• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITIK HUKUM PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2024 (POTRET PERDEBATAN PARTAI POLITIK DI PARLEMEN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLITIK HUKUM PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2024 (POTRET PERDEBATAN PARTAI POLITIK DI PARLEMEN) SKRIPSI"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

POLITIK HUKUM PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2024 (POTRET PERDEBATAN PARTAI POLITIK DI

PARLEMEN)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

BINTANG GARDA NUSANTARA NIM : 11160453000013

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2022 M / 1443 H

(2)

i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini hasil karya asli Saya yang diajukan sebagai Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Sumber-sumber yang Saya gunakan pada penulisan ini telah Saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli Saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 05 Februari 2022

Bintang Garda Nusantara NIM: 11160453000024

(5)

iv ABSTRAK

Bintang Garda Nusantara, NIM 11160453000013, “POLITIK HUKUM PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2024 (POTRET PERDEBATAN PARTAI POLITIK DI PARLEMEN)’’, Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443H/2021M.

Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan Perdebatan Partai Politik di Parlemen terhadap Penyelenggara Pilkada Serentak Tahun 2024. Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang menggunakan sumber berupa narasi, penuturan informan, dokumen-dokumen dan bukan menggunakan data berupa angka-angka, sehingga dalam penyelesaiannya harus dilakukan berupa pengumpulan data dengan teori-teori, dalil dan lain sebagainya supaya hasil kesimpulan sejalan dengan permasalahan yang penulis teliti. Pendekatan penelitian kualitatif ini juga menggunakan yang menelusuri berbagai literatur, baik dalam Undang-Undang, buku-buku, jurnal ataupun artikel, serta website yang bersangkutan dengan tema yang diangkat penulis.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya suatu alasan Partai Oposisi dalam hal ini Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat menolak adanya pilkada serentak 2024. Menurut PKS karena secara filosofis pelaksanaan Pilkada 2024 itu menghilangkan kesempatan rakyat untuk berfikir secara proporsional, kerena waktunya barengan dengan pillpres, sehingga boleh jadi adanya bias ketika memilih pemimpin. Dan satu Fraksi yang menolak adanya penyelenggaraan pilkada serentak 2024, yakni Partai Demokrat. Perbandingan pandangan antara kedua partai tersebut ialah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lebih memperhatikan bagaimana persiapan para penyelenggera pemilu dan menghadapi tantangan dalam pelaksanaan pilkada serentak 2024 agar berjalan dengan optimal dibandingkan terhadap pandangan Partai Demokrat, yang lebih condong kepada pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan pada akhir masa jabatan kepala daerah sesuai Undang-Undang yang berlaku. Namun terhadap Fraksi Partai Politik pendukung pemerintah seperti PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tetap mendukung opsi Pemerintah melaksanakan Pilkada Serentak di tahun 2024

Kata Kunci : Pilkada Serentak 2024, Partai Politik, Partai Keadilan Sejahtera,Partai Demokrat.

Pembimbing : Dr. KH. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag Daftar Pustaka : Dari tahun 1983 sampai 2021

(6)

v

hidayah, kesehatan, nikmat, dan petunjuk kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarganya, para sahabatnya, dan para pengikutnya.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tak lepas pula penulis ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang senantiasa mendoakan, membimbing, serta membantu penulis dalam mengerjakan skripsi ini. Sehingga dengan segala rasa hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih terutama kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M.A., Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Bapak Dr. H. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah);

4. Ibu Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si. Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah);

5. Bapak Assoc. Prof. Dr. KH. Mujar Ibnu Syarif, S.H., M.Ag., Dosen Penasihat Akademik sekaligus juga pembimbing skripsi, yang begitu sabar dan meluangkan waktunya di tengah kesibukannya telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih banyak untuk waktu dan tenaga yang bapak luangkan selama bimbingan;

6. Seluruh Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum, khususnya kepada Dosen Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah) yang telah memberi ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama perkuliahan berlangsung dengan sabar dan ikhlas. Dan mohon maaf sedalam-dalamnya atas segala kekurangan dari penulis selama perkuliahan berlangsung;

(7)

vi

7. Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta serta Fakultas Syari’ah dan Hukum telah banyak memberi kontribusi berupa literatur dan pustaka guna menyelesaikan skripsi ini;

8. Kedua orang tua penulis tercinta, Ayahanda Drs. H. Saiful Milah dan Ibunda Dewi Desiawati, yang begitu sabar dalam memberi motivasi, moral, dan senantiasa mendoakan penulis agar sukses dalam menyelesaikan studi strata satu (S1) ini. Tak lupa juga kepada adik penulis, M. Haikal Machpudz, M. Djati Millawati Yusuf dan Tiara Milata Putri yang juga senantiasa mendoakan dan menemani penulis. Terima kasih banyak kepada kalian, skripsi ini penulis persembahkan untuk Ayahanda, Ibunda, Adik, dan juga untuk para pembaca;

9. Keluarga Besar Yayasan Lembaga Islam Tiara Aksara, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syariah dan Hukum Cabang Ciputat, Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Tangerang Raya, Ikatan Keluarga Alumni Santri (IKAS) Daar el-Qolam Tangerang Raya, Angkatan Muda Pembaharu Indonesia (AMPI) Provinsi Banten, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Tangerang, Angkatan Milenial Golkar (AMIGO) Kota Tangerang, Korda II Pendekar Banten Kota Tangerang dan Golkar PK Kecamatan Periuk yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu;

10. Keluarga besar Hukum Tata Negara 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya: Miftahurrohmah, S.H., Nur Kholifah, S.H., Husniyah, S.H., Fadhilatu Rosyidah, S.H., Fahmi Aziz, S.H., Bayu Prasetya, S.H., Fakhri Muhammad Khatiri, S.H., Adin Nugroho, S.H., Fahriza Hafiz, S.H., dan Noer Fadhilah Rais As-Soevel, S.H., yang masing-masing telah banyak memberi memotivasi, kenangan, pengalaman, ilmu yang bermanfaat serta menghibur penulis dalam menyelesaikan studi strata satu (S1) dan skripsi ini. Pengalaman yang luar biasa bersama kalian akan jadi

(8)

vii

momen yang tidak terlupakan dan sangat dirindukan oleh penulis. Semoga kalian semua sukses selalu;

11. Adi Dhiwa Ramadhan, Adi Imron Rosyadi, Fajar Maulana, Nashrul Khairul Abdillah Martinda, Jordi Candiansyah, Gilang Ramadhan, Adam Zaelani, sudah menjadi sahabat terbaik selama menempuh perkuliahan ini dan mengajarkan banyak hal. Semoga persahabatan kita akan terus berlanjut;

12. Dan seluruh pihak lain yang tak bisa disebut satu-persatu yang senantiasa mendoakan, memotivasi dan memberi semangat kepada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis ucapkan terima kasih banyak yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca khususnya pada konsen yang luas dalam bidang Hukum Tata Negara.

Jakarta, 05 Februari 2022

Bintang Garda Nusantara NIM: 11160453000024

(9)

viii DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ... 9

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II KONSEP UMUM PARTAI POLITIK ... 17

A. Definisi Partai Politik ... 17

B. Tujuan Partai Politik ... 22

C. Fungsi Partai Politik ... 23

D. Teori Partai Politik ... 27

BAB III PROFIL KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DAN PARTAI DEMOKRAT ... 32

A. Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU) ... 32

B. Sejarah dan Perkembangan Pilkada di Indonesia ... 34

C. Profil Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ... 43

D. Profil Partai Demokrat ... 46

BAB IV POLITIK HUKUM PENYELENGGARAAN PILKADA SERENTAK TAHUN 2024 ... 51

A. Latar Belakang Pilkada Serentak 2024 ... 51

B. Muatan Aturan Umum Pilkada Serentak 2024 ... 57

C. Penolakan Partai Keadilan Sejahtera Dan Partai Demokrat Terhadap Pemilu Serentak 2024 ... 58

D. Efektivitas Dan Efisiensi Pilkada Serentak 2024 Menurut Pendapat Fraksi Partai Politik Indonesia ... 61

(10)

ix

BAB V PENUTUP ... 65

A. Kesimpulan ... 65

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN ... 74

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Indonesia adalah Negara hukum” demikian bunyi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat 3. Sebagai Negara hukum (Rechtsstaat) yang menjunjung tinggi nilai-nilai norma hukum berdasarkan Undang-undang dan bukan merupakan Negara berdasarkan kekuasaan semata (Machtsstaat) Indonesia memiliki norma hukum tertinggi yakni Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai induk peraturan- peraturan perundang-undangan. Untuk itu adanya kebijakan yang tertuang dalam bentuk perundang-undangan tidak boleh menyalahi norma hukum tersebut.1

Pada saat ini, paham demokrasi dalam penyelenggaraan negara menjadi

“primadona” dalam setiap perbincangan mengenai paham kenegaraan. Sehingga tidak aneh apabila setiap bangsa berlomba-lomba guna mendapatkan pengakuan sebagai negara demokrasi oleh negara lainnya. Pada prinsipnya paham demokrasi menghendaki adanya keikutsertaan rakyat atau warga negara dalam aktivitas penyelenggaraan kehidupan kenegaraan. Hal ini sudah terjadi sejak zaman Yunani Kuno (abad VI s/d XIII SM). Pada waktu itu paham demokrasi dilaksanakan secara langsung, dimana rakyat menentukan keputusan-keputusan politik secara langsung.2

Indonesia adalah Negara yang menganut sistem pemerintahan Demokrasi.

Demokrasi dipahami sebagai suatu sistem pemerintahan yang menjunjung tinggi kesejahteraan rakyat. Dalam arti lain, demokrasi sering disebut sebagaipemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sebagai suatu sistempolitik, demokrasi telah menempati posisi teratas yang diterima oleh banyak

1 Firdaus Ayu Palestina, “Analisis Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau Dari Fiqh Siyasah Dusturiyah dan Sadd Al-Dzari’ah,” (Tesis Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2019), h. 1.

2 Handoyo Hestu Cipto, Hukum Tata Negara, Kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atmajaya, 2003), Cet. Ke-1, h. 99.

(12)

Negara, karena dianggap mampu mengatur dan menyelesaikan hubungan sosial dan politik dalam sebuah Negara.

Demokrasi memiliki makna yang luas dan kompleks, salah satunya Warga Negara yang di beri kesempatan untuk memilih salah satu diantara pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara. Kemampuan rakyat untuk memilih di antara pemimpin-pemimpin politik pada masa pemilihan inilah yang disebut demokrasi.3 Di berbagai negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi masyarakat. Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya tolok ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang lebih bersifat kesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan sebagainya.4

Ketika lahir Putusan MK No. 48/PUU-XVII/2019 yang didalamnya MK mengadopsi UU No. 7 Tahun 2017 ke dalam UU Pilkada,secara tidak langsung menimbulkan benturan pemahaman. Bagaimana mungkin Putusan MK No.

48/PUU-XVII/2019 mengaitkan UU No. 7 Tahun 2017 yang mengatur mengenai Pemilu kedalam pengaturan Pilkada? Padahal Putusan Mahkamah Konstitusi No.

97/PUU-XI/2013 secara tegas MK menyatakan bahwa Pilkada bukanlah rezim Pemilu. Pemisahan rezim tersebutlah yang kemudian menjadi pijakan bagi pembentuk undang-undang yang pada akhirnya menerbitkan undang-undang yang berbeda. Ketika MK mengeluarkan Putusan MK No. 48/PUUXVII/2019, maka pertanyaanya kemudian apakah Pilkada kembali dianggap sebagai rezim Pemilu?

Demikian pula ketika kita melihat Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, MK justru memberikan sejumlah alternatif model keserentakan Pemilu yang baru yang

3Heru Nugroho, “Demokrasi Dan Demokratisasi: sebuah kerangka konseptual untuk memahami dinamika sosial-politik di Indonesia”, Jurnal Pemikiran Sosiologi, Vol.1 No.1, (2012), h.2

4Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet ke-4 (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), h.461.

(13)

3

memasukkan Pilkada dalam alur keserentakan tersebut. Apakah dengan Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 maka sudah pasti Pilkada masuk rezim Pemilu? Hal ini terlihat dari Putusan MK No. 48/PUUXVII/2019 dan Putusan MK No.

55/PUUXVII/2019 dimana MK tidak menanggapi teori pemilahan rezim yang dimulai oleh MK dalam Putusan MK No. 97/PUUXI/2013.

Dalam Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019, menurut penulis, MK sendiri tidak ingin tejebak dengan alur pemikiran pemisahan rezim lagi dan justu menawarkan pemikiran baru yakni keserentakan Pemilu yakni Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal (yang ada Pilkada didalamnya). Jadi apakah Pilkada bisa bergabung ke dalam keserentakan Pemilu? bisa jika dalam format Pemilu lokal Putusan MK No. 55/PUU-XVII/2019 yang digabung dengan Pemilu DPRD, namun bila tanpa digabung dengan DPRD menurut Penulis hal tersebut masih Pilkada dan bukan Pemilu sesuai Putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 dan UU Pilkada.5

Pemilu adalah kenduri demokrasi yang menjadi landasan politik, bangsa, dan Negara dalam membangun masa depan yang lebih baik. Pemilu sebagai pilar demokrasi mengantarkan bangsa dan negara dalam meraih demokrasi dan membangun peradabannya. Selain itu, pemilu juga sebagai momentum evaluatif yang sangat penting bagi sebuah rezim kekuasaan dalam mewujudkan cita- cita negara kemerdekaan.6

Sejatinya, penyelenggaraan Pilkada sebagai mekanisme pemilihan haruslah dilandasi semangat kedaulatan rakyat dan dilaksanakan secara demokratis. Salah satu prasyarat utama untuk mewujudkan Pemilu yang demokratis adalah adanya partisipasi politik. Keberadaan partispasi masyarakat dalam Pilkada merupakan sesuatu yang krusial keberadaannya, sebab Pilkada akan melahirkan pemimpin daerah yang kesuksesan Pilkada tersebut menjadi cerminan dari kualitas demokrasi. Oleh karena itu, partisipasi warga negara ketika memilih pemimpin

5 Achmadudin Rajab, “Apakah Pasca Putusan Mk Nomor 55/Puu-Xvii/2019 Pilkada Rezim Pemilu?”, Jurnal RechtsVinding Online, (Mei, 2020), h.6

6 Pangi Syarwi Chaniago, Dalam Jurnal “Evaluasi Pilkada Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2015”, Indonesian Political Science Review, Vol.1 No.2, (2016), h.197.

(14)

harus ada meskipun keterlibatan warga negara lebih banyak berhenti pada proses pemilihan.7Dari sisi normatif penyelenggaraan pilkada telah diatur melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal 56 ayat (1) menyebutkan, “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, wajib hukumnya bagi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk mematuhi aturan tersebut sebagaimana mestinya guna menjadi acuan dalam pelaksanaan Pilkada ditingkat Provinsi dan Kabupaten atau Kota. Memang sangat penting dibentuk dan dibuatnya berfungsi sebagai mata angin. Karena di semua penyelenggaraan kegiatan apapun itu termasuk penyelenggaraan pemilu, tidak adanya rule of game atau istilah peraturan dalam permainan maka sama seperti berjalan tanpa adanya arah dan tujuan.

Membicarakan pilkada, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, mengatakan bahwa pemerintah akan menggelar Pilkada Serentak 2024. Tito mengatakan jadwal itu sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. "Pilkada merupakan amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang ditetapkan 1 Juli 2016, di mana nanti pilkada akan dilaksanakan serentak di November 2024," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021).8

Mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat 'balik badan' dari rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau revisi UU Pemilu.

Kini, mayoritas fraksi di parlemen sepakat menolak untuk melanjutkan pembahasan RUU Pemilu yang sudah disepakati masuk dalam Program Legislasi Nasional 2021 itu. Hanya tersisa Partai Demokrat dan PKS yang tetap ingin revisi.

Salah satu isu krusial yang menjadi perdebatan dalam revisi UU Pemilu ini adalah

7Cucu Sutrisno, Partisipasi Warga Negara dalam Pilkada, (Universitas Muhammadiyah Ponorogo: Jurnal Pancasila dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 2, 2017), h.36.

8 https://news.detik.com/berita/d-5494081/mendagri-di-2016-tak-ada-fraksi-tolak-pilkada- digelarserentak-2024, diakses Pada Tanggal 31 Maret 2021 Pukul 12.08 WIB

(15)

5

normalisasi pemilihan kepala daerah pada 2022 dan 2023. Awalnya hanya PDI Perjuangan yang menyatakan menolak normalisasi Pilkada pada 2022 dan 2023.

Belakangan, mayoritas fraksi partai pendukung pemerintah menyusul sikap PDIP.

Dengan demikian, hampir dipastikan Pilkada Serentak tetap digelar pada 2024 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).9

Awalnya, yang setuju dengan dilanjutkannya pembahasan RUU Pemilu adalah Partai NasDem, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Yang tidak setuju adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Gerindra. Dengan adanya RUU Pemilu yang menggabungkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bisa jadi Pilkada serentak beralih menjadi tahun 2022 dan 2023. Jika tanpa aturan baru, maka seluruh pemilu, baik pemilu legislatif DPR, DPRD, DPD, pemilihan presiden, dan pemilu kepala daerah akan berlangsung serentak pada 2024.10

Berbeda dengan suara mayoritas, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini, menilai bahwa revisi Undang-Undang Pemilu harus terus jalan untuk memperbaiki kualitas demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu.

"Kami melihat ada kebutuhan dan kepentingan revisi UU Pemilu, yaitu untuk perbaikan kualitas demokrasi hasil evaluasi kita atas penyelenggaraan pemilu lalu," ujar Jazuli dalam keterangannya di Jakarta. Fraksi PKS juga menginginkan agar pilkada serentak dinormalisasi pada tahun 2022/2023 agar kepemimpinan daerah di masa pandemi oleh pejabat definitif.11 Menurutnya, jika digelar pada 2024 beban dan ongkos ekonomi, sosial, dan politik menjadi sangat berat.

9https://nasional.tempo.co/read/1431092/peta-dukungan-fraksi-di-dpr-soal-pilkada-2024-dan- kelanjutan-revisi-uu-pemilu, diakses pada tanggal 25 April 2021 pukul 21.03 WIB

10 https://tirto.id/standar-ganda-kontradiksi-pemerintah–soal–pilkada-serentak-2024- gar2.diakses pada Tanggal 25 April 2021 Pukul 12.48 WIB

11 Pejabat Definitif adalah pegawai yang menduduki Jabatan Pimpinan Tinggi, dan Administrasi yang telah secara resmi dilantik dan diambil sumpah jabatan untuk menduduki jabatan negeri.

(16)

Adapun jadwal pelaksanaan Pilkada hingga saat ini masih jadi perdebatan seiring dengan rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sembilan fraksi di DPR terbelah. Sebagian fraksi ingin Pilkada dilaksanakan sesuai amanat Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, yakni November 2024, berbarengan dengan Pilpres dan Pileg. Sementara, sebagian fraksi lainnya mendorong agar pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 Ayat (2) dan (3), yaitu pada 2022 dan 2023.12 Oleh karena itu, kajian ini membahas mengenai polemik pelaksanaan pilkada secara serentak pada tahun 2024 yang banyak menuai pro dan kontra di masyarakat dari berbagai aspek, mulai dari masa jabatan para pemimpin daerah maupun keefektivan pelaksanaan pemilu secara serentak di Indonesia.

Dari latar belakang diatas,maka penulis berkeinginan melakukan penelitian yang berjudul “Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret Perdebatan Partai Politik di parlemen)”. Hal ini menarik untuk dikaji, untuk mengetahui pandangan Partai Politik mengenai Pilkada Serentak 2024 khususnya terhadap perspektifPartai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 menjadi polemik. Pasalnya, dalam draf revisi UU Pemilu yang baru, salah satu poinnya mengatur tentang pilkada berikutnya pada 2022 dan 2023 mendatang, bukan 2024 seperti yang diatur dalam UU 10/2016. Sejumlah fraksi di DPR terbelah mengenai ketentuan tersebut. Fraksi yang mendukung agar pilkada serentak 2024 tetap digelar di antaranya PDIP, PKB, dan Gerindra.13

12https://nasional.kompas.com/read/2021/02/08/09194631/kpu-sebut-pemilu-borongan-2024- munculkan-beban-anggaran-hingga-kpps?page=all#page2, diakses pada Tanggal 5 April 2021 Pukul 13.37 WIB.

13 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210202034109-32-601100/kpu-tetap-berpatok- uu-10-2016-pilkada-digelar-serentak-2024, diakses pada Tanggal 31 Maret 2021 Pukul 14.26 WIB

(17)

7

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis paparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa permasalahan terkaitdenganPolitik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024.

.

Adapun identifikasi masalah yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

a. Polemik mengenai pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) yang digelar secara serentak pada Tahun 2024

b. Pendapat Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) dan Partai Demokrat mengenai Pilkada serentak 2024

c. Kelebihan dan kekurangan (keefektifan) pelaksanaan Pilkada serentak yang digelar pada tahun 2024

d. Terjadinya salah satu kasus saat pemilu 2019, yakni banyak memakan korban pada anggota KPPS sehingga menjadi evaluasi bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyelenggarakan pemilihan berikutnya.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, banyak permasalahan-permasalahan penting yang perlu diteliti untuk dapat menjawabPolitik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai Politik di parlemen.

Akan tetapi, untuk mempermudah pembahasan dan penelitian skripsi ini,penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis, maka perlu kiranya penulis memberikan batasan agar tidak melebar dan terarah. Maka penelitian ini difokuskan pembahasannya pada pelaksanaan Pilkada serentak yang di gelar pada tahun 2024 dan perbandingan pandangan Partai PKS dan Partai Demokrat.

(18)

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik beberapa substansi rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana Perdebatan Partai Politik Di Parlemen terhadap Penyelenggara Pilkada Serentak Tahun 2024?

b. Bagaimana perbandingan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2024?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan tambahan literatur bagi ilmu pengetahuan khususnya hukum tata negara dalam penanganan masalahPolitik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret Perdebatan Partai Politik di Parlemen). Selain itu penelitian skripsi ini juga bertujuan:

a. Untuk mengetahui mengenai pro kontra Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai Politik di Parlemen..

b. Untuk mengetahui perbandingan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat terhadap pelaksanaan pilkada serentak 2024.

2. Manfaat Penelitian

Didalam setiap penelitian, disamping memiliki tujuan tentunya penulis juga mengharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya penulis pribadi, adapun manfaatnya adalah sebagai berikut:

a. Bagi Akademis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan penelitian lebih lanjut guna untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 (Potret Perdebatan Partai Politik di Parlemen).

(19)

9

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bermanfaat sebagai tolok ukur dari wacana keilmuan yang selama ini penulis terima dan pelajari dari institusi pendidikan tempat penulis belajar, khususnya mengenai pro kontra Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai Politik di Parlemen.

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Untuk membuktikan originalitas dari penelitian ini, penulis perlu untuk melakukan tinjauan kajian studi terdahulu. Berikut ini beberapa penelitian dan perbedaan dari penelitian sebelumnya.

1. Angga Natalia, dalamJurnal TAPIS dengan judul Peran Partai Politik Dalam Mensukseskan Pilkada Serentak Di Indonesia Tahun 2015.

Dalam karyanya, penulis menjelaskan bahwamunculnya permasalahan kandidat tunggal pada proses pilkada pada tahun 2015, menunjukkan bahwa partai politik belum benar-benar serius menjalankan fungsinya terutama untuk melahirkan calon-calon pemimpin muda yang kompeten dan mampu survive dengan kondisi Indonesia saat ini. Ini disebabkan oleh mundurnya pengawalan kaderisasi di partai politik sehingga partai-partai lebih banyak mengandalkan kader-kader pragmatis untuk mempercepat image building dan perolehan suara di grass root. Yan pada akhirnya, menenggelamkan mental calon-calon pemimpin muda yang sebenarnya memiliki kompetensi yang baik tapi kurang mendapat dukungan dari partai politik.14

2. Siti Witianti dan Hendra, dalam jurnal Wacana Politik dengan judul Peran Ketua Umum Partai Politik Dalam Pencalonan Kepala Daerah pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Di Indonesia. Dalam karyanya, penulis menjelaskan bahwa dalam pilkada serentak di Indonesia yang diselenggarakan sejak tahun 2015, terdapat kencenderungan semakin

14Angga Natalia, “Peran Partai Politik Dalam Mensukseskan Pilkada Serentak Di Indonesia Tahun 2015”, Jurnal TAPIS, Vol.11, No.1, Januari-Juni 2015.

(20)

menguatnya pengaruh ketua umum partai politik dalam pencalonan kepala daerah. Pengambilan keputusan partai politik pada akhirnya ditentukan oleh pertimbangan ketua umum partai politik,sudah menjadi tugas Parpol seharusnya menjadi salah satu sumber utama kepemimpinan bangsa yang dituntut dapat menyiapkan dan menghasilkan kader-kader bangsa yang profesional, jujur, berintegritas tinggi dan berwawasan luas dan dilakukan secara demokratis.15

3. Hendri Putra Faridana dengan judul skripsi Persepsi Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam UIN Antasari Terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak. Dalam karyanya, menjelaskan bahwa para mahsiswa menilai pelaksanaan pilkada tahun 2015 di Banjarmasin berhasil menarik partisipasi warga sehingga peserta pemilih lebih banyak.

Selain itu, Persepsi mahasiswa Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam terhadap pilkada serentak pun beragam, sebagian besar menilai pilkada serentak lebih efektif karena selain dapat menghemat dana, juga dapat menghemat waktu bagi pelaksanaan pilkada di Indonesia. Persepsi mahasiswa ini ternyata berbeda dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pelaksanaan pilkada serentak di Banjarmasin memiliki tingkat partisipasi pemilih cukup rendah.16

4. Egi Prayogi, dengan judul skripsi Sistem Pemilihan Kepala Daerah Perspektif Fiqih Siyasah (Studi Pasal 24 Undang-Undnag No 32 Tahun 2004). Dalam karyanya, penulis menyimpulkan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 dari segi substansi sudah sesuai dengan fiqih siyasah dan tidak bertentangan dengannya, dan telah memenuhi prinsip pemilihan dalam Islam yaitu syura yang bertumpu pada persamaan, keadilan, kebebasan

15 Siti Witianti dan Hendra, “Peran Ketua Umum Partai Politik Dalam Pencalonan Kepala Daerah pada Pemilihan Kepala Daerah Serentak Di Indonesia”, Jurnal Wacana Politik, Vol. 4, No.

1, Maret 2019, h. 55.

16 Hendri Putra Faridana, “Persepsi Mahasiswa Fakultas Syariah Dan Ekonomi Islam Uin Antasari Terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak”, (Skripsi UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI, Banjarmasin, 2017), h. v.

(21)

11

transparansi, dan kebersamaan. Dan menurut penulis, perbedaannya terdapat pada tataran tekis, kerena harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat demi tercapai kemaslahatan umat.17

5. Firdaus Ayu Palestina, dengan judul tesis Analisis Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau Dari Fiqh Siyasah Dusturiyah Dan Sadd Al-Dzari’ah. Dalam karyanya, penulis menjelaskan bahwa Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau dari Fiqh Siyasah Dusturiyah (Konsep Wewenang Arkoun) dan Sadd Al- Dzari’ah diketahui bahwa Penyelenggara Pemilu (sebagai seorang “dusturi”, yang memiliki otoritas dalam artian pejabat publik) telah melakukan wewenang, yakni “siyasah”

dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan patuh dan melaksanakan Undang-Undang, meskipun dalam praktknya masih terjadi over lapping (tumpang tindih). Sedangkan dalam konsep Saad Al- Dzari’ah, Penyelenggara Pemilu, yaitu KPU berusaha untuk menutup kemungkunan-kemungkinan yang tidak baik guna terciptanya regulasi yang revolusioner, sedangkan Bawaslu bertindak sebaliknya (Fath Al- Dzari’ah) dengan mempertimbangkan persamaan hak, namun mengesampingkan langkah kedepannya.18

Berdasarkan kajian terdahulu diatas, penulis menemukan adanya kesamaan dalam materi penelitian pada judul yang penulis angkat, namun dalam kajian yang penulis teliti berbeda subjek dan konsepnya. Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan mengenai pro kontra Politik Hukum Penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 dalam Potret Perdebatan Partai Politik di Parlemen..

17 Egi Prayogi, “Sistem Pemilihan Kepala Daerah Perspektif Fiqih Siyasah (Studi Pasal 24 Undang-Undnag No 32 Tahun 2004”, (Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2005), h. iv

18 Firdaus Ayu Palestina, “Analisis Penataan Kewenangan Antar Penyelenggara Pemilihan Umum Ditinjau Dari Fiqh Siyasah Dusturiyah Dan Sadd Al-Dzari’ah”, (Tesis Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, 2019), h. v

(22)

E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.19 Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah berpijak dari realita atas peristiwa yang berlangsung di lapangan. Apa yang dihadapi dalam penelitian adalah sosial kehidupan sehari-hari. Penelitian seperti berupaya memandang apa yang sedang terjadi dalam dunia tersebut dan meletakkan temuan-temuan yang diperoleh di dalamnya. Oleh karena itu, apa yang dilakukan oleh peneliti selama dilapangan termaksud dalam suatu posisi yang berdasarkan kasus, yang mengarah perhatian dalam spesifikasi kasus- kasus tetentu.20

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menjadikan penulis harus mengumpulkan data dan informasi mengenai pendapat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat yang menolak adanya pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024. Metode kualitatif diartikan sebagai metode yang meneliti subjek penelitian atau informan dalam lingkup kesehariannya.21 Metode kualitatif menggunakan sumber berupa narasi, penuturan informan, dokumen-dokumen dan bukan menggunakan data berupa angka-angka seperti yang dilakukan dalam penelitian kuantitatif.22 Penelitian Hukum Normatif merupakan penelitian

19 Soerjono Soekanto, 1994. Pengantar Penelitian Hukum, (Universitas Indonesia Press, Jakarta), h.13.

20 Burhan Bugin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Cet. III. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 82.

21 Usman dan Abdi, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi: Teori dan Aplikasi, (Bandung:

Alfabeta, 2008), h. 6

22Usman dan Abdi, Metode Penelitian Sosial dan Ekonomi, h. 11.

(23)

13

hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.23Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip- prinsiphukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hokumyang dihadapi.24

Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan data yang berasal dari buku yang berkaitan dengan tema dan masalah yang diangkat oleh penulis, jurnal ilmiah, dan artikel serta berita yang berasal dari media internet. Hal tersebut digunakan untuk memudahkan dalam memahami segala macam konteks yang terkandung di dalamnya.25

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data sekunder sebagai data utama yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer

Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sumber data primer merupakan data yang diambil langsung oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara dengan cara menggali sumber asli secara langsung melalui responden. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat, dan Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera.

b. Bahan Hukum Sekunder

Sumber Hukum Sekunder dalam penelitian ini, penulis menggunakan buku-buku teks (Teksbook) yang ditulis para ahli hukum

23 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.13

24 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta:Kencana Prenada, 2010), h.35.

25 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 126.

(24)

yang berpengaruh (deherseende leer), jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, yurisprudensi, dan bahan-bahan hukum lainnya yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam memahami dan menganalisis bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier merupakan bahan hukum yang mendukung bahan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum yang digunakan oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus-kamus Hukum dan Kamus Bahasa Inggris baik dalam bentuk cetak maupun elektronik.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Studi literatur dan dokumentasi, yaitu mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini melalui literatur buku, surat kabar, jurnal ilmiah, serta artikel dan berita yang berasal dari media internet. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui dokumentasi, untuk memperoleh data sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan dari bahan primer.

b. Wawancara dilakukan dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui tanya jawab dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak yang berkompeten dengan masalah dalam penelitian ini.

5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diklasifikasikan menurut pokok bahasan masing-masing, maka selanjutnya dilakukan analisis data.

Analisis data bertujuan untuk menginterpretasikan data yang sudah disusun secara sistematis yaitu dengan memberikan penjelasan. Dalam menyusun dan menganalisis data, penulis menggunakan penalaran

(25)

15

deduktif. 26 Penalaran deduktif merupakan langkah berpikir dengan mengumpulkan pernyataan yang bersifat umum untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.

6. Pedoman Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini penulis berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan

Dalam pembahasan Skripsi ini peneliti membuat sistematika pembahasan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Landasan Teori, Tinjauan Pustaka (Review) Kajian Terdahulu, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Kajian Teori yang membahas mengenai teori demokrasi, teori kedaulata rakyat, dan teori umum mengenai partai politik.

BAB III Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU), Profil Partai Demokrat Dan Partai Keadilan Kesejahteraan Sosial (PKS); dalam bab ini akan menjelaskan tentang Profil Komisi Pemilihan Umum (KPU), sejarah dan Perkembangan pilkada di Indonesia, Profil dari Partai Demokrat dan Partai Kesejahteraan Sosial (PKS) mengenai sejarah terbentuknya partai tersebut berikut dengan visi dan misi Partai.

BAB IV Penolakan Pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024 Dari Perspektif Partai PKS Dan Partai Demokrat; yang membahas tentang analisis dari pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 dan penolakan partai PKS dan Partai Demokrat; Efektivitas dan Efisiensi pilkada serentak 2024 menurut pendapat fraksi Partai Politik Indonesia.

26 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), h.49.

(26)

BAB V Penutup. Pada bab disajikan kesimpulan dan saran penulis mengenai pelaksanaan pilkada serentak tahun 2024 dan saran untuk peneliti berikutnya yang mengkaji penelitian ini.

(27)

17 BAB II

KONSEP UMUM PARTAI POLITIK A. Definisi Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Pada awal perkembangannya, akhir dekade 18-an di negara-negara Barat seperti Inggris dan Prancis, kegiatan politik dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat telitis dan aristokratis, mempertahankan kepentingan kaum bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan raja. Semakin meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum (kadang-kadang dinamakan caucus party).Oleh karena dirasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik di parlemen lambat laun juga berusaha mengembangkan organisasi massa.

Maka pada akhir abad ke-19 lahirlah partai politik, yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain.1

Partai politik merupakan instrumen yang tak terpisahkan dari sistem demokrasi di negara manapun di dunia ini. Tidak dapat dikatakan demokratis sebuah negara jika tidak ada partai politik di negara tersebut karena pada hakikatnya partai politik merupakan manifestasi dari kebebasan masyarakat untuk membentuk kelompok sesuai dengan kepentingannya.2

1 Muhammad Labolo, Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia (Teori, Konsep dan Isu Strategis), Cet Ke-1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h.1

2 Di Indonesia, hal ini juga diatur melalui Perubahan Kedua UUD 1945 pada tahun 2000, bahwa jaminan konstitusional dimaksud tegas ditentukan dalam pasal 2E ayat (3) UUD 1945 yang

(28)

Cikal bakal dari terbentuknya partai politik di Indonesia adalah lahirnya Budi utomo yang merupakan perkumpulan kaum terpelajar. Perkumpulan ini merupakan bentuk dari study club, perkumpulan sosial ekonomi, dan organisasi pendidikan.3 Setelah Budi utomo lahir, muncullah dua organisasi yang disebut- sebut sebagai partai politik pertama diIndonesia, yaitu Sarekat Islam dan Indiche partij. Munculnya kedua organisasi tersebut merupakan ancaman bagi Budi Utomo, karena banyak anggotanya yang pindah kedua organisasi tersebut.

semenjak itulah Budi Utomo mulai mengarah kepada kegiatan politik. Menyusul di belakang tiga organisasi tersebut muncul organisasi ISDV yang lahir pada tahun 1914 didirikan oleh orang Belanda di Semarang. Pendirian ISDV adalah usaha untuk memasukkan paham Marxisme ke Indonesia. Pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV mengubah namanya menjadi Partai Komunis Indonesia. Semaun dan Darsono yang dulunya merupakan tokoh partai Sarekat Islam menjabat sebagai ketua dan wakil ketua PKI. Perpecahan terjadi di tubuh Sarekat Islam yang memecah partai tersebut menjadi dua golongan yaitu Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah. Sarekat Islam gerakanya lebih dititikberatkan dalam bidang memajukan gerakan perekonomian rakyat dan keislaman sesuai dengan nama Sarekat Islam. Berbeda dengan Budi Utomo, Sarekat Islam gerakannya lebih bersifat revolusioner dan nasionalistis. Selain itu juga lahir Muhammadiyah, Partai Nasional Indonesia, Partai Indonesia dan lain-lain. Muhammadiyah mengikrarkan diri bukan sebagai partai politik walaupun ada kaitannya dengan organisasi politik Islam.4

Di Indonesia, kemunculan partai-partai politik tak terlepas dari terciptanya iklim kebebasan yang luas bagi masyarakat pasca-runtuhnya pemerintahan kolonial Belanda. Kebebasan tersebut memberikan ruang dan kesempatan kepada menyarakan, "setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat."

3 GJ Wollhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Djakarta:Timun Mas NV, 1955), h.54.

4 Muhammad Rusli Karim, Perjalanan Partai Politik Di Indonesia Sebuah Potret Pasang Surut,(Jakarta: Rajawali Press, 1983), h.19-20.

(29)

19

masyarakat untuk membentuk organisasi, termasuk partai politik. Sebenarnya, cikal-bakal dari munculnya partai politik sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Partai politik yang lahir selama masa penjajahan tidak terlepas dari peranan gerakan-gerakan yang tidak hanya dimaksudkan untuk mendapatkan kebebasan yang lebih luas dari penjajah,juga menuntut adanya kemerdekaan. Hal ini bisa kita lihat dengan lahirnya partai-partai sebelum kemerdekaan. Selain didorong oleh adanya iklim demokrasi yang diberikan oleh pemerintah kolonial Belanda, kemunculan partai-partai politik di indonesia juga tidak lepas dari karakteristik masyarakat Indonesia yang majemuk. Sebagaimana dikatakan oleh John Furnival bahwa masyarakat Indonesia atau Hindia Belanda ketika itu merupakan masyarakat yang plural (pluralsociety), yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja, sambung Furnival, di antara mereka itu tidak pernah bertemu di dalam suatu unit politik. Namun, realitas di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat yang majemuk itu pada akhirnya bergabung dalam suaru unit politik besar yang dinamakan partai politik.5

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Partai adalah perkumpulan (segolongan orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan (terutama di bidang politik).6 Dari sisi etimologis, Maurice Duverger menyebutkan bahwa kata Partai berasal dari bahasa Latin pars, yang berarti "bagian". Dengan pengertian tersebut, kita dapat memahami bahwa karena ia merupakan suatu bagian maka konsekuensinya pasti ada bagian-bagian lain. Oleh karena itu, untuk memenuhi pengertian tersebut maka idealnya tidak mungkin di dalam suatu negara jika hanya terdapat satu partai.7

5 Kacung Marijan, Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca Orde Baru,(Jakarta: Prenada Media Group,2010), h.60

6https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/partai, diakses pada tanggal 30 November 2021 pukul 12.14 WIB

7 Maurice Duverger, Partai Politik dan Kelompok-Kelompok Penekan, Judul Asli:Party Politics and Pressure Groups A Cornparatfue Introduction, Penerjemah: Laila Hasyim,(Yogyakarta: Bina Aksara, 1984), h.4.

(30)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Politik adalah (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan): bersekolah di akademi, segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain: dalam dan luar negeri; kedua negara itu bekerja sama dalam bidang, ekonomi, dan kebudayaan; partai,organisasi, cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah) kebijaksanaan.8 Secara etimologis, kata politik berasal dari bahasa yunani, yaitu polis yang berarti kota atau komunitas secara keseluruhan. Konsep tentang polis adalah proyek idealis Plato (428-328 S.M) dan Aristoteles (384-322 S.M). Dalam bukunya yang berjudul “The Republic”, plato bertujuan untuk membuat sebuah pemahaman bahwa konsep polis ialah terciptanya masyarakat yang ideal. Hal ini berarti politik ialah segala usaha danaktivitas untuk membangun dan mewujudkan masyarakat yang ideal atau lebih baik. Sedangkan Aristoteles dalam bukunya yang berjudul “The politics”

mengungkapkan bahwa manusia adalah binatang politik (political animal).

Maksudnya adalah bahwa aktivitas politik tidak diciptakan oleh manusia, melainkan ditemukan secara alamiah dalam diri setiap manusia.9

Partai politik merupakan bagian dari infrastruktur10 politik dalam Negara.

Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan.11Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-

8https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/politik, diakses pada tanggal 30 November 2021 pukul 12.09 WIB

9Firmanzah, Mengelola Partai Politik, (Jakarta: Yayasan pustaka obor Indonesia,2011), h.49.

10 Selain partai politik, infrastruktur politik terdiri dari organisasi kemasyarakatan,kelompok kepentingan, kelompok penekan, kelompok tokoh masyarakat, dan media(pers).

11 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.403

(31)

21

nilai,dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya. Banyak sekali deinisi mengenai partai politik yang dibuat oleh para sarjana. Di bagian ini dipaparkan beberapa contoh definisi yang dibuat para ahli ilmu klasik dan kontemporer.

Carl J. Friedrich menuliskannya sebagai berikut:

“Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabildengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadappemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini,memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat adilserta materiil (A political, party is a group of human beings, stably organizedwith the objective of securing or maintaining for its leaders the control of agovernment, with the further objective of giving to members of the party,through such control ideal and material beneits and advantages).’’

Sigmund Neumann dalam buku karyanya, Modern Political Parties, mengemukakan definisi sebagai berikut:

“Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusahauntuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukunganrakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan- golonganlain yang mempunyai pandangan yang berbeda (A politicalparty is the articulate organization of society’s active political agents; thosewho are concerned with the control of governmental polity power, and whocompete for popular support with other group or groups holding divergentviews)”.12

Partai politik merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu prasyarat berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi baik secara formal maupun informal. Kecenderungan demikian itu merupakan suatu keniscayaan. Kecenderungan bermasyarakat yang pada perinsipnya adalah kehidupan berorganisasi timbul untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan-

12 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.404

(32)

kepentingan yang sama dari individu-individu serta untuk mencapai tujuan bersama berdasarkan persamaan pikiran dan hati nurani.13

Sejalan dengan itu, pengertian partai politik menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok WNI secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara serta memelihara keutuhan NKRI berdasarkan pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembentukan partai politik setidaknya paling sedikit terdiri dari 50 orang WNI yang telah berusia 21 tahun dengan akta notaris. Pendirian dan pembentukannya menyertakan 30%

keterwakilan perempuan.14 B. Tujuan Partai Politik

Tujuan partai politik berdasarkan Undang-Undang Partai Politik di Indonesia yaitu, Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Pasal 10 menyatakan bahwa;

1. Tujuan umum Partai Politik adalah:

a. mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. menjaga dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

d. mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

13 Ali Safa’at Muchamad, Pembubaran Partai Politik Pengaturan Dan Praktik Pembubaran Partai Politik Dalam Pergulatan Republik, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h.4-5

14 Lihat Undang-Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

(33)

23

2. Tujuan khusus Partai Politik adalah:

a. meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan;

b. memperjuangkan cita-cita Partai Politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Tujuan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan secara konstitusional.15

C. Fungsi Partai Politik

Partai politik telah menjadi ciri penting dalam sebuah politik modern karena memiliki fungsi yang strategis. Para ahli pun banyak yang merumuskan fungsi- fungsi dari Partai Politik. Fungsi utama dari Partai Politik ialah mencari kekuasaan, mendapatkan kekuasaan dan mempertahankannya. Cara partai politik untuk memperoleh kekuasaan tersebut ialah dengan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Untuk melaksanakan fungsi tersebut partai politik melakukan tiga hal yang umumnya dilakukan oleh Partai Politik yaitu menyeleksi calon-calon, setelah calon-calon mereka terpilih selanjutnya ialah melakukan kampanye,setelah kampanye dilaksanakan dan calon terpilih dalam pemilihan umumselanjutnya yang dilakukan oleh Partai Politik ialah melaksanakan fungsipemerintahan (legistlatif ataupun eksekutif).16 Partai politik tidak hanya bertugas sebagai merebut kursi dan mengumpulkan suara padasaat pemilihan umum, tetapi partaipolitik juga berfungsi sebagai solusi untuk kepentingan bersama. Artinya, partai politik juga berfungsi sebagaimana disampaikan oleh para pemikir.

Fungsi Partai Politik berdasarkan Undang-Undang Partai Politik di Indonesia yaitu, Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik Pasal 11 ayat 1 menyatakan bahwa partai politik adalah sebagai sarana:

15 Lihat Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

16 Muhammad Labolo, Teguh Ilham, Partai Politik dan Sistem Pemilihan Umum di Indonesia (Teori, Konsep dan Isu Strategis), h.15

(34)

1. Pendidikan politik bagi anggotanya dan masyarakat luas agar menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Penciptaan iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat.

3. Penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat secara konstitusional dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara 4. Partisipasi politik warga negara Indonesia;

5. Rekrutmen politik dalam proses pengisisan jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender.17

Secara garis besar, Firmanzah menyebutkan bahwa peran dan fungsi partai politik dibedakan menjadi dua, yairu fungsi internal dan fungsi eksternal. Dalam fungsi internal, partai politik berperan dalam pembinaan, pendidikan, pembekalan, dan pengkaderan bagi anggota partai politik demi langgengnya ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian partai politik tersebut. Sedangkan dalam fungsi eksternal peranan partai politik terkait dengan ruang lingkup yang lebih luas yakni masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini karena partai politik juga mempunyai tanggung jawab konstitusional, moral, dan etika untuk membawa kondisi, dan situasi masyarakat menjadi lebih baik.18

Secara lebih rinci Miriam Budiarjo menyebutkan bahwa Fungsi Partai Politik di Negara Demokrasi adalah:

1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik.

Di masyarakat modern yang luas dan kompleks, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lainyang senada.

Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interestaggregation).

17 Lihat Undang-Undang No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

18 Firmanzah, Mengelola Partai Politik, h.70

(35)

25

Sesudah digabungkan, pendapat dan aspirasi tadi diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation). 19 Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebar luaskan rencana-rencana dan kebijakan- kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke bawah dandari bawah ke atas. Dalam pada itu partai politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran partai sebagai jembatan sangat penting, karena di satu pihak kebijakan pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat.

Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut sebagai perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas).

Kadang-kadang juga dikatakan bahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga masyarakat sebagai “pengeras suara”.20

2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik.

Dalam ilmu politik sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hakdan kewajiban.Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yangmelaluinya masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma- normadan nilai-nilai, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam terbentuknya budaya politik (political culture) suatu bangsa. Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia berkembang melalui

19 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.405

20 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.406

(36)

keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik.

Ia juga menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Disinilah letaknya partai dalam memainkan peran sebagai sarana sosialisasi politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah- ceramah, penerangan, kursus kader, penataran, dan sebagainya.21

3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.

Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional.

Selain untuk tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan memperluas atau memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha menarik sebanyak-banyaknya orang untuk menjadi anggotanya. Dengan didirikannya organisasi-organisasi massa (sebagai onderbouw) yang melibatkan golongan-golongan buruh, petani, pemuda, mahasiswa, wanita dan sebagainya kesempatan untuk berpartisipasi diperluas. Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus merupakan salah satu cara untuk Partai Politik untuk menjaring dan melatih calon- calon pemimpin. Ada berbagai cara untuk melakukan rekrutmen politik, yaitu melalui kontak pribadi, persuasi, ataupun cara-cara lain.22

21 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.407

22 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.408

(37)

27

4. Sebagai Sarana Pengatur Konlik (Conlict Management).

Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat yangbersifat heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), sosial- ekonomi, ataupun agama. Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila keanekaragaman itu terjadi di negara yang menganut paham demokrasi, persaingan dan perbedaan pendapat dianggap hal yang wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam negara yang heterogen sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan dengan mudah mengundang konflik. Di sini peran partai politik diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di antara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa partai politik dapat menjadi penghubung psikologis dan organisasional antara warga negara dengan pemerintahnya. Selain itu partai juga melakukan konsolidasi dan artikulasi tuntutan-tuntutan yang beragam yang berkembang di berbagai kelompok masyarakat. Partai juga merekrut orang-orang untuk diikutsertakan dalam kontes pemilihan wakil-wakil rakyat dan menemukan orang-orang yang cakap untuk menduduki posisi- posisi eksekutif. Pelaksanaan fungsi-fungsi inidapat dijadikan instrumen untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan partai politik di negara demokrasi.23

D. Teori Partai Politik

Terdapat tiga teori asal mula terbentuknya partai politik yang dikemukakan oleh Lapalombara dan Weiner, yaitu: (1) teori kelembagaan, yang melihat adanya hubungan antara parlemen awal dengan timbulnya partai politik, (2) teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara

23 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, h.409

Referensi

Dokumen terkait

Rencana penjualan batal ndilakukan karena pada semester II tahun ini perseroan akan menerbitkan sisa obligasi Rp 3,5 triliun untuk melakukan refinancing utang jatuh

Pada fase interaksi, tahap orientasi dimana perawat sudah melakukan membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan dan komunikasi terbuka, merumuskan kontrak

Analisis yang digunakan adalah model persamaan struktural (SEM) dan terlebih dahulu dilakukan analisis faktor konfirmatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prestasi

Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penelitian secara komprehensif terhadap karakteristik bioekologi rajungan yang meliputi karakteristik substrat dan kualitas

Kriteria pengambilan keputusan dari hasil olah data model regresi adalah, apabila nilai probability value atau significant-t lebih kecil dari 5% maka dapat

Berdasarkan konsepsi tersebut diatas, maka studi AMDAL ini akan diawali dengan suatu telaan terhadap peraturan perundang–undangan yang berlaku (terutama yang

Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang berbunyi “ada pengaruh circuit Training terhadap Max member fitness ROS-IN Hotel Fitness Center ”. Artinya

Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata dan signifikan terhadap produksi kedelai di Desa Takeranklating, Kecamatan Tikung, Kabupaten Lamongan yaitu luas lahan, pupuk,