys, Stuart Hawkins, Mahirta Mahirta, Quaternary International xxx (2015) 1e16
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
Ceruk Balei 1 dan 2 ■ Masih di deretan tebing di Desa Lerabaing terdapat ceruk dengan nama Balei dan terdapat Rock art
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
BALEI 3 DAN BALEI 4
Terdapat ceruk Balei 3 dan 4 yang juga mengandung rock art di dinding ceruknya
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
SITUS CERUK DI BLOING
Ceruk Di Bloing di Dusun Mademang, Desa Langkuru Kecamatan Pureman, Kab. Alor dengan rock art yang sangat raya
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
Ceruk Youbleni ■ Di Mainang Alor, terdapat rock art di ceruk ini
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
Situs Gua
Hunian Makpan
Berada di Kampung/Dukuh, Ling Al, Hallerman, Alor
Barat Daya, Alor, Nusa Tenggara Timur Koordinat, 8.432000° LS,
124.353806° BT .56 mdpl (meter di atas permukaan laut)
Sumber: Balai Arkeologi Bali 2018
Situs Gua Makpan Alor
■ “With a modelled start date for initial
occupation at Makpan of ca. 43,076 BP, Alor island was probably occupied as early as Flores and Timor. The modelled age estimate of
49.19e39.07 ka BP (95.4% probability) for the initial occupation of Makpan overlaps all three oldest date ranges from the neighbouring sites of Laili (44.7e43.4 ka cal BP; Hawkins et al., 2017) and Asitau Kuru (46.5e43.1 ka cal BP;
Shipton et al., 2019) on Timor-Leste, and Liang Bua on Flores (47.66e44.13 ka cal BP; Sutikna et al., 2018).”
■ Sumber: Forty-thousand years of maritime subsistence near a changing shoreline on Alor Island (Indonesia) Shimona Kealy Sue O’Connor, Mahirta,Devi Mustika Sari, Ceri Shipton,Michelle C. Langley, Clara
Boulanger,Hendri A.F. Kaharudin, Esa P.B.G.G. Patridina, Muhammad Abizar Algifary, Abdillah Irfan, Phillip Beaumont, Nathan Jankowski, Stuart Hawkins, Julien Louys. https://doi.org/10.1016/j.quascirev.2020.106599
Penutup
■ Situs gua hunian di wilayah Sunda Kecil dari ujung barat hinga ujung timur telah banyak di teliti, namun wilayah Nusa Tenggara Barat dan Pulau Sumba, masih jarang sekali ada penelitian terkait gua hunian, sehingga perlu ditindak lanjuti.
■ Penelitian yang bersifat kolaboratif dan berkesinambungan sangat penting dilakukan untuk memperoleh data yang komprehensif dan perekaman data yang lebih baik.
■ Kerjasama dengan Pemerintah Daerah yang membawahi wilayah situs perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan bersama,
meningkatkan kepedulian pada warisan budaya, pelestarian,
sebagai destinasi pendidikan dan juga kesejahteraan masyarakat.
Terimakasih Semoga
bermanfaat
GUA-GUA HUNIAN PRASEJARAH DI NUSA TENGGARA TIMUR: STUDI KASUS DI SITUS LIANG BUA
DAN NUAT BKAU
Jatmiko
Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
WEBINAR BALAI ARKEOLOGI BALI
‘ Okupasi Manusia Prasejarah di Kepulauan Sunda Kecil
Denpasar, 29 Desember 2020
ktober 2004 dunia ilmu pengetahuan di Indonesia dan hampir seluruh dunia gempar.
Pasalnya, sebuah jurnal ilmu pengetahuan bergengsi dari Amerika Nature telah mengumumkan sebuah temuan (species) manusia baru dari Indonesia (Flores).
Publikasi berjudul ‘Short for her age; Third Asian Homo species reveals diversity of Pleistocene humanity’
Latar Belakang
•
Pulau Timor dan Flores sebagai bagian dari gugusan kepulauan yang memanjang timur-barat di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai posisi yang sangat strategis dalam persebaran dan perkembangan hunian masa lampau. Posisi keletakannya yang menghadap ke Benua Australia diduga menjadi batu loncatan dalam persebaran manusia ke Australia. Posisi inilah yang menjadi pemikiran para ahli, hingga sering menghubungkan kedua pulau ini sebagai bagian yang berperan dalam migrasi manusia modern awal (MMA) ke arah timur dan Australia.
•
Jejak tinggalan arkeologis berupa situs gua-gua hunian prasejarah yang mengadung kubur manusia, budaya dan faunanya banyak ditemukan di wilayah Kepulauan Sunda Kecil atau Wallacea.
•
Di wilayah NTT yang merupakan bagian dari Kepulauan Sunda Kecil banyak ditemukan jejak-jejak gua hunian prasejarah; antara lain Liang Bua, Liang Toge dan gua-gua di Elar (Flores) ; Lua Meko dan Mbia Hudale (Rote); Lua Hara (Timor Leste), Gua Camplong dan Nuat Bkau (Timor Barat)
•
Topik bahasan: Situs Liang Bua, gua legendaris dengan temuan manusianya yang
spektakuler Homo floresiensis dan Situs Nuat Bkau, temuan gua baru di Kupang,
Paparan Sunda
Paparan Sahul
Posisi Strategis Indonesia dalam Konteks Migrasi dan Perjalanan Manusia Prasejarah
Malakunanja II – OSL -55 ka Nauwalabila I – OSL - 57 ka
Ngarrabullgan 35/40 ka Carpenter’s Gap 1 – 42/45 ka
Riwi - 41/44 ka Lang Rongrien
> 43 ka
Palawan
Gua Niah 42/46 ka
Leang Burung 30/35 ka
Wajak 40 ka
Liang Bua
Lene Hara Jerimalai 38/42 ka
Gua Golo 32/37 ka
Gua Lachitu 35/40 ka
Leang Lembudu – U/th 28 ka
ktober 2004 dunia ilmu pengetahuan di Indonesia dan hampir seluruh dunia gempar.
Pasalnya, sebuah jurnal ilmu pengetahuan bergengsi dari Amerika Nature telah mengumumkan sebuah temuan (species) manusia baru dari Indonesia (Flores).
Publikasi berjudul ‘Short for her age; Third Asian Homo species reveals diversity of Pleistocene humanity’
Liang Bua
Gua okupasi manusia prasejarah yang mempunyai sequence panjang:
Akhir Kala Pleistosen - Holosen
Soa Basin
LIANG BUA
Situs Liang Bua terletak sekitar 14 km di sebelah utara Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai. Di Desa Liang Bua, Kec. Rahong Utara, Kab. Manggarai.
Posisi Koordinat: 08° 31ʹ 50.4ʺ LS dan 120° 26ʹ 36.9ʺ BT
Ketinggian sekitar 500 mter dpl.
Th Verhoeven Prof. R.P. Soejono dan Prof. Mike Morwood
Perjalanan panjang penelitian arkeologi di Liang Bua
Gua berukuran panjang 50 meter, lebar 40 meter, dan tinggi 15 meter
Kubur dari Jaman Neolitik
Beliung persegi Gerabah
Detik-detik yang sangat penting ketika Tim Arkeologi Liang Bua menemukan rangka manusia di kedalaman 595 cm. Rangka manusia
yang kemudian diberi nama Homo floresiensis.
Homo floresiensis
Perkiraan tinggi badan Homo floresiensis dengan manusia modern
Rekonstruksi oleh Elisabeth Daynès, Paris Rekonstruksi oleh National Museum of Nature and Science, Tokyo
Rekonstruksi Homo floresiensis oleh John Gurche
(sumber: National Geography)
Artefak batu Liang Bua
Temuan artefak batu dari Situs Liang Bua
~ 1.5 m
Stegodon florensis insularis
(Museum Natur and Science, Tokyo)
Stegodon dan artefak batu
Perbandingan binatang dari lapisan Plestosen
(National Geographic, 2005)
Bangau raksasa (Marabou stork)
(Museum Natur and Science, Tokyo)
~ 1.7 m Burung bangkai (Vulture)
Komodo (Museum Natur and Science, Tokyo)
Papagomys armandvillei
P. theodorverhoeveni
Spelaeomys florensis
Fosil tikus besar
NUAT BKAU
Gua Hunian Manusia Prasejarah di Kupang
PETA KELETAKAN GUA NUAT BKAU DI KUPANG
Nuat Bkau adalah sebuah gua kecil yang terdapat pada dinding bukit gamping tidak jauh dari areal kawasan hutan lindung Fatukanutu. Nuat Bkau diartikan sebagai Gua Kelelawar (Nuat = gua; Bkau = kelelawar). Secara administratif, lokasi gua berada di Desa Fatukanutu, Kecamatan Am Abi Oefeto, Kabupaten Kupang (Timor Barat), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Secara astronomis lokasi situs terletak pada posisi koordinat 10º 10´ 096” LS dan 123º 54´ 367” BT dengan ketinggian 180 meter dari permukaan laut (dpl) serta berjarak sekitar 33 Km sebelah timur kota Kupang.
Nuat Bkau merupakan sebuah gua lorong dengan orientasi hadap ke barat. Gua ini mempunyai 3 pintu masuk ruangan yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Pintu masuk pertama berada di sebelah selatan; pintu kedua di bagian tengah (terdapat 2 lubang pintu masuk); dan ketiga di sebelah
utara (2 lubang pintu masuk). Lubang pintu masuk ruangan pertama di bagian selatan mempunyai ukuran lebar 5 meter, tinggi antara 1,6 – 3,3 meter dan panjang lorong 11,1 meter. Pintu masuk ruangan
kedua di bagian tengah mempunyai dua lubang yang masing-masing mempunyai ukuran lebar pintu masuk 2,6 meter, tinggi antara 2,2 – 8,4 meter dan panjang lorong 7,8 meter; sedangkan lubang satunya
lagi mempunyai ukuran lebar 6,1 meter, tinggi antara 2,7 – 8,4 meter dan panjang lorong 7,8 meter.
Lubang pintu masuk ruangan ketiga di bagian utara mempunyai ukuran lebar pintu masuk 2,6 meter, tinggi antara 1,3 – 2,9 meter dan panjang lorong 9,2 meter. Ruangan kedua (di bagian tengah) dan ketiga (di sebelah utara) masih mempunyai lorong berlanjut ke arah atas gua dan belum diketahui panjangnya.
Hasil ekskavasi melalui pembuatan 3 kotak lubang uji pada tahun 2017 dan 2018 di situs ini telah menghasilkan berbagai temuan arkeologis yang sangat melimpah; antara lain berupa sejumlah rangka
manusia (lebih dari 5 individu) yang disertai bekal kubur (manik-manik), fragmen tembikar (polos dan hias), alat-alat litik dan fragmen sisa-sisa fauna (tulang, gigi dan cangkang kerang). Salah satu temuan
menarik di gua ini adalah ditemukannya dua individu rangka manusia (dewasa dan anak-anak) dalam posisi seperti sedang berpelukan (?). Hasil pertanggalan di situs ini diperoleh umur 2.970 BP atau pada periode tingkat budaya neolitik. Temuan ini merupakan data baru yang sangat menarik dalam konteks dengan kehidupan neolitik di dalam gua yang sebelumnya tidak pernah didapatkan di wilyah
Timor Barat
3
DENAH GUA DAN AREA PENGGALIAN DI
GUA NUAT BKAU, KUPANG
PENUTUP
• Hasil penelitian di Situs Liang Bua dan Nuat Bkau diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pemahaman kepurbakalaan di wilayah NTT, terutama terkait dengan tinggalan gua-gua hunian pada masa lalu (prasejarah) dalam konteks dengan perjalanan/migrasi manusia modern awal (MMA) di wilayah bagian timur Indonesia
• Situs Liang Bua merupakan gua okupasi manusia prasejarah yang mempunyai kronologi berlanjut dan berlangsung sejak Akhir Kala Pleistosen (tingkat budaya Paleolitik) sampai Kala Holosen (tingkat budaya pre Neolitik – Neolitik – Paleometalik/Perundagian)
• Karakter tinggalan budaya di Situs Gua (Nuat) Bkau mempunyai persamaan dengan tinggalan gua-gua hunian prasejarah di Nusantara maupun di wilayah NTT sehingga diduga mempunyai koneksitas antara satu dengan lainnya.
• Populasi kelompok manusia pendukung Situs Nuat Bkau yang diperkirakan lebih dari 10 individu tersebut berasal dari ras Austromelanesid dan Mongoloid dengan jejak kronologi lebih dari 3.000 tahun lalu