Arie Maulina, 2015
PENGARUH PEMBELAJARAN SENI TARI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DOWN
ABSTRAK
PENGARUH PEMBELAJARAN SENI TARI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME
OLEH: ARIE MAULINA
Salah satu kesulitan yang dihadapi oleh anak down syndrome yaitu kesulitan dalam menggunakan otot-ototnya untuk bergerak, disebabkan adanya kelemahan pada otot, akibatnya gerakan tubuh menjadi lemah dan lambat. Dampak dari kelemahan otot yang dialami anak down syndrome adalah hambatan dalam melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot, yaitu kemampuan motorik halus dan motorik kasar. Untuk mengembangkan kemampuan motorik pada anak down syndrome dibutuhkan suatu metode atau pembelajaran yang tepat agar kemampuan motoriknya dapat berkembang. Salah satunya dengan pembelajaran gerak tari yang dilakukan untuk melatih motorik anak berbasis metode Drill yang dapat mengembangkan motorik anak yang lemah dan lambat karena dilakukan secara terus-menerus. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah pembelajaran gerak tari berpengaruh terhadap perkembangan motorik pada anak down syndrome di Yayasan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus Our Dream. Metode penelitian yang digunakan adalah Single Subject Research (SSR) dengan desain penelitian A-B-A. Teknik pengumpulan data melalui tes perbuatan dan teknik analisis data menggunakan persentase. Hasil penelitian diperoleh mean level baseline 1 (A-1) sebesar 52,71%, mean level intervensi (B) sebesar 69,69%, dan mean level baseline 2 (A-2) sebesar 82,33%. Hasil penelitian ini menyatakan bahawa melalui pembelajaran gerak tari dapat meningkatkan kemampuan motorik pada anak down syndrome (F), terbukti dari kenaikan mean level pada setiap sesi. Hasil penelitian ini sekiranya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pendidik dalam pemilihan aktivitas pembelajaran pada anak down syndrome.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………...i
UCAPAN TERIMAKASIH ……….ii
ABSTRAK ………iv
DAFTAR ISI ………. v
DAFTAR TABEL ………. vii
DAFTAR BAGAN ………... viii
DAFTAR GRAFIK……… ix
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang Masalah……….1
B. Identifikasi Masalah ………..7
C. Fokus Masalah ………..8
D. Rumusan Masalah ……….8
E. Tujuan Penelitian ………... 8
1. Tujuan umum penelitian ……….…….8
2. Tujuan khusus penelitian ……….…....8
F. Manfaat Penelitian ……… 9
G. Struktur Organisasi ………... 9
BAB II PEMBELAJARAN GERAK TARI TERHADAP PERKEMBANGAN MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME ………. 11
A. Deskripsi Teori ………..11
1. Konsep dasar down syndrome ………..…...11
2. Pembelajaran seni tari …...………..….14
B. Penelitian Sebelumnya Yang Relevan ………... 28
C. Kerangka Berfikir ………. 29
BAB III METODE PENELITIAN ………... 30
A. Desain Penelitian ……….. 30
B. Lokasi Penelitian ……….. 31
C. Subjek Penelitian ……….. 32
E. Metode Penelitian ………..………42
1. Desain Penelitian ……… 42
2. Variabel penelitian ………. 43
3. Definisi operasional ……… 44
4. Hipotesis penelitian ……… 45
F. Pengolahan Data Dan Analisis Data ……… 45
1. Pengolahan data ……….. 45
2. Analisis data ………... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 49
A. Hasil Penelitian………... 49
1. Proses pembelajaran seni tari terhadap perkembangan motorik anak dengan Down syndrome……….. 49
2. Hasil dari pengaruh pembelajaran seni tari terhadap perkembangan motorik anak dengan down syndrome………. 52
1. Data baseline 1 (a-1) ………...54
2. Data intervensi (b) ……… 57
3. Data baseline 2 (a-2) ……….60
3. Faktor yang berpengaruh terhadap pembelajaran seni tari untuk anak down syndrome………64
B. Analisis Data………. 66
1. Analisis dalam kondisi ……… 66
2. Analisis antar kondisi ………. 75
C. Pembahasan ………... 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 85
A. Kesimpulan ………... 85
B. Saran……….. 86
1. Bagi pihak guru dan terapis ……… 86
2. Bagi orang tua ………. 87
3. Bagi peneliti selanjutnya ……… 87
DAFTAR PUSTAKA……… 88
RIWAYAT HIDUP PENELITI
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Kisi-Kisi Instrument Untuk Mengukur Kemampuan Motorik Anak Down
Syndrome ……….. 34
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Penelitian ………. 35
Tabel 3.3 Para Ahli yang Melakukan Expert Judgment ………... 40
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Uji Validasi ………. 40
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Uji Validasi ………. 40
Tabel 4.1 Pencatatan Skor Perolehan F pada Fase Baseline-1 (A-1) ………... 54
Tabel 4.2 Data Persentase Baseline-1 (A-1) ………. 55
Tabel 4.3 Pencatatan Skor Perolehan F pada Fase Intervensi (B) ……… 57
Tabel 4.4 Data Persentase Intervensi (B) ………. 59
Tabel 4.5 Pencatatan Skor Perolehan F pada Fase Baseline-2 (A-2) ………... 61
Tabel 4.6 Data Persentase Baseline-2 (A-2) ………. 62
Tabel 4.7 Panjang Kondisi ……… 66
Tabel 4.8 Estimasi Kecenderungan Arah ………. 67
Tabel 4.9 Jejak Data ………. 73
Tabel 4.10 Level Stabilitas dan Rentang ……….. 73
Tabel 4.11 Perubahan Level Pembelajaran Gerak Tari ……… 73
Tabel 4.12 Rangkuman Hasil Analisis Visual dalam Kondisi ………. 74
Tabel 4.13 Perubahan Kecenderungan Arah dan Efeknya Pembelajaran Gerak Tari75 Tabel 4.14 Kecenderungan Stabilitas ………... 76
Tabel 4.15 Perubahan Level ………. 76
Tabel 4.16 Persentase Overlap ………. 78
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Berfikir ……… 29
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3.1 Desain A-B-A Bagan 3.1 Desain Penelitian ……… 31
Grafik 4.1 Perolehan Data Baseline-1 (A-1) Kemampuan Motorik F ……….. 56
Grafik 4.2 Peroleah Data Intervensi (B) Kemampuan Motorik F ……… 60
Grafik 4.3 Perolehan Data Baseline-2 (A-2) Kemampuan Motorik F ……….. 63
Grafik 4.4 Perolehan Data Baseline-1 (A-1), Intervensi (B), dan Baseline-2 (A-2) Kemampuan Motorik F ………. 64
Grafik 4.5 Estimasi Kecenderungan Arah Kemampuan Motorik F ………..67
Grafik 4.6 Trend Stability Kondisi Baseline-1 (A-1) F ……….69
Grafik 4.7 Trend Stability Kondisi Intervensi (B) F ………. 70
Grafik 4.8 Trend Stability Kondisi Baseline-2 (A-2) F ……….72
Grafik 4.9 Persentase Overlap Kondisi Baseline-1 (A-1) dengan Intervensi (B) …. 77 Grafik 4.10 Persentase Overlap Kondisi Intervensi (B) dengan Baseline-2 (A-2) ...78
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pendidikan memiliki relevansi dengan pembentukan manusia yang lebih
baik. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan perilaku peserta didik
menuju kedewasaannya, baik secara fisik, mental, emosional, moral, intelektual,
maupun sosialnya. Demikian juga anak berkebutuhan khusus, mereka berhak
untuk mendapatkan pendidikan seperti layaknya anak normal. Sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1991 tentang pendidikan luar biasa, yang
bertujuan untuk membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau
mental agar mereka mampu mengembangkan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar serta
dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjut.
Kegiatan pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang dimana
memiliki tujuan untuk menuju perubahan yang lebih baik. Kegiatan pembelajaran
juga merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk merubah perilaku individu,
sikap individu, pengetahuan, dan kemandirian tugas-tugas di dalam
kehidupannya.
Atas dasar inilah maka setiap anak berhak mendapatkan pendidikan.
Karena pendidikan pada dasarnya adalah bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan dan keterampilan serta sikap individu. Oleh karena
itu, pendidikan pada umumnya termasuk pendidikan luar biasa menjadi tanggung
jawab bersama antara orangtua, sekolah, masyarakat, dan pemerintah. Dalam
undang-undang dasar 1945 bab XIII pasal 31 ayat 1 tercantum bahwa “tiap-tiap
warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.
Pada dasarnya setiap anak pasti mengalami hambatan dalam belajar.
orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga
yang masalah belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatkan perhatian dan
bantuan dari orang lain. Masalah ini muncul tidak hanya untuk anak normal saja,
tetapi lebih kepada anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus memiliki masalah ketika mereka berinteraksi dengan
anak-anak sebaya lainnya yang normal dalam sistem pendidikan reguler karena ada
hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan sekolah
untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal.
Dan hal ini ditambah lagi dengan adanya kenyataan bahwa selama ini para
orangtua hanya mengutamakan pendidikan formal untuk anak-anaknya seperti
belajar membaca, menulis, berhitung sampai berbahasa asing. Padahal pendidikan
seni seperti seni musik, seni rupa, drama, khususnya seni tari, sangat memegang
peranan penting terhadap perkembangan otak anak, khususnya bagi anak yang
memiliki kebutuhan khusus.
Sudah banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa pendidikan seni
memiliki pengaruh yang baik bagi perkembangan otak anak. Anak-anak yang
mendapatkan pendidikan seni pada umumnya perkembangan otaknya sangat baik
dan memicu kemampuan IQ secara keseluruhan. Karena alasan-alasan tersebut,
saat ini para ahli menganjurkan kepada para orang tua supaya anak-anaknya
mendapatkan pendidikan seni dan melibatkannya dalam kegiatan seni sejak kecil.
Seni juga tidak hanya sebagai sarana untuk mengungkapkan kreativitas dan
imajinasi, tetapi seni merupakan alat untuk berpikir dan alat berkomunikasi
tentang pemahaman yang ingin mereka ungkapkan karena seni akan
meningkatkan perkembangan otak dan meningkatkan kemampuan anak.
Khususnya dalam pendidikan seni tari, yang dimana pembelajarannya
mempergunakan gerak dan perpindahan gerak dalam setiap prosesnya. Sehingga
pendidikan seni tari yang menggunakan gerak dan perpindahan gerak, mampu
digunakan sebagai sebuah terapi bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus
baik mereka dengan hendaya (kekurangan) fisik yang sulit untuk melakukan gerak
karena otot-otot yang kaku dan kerusakan pada saraf (seperti Cerebral Palsy) dan
Hal ini didukung dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Pedretti
dalam Delphie (2006, hal. 12) bahwa terapi sesungguhnya suatu pendekatan
khusus bagi mereka yang berkelainan agar fungsi kehidupan dirinya berkembang
dan dapat menunjang penampilan dirinya melalui kesibukkan tertentu.
Dijelaskan juga oleh Barteneif dan Lewis dalam Delphie (2006, hal. 14)
bahwa :
Terapi dengan tari merupakan metode pendidikan yang mempergunakan
“perpindahan gerak” dalam setiap program penyembuhan atau program
pengajaran di sekolah. Terapi ini telah lama digunakan dalam dunia medis
bagi mereka dalam segala usia dan “keadaan sakitnya”. Program terapi
dengan tarian dapat meningkatkan gerakan tubuh secara menyeluruh, pola-pola berbicara, daya gerak di tempat atau locomotion, disamping kemampuan untuk bergaul.
Terapi ini berguna juga bagi pengenduran otot-otot yang telah kejang
disamping berguna untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang dijelaskan oleh
Kline dalam Delphi (2006, hal. 15)
Menurut Crain, Eisenhart, dan MC Laughin dalam Delphie (2006, hal. 15)
bahwa terapi berguna bagi peningkatan fisik dan sosial anak luar biasa, karena
program pengajarannya meliputi:
a. Orientasi “gerak yang berubah-ubah” atau “perpindahan gerak” b. Penggalian unsur-unsur perpindahan gerak
c. Dasar-dasar suatu tarian d. Irama gerak
e. Tari-tarian tradisional atau kedaerahan
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa terapi dengan
menggunakan gerak tari dapat digunakan sebagai media pelenturan otot-otot yang
kaku karena menggunakan gerakan dan perpindahan gerak sebagai proses dari
terapi yang dilakukan sehingga dapat merangsang sistem saraf motorik anak
khususnya anak dengan sindrom down.
Selama pertumbuhan seorang anak, minat dan aktivitas anak selalu
berhubungan dengan perkembangan kemampuan yang ia miliki. Seperti
koordinasi antara kaki, tangan dan bagian badan yang lainnya serta
pembelajaran gerak tari tidak hanya berguna untuk perkembangan sistem saraf
motorik halus atau fine motor seperti memegang, membawa, merobek kertas,
menggunting, melipat, menempel, mewarnai, membuat garis, menulis, dan
kegiatan lain yang berkaitan dengan keterampilan tangan dan sistem motorik
kasarnya atau gross motor seperti gerakan merangkak, berjalan, berlari, meloncat
dan melompat saja, tetapi juga untuk merangsang otak, meningkatkan
kemampuan bersosialisasi, melatih empati, dan menumbuhkan rasa berkesenian
anak dengan menggunakan gerakan dan lagu yang dapat merangsang koordinasi
bagian otak. Disamping itu, pembelajaran gerak tari juga berguna bagi anak
karena akan membantu membantu mengembangakan keterampilan motoriknya.
Tidak hanya itu, pembelajaran gerak tari juga mengajarkan tentang emosi, rasa,
yang dapat membantu anak tentang pengendalian diri dan empati sehingga anak
mampu memecahkan masalah, serta belajar menghadapi situasi sosial di
sekelilingnya.
Semakin sering seorang anak mendapatkan rangsangan melalui
pembelajaran gerak tari, semakin berkembanglah otak anak tersebut. Sehingga
anak tersebut mampu menerima pembelajaran dan mengahadapi lingkungan
sekitarnya dengan baik. Karena pembelajaran gerak tari dapat mempengaruhi
perkembangan emosi, spiritual, dan kebudayaan lebih dari kecerdasan lainnya,
sehingga dapat menolong anak dalam membantu pola pikir dan pola kerja.
Pendidikan seni, khususnya seni dalam pembelajaran gerak tari sebaiknya
diberikan sejak dini sekali, bahkan sejak anak masih berada dalam kandungan
karena akan membentuk mekanisme neurophysiologis dan kemampuan yang
nampak secara genetis lebih stabil dan dipengaruhi faktor lingkungan juga
memberikan dampak terhadap perkembangan otak anak dan gerak motorik
mereka. Seperti yang diatakan oleh Wardhana (1990: Hal. 21-36) mengenai fungsi
dan peranan seni tari bahwa:
Hurlock (2007: Hal.164) berpendapat dalam bukunya yang berjudul
Perkembangan Anak jilid 1 mengenai keterlambatan motorik yang dialami oleh
anak sebagai berikut:
Perkembangan motorik yang terlambat berarti perkembangan motorik yang berada di bawah norma umur anak. Akibatnya, pada umur tertentu anak tidak menguasai tugas perkembangan yang diharapkan oleh kelompok sosialnya. Sebagai contoh, anak yang berada di bawah norma umur untuk dapat berjalan dan makan sendiri, akan dipandang sebagai
anak yang ‘terbelakang’.
Seperti apa yang dikatakan oleh Hurlock, masalah tersebut terjadi pula
pada anak berkeutuhan khusus, terutama pada anak tunagrahita. Istilah tunagrahita
merupakan istilah lain dari cacat mental atau keterbelakangan mental yang
mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan
yang dibutuhkan. Salah satu dari tunagrahita adalah down syndrome.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seni tari memiliki peranan
tidak hanya sebagai hiburan saja tetapi dapat digunakan sebagai media terapi
untuk anak yang memiliki keterlambatan perkembangan sistem saraf motorik atau
anak berkebutuhan khusus dengan menggunakan gerak-gerak tari dan
perpindahannya sebagai proses dari terapi gerak tari tersebut untuk melenturkan
dan merangsang perkembangan sistem saraf motorik pada anak tersebut.
Sindrom Down hanyalah salah satu dari berbagai kondisi yang dikaitkan
dengan cacat mental. Kondisi ini merupakan kondisi genetika yang diakibatkan
adanya kromosom tambahan kedua puluh satu dalam setiap sel yang
menyebabkan keterlambatan perkembangan pada anak, baik mental dan fisikal.
Biasanya perkembangan mental dan fisik anak down syndrome lebih lambat
dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai kondisi tersebut. Pada orang
dengan down syndrome, biasanya perkembangan mental dan fisikal mereka
bervariasi dari ringan-berat. Oleh karena itu biasanya anak dengan down
syndrome mengalami keterlambatan dalam hal perkembangan bahasa ataupun
motorik mereka.
Down syndrome merupakan keadaan yang komplek, tidak hanya menjadi
karena itu anak dengan down syndrome dianggap sebagai kelainan yang komplek.
Salah satu hambatan yang terjadi pada anak down syndrome ialah pada gangguan
geraknya, di mana anak dengan down syndrome mengalami gangguan fungsi
motorik. gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelemahan pada otot-otot,
gerakan-gerakan yang tidak pada tempat semestinya, dan gangguan
keseimbangan.
Dampak dari kekakuan atau kelemahan pergerakkan otot yang dialami
anak down syndrome diantaranya adalah hambatan dalam melakukan kegiatan
yang berkaitan dengan kemampuan otot, sepeti kemampuan motorik halus dan
motorik kasar. Hal tersebut menyebabkan anak sulit melakukan kegiatan yang
menggunakan otot-ototnya seperti pada saat mengambil benda, memegang benda,
menulis, berjalan, berlari, melompat, dan kegiatan sehari-hari lainnya.
Keterampilan motorik adalah keterampilan alami yang akan digunakan
seumur hidup, tidak terkecuali anak dengan down syndrome mereka perlu
difasilitasi untuk mengembangkan keterampilan motoriknya. Dengan demikian,
untuk mengembangkan kemampuan motorik pada anak down syndrome
dibutuhkan suatu metode atau aktivitas pembelajaran yang tepat agar kemampuan
motorik yang dimiliknya dapat berkembang dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti memandang perlu untuk melakukan
penelitian mengenai pembelajaran seni tari yang dikembangkan dari aktivitas
kegiatan sehari-hari seperti duduk, berjalan, berlari, melompat, gerak yang
dikembangkan dengan meniru gerak permainan tradisional, dan gerak yang
dikembangkan melalui alam sekitar dengan meniru gerak-gerak alam yang ada di
sekitar kita seperti meniru gerak ayunan tangkai pohon, gerak angin, dan gerak
terbang pada burung yang dikemas dalam bentuk permainan, pada anak dengan
sindrom Down yang diharapkan dapat mempengaruhi perkembangan sistem saraf
motoriknya, supaya otot-otot mereka menjadi tidak kaku dan mereka dapat
bergerak secara normal sehingga mereka mampu melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan kemandirian mereka seperti duduk, berdiri, berjalan, berlari,
melompat, dan melakukan kegiatan kebutuhan sehari-hari seperti mandi dan
menggunakan model pembelajaran role playing dalam pelaksanaannya. Karena
hanya satu subjek saja yang peneliti teliti sehingga peneliti menggunakan metode
penelitian quasi experiment dengan metode yang dilakukan adalah SSR (Single
Subject Research) yang dimana sebelum melakukan intervensi (B) peneliti
melakukan sesi baseline 1 (A-1) lalu ke tahap intervensi (B) dengan memberikan
perlakuan pembelajaran seni tari, dan tahap yang terakhir adalah tahap baseline 2
(A-2) untuk melihat hasil dari pengaruh pembelajaran seni tari terhadap motorik
anak subjek dengan down syndrome. Atas dasar uraian tersebut, penelitian ini
berjudul “Pengaruh Pembelajaran Seni Tari Terhadap Perkembangan Motorik Anak Down Syndrome”. Dengan diangkatnya judul tersebut, peneliti menerangkan bahwa Anak dengan sindrom Down berhak mendapatkan
pendidikan seni tari untuk mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin
agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat berdiri
sendiri dan bersosialisasi di masyarakat.
B. Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:
1. Salah satu hambatan yang dialami oleh kebanyakan anak down syndrome
yaitu ia memiliki kesulitan dalam menggunakan otot-ototnya untuk
bergerak. Hal ini disebabkan adanya kelemahan pada otot, akibatnya
gerakan tubuh menjadi terbatas dan lambat. Dampak dari kelemahan otot
yang dialami anak down syndrome diantaranya adalah hambatan dalam
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan kemampuan otot, seperti
kemampuan motorik halus dan motorik kasar.
2. Kemampuan motorik anak down syndrome jelas berbeda dengan
kemampuan motorik anak pada umumnya. Hal ini menimbulkan berbagai
dampak pada kehidupan sehari-harinya, karena banyak sekali kegiatan
kehidupan sehari-hari yang melibatkan kemampuan motorik.
3. Kemampuan motorik seseorang akan lebih baik kualitasnya jika sering
4. Setiap anak berhak mendapatkan pengajaran tidak terkecuali untuk anak
dengan berkebutuhan khusus karena tidak anak yang tidak dapat belajar.
C. Fokus Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diperoleh informasi bahwa setiap anak
berhak mendapatkan pengajaran tidak terkecuali anak dengan kebutuhan khusus.
Anak dengan down syndrome yang menjadi subjek peneliti, memiliki masalah
motorik yang berimbas pada kegiatan kehidupan sehari-hari dan kegiatan
akademiknya di sekolah. Pada penelitian ini, peneliti hanya terfokus pada
permasalahan motorik gerak anggota tubuh yaitu dengan menerapkan aktivitas
pembelajaran seni tari, proses dalam penerapan aktivitas pembelajaran seni tari,
dan faktor-faktor yang berpengaruh. Diharapkan dengan diberikannya aktivitas
pembelajaran seni tari dapat melatih motorik anak menjadi lebih baik.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pembelajaran seni tari terhadap perkembangan motorik
anak dengan Down Syndrome?
2. Bagaimana hasil dari pengaruh pembelajaran seni tari terhadap
perkembangan motorik anak dengan Down Syndrome?
3. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kemampuan gerak melalui
pembelajaran seni tari untuk anak Down Syndrome?
E. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Pemberian materi gerak tari dilakukan dengan menggunakan
metode drill (melakukan gerakan yang sama secara berulang), merespon
alam sekitar, dan teknik bermain peran (role playing) yang dapat
mempengaruhi stimulasi gerak terhadap kemampuan koordinasi motorik
anak dengan down syndrom melalui pembelajaran gerak tari merupakan
penelitian untuk anak dengan down syndrome, dengan menggunakan
down syndrome dapat mengendalikan impuls tenaga dan kerja otot serta
proses-proses motorik yang terjadi untuk pelaksanaan gerak sehari-hari.
b. Tujuan Khusus:
1. Mengetahui proses pembelajaran seni tari terhadap perkembangan
motorik anak dengan down syndrome
2. Mengetahui hasil dari pengaruh seni tari teradap motorik anak dengan
down syndrome.
F. Manfaat Penelitian
a. Manfaat bagi peneliti lebih bisa memahami tentang anak dengan down
syndrome untuk lebih memberikan pengajaran yang sesuai untuk
mereka dan menerapkan metode yang sesuai pula untuk mereka
supaya dapat mencapai hasil yang optimal.
b. Manfaat bagi anak dengan down syndrome adalah mereka mampu
untuk menggerakan dan melatih koordinasi gerak motorik dan belajar
memberanikan diri untuk menggerakan tubuh dalam ruang secara
teratur serta membuat mereka lebih percaya diri pada kemampuan
yang mereka miliki.
c. Manfaat bagi Instansi, Yayasan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus,
Sekolah Inklusi, Sekolah Luar Biasa, Instansi, Guru Pendidikan
Khusus, dan masyarakat lebih bisa memahami tentang anak dengan
down syndrome untuk lebih memberikan pengajaran yang sesuai untuk
mereka dan menerapkan metode yang sesuai pula untuk mereka
supaya dapat mencapai hasil yang optimal.
d. Manfaat bagi Lembaga (UPI) adalah dapat digunakan sebagai referensi
untuk penelitian selanjutnya.
G. Struktur Organisasi
Rincian struktur organisasi dari setiap bab dan bagian dalam penelitian ini
dapat dijabarkan sebagai berikut:
BAB I Pendahluan dalam penelitian ini berisi latar belakang penelitian,
BAB II Kajian Pustaka dalam penelitian ini berisi Deskripsi Teori dan
Kerangka Berfikir.
BAB III Metode Penelitian dalam penelitian ini berisi Subjek Penelitian,
Desain Penelitian, Metode Penelitian, Variabel Penelitian, Instrumen Penelitian,
Tekknik Pengumpulan Data, serta Pengolahan dan Analisis Data.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan dalam penelitian ini berisi Hasil
Penelitian, Analisis Data, dan Pembahasan.
BAB V Kesimpulan dan Saran dalam penelitian ini berisi Kesimpulan dan
BAB III
METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan teknik eksperimen semu dengan pendekatan
metode SSR (Single Subject Research). “SSR involves studying a single individual
or system by taking repeated measurements of one or more dependent variables
and systematically applying and sometimes withdrawing or varying the
independent variable” (Ottenbacher, 1986; dalam Bloom dan Fischer, 1982).
Nama lain dari SSR yaitu single case experimental design dimana teknik ini
masuk ke dalam teknik penelitian menggunakan quasi experimental dengan
individual subject.
Peneliti memilih SSR karena beberapa alasan diantaranya teknik SSR relatif
lebih mudah dan lebih fokus dalam pemberian materi untuk dilakukan terhadap
anak berkebutuhan khusus yang dimana anak dengan sindrom down yang dipilih
oleh peneliti, menunjukkan bahwa masing-masing anak memiliki kemampuan
yang berbeda, pengukuran terus diulang hingga mendapatkan hasil yang stabil,
dan demonstrasi treatment yang dilakukan pada saat intervensi (B) lebih efektif.
Desain yang digunakan dalam penelitian SSR ini adalah desain A-B-A. “Desain A-B-A ini menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas yang lebih kuat dibandingkan dengan desain A-B,
hanya saja ada pengulangan kondisi baseline” (Susanto, 2006: hlm. 44). Desain
A-B-A dimaksudkan untuk menarik kesimpulan tentang hubungan fungsional
antara variabel bebas terhadap variabel terikat . Terdapat tiga tahapan dalam
desain A-B-A antara lain: Baseline-1 (A-1), Intervensi/Treatment (B), Baseline-2
Grafik 3.1 Desain A-B-A
Pola desain eksperimen subjek tunggal yang digunakan dalam penelitian ini
adalah desan A-B-A di mana:
1. A-1 adalah lambang dari data garis datar (baseline dasar). Baseline merupakan
suatu kondisi awal kemampuan subjek dalam motorik sebelum diberikan
perlakuan.
2. B (intervensi) adalah untuk data perlakuan atau intervensi, kondisi
kemampuan subjek dalam motorik dengan permasalahan pembentukkan
selama intervensi. Pada tahap ini subjek diberikan perlakuan dengan
menggunakan aktivitas pembelajaran gerak tari secara berulang-ulang.
3. A-2 (baseline 2) merupakan pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi
bagaimana hasil intervensi yang diberikan berpengaruh pada subjek.
B. Lokasi Penelitian
Peneliti memilih tempat penelitian di Yayasan Terapi Anak Berkebutuhan
Khusus Our Dream, Jalan Pangkur, Bandung sebagai tempat untuk peniliti
meneliti anak berkebutuhan khusus, yaitu anak dengan sindrom Down. Intervensi
C. Subjek Penelitian
Dari sekian banyak anak berkebutuhan khusus di Our Dream, peneliti memilih
anak berkebutuhan khusus anak Tunagrahita dengan kategori sindrom Down.
Subjek yang diambil didasarkan karena rendahnya kemampuan subjek dalam
gerak motoriknya. Anak dengan sindrom Down memiliki kelemahan dalam
melakukan aktivitas kegiatan motorik, baik motorik halus maupun motorik
kasarnya. Anak dengan sindrom Down cenderung sebagai tipe yang aktif namun
lemah dalam melakukan gerakan yang lebih kompleks.
Nama : F
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Kondisi : Down Syndrome
Kelas : TK
Sekolah : Yayasan Terapi Anak Berkebutuhan Khusus Our Dream
D. Instrumen Penelitian a. Alat tes
Data merupakan bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan baik kualitatif maupun kuantitatif yang menunjukan
fakta. Dalam hal ini data yang diperlukan adalah data yang dapat menunjukan ada
tidaknya pengaruh stimulasi gerak dalam peningkatan koordinasi motorik anak
dengan sindrom Down melalui pembelajaran gerak tari. Teknik pengumpulan data
dilakukan untuk mengumpulkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam
penelitian.
Alat pengumpulan data yang bersifat kuantitatif adalah dengan teknik
yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban
yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka.
Tes yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu tes perbuatan. Penelitian ini
menggunakan teknik pengumpulan data berupa tes tindakan pada fase baseline 1
(A-1), intervensi (B), dan baseline 2 (A-2). Tes yang diberikan menggunakan
soal-soal yang dibuat berdasarkan kemampuan motorik.
Pada baseline 1 anak diberikan tes, yaitu memiringkan kepala ke kanan dan ke
kiri, menengok ke samping kanan dan samping kiri, duduk, berdiri, berjongkok,
berjalan, melompat, melangkah dan meloncat, berputar di tempat, melambaikan
kedua tangan ke atas, melambaikan kedua tangan ke atas sambil berputar,
membuka dan menutup kedua tangan ke samping kanan dan kiri, menggerakan
tangan kanan ke samping kanan, menggerakkan tangan kiri ke samping kiri,
menggerakkan tangan kanan ke depan, menggerakkan tangan kiri ke depan,
bertepuk tangan, menekukkan tangan kiri ke depan dada, menekukkan tangan
kanan ke depan dada, mengambil, menggenggam dan meletakkan benda,
membangun bentuk, menggerakkan badan ke samping kanan dan kiri, dan
membungkukkan badan ke depan.
Hal itu dilakukan kembali pada saat fase intervensi. Pada fase ini anak
diberikan bantuan pada tes yang anak belum mampu lakukan. Saat baseline 2
dilaksanakan, tes kembali diberikan.
Untuk aspek kemampuan motorik anak akan diberi skor dengan rentang nilai
1-4 dengan kriteria yang disebutkan pada alat ukur.
b. Alat ukur
Alat Ukur dalam suatu penelitian adalah instrument penelitian yang digunakan
untuk mengukur nilai variabel yang akan diteliti. Menurut Sugiyono (2008: Hal.
108), “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”. Penggunaan instrumen dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan motorik gerak anggota tubuh pada anak
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa tes. Penggunaan
instrumen dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data pencapaian hasil
belajar pada ranah kemampuan motorik gerak anggota tubuh pada anak down
syndrome.
Tes yang diberikan yaitu tes perbuatan pada kondisi baseline-1 (A-1)
untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam kemampuan motorik gerak
anggota tubuh. Tes perbuatan pada kondisi intervensi (B) diberikan ketika proses
evaluasi yaitu proses terakhir pada pelaksanaan intervensi. Tes perbuatan terakhir
diberikan pada kondisi baseline-2 (A-2) untuk mengetahui apakah intervensi yang
dilakukan memberikan perubahan terhadap kemampuan motorik gerak anggota
tubuh pada subjek.
Prosedur yang dilakukan untuk mempermudah jalannya penelitian agar
mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:
a) Melakukan asesmen awal untuk mengetahui kemampuan motorik subjek
sehingga dapat memberikan intervensi yang disesuaikan dengan
kebutuhannya.
b) Membuat kisi-kisi yang merupakan rancangan penyusunan instrumen agar
peneliti memiliki pedoman dan gambaran yang jelas tentang isi dan butir-butir
yang akan disusun.
Kisi-kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Motorik Anak Down
Syndrome
ketepatan,
Tabel 3.1 Kisi-kisi instrumen untuk mengukur kemampuan motorik anak down
syndrome
c) Membuat butir-butir soal yang disesuaikan berdasarkan indikator yang ada
pada kisi-kisi sebelumnya. butir-butir soal yang dibuat sebanyak 21 soal.
d) Membuat sistem penilaian pada setiap butir soal untuk mengetahui skor pada
tahap baseline 1, intervensi, dan baseline 2. Adapun penilaian dalam
yang berbeentuk seperti kipas yang
terbuka).
Skor 1: belum mampu
mengambil, menggenggam, dan
meletakkan properti tari.
properti tari dengan bantuan
orang lain.
Skor 3: mampu mengambil, menggenggam, dan meletakkan
properti tari tanpa bantuan orang
lain tetapi masih kaku dan lambat
dalam melakuknnya.
Skor 4: mampu mengambil, menggenggam, dan meletakkan
properti tari tanpa bantuan orang
lain dan tidak kaku dalam
melakukannya.
b. Mampu memiringkan kepala ke
kanan dan ke kiri dan menengok ke
samping kanan dan kiri.
Skor 1: belum mampu
memiringkan kepala dan
menengok
Skor 2: mampu memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri dan
menengok ke samping kanan dan
samping kiri dengan bantuan
orang lain.
Skor 3: mampu memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri dan
menengok ke samping kanan dan
samping kiri tanpa bantuan orang
lain tetapi masih lemah dalam
melakukannya.
Skor 4: mampu memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri dan
mengengok ke samping kanan
dan samping kiri tanpa bantuan
melakukannya.
c. Mampu menggerakkan badan. Skor 1: belum mampu
menggerakkan badan.
Skor 2: mampu menggerakkan badan dengan bantuan orang lain. Skor 3: mampu menggerakkan badan tanpa bantuan orang lain
tetapi masih kaku dalam
melakukannya.
Skor 4: mampu menggerakkan bada tanpa bantuan orang lain
dan tidak kaku dalam
melakukannya.
d. Mampu duduk dan berdiri Skor 1: belum mampu duduk dan
berdiri.
Skor 2: mampu duduk dan berdiri dengan bantuan orang lain. Skor 3: mampu duduk dan berdiri
tanpa bantuan orang lain tetapi
masih kaku dan lambat dalam
melakukannya.
Skor 4: mampu duduk dan berdiri tanpa bantuan orang lain dan
tidak kaku dalam melakukannya.
e. Mampu menggerakkan kedua
tangan dan kaki.
Skor 1: belum mampu
menggerakkan kedua tangan dan
kaki.
Skor 2: mampu menggerakkan kedua tangan dan kaki dengan
bantuan orang lain.
kedua tangan dan kaki tanpa
bantuan orang lain tetapi masih
kaku dalam melakukannya. Skor 4: mampu menggerakkan
keda tangna dan kaki tanpa
bantuan orang lain dan tidak
kaku dalam melakukannya.
Tabel 3.2 Kriteria penilaian penelitian
Skor akhir:
Persentase= jumlah benar x 100
jumlah soal
Dalam hal ini, acuan penilaian yang digunakan menggunakan teknik Penilaian
Acuan Patokan (PAP) yang dikenal juga dengan standar mutlak yang berusaha
untuk menafsirkan hasil tes yang diperoleh anak dengan membandingkannya
dengan indikator yang dibuat oleh peneliti. Dengan teknik ini setiap individu
dapat diketahui apa yang telah dan belum dikuasainya.
Melalui PAP, berkembang upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
dengan melaksanakan tes awal yaitu baseline 1 (A-1) lalu melalui proses
intervensi (B), kemudian tes dilakukan kembali pada tahap baseline 2 (A-2).
Perbedaan hasil tes awal baseline 1 (A-1) dan tes akhir baseline 2 (A-2)
merupakan petunjuk tentang kualitas proses pembelajaran pada tahap intervensi
(B).
Di samping itu, bentuk pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus
khususnya down syndrome diupayakan untuk menggunakan teknik-teknik yang
bersifat dapat memunculkan relaksasi dan teknik perlakuan sesuai dengan tingkat
kemampuan gerak. Evaluasi terhadap kemampuan gerak dan koordinasi gerak
perlu dilakukan dalam bentuk screening test. Kendrick dan Hanten, 1980 dalam
Fraser dan Hensinger, 1983: hlm. 25-29, menjelaskan bahwa screening test
dilakukan untuk mengetahui fungsi gerak dan instrument yang digunakan yaitu
Seri C. Instrumen ini dapat menggambarkan penyimpangan khusus bentuk
perkembangan motorik.
Daftar cek pada Delta Phi Seri C meliputi pengamatan terhadap tingkat
kemampuan gerak seorang anak dalam hal berikut ini:
1. Menjaga keseimbangan dan bentuk tubuh
2. Gerak dasar dan daya gerak
3. Kesadaran tubuh
4. Kemampuan persepsi
5. Koordinasi gerak dengan anggota tubuh lainnya
6. Manipulasi gerak
7. Mampu menggunakan benda dan menggerakkannya.
Dalam instrumen Delta Phi Seri C ini terdapat acuan nilai dalam mengukur
perkembangan motorik anak yaitu:
a. Nilai 4 jika anak dapat melakukan sendiri dan tidak lemah dan lambat
b. Nilai 3 jika anak dapat melakukan sendiri namun masih lemah dan lambat
c. Nilai 2 jika anak dapat melakukan dengan bantuan orang lain
d. Nilai 1 jika anak belum mampu melakukannya
h. Validitas
“Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument” (Arikunto, 2006: Hal. 168). Insrumen yang valid atau sahih berarti memiliki validitas tinggi yang menunjukkan data tidak
menyimpang dari gambaran validitas yang dimaksud. Instrumen yang sudah teruji
validitasnya maka hasil penelitiannya valid sehingga mampu mengukur apa yang
akan diukur.
Validitas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Sugiyono (2011: Hal. 182) menyatakan bahwa “Untuk instrument yang berbentuk
tes, pengujian validitas isi dapat dilakukan dengan membandingkan antara isi instrument dengan materi pelajaran yang telah diajarkan”. Menguji validitas butir -butir instrumen lebih lanjut, setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka
penilaian para ahli (expert-judgement). Penilaian dari para ahli terhadap
butir-butir instrumen dilakukan dengan memberikan tanda ceklis pada kolom cocok
atau kolom tidak cocok.
Setelah hasil penilaian terhadap butir-butir instrumen diketahui, maka
tindakan selanjutnya menghitung presentase menggunakan rumus:
P = F x 100%
N
Keterangan:
P = Skor/persentase
F = Jumlah sesuai
N = Jumlah penlilaian
Para ahli yang melakukan expert-judgment diantaranya satu psikolog anak
berkebutuhan khusus dan satu terapis anak berkebutuhan khusus seperti
penjelasan yang ada pada table berikut ini:
Tabel 3.3 Para ahli yang Melakukan Expert-Judgment
No Nama para Ahli Keterangan
1 Sri Rusma, S.Psi Psikolog Anak Berkebutuhan Khusus
2 Alya Fattha Karima, S.Pd Terapis Anak Berkebutuhan Khusus
Tabel 3.4 Kriteria Penilaian Uji Validasi
No Kriteria Presentase
1 Valid 80% - 100%
2 Kurang Valid 50% - 80%
3 Tidak Valid 0% - 50%
Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Uji Validasi
Butir Soal Bobot Penilaian Persentase (%) Keterangan Cocok Tidak Cocok
2 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
3 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
4 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
5 2 2/2 x 100% = 100% Valid
6 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
7 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
8 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
9 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
10 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
11 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
12 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
13 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
14 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
15 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
16 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
17 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
18 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
19 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
20 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
21 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
22 2 - 2/2 x 100% = 100% Valid
Rencana penelitian E. Metode Penelitian
a. Desain penelitian
Bagan 3.1 Desain Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti yaitu “Pengaruh gerak tari terhadap perkembangan motorik anak down syndrome” maka metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen. Metode eksperimen
merupakan bagian dari metode kuantitatif yang dimaksudkan untuk menguji hubungan sebab dan akibat. Menurut Sugiyono (2008, Hal: 11) “Metode penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh treatment (perlakuan) tertentu”. sedangkan Arikunto (2003, Menentukan dan
mengidentifikasi objek
1. Menentukan judul penelitian
2. Menyusun proposal penelitian
3. Mengajukan seminar proposal penelitian Observasi
Pelaksanaan penelitian dan pengumpulan data
Bimbingan dengan dosen
Pengolahan data
Hal: 3) mengemukakan pendapatnya mengenai penelitian eksperimen sebagai
berikut:
Eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja sditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi faktor-faktor lain yang bisa mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari suatu perlakuan.
Disimpulkan bahwa penelitian dengan metode eksperimen dimaksudkan untuk
mengetahui gambaran tentang pengaruh perlakuan yang diberikan secara sengaja.
Penelitian yang bersifat eksperimen ini memiliki subjek tunggal dengan
pendekatan Single Subjek Research (SSR). Penelitian SSR dilakukan untuk
mendokumentasikan perubahan tingkah laku subjek yang diteliti setelah diberi
treatment (perlakuan). Dalam proses penelitian SSR memiliki tahapan-tahapan
yaitu tahap awal baseline 1 (A-1), tahap intervensi (B), dan tahap akhir baseline 2
(A-2).
b. Variabel penelitian
Kidder dalam (Sugiyono, 2001:20) berpendapat bahwa “Variabel adalah suatu kualitas dimana peneliti ingin mempelajari dna menarik kesimpulan darinya”.Arikunto (2002: 96) mengemukakan bahwa “Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian”.
Pada penelitian dengan subjek tunggal variabel bebas disebut juga dengan
intervensi atau perlakuan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu:
1) Variabel bebas atau variabel yang memperngaruhi timbulnya variabel lain,
yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah stimulasi gerak
dengan menggunakan pembelajaran gerak tari, yaitu:
a. Melakukan gerak tangan
Mengepal, mengayun, dan menepuk tangan ke depan, ke belakang, ke
samping kanan kiri.
b. Melakukan gerak kepala
Mematahkan dan menengok ke samping kanan dan kiri.
Mengerakkan badan ke samping kanan dan kiri dan membungkukkan
badan.
2) Variabel terikat atau variabel yang timbul akibat variabel bebas, yang
menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah Koordinasi Motorik,
yaitu penyesuaian komponen-komponen kekuatan, ketepatan, dan ketahanan
gerak yang dilakukan secara teratur sehingga mencapai hasil yang optimal.
Aktivitas gerak tari yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini akan
diberikan saat intervensi, di mana siswa akan dilatih melakukan gerak tari
c. Definisi operasional
Judul penelitian yang diangkat adalah Pengaruh Gerak Tari Terhadap
Perkembangan Motorik pada Anak dengan Down Syndrome.
Pengertian pengaruh menurut Scott dan Mitchell merupakan suatu transaksi
sosial dimana seseorang atau kelompok orang yang digerakkan oleh seseorang
atau sekelompok orang yang lainnya untuk melakukan kegiatan sesuai dengan
harapan.
Stimulasi gerak melalui pembelajaran gerak tari merupakan dorongan untuk
melatih otak dan otot-otot dengan menggunakan gerak tari sehingga otot-otot
menjadi lentur dan membangkitkan emosi anak untuk melakukan gerak tari
tersebut.
Koordinasi motorik adalah hubungan timbal balik antara pusat susunan gerakan
dengan alat gerak anak dengan sindrom Down dalam mengatur dan
mengendalikan implus tenaga dan kerja otot serta proses-proses motorik yang
terjadi untuk pelaksanaan gerakan.
Sindrom Down termasuk dalam kategori dengan tunagrahita berat yang
disebabkan oleh faktor genetik. Kondisi ini merupakan kondisi genetika yang
diakibatkan adanya kromosom tambahan kedua puluh satu dalam setiap sel.
Kromosom dari dalam masing-masing sel merupakan tempat disimpannya semua
informasi genetikayang menentukan bagaimana seorang janin akan berkembang.
Kesimpulan yang diambil adalah pengaruh stimulasi gerak terhadap
kemampuan koordinasi motorik kasar anak dengan sindrom Down melalui
dengan menggunakan stimulasi gerak terhadap kemampuan koordinasi motorik
anak anak dengan sindrom Down dapat mengendalikan impuls tenaga dan kerja
otot serta proses-proses motorik yang terjadi untuk pelaksanaan gerak sehari-hari.
d. Hipotesis penelitian
Sugino (2007, hal. 96) mengemukakan bahwa “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan penelitian yang diajukan untuk dibuktikan
kebenarannya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh stimulasi gerak terhadap kemampuan koordinasi motorik
anak dengan sindrom Down melalui pembelajaran gerak tari.
2. Tidak terdapat pengaruh stimulasi gerak terhadap kemampuan koordinasi
motorik anak dengan sindrom Down melalui pembelajaran gerak tari.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan data
Pengolahan data merupakan kegiatan yang dilakukan setelah data terkumpul
sebelum adanya kesimpulan. teknik pengolahan data dalam peneilitian ini
menggunakan persentase (%) dihitung dengan cara jumlah soal yang benar dibagi
soal, dikalikan seratus:
Persentase = ∑ jawaban yang benar x 100%
∑ jumlah butir soal
2. Analisis data
Setelah data terkumpul kemudian data dianalisis untuk mengetahui pengaruh
intervensi terhadap perilaku sasaran yang ingin diubah. Analisis data yang
digunakan untuk subjek tunggal aalah statistik deskriptif yang berbentuk grafik
dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang hasil intervensi
dalam jangka waktu yang ditentukan. Sunanto (2006: Hal. 30) menjelaskan
a. Absis adalah sumbu X yang merupakan sumbu mendatar yang menunjukan
satuan untuk waktu (misalnya sesi, hari, dan tanggal).
b. Ordinat adalah sumbu Y merupakan sumbu vertikal yang menunjukan satuan
untuk variabel terikat atau perilaku sasaran (misalnya persen, frekuensi, dan
durasi).
c. Titik awal merupakan pertemuan antara sumbu X dengan sumbu Y sebagai
titik awal skala.
d. Skala, garis-garis pendek pada sumbu X dan Y yang menunjukan ukuran
(misalnya 0%, 25%, 50%, dan 75%).
e. Label kondisi, yaitu keterangan yang menggambarkan kondisi eksperimen,
misalnya baseline atau intervensi.
f. Garis perubahan kondisi, yaitu garis vertikal yang menunjukan adanya
perubahan dari kondisi ke kondisi lainnya, biasanya dalam bentuk garis
putus-putus.
g. Judul grafik, judul yang mengerahkan perhatian pembaca agar segera
diketahui hubungan antara variabel bebas dan terikat.
”Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”
Langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data dari kondisi
baseline-1 (A-1), kondisi intervensi (B), dan kondisi baseline-2 (A-2) adalah
sebagai berikut:
a. Menskor hasil penilaian pada kondisi baseline-1 (A-1)
b. Menskor hasil penilaian pada kondisi intervensi (B)
c. Menskor hasil penilaian pada kondisi baseline-2 (A-2)
d. Membuat table penilaian untuk skor yang telah diperoleh pada kondisi
baseline-1 (A-1), kondisi intervensi (B), dan kondisi baseline-2 (A-2).
e. Membandingkan hasil skor yang telah diperoleh pada kondisi baseline-1
(A-1), kondisi intervensi (B), dan kondisi baseline-2 (A-2).
f. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis sehingga dapat dilihat
g. Membuat analisis dalam kondisi dan analisis antar kondisi.
Analisis perubahan dalam kondisi adalah menganalisis perubahan data dalam
suatu kondisi misalnya kondisi baseline atau kondisi intervensi, sedangkan
komponen yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:
a. Panjang kondisi (condition length), adalah banyaknya data poin dalam
kondisi yang menggambarkan banyaknya sesi pada tiap kondisi (baseline dan
intervensi).
b. Estimasi kecenderungan arah (estimate of trend direction), digambarkan oelh
garis lururs yang melintasi semua data dalam suatu kondisi. Terdapat dua
cara untuk menentukan kecenderungan arah grafik, yaitu dengan metode
freehand dan metode split-middle. Metode tangan bebas (freehand) adalah
mengamati secara langsung terhadap data poin pada suatu kondisi kemudian
menarik garis lurus yang membagi data poin menjadi dua bagian. Metode
belah tengah (split-middle) adalah menentukan kecenderungan arah grafik
berdasarkan median data poin nilai ordinatnya. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan metode belah tengah (split-middle). Langkah-langkah
perhitungannya adalah sebagai berikut:
i. Membagi data menjadi dua bagian yaitu bagian kanan dan bagian kiri.
ii. Membagi data bagian kanan dan bagian kiri masing-masing menjadi dua
bagian.
iii. Menentukan posisi median dari masing-masing belahan.
iv. Menarik garis sejajar dengna absis yang menghubungkan titik temu
antara median data bagian kanan dan data bagian kiri.
c. Kecenderungan stabilitas (trend stability), menunjukan tingkat homogenitas
data dalam suatu kondisi. Tingkat kestabilan data dapat ditentukan dengan
menghitung banyaknya data poin yang berada di dalam rentang, kemudian
dibagi banyaknya data poin, dikalikan 100%.
d. Jejak data (data path), yaitu perubahan data satu ke data lain dalam suatu
dan mendatar. Menentukan kecenderungan jejak data sama dengan
menentukan estimasi kecenderungan arah.
e. Rentang (range), yaitu selisih nilai terendah dan nilai tertinggi pada setiap
fase.
f. Perubahan level (level change), menunjukkan besarnya perubahan data dalam
suatu kondisi dan dapat dilihat dari selisis antara data terakhir dan data
pertama pada setiap fase.
Analisis antar kondisi adalah perubahan data antar kondisi, misalnya dari
kondisi baseline ke kondisi intervensi. Komponen-komponen analisis antar
kondisi meliputi:
a. Jumlah variabel yang diubah, sebaiknya difokuskan pada satu variabel
terikat.
b. Perubahan kecenderungan dan efeknya, menunjukkan makna perubahan
target behavior yang disebabkan oleh intervensi.
c. Perubahan stabilitas, menunjukkan tingkat stabilitas peubahan dari serentetan
data.
d. Perubahan level data, menunjukkan seberapa besar data berubah yang
ditunjukkan oelh selisih antara data terakhir pada kondisi pertama (baseline)
dengan data pertama pada kondisi berikutnya (intervensi).
e. Data overlap (tumpang tindih), yaitu terjadi data yang sama pada kedua
kondisi, baseline dengna intervensi. Hal ini menunjukkan tidak adanya
perubahan pada kedua kondisi dan semakin banyak data yang tumpang
tindih, semakin menguatkan dugaan tidak adanya perubahan pada kedua
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, 2006.
Batshaw, Mark L. When Your Child Has a Disability: The Complete Source book
of Daily and Medical Care. Baltimore, Md.: Paul H. Brookes,
2001.
Browman-Kruhm, Mary. Everything You Need To Know About Down Syndrome.
New York: Rosen 2000.
Daniels, Arthur S. Adapted Physical Education: Principles and Practice of
Physical Education For Exceptional Sstudents. New York: Harper
and Row Publisher Incorporated, 1954.
Decaprio, R. Aplikasi Teori Pembelajaran Motorik di Sekolah. Jogjakarta: DIVA
Press, 2013.
Delphie, B. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika
Aditama, 2006.
Esherick, J. Hak-Hak yang Terjamin: Undang-Undang yang Melindungi Pemuda
Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: PT Intan Sejati Klaten, 2009.
Hamid, M.S. Metode Edutainment. Jogjakarta: DIVA Press, 2011.
Hidayati, Z. Anak Saya Tidak Nakal, Kok. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka,
2010.
Highfield, Miriam E. The Educational of Backward Children. London: George G
Harrap & Co.LTD, 1952.
Hurlock, E. B. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Alih Bahasa:
Tjandrasa, M dan Zakarsih, M.
Imran, S. (2009). Manfaat Perencanaan Pembelajaran. [Online]. Tersedia:
http://ipankreview.wordpress.com/2009/04/01/manfaat-perencanaan-pengajaran/. [14 September 2013].
Majid, Abdul. (2006). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mulyani, Y dan Gracinia, J. Kemampuan Fisik, Seni, dan Manajemen Diri.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2007.
Nurjatmika, Y. Ragam Aktivitas Harian untuk TK. Jogjakarta: DIVA Press, 2012.
Rahyubi, H. Teori-Teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung:
Nusa Media, 2012.
S, Solich et al. Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Kelas 1.
Jakarta: Erlangga, 2007.
Stewart, Gail B. Teens with Disabilities. San Diego: Lucent Books, 2000.
Somantri, S. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama, 2006.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010.
Sunanto, J et al. Penelitian dengan Subjek Tunggal. Bandung: UPI Press, 2006.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Pendidikan Indonesia. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.
Bandung: PT Imtima.
Trainer, Marily and Hellen Featherstone. Differences in Common: Straight Talk
On Mental Retardation, Down Syndrome, and Your Life. Bethesda,