• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Mutu pelayanan kesehatan di apotek diatur oleh aturan standar pelayanan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan RI. Karena itu, setiap tenaga kesehatan khususnya apoteker, wajib memberikan pelayanan terbaik untuk menunjang kesehatan warganegara Indonesia melalui praktek pelayanan kefarmasian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman. Merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional. Responden dalam penelitian ini adalah penderita asma yang pernah menerima pelayanan informasi obat di Kabupaten Sleman dan bersedia mengisi kuesioner sebagai instrument dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan secara deskriptif berupa frekuensi dan persentase.

Jumlah responden yang diperoleh dari penelitian adalah 31 responden. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak semua komponen informasi mengenai penyakit dan obat asma diterima oleh responden. Dari penelitian diperoleh kepatuhan pasien berdasarkan persepsi pasien yaitu sebesar 59,86 %.

(2)

ABSTRACT

Quality of health services in the pharmacy is regulated by service standard rules set by the health minister of Indonesia. Therefore, all health workers, especially pharmacists, are required to provide the best services to support the health of Indonesian citizens through the practice of pharmacy services.

This study aimed to determine the profile of drug information services received and the compliance of patients with asthma based on patient perception in Sleman. This study is a descriptive observational study with Cross Sectional design. Respondents in this study were patients with asthma who had received the drug information service in Sleman and willing to fill out questionnaires as the instrument in this study. The data were analyzed descriptively in the form of frequency and percentage.

The number of respondents obtained from the research was 31 respondents. The study showed that not all components of information about the disease and asthma medications were received by the respondents. From this study, it was found that the patient compliance based on patient’s perception is equal to 59.86%.

(3)

PROFIL PELAYANAN INFORMASI OBAT YANG DITERIMA DAN KEPATUHAN PASIEN ASMA BERDASARKAN PERSEPSI PASIEN DI

KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Andika Pradana Putra NIM: 108114143

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Semua yang kutulis disini merupakan inspirasi yang diberikan oleh Tuhan Yesus,

Ayah, Ibu, Adik dan orang

orang disekitarku. Kalian lah motivasi terbesarku

dalam mengerjakan apa yang harus ku kerjakan disini.

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN……….. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN………... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………... vi

PRAKATA……… vii

DAFTAR ISI ... . ix

DAFTAR TABEL ... . xiii

DAFTAR GAMBAR……….... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... . xv

INTISARI……….. xvi

ABSTRACT……….. xvii

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan Masalah……… 4

(12)

x

3. Manfaat Penelitian……….. 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Asma ... 7

1. Definisi………... 7

2. Etiologi………... 8

3. Patiofisiologi………... 8

4. Faktor Risiko……….. 9

5. Tanda dan Gejala………. 10

6. Klasifikasi……… 10

B. Pelayanan Informasi Obat (PIO) ... 11

1. Definisi………... 11

2. Tujuan……… 12

3. Kegiatan ... 12

4. Faktor-faktor yang Perlu Diperhatikan……….. 13

C. Kepatuhan Pasien ... 15

1. Definisi………... 15

2. Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan………. 15

D. Keterangan Empiris…...……… 16

(13)

xi

B. Variabel Penelitian ... 17

C. Definisi Operasional... 17

D. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

E. Subyek Penelitian ... 18

F. Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 19

G. Instrumen Penelitian... 20

H. Tata Cara Penelitian ... 22

I. Pengolahan dan Analisis Data ... 22

J. Etika Penelitian………. ... 23

K. Keterbatasan Penelitian……… 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 25

1. Umur………... 27

2. Jenis Kelamin……….. 27

3. Tingkat Pendidikan……….. 28

4. Pekerjaan……….. 28

5. Tingkat Pendapatan……….. 29

B. Gambaran Pelayanan Informasi Obat ... 30

1. Informasi Obat 1……….. 31

2. Informasi Obat 2……….. 35

(14)

xii

4. Informasi Obat 4……….. 40

5. Informasi Obat 5……….. 41

6. Informasi Obat 6……….. 42

7. Informasi Obat 7………... 44

8. Informasi Obat 8………... 45

9. Informasi Obat 9………... 47

10.Informasi Obat 10………. 48

11.Informasi Obat 11………. 49

12.Informasi Obat 12………. 50

C. Gambaran Kepatuhan Pasien ... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………. 60

B. Saran……… 60

DAFTAR PUSTAKA……….. 62

LAMPIRAN………. 66

(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Derajat Asma Menurut DepKes RI... 11

Tabel II. Karakteristik Responden ... 26

Tabel III. Hasil Penelitian Informasi Obat 1 ... 31

Tabel IV. Hasil Penelitian Informasi Obat 2 ... 35

Tabel V. Hasil Penelitian Informasi Obat 3 ... 37

Tabel VI. Hasil Penelitian Informasi Obat 4 ... 40

Tabel VII. Hasil Penelitian Informasi Obat 5 ... 41

Tabel VIII. Hasil Penelitian Informasi Obat 6 ... 42

Tabel IX. Hasil Penelitian Informasi Obat 7 ... 44

Tabel X. Hasil Penrlitian Informasi Obat 8 ... 46

Tabel XI. Hasil Penelitian Informasi Obat 9. ... 47

Tabel XII. Hasil Penelitian Informasi Obat 10 ... 49

Tabel XIII. Hasil Penelitian Informasi Obat 11 ... 50

(16)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bronkus normal dan bronkus pada penderita Asma... 7 Gambar 2. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai faktor pencetus asma……… ... 33

Gambar 3. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai gejala asma……… 34 Gambar 4. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai

pemeriksaan penunjang………..

36 Gambar 5. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai tingkat

keparahan penyakit asma……… 38

(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(18)

xvi INTISARI

Mutu pelayanan kesehatan di apotek diatur oleh aturan standar pelayanan yang ditetapkan oleh menteri kesehatan RI. Karena itu, setiap tenaga kesehatan khususnya apoteker, wajib memberikan pelayanan terbaik untuk menunjang kesehatan warganegara Indonesia melalui praktek pelayanan kefarmasian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman. Merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan Cross Sectional. Responden dalam penelitian ini adalah penderita asma yang pernah menerima pelayanan informasi obat di Kabupaten Sleman dan bersedia mengisi kuesioner sebagai instrument dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan secara deskriptif berupa frekuensi dan persentase.

Jumlah responden yang diperoleh dari penelitian adalah 31 responden. Hasil penelitian menyatakan bahwa tidak semua komponen informasi mengenai penyakit dan obat asma diterima oleh responden. Dari penelitian diperoleh kepatuhan pasien berdasarkan persepsi pasien yaitu sebesar 59,86 %.

(19)

xvii ABSTRACT

Quality of health services in the pharmacy is regulated by service standard rules set by the health minister of Indonesia. Therefore, all health workers, especially pharmacists, are required to provide the best services to support the health of Indonesian citizens through the practice of pharmacy services.

This study aimed to determine the profile of drug information services received and the compliance of patients with asthma based on patient perception in Sleman. This study is a descriptive observational study with Cross Sectional design. Respondents in this study were patients with asthma who had received the drug information service in Sleman and willing to fill out questionnaires as the instrument in this study. The data were analyzed descriptively in the form of frequency and percentage.

The number of respondents obtained from the research was 31 respondents. The study showed that not all components of information about the disease and asthma medications were received by the respondents. From this study, it was found that the patient compliance based on patient’s perception is equal to 59.86%.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Indonesia seharusnya sesuai

dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku antara lain KepMenkes RI

Nomor 1027/MENKES/SK/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

Undang – undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 pasal 4 menyatakan bahwa setiap

orang berhak atas kesehatan, pasal 5 ayat 2 juga dinyatakan setiap orang mempunyai

hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman bermutu dan terjangkau

(Presiden RI, 2009). Oleh karena itu, setiap tenaga kesehatan khususnya apoteker,

wajib memberikan pelayanan terbaik untuk menunjang kesehatan warga negara

Indonesia melalui praktek pelayanan kefarmasian.

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari

“berorientasi kepada produk atau obat” ke “berorientasi kepada pasien” yang mengacu

kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya

berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang

komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (DepKes

RI, 2007).

(21)

obat yang tepat (DepKes RI, 2007). Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia, asma menduduki urutan kelima dari sepuluh penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000 penduduk. Dari hasil penelitian Riskesdas, prevalensi penderita asma di Indonesia adalah sekitar 4 % (Sastrawan dkk,2008). Prevalensi asma di provinsi DI Yogyakarta adalah 6,9 % (Riskesdas, 2013).

Laporan oleh delapan negara Asia-Pasifik tahun 2003 menunjukkan bahwa

asma mengganggu kualitas hidup. Dari 3.207 kasus yang diteliti, dampak asma yang

mengganggu kualitas hidup ditunjukkan dari keterbatasan dalam berkreasi atau

berolahraga sebesar 52,7%, aktivitas fisik 44,1%, pemilihan karir 37,9%, aktivitas

sosial 38%, cara hidup 37,1% dan pekerjaan rumah tangga 32,6%, absen dari sekolah

maupun pekerjaan dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang dewasa seperti gejala

batuk, termasuk gejala batuk dalam sebulan terakhir pada 44-51%, bahkan 28,3%

penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam seminggu (Sundaru,

2004). Hal ini membutuhkan pelayanan pengobatan asma yang rasional dan sesuai standar pelayanan agar tingkat kekambuhan dapat diminimalisir sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Sundaru, 2004).

(22)

berkaitan dengan informasi frekuensi pemakaian obat, jalur atau rute pemberian obat, lama pengobatan, efek samping, kontraindikasi, cara penyimpanan, faktor pencetus timbulnya kekambuhan, cara pencegahan, dan apa saja yang harus dihindari pada saat menjalani pengobatan. Diharapkan dengan adanya pedoman ini pasien lebih banyak menerima informasi mengenai penyakit yang dideritanya dan dapat meningkatkan kesadaran untuk menjaga kualitas hidup.

Pelayanan informasi yang jelas, mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini sangat diperlukan dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Penyerahan obat kepada pasien harus disertai dengan pemberian informasi secara lisan dan tulisan. Informasi lisan sekurang-kurangnya terdiri dari: informasi frekuensi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, efek samping obat, aktifitas, dan makanan serta minuman yang harus dihindari selama terapi. Informasi tulisan dalam bentuk label/etiket meliputi nama, aturan pakai, cara pakai, dan tanggal penyerahan (Depkes, 2006).

(23)

Pelayanan informasi obat yang merupakan salah satu komponen penting dalam

pelayanan kefarmasian. Untuk para pasien penyakit asma yang biasanya adalah

pasien-pasien rawat jalan maka informasi tentang obat yang diberikan haruslah

selengkap-lengkapnya dan juga memenuhi harapan pasien terhadap pelayanan yang diberikan. Hal ini penting untuk pasien asma yang membutuhkan perawatan dalam jangka waktu yang panjang sehingga kepatuhan dalam pengobatan menjadi prioritas. Para pasien asma rawat jalan tidak berada dalam lingkungan yang terkendali seperti halnya penderita rawat inap dan pasien harus bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. Melihat hal-hal di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai profil pelayanan informasi obat yang diterima pasien dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman.

1. Perumusan Masalah

a. Seperti apa aktivitas pelayanan informasi obat yang diterima pasien asma di

Kabupaten Sleman?

b. Seperti apa kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien?

2. Keaslian Penelitian

(24)

a. Nugraha (2002) mengenai “Pola Peresepan Obat Penyakit Asma Bronkial pada Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006”

b. Wibowo (2003) mengenai “Kajian Profil Peresepan Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli – Bali Tahun 2005”

c. Handayani (2006) mengenai “ Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009”

d. Sihombing (2007) mengenai “ Gambaran Pelayanan Informasi Obat oleh Apoteker kepada Pengunjung di 25 Apotek di Kota Yogyakarta Periode Juli – September 2004”

e. Perwitasari (2009) mengenai “ Pengaruh Pemberian Informasi Obat Terhadap Peningkatan Perilaku Pengobatan Mandiri pada Penyakit Batuk di Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

(25)

obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan acuan mengenai pemberian pelayanan informasi obat asma kepada pasien.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat memberikan masukan informasi kepada apoteker - apoteker di Kabupaten Sleman mengenai pelayanan kefarmasian sebagai bahan pertimbangan dalam peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum khususnya bagi penderita asma.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma berdasarkan persepsi pasien di Kabupaten Sleman.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi aktivitas pelayanan informasi obat yang diterima pasien asma di

Kabupaten Sleman.

(26)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Asma 1. Definisi

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang dikarakteristikkan dengan peristiwa penyempitan saluran napas dan obstruksi yang dipicu oleh berbagai sebab. Peristiwa ini meneyebebkan gejala seperti napa tertahan, mengi, batuk dan dada terasa sesak, masing-masing dari ringan sampai yang mengancam kehidupan. Banyak elemen sel dan seluler yang berperan dalam asma, termasuk sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epithelia (William and Self, 2002).

(27)

2. Etiologi

Asma merupakan penyakit kompleks dengan faktor genetik dan faktor lingkungan yang ikut berperan di dalam menyebabkan terjadinya asma. Faktor pemicu terjadinya asma, yaitu atopi (hipersensitivitas), zat alergen, misalnya asap, debu, bulu binatang, serbuk sari, obat-obatan tertentu, misalnya NSAID (ibuprofen, aspirin), olahraga, kelelahan dan stress, lingkungan cuaca dingin, infeksi bakteri dan virus pada saluran pernapasan, pekerjaan (Kelly dan Sorkness, 2005).

3. Patofisiologi

Karakteristik utama adalah kerusakan saluran napas, peradangan, dan hiperesponsive bronchial (BHR). Perubahan yang lama dengan hipertropi otot polos dan peningkatan sel goblet menyumbang menetapnya kerusakan saluran napas yang ditunjuk sebagai remodel. Keterbatasan saluran napas pada penderita asma dihubungkan dengan pengurangan diameter saluran napas yang merupakan hasil dari kontraksi otot polos menyebabkan konstriksi brokhiolus seperti peradangan intraluminal, edema dan produksi mucus. Asma bronchial merupakan penyakit inflamasi dimana ukuran diameter jalan napas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil. Selama serangan pasien mengalami mengi dan kesulitan bernapas akibat bronkuspasme, edema mukosa dan pembentukan mucus. Bronkial hiperresponsive (BHR) disebabkan oleh Kontraksi otot polos (bronkokonstriksi), Hipersekresi mucus, Edema mukosa (Williams and Self, 2002).

(28)

leukotrien, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor kemotaktik (sitokinin dan kemotaxin). Inflamasi terjadi apabila timbul respons berlebihan pada saluran napas penderita asma, sehingga cenderung terjadi penyempitan saluran napas yang diakibatkan oleh respon alergi, iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal tersebut juga mengakibatkan edema, peningkatan produksi mucus, keluarnya sel inflamasi pada saluran napas dan sel epitel mengalami kerusakan (Nelson, 2006).

4. Faktor risiko

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut yaitu predisposisi genetik asma, alergi, hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik (DepKes RI, 2007).

Faktor lingkungan dibagi menjadi 2, yaitu yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma dan yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan gejala asma menetap (DepKes RI, 2007).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma yaitu alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga, sensitisasi (bahan) lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara di luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi ,besarnya keluarga, obesitas (DepKes RI,2007).

(29)

luar maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan, olahraga dan hiperventilasi, perubahan cuaca, makanan, additif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatan, seperti asetil salisilat, ekspresi emosi yang berlebihan, asap rokok, iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang (DepKes RI, 2007).

5. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda awal sebelum munculnya serangan asma sifatnya sangat unik untuk setiap induvidu. Tanda tersebut dapat meliputi bersin-bersin, perubahan suasana hati, pilek, gatal-gatal pada tenggorakan, merasa capai, dan susah tidur. Gejala asma memberikan suatu indikasi bahwa serangan asma sedang terjadi, gejala yang paling umum penderita mengalami mengi, batuk-batuk, napas pendek dan dada terasa sesak (Hadibroto, 2005).

6. Klasifikasi

(30)

Tabel I. Derajat Asma Menurut DepKes RI

APE = arus puncak ekspirasi

FEV1 = volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (DepKes RI, 2007).

B. Pelayanan Informasi Obat (PIO) 1. Definisi

Menurut keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien (DepKes RI, 2004).

Gejala Fungsi Paru

I. Intermiten Siang hari < 2 kali per minggu Malam hari < 2 kali per bulan Serangan singkat

Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi

Variabilitas APE < 20% VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik

II. Persisten Ringan Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari

Malam hari > 2 kali per bulan

Serangan dapat mempengaruhi aktifitas

Variabilitas APE 20 - 30% VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik

III. Persisten Sedang Siang hari ada gejala

Malam hari > 1 kali per minggu Serangan mempengaruhi aktifitas Serangan > 2 kali per minggu Serangan berlangsung berhari-hari Sehari-hari menggunakan inhalasi β2 -agonis short acting

Variabilitas APE > 30% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik

IV. Persisten Berat Siang hari terus menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas

Sering timbul serangan

(31)

2. Tujuan

Tujuan dari Pelayanan Informasi Obat yaitu (DepKes RI, 2004) :

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi

c. Meningkatkan profesionalisme apoteker d. Menunjang terapi obat yang rasional 3. Kegiatan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam Pelayanan Informasi Obat yaitu (DepKes RI, 2004) :

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat

atau tatap muka

c. Membuat buletin, leaflet, label obat

d. Menyediakan informasi bagi Komite/Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit

e. Bersama dengan PKMRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap

f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya

(32)

4. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat yaitu (DepKes RI, 2004) :

a. Sumber informasi obat b. Tempat

c. Tenaga d. Perlengkapan

Untuk memberikan bekal pengetahuan bagi apoteker sebagai sumber informasi terutama untuk masalah terkait dengan obat asma, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik juga merasa perlu untuk membuat buku saku Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Berikut adalah beberapa informasi yang dapat disampaikan oleh apoteker untuk pasien penyakit asma yang berpedoman pada Pharmaceutical Care asma dari Departemen Kesehatan RI (DepKes RI, 2007) :

1. Mengenali sejarah penyakit , gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus asma 2. Pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma

3. Bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya; serta hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi serangan termasuk mencari pertolongan apabila diperlukan

(33)

6. Pengobatan asma sangat individualis dan tergantung pada tingkat keparahan asma. Secara garis besar pengobatan asma dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu : a. Pengobatan simptomatik , obat-obat yang digunakan pada serangan asma dan

bekerja cepat/segera bekerja

b. Pengobatan pencegahan, obat-obat yang digunakan secara rutin untuk mencegah terjadinya serangan asma

7. Ada bermacam-macam obat asma dengan indikasi dan cara pemberian yang bervariatif. Pemberian obat asma dapat dilakukan secara oral, parenteral dan inhalasi (inhaler, rotahaler dan nebuliser)

8. Kapan obat-obat asma dipergunakan, bagaimana cara menggunakannya (sebaiknya dengan peragaan), seberapa banyak/sering/lama obat-obat tersebut digunakan, efek samping apa yang mungkin dialami oleh pasien serta cara mencegah atau meminimalkan efek samping tersebut, Apabila ada keluhan pasien dalam menggunakan obat segera laporkan ke dokter atau apoteker

9. Mengingatkan pasien untuk kumur-kumur dengan air setelah menggunakan inhaler yang mengandung kortikosteroid untuk meminimalisasi pertumbuhan jamur di mulut dan tenggorokan serta absorpsi sistemik dari kortikosteroid

10. Apakah obat-obat asma aman untuk diberikan kepada wanita hamil dan apakah wanita dengan pengobatan asma dapat terus menyusui bayinya

(34)

12. Pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang dan kepatuhan dalam berobat dan pengobatan sangat diharapkan

C. Kepatuhan Pasien 1. Definisi

Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007). 2. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan

(35)

konkret, menanyakan kembali tentang rencana penanganan yang disetujui bersama dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan, keluarga pasien diajak untuk ikut bersama dalam usaha mengangani penyakit pasien asma, pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosio ekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma pada pasien (DepKes RI, 2007).

Menurut Pharmaceutical Care asma dari Departemen Kesehatan RI kepatuhan pasien dalam pengobatan asma jangka panjang akan lebih baik apabila (DepKes RI, 2007) :

1. Jumlah obat yang dipergunakan lebih sedikit 2. Dosis perhari lebih sedikit

3. Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi

4. Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien dan apoteker

D. Keterangan Empiris

(36)

17 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang mengkaji tentang profil pelayanan informasi obat yang diterima dan kepatuhan pasien asma dalam pengobatan di Kabupaten Sleman ini merupakan penelitan observasional deskriptif menggunakan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2012), penelitian observasional deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk disimpulkan dan dipahami yang dilakukan untuk untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional (studi potong lintang) karena akan menggambarkan suatu kejadian pada suatu fenomena atau situasi pada satu waktu (Widi, 2009).

B. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah

(37)

C. Definisi Operasional

1. Profil pelayanan informasi obat yang diterima pasien adalah persepsi pasien atau keluarga yang merawat pasien mengenai informasi obat yang diperoleh berkaitan dengan cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Item - item informasi obat tersebut mengacu ke Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek dan Pharmaceutical Care untuk penyakit asma. Persepsi responden tentang informasi yang diterima kemudian digali menggunakan kuesioner.

2. Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien asma dalam mengikuti dan menaati semua peraturan dalam pengobatannya berdasarkan persepsi pasien. Dalam penelitian ini diungkap melalui pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner, bukan melalui observasi langsung.

3. Pasien asma yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah orang yang menderita penyakit asma.

D. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman. Pengambilan data dilakukan

terhadap responden yang ditemui di kampus III Universitas Sanata Dharma, apotek

(38)

E. Subyek Penelitian

1. Kriteria inklusi subyek penelitian ini adalah pasien asma yang sudah didiagnosis

dokter mengalami asma yang pernah berkunjung ke apotek untuk membeli obat

maupun berobat.

2. Kriteria eksklusi subyek penelitian ini adalah pasien yang pertama kali mengalami gejala asma dan belum didiagnosis dokter, karena pasien yang pertama kali mengalami gejala asma belum tentu mengidap asma.

F. Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel subyek penelitian ditetapkan secara non random berupa convience

sampling yaitu mengambil sampel yang sesuai dengan ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah dijangkau atau didapatkan. Cara perekrutan responden adalah peneliti menuggu atau menitipkan kuesioner kepada

petugas di apotek-apotek dan bila ada pasien asma datang berobat atau membeli obat

kemudian dimintai tolong untuk mengisi kuesioner.

Sampel juga diambil dari masyarakat yang ada di sekitar peneliti, hal ini

dilakukan karena sangat sedikitnya pasien-pasien asma yang datang berkunjung ke

apotek. Pada awalnya perekrutan responden hanya dilakukan oleh satu orang peneliti

dan berfokus pada responden yang pernah berobat di apotek, namun dikarenakan

peneliti lain yang satu proyek dengan peneliti tidak memperoleh pasien di rumah sakit,

maka responden kedua peneliti digabungkan. Cara peneliti merekrut responden di

(39)

peneliti apakah mengetahui adanya pasien asma kemudian peneliti menemui calon

responden dan menanyakan apakah benar calon responden tersebut mengidap asma,

bila benar maka calon resonden akan menjadi responden penelitian dan dimintai tolong

untuk mengisi kuesioner. Diperoleh responden sebanyak 31 responden. Sebanyak 7

responden diperoleh di apotek dan 24 responden diperoleh di masyarakat.

G. Instrumen Penelitian

Alat penelitian yang digunakan berupa kuisoner penelitian yang akan diberikan kepada responden. Kuesoner ini adalah daftar tertulis pertanyaan dan sudah terdapat jawaban-jawaban yang akan membantu responden untuk memilih jawaban yang sesuai menurut responden (Notoatmodjo, 2012). Pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner memuat tentang :

1. Pelayanan informasi obat yang diterima pasien asma di Kabupaten Sleman.

2. Kepatuhan pasien meminum obat yang diberikan.

3. Harapan pasien terhadap pelayanan yang diberikan.

Untuk mengetahui gambaran aktivitas pelayanan informasi obat yang diterima

pasien asma dan gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan pengambilan datanya

(40)

H. Tata Cara Penelitian

Dalam menyelesaikan penelitian ini dibagi menjadi 5 tahap, yaitu : 1. Studi Pendahuluan/orientasi

Studi pendahuluan dilakukan dengan mencari berapa banyak apotek yang ada. Juga dilakukan penelusuran pustaka mengenai permasalahan seputar pelayanan informasi obat di apotek..

2. Pengurusan Perizinan

Untuk memperoleh data responden dilakukan pengurusan permohonan perizinan ke apotek – apotek di Kabupaten Sleman dan kepada respondennya sendiri.

3. Pembuatan Kuesioner

Langkah – langkah pembuatan kuesioner adalah merumuskan pertanyaan –

pertanyaan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No. 1027 dan Pharmaceutical Care asma (Depkes RI, 2007). Total pertanyaan dalam kuesioner adalah 22 pertanyaan untuk pelayanan informasi obat dan 9 pertanyaan untuk kepatuhan.

4. Pengujian Kuesioner

a. Uji pemahaman Bahasa

Sebelum pengumpulan data dilakukan uji coba untuk menghindari adanya

kesulitan dalam mengartikan pertanyaan dalam kuesioner. Uji pemahaman bahasa ini

berfungsi untuk mengetahui apakah bahasa penyusun dalam menulis pertanyaan dan

(41)

Responden yang digunakan dalam uji ini sebanyak 6 orang. Keberhasilan dari uji

pemahaman bahasa ini dapat dilihat dari responden yang bisa menjawab atau mengisi

kuesioner dengan baik.

b. Uji validitas isi

Prosedur validitas isi kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis

rasional atau mengkonsultasikan item – item dalam kuesioner dengan professional

judgement. Professional judgement pada penelitian ini adalah seorang apoteker yang

dianggap memahami isi dari kuesioner. Pertanyaan dan pernyataan yang telah

divalidasi secara professional judgement diharapkan menjadi pertanyaan dan

pernyataan yang berkualitas untuk dijadikan alat pengumpulan data penelitian (Azwar,

2007).

5. Penyebaran dan pengumpulan kuesioner

Kuesioner disebarkan ke beberapa apotek atau diberikan langsung kepada

responden yang memenuhi kriteria inklusi. Responden diminta untuk mengisi

kuesioner saat itu juga, tetapi ada juga responden yang menginginkan kuesioner dibawa

dan diisi sendiri.

I. Pengolahan dan Analisis Data

(42)

kadang-kadang = 2, tidak pernah = 3. Data tentang kepatuhan di coding berdasarkan jawaban selalu = 1, kadang-kadang = 2, tidak pernah = 3. Kemudian hasil persentase yang menunjukkan kepatuhan pasien masing – masing item dirata - rata, sehingga diperoleh nilai persentase kepatuhan pasien adalah 59,9%.

J. Etika Penelitian

Menurut Nursalam dan Pariani (2003) etika penelitian meliputi informed consent, anonymity (tanpa nama), dan confidentiality (kerahasiaan). Apabila subyek menolak untuk dijadikan subyek uji maka peneliti tidak boleh memaksa dan tetap menghormati hak – hak subyek. Pada penelitian ini, lembar persetujuan diberikan sebelum pasien dijadikan sebagai responden. Jika pasien setuju maka pasien diminta untuk mengisi kuesioner untuk diisi. Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada naskah tetapi pada lembar kuesioner dicantumkan.

K. Keterbatasan Penelitian

(43)

2. Responden yang ada juga kebanyakan menginginkan kuesioner ditinggal dan mereka mengisi sendiri karena itu tidak bisa dilakukan cross check untuk mengetahui apakan responden benar-benar pasien asma.

(44)

25 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran profil pelayanan informasi obat dan kepatuhan pasien dalam pengobatan di kabupaten Sleman dengan menggunakan standar yang ada dalam KepMenkes RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 dan Bina Farmasi DepKes RI (2006) tentang

“Pharmaceutical Care untuk penyakit asma”. Kedua standar yang digunakan

merupakan acuan standar pelayanan kefarmasian dalam melayani pasien berupa pelayanan resep, pelayanan informasi obat, bentuk promosi dan edukasi, konseling, kegiatan monitoring dan evaluasi, serta pelayanan residensial (home care). Penelitian ini meneliti secara khusus membahas mengenai pelayanan informasi obat karena kegiatan ini merupakan salah satu kunci keberhasilan pengobatan pada pasien.

A. Karakteristik Responden

(45)

Tabel II. Karakteristik Responden

(46)

1. Umur

Umur berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menyikapi permasalahan yang ada di sekitarnya. Penelitian yang dilakukan Harvard Growth Study menunjukkan bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan intelegensi diawali pada umur remaja dan mencapai puncak pada umur 30 tahun (Azwar, 2007). Pada umur tersebut seseorang mampu berpikir hipotetik dan dapat menguji secara sistematik berbagai penjelasan mengenai kejadian - kejadian tertentu dan dapat memahami prinsip-prinsip abstrak yang berlaku (Azwar, 2007). Karakteristik responden berumur < 20 tahun yaitu sebanyak 23%, responden berumur 20-30 tahun sebanyak 55%, responden berumur 31-40 tahun sebanyak 6% dan responden berumur > 40 % sebanyak 16%.

Umur sebagian besar responden yaitu 20-30 tahun sebanyak 55%, dimana pada umur tersebut responden mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan intelegensi sehingga mampu berpikir kritis dalam menerima informasi yang diberikan sebagai penerima informasi. Sehingga diharapkan responden mampu menerima informasi dengan baik dari drug informer.

2. Jenis Kelamin

(47)

berjenis kelamin perempuan. Hal ini tidak bisa menjadi acuan bahwa penyakit asma lebih banyak diderita oleh perempuan.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat daya tangkap responden terhadap informasi, pengetahuan, sikap dan minat responden terhadap suatu tindakan (Rachmanti, 2000), walaupun sebenarnya sifatnya tidak mutlak. Persentase responden lulusan SMA sebanyak 71%, responden lulusan diploma sebanyak 3% dan responden lulusan strata 1sebanyak 26%. Responden dalam peneltian ini memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi sehingga diasumsikan responden memiliki kemampuan untuk menerima dan mengolah informasi yang diberikan bervariasi juga.

4. Pekerjaan

(48)

Persentase responden dengan pekerjaan mahasiswa/mahasiswi sebanyak 61%, responden dengan pekerjaan PNS sebanyak 7%, responden dengan pekerjaan swasta sebanyak 23%, responden dengan pekerjaan honorer 3%, responden dengan pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 3%, responden dengan pekerjaan pensiunan 3%. Responden dalam penelitian ini sebagian besar mempunyai pekerjaan sebagai mahasiswa/mahasiswi. Hal ini dapat menjadi acuan bahwa sebagian besar responden seharusnya bisa lebih perhatian terhadap kondisi kesehatannya.

5. Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan berhubungan erat dengan masalah penanganan kesehatan, masyarakat dengan pendapatan tinggi akan sangat mudah untuk mengakses semua sarana kesehatan, tetapi masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah akan mempertimbangkan biaya dalam mencari pengobatan jika tidak mendapatkan kartu masyarakat miskin. Pengobatan sendiri dirasakan dapat mengurangi biaya pengobatan, bahkan dengan menggunakan obat buatan sendiri ketimbang pergi ke apotek ataupun rumah sakit. Hal ini malahan dapat membahayakan kesehatan karena tidak mendapat informasi yang pasti dari ahli kesehatan (Bastable, 1999).

(49)

mengisi sebanyak 16%. Adanya responden yang tidak mengisi pendapatannya kemungkinan karena belum mempunyai pendapatan, karena yang tidak mengisi semuanya adalah mahasiswa/mahasiswi, kemungkinan responden tersebut bukan merupakan mahasiswa/mahasiswi dari luar kota, sehingga tidak diberikan uang bulanan.

B. Gambaran Pelayanan Informasi Obat yang Diterima Pasien

(50)

1. Informasi tentang mengenali sejarah penyakit , gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus asma

Fungsi dari pemberian informasi ini yaitu agar pasien mengetahui darimana asalnya pasien bisa mendapatkan penyakit asma, apa saja gejala-gejala yang dialami jika terjadi serangan asma, dan faktor-faktor pencetus serangan asma. Ada tiga pertanyaan yang diberikan kepada pasien untuk mengetahui bagaimana gambaran pemberian informasi ini.

Tabel III. Hasil penelitian informasi tentang mengenali sejarah penyakit , gejala-gejala dan faktor-faktor pencetus asma

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah

Pertanyaan No 1 54,8 38,7 6,5

Pertanyaan No 2 67,7 22,6 9,7

Pertanyaan No 9 41,9 51,6 6,5

(51)

kaget bila nantinya mengalami asma dan dapat bersiap diri terlebih dahulu serta dapat berhati – hati agar tidak terkena asma.

(52)

Gambar 2. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai faktor pencetus asma

Informasi tentang faktor pencetus asma yang paling banyak diterima oleh responden adalah debu sebesar 56,61 %. Hal ini sesuai dengan penelitian Herdi (2011) sebanyak 62,5% pasien asma yang memiliki faktor pencetus serangan asma berupa debu, berdasarkan penelitian Purnomo (2008) didapatkan pasien asma yang memiliki faktor pencetus berupa debu sebanyak 96,2%.

Pertanyaan ketiga yaitu tentang gejala timbulnya penyakit asma. Gejala-gejala yang mungkin terjadi misalnya, mengi pada saat menghirup nafas, dada terasa sesak yang berulang, nafas tersengal-sengal, nafas tidak beraturan di siang hari. Dari hasil penelitian diperoleh hasil pasien yang selalu menerima informasi ini sebanyak 41,9 %, kadang-kadang menrima informasi sebanyak 51,6 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 6,5 %. Begitu bahayanya gejala asma, gejala asma dapat mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini

(53)

dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya (Sundaru, 2004), karena itu informasi ini penting diberikan kepada pasien agar pasien dapat penatalaksanaan asma apabila terjadi gejala asma.

Gambar 3. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai gejala asma Menurut DepKes RI (2007) tentang pharmaceutical care untuk penyakit asma, gejala asma bersifat episodik, seringkali reversible dengan/ atau tanpa pengobatan. Gejala awal berupa batuk pada malam/dini hari, sesak napas, napas berbunyi yang terdengar pada saat pasien menghembuskan napasnya, rasa sesak didada dan dahak sulit keluar (DepKes RI, 2007). Informasi mengenai gejala awal seperti dada terasa sesak memperoleh frekuensi yang paling tinggi diterima (54,8 %) karena gejala ini dapat menandakan penderita mengalami serangan asma.

(54)

2. Informasi tentang pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma

Informasi ini berguna agar pasien tahu pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengontrol asma pasien. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan dengan spirometer untuk mengukur kapasitas bernafas, memeriksa terjadinya gangguan pada sumbatan jalan nafas.

Tabel IV. Hasil penelitian informasi tentang pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien asma

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah

Pertanyaan No 3 22,6 45,2 12,9

(55)

Gambar 4. Persentase frekuensi pelayanan informasi obat mengenai pemeriksaan penunjang

Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75% (DepKes RI, 2007).

Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter) adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE) (DepKes RI, 2007). Cara pemeriksaan APE dengan PEF meter adalah penuntun meteran dikembalikan ke posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat

(56)

ke bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. (DepKes RI, 2007).

Menurut DepKes RI (2007), pemeriksaan fisik untuk mengetahui keadaan fisik pasien seperti apakah tejadi keadaan napas menjadi lebih cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar bunyi mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas) sehingga pemeriksaan fungsi paru dengan menggunakan spirometri atau peak expiratory flow meter untuk mengukur kapasitas bernafas penderita dapat dilakukan.

3. Informasi tentang bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya, serta hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi serangan termasuk mencari pertolongan apabila diperlukan

Informasi ini berguna agar pasien mengetahui apakah yang dialaminya merupakan serangan asma dan bagaimana tingkat keparahannya serta mengetahui hal-hal yang dapat dilakukan jika terjadi serangan. Ada tiga pertanyaan yang diberikan kepada pasien.

Tabel V. Hasil penelitian informasi tentang bagaimana mengenali serangan asma dan tingkat keparahannya, serta hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi serangan

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah

Pertanyaan No 7 29 58,1 12,9

Pertanyaan No 6 54,8 38,7 12,9

(57)

Pertanyaan pertama tentang bagaimana cara mengenali serangan asma. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 29 %, kadang-kadang menerima informasi sebanyak 58,1 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 12,9 %.

Pertanyaan kedua tentang bagaimana mengetahui seberapa berat penyakit asma yang dialami. Contohnya, adanya gejala sesak nafas, batuk, mengeluarkan bunyi saat menghembuskan nafas (mengi), dada terasa sesak saat bernafas yang muncul setiap hari, aktivitas fisik terbatas sebagai pertanda asma yang dialami sudah cukup berat. Dari hasil penelitian diperoleh, pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 54,8 %, kadang-kadang menerima informasi sebanyak 38,7 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 12,9 %.

(58)

Serangan asma dapat menyebabkan sesak nafas dan nafas tidak beraturan sehingga informasi seperti mencoba menarik napas dengan pelan, mencari obat yang sering dipakai untuk mengurangi serangan merupakan penanganan awal ketika terjadinya serangan asma (Mangunegoro, 2004). Informasi mengenai tingkat keparahan penyakit harus diberikan untuk mengetahui seberapa berat asma yang dialami oleh penderita untuk menentukan penatalaksanaan terapi yang akan diberikan oleh apoteker.

Pertanyaan ketiga tentang hal-hal yang harus dilakukan jika terjadi serangan asma, contohnya, jangan panik, mencoba bernafas dengan pelan, mencari obat untuk digunakan, mencari pertolongan untuk segera dibawa ke dokter. Dari hasil penelitian diperoleh, pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 45,2 %, pasien yang kadang-kadang menerima informasi sebanyak 41,9 %, pasien yang tidak pernah merima informasi sebanyak 12,9 %.

(59)

Serangan asma dapat menyebabkan sesak nafas dan nafas tidak beraturan sehingga informasi seperti mencoba menarik napas dengan pelan, mencari obat yang sering dipakai untuk mengurangi serangan merupakan penanganan awal ketika terjadinya serangan asma (Mangunegoro, 2004). Karena itu informasi terkait cara penanganan awal ketika terjadi serangan asma mandiri (self care) merupakan hal yang penting untuk disampaikan oleh apoteker kepada penderita asma sehingga pada saat terjadi serangan penderita dapat menentukan cara pengambilan keputusan untuk mengatasi serangan asma.

Menurut Sundaru (2004) Begitu bahayanya gejala asma, gejala asma dapat mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya dan menurut Murphy (2007) Terdapat bukti penelitian bahwa pasien asma yang melakukan pemeriksaan secara teratur akan mengalami serangan asma yang lebih jarang dan dapat menikmati hidup dengan kualitas yang lebih baik, menunjukkan bahwa ketiga informasi ini penting diberikan kepada pasien dapat melakukan penetalaksanaan asma apabila terjadi serangan asma.

4. Informasi tentang upaya pencegahan serangan pada pasien asma

Tabel VI. Hasil penelitian informasi tentang upaya pencegahan serangan pada pasien asma

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah

(60)

Informasi ini berguna agar pasien dapat mencegah terjadinya serangan penyakit asma yang dideritanya. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menerima informasi tentang upaya pencegahan serangan pada pasien asma sebanyak 32,3 %, kadang-kadang menerima informasi sebanyak 41,9 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 12,9 %. Berdasarkan penelitian, dampak asma dapat menggangu kualitas hidup ditunjukkan dari keterbatasan dalam berkreasi atau

berolahraga sebesar 52,7%, aktivitas fisik 44,1%, pemilihan karir 37,9%, aktivitas

sosial 38%, cara hidup 37,1% dan pekerjaan rumah tangga 32,6% (Sundaru, 2004).

Absen dari sekolah maupun pekerjaan dialami oleh 36,5% anak dan 26,5% orang

dewasa seperti gejala batuk, termasuk gejala batuk dalam sebulan terakhir pada

44-51%, bahkan 28,3% penderita mengaku terganggu tidurnya paling tidak sekali dalam

seminggu (Sundaru, 2004), karena itu informasi ini penting untuk diberikan agar pasien

dapat mencegah terjadinya serangan asma misalnya saja dengan menghindari factor

pencetus asma untuk meningkatkan kualitas hidup pasien asma.

5. Informasi tentang hubungan asma dengan merokok

Tabel VII. Hasil penelitian informasi tentang hubungan asma dengan merokok Pertanyaan di

Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak pernah

Pertanyaan No 8 41,9 48,4 9,7

(61)

%, tidak pernah menerima informasi sebanyak 9,7 %. Menurut Penelitian Chiang, Wu, Wu, Yan, Perng (2005) di kota Taipei didapatkan sebanyak 52,7% pasien asma memiliki faktor pencetus berupa asap rokok (polusi udara). Berdasarkan penelitian Purnomo (2008) di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus ditemukan sebanyak 88,5% pasien asma memiliki faktor pencetus berupa asap rokok. Penelitian Hendri (2011) 52,0% pasien asma yang memiliki faktor pencetus serangan asma berupa asap rokok. Rokok merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya asma, karena itu informasi ini penting untuk diberikan agar pasien dapat menghindari faktor pencetus asmanya agar tidak terjadi serangan asma.

6. Informasi tentang pengobatan asma sangat individualis dan tergantung pada tingkat keparahan asma

Informasi ini berguna agar pasien mengatahui bahwa pengobatan asma antara satu pasien dan pasien lainnya tidaklah sama. Ada dua pertanyaan yang diberikan. Tabel VIII. Hasil penelitian informasi tentang pengobatan asma

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak pernah

Pertanyaan No 12 35,5 48,4 25,8

Pertanyaan No 13 32,3 38,7 29

(62)

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Selain itu, juga menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise, menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel, mencegah kematian karena asma (DepKes RI, 2007). Dilihat dari tujuan penatalaksanaan asma, maka informasi ini penting untuk diberikan agar pasien mengatahui bahwa pengobatan asma bila terjadi serangan mendadak dapat langsung meminum obat yang diberikan agar gejala yang timbul tidak mengganggu kualitas hidup pasien.

(63)

7. Informasi bermacam-macam obat asma dengan indikasi dan cara pemberian yang bervariatif

Informasi ini berguna agar pasien mengetahui macam-macam nama obat yang dapat digunakan untuk mengobati asmanya, serta mengetahui indikasi (fungsi penggunaan obat) dan cara pemberian obat yang berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Ada tiga pertanyaan yang diberikan kepada pasien untuk mengetahui gambaran informasi obat yang diterimanya.

Tabel IX. Hasil penelitian informasi tentang bermacam-macam obat asma Pertanyaan di

Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah Tidak Mengisi Pertanyaan

Pertanyaan pertama tentang informasi mengenai obat asma seperti namanya dan kegunaannya, misalnya obat teofilin untuk mengobati gejala atau pencegahan asma yang diderita pasien. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa pasien yang sealu menerima informasi sebanyak 22,6 %, kadang-kadang menerima informasi sebanyak 38,7 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 38,7 %.

(64)

kadang-kadang menerima informasi sebanyak 32,3 %, tidak pernah menerima informasi sebanyak 6,5 %.

Pertanyaan ketiga informasi tentang pengarahan dan peragaan cara penggunaan obat dalam bentuk inhaler. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu merima informasi sebanyak 25,8 %, kadang-kadang sebanyak 38,7 %, tidak pernah sebanyak 16,1 %, tidak mengisi sebanyak 19,4 %. Pasien yang tidak mengisi dikarenakan tidak pernah menerima obat dalam bentuk inhaler.

Pasien asma yang kemungkinan adalah orang – orang awam yang tidak mengerti dalam hal obat – obatan, maka tugas apoteker lah untuk memberikan informasi kepada pasien bagaimana kegunaan dari obat yang mereka terima, cara menggunakan obat tersebut serta peragaan penggunaannya, seperti tercantum dalam pharmaceutical care dari DepKes RI salah satu peran apoteker dalam penetalaksanaan asma adalah memberikan informasi serta edukasi dalam pengobatannya (DepKes RI, 2007). Maka dari itu informasi ini penting untuk diberikan kepada pasien asma.

8. Informasi mengenai kapan obat-obat asma dipergunakan, bagaimana cara menggunakannya (sebaiknya dengan peragaan), seberapa banyak/sering/lama obat-obat tersebut digunakan, efek samping apa yang mungkin dialami oleh pasien serta cara mencegah atau meminimalkan efek samping tersebut

(65)

kaget bila terjadi efek samping dan bagaimana cara mencegah ataupun meminimalkan efek samping tersebut dan apabila ada keluhan dalam penggunaan obat, pasien segera melaporkan kepada apoteker atau dokter untukdiberikan pengarahan untuk menangani keluhannya. Ada tiga pertanyaan yang diberikan untuk memeperoleh gambaran informasi obat yang diterimanya.

Tabel X. Hasil penelitian informasi mengenai kapan obat-obat asma dipergunakan, cara menggunakannya, seberapa banyak obat digunakan, efek samping, cara mencegah

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah Tidak Mengisi Pertanyaan

Pertanyaan pertama tentang kapan harus menggunakan obat asma, misalnya diminum pada pagi hari atau malam hari dan berapa kali harus meminum obat dalam sehari. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 71 %, kadang-kadang sebanyak 22,6 %, tidak pernah sebanyak 6,5 %.

Pertanyaan kedua tentang apa yang harus dilakukan jika terjadi keluhan setelah menggunakan obat asma. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 29 %, kadang-kadang sebanyak 45,2 %, tidak pernah sebanyak 25,8 %.

(66)

hasil bahwa pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 32,3 %, kadang-kadang 32,3 %, tidak pernah sebanyak 32,3 % dan tidak mengisi sebanyak 3,2 %. Kemungkina pasien yang tidak mengisi ini dikarenakan pasien tidak pernah mengalami efek samping obat asma, sehingga merasa tidak perlu mengisinya.

Sama seperti pemberian informasi sebelumnya, seperti yang tercantum dalam pharmaceutical care asma bahwa merupakan peran apoteker dalam pemberian informasi dan edukasi dalam penggunaan obat asma serta membantu pasien dalam menyelesaikan masalah yang timbul dalam pengobatan asma, dalam hal ini adalah efek samping obat yang mungkin terjadi (DepKes RI, 2007). Karena itu, informasi ini penting untuk diberikan kepada pasien.

9. Informasi agar mengingatkan pasien untuk kumur-kumur dengan air setelah menggunakan inhaler yang mengandung kortikosteroid

Tabel XI. Hasil penelitian informasi tentang mengingatkan pasien untuk kumur-kumur dengan air

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Tidak mengisi Pertanyaan No

18

22,6 22,6 38,7 16,1

(67)

setelah menggunakan obat inhaler yang mengandung kortikosteroid karena kortikosteroid untuk meminimalisasi pertumbuhan jamur di mulut dan tenggorokan serta absorpsi sistemik dari kortikosteroid (DepKes RI, 2007), hal ini dilakukan agar pasien tidak mengalami masalah baru terkait dengan pengobatannya dan juga seusuai dengan tujuan penatalaksanaan asma yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien. Maka dari itu informasi ini penting untuk diberikan kepada pasien.

10. Informasi tentang obat-obat asma yang aman untuk diberikan kepada wanita hamil dan apakah wanita dengan pengobatan asma dapat terus menyusui bayinya

Informasi ini berguna untuk pasien yang sedang hamil agar mengetahui obat yang diterimanya memang aman untuk digunakan dan tidak membahayakan kehamilannya. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang sedang hamil sebanyak 1 orang dan tidak pernah menerima informasi tersebut.

(68)

digunakannya tidak membahayakan kehamilannya, agar asma yang dideritanya tetap terkontrol dan karena itu informasi ini penting untuk diberikan kepada pasien.

11. Informasi tentang bagaimana cara penyimpanan obat asma dan bagaimana cara mengetahui jumlah obat yang tersisa dalam aerosol inhaler

Informasi ini berguna agar pasien dapat menyimpan obat dengan benar sehingga tidak terjadi kerusakan pada obat yang dapat menurunkan efektivitas obat dan juga mengetahui cara untuk melihat jumlah obat yang tersisa dalam aeroso inhaler sehingga pasien dapat melakukan pengisian ulang sebelum obat benar-benar habis sehingga saat dibutuhkan saat terjadi serangan asma obat sealu tersedia pada inhaler. Ada dua pertanyaan yang diberikan untuk mengetahui hal-hal tengtang informasi tersebut.

Tabel XII. Hasil penelitian informasi tentang bagaimana cara penyimpanan dan cara mengetahui jumlah obat yang tersisa

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak pernah Tidak Mengisi Pertanyaan No

(69)

penyimpanan obat agar obat yang diberikan stabilitasnya tetap terjaga sehingga efek farmakologis yang didapat benar – benar maksimal (DepKes RI, 2004), karena itu informasi ini penting untuk diberikan.

Pertanyaan kedua tentang cara mengetahui sisa obat yang ada pada inhaler. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa pasien yang selalu menerima informasi sebanyak 12,9 %, kadang-kadang 38,7 %, tidak pernah 35,5 %, dan tidak mengisi 12,9 %, hal ini dikarenakan pasien tidak pernah menerima obat inhaler.

Pada pharmaceutical care asma, salah satu informasi yang dapat diberikan kepada pasien adalah bagaimana cara mengetahui sisa obat yang ada pada inhaler untuk pasien yang menggunakan obat dengan inhaler (DepKes RI, 2007). Hal ini dimaksudkan agar pasien dapat mengetahui sisa obat yang ada pada inhaler sehingga obat selalu tersedia pada inhaler dan apabila terjadi serangan asma pasien dapat langsung menggunakan obatnya sehingga asmanya selalu terkontrol, karena itu informasi ini penting untuk diberikan.

12. Informasi bahwa pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang dan kepatuhan dalam berobat dan pengobatan sangat diharapkan

Tabel XIII. Hasil penelitian informasi tentang pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah

Pertanyaan No 11 29 48,4 22,6

(70)

panjang. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menerima infromasi tentang bahwa pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang dan kepatuhan dalam berobat dan pengobatan sangat diharapkan sebanyak 29 %, kadang-kadang 48,4 %, tidak pernah 22,6 %. Menurut pharmaceutical care asma tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan untuk itu asma pasien harus terkontrol maka dari itu kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat diharapkan (DepKes RI, 2007), inilah yang menyebabkan pengobatan asma adalah pengobatan jangka panjang. Karena itu informasi ini penting untuk diberikan kepada pasien.

(71)

Gambar 7. Persentase pelayanan informasi obat yang diterima pasien asma Berdasarkan keterangan pada gambar di atas, informasi yang paling banyak diterima oleh pasien adalah aturan pemakaian obat sebanyak 71 % dan yang paling rendah adalah informasi mengenai obat yang tersisa dalam inhaler sebanyak 12,9 %. Bedasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan informasi obat yang diterima pasien belum terlaksana dengan baik sesuai dengan standar yang berlaku, karena masih banyak persentase pelayanan informasi obat yang diterima pasien masih di bawah 50 %. Menurut Sihombing (2007) ada beberapa alasan apoteker tidak memberikan informasi kepada pasien yaitu, tidak sempat karena banyaknya pembeli,

0.00%

Pemeriksaan penunjang Hal yang harus dilakukan ketika serangan

Upaya pencegahan Tingkat keparahan

Cara mengenali serangan Hubungan asma dengan merokok

Gejala timbulnya penyakit Hal yang harus dilakukan ketika ada keluhan pemakaian obat

Saran kepatuhan pasien Pengobatan asma simptomatik

Obat yang harus diminum secara rutin Nama dan indikasi obat

Cara atau rute pemakaian obat Aturan pemakaian obat

Penggunaan obat inhaler Cara menjaga kesehatan mulut

Efek samping obat Penyimpanan obat

(72)

kurangnya pengetahuan yang dimiliki, pasien dianggap sudah tahu dari kemasan/brosur, pasien tidak aktif bertanya dan pasien tergesa-gesa dan tidak mau dijelaskan. Pasien belum mengetahui hak – hak yang seharusnya mereka peroleh dari pelayanan kefarmasian untuk mendapatkan informasi selengkap – lengkapnya, sehingga pasien belum peduli terhadap pelyanan yang diberikan apoteker.

C. Gambaran Kepatuhan Pasien dalam Pengobatan Penyakit Asma Kepatuhan pasien dalam pengobatan asma merupakan hal yang sangat penting, karena pengobatan asma merupakan pengobatan jangka panjang. Untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien berdasarkan persepsi pasien ada 9 pertanyaan yang diberikan.

Tabel XIV. Hasil penelitian gambaran kepatuhan pasien dalam pengobatan penyakit asma

Pertanyaan di Kuesioner

Hasil (%)

Selalu Kadang-kadang Tidak Pernah Tidak Mengisi

Pertanyaan 1 64,5 35,5 - -

(73)

latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley,2007). Obat yang diberikan harus digunakan sesuai aturan pakai karena bila tidak, maka dapat menyebabkan gejala asma yang dialami akan semakin parah dan tidak membaik. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu menggunakan obat sesuai aturan pakai sebanyak 64,5 %, kadang-kadang sebanyak 35,5 %, yang berarti sebanyak 64,5 % responden patuh terhadap pengobatannya.

Pertanyaan kedua mengenai seberapa seringnya pasien terbangun akibat serangan asma. Gangguan tidur penyakit asma paling banyak dialami saat malam hari, hal ini dapat mengindikasikan bahwa pasien tidak patuh dalam pengobatannya atau juga merupakan efek samping dari pengobatan (Harrison, 2000). Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu mengalami gangguan tidur sebanyak 16,1 %, kadang-kadang sebanyak 45,2 %, tidak pernah sebanyak 38,7 %, yang berarti sebanyak 38,7 % responden yang patuh terhadap pengobatannya.

(74)

Pertanyaan keempat mengenai keterbatasan keterbatasan aktivitas yang dialami karena serangan asma. Menurut pharmaceutical care asma tujuan utama dari penatalaksanaan asma adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan untuk itu asma pasien harus terkontrol maka dari itu kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat diharapkan (DepKes RI, 2007). Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang menjawab selalu sebanyak 19,4 %, kadang-kadang sebanyak 25,8 %, tidak pernah sebanyak 54,8 %, yang berarti sebanyak 54,8 % responden yang patuh terhadap pengobatannya.

(75)

Pertanyaan keenam mengenai keluhan yang dialami pasien semakin berat seperti tidak bisa tidur sama sekali dan sesak nafas secara mendadak. Sama seperti pertanyaan kelima, pasien dengan tingkat kontrol yang buruk, derajat asma yang berat, biasanya mempunyai kepatuhan pengobatan yang rendah, akibatnya akan lebih memperparah gejala asmanya. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selau mengalaminya sebanyak 3,2 %, kadang-kadang sebanyak 32,3 %, tidak pernah 64,5 %, yang berarti sebanyak 64,5 % responden yang patuh terhadap pengobatannya.

Pertanyaan ketujuh mengenai seberapa sering pasien melakukan kontrol pengobatan asma ke apotek. Kepatuhan dalam pengobatan merupakan kunci sukses dari pengobatan penyakit asma, sehingga penyakit asma yang diderita bisa terkontrol (DepKes RI, 2007). Biasanya pasien baru melakukan kontrol apabila asma yang dideritanya tidak kunjung terkontrol, yang disebabkan karena ketidakpatuhan dalam pengobatan, hal ini dapat mengindikasikan pasien tidak patuh dalam pengobatannya. Dari penelitian diperoleh bahwa pasien yang selalu melakukannya 16,1 %, kadang-kadang 29 %, tidak pernah 54,8 %, yang berarti sebanyak 54,8 % responden yang patuh terhadap pengobatannya.

Gambar

Gambar 7. Persentase pelayanan informasi obat yang diterima pasien asma... 52
Gambar 1.  Bronkus normal dan bronkus pada penderita Asma (Adam,
Tabel I. Derajat Asma Menurut DepKes RI
Tabel II. Karakteristik Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

4 Mengidentifikasi letak suatu benda, Siswa bisa melengkapi kalimat dengan Memahami arah preposisi yang benar untuk menyebutkan Hometown letak benda sesuai gambar

Hasil dari tugas akhir ini adalah sebuah aplikasi pertukaran informasi yang terimplementasi di dalam jaringan web-based knowledge base, dimana setiap anggota knowledge

Fokus penelitian ini adalah melakukan identifikasi atribut pelayanan terminal Hamid Rusdi berbasis suara pengguna angkutan umum yang meliputi tingkat kepentingan

Dan ketentuan pasal di atas jelaslah bahwa keselamatan informan adalah hal yang sangat perlu untuk diperhatikan. Akan tetapi, dalam kasus ini Informan malah

Pelaksanaan tindakan Siklus II dilaksanakan selama 3 kali pertemuan. Setiap pertemuan berlangsung selama ±100 menit. Metode yang digunakan pada Siklus II

Berdasarkan data hasil survei awal, pada awal berdirinya PT Pertani (Persero) Cabang NTB memiliki penangkar benih unggul padi yang bermitra dengan PT Pertani

Siswa menjelaskan kepada teman sekelompok ketika ada materi yang

Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil dari analisis pengujian para ahli bahwa bahan ajar berbasis pendekatan problem solving dapat